I. Tujuan
1. Mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar metode gravity.
2. Mengetahui kegunaan metode gravity.
3. Mengetahui dan memahami Datum Referensi.
Untuk memisahkan anomali regional dan anomali lokal / residual dapat dilakukan
dengan beberapa cara, diantaranya : metode smoothing, metode rata-rata dari Griffin,
metode perata-rataan bergerak (moving average), metode turunan tegak kedua
pendekatan, metode upward / downward continuation dan sebagainya.[1]
Pada interpretasi metode gravitasi, yaitu langsung dan tidak langsung. Cara
langsung dimana data dianalisa untuk menghasilkan interpretasi, pada cara tidak
langsung, dimana model dibangun untuk menghitung anomali gravitasi sintetis yang
dibandingkan dengan anomali bouguer yang diamati.[4] Biasanya digunakan metode
dotcharts dan metode poligon talwani pada cara tidak langsung.[1]
Pada tahun 1930, Persatuan Geodesi dan Geofisika Internasional memperoleh
bentuk Rumus Gravitasi Internasional yaitu,[3]
2 2
gφ = 𝑔0(1 + α 𝑠𝑖𝑛 φ − β 𝑠𝑖𝑛 2φ) ... (1)
2 2 2
gφ(1930) = 9.78049(1 + 0.0052884 𝑠𝑖𝑛 φ −0.0000059 𝑠𝑖𝑛 2φ) 𝑚/𝑠 .. (2)
2 4 2
gφ(1967) = 9.78031846(1 + 0.005278895 𝑠𝑖𝑛 φ +0.000023462 𝑠𝑖𝑛 φ) 𝑚/𝑠 (3)
2 2
gφ(1967) − gφ(1930) = (136 𝑠𝑖𝑛 φ − 172) 𝑚/𝑠 (g.u.) …(4)
2
×(1+0.00193185138639 𝑠𝑖𝑛 φ).... (6)
2 2
×(1−0.00669437999013 𝑠𝑖𝑛 φ) 𝑚/𝑠 ... (7)
Pada tahun 1980 Sistem Referensi Geodesi (GRS 80) baru dikembangkan yang
mengarah ke Sistem Geodesi Dunia 1984 (WGS 84) yang sekarang digunakan untuk
penentuan posisi satelit. Persamaan terakhir untuk perhitungan gφ yang diadopsi oleh
International Association of Geodesy (IAG) for Geodetic Reference System[2] ditampilkan
dalam huruf tebal pada rumus (5), (6) dan (7).[5]
[1] Asisten Laboratorium Geofisika Unpad. 2020. Modul praktikum gravity dan magnet 2020,
Geofisika Unpad. Sumedang: Laboratorium Geofisika Unpad.
[2] Blakely, R.J. (1995) Potential Theory in Gravity and Magnetic Applications, Cambridge
University Press, Cambridge, UK.
[3] Nettleton, L.L. (1971) Elementary Gravity and Magnetics for Geologists and Seismologists,
Society of Exploration Geophysicists, Monograph Series No. 1, Tulsa, Oklahoma, USA.
[4] Reynolds, J.M. 2011. An Introduction to Applied and Environmental Geophysics, 2nd
Edition. Newyork : Wiley-Blackwell.
[5] Sheriff, R.E. (2002) Encylopedic Dictionary of Exploration Geophysics, 4th edn, Society of
Exploration Geophysicists, Tulsa, Oklahoma, USA.
[6] Telford, W.M., Geldart, L.P., Sheriff, R.E. and Keys, D.A. (1990) Applied Geophysics ( 2nd
edn), Cambridge University Press, Cambridge, UK.
GRAV – 02
I. Tujuan
1. Mampu memahami bagian-bagian alat ukur gravimeter
2. Mampu mengoperasikan dan melakukan kalibrasi terhadap alat ukur gravimeter
3. Mampu memahami teknik akuisisi data metode gravity
II. Alat
Dalam melakukan akuisisi data metode gravity, peralatan yang digunakan adalah
sebagai berikut :
a. Gravimeter LaCoste & Romberg
b. Barometer/Altimeter
c. Global Positioning System (GPS)
d. Arloji/Jam
e. Kompas
f. Thermometer Analog
g. Tabel harga pasang surut sesuai tanggal dan lokasi pengukuran
h. Kertas kerja table data gravity dan table data terrain menggunakan kompartemen
Hammer chart.
Tidak semua instrumen cocok digunakan untuk setiap survey, oleh karena itu
ada beragam alat yang diperuntukkan untuk tujuan atau maksud tertentu (Reynold,
2011 ). Ada banyak cara untuk mengukur nilai dari gravitasi diantaranya Falling Body
Measurement, Pendulum Measurement, serta Mass and Spring
Measurement/Gravimeter. Dalam pengukuran gravity diperlukan peralatan dengan
ketelitian cukup tinggi yang dapat mengukur adanya perbedaan medan gravity yang
lebih kecil dari 0.1 mGal (1mGal = 10- 3cm/s2) (Widarto dan Zaky, 2019). Di dalam
modul ini hanya akan dibahas mengenai alat gravimeter.
Gravimeter LaCoste & Romberg termasuk kedalam tipe zero length spring.
Gravimeter ini mempunyai skala pembacaan dari 0 sampai dengan 7000 mgal, dengan
ketelitian 0.01 mgal dan drift rata-rata kurang dari 1 mgal setiap bulannya. Untuk
operasionalnya, gravimeter ini memerlukan temperatur yang tetap (contoh untuk LRG,
alat yang dipakai Pertamina, pada suhu 51oC), oleh karena itu dilengkapi dengan
thermostat untuk menjaga keadaan temperatur supaya tetap. Dengan adanya thermostat
ini, maka diperlukan baterai sebesar 12 Volt, disamping untuk pembacaan benang
palang (cross hair) dan bubble level (Widarto dan Zaky, 2019).
Gambar 2.1. Gravimeter Lacoste & Romberg beserta kotak pembawa dan baterai.
Secara sederhana, mekanisme LaCoste & Romberg ini, terdiri dari suatu beban
(Weight) pada ujung batang, yang ditahan oleh Zero Length Spring yang berfungsi
sebagai pegas utama (lihat Gambar 2.2.). Perubahan besarnya gaya tarik bumi akan
menyebabkan perubahan kedudukan benda, dan pengamatan dilakukan dengan
pengaturan kembali kedudukan beban pada posisi semula. Pengaturan kembali ini
dilakukan dengan memutar measuring screw. Banyaknya pemutaran measuring screw
terlihat pada dial counter, yang berarti besarnya variasi gaya tarik bumi dari suatu
tempat ke tempat lain.
Gambar 2.2. Gravimeter Lacoste & Romberg tipe G-928 serta komponen bagian
dalamnya.
