Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 . Latar Belakang Masalah

Islam adalah ajaran yang membawa misi perubahan, pembaharuan, dan


pembebasan terhadap sistem sosial yang terbentuk dalam bingkai depotisme
yang hanya memberikan keuntungan sebagian golongan saja, yakni golongan
yang memiliki kuasa dan tahta untuk mengatur segala bentuk permasalahan
dan hukum dilingkup masyarakat, baik pada skala yang besar seperti sebuah
negara, hingga dalam lingkup yang paling kecil.
Islam secara ideologis maupun historis memiliki akar pikiran dan tradisi
keberagaman yang selalu memberikan respon secara cepat dan tepat terhadap
segala jenis permasalahan di atas, dengan landasan tauhid sebagai fondasi
pemikiran dan ideologi yang mendasari terbentuknya solusi dan penyelesaian
masalah dengan cara terbaiknya, contohnya Islam bersikap responsif terhadap
berbagai jenis gerakan intimidasi yang berusaha mengeksploitasi dengan
menghilangkan nilai kebaikan yang ada secara universal. Islam juga
mengatasi segala bentuk diskriminasi yang menegaskan egalitarianisme
(menyamaratakan kedudukan) manusia. Segala permasalahan dapat kita
kembalikan padanya, bersandarkan dengan pijakannya yang komprehensif
menjadi hal yang tidak dapat dinafikan. Allah subhanahu wa ta’ala
berfirman:

‫ٰيَاُّيَه ا الَّن اُس ِاَّن ا َخ َلْق ٰن ُك ْم ِّم ْن َذَك ٍر َّو ُاْنٰثى َو َجَعْلٰن ُك ْم ُش ُعْو ًبا َّو َقَبۤإِى َل ِلَتَع اَر ُفْو ا ِاَّن‬
)13:49/‫َاْك َر َم ُك ْم ِعْنَد الّٰلِه َاْتٰق ىُك ْم ِاَّن الّٰل َه َعِلْيٌم َخ ِبيٌْر(احلجرات‬
Artinya: “Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal.
Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang
yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti.”(QS.
Al Hujurat/49:13).

1
Oleh karenanya, dapat kita pahami dari ayat di atas bahwa manusia
dihadapan Allah subhanahu wa ta’ala memiliki kedudukan yang sama,
pembeda diantara mereka adalah derajat ketaqwaan mereka. Kemudian,
nampaklah jelas setelah kita memahami hal tersebut bahwa sudah
sepantasnya hukum itu ditegakkan serta direfleksikan secara adil tanpa
pandang bulu, sehingga setiap gulma kehidupan serta problematika umat ini
dapat kita tumpaskan dengan pengetahuan yang berasaskan Islam.
Termasuk daripadanya, dapatlah pula kita lihat pada abad ke-20 ini,
berkembangnya teknologi tidak dapat kita pungkiri hingga menyebabkan
tumbuhnya banyak sekali permasalahan yang berkorelasi dengan syari’at,
salah satu contohnya ialah di dalam permasalahan saksi dalam perbuatan zina,
mulanya persaksian itu berasal dari kesaksian manusia, namun kini
tergeserkan dengan adanya teknologi yang penggunaanya dapat
menggantikan kesaksian manusia tersebut, menjadikannya timbul sebuah
masalah yang mengundang banyak pertanyaan dalam masyarakat, apakah
kedudukan manusia sebagai saksi dapat digantikan dengan teknologi atau alat
buatan manusia?.
Pada masa yang serba canggih ini, masyarakat sering menjadikan
rekaman sebagai alat bukti bahkan sebagai pengganti saksi untuk menuduh
seseorang melakukan perbuatan asusila. Dalam kasus perzinaan misalnya,
dengan mudahnya seseorang menuduh orang lain berbuat zina hanya dengan
dasar tayangan video yang mereka miliki, seperti yang terjadi belakangan ini,
adanya sebuah rekaman video perzinaan yang tersebar dari tangkapan layar
kamera televisi sirkuit tertutup atau yang akrab disebut CCTV ini yang
dampaknya menyebabkan perbedaan sudut pandang masyarakat terkait
keabsahannya sebagai pengganti saksi atau alat bukti kasus perzinaan
tersebut.
Problematika ini berdampak realisasi hukuman bagi para pelaku
perbuatan tersebut yang menuntut para pakar agama untuk mengkaji lebih
lanjut mengenai hal tersebut, sebab perkara ini mempertaruhkan nyawa
pelakunya, karena nyawa merupakan sesuatu yang berharga dan dilindungi
oleh syari’at Islam.

2
Fenomena ini menimbulkan banyak sekali simpangsiur pertanyaan di
kalangan masyarakat luas, yang pada akhirnya Penulis terdorong untuk
mengkaji lebih dalam akan keterkaitan teknologi yang akrab kita sebut
dengan CCTV ini sebagai pengganti saksi atau alat bukti kasus perzinaan
dalam tinjauan agama melalui teori syara’ dan hukum sebagaimana mestinya.

1.2 . Rumusan Masalah


Sehubungan dengan latar belakang yang penulis kemukakan, maka
penulis merumuskan masalah tersebut sebagai berikut:
3.2.1 Apa itu kamera televisi sirkuit tertutup?
3.2.2 Apa itu penuduh kasus perzinaan (qadzaf)?
3.2.3 Bagaimana status hukum CCTV sebagai pengganti saksi atau alat
bukti kasus perzinaan?

1.3 . Batasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah kami
kemukakan, sehingga kami batasi permasalahan ini sesuai dengan perumusan
di atas. Hasilnya dapat kami simpulkan batasan permasalahan ini sebagai
berikut:
3.3.1 Definisi CCTV serta penggunaannya.
3.3.2 Studi analisa rekam sejarah CCTV.
3.3.3 Penjelasan terkait dampak yang ditimbulkan dari penggunaan
CCTV.
3.3.4 Definisi qadzaf beserta ketentuannya.
3.3.5 Menguraikan ketentuan qadzaf dalam tinjauan hukum positif dan
hukum syara’.
3.3.6 Mendudukkan relevansi CCTV sebagai pengganti saksi atau alat
bukti kasus perzinaan.
3.3.7 Menguraikan kontradiksi tentang penggunaan CCTV sebagai
pengganti saksi atau alat bukti kasus perzinaan.
Kemudian, sesuai dengan batasan masalah yang telah kami utarakan
diatas, kami membatasinya hanya dalam lingkup sejauh mana Islam
memandang teknologi CCTV tersebut sebagai pengganti saksi atau alat bukti

3
kasus perzinaan, serta bagaimana cara kita menyikapi hal tersebut dalam
sudut pandang syari’at. Oleh karenanya, kami menganggap hal yang telah
kami cantumkan sebagai rumusan masalah diatas merupakan sesuatu yang
pokok dan memiliki korelasi terhadap permasalahannya, adapun selain dari
yang telah kami utarakan diatas merupakan perkara yang terdapat diluar
permasalahan ini serta tidak relevan dengan judul karya tulis ini.

1.4 Tujuan Penulisan


Karya tulis ini disusun dengan tujuan:
3.4.1 Memenuhi salah satu syarat ujian Akhir santri Pesantren Persis
Bangil.
3.4.2 Menjawab problematika masyarakat mengenai relevansi CCTV
sebagai pengganti saksi atau alat bukti kasus perzinaan.
3.4.3 Untuk mengetahui status hukum CCTV sebagai pengganti saksi
atau alat bukti dalam kasus perzinaan.

1.5 . Metode Penulisan


Makalah ini disusun berdasarkan metode wawancara dan studi pustaka
yaitu dengan cara merujuk kepada literatur primer yakni Al-Qur’an dan
Hadits yang shahih, serta literatur sekunder yakni kitab rijalul hadits serta
literasi yang menunjang persoalan terkait.

1.6 . Sistematika Penulisan


Karya tulis ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut:
Bab I : Merupakan pendahuluan yang berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab II : Menguraikan metode istinbath hukum yang penulis gunakan dalam
menetapkan hukum suatu perkara.
Bab III : Membahas tentang pengertian CCTV serta penggunaannya, analisa
rekam sejarah CCTV, dampak yang timbul dari penggunaan
CCTV, pengertian qadzaf beserta ketentuannya, relevansi CCTV
sebagai pengganti saksi atau alat bukti kasus perzinaan, serta

4
kontradiksi ijtihad ulama’ terkait hal tersebut, yang mana semua ini
merupakan pembahasan inti dengan landasan teori komprehensif.
Bab IV : Merupakan penutup yang berisikan tentang kesimpulan dan saran.

5
BAB II

METODE ISTINBATH HUKUM

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذي آَم ُنوا َأِط يُعوا الَّلَه َو َأِط يُعوا الَّر ُس وَل َو ُأويِل اَأْلْم ِر ِم ْنُك ْم َفِإْن َتَن اَزْعُتْم يِف‬ .1
‫َن‬
‫ٍء ُّدو ِإىَل الَّل ِه الَّر وِل ِإْن ُك ْن ِم وَن ِبالَّل ِه اْل ِم اآْل ِخ ِر َذِل‬
‫َك َخ ْيٌر‬ ‫َو َيْو‬ ‫ُتْم ُتْؤ ُن‬ ‫َو ُس‬ ‫َش ْي َفُر ُه‬
)٤:٥٩/‫َو َأْح َسُن َتْأِو ياًل (النساء‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah , taatilah Rasul,
dan (taatilah) orang-orang yang berkuasa di antara kalian. Sekiranya kalian
berbeda pendapat tentang suatu perkara, hendaklah kalian
mengembalikannya kepada Allah dan Rasul, jika memang kalian beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu adalah takwil
(pemahaman atau kias) yang paling baik dan paling bagus.” (QS.
An-Nisa/4:59)1

‫ َمَتَّس ُك وا َهِبا َو َعُّض وا َعَلْيَه ا‬، ‫َفَعَلْيُك ْم ِبُس َّنيِت َو ُس َّنِة اُخْلَلَف اِء اْلَم ْه ِدِّيَني الَّر اِش ِديَن‬ .2
‫ َو ُك َّل ِبْد َع ٍة َض اَل َلٌة‬،‫ َف ِإَّن ُك َّل ْحُمَد َث ٍة ِبْد َع ٌة‬، ‫ َو ِإَّي اُك ْم َو ْحُمَد َثاِت اُأْلُم وِر‬، ‫ِبالَّنَو اِج ِذ‬
2
)‫(رواه أبو داود‬
Artinya: “Hendaklah kalian berpegang teguh terhadap ajaranku dan
ajaran Khulafaurrasyidin yang mendapatkan petunjuk, gigitlah (genggamlah
dengan kuat) dengan geraham. Hendaklah kalian menghindari perkara yang
diada-adakan, karena semua perkara bid’ah adalah sesat.”(H.R. Abu
Dawud)

2.1. Sumber Hukum

A. Al-Qur’an

1. Al-Qur’an adalah sumber hukum tertinggi:


1
)Hassan bin Ahmad, “Tafsir Al Furqan”, (Bangil: UD. Pustaka Tamaam, 2014) Hal. 147
2
) As-Sijistani, Abu Dawud Sulaiman bin Al Asy’ats (2016). Sunan Abu Dawud, Cet. V,
Beyrut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah. Jil. 3 Hal. 206

6
a) Tidak dapat dikalahkan oleh sumber kedua (As-Sunnah),
b) Ayat al-Qur’an tidak ada yang mansukh,
c) Tidak berfungsi sebagai mubayyin terhadap As-Sunnah,
d) Tidak berfungsi sebagai mukhash-shish atau taqyid terhadap As-
Sunnah.
2. Setiap kandungan al-Qur’an adalah mutlak benar, meskipun
terkadang terlihat seolah-olah bertentangan dengan akal.