1. Cara laboratorium
2. Cara lapangan
Cara lapangan bertujuan untuk menguji nilai skala gravimeter, yaitu dengan
menentukan nilai skala baru untuk kemudian dibandingkan terhadap nilai pada
tabel konversi. Dengan demikian dapat diketahui apakah nilai skala masih
sesuai atau perlu dikoreksi. Nilai kalibrasi (CCF) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan (Komite Gaya Berat Nasional, 1992) :
𝑔𝑜𝑏𝑠 1 − 𝑔𝑜𝑏𝑠 2
𝐶𝐶𝐹 = 𝑟𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 1 − 𝑟𝑒𝑎𝑑𝑖𝑛𝑔 2
…. (1)
Dimana :
gobs 1 dan gobs 2 : nilai gravity yang telah diketahui pada titik 1 dan 2
reading 1 dan reading 2 : nilai bacaan gravimeter yang telah dikonversi dalam
mgal pada titik 1 dan 2 setelah dikoreksi pasang surut
dan apungan
Apabila nilai konversi dari pabrik masih benar, maka nilai CCF (Correction
Calibration Factor) harus mendekati satu. Bila nilai CCF setelah diuji dengan
pengukuran berulang-ulang, ternyata menyimpang terlalu jauh dari satu, maka nilai
konversi (tabel konversi dari pabrik) tersebut tidak sesuai lagi.
1. Jalur kalibrasi Bandung – Tangkuban Parahu antara DG-0 – DG-6 dengan jarak 20
km dan beda ketinggian 1100 m dibuat pada tahun 1972 (Untung, 1972)
2. Jalur kalibrasi Tangkuban Parahu – Subang antara GB1 – GB-6 dengan jarak 30 km
dan beda ketinggian 1300 m, dibuat pada tahun 1989
Nilai gravity pada jalur kalibrasi bisa dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Nilai gravity pada jalur kalibrasi.
DG 0 977976.38
DG I 977976.55
DG II 977939.24
DG III 977901.97
DG V 977826.65
DG VI 977946.76
GB 1 978091.631
GB 2 978008.178
GB 3 977957.221
GB 4 977914.823
GB 5 977882.303
GB 6 977815.992
Setelah kalibrasi dilakukan tahapan berikutnya yaitu akuisisi data. Dalam akuisisi data
gravity, kita harus dapat membaca medan dan kondisi lapangan, misalnya menempatkan titik
amat pada lokasi yang stabil dan mudah dijangkau. Pengukuran gravity terdiri dari
pengukuran absolute dan pengukuran relatif (Reynolds, 2011). Akuisisi data dilapangan
sebaiknya dilakukan secara looping, artinya pengukuran dimulai dan diakhiri di titik yang
sama, sehingga dapat dilakukan koreksi faktor kelelahan alat/drift.
Pada akuisisi gravity, terdapat dua macam akuisisi. Akuisisi yang pertama adalah
pengukuran secara absolute, dan yang kedua adalah pengukuran secara relatif. Pengukuran
absolute, yaitu pengukuran yang dilakukan dengan cara mengukur secara langsung besar
medan gravitasi pada titik pengamatan. Sedangkan pengukuran relatif, yaitu pengukuran
yang dilakukan dengan cara membandingkan medan gravitasi pada satu titik terhadap satu
titik acuan dan biasanya digunakan dalam penentuan struktur geologi dalam proses
eksplorasi.
Pengukuran gravity dapat dilakukan di darat (land gravity), udara (Airborne Gravity)
ataupun laut (Marine gravity). Pengukuran gravity di lapangan dilakukan dengan beberapa
tahapan sebagai berikut:
Sebelum melakukan pengukuran gravimeter, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
proses pengukuran dapat berjalan dengan baik dan benar, diantaranya:
1. Tentukan titik base yang akan digunakan sebagai titik acuan pengukuran harian. Titik ini
akan diukur dua kali sebelum dan sesudah dari lapangan.
2. Tentukan lokasi titik pengukuran terlebih dahulu, kemudian mencatat nama operator, tipe
alat gravimeter yang digunakan, nama stasiun, koordinat, elevasi, serta waktu di lokasi titik
pengukuran.
3. Letakkan piringan dengan posisi datar pada titik amat yang telah ditentukan. Jika titik amat
yang telah ditentukan lokasinya kurang baik (tanah labil, miring, gembur) disarankan
memindahkan titik amat tersebut. Kemudian catat serta buat sketsa pergeseran titik amat
tersebut.
4. Letakkan kotak pembawa gravimeter di depan titik amat.
5. Berdirilah membelakangi matahari, agar sinar matahari tidak langsung mengenai
gravimeter.
6. Perhatikan arah angin agar tidak mengganggu pergerakan benang bacaan.
7. Bila cuaca dalam keadaan panas terik atau hujan, gunakan payung untuk melindungi
gravimeter.
8. Hindarkan benda-benda berat (kunci, koin, topi, helm) agar gravimeter terhindar dari
kemungkinan kejatuhan atau terkena benturan benda-benda tersebut.
9. Ambilah posisi berlutut sebaik dan senyaman mungkin. Pada daerah pengamatan yang
berbatu/ berkerikil gunakan alas lutut (bantalan).
1. Gravimeter yang akan dikalibrasi terlebih dahulu diuji kepekaan dan kebenaran posisi garis
bacanya (reading line).
2. Lakukan pengukuran pada jalur kalibrasi yang mempunyai perbedaan nilai gravity yang
teliti dan stabil.
3. Pengukuran dilakukan minimal 3 seri : A 🡪 B 🡪 A 🡪 B 🡪 A 🡪 B 🡪 A
4. Waktu maksimum yang diperbolehkan untuk setiap kitaran adalah 2 – 4 jam.
5. Setiap hasil bacaan harus dikoreksikan dengan koreksi pasang surut dan apungan (drift).
1. Mulai pengukuran pada titik yang telah diketahui harga gravitynya, misalnya : DG-0
(museum Geologi), Base Camp (BC) LIPI (Karang Sambung), DG-6 (Subang) dan
lain-lain.
2. Lakukan pengukuran dengan membentuk suatu loop (misal : DG-0 BS, BS DG-0, BS titik
amat BS
V. Tugas Akhir
1. Gambarkan dan jelaskan sketsa dari cara kerja dari gravimeter.
2. Jelaskan manfaat penggunaan arloji, thermometer, kompas analog dan GPS pada
pengukuran gravimeter.
3. Jelaskan mengapa posisi duduk perlu sangat diperhatikan dan begitu penting saat
pengukuran gravity berlangsung.
4. Jelaskan mengapa kunci putar gravimeter perlu sangat diperhatikan saat
melakukan pengukuran maupun saat tidak melakukan pengukuran.
5. Buatlah desain pengukuran gravity di Kampus Unpad, Jatinangor.
Keyword :
Telford, W.M, L.P. Geldart, and R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics. USA:Cambridge
University Press.
Untung, M. (1972). A gravity survey in the Tangerang area, West Java Untung. Bandung:
Departemen Pertambangan.
Widarto, D.S. dan Zaky, D. A. (2019). Lecture Notes : GP-3105 GRAVITY & MAGNETIC
METODE GAYABERAT & MAGNETIK. Jakarta : Universitas Pertamina
MODUL GRAV-03
PENGOLAHAN DATA GRAVITY
I. Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum pengolahan data gravity, mahasiswa diharapkan:
a. Mampu mengkonversi data bacaan alat menjadi nilai gtotal
b. Mampu melakukan koreksi data gravity baik dari pengaruh eksternal maupun
internal
c. Mampu menghitung nilai gobs
d. Memahami pentingnya koreksi terhadap data gravity
e. Mampu melakukan proses penentuan rapat massa rata-rata dengan menggunakan
metode Nettleton dan Parasnis
II. Alat
Dalam melakukan pengolahan data gravity, terdapat peralatan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
a. Kertas tabel yang telah diisi oleh data lapangan.
b. Tabel konversi bacaan skala alat sesuai seri alat gravimeter yang digunakan
c. Tabel data atau perangkat lunak pengolah pasang surut.
d. Citra Digital Elevation Model (DEM)
e. Global Positioning System (GPS) satu unit yang telah menyimpan data koordinat
lapangan.
f. Perangkat lunak penghitung pada komputer, contoh : Microsoft Excel
g. Perangkat lunak Global Mapper
h. Perangkat lunak contour image, contoh : Surfer, Geosoft Oasis Montaj.
Sebagai contoh pembacaan misalnya terbaca 1954.36. Maka hal pertama yang harus
dilakukan adalah mengurangkan pembacaan dengan counter reading (1900), sehingga :
Sehingga nilai pembacaan yang telah terkoreksi alatnya menjadi sebesar 2073.866 mGal.
dengan:
gb ' = bacaan nilai gaya berat pada saat akhir looping (dalam mGal)
gb = bacaan nilai gaya berat pada saat awal looping (dalam mGal) tb
' = waktu pengambilan data pada saat akhir looping
tb = waktu pengambilan data pada saat awal looping
tn = waktu untuk data yang akan dihitung nilai koreksi drift-nya
dengan
Nilai koreksi ini akan maksimum pada lintang 45° (sekitar 0.01 mGal/ 13 m),
dan berharga nol pada ekuator dan kutub. Koreksi lintang dapat dihitung dengan
menggunakan rumus gaya berat normal yang dikembangkan oleh Geodetic
Reference System 1967 (GRS67):
∆g FA = 0.3086 mgal/m x h
3.2.5 Koreksi Bouguer
Koreksi Bouguer menghitung efek tarikan massa yang berada diantara stasiun
pengukuran dan bidang datum. Massa dalam topografi tersebar secara tidak merata
sehingga efek yang ditimbulkan sulit untuk dihitung dan
diaproksimasikan.mengasumsikan bahwa topografi dapat direpresentasikan sebagai
suatu pelat datar memanjang tak terhingga ke segala arah dengan nilai densitas konstan
dan ketebalan senilai dengan ketinggian statiun gravitasi di atas permukaan
menggunakan apa yang disebut dengan pelat Bouguer.
Seperti ditunjukkan pada gambar di atas, hasil pengukuran di stasiun akan bertambah
besar akibat tarikan massa yang berada di atas bidang datum.
dimana:
gOobs = bacaan dalam mGal + koreksi tidal – koreksi drift (yang kemudian
diikat dengan nilai gaya berat absolut
Gn = gravitasi teoritis
BC = koreksi bouguer
TC = terrain correction
↓ ↓ ↓ ↓ ↓
Y Bt x 0 at
Data yang digunakan dalam metode ini diperoleh pada saat melakukan data di lapangan.
Kemudian data tersebut kita plot menjadi sebuah grafik yang memiliki persamaan garis
sehingga kita dapat memperoleh nilai rapat massa dari batuan tersebut.
Gambar 3. Kurva atopografi terhadap jarak (atas) dan kurva hasil penentuan
rapatmassa rata-rata dengan menggunakan metode Nettleton. Pada kasus ini,
rapatmassa yang paling tepat yaitu ρ = 2.4 gr/ cm3 karena memiliki korelasi
yang jauh dengan kurva topografi.
V. Tugas Pendahuluan
1. Apa yang dimaksud dengan lempeng Bouguer ?
2. Apakah ketinggian suatu tempat dapat mempengaruhi harga gravity ? jelaskan !
3. Apa perbedaan antara koreksi udara bebas dengan koreksi Bouguer ?
4. Apa yang dimaksud koreksi medan Outer Zone dan Inner Zone ?
5. Jelaskan pengaruh massa topografi terhadap harga gravity !
6. Jelaskan perbedaan gravity pengamatan (gravity relatif) dengan gravity normal !
7. Apakah perbedaan gravity relatif dengan gravity absolut ?
8. Apakah perbedaan anomali Bouguer dengan anomali gravity ?
VII. Keyword
1. Konversi Pembacaan Ke Dalam Milligal
2. Koreksi Data Gravitasi
a. Koreksi Pasang Surut
b. Koreksi Drift
c. Koreksi Lintang
d. Koreksi Free Air
e. Koreksi Bouguer
f. Koreksi Medan (Terrain)
g. Koreksi lainnya (temukan dalam ragam referensi untuk koreksi lain)
3. Anomali Bouguer (Simple & Complete, sertakan juga perbedaannya)
4. Penentuan Rapat Massa Rata-Rata
a. Metode Nettleton Profile
b. Metode Parasnis
5. Cara Penentuan Rapat Massa
Daftar Pustaka
1. Milsom, John. (2003). Field Geophysics The Geological Field Guide Series. New Jersey: Wiley
2. Reynold, John M. (2011). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. New Jersey:
Wiley Blackwell
3. Santoso, Djoko. 2010. Pengantar Teknik Geofisika. Bandung: ITB Press
4. Widiarto, Djedi S., dan Dicky Ahmad Zaky. Lecture #01. “GP-3105 Gravity & Magnetic”. Jakarta:
Universitas Pertamina
PEMISAHAN ANOMALI DATA GRAVITASI
I. Tujuan
1.1 Mampu melakukan pemisahan gravity regional dan residual menggunakan metode analitik.
1.2 Memahami tahapan Spectral Analisis.
II. Alat
1. Tabel data hasil olahan complete Bouguer anomaly.
2. Peta complete Bouguer anomaly.
3. PC
4. Perangkat lunak Microsoft excel, Global mapper dan Oasis montaj.
Anomali regional dan residual ini erat kaitannya dengan Anomali Bouguer dalam survey
gravitasi (Purnomo dkk, 2013). Anomali Bouguer merupakan jumlah medan gravitasi yang
dihasilkan semua sumber anomali bawah permukaan yaitu secara regional (dalam) maupun secara
residual (dangkal). Anomali regional diasosiasikan sebagai frekuensi rendah sementara anomaly
residual diasosiasikan sebagai frekuensi tinggi dalam analisis spektrum. Dalam eksplorasi migas
biasanya anomali regional digunakan untuk mencari cap rock/bed rock sementara anomaly
residualnya digunakan untuk mengidentifikasikan jenis kandungan fluida. Hal inilah salah satu
alasan pentingnya pemisahan anomaly regional dan residual dalam interpretasi data gravitasi
(Purnomo dkk, 2013).