3. Setiap kandungan al-Qur’an harus dipahami menurut zhahir nya,


kecuali ada qarinah maka dapat dibawa kepada makna majaz.

4. Lafazh di dalamnya dapat ditakwil, sepanjang sesuai dengan kriteria


yang disepakati.

5. Menggunakan tafsiran yang bersifat umum, selama tidak didapat


keterangan yang mengkhususkan.

6. Jika terjadi perbedaan di kalangan sahabat terhadap makna ayat,


maka merujuk pada pendapat sahabat yang paling ahli di antara
mereka sebagai pertimbangan.

7. Mendahulukan tafsir bil-ma’tsur daripada bir-ra’yi.

8. Memahami asbabunnuzul diperlukan meskipun yang terpakai adalah


keumuman lafadz dan bukan khususnya sebab.

B. As-Sunnah

1. As-Sunnah adalah sumber hukum ke dua setelah Al-Qur’an:

a) Tidak dapat mengalahkan sumber hukum pertama,


b) As-Sunnah dapat di mansukh, baik oleh Al-Qur’an maupun As-
Sunnah.
2. Hadits maqbul menjadi dasar hukum,

3. Status hukum yang dihasilkan hadits hasan adalah satu tingkat


dibawah hadits shahih,

7
4. Hadits dha’if tidak menjadi hujjah,

5. As-Sunnah dapat berfungsi sebagai bayan, takhshish atau taqyid


terhadap Al-Quran dan As-Sunnah,

6. Hadits dapat menjadi tasyri’ dalam satu hukum yang tidak terdapat
dalam Al-Quran,

7. Matan di pahami secara zhahir kecuali ada qarinah,

8. Al-jarh muqaddam ‘ala at-ta’dil jika mufasar,

9. Memahami asbabul wurud diperlukan meskipun yang terpakai


adalah keumuman lafadz dan bukan khususnya sebab.

C. Al-Ijma’

Kehujjahan

a) Meyakini bahwa ijma’ sahabat dapat menjadi hujjah, hanya saja


statusnya al-ijma’ laisa minal-adillah al-mustaqillah. Karena setiap
ijma’ pasti ada sandarannya, yaitu al-qur’an dan hadits,
b) Meyakini ijma’ shahaby sebagai hujjah, baik yang sifatnya sharih
atau sukuti,
c) Hanya ada ijma’ shahaby,

2.2. Istidlal

a) Al-istish-hab terpakai dalam berdalil, akan tetapi bukan sumber hukum,


melainkan sebuah cara berhukum,
b) Qaul shahaby tidak dipakai, karena indikasinya adalah minimal ada
sahabat lain yang tidak sepakat,
c) Syar’u man qablana tidak terpakai selama tidak ada pembenar dari
syari’at,
d) Dalalatul ilham tidak terpakai dalam beristidlal karena sumbernya yang
tidak pasti,
e) Dalalatul iqtiran tidak terpakai sebagai dasar berhukum,

8
f) Mashlahah mursalah bukan sebagai sumber hukum namun dapat
dijadikan sebagai cara penetapan hukum dalam kerangka menjaga tujuan
di syari’atkan nya agama,
g) Saddudz-dzari’ah dapat dipakai sebagai cara berhukum, terhadap
kemungkinan hukum yang terjadi,
h) Istihsan tidak dapat dipakai beristidlal karena al-hasan ma hassanahu
asy-syari’u wal-qabihu ma qabbahahu asy-syari’u.

2.3. Ijtihad

1. Disaat tidak adanya nash, maka penggalian hukum didasarkan pada teori
yang dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya, yaitu:

a) Al-Qiyas.
 Kehujjahannya sebagai sebuah teori hukum diantaranya
berdasar surah an-nisa’ayat 59,
 Menerima qiyas hanya dalam kaitan keduniaan bukan ibadah,
 Meyakini bahwa qiyas tidak dapat berstatus sebagai nasikh.
b) Al-istish-hab,
c) Mashlahah mursalah,
d) Saddudz-dzari’ah.

2.4. Ta’arudh

Ketika terjadi ta’arudh, maka majma’ buhuts wal-ifta’ menempuh cara


berikut:

1. Thariqatul-Jam’i, selama masih memungkinkan,

2. Thariqatut-Tarjih, jika sudah tidak mungkin di Jama’ dengan kriteria


sebagai berikut:

a) Mendahulukan riwayat jamaah daripada Bukhari-Muslim,


b) Mendahulukan riwayat Bukhari dan Muslim daripada riwayat
lainnya,
c) Mendahulukan yang lebih shahih sanadnya,

9
d) Mendahulukan yang banyak sanadnya,
e) Mendahulukan shahibul-waqi’ah,
f) Mendahulukan amr daripada ibahah,
g) Mendahulukan nahi daripada amr,
h) Mendahulukan mafhum muwafaqah daripada mafhum mukhalafah,
i) Mengedepankan dalil yang ada syahid nya,
j) Mengedepankan yang sifatnya ihtiyathi.

3. Thariqatun-naskhi, apabila diketahui waktu tasyri’nya,

4. Tawaqquf, ketika semuanya tidak memungkinkan.

2.5. Tambahan

1. Dalam menetapkan hukum bagi suatu kasus, terlebih dahulu


dikategorikan apakah termasuk ibadah atau keduniaan, karena
konsekuensi hukum yang berbeda.
2. Pandangan Ulama hanya menjadi pertimbangan.
3. Alur berfikir yang dipakai dalam mengambil istinbath hukum adalah
sebagaimana rumusan Ushuli juga Manthiqi.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Landasan Teori


3.1.1. Closed Circuit Television (CCTV)
3.1.1.1. Definisi Closed Circuit Television (CCTV)
Sebelum menjawab tentang permasalahan hukum yang terkait
dengan penggunaan rekaman CCTV dalam sistem pembuktian kasus
ini, penulis akan mengemukakan definisi para ahli terkait dengan
pengertian CCTV sebagai berikut.
1. Menurut Herman Dwi Surjono3, CCTV merupakan alat
perekaman yang menggunakan satu atau lebih kamera video
yang menghasilkan data video atau audio.
2. Menurut Hendro4, CCTV adalah kamera video yang
mengirimkan sinyal ke sebuah tempat tertentu pada
perangkat monitor.
3. Menurut Wikipedia5, CCTV merupakan kamera dengan
sinyal yang bersifat tertutup, tidak seperti televisi biasa
yang merupakan sinyal siaran.
Berdasar pada beberapa definisi di atas, penulis mengambil
kesimpulan bahwa CCTV merupakan satu alat atau sistem dengan
memanfaatkan perekaman pada kamera yang menggunakan sinyal
tertutup untuk mentransmisikan sinyal video atau audio ke tempat yang
spesifik dalam beberapa set komputer secara langsung maupun dalam
bentuk rekaman. Sinyal yang dikirimkan CCTV berbeda dengan sinyal

3
)Abu Ubaidillah, “Pengertian CCTV, Sejarah, Cara Kerja, Fungsidan Jenis”,
(https://www.yukinternet.com/pengertian-cctv/ di akses pada tanggal 21 November 2022
pada jam 03.29 WIB.)
4
) Ibid, Abu Ubaidillah
5
) Wikipedia, “Televisi Sirkuit Tertutup”
https://id.wikipedia.org/wiki/Televisi_sirkuit_tertutup di akses pada tanggal 21 November
2022 pada jam 03.33 WIB.)

11
pada televisi biasa, ia bersifat tertutup dan terbatas yang menjadikannya
dinamakan dengan CCTV atau kamera televisi sirkuit tertutup.
Secara tidak langsung, baik kita sadari maupun tidak, CCTV telah
banyak terpasang sebagai salah satu sistem keamanan yang memadai.
Penggunaannya biasa tersebar pada lingkungan kantor, sekolah, pabrik,
rumah sakit dan lain sebagainya. Bahkan pada masa sekarang, CCTV
telah banyak kita jumpai terpasang pada area rumah milik pribadi, yang
secara umum terpasang pada halaman luar maupun bagian dalam rumah
tersebut. Penggunaannya pada area perumahan tidak lain dan tidak
bukan karena dengan adanya pemasangan CCTV memberikan dampak
positif dan manfaat yang begitu banyak bagi para penggunanya.
Misalnya kita dapat menilik setiap aktivtas yang dilakukan oleh
seseorang kapan pun dan di mana pun selama CCTV tersebut dapat
menjangkau tampilan orang tersebut.

3.1.1.2. Analisis Rekam Sejarah Closed Circuit Television (CCTV)


Dalam abad modern ini, seiring berlalunya zaman, berkembanglah
secara pesat dunia kamera melalui teknologi yang mereka miliki,
dengan segala upaya yang diharapkan oleh para ahli, guna sebagai
pemanfaatan dan fungsi yang amat berguna bagi umat manusia dalam
segala konsekuensinya. Termasuk daripadanya Closed Circuit
Television, yang dihasilkan dengan segala macam analisa dan
percobaan yang dilakukan secara berkesinambungan, sehingga menjadi
catatan sejarah yang amat kompatibel pada abad ke-20 ini.
Permasalahan kamera sendiri mulai dipikirkan oleh dunia sejak
2000 tahun silam, yang mana kamera pertama diciptakan oleh seorang
ilmuan Arab bernama Al-Haitami, menjadikan perkembangan,
pemanfaatan dan fungsi kamera ikut berkembang pula hingga sekarang.
Salah satu pemanfaatannya ialah sebagai kamera pengawas keamanan
atau yang biasa kita kenal dengan CCTV. Closed Circuit Television
atau CCTV sendiri juga memiliki sejarah terkait awal mula
penciptaannya. Sistem CCTV pertama kali dipasang oleh perusahaan
Jerman bernama Siemens AG pada tes Stand VII di Peenemunde,

12
Jerman pada tahun 1942 M. Sistem CCTV tersebut digunakan untuk
mengamati peluncuran roket V-2, yang mana dalam hal ini seorang
insinyur asal Jerman bernama Walter Bruch sebagai seorang yang
bertanggung jawab terkait desain dan instalasi sistem CCTV tersebut.
Bahkan hingga sekarang, CCTV masih sering di tempatkan pada tempat
peluncuran roket, dengan maksud untuk menemukan kemungkinan
penyebab kerusakan yang terdapat pada roket itu sendiri. Sementara
pada roket yang ukurannya lebih besar, sering dilengkapi dengan
CCTV yang memungkinkan untuk merekam gambar-gambar yang
diperlukan, nantinya gambar tersebut akan ditransmisikan kembali ke
bumi melalui sinyal radio.6
Pada bulan September 1968, Olean, New York menjadi kota
pertama di Amerika Serikat yang menginstal kamera video sepanjang
jalan bisnis utama dalam upaya untuk meminimalisir terjadinya tindak
kejahatan. Penggunaan kamera televisi sirkuit tertutup tersebut juga
digunakan pada sistem perpipaan yang nantinya, hasil rekaman yang
ada akan dikirimkan ke kepolisian Olean, sehingga mendorong
Departemen Kepolisian Olean menggunakan teknologi terdepan dalam
melawan kriminalitas.
Pemanfaatan CCTV sendiri seiring dengan semakin banyaknya
kebutuhan CCTV dalam penggunaannya, ia menjadi semakin populer,
hingga keberadaannya tersebar di tempat yang rawan akan tindak
kejahatan. Di Indonesia sendiri misalnya, kamera televisi sirkuit
tertutup atau CCTV mulai dikenal pada tahun 1995 yang mana pada
masa tersebut kamera CCTV baru digunakan pada gedung-gedung
perkantoran saja, namun semenjak terjadinya kerusuhan Mei 1998
kamera CCTV justru semakin marak penggunaannya, barulah
kemudian pada tahun 2004 kepolisian Indonesia mulai menggunakan
kamera pengawas ini sebagai alat pemantau ruang publik dan arus lalu
lintas, bahkan pada masa kini polisi lalu lintas di Indonesia telah

6
) Repository pip semarang, “Bab II Landasan Teori”,
(http://repository.pip-semarang.ac.id/629/10/BAB%20II%20X-MAN%20%28CLEAR
%29.pdf di akses pada tanggal 21 November 2022 pada jam 03.35 WIB.)