Pemisahan anomali regional dan residual dapat dilakukan menggunakan metode berikut
:
A. Metode Smoothing
Metode ini menggunakan analisis grafis. Pada peta gaya berat Bouguer dibuat
potongan (profil) melintang kemudian pada setiap profil dilakukan estimasi efek
regional dengan meratakan (smoothing) profil, yaitu ditarik garis lurus yang sebaik
mungkin yang menhubungkan antar profil.
Kemudian profil residualnya dapat dicari dengan harga estimasi regional dikurangi
anomali Bouguer si sepanjang profil. Grafik anomaly regional pada umumnya
memiliki resolusi lebih smooth dibandingkan anomaly Bouguernya (Faizah, 2010).
mGal
Anomali
Regional
Anomali
Residual
Bouger
Anomaly
Jarak (m)
Metode ini ditujukan untuk mencari anomali regional, dengan demikian anomali
residual juga dapat dicari. Metode ini mengasumsikan keluaran dari perata-rataan
bergerak adalah nilai anomaly regionalnya. Sehingga residual adalah regional
dikurang anomaly hasil pengukuran (Purnomo dkk, 2013)
∆𝑔𝑟𝑒𝑠 = ∆𝑔 − ∆𝑔𝑟𝑒𝑔
Keterangan :
∆gres = Nilai anomali residual
∆g = Nilai anomali bouguer
∆greg = Nilai anomali regional
C. Metode Second Veritical Derivative
SVD ini biasanya menggambarkan sumber anomaly yang bersifat lokal / dangkal
sehingga cocok untuk mencari anomaly residual (Telford, 1990). SVD ini didapatkan
dari derivatif secara horizontal dari data gravity berdasarkan persamaan laplace, yaitu:
2
𝜕2𝑔 𝜕2𝑔 𝜕2𝑔
∇ 𝑔= 2+ 2+ 2 =0
𝜕𝑥 𝜕𝑦 𝜕𝑧
𝜕2𝑔 𝜕2𝑔 𝜕2𝑔
= −( 2 + 2 )
𝜕𝑧 2 𝜕𝑥 𝜕𝑦
Metode ini memanfaatkan distribusi data dalam matriks Gauss yang dapat
digambarkan dengan rumus berikut : (Karunianto dkk, 2017)
dengan :
C = konstanta
i,u,j,v = anggota matriks
σ = konstanta yang disesuaikan dengan ordo matriks
Analisis spectrum ini bertujuan untuk mengestimasi kedalaman anomaly regional dan
residual berdasarkan amplitude spektrumnya. Data spectrum ini bisa di dapatkan dari nilai
panjang gelombang dari data anomaly Bouguer yang sebelumnya telah di transformasikan
oleh Fourier transform ke dalam domain frekuensi, sehingga kita dapat mengamati data
berdasarkan domain frekuensinya (Amaliah dkk, 2014).
Kemudian analisa spectrum ini juga berguna dalam menentukan lebar dari window
filter menurut perhitungan frekuensi cut off dari analisa spectrum nanti (metode moving
average) (Amaliah dkk, 2014)
Dengan
k = 2 phi / lambda
z0 = Ketinggian titik amat berdasarkan bidang geoid
z’ = Kedalaman benda anomaly terhadap bidang geoid
A = Amplitude
C = Konstanta
3. Lakukan pengolahan data sesuai dengan konsep dan persamaan yang didapatkan dari
literatur di oasis montaj dan microsoft excel.
4. Lakukan plotting peta anomali regional gravity dan peta anomali residual gravity
menggunakan aplikasi pembuat peta (contoh: Surfer atau Oasis Montaj)
V. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan yang dimaksud anomaly regional dan anomaly residual pada gravity!
2. Apakah yang dimaksud dengan spectral analisis dan mengapa teknik ini perlu dilakukan?
3. Jelaskan tahapan melakukan analisa spectral pada pengolahan data gravity !
4. Jelaskan mengapa window sangat diperlukan dalam pemisahan anomaly regional dan
residual !
5. Jelaskan teknik Gausian Filter pada pemisahan anomaly regional dan residual !
6. Jelaskan teknik pemisahan anomali garavity lainnya seperti metode polynomial fitting dan
metode inversi dalam pemisahan regional dan residual !
7. Lakukanlah analisa perbedaan antara metode grafis dan analitis dalam pemisahan anomali
sepengetahuan anda !
VI. Keyword
1. Anomali residual data gravity
2. Anomali regional data gravity
3. Metode pemisahan anomali gravity
4. Analisa kuantitatif ( spektrum )
5. Analisa kualitatif
Daftar Pustaka
1. Amaliah, Rezki, dkk. (2014). Pemodelan Anomali Gravitasi Menggunakan Metode Inversi
2D (Dua Dimensi) Pada Area Prospek Panasbumi Lapangan 'A'. In Core Research.
Hasanuddin University Repository.
2. Blakely, R. J. (1996). Potential theory in gravity and magnetic applications. Cambridge
university press.
3. Faizah, I. (2010). Interpretasi kualitatif medan gravitasi berdasarkan hasil perhitungan
anomali residu menggunak metode polynomial fitting di karangsambung Jawa Tengah
(Bachelor thesis, Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
4. Karunianto, Adhika & Haryanto, Dwi & Hikmatullah, Fajar & Laesanpura, Agus. (2017).
Penentuan Anomali Gayaberat Regional dan Residual Menggunakan Filter Gaussian
Daerah Mamuju Sulawesi Barat. EKSPLORIUM. 38. 89.
10.17146/eksplorium.2017.38.2.3921.
5. Kebede, H., Alemu, A., & Fisseha, S. (2020). Upward continuation and polynomial trend
analysis as a gravity data decomposition, case study at Ziway-Shala basin, central Main
Ethiopian rift. Heliyon, 6(1), e03292.
6. Pradana, F. H. (2017). Aplikasi Metode Spectral Decomposition pada Data Gaya Berat:
Studi Kasus Pemodelan Zona Subduksi Bagian Timur Pulau Jawa (Doctoral dissertation,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember).
7. Purnomo, J., Koesuma, S., & Yunianto, M. (2013). Pemisahan anomali regional-residual
pada metode gravitasi menggunakan metode moving average, polynomial dan inversion.
Indonesian Journal of Applied Physics, 3(1), 10.
8. Rosid, M. S., & Siregar, H. (2017, July). Determining fault structure using first horizontal
derivative (FHD) and horizontal vertical diagonal maxima (HVDM) method: A
comparative study. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1862, No. 1, p. 030171). AIP
Publishing LLC.
9. Telford, W.M, L.P. Geldart, and R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics. USA:Cambridge
University Press.
ANALISA FHD, SVD SERTA MODELLING DATA GRAVITASI
I. Tujuan
1. Mampu melakukan pemodelan ke depan dari profil data gravitasi.
II. Alat
1. Tabel data hasil olahan complete Bouguer anomaly.
2. Peta complete Bouguer anomaly
3. PC
4. Aplikasi pengolah angka (penghitung)
5. Aplikasi pembuat peta
Dengan
x = X horizontal derivatif
y = Y horizontal derivatif
𝜕 2 Δ𝑔 𝜕 2 Δ𝑔 𝜕 2 Δ𝑔
2
= −( + )
𝜕𝑧 𝜕𝑦 2 𝜕𝑥 2
Dengan
3. Lakukan pengolahan data sesuai dengan konsep dan persamaan yang didapatkan dari
literatur di oasis montaj dan microsoft excel.
4. Lakukan plotting Grafik FHD anomali gravity dan grafik SVD anomali gravity
menggunakan aplikasi peta (contoh: Surfer atau Oasis Montaj) dan microsoft excel.
V. Tugas Pendahuluan
1. Sebutkan metode-metode apa saja yang dapat digunakan untuk menganalisa struktur
patahan dan jelaskan sedikit tentang metode tersebut !
2. Jelaskan mengapa analisa kuantitatif data gravity memerlukan tahapan SVD dan FHD !
3. Sebutkan urgensi dilakukannnya modelling dari hasil pengolahan data graviti ? dan
pemodelan apa sajakah yang dimaksud ?
VI. Keyword
1. Analisa Kuantitatif
2. Analisa FHD (First Horizontal Derivative)
3. Analisa SVD (Second Vertical Derivative)
4. Pemodelan struktur bawah permukaan berdasarkan analisa kuantitatif dan kualitatif.
Daftar Pustaka
1. Elkins, T.A. 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation. Geophysics.
XVI: 29 – 50.
3. Hidayat, N., & Basid, A. (2011). Analisis Anomali Gravitasi Sebagai Acuan dalam Penentuan
Struktur Geologi Bawah Permukaan dan Potensi Geothermal (Studi Kasus Di Daerah Songgoriti
Kota Batu). Jurnal Neutrino: Jurnal Fisika dan Aplikasinya.
4. Purnomo, J., Koesuma, S., & Yunianto, M. (2013). Pemisahan anomali regional-residual
pada metode gravitasi menggunakan metode moving average, polynomial dan inversion.
Indonesian Journal of Applied Physics, 3(1), 10.
5. Rosid, M. S., & Siregar, H. (2017, July). Determining fault structure using first horizontal
derivative (FHD) and horizontal vertical diagonal maxima (HVDM) method: A
comparative study. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1862, No. 1, p. 030171). AIP
Publishing LLC.
7. Telford, W.M, L.P. Geldart, and R.E. Sheriff. 1990. Applied Geophysics. USA:Cambridge
University Press.
MODUL MAG-01
I. TUJUAN
Setelah melaksanakan praktikum Pendahuluan Metode Magnetik, mahasiswa
diharapkan:
a. Mampu memahami dan menjelaskan konsep dasar metode magnetik
b. Mengetahui kegunaan metode magnetik
Secara umum, metode geofisika dapat dikelompokkan menjadi metode pasif dan metode
aktif. Metode pasif merupakan metode yang digunakan untuk mengukur medan alami yang
dipancarkan oleh bumi, sedangkan dalam metode aktif, medan dihasilkan dari sumber buatan
dan kemudian dilakukan pengukuran respon bumi terhadap medan buatan tersebut. Salah satu
metode geofisika yang tergolong dalam metode pasif adalah metode geomagnetik (magnetik).
Penerapan metode magnetik didasarkan pada anomali medan magnetik bumi yang dihasilkan
dari variasi distribusi benda yang termagnetisasi di bawah permukaan bumi, misalnya batuan
atau pun struktur geologi. Sifat fisis yang digunakan untuk membedakan jenis batuan yang
termagnetisasi adalah suseptibilitas magnetik. Metode magnetik dan gravity memiliki banyak
kesamaan, tetapi metode magnetik umumnya lebih kompleks dan variasi medan magnet lebih
tidak menentu dan terlokalisasi. Ini dikarenakan metode magnetik bersifat dipole (bergantung
arah variabel medan magnet), sedeangkan metode gravity bersifat monopole (medan gravitasi
selalu ke arah vertikal) (Telford, et al., 1990).
Survei metode magnetik dapat dilakukan darat, laut dan udara. Metode magnetik dapat
digunakan dalam berbagai aplikasi, mulai dari penyelidikan skala kecil seperti untuk
menentukan lokasi pipa dan kabel di dekat permukaan sampai penyelidikan skala besar seperti
pemetaan geologi regional untuk menentukan struktur yang besar ataupun eksplorasi
hidrokarbon. Pada eksplorasi hidrokarbon, geotermal atau pun eksplorasi mineral, metode
magnetik sering digunakan sebagai survei pendahuluan. Sering kali dalam kegiatan eksplorasi
yang lebih besar, metode magnetik dan metode gravity digunakan bersamaan untuk
melengkapi informasi satu sama lainnya. Salah satu contohnya kedua metode ini digunakan
bersamaan sebelum melakukan survey metode seismik, karena kedua metode ini dapat
memberikan lebih banyak informasi tentang bawah permukaan, terutama mengenai batuan
dasar, dibandingkan hanya menggunakan salah satu metode tersebut (Reynolds, 2011).
Dalam survei magnetik, peralatan paling utama yang digunakan adalah magnetometer.
Magnetometer digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik di lokasi survei. Salah satu
jenis magnetometer adalah Proton Precision Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk
mengukur nilai kuat medan magnetik total. Sebagai pendukung, peralatan lain yang digunakan
dalam survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS). GPS digunakan untuk
mengukur posisi titik pengukuran meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan waktu.
Hasil dari pengukuran magnetik adalah berupa profil atau peta kontur magnetik. Di daerah
sedimen mungkin terdapat beberapa kesamaan antara peta hasil survey metode magnetik dan
gravity, namun umumnya anomali magnetik lebih banyak, lebih tidak menentu, kurang
persisten, dan lebih besar magnitudenya dibandingkan anomali gravity (Telford, et al., 1990).
Pada umumnya peta anomali magnetik mempunyai pola yang kompleks. Berdasarkan hal
tersebut maka interpretasi dalam metode magnetik relatif lebih sulit.