13
mendayagunakan kamera CCTV dalam program e-tilang (tilang
berbasis elektronik).
Hingga kini keberadaan kamera CCTV menjadi hal yang lumrah
dan vital sebagai sarana dalam mengatasi dan meminimalisir tindak
kriminalitas yang terjadi di tempat umum, perkantoran, mall, hingga
toko-toko kecil yang terdapat di pinggir jalan. Perkembangan CCTV
yang semakin canggih kedepannya, mengharuskan para pakar dalam
bidang ini untuk senantiasa melakuan regenerasi, baik dalam lingkup
resolusi kamera itu sendiri, ukuran penggunaannya dan sistem yang
terpasang pada kamera CCTV ini agar bisa jauh lebih baik dari yang
ada saat ini..
Bilamana kita perhatikan baik-baik, bahwa kemunculan kamera
CCTV bukanlah hal baru dalam dunia pengawasan dan teknologi,
sehingga tentu memberikan sebuah rekam jejak sejarah yang amat
panjang dengan segala rupa percobaan dan pengembangan potensi yang
telah dilalui. Mutlak karenanya penulis dapat simpulkan keberadaan
penemuan yang mutakhir pada setiap zamannya mengenai kamera
CCTV ini membuahkan dorongan para pakar ahli dalam mengolah
bidang keilmuan untuk mengembangkannya agar lebih baik dan
meminimalisir terjadinya penyalahgunaan.

3.1.1.3. Subtansi Penggunaan CCTV dalam Kehidupan Modern.


Dalam segi pendayagunaannya, Closed Circuit Television atau
CCTV memiliki manfaat dan fungsi yang beragam. Pemasangan dan
penggunaan CCTV, kini biasa diaplikasikan sebagai sistem keamanan
yang muktahir dan dapat diandalkan. Penempatan CCTV dalam
penerapannya biasa diletakkan pada area yang dirasa rentan terhadap
tindak kriminal merupakan langkah antisipasi yang cukup efektif untuk
menekan dan meminimalisir terjadinya hal tersebut. Dengan seiring
begitu biasanya kita menjumpai pemasangan kamera CCTV pada area
publik, perkantoran, rumah sakit, bahkan rumah pribadi, menjadi hal
yang lumrah sebagai langkah realisasi penggunaannya.

14
Setelah kita pahami dan ketahui bersama, bahwa dengan
tersebarnya penggunaan CCTV dalam skala yang luas, maka penulis
akan mengemukakan fungsi pokok dari kamera CCTV sebagai berikut.
1) Meningkatkan sistem keamanan.
Peran kamera CCTV sangat penting bagi para pelaku
bisnis serta para penegak hukum dalam suatu pemerintahan
sebagai langkah antisipasi terhadap sesuatu yang tidak
diinginkan, serta dapat memberikan rasa aman dan nyaman
bagi para pengguna CCTV tersebut.
2) Menjaga keselamatan aset.
Dapat kita ketahui bersama, bahwa aset merupakan elemen
penting dalam sebuah perusahaan. Dengan adanya CCTV, para
pelaku bisnis maupun masyarakat awam dapat mengetahui
keselamatan dan keterjagaan asetnya, sebagaimana yang telah
kita pahami bersama, aset atau dalam artian harta merupakan
sesuatu yang agama perintahkan agar menjaganya, dengan
alasan tidak lain dan tidak bukan karena harta termasuk dari
bagian maqasid asy syari’ah (tujuan adanya syariah).
3) Alat barang bukti kejahatan.
Rekaman CCTV akan tersimpan secara otomatis ke dalam
sistemnya, sehingga apabila terjadi suatu tindak kejahatan bisa
saja kita menggunakannya sebagai alat bukti, dengan syarat,
apabila kamera CCTV telah ditetapkan dalam ranah hukum
positif maupun syara’ bahwa ia dapat terpakai. Saat ini arsip
dari rekaman CCTV sangat dibutuhkan oleh pihak berwajib
dalam proses penyelidikan suatu kasus, tak heran bahwa
lembaga berwajib kadang kala memeriksa hasil rekaman
CCTV terlebih dahulu apabila terjadi tindak kejahatan.
4) Mencegah kejadian berbahaya.
Terjadinya kejadian berbahaya seperti tsunami, kebakaran
dan kecelakaan dapat terdeteksi manakala pada area yang
rawan akan hal tersebut telah terpasang kamera pengawas

15
CCTV, yang secara tidak langsung mempercepat serta
mempermudah proses penanganan kejadian tersebut.

3.1.1.4. Analisis Jenis Closed Circuit Television (CCTV).


Closed Circuit Television atau CCTV telah mengalami banyak
sekali perkembangan sejak awal mula ia ditemukan. Kebutuhan yang
selalu bertambah mengharuskan CCTV melakukan regenerasi agar ia
dapat diandalkan penggunaannya dengan baik dan efektif. Yakni
dengan melakukan pengembangan teknologi yang terdapat padanya,
agar dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pada zamannya demi
mempermudah penggunaannya.
Berikut sang penulis akan paparkan jenis CCTV ditinjau dari segi
pemakaian serta fungsinya dibawah ini.7
1) IP Camera atau Internet Protocol Camera
Merupakan jenis kamera video digital yang umum
digunakan sebagai alat yang dapat memenuhi kebutuhan
keamanan rumah. IP Camera sendiri terbagi menjadi 2 jenis,
yakni IP Camera desentralisasi dan IP Camera terpusat.
IP Camera desentralisasi sendiri adalah jenis kamera yang
tidak memerlukan pusat NVR atau Network Video Recorder
(yakni media perekam gambar) karena ia telah memiliki fungsi
perekam built-in (yakni perangkat tertanam).
Sementara IP Camera terpusat merupakan jenis kamera
CCTV yang masih memerlukan pusat NVR sebagai media
perekam dan memanajemen alarm.
2) Dome Camera Indoor.
Merupakan jenis kamera CCTV yang penggunaannya
diletakkan pada area tertutup disebabkan karena kamera CCTV
ini tidak tahan terhadap cuaca.
Adanya kelemahan tersebut tidak terlalu berpengaruh
terhadap penggunaannya, dengan sebab, kamera CCTV ini
7
) Zulfikar, Alya, “ 8 jenis CCTV untuk rumah yang perlu diketahui. fungsinya beda-beda!”,
(https://95.216.5.93/jenis-cctv-untuk-rumah/?__cpo=aHR0cHM6Ly9iZXJpdGEuOTkuY28)
di akses pada tanggal 23 November 2022 pada jam 16.00 WIB.

16
telah dilengkapi dengan fitur-fitur yang dapat mempermudah
penggunaannya, misalnya day/night camera, infrared night
vision, high definision dan masih banyak yang lainnya.
Pemasangan kamera CCTV ini juga sangatlah mudah
dikarenakan ia dapat dihubungkan dengan berbagai tipe TV,
DVR, DVD Recorder dan sebagainya.
3) CCTV Bullet Camera.
Merupakan jenis CCTV yang umumnya digunakan pada
area luar ruangan, di karenakan CCTV ini telah dibekali
dengan weatherproof atau ketahanan terhadap cuaca, sehingga
dapat memungkinkan penggunaannya dalam jangka panjang
pada lingkup area terbuka.
4) CCTV PTZ Camera.
Merupakan jenis kamera CCTV yang dibekali dengan fitur
mumpuni. Sesuai dengan namanya, PTZ sendiri merupakan
singkatan dari Pan Tilt Zoom yang artinya CCTV ini dapat
bergerak ke arah kanan dan kiri, atas maupun bawah, serta
mampu memperbesar objek hingga beberapa kali lipat.
5) CCTV Day and Night Camera.
Merupakan kamera CCTV yang fungsinya dapat diandalkan
dalam berbagai kondisi cahaya, mulai dari gelap hingga terang.
Kamera ini pun telah dilengkapi dengan fitur infrared yang
memungkinkan dapat merekam pada kondisi minim
pencahayaan.
6) CCTV HD Camera.
Atau kamera CCTV high definition merupakan kamera
CCTV yang mampu merekam dengan resolusi tinggi. Kamera
tersebut memiliki kegunaan yang fleksibel karena mampu
digunakan di luar maupun di dalam ruangan sekalipun.
Dengan adanya fitur high definition, memungkinkan kamera
tersebut untuk melakukan zoom-in terhadap objek tanpa
memperburuk kualitas gambar yang dihasilkan.

17
7) CCTV Weatherproof.
Merupakan jenis kamera CCTV yang tahan terhadap cuaca.
Kamera ini tahan terhadap air hujan, terik matahari, serta
partikel debu yang dapat merusak komponen kamera.
Kamera jenis inipun umumnya dilengkapi dengan fitur
pemanas built-in, sehingga menjadikan kamera CCTV ini
mampu beroperasi dalam kondisi beku atau titik beku.
8) CCTV Explosion Proof.
Merupakan kamera CCTV yang dirancang menggunakan
material yang tahan terhadap ledakan, sehingga keamanan dari
CCTV tersebut dapat terjaga meskipun pada area yang rawan
akan terjadinya ledakan, sepeti kilang minyak dan
sebagainnya.

3.1.1.4. Dampak Realita Penggunaan Closed Circuit Television (CCTV)

Teknologi security system dalam hal ini yakni Closed Circuit


Television atau CCTV memiliki alasan dalam penggunaannya.
penggunaan kamera CCTV terpakai menurut kebiasaan sebagai alat
pengawasan dan keamanan yang dapat diandalkan oleh para
penggunanya, seperti dapat kita ambil contoh ketika seseorang yang
berada dalam situasi berbahaya, CCTV dapat menjadi sebuah alat yang
dapat meminimalisir tindak kriminalitas yang ada. Selain daripadanya,
CCTV juga berguna untuk berbagai kebutuhan penting lainnya
Dirasa telah kita ketahui tentang urgennya penggunaan CCTV,
ternyata CCTV juga memiliki dampak yang akan terjadi ketika kita
memasangnya, manakala dampak tersebut dapat berupa dampak positif
maupun dampak negatif yang berpengaruh bagi diri kita maupun orang
lain.
Berikut telah kami uraikan dampak positif maupun negatif
penggunaan CCTV.
1. Dampak positif

18
a. Pengawasan 24 jam non-stop, hal demikian merupakan
dampak positif yang secara signifikan dapat kita rasakan,
sistem yang bekerja 24 jam tersebut memungkinkan untuk
alternatif pengganti manusia yang cukup efektif dan efisien
sebagai alat keamanan dan pengawasan.
b. Meningkatkan mutu keamanan. Pemasangan kamera CCTV
merupakan langkah yang baik dalam hal multilevel
keamanan, dengan adanya CCTV, merupakan langkah awal
sebagai sarana peningkatan mutu keamanan, disebabkan
andilnya yang begitu besar dalam permasalahan keamanan.
c. Mendapatkan bukti otentik jika terjadi peristiwa yang tidak
dikehendaki. Tak terlepas dari pengaruhnya yang amat
banyak dalam sistem keamanan, CCTV juga dapat menjadi
bukti yang baik ketika terjadi suatu hal yang dirasa perlu
untuk diketahui atau mungkin juga sebagai tombak awal
ketika terjadi tindak kejahatan.
2. Dampak negatif
a. Bilamana CCTV tak digunakan dengan baik dan semestinya,
maka proteksi serta keamanan dari CCTV tersebut mudah
untuk diretas.
b. Terjadinya resiko rusaknya atau bocornya data privasi
seseorang bilamana penempatan CCTV diletakkan pada area
yang sensitif dan privasi.
c. Pemalsuan file rekaman yang berasal dari hasil rekaman
video kamera CCTV, sehingga keotentikan serta keaslian dari
video tersebut tidak dapat kita pastikan dengan yakin,
sehingga dapat berpengaruh untuk kelanjutan dari
pemanfaatannya.
d. Penyalahgunaan fungsi dan manfaat kamera CCTV

3.1.2. Hakikat Qadzaf


3.1.2.1. Definisi Qadzaf

19
Berikut penulis akan terangkan pengertian qadzaf baik secara
etimologi maupun terminologi secara tercakup, jelas dan padat.

A. Secara Etimologi
Kata qadzaf sendiri merupakan lafadz yang berasal dari
bahasa Arab. Lafadz qadzaf diambil dari kata
8
‫َقْذ ًفا‬- ‫َيْق ِذُف‬- ‫َقَذ َف‬
yang mana ia memiliki arti berikut.

a. ‫ ال َر ْم ُي ِباِحْلَج اَر ِة َو ْحَنِو َه ا‬yang artinya “melempar

dengan batu dan yang semisalnya”.9

b. ‫ ال َر ْم ُي ُمْطَلًق ا‬yang artinya “melempar sebagaimana

arti asalnya (melempar secara mutlak)”.10

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

/‫َأِن اْقِذِفيِه يِف الَّت اُبوِت َفاْقِذِفيِه يِف اْلَيِّم َفْلُيْلِق ِه اْلَيُّم ِبالَّس اِح ِل (طه‬
)39:20
Artinya: “Yaitu: "Letakkanlah ia (Musa) di dalam peti,
kemudian lemparkanlah ia ke sungai (Nil), Maka pasti sungai
itu membawanya ke tepi” (QS. Thaha/20:39).

Demikian telah kami terangkan pengertian qadzaf secara


bahasa.

B. Secara Terminologi

8
)Munawwir, Ahmad Warson, “Al Munawwir”, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), cet. 14,
hal. 1100
9
) Muslich, Ahmad Wardi, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), hal. 60.
10
) “Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah”, (Kuwait: Wuzaratul Auqaf wa Asy Syu’un
Al Islamiyah, 1995), jilid ke 33, hal. 5.

20
Berikut kami uraikan pengertian qadzaf menurut beberapa
ulama.11

a. Imam Hanbali dan Imam Abu Hanifah

mendefinisikan qadzaf dengan “‫ِباْلِّز َن ا‬


‫ ”ال َر ْم ُي‬yang
artinya “menuduh seseorang berzina”
b. Imam Syafi’i menambahkan dari definisi yang

“ ‫ِض‬ ‫ِب‬
terdapat pada poin a yakni
‫ال َر ْم ُي اْلِّز َنا ْيِف ُمْع َر‬
‫”الَّتْع ِيِرْي‬, yang artinya “menuduh seseorang berzina

secara terperinci atau dengan kejelasan”

c. Imam Malik mengatakan bahwa qadzaf adalah "

‫َر ْم ٌي ُمَك َّلٌف ُح ًّر ا ُمْس ِلًم ا ِبَنْف ِي َنَس ٍب َعْن َأٍب أو َج ٍّد أو‬

‫"ِبِز َن ا‬ yang artinya “ tuduhan terhadap mukallaf

merdeka yang muslim dengan menafikan nasab dari


ayah atau kakek atau karena berzina”
Telah kami paparkan definisi qadzaf menurut para ulama
di atas, kemudian sang penulis akan memberikan penjelasan
terkait definisi di atas.
Definisi yang terdapat pada poin a merupakan definisi
yang terlalu luas dan kurang mencakup, bilamana hanya
dikatakan menuduh berzina, lalu bagaimanakah jika orang
yang kita tuduh tidak kita kenal?, atau mungkin sang penuduh
tidak ada maksud demikian?, maka perlulah agar diperjelas
lagi definisi tersebut.
Selanjutnya definisi pada poin c adalah definisi yang
terlalu mencakup, sehingga hal yang semestinya tak termasuk
kedalamnya ikut masuk dalam definisi tersebut.

11
) Ibid

21
Sehingga dapatlah penulis pahami pemahaman yang
sempurna terkait pengertian qadzaf yakni “tuduhan terhadap
mukallaf merdeka yang muslim bahwa ia telah melakukan
perzinaan secara terperinci”.

Demikianlah definisi qadzaf yang penulis telah rangkumkan diatas,


kiranya dapat kita maklumi bersama bilamana sang penulis mengatakan
atau dalam artian menuliskan kata qadzaf, berarti maknanya merujuk
pada qadzaf yang telah kami definisikan tersebut.
Nampaknya perlulah kita ketahui sebelumnya, bahwasannya qadzaf
merupakan salah satu dari assab’u mubiqat yakni tujuh dosa besar yang
membinasakan, pernyataan tersebut sesuai dengan keterangan
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam hadits berikut.

‫ "اْج َتِنُبوا‬: ‫ َعِن الَّنِّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْي ِه َو َس َّلَم َقاَل‬،‫َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َر ِض َي الَّل ُه َعْن ُه‬
‫ "…َو َق ْذ ُف‬: ‫ َي ا َرُس وَل الَّل ِه َو َم ا ُه َّن ؟ َق اَل‬:‫ َق اُلوا‬، " ‫الَّس ْبَع ا وِبَق اِت‬
‫ُمل‬
/‫و مس لم‬10:4/2766/‫ا ْحَص َنا ا ْؤ َن ا الَغ ا َال "(رواه البخ اري‬ ‫ِت‬ ‫ِف‬ ‫ِت‬ ‫ِم‬ ‫ِت‬
‫ُمل‬ ‫ُمل‬
12
)92:1/145
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam, beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa besar) yang
membinasakan. Mereka bertanya: “wahai Rasulullah apa saja (tujuh
dosa besar yang membinasakan) itu?. Rasulullah menjawab: “…
menuduh perempuan beriman yang telah menikah dan lalai terhadap
maksiat melakukan perzinaan”. (HR. Bukhari no. 2766 dan Muslim no.
145).
Sesuai dengan keterangan hadits tersebut, qadzaf menjadi salah
satu dosa besar yang patut kita hindari. Menuduh perempuan beriman
yang telah menikah melakukan hubungan perzinaan, menyebabkan
12
) Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih Al Bukhari”,(Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 1993), cet-5, jilid 6 , hal. 2515.

An-Naisaburi,Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, (Beirut: Dar
El Kutub Al Ilmiyah, 1991) cet-1, jilid 1, hal. 92.

22
penuduhnya terjerumus ke dalam al kabaair (dosa besar) yang dapat
menuntunnya kepada murka-Nya hingga berakhir ke dalam neraka-Nya.
Tibalah di mana kami menemukan pemahaman yang terselubung di
dalamnya, bahwa qaadzif atau sang penuduh sepatutnya tidak
sembarangan dalam melontarkan tuduhan, sehendaknya mereka
mengemukakan tuduhan sesuai fakta dan realita serta tidak diiringi
dengan rasa dendam, sehingga tuduhannya dapat diterima oleh syari’at
jika mereka benar, namun perlu diketahui pula, bila mereka salah dan
tidak terbukti benar tuduhan tersebut, maka konsekuensi syara’ akan
berlaku pada mereka yang menuduh muhsanah tersebut.

3.1.2.2. Pemaparan Syarat dan Rukun Qadzaf


Eksistensi rukun dan syarat tidak terlepas dari sebuah hukum, yang
mana mutlak keduanya harus terpenuhi. Dalam melaksanakan suatu
hukum terdapat rukun serta syarat yang harus terpenuhi, berikut kami
akan terangkan secara singkat pengertian syarat dan rukun, agar kiranya
kita dapat memahami dengan baik keduanya.

Rukun merupakan suatu unsur yang mana ia adalah bagian yang


tidak terpisahkan dari suatu hukum, sebagai penentu antara sah dan
tidaknya suatu hukum, serta ada atau tidaknya hukum tersebut.

Sedangkan syarat merupakan sesuatu yang tergantung padanya


keberadaan hukum syar’i yang mana keberadaannya berada di luar
hukum itu sendiri, keberadaannya merupakan penentu antara sah atau
tidaknya suatu hukum.
Sehingga dapat kita ambil kesimpulan bahwa rukun dan syarat
merupakan sifat yang kepadanya bergantung keberadaan hukum.
Perbedaan keduanya ialah; rukun terletak pada hukum itu sendiri,
sedangkan syarat keberadaannya terletak di luar dari hukum tersebut.
Keberadaan rukun dan syarat memang tidak dapat kita nafikan dari
suatu hukum syara’, lantaran sahnya suatu hukum dikatakan apabila ia
telah memenuhi rukun dan syaratnya.

23
Demikianlah penerangan kami terkait rukun dan syarat, selanjutnya
penulis akan memberikan penjelasan terkait rukun dan syarat yang
berkenaan dengan hukum qadzaf, sehingga sempurna pengetahuan kita
terhadapnya.
A. Syarat Qaadzif (penuduh).
Syarat-syarat qaadzif (orang yang menuduh berzina)
adalah: berakal, dewasa (baligh) dan dalam keadaan tidak
terpaksa (ikhtiyar). Adapun penguraiannya penulis akan
jelaskan berikut.
Di antara syarat bagi orang yang menuduh adalah:
1. Berakal.
2. Sudah balig.
3. Tidak dipaksa orang lain.
Semua hal di atas termasuk syarat karena ketiganya
merupakan dasar-dasar taklif (pembebanan untuk
melaksanakan ketentuan Allah swt.). Jadi, jika seorang tak
berakal, masih kecil, atau seseorang yang terpaksa
menjatuhkan tuduhan berzina kepada orang lain, mereka tetap
dikenakan hukuman, namun bukan termasuk dari ketentuan
hukum qadzaf. Ketentuan ini berlandaskan sabda Rasulullah
saw.,
‫ِف‬ ‫ِه‬ ‫ِه‬ ‫ِئ‬
‫َعْن َعا َش َة َأَّن َرُس وَل الَّل َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َقاَل "ُر َع اْلَق َلُم َعْن‬
‫ِغ‬ ‫ِق‬ ‫ِئ‬ ‫ٍة‬
‫َثاَل َث َعْن الَّن ا ِم َح ىَّت َيْس َتْي َظ َو َعْن الَّص ِري َح ىَّت َيْك َبَر َو َعْن‬
/‫ و ابن ماجه‬32:4/1423/‫اْلَم ْج ُن وِن َح ىَّت َيْع ِق َل"(رواه الرتمذي‬
/‫ و أمحد‬139:4/4398/‫ و أبو داود‬658:1/2041
13
)254:2/940

13
) At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, “Al Jami’ Ash Shahih wa huwa Sunan
At Tirmidzy”, (Cairo: Dar El Hadits, 1962) cet-1, jilid 4, hal. 32.

Al-Qazwini, Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i, “Sunan Ibnu Majah”,
(Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ), cet-1, jilid 1, hal. 352.

24
Artinya: dari ['Aisyah] bahwa Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Pena akan diangkat dari tiga orang;
orang yang tidur hingga bangun, anak kecil hingga besar
(balig) dan orang gila hingga berakal atau sadar." (HR. lima
kecuali An Nasa’i/ Tirmidzy no. 1423, Ibnu Majah no. 2041,
Abu Dawud no. 4398, Ahmad no. 940)
Rasulullah saw. juga bersabda,

‫ِإ‬ ‫ِه‬
‫ " َّن الَّلَه َو َض َع‬: ‫ َقاَل‬، ‫ َعِن الَّنِّيِب َص َّلى اُهلل َعَلْي َو َس َّلَم‬، ‫َعِن اْبِن َعَّباٍس‬
/‫ َو َم ا اْس ُتْك ِر ُه وا َعَلْي ِه"(رواه ابن ماجه‬، ‫ َو الِّنْس َياَن‬،‫َعْن ُأَّم يِت اَخْلَط َأ‬
14
)659:1/2045
Artinya: "Diangkat dari umatku kesalahan (tanpa
sengaja), kealpaan dan sesuatu yang dilakukan dengan
terpaksa." (HR. Ibnu Majah no. 2045).