Gaya magnet (F) merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua buah kutub (P1 dan P2) yang
terpisah dengan jarak r, dapat ditunjukkan oleh persamaan di bawah ini (Telford, et al., 1990):
𝑃1 𝑃2
𝑭= 𝑟̂ … (1)
𝜇 𝑟2
Keterangan:
𝑭 𝑃1
𝑯= = 𝑟̂ … (2)
𝑃2 𝜇 𝑟2
Keterangan:
Jika suatu bahan magnetik ditempatkan dalam medan magnetik, bahan tersebut akan
termagnetisasi. Polarisasi magnetik atau intensitas magnetisasi (M) berkaitan dengan kuat
medan magnetik melalui konstansta kesebandingan, k, yang dikenal sebagai suseptibilitas
magnetik. Hubungan intensitas magnetisasi dengan suseptibilitas magnetik diungkapkan
dalam persamaan (3) (Telford, et al., 1990):
𝑴 = 𝑘 𝑯 … (3)
Berdasarkan respon suatu bahan terhadap medan magnetik luar, bahan magnetik dapat
dikelompokkan kedaam tiga jenis:
a. Diamagnetik
Pada material diamagnetic, seperti hallite, semua elektron berpasangan dan tidak ada
elektron yang tidak berpasangan (Reynolds, 2011). Bahan diamagnetik mempunyai
nilai suseptibilitas magnetik yang kecil. Bahan diamagnetik memiliki arah magnetisasi
yang berlawanan dengan arah medan magnetik luar sehingga bahan diamagnetik
mempunyai nilai suseptibilitas magnetik negatif. Suseptibilitas magnetik bahan
diamagnetik tidak bergantung pada temperatur. Contoh mineral yang termasuk
diamagnetik adalah bismuth, grafit, gipsum, marmer, kuarsa.
b. Paramagnetik
Pada material paramagnetic elektron yang tidak berpasangan pada kulit elektron yang
tidak lengkap menghasilkan momen spin yang tidak seimbang dan interaksi magnet
yang lemah antar atom. Bahan paramagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik
yang kecil dan positif. Arah magnetisasi dari bahan paramagnetik sama dengan dengan
arah medan magnetik luar sehingga memiliki suseptibilitas magnetik positif. Nilai
suseptibilitas magnetik bahan paramagnetik bergantung pada temperatur. Contohny
adalah: fayerite, amphiboles, pyroxenes, olivines, garnets dan biotite (Reynolds, 2011).
c. Ferromagnetik
Bahan ferromagnetik memiliki nilai suseptibilitas magnetik positif dan besar. Seperti
halnya bahan paramagnetik, sifat kemagnetan bahan ferromagnetik dipengaruhi oleh
temperatur dan kekuatan medan magnet (Reynolds, 2011). Contoh mineral yang
termasuk diamagnetik adalah besi, nikel, kobalt.
Medan magnetik utama ini tidak konstan dalam waktu dan berubah relatif lamban dan
asal perubahan dari perubahan internal dalam bumi, yang dapat dihubungkan dengan
perubahan arus konveksi dalam inti, perubahan inti mantel, perubahan dalam laju
perputaran bumi.
b. Medan Luar
Merupakan bagian kecil medan utama, yaitu sisa 1% medan magnetik bumi, berasal
dari luar bumi yang berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan
terionisasi atmosfir luar. Perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat daripada
medan permanen.
Dekat permukaan kerak bumi merupakan penyebab perubahan dalam medan utama
yang biasanya jauh lebih kecil dari medan utama, relatif konstan dalam waktu dan tempat.
Perubahan ini dapat dihubungkan dengan perubahan kandungan mineral magnetik dalam
batu-batuan dekat permukaan. Kadang-kadang anomali ini cukup besar sehingga besar
medan menjadi dua kali lipat dibanding medan utama dangkal. Pada umumnya anomali ini
tidak menyebar kedaerah luas karena sumbernya tidak terletak terlalu dalam. (Telford, et
al., 1990).
Berdasarkan sifat medan magnet bumi dan sifat kemagnetan bahan pembentuk batuan,
maka bentuk medan magnetik yang timbulkan oleh benda penyebabnya tergantung pada:
IV. KEYWORD
1. Teori Dasar Magnetik
2. Metode Magnetik
3. Aplikasi Metode Magnetik Dalam Geofisika
DAFTAR PUSTAKA
Blakely, R. J. (1996). Potential theory in gravity and magnetic applications. Cambridge university
press.
Reynolds, J. M. (2011). An introduction to applied and environmental geophysics. John Wiley &
Sons.
Telford, W. M., Telford, W. M., Geldart, L. P., & Sheriff, R. E. (1990). Applied geophysics.
Cambridge university press.
MAGNETOMETER DAN AKUISISI DATA GEOMAGNETIK
I. Tujuan
1. Mampu memahami prinsip metode magnetik
2. Mampu memahami prinsip kerja alat magnetometer
3. Mampu memahami dan mampu melakukan pengukuran geomagnetik
II. Peralatan
Dalam melakukan akuisisi data metode geomagnetik, peralatan yang digunakan adalah
sebagai berikut:
1. Proton Magnetometer, tipe Geometrics G-856
2. Barometer/ Altimeter
3. Global Positioning System (GPS)
4. Kompas
5. Alat tulis dan tabel data
6. Jam
7. Alat bantu ukur
Seperti halnya pada survei geofisika, data lapangan belum bisa dibilang terperinci
dan akurat, bahkan ketika memori magnetometer digunakan. Data lapangan yang
sistematis memungkinkan pemrosesan data yang lebih efisien dan akurat (Milsom, 2003).
Survei geomagnetik dapat dilakukan dengan menggunakan satu atau pun dua buah
magnetometer. Akuisisi data dengan menggunakan satu alat dilakukan secara looping.
Pada akuisisi data dengan menggunakan dua buah alat, satu buah alat digunakan di base
station (BS) dan satu alat lainnya digunakan untuk pengukuran di setiap titik amat (field).
Pengukuran medan magnet di setiap titik pengukuran dilakukan bersamaan dengan
pengukuran di BS. Bagian lain dari magnetometer proton adalah console seperti
ditunjukkan pada Gambar 3a. Console terdiri dari 12 tombol dan terdapat LED display
dan sensor connector di permukaan atasnya (Gambar 3b).
Gambar 3. (a). G-856 console (b) Tampilan tombol pada console (www. allied-
associates.co.uk)
IV. LANGKAH MENGOPERASIKAN ALAT
4.1. Prosedur penggunaan Proton Precession Magnetometer
Dalam survei magnetik PPM yang digunakan dapat berjumlah satu atau dua
buah alat. Untuk penggunaan dua buah alat, satu alat digunakan untuk pengukuran di
titik pengamatan (field) dan satu alat lagi tempatkan di base station (BS).
4.2. Langkah-langkah sebelum pengukuran
1. Tentukan titik base yang akan digunakan sebagai titik acuan pengukuran harian.
Titik ini akan diukur dua kali sebelum dan sesudah dari lapangan.