B. Syarat Maqdzuf (yang tertuduh)


Syarat-syarat maqdzuf (orang yang dituduh berzina)
adalah berakal, dewasa (baligh), Islam, merdeka dan
belum pernah serta menjauhi perbuatan zina. Adapun
perinciannya sebagai berikut.
Di antara syarat bagi orang yang dituduh adalah:

1. Berakal. Sebab, hukuman diberlakukan untuk menghindari


perbuatan yang menyakitkan (orang lain), merugikan dan
menimbulkan mudharat bagi orang yang dituduh,
sedangkan seorang yang tidak berakal, dia akan merasakan
kerugian dan mudharat.

As-Sijistani, Sulaiman bin Al-Asy'as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar Al-Azdi,
“Sunan Abi Dawud”, (Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ), cet-
2, jilid 1, hal. 789

Asy-Syaibani, Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, “Musnad
Ahmad”, (Maktabah Syamilah Rabith Al Kitab, 2021), ter-1, hal.162.
14
) Al-Qazwini, Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i, “Sunan Ibnu Majah”,
(Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ), cet-1, jilid 1, hal. 352.

25
2. Sudah baligh. Orang yang dituduh juga sudah baligh. Bagi
anak yang masih kecil menuduh orang lain tidak dikenakan
hukuman, begitu pula dengan orang yang dituduh baik dia
laki-laki ataupun perempuan. Jika anak kecil menuduh
seorang anak kecil perempuan yang usianya masih belia,
tapi sudah memungkinkan untuk disetubuhi, menurut
mayoritas ulama, perbuatan itu tidak disebut dengan "al-
qadzfu", karena tidak ada hukuman zina yang dapat
dijatuhkan bagi anak perempuan yang masih kecil.
Meskipun demikian, bagi yang menuduhnya tetap harus
dikenakan hukuman taʼzir.

3. Beragama Islam. Beragama Islam juga menjadi syarat bagi


orang yang dituduh. Mayoritas ulama sepakat bahwa jika
orang yang dituduh tidak beragama Islam, maka orang yang
menuduh tidak dikenakan hukuman had al-qadzaf Tapi jika
yang terjadi sebaliknya, yaitu orang yang beragama Nasrani
atau Yahudi menuduh seorang Muslim yang merdeka
dengan tuduhan berzina, maka mereka dikenakan hukuman
dengan hukuman yang berlaku bagi kaum Muslimin, yaitu
dicambuk sebanyak delapan puluh kali.

4. Merdeka. Seseorang yang merdeka tidak dikenakan sanksi


cambuk karena menuduh seorang hamba sahaya berzina,
baik statusnya milik orang yang menuduh atau milik orang
lain. Perbedaan hukum ini berdasarkan pada pertautan
antara martabat seorang yang merdeka dan hamba sahaya.
Meskipun demikian, seorang merdeka yang menuduh
hamba sahaya berzina tetap diharamkan berdasarkan hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa
Rasulullah saw bersabda,

26
‫ِس‬ ‫ِمَس‬ ‫ِض‬
‫ ْعُت َأَبا الَق ا ِم َص َّلى اُهلل‬: ‫ َقاَل‬،‫َعْن َأيِب ُه َر ْيَر َة َر َي الَّلُه َعْن ُه‬
‫ ُج ِل َد‬، ‫ َو ُه َو َبِر يٌء َّمِما َقاَل‬،‫ "َمْن َقَذ َف ْمَمُلوَك ُه‬: ‫َعَلْيِه َو َس َّلَم َيُقوُل‬
/‫ ِإاَّل َأْن َيُك وَن َك َم ا َق اَل " (رواه البخ اري‬،‫َيْو َم الِق َياَم ِة‬
15
)1282:3/1660/‫ و مسلم‬175:8/6858
Artinya: "Siapa yang menuduh hamba sahanyanya
berzina, maka sanksinya akan dijajatuhkan pada hari
kiamat, kecuali jika yang dituduhkannya benar."(HR.
Bukhari no. 6858 dan Muslim no. 1660)

5. Menjaga harga diri. Maksudnya adalah bersih dari tuduhan


yang ditujukan kepadanya, baik orang yang dituduh mampu
menjaga harga dirinya dari kekejian yang lain ataupun
tidak.

3.1.2.3. Ketentuan Qadzaf Menurut Hukum Syara’


Syariat Islam diturunkan untuk melindungi harkat dan martabat
manusia. Setiap perilaku yang merendahkannya, baik secara pribadi
maupun sebagai anggota masyarakat tentu telah dilarang oleh Allah
Ta’ala.
Dalam hukum Islam dijumpai istilah yang bernama jinayah, yakni
suatu perbuatan yang dilarang oleh syara’ karena dapat menimbulkan
bahaya bagi jiwa, harta, keturunan dan akal16.
Dapat kita lihat dari sini bahwa, Islam sangat berperan penting
dalam mengatur tatanan hidup manusia dan memberikan batasan-
batasan dalam pergaulan antara lawan jenis, agar tak terlalu jauh keluar
dari jalur yang telah di gariskan.

15
) Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih Al Bukhari”,(Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 1993), cet-5, jilid 6 , hal. 2515.

An-Naisaburi, Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, (Beirut: Dar
El Kutub Al Ilmiyah, 1991) cet-1, jilid 3, hal. 1282.
16
) Abdul Qadir Audah, “At Tasyri’ Al Jina’i Al Islami”, (Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Araby, tt),
hal. 67

27
Salah satu aturan yang akan senantiasa menjaga hubungan antara
lawan jenis adalah menikah. Perbuatan zina yang haram hukumnya
dapat tercegah bahkan terhapus melalui pernikahan yang sah.
Islam memandang zina adalah perbuatan yang keji dan memiliki
konsekuensi hukum yang berat, yakni hukuman rajam bagi para pezina
muhshan dan dera atau cambuk seratus kali bagi para pezina ghairu
muhshan. Islam tidak hanya melarang dan melaknat para pengikutnya
yang melakukan perzinaan, akan tetapi menuduh wanita beriman yang
telah menikah berzina juga termasuk kedalam perbuatan yang keji dan
amat terlaknat, seperti pembahasan kita kali ini, sebagaimana yang telah
kita maklumi bersama hal tersebut dinamakan dengan qadzaf.
Dalam hukum Islam, qadzaf termasuk tindak pidana hudud, yang
mana ia diancam dengan hukuman berat. Yaitu 80 kali dera atau
cambuk, ketentuan tersebut didasarkan kepada ayat:

‫َو اَّلِذيَن َيْر ُموَن اْلُم ْحَص َناِت َّمُث ْمَل َيْأُتوا ِبَأْر َبَعِة ُش َه َد اَء َفاْج ِل ُد وُه ْم َمَثاِنَني َج ْل َد ًة‬
)4:24/‫َو اَل َتْق َبُلوا ُهَلْم َش َه اَدًة َأَبًد ا َو ُأوَلِئَك ُه ُم اْلَف اِس ُقوَن (النور‬
Artinya: “dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang
saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali
deradan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-
lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. ”(QS. An
Nur/24:4)

Sesuai dengan pernyataan ayat tersebut, menyatakan bahwa Islam


menutup rapat-rapat pintu terhadap orang-orang yang mencari-cari jalan
menuduh atau membuat malu orang lain, terkhusus kepada muslimah
yang telah menikah serta ia lalai terhasap maksiat, menjadikan
konsekuensi syara’ yang berlaku hampir sama beratnya dengan
hukuman pada kasus perzinaan itu sendiri, yakni 80 kali cambukan,
dengan tambahan tidak akan diterima lagi persaksiannya buat selama-

28
lamanya yang pada akhirnya ia mendapat predikat sebagai orang yang
fasik.

Berikut kami akan tunjukkan beberapa dalil yang berkenaan


dengan permasalahan qadzaf dibawah ini.

‫ِإَّن اَّل ِذي َي ُم وَن اْل ْحَص َناِت اْلَغ اِفاَل ِت اْل ْؤ ِم َن اِت ُلِعُن وا يِف ال ُّد ْنَيا اآْل ِخ ِة‬
‫َو َر‬ ‫ُم‬ ‫ُم‬ ‫َن ْر‬
‫ َيْو َم َتْش َه ُد َعَلْيِه ْم َأْلِس َنُتُه ْم َو َأْي ِديِه ْم َو َأْر ُج ُلُه ْم َمِبا َك اُنوا‬.‫َو ُهَلْم َع َذ اٌب َعِظ يٌم‬
‫ِد‬ ‫ِئ ٍذ‬
‫ َيْو َم ُيَو ِّفيِه ُم الَّل ُه يَنُه ُم اَحْلَّق َو َيْع َلُم وَن َأَّن الَّل َه ُه َو اَحْلُّق اْلُم ِبُني‬. ‫َيْع َم ُل وَن‬
)23-25:24/‫(النور‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita yang
baik-baik, yang lengah lagi beriman (berbuat zina), mereka kena la'nat
di dunia dan akhiratdan bagi mereka azab yang besar, pada hari
(ketika), lidah, tangan dan kaki mereka menjadi saksi atas mereka
terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan. di hari itu, Allah akan
memberi mereka Balasan yag setimpal menurut semestinyadan tahulah
mereka bahwa Allah-lah yang benar, lagi yang menjelaskan (segala
sesutatu menurut hakikat yang sebenarnya).”(QS. An Nur/24:23-25)

‫ِه َّل‬ ‫َّل ِه َّل‬ ‫ِر‬ ‫ِئ‬


‫ َق اَم َرُس وُل ال َص ى اُهلل َعَلْي َو َس َم‬،‫ "َلَّم ا َنَز َل ُع ْذ ي‬: ‫َعْن َعا َش َة َق اَلْت‬
،‫ َفَلَّم ا َنَز َل َأَم َر ِب َر ُج َلِنْي َو اْم َر َأٍة‬، ‫ َو َتاَل اْلُق ْر آَن‬، ‫ َف َذ َك َر َذِل َك‬، ‫َعَلى اْلِم ْنِرَب‬
/‫ وأبو داود‬162:4/4474/‫َّد ُه ْم "(رواه الرتمذي‬ ‫َفُض ِر ُبوا َح‬
17
)857:2/2567/‫ وابن ماجه‬336:5/3181

17
) At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, “Al Jami’ Ash Shahih wa huwa Sunan
At Tirmidzy”, (Cairo: Dar El Hadits, 1962) cet-1, jilid 5, hal. 336.

Al-Qazwini, Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i, “Sunan Ibnu Majah”,
(Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ), cet-1, jilid 2, hal. 437.

As-Sijistani, Sulaiman bin Al-Asy'as bin Ishak bin Basyir bin Syidad bin Amar Al-Azdi,
“Sunan Abi Dawud”, (Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ), cet-
2, jilid 4, hal. 804

29
Artinya: “Ketika turun ayat yang membebaskanku (dari tuduhan
melakukan penyelewengan), Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
berdiri di atas mimbar. Lalu beliau menuturkan hal itu dan membaca
ayat yang mengenai hal tersebut. Setelah turun beliau memerintahkan
dua orang laki-laki dan seorang perempuan agar dipukul dengan
cambuk”.(HR. Tirmidzi no. 4474, Abu Dawud no. 3181dan Ibnu Majah
no. 2567).
Berikut pula kami akan terangkan tentang ketentuan jarimah
qadzaf.
Adapun ketentuan jarimah qadzaf, yaitu:
1. Dengan empat orang saksi. Syarat-syarat saksi sama dengan
syarat dalam jarimah zina, yaitu; baligh, berakal, adil, dapat berbicara,
islam dan tidak ada penghalang menjadi saksi. Adapun jumlah saksi
dalam qadzaf sekurang-kurangnya adalah empat orang.

2. Orang yang dituduh harus tertentu (jelas). Apabila orang yang


dituduh itu tidak diketahui maka penuduh tidak dikenai hukuman had.

3. Perempuan yang dituduh harus orang yang muhshanah. Dasar


hukum tentang syarat muhshan untuk maqdzuf (orang yang tertuduh)
ini adalah:

a) Surah An Nur ayat 4.

‫َو اَّلِذْيَن َيْر ُمْو َن اْلُم ْحَص ٰن ِت َّمُث ْمَل َيْأُتْو ا ِبَاْر َبَع ِة ُش َه َد ۤاَء َفاْج ِل ُد ْو ُه ْم ٰمَثِنَنْي َج ْل َد ًة‬
َ‫َّو اَل َتْق َبُلْو ا ُهَلْم َش َه اَدًة َاَبًد ا َو ُاوٰۤلِٕى َك ُه ُم اْلٰف ِس ُقْو ن‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang
baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang
saksi maka deralah mereka ( yang menuduh itu) delapan puluh kali
dera ....” (QS. An Nur/24:4).

b) Surah An Nur ayat 23

30
‫ِخ ِة‬ ‫ِم ِت ِع ىِف‬ ‫ِت ِف ِت‬ ‫ِا ِذ‬
‫َّن اَّل ْيَن َيْر ُمْو َن اْلُم ْحَص ٰن اْلٰغ ٰل اْلُم ْؤ ٰن ُل ُنْو ا الُّد ْنَيا َو اٰاْل َر َو ُهَلْم‬
‫ِظ‬
‫َعَذ اٌب َع ْيٌم‬
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik yang lengah, lagi beriman (berbuat zina),
mereka kena laknat di dunia dan akhiratdan bagi mereka azab yang
besar”. (QS. An Nur/24:23).

Dalam ayat di atas yang dimaksud dengan muhshanah adalah yang

telah menikah, ( ‫ )الغافالت‬diartikan lalai terhadap maksiat dan ‫املؤمنات‬


(mukminah) artinya perempuan beriman. Dari dua nas (ayat) itu para
fuqaha mengambil kesimpulan bahwa iman (Islam), merdeka dan lalai
terhadap maksiat merupakan syarat-syarat bagi maqdzuf (orang yang
dituduh). Di samping tiga syarat tersebut, terdapat syarat yang lain,
yaitu baligh dan berakal. Illat dari dua syarat ini bagi maqdzuf (orang
yang dituduh) adalah karena zina tidak mungkin terjadi kecuali dari
orang yang baligh dan berakal. Di samping itu, zina yang terjadi dari
orang gila atau anak di bawah umur tidak dikenai hukuman had.

4. Hukuman Pokok, yaitu jilid atau dera sebanyak delapan puluh


kali. Hukuman ini adalah hukuman had yang telah ditentukan oleh
syara’, sehingga ulil amri tidak punya hak untuk memberikan
pengampunan. Hukuman tambahan, yaitu tidak diterima persaksiannya
dan dianggap orang yang fasik.

3.1.2.4. Ketentuan Qadzaf Menurut Hukum Positif


Kemudian nampaklah sempurna pengetahuan kita terhadap
ketentuan qadzaf menurut syara’, adapun pembahasan kali ini, berikut
penulis akan kemukakan ketentuan qadzaf menurut hukum positif yang
berlaku.
Tuduhan berbuat zina kepada seseorang dalam Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) memang belum tercantum secara jelas,

31
akan tetapi dalam pasal 310 ayat 1 KUHP menjelaskan tentang
pencemaran nama baik, adapun bunyi pasal tersebut lengkapnya
sebagai berikut.18
“Barangsiapa sengaja merusak kehormatan itu atau nama baik
seseorang dengan jalan menuduh dia melakukan suatu perbuatan
dengan maksud yang nyata akan tersiarnya hukuman itu, dihukum
karena menista, dengan hukuman penjara selama-lamanya sembilan
bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 4.500.”

3.2. Tinjauan Hukum Islam


3.2.1. CCTV Sebagai Saksi Dalam Kasus Zina Menurut Tinjauan Islam
Dalam dunia kamera dengan segala daya gunanya, menawarkan
teknologi serta pengembangan yang sungguh amat menjanjikan. Bila
boleh kita sebut sebagai alternatif yang memberikan hasil amat
memuaskan khalayak umum ini, perlulah dikaji ulang dalam tinjauan
hukum Islam, belum lagi bilamana penggunaannya berkaitan dengan
sesuatu yang berunsur syara’.

Secara dasar dalam disiplin ilmu agama, dunia kamera terkhusus


CCTV yang dikaji oleh para ahli dalam bidangnya merupakan suatu hal
yang berkedudukan mubah, melalui qaidah fiqhiyah:

‫اَألْش اِء اِإل ا ة ِإَّال ا َّل ِل َلى ِخ َالِفِه‬


‫اَألْص ُل ْيِف َي َب َح َم َد َد ْيُل َع‬
Artinya: “Asal dari segala sesuatu (urusan dunia) ialah boleh,
hingga terdapat sebuah dalil yang dapat memalingkan dari ketentuan
asalnya”.

Termasuk daripadanya persoalan yang sedang menjadi pembicaraan


dikalangan ulama maupun khalayak umum ini. Sehingga tegasnya, bila
kedudukan asal hukum kamera dan yang terkhusus CCTV adalah ibahah,

18
) Balqish Fallahnda, “Bunyi Pasal 310 KUHP Tentang Pencemaran Nama Baik dan Ancaman
Hukuman”, (https://tirto.id/bunyi-pasal-310-kuhp-tentang-pencemaran-nama-baik-ancaman-
hukuman-gvxN) di akses pada tanggal 21 November 2022 pada jam 03.56 WIB.

32
mestilah kita cari pemaling yang dapat merubah status kebolehan hukum
ini.
Sebelum melangkah lebih jauh dalam mendudukkan perkara ini,
adalah lebih baik bila kemudian penulis rangkaikan fokus persoalan ini,
berupa faktor-faktor yang dapat memalingkna dengan berurutan secara
eksplisit berikut ini.

Pertama, patutlah jika muncul pada benak kita bagaimana jika


terjadi penyalahgunaan dan pemalsuan data dari isi rekaman kamera
CCTV ini, apakah ia masih dapat kita harapkan sebagai alternatif yang
dititik harapkan?. Hal demikian, mestilah memiliki alasan yang urgen
dalam perspektif agama, walaupun tanpa menafikan adanya fakta
keotentikan serta keaslian dari hasil rekaman kamera CCTV ini.
Dalam membantu, berikut penulis akan sertakan yang
melatarbelakangi dapat terjadinya pemalsuan data dari isi rekaman
kamera CCTV ini, diantaranya:
1. Sebagai alat canggih yang di mana dunia mengandalkannya
sebagai alat pengawas yang kucup efisien sebagai pengganti
manusia.
2. Disamping kecanggihan teknologi yang mumpuni dalam
bidangnya, CCTV memiliki peluang dalam hal pemalsuan dan
penyalahgunaan datanya.
3. Tidak bisa kita pungkiri, disamping kecanggihan sistem
CCTV, di sisi lain dunia editing video juga menunjukkan
batang hidungnya, sehingga memberikan pemahaman bahwa
isis dari kamera CCTV bisa saja telah dirubah dengan
teknologi video editing yang tak kalah hebatnya dalam
perkembangannya.
4. Dengan adanya hal diatas, dapat mempermudah seseorang
untuk memberikan tuduhan palsu, menjelekkan nama baik,
atau menfitnah seseorang agar perkara yang ia jalankan dapat
berbuah manis dengan adanya bukti palsu tersebut.

33
Melalui keempat alasan tersebut, penulis akan sertakan jawaban
berupa analisis fiqhiyah sebagaimana berikut.
Pada poin pertama, sekalipun praktik penggunaan CCTV memiliki
jalan untuk dilakukannya sebuah pemalsuan sebagaimana peluang yang
dapat terjadi, perlulah kita pertimbangkan menurut cara agama
memandang, sebagaimana berikut.
1) Allah dan RasulNya telah nyatakan pada hambaNya bahwa
urusan dunia merupakan perkara yang kita sendiri lebih
mengetahiunya.
Berdasarkan ayat:
‫اَّل ِذي َل َلُك ا يِف اَأْل ِض ِمَج ي ا َّمُث ا ى ِإىَل الَّس اِء‬
‫َم‬ ‫ًع ْس َتَو‬ ‫ْر‬ ‫َخ َق ْم َم‬ ‫ُه َو‬
)29:2/‫َفَس َّو اُه َّن َس ْبَع َمَساَو اٍت َو ُه َو ِبُك ِّل َش ْي ٍء َعِليٌم (البقرة‬
Artinya: “Dialah (Allah) yang menciptakan segala apa
yang ada di bumi untukmu kemudian Dia menuju ke langit,
lalu Dia menyempurnakannya menjadi tujuh langit. Dan Dia
Maha Mengetahui segala sesuatu.”(QS. Al Baqarah/2:29)

Ayat tersebut merupakan khabar, bahwa segala sesuatu


yang telah Allah ciptakan si bumi secara asal diperuntukkan
bagi kita, kita yang memanfaatkannya dan kita juga yang
mendayagunakannya.
Diperkuat dengan hadits:

‫ِه َّل‬ ‫َّل‬ ‫ِبٍت‬ ‫ِئ‬


‫ َأَّن الَّنَّيِب َص ى اُهلل َعَلْي َو َس َم‬، ‫ َعْن َأَنٍس‬، ‫ َو َعْن َث ا‬،‫َعْن َعا َش َة‬
/‫" َأْنُتْم َأْع َلُم ِب َأْم ِر ُدْنَي اُك ْم "(رواه مسلم‬: ‫ َق اَل‬... ‫َم َّر ِبَق ْو ٍم ُيَلِّق ُح وَن‬
19
)1836:4/141
Artinya: “Nabi SAW melewati suatu kaum yang sedang
melakukan talqih (menyerbukkan bunga kurma),... Lalu
Rasulullah SAW bersabda: kalian lebih mengerti urusan dunia

19
) An-Naisaburi, Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, (Beirut:
Dar El Kutub Al Ilmiyah, 1991) cet-1, jilid 4, hal. 1836.

34
kalian (yang kalian ahli dalam bidang tersebut)”(HR. Muslim
no.141).
Dirasa telah jelas nash-nash tersebut menunjukkan akan
persoalan dunia secara umum atau penggunaan kamera secara
khusus merupakan hal yang Allah dan RasulNya anggap kita
yang lebih mengetahui isinya.
2) Allah dan Rasul-Nya menyatakan segala sesuatu atau
perbuatan itu tergantung pada niat serta tujuan awal sesuatu
atau perbuatan tersebut ada, bisa kita ambil contoh
sebagaimana ayat berikut.