2. Tentukan lokasi titik pengukuran terlebih dahulu, kemudian mencatat nama
operator, nama stasiun, koordinat serta waktu di lokasi titik pengukuran.
3. Berdirilah membelakangi matahari, agar sinar matahari tidak langsung mengenai
alat.
4. Bila cuaca dalam keadaan panas terik atau hujan, gunakan payung untuk
melindungi alat.
4.3. Langkah-langkah saat melakukan pengukuran:
Pembacaan di lapangan:
1. Menetapkan lintasan pengukuran
2. Mengatur tanggal dan waktu bersamaan dengan alat di BS
- Julian date. Contoh : 032 (2 Februari)
- 24 jam. Contoh : 09.30
- Dalam alat :
AUTO - TIME - SHIFT
(hari/ratus) (hari/puluh) (hari/satuan)
0 3 2
(jam/puluh) (jam/satuan) (menit/puluh) (menit/satuan)
0 9 3 0
ENTER
3. Tuning alat
- Melihat peta intensitas magnetik total (untuk Jawa :45200nT)
- Bersamaan dengan alat di BS, atur dalam alat sebagai berikut:
READ – TUNE – SHIFT
(gamma/puluh ribu) (gamma/ribu)
4 5 200
ENTER
4. Pengaturan nomor lintasan
TIME – SHIFT
(line/ratus) (line/puluh) (line/satuan)
0 0 1
ENTER
5. Pembacaan data dan penyimpanan
READ – STORE di mulai dari 0001
6. Pemanggilan data dari memori
RECALL – FIELD : data dan nomor titik
RECALL – TIME : waktu
7. Penghapusan data
RECALL-ERASE-ERASE (data terakhir)
8. Penghapusan seluruhnya RECALL – SHIFT – 0 – ENTER – ERASE – ERASE
Dalam survei magnetik lintasan pengukuran harus didesain agar dapat memotong
dua kutub anomali magnetik yang berarah Utara-Selatan kutub magnetik. Arah dan
lintasan yang tidak sesuai akan mengakibatkan menurunnya daya guna survei dan
memberikan gambaran yang salah bagi pengolah data dan interpreter. Penentuan lintasan
pada daerah yang akan disurvei didasarkan kepada kemudahan dalam pembuatan peta
anomali magnetik. Oleh karena itu titik-titik pengamatan diusahakan membentuk grid
seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Keterangan
Baris I, II, ... ,V = lintasan ke I, II, ..., V
Kolom 1,2, ..., 5 = nomor stasiun pengamatan (ST-1 sampai ST-5)
Untuk membuat peta anomali yang akurat, perubahan terhadap waktu dari medan
magnetik selama survei harus dipertimbangkan. Perubahan medan magnetik selama satu
hari disebut sebagai simpangan harian (diurnal drift) dengan nilai berkisar beberapa
puluh nT, tetapi perubahan sebesar ratusan atau atau pun ribuan nT memungkinkan untuk
terjadi selama beberapa jam selama terjadi badai magnetik. Selama terjadi badai
magnetik tidak boleh dilakukan survei magnetik.
V. Prosedur Pengukuran
5.1 Pengukuran dengan Dua Alat
- Alat pertama mengukur di BS secara berulang dengan selang waktu pengukuran
tertentu.
- Alat kedua mengukur di stasiun pengamatan pada semua lintasan.
TABEL DATA AKUISISI DATA GEOMAGNETIK
Hari/Tanggal:………………………………………... Operator:……………………..........
Alat : ……………………………………..................... Cuaca : ………………....................
Longitude Latitude
(X) (Y)
VI. Tugas Pendahuluan
1. Gambarlah bagian-bagian magnetometer PPM dan jelaskan fungsi dari masing- masing
bagian tersebut.
2. Sebutkan dan jelaskan parameter apa saja yang perlu diperhatikan pada saat penggunaan
alat magnetometer.
3. Jelaskan hal yang perlu dipersiapkan sebelum melakukan pengukuran geomagnetik.
4. Mengapa dalam pengukuran geomagnetik disarankan dimulai dari BS -> titik amat ->
BS? Kalau tidak dimulai dari BS apakah pengukuran geomagnetik dapat dilakukan?
Jelaskan!
VII. Tugas Akhir
1. Jelaskan manfaat penggunaan arloji, kompas dan GPS pada pengukuran geomagnetik.
2. Sensor pada magnetometer dapat dipasang secara vertikal maupun horizontal. Jelaskan
perbedaan penggunaan masing-masing orientasi pemasangan tersebut.
VIII. Keyword
1. Magnetometer
2. Jenis-jenis magnetometer
3. Prinsip kerja magnetometer
4. Bagian dan Fungsi Magnetometer
5. Akuisisi Data
6. Langkah-Langkah Pengukuran
DAFTAR PUSTAKA
I. Tujuan
1. Menentukan nilai anomali magnetik terkoreksi
2. Membuat peta sebaran total anomali magnetik
II. Alat
1. Raw data hasil akuisisi geomagnet
2. PC
3. Aplikasi pengolah angka (penghitung)
4. Aplikasi pembuat peta
Selain koreksi diurnal dan IGRF, pada metoda geomagnetik terdapat satu koreksi yang
memperhitungkan efek topografi dari wilayah pengukuran. Akan tetapi, karena
pengaruhnya yang sangat kecil maka koreksi topografi pada metode geomagnetik ini
biasanya tidak diterapkan. Setelah menerapkan koreksi diurnal dan IGRF, semua variasi
medan magnet yang tersisa harus disebabkan hanya oleh variasi spasial dalam sifat
magnetik bawah permukaan dan disebut sebagai anomali magnetik (Kearey, 2002)
.
2. Cara penyajian data
a. Dengan Tanda Atau Titik
Intensitas atau besarnya anomali pada suatu tempat digambarkan dengan titik atau
tanda. Kerapatan titik sebanding dengan besarnya anomali ditempat tersebut.
b. Dengan Cara Perspektif
Penggambaran data ini biasanya dilakukan dengan sistem komputer
c. Dengan Cara Kontur
Titik-titik dengan intensitas magnetik yang sama dihubungkan sehingga membentuk
kontur- kontur magnetik. Cara ini sama dengan yang biasa dilakukan pada survei
geologi dan geofisika eksplorasi.
IV. Prosedur.Pelaksanaan.Praktikum
1. Cek kelengkapan data dan parameter dari raw data magnetik yang sudah diberikan
2. Persiapkan seluruh aplikasi yang akan digunakan
3. Lakukan pengolahan data sesuai dengan konsep dan persamaan yang didapatkan dari
literatur
4. Lakukan plotting peta total anomali magnetik menggunakan aplikasi pembuat peta
(contoh: Surfer atau Oasis Montaj)
V. Tugas.Pendahuluan
1. Dalam reduksi data geomagnetik, koreksi apa yang pengaruhnya cukup besar terhadap
nilai intensitas magnet?