‫ِمِن‬ ‫ِج ِض‬ ‫ِذ‬


‫َو اَّل ْيَن اَخَّتُذ ْو ا َمْس ًد ا َر اًر ا َّو ُكْف ًر ا َّو َتْف ِر ْيًق ا َبَنْي اْلُم ْؤ َنْي‬
‫َو ِاْر َص اًدا ِّلَمْن َح اَر َب الّٰل َه َو َرُس ْو َله ِم ْن َقْب َو َلَيْح ِلُف َّن ِاْن َاَر ْد َن آ ِااَّل‬
‫ُل‬
‫ِّس‬‫ُا‬ ‫ٌد‬ ‫ا ىٰن الّٰل ْش ُد ِاَّن َلٰك ِذ َن اَل ُق ِف ِه َا ًد ا َل ِج‬
‫َس‬ ‫ُحْلْس َو ُه َي َه ُه ْم ُبْو َت ْم ْي َب َمْس‬
‫َعَلى الَّتْق ٰو ى ِم ْن َاَّو ِل َيْو ٍم َاَح ُّق َاْن َتُق ْو َم ِفْي ِه ِفْي ِه ِر َج اٌل ِحُّي ُّبْو َن َاْن‬
‫ِم‬ ‫ٰل‬ ‫ّٰل ِحُي‬
‫َّيَتَطَّه ُر ْو ا َو ال ُه ُّب اْلُم َّطِّه ِر ْيَن َاَفَمْن َاَّس َس ُبْنَياَن ه َع ى َتْق ٰو ى َن‬
‫ٍف ٍر‬ ‫ّٰلِه ِر ٍن‬
‫ال َو ْض َو ا َخ ْيٌر َاْم َّم ْن َاَّس َس ُبْنَياَنه َعٰل ى َش َف ا ُج ُر َه ا َفاْنَه اَر‬
-109 :9/‫ِب ه ْيِف َن اِر َجَه َّنَم َو الّٰل ُه اَل َيْه ِدى اْلَق ْو َم الّٰظِلِم َنْي (التوبة‬
)107

Artinya: “Dan (di antara orang-orang munafik itu) ada


yang mendirikan masjid untuk menimbulkan bencana (pada
orang-orang yang beriman), untuk kekafiran dan untuk
memecah belah di antara orang-orang yang beriman serta
menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi
Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka dengan pasti
bersumpah, “Kami hanya menghendaki kebaikan.” Dan Allah
menjadi saksi bahwa mereka itu pendusta (dalam sumpahnya).
Janganlah engkau melaksanakan salat dalam masjid itu

35
selama-lamanya. Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar
takwa, sejak hari pertama adalah lebih pantas engkau
melaksanakan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-
orang yang ingin membersihkan diri. Allah menyukai orang-
orang yang bersih. Maka apakah orang-orang yang
mendirikan bangunan (masjid) atas dasar takwa kepada Allah
dan keridaan(-Nya) itu lebih baik, ataukah orang-orang yang
mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu
(bangunan) itu roboh bersama-sama dengan dia ke dalam
neraka Jahanam? Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.” (QS. At Taubah/9:107-109).

Isi dari ayat tersebut, menceritakan tentang permasalahan


masjid dhirar, yang tujuan awal pembangunannya bukanlah
atas dasar ketaqwaan, sehingga pada nash disuatu hadits
menceritakan bahwa Rasul perintahkan agar merobohkan
masjid tersebut.
Pemahaman tersirat yang dapat kita cerna adalah;
bilamana tujuan awal dari pembangunan masjid tersebut
menggunakan tujuan yang baik, maka tak akan terjadi hal
demikian, niat dan tujuan awal menentukan hasil dari sesuatu
tersebut.
Pemahaman tersebut kami perkuat dengan hadits berikut.

‫ ِمَس ْعُت َرُس وَل‬: ‫َعْن ُعَمَر ْبَن اَخلَّطاِب َر ِض َي الَّل ُه َعْن ُه َعَلى اِملْنِرَب َقاَل‬
‫ِل‬
‫ َو ِإَمَّنا ُك ِّل‬، ‫ «ِإَمَّنا اَألْع َم اُل ِبالِّنَّي اِت‬: ‫الَّلِه َص َّلى اُهلل َعَلْيِه َو َس َّلَم َيُق وُل‬
/‫ و مس لم‬6:1/1/‫اْم ِر ٍئ َم ا َنَو ى (رواه البخ اري‬
20
)1515:3/1907
20
) Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih Al Bukhari”,(Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 1993), cet-5, jilid 1 , hal. 6.

An-Naisaburi, Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, “Shahih Muslim”, (Beirut: Dar
El Kutub Al Ilmiyah, 1991) cet-1, jilid 3, hal. 1515.

36
Artinya: “Sesungguhnya (sahnya) amal-amal perbuatan
adalah hanya bergantung kepada niatnyadan sesungguhnya
setiap orang hanya akan mendapatkan apa yang
diniatinya.”(HR. Bukhari no.1 dan Muslim no. 1907).

Maka jelaslah demikian, dapat kita ketahui maksud pada


manthiq hadits tersebut mengandung salah satu pemahaman
yang tegasnya seperti ini; “Pembuatan sesuatu itu tergantung
tujuan dan niat awal ia diciptakan”. Selanjutnya setelah kita
mengetahui pemahaman tersebut, sekarang saatnya kita
korelasikan pada topik pembahasan kali ini. seperti ini, tujuan
awal pembuatan kamera CCTV, seperti yang telah kita
maklumi bersama, yakni sebagai teknologi yang mumpuni dan
terpercaya dalam bidang pengawasan dan keamanan dan dapat
menggantikan tugas manusia dalam bidang tersebut secara
kompeten.
Terjadi kemustahilan, bilamana CCTV memiliki tujuan
agar data yang berasal dari rekamannya dapat mempermudah
tindak kriminal dengan cara pemalsuan dan
penyalahgunaannya.
Dirasa jelas nash-nash tersebut menunjukkan akan kedudukan
hukum dari CCTV itu sendiri. Begitupun telah terang nyatanya bahwa
tersebut hanyalah tindakan dari beberapa oknum, maka hal tersebut tidak
dapat mengharamkan penggunaan CCTV secara universal.
Kita lihat analogi berikut tentang penggunaan pisau, dapatlah kita
padam begini:
a. Tujuan asal dari pembuatan pisau ialah untuk
mempermudah dalam urusan yang memerlukan
penggunaannya.
b. Demikian pula bila pisau tersebut digunakan untuk
pembunuhan atau berada ditangan anak kecil, bukan
berarti kedudukannya secara umum menjadi haram.

37
c. Pernyataan pada poin b hanya perbuatan beberapa oknum,
sehingga dapat dipahami bahwa tidak menjadi haram
penggunaan pisau karena terjadinya hal tersebut.
Hingga saat ini, bila seseorang paham “kegunaan CCTV menurut
tujuannya” maka mereka akan paham bahwa ia sebagai alat pengawas
yang efektif, karena sesuai dengan tujuan asal diciptakannya, bukan
karena adanya oknum yang menyalahgunakan hal tersebut.

Kedua, lantas setelah kita ketahui akan kebolehan penggunaan isi


rekaman CCTV tersebut menurut syara’, perlulah dunia kamera dan
hukum positif menimbang tentang metode yang tepat dalam menyikapi
pemalsuan data ini.
Sebagaimana keterangan-keterangan terdahulu tentang status hukum
dan tujuan dari CCTV berupa sebagai alat keamanan dan pengawasan,
namun masih banyak hal yang terkandung padanya mesti diperiksa dalam
tinjauan lain, agar tak terjadi sebuah perselisihan. Sebagaimana
terjadinya pemalsuan data rekaman CCTV haruslah terseleksi melalui
tinjauan para ahlinya.
Mengenai pemalsuan dan penyalahgunaan data, penulis akan uraikan
menurut sudut pandang ahli terkait hal tersebut.
Berikut analisa singkat terkait dengan pernyataan dan jawaban
terkait dengan penyalahgunaan dan pemalsuan data yang terjadi pada
sistem rekaman CCTV.
a. Secara perspektif menurut tinjauan para ahli dalam
bidangnya, pemalsuan dapat kita bendung, dikarenakan pula
telah banyak teknologi yang dapat membongkar pemalsuan
yang terjadi pada rekaman video CCTV. Adanya teknologi
tersebut memberikan sumbangsih yang cukup efektif dalam
rangka untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan dan
pemalsuan.
b. Bilamana telah kita maklumi bersama, bahwa telah ada
teknologi yang dapat membongkar penyalahgunaan dan
pemalsuan rekaman CCTV, menjadikan presentase

38
kemungkinan hal tersebut terjadi sangatlah minim, maka dari
itu, keotentikan dan keaslian hasil rekaman CCTV dapat
terjaga dan terhindat dari adanya kasus penyalahgunaan
terhadapnya.

Ketiga, Perlulah diperhatikan kembali, bahwa di dalam pernyataan


tersebut tentu kita sadari korelasinya dalam hal persaksian pada kasus
qadzaf, yang ia memiliki banyak pertimbangan lingkup agama
kepadanya. Setelah pemahaman kita sempurna terhadapnya, qadzaf
merupakan suatu hal yang berkaitan erat dengan hukum syara’.

Oleh karenanya, penulis akan sampaikan ketentuan qadzaf yang


sesuai serta dapat kita ambil kesimpulan hukum di dalamnya.
1. Dalam membantu jawaban tersebut, penulis menguraikan
ulang dasar terkait disyariatkannya qadzaf.

‫ِب ِة‬ ‫ِت‬ ‫َّل ِذ‬


‫َو ا ْيَن َيْر ُم ْو َن اْلُم ْحَص ٰن َّمُث ْمَل َي ْأُتْو ا َاْر َبَع ُش َه َد ۤاَء‬
‫ٰۤل‬ ‫ٰمَثِن‬ ‫ِل‬
‫َفاْج ُد ْو ُه ْم َنْي َج ْل َد ًة َّو اَل َتْق َبُلْو ا ُهَلْم َش َه اَدًة َاَبًد ا َو ُاو ِٕى َك ُه ُم‬
َ‫اْلٰف ِس ُقْو ن‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh wanita-
wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak
mendatangkan empat orang saksi maka deralah mereka
( yang menuduh itu) delapan puluh kali dera ....” (QS. An
Nur/24:4).

Pada ayat diatas ketentuan bagi seseorang yang ingin


menuduh wanita muhshan berzina, hendaknya mendatangkan
empat orang sebagai saksi dalam urusan ini.
Lantas bagaimana dengan penyebutan syahadah dalam
ayat tersebut. Apakah ia terkhusus hanya dalam konteks
persaksian empat orang atau atau dapat kita gunakan
alternatif lain sebagai penggantinya.

39
Untuk menjawab permasalahan di atas, penulis akan
jelaskan makna asal dari kata syahadah tersebut.
Menurut bahasa saksi dalam bahasa Indonesia
merupakan kata benda yang berarti “orang yang melihat atau
orang yang mengetahui”. Kata saksi dalam bahasa Arab

adalah ‫ َش اِه ٌد‬atau ‫ الَش اِه ُد‬yaitu orang yang mengetahui yang
menerangkan apa yang diketahuinya, kata jama’nya adalah

‫ اْش َه اٌد‬dan ‫ ُش ُه ْو ٌد‬. Kata ‫ َش ِه ْيٌد‬jama’nya ialah


‫ُش َه َد اٌء‬
masdharnya adalah ‫ الَش َه اَدُة‬yang artinya kabar yang pasti 21
.

‫َش هَد‬ sendiri memiliki arti menyaksikan atau melihat secara

langsung tanpa adanya perantara apapun ketika melihat suatu


kejadian atau sesuatu secara realtime tanpa adanya
penghalang diantaranya.
Terkait hal ini, mari kita ulas kembali terkait ketentuan
seorang saksi.
Para ulama bersepakat bahwa para saksi kasus ini harus
melihat secara langsung terjadinya hal tersebut, dalam artian,
para saksi harus melihat dengan terang dan jelas tanpa
penghalang bahwa timba telah masuk kedalam sumur atau
celak masuk kedalam tempatnya.
Pernyataan tersebut kami kuatkan dengan peristiwa
yang terjadi pada masa khalifah Umar bin Khattab yang mana
terdapat empat orang sahabat yang menuduh sahabat
Mughirah berzina.