2. Jelaskan mengapa data magnetik memerlukan tahapan koreksi?
3. Jelaskan apa itu koreksi IGRF? Dan berapakah rata-rata nilai IGRF untuk wilayah
Indonesia?
VI. Keyword
1. Metode geomagnet
2. Koreksi data geomagnet
3. Cara penyajian data geomagnet
4. Macam-macam metoda gridding dan penerapannya
Daftar Pustaka
1. Kearey, Philip, et. al. 2002. An Introduction to Geophysical Exploration Third Edition.
UK: Blackwell Science.
2. Reynold, John M. (2011). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics.
New Jersey: Wiley-Blackwell
3. Sharma, Prem. V. (1997).Environmental an Engineering Geophysics. Cambridge
University Press
4. Widya, dkk.2016. EKSPLORASI GEOMAGNETIK UNTUK PENENTUAN
KEBERADAAN PIPA AIR DI BAWAH PERMUKAAN BUMI. Jurnal Geosaintek. Jurusan
Teknik Geofisika, FTSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember
MODUL MAG-04
PENINGKATAN KUALITAS INTERPETASI DATA MAGNETIK
I. Tujuan
Setelah melaksanakan praktikum pemisahan anomali data magnetik, mahasiswa diharapkan
1. Mampu melakukan analisa terhadap peta anomali intensitas magnet total hasil
pengolahan data geomagnetik.
2. Mampu memahami dan melakukan teknik peningkatan interpretasi data
geomagnetik.
II. Alat
Dalam melakukan analisa dan interpretasi data geomagnetik, peralatan yang digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Tabel hasil pengolahan data geomagnetik.
2. Peta anomali intensitas magnet total.
3. Aplikasi penghitung pada PC. (Ms. Excel)
4. Aplikasi pembuat kontur. (Surfer)
5. Aplikasi interpretasi data geomagnetik. (Oasis Montaj)
b. Downward Continuation
Downward continuation jauh lebih rumit, dimana terdapat ketidakpastian yang melekat
dalam posisi dan ukuran geologis yang diwaliki oleh data anomaly magnetik
(Reynolds, 2011). Downward continuation dilakukan dengan tujuan mengurangi
panjang gelombang anomaly dan meningkatkan amplitudonya (Reynolds, 2011).
Proses ini meningkatkan bagian frekuensi tinggi (Telford, 1990).
V. Tugas Pendahuluan
1. Jelaskan mengapa hasil pengolahan data geomagnetik memiliki ambiguitas yang
cukup tinggi?
2. Proses apa sajakah yang digunakan untuk meningkatkan hasil interpretasi data
geomagnetik? Jelaskan!
3. Mengapa teknik RTP sering digunakan untuk meningkatkan hasil interpretasi data
geomagnetik? Jelaskan!
VI. Keyword
1. RTP & RTE
2. Upward Continuation
3. Downward Continuation
4. Analisis Spektrum dalam Geomagnetik
5. Perbedaan Interpretasi Menggunakan Peta TMI dan Peta RTP/RTE
Daftar Pustaka
1. Lowrie, William. (2007). Fundamental of Geophysics Second Edition. New York, NY : Cambridge
University Press
2. Milsom, John. (2003). Field Geophysics The Geological Field Guide Series. New Jersey: Wiley
3. Nurarafah, Rustan Efendi, dan Sandra. (2016). Estimasi Gradien Temperature Menggunakan
Metode Geomagnet Pada Daerah Panasbumi di Desa Sapoo Kecamatan Kulawi. Online
Journal of Natural Science Vol 5(3) : 268-278
4. Ravat, D. (2007). Upward and Downward Continuation. Encyclopedia of Geomagnetism and
Paleomagnetism, D. Gubbins and E. Herrero-Bervera (eds.), Springer, 974-976.
5. Reynold, John M. (2011). An Introduction to Applied and Environmental Geophysics. New Jersey:
Wiley-Blackwell
6. Telford, et al. 1990. Applied Geophysiscs Second Edition. Cambridge: University Press
ANALISA FHD, SVD SERTA MODELLING DATA MAGNETIKK
I. Tujuan
1. Mampu melakukan pemodelan kedepan dari profil data magnetik.
2. Mampu melakukan interpretasi terhadap hasil pemodelan kedepan.
II. Alat
1. Tabel data hasil olahan Anomaly Magnetik.
2. Peta Intensitas Magnetik
3. PC
4. Aplikasi pengolah angka (penghitung)
5. Aplikasi pembuat kontur
6. Aplikasi pemodelan kedepan
Dengan
H = anomali magnetik
x = x horizontal derivatif
y = y horizontal derivatif
Dengan
H = Anomali Magnet
x = x horizontal derivatif
y = y horizontal derivatif
Teori ini menyatakan bahwa proses perhitungan data akan teramati secara teoritis di
permukaan bumi jika diketahui harga parameter model bawah permukaan tertentu. Sifat
forward modeling dalam mencari respon sesuai dengan data lapangan adalah trial and
error meskipun tetap berlandaskan perhitungan metematis dan prinsip fisika yang berlaku
(Grandis, 2009).
Dalam sekilas nampaknya metode ini sangat merepotkan karena mencoba-coba itu
tidak mungkin sebentar dan terlihat tidak efektif. Namun hal itu tidak sepenuhnya benar.
Secara subjektif jika sudah berpengalaman menjalankan proses ini maka waktu yang
dibutuhkan tidak akan terlalu lama kemudian sebenarnya metode ini dapat langsung
menyeleksi noise dengan baik karena kita sendiri yang menghilangkannya dengan proses
trial and error tersebut (Grandis, 2009).
V. Tugas Pendahuluan
1. Sebutkan perbedaan antara analisa kualitatif dan analisa kuantitatif pada data anomali
magnetik ?
2. Jelaskan mengapa analisa kuantitatif data magnetik memerlukan tahapan SVD dan FHD !
3. Mengapa perlu dilakukan pemodelan kedepan sebelum dilakukan interpretasi ?
VI. Keyword
1. Analisa Kuantitatif
2. Analisa FHD (First Horizontal Derivative)
3. Analisa SVD (Second Vertical Derivative)
4. Pemodelan struktur bawah permukaan berdasarkan analisa kuantitatif dan kualitatif.
Daftar Pustaka
2. Elkins, T.A. 1951. The Second Derivative Method of Gravity Interpretation. Geophysics.
XVI: 29 – 50.
5. Rosid, M. S., & Siregar, H. (2017). Determining fault structure using first horizontal
derivative (FHD) and horizontal vertical diagonal maxima (HVDM) method: A
comparative study. In AIP Conference Proceedings (Vol. 1862, No. 1, p. 030171). AIP
Publishing LLC.
6. Telford, W.M, L.P. Geldart, and R.E. Sheriff. (1990). Applied Geophysics.
USA:Cambridge University Press.