21
) Almaany.com, “Ma’na Syahadah”,
(https://www.almaany.com/ar/dict/ar-ar/%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%87%D8%A7%
D8%AF%D8%A9/) di akses pada tanggal 12 November 2022 pada jam 15.23 WIB.

40
‫ ا كاَن من َش ْأِن أيب ْك َة واملغريِة‬: ‫عن َق ا ة بِن زهٍري قاَل‬
‫َب َر‬ ‫َّمل‬ ‫َس َم‬
‫ َف َد َعا الشهوَد َفَش ِه َد أبو َبْك َر َة‬: ‫ وَذَك َر احلديَث قاَل‬، ‫اَّل ِذي كاَن‬
‫ِد‬ ‫ٍد‬ ‫ِش‬
‫ فقاَل ُعَمُر رضي اهلل عنه حَني‬،‫و ْبُل بُن َم ْع َب وأبو عب اهلل نافٌع‬
‫ِء‬ ‫ِه‬
‫ و) َش َّق على ُعَم َر‬،‫ (َأَّو َد املغريَة َأْر َبَع ٌة‬:‫َش َد هؤال الثالثُة‬
‫ قاَل‬، ‫ ِإْن َتْش َه ْد ِإْن َش اَء اهلل ِإَّال حبَق‬: ‫ فلَّم ا قاَم زياٌد قاَل‬،‫َش ْأُنُه‬
‫ قال‬،‫ ولكْن قد رأيُت أمرًا قبيحًا‬،‫ أَّم ا الِّز َن ا فال َأْش َه ُد ِب ِه‬:‫زياٌد‬
‫ فقاَل أبو َبْك َر َة َبْع َد‬: ‫ قاَل‬، ‫ َفَج َل ُد وُه ْم‬، ‫ ُح ُّدوُه ْم‬، ‫ اهلل َأْك َبُر‬: ‫ُعَم ُر‬
‫رضي اهلل عنه َأْن ِعيَد عليِه‬ ‫ٍن‬
‫ُي‬ ‫ َفَه َّم ُعَم ُر‬، ‫ َأْش َه ُد أنُه زا‬:‫َم ا َض َر َبُه‬
‫ِإ‬
‫ ْن َج َلْدَت ُه فاْر ُجْم‬: ‫ َفَنَه اُه علٌّي رضي اهلل عنه وقاَل‬، ‫اَجلْل َد‬
.‫ َفَتَر َك ُه ومل ْجَيِلْد ُه‬، ‫َص اِح َبَك‬
Artinya: “Dari Qusamah bin Zuhair, ia berkata, “Ketika
terjadi masalah antara Abi Bakrah dengan al-Mughirah -lalu
menyebutkan kelanjutannya-.” (Perawi) berkata, “Kemudian
ia memanggil para saksi. Kemudian Abu Bakrah, Syibl bin
Ma’baddan Abu ‘Abdillah Nafi’ memberikan persaksian.
Tatkala mereka bertiga telah bersaksi, ‘Umar berkata,
‘Urusannya membuat ‘Umar merasa berat.’ Tatkala Ziyad
datang ia berkata, ‘Insya Allah, engkau tidak bersaksi
melainkan dengan kebenaran.’ Ziyad berkata, ‘Adapun zina,
aku tidak bersaksi atasnya, namun aku telah melihat perkara
yang menjijikkan.’ ‘Umar berkata, ‘Allahu Akbar,
laksanakan hukum hadd terhadap mereka dan cambuklah
mereka!’ Perawi mengatakan, “Berkata Abu Bakrah setelah
ia dipukul, ‘Aku bersaksi bahwa ia seorang pezina.’
Kemudian ‘Umar bermaksud mengulangi hukuman cambuk
atasnya, maka ‘Ali Radhiyallahu ‘anhu melarangnya seraya
berkata, ‘Jika engkau mencambuknya, maka rajamlah

41
temanmu.’ Maka ‘Umar meninggalkannya dan beliau tidak
mencambuknya lagi.” [Sanadnya shahih: Al-Irwaa’ VIII/29,
al-Baihaqi VIII/334]

Dari pernyataan tersebut dapat kita ambil kesimpulan


“Barangsiapa menuduh berzina seorang “muhshan” atau
menjadi saksi, sedangkan saksi belum lengkap empat orang
laki-laki maka dicambuk 80 kali” dan “Jika bersaksi tiga
orang dan saksi keempat menyelisihi, maka tiga orang saksi
tersebut dicambuk sebagaimana dicambuknya penuduh
karena dalil di ayat An Nur: 4 dan khabar Qusamah bin
Zuhair”
Lantas setelah kita ketahhui akan ketentuan saksi dalam
kasus ini, sang penulis mengambil kesimpulan bahwasannya,
terpakainya empat orang saksi tidak dapat tergantikan dengan
sesuatu apapun. perkara tersebut merupakan ketentuan
mutlak yang telah Allah Ta’ala sampaikan dalam nashNya.
Dengan kata lain, penggunaan rekaman CCTV tidak
dapat menggantikan ketentuan empat orang saksi tersebut,
karena secara dhahir dapat kita maknai, bahwa dengan kita
menggunakan CCTV, maka kita tak menetapkan suatu
hukum sesuai dengan ketetapan yang telah Allah tetapkandan
hal terdesut merupakan perkara yang tertolak.
2. Marilah kita perhatikan kembali makna syahadah. Dengan
kita menggunakan CCTV dalam perkara ini, menjadikan
makna ashliyah dari lafadz syahadah tersebut terhapus. Yang
mana kita utarakan kembali bahwa empat orang syahadah
merupakan ketentuan mutlak perkara ini, menjadikannya tak
dapat digantikan dengan penggunaan rekaman CCTV.

Keempat, perlulah ditinjau kembali persoalan lain yang


menghalangi kebolehan CCTV dalam kasus jarimah qadzaf ini, yaitu

42
sebuah argumen penulis yang telah didasarkan pada beberapa nash hadits
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Sang penulis akan mengutarakan argumentasinya dalam rincian
berikut.
1. Sebagai argumentasi dasar, sang penulis perlu kabarkan
terkait dasar tersyariatkannya hukum qadzaf, yakni pada surat
An Nur ayat 4, yang mana penulis paham darinya ketentuan
empat orang saksi terpakai secara mutlak tanpa adanya
alternatif lain yang dapat menggantikannya.
2. Terkait relevansi rekaman CCTV sebagai saksi perlulah
ditinjau kembali dalam masalah keotentikan serta keaslian
dari data tersebut.
Tak bisa kita nafikan, bahwa penggunaan rekaman CCTV tak
terlepas dari adanya penyalahgunaan, walaupun telah ada teknologi yang
dapat menanganinya, tetap saja ia tidak akan bisa merubah presentase
keaslian dari hasil rekaman tersebut menjadi 100 persen asli.
Karena hal tersebut bisa terjadi dari faktor lain yang menjadikannya
tak dapat dikatakan sempurna keasliannya, misalnya, kita perlu
mengetahui tingkat keakuratan dari teknologi tersebut.
Ketentuan tersebut berkenaan dengan salah satu qaidah yang
berhubungan dengan hukum had, sebagai berikut.
‫اْد وا ا ُد و ِبالُّش اِت‬
‫َرُء ُحْل َد ُبَه‬
Artinya: “Tolaklah hukum had karena adanya syubhat”

Secara tidak langsung, qaidah tersebut mengena kepada penggunaan


CCTV sebagai saksi, yang mana dalam penggunaannya di dalam CCTV
masih terdapat ketidakjelasan dan kerancuan pada keasliannya.
Dengan adanya pernyataan di atas, hal tersebut hanya menjadi
tinjauan kita lebih dalam, bilamana ketentuan empat orang saksi dapat
tergantikan dengan keberadaan rekaman CCTV, dalam artian,
terpakainya empat orang saksi tetap tidak dapat tergantikan. Tetaplah
berfungsi pernyataan dan ketentuan syahadah yang telah penulis

43
‫‪kemukakan sebelumnya. Sehingga sekali lagi, tiada persoalan bagi‬‬
‫‪ketentuan saksi yang dilalui dengan esensi dapat terpakainya alternatif‬‬
‫‪lain sebagai pengganti.‬‬
‫‪Lalu kemudian timbullah persoalan, bagaimana jika rekaman video‬‬
‫‪CCTV digunakan sebagai barang bukti?, bilamana tidak dapat‬‬
‫‪terhadirkannya empat orang.‬‬
‫‪Dalam permasalahan ini, ketentuan yang terpakai dalam jarimah‬‬
‫‪qadzaf ada tiga, yakni pengakuan, kesaksian dan sumpah (bagi suami‬‬
‫‪istri). sebagai pertimbangan kita perlu bercermin pada salah satu‬‬
‫‪peristiwa yang terjadi pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa‬‬
‫‪Sallam.‬‬

‫َّل َّل ِه َّل‬ ‫ِع‬ ‫ِه‬


‫َعْن اْبِن َعَّب اٍس َأَّن اَل َل ْبَن ُأَم َّي َة َق َذ َف اْم َر َأَتُه ْنَد الَّنِّيِب َص ى ال ُه َعَلْي َو َس َم‬
‫ِبَش ِر يِك اْبِن َس ْح َم اَء َفَق اَل الَّنُّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم اْلَبِّيَنَة َأْو َح ٌّد يِف َظْه ِر َك‬
‫َفَق اَل َي ا َرُس وَل الَّل ِه ِإَذا َر َأى َأَح ُدَنا َعَلى اْم َر َأِت ِه َرُج اًل َيْنَطِل ُق َيْلَتِم ُس اْلَبِّيَن َة‬
‫َفَجَعَل الَّنُّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َيُق وُل اْلَبِّيَنَة َو ِإاَّل َح ٌّد يِف َظْه ِر َك َفَق اَل ِه اَل ٌل‬
‫َو اَّل ِذي َبَعَثَك ِب اَحْلِّق ِإيِّن َلَص اِدٌق َفَلُيْن ِز َلَّن الَّل ُه َم ا ُيَبِّرُئ َظْه ِر ي ِم ْن اَحْلِّد َفَنَز َل‬
‫ِم‬ ‫ِإ‬ ‫ِذ‬ ‫ِه‬ ‫ِج‬
‫ِرْب يُل َو َأْنَز َل َعَلْي { َو اَّل يَن َيْر ُم وَن َأْز َو اَجُه ْم َفَق َر َأ َح ىَّت َبَل َغ ْن َك اَن ْن‬
‫الَّص اِدِقَني } َفاْنَص َر َف الَّنُّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي ِه َو َس َّلَم َفَأْر َس َل ِإَلْيَه ا َفَج اَء ِه اَل ٌل‬
‫ِذ‬ ‫ِه‬
‫َفَش ِه َد َو الَّنُّيِب َص َّلى الَّل ُه َعَلْي َو َس َّلَم َيُق وُل ِإَّن الَّل َه َيْع َلُم َأَّن َأَح َد ُك َم ا َك ا ٌب‬
‫َفَه ْل ِم ْنُك َم ا َتاِئٌب َّمُث َقاَم ْت َفَش ِه َد ْت َفَلَّم ا َك اَنْت ِعْنَد اَخْلاِم َس ِة َو َّقُفوَه ا َو َقاُلوا‬
‫ِج‬ ‫ِج‬
‫ِإَّنَه ا ُمو َب ٌة َقاَل اْبُن َعَّب اٍس َفَتَلَّك َأْت َو َنَك َص ْت َح ىَّت َظَنَّنا َأَّنَه ا َتْر ُع َّمُث َقاَلْت‬
‫اَل َأْفَض ُح َقْو ِم ي َس اِئَر اْلَيْو ِم َفَم َضْت َفَق اَل الَّنُّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْيِه َو َس َّلَم َأْبِص ُر وَه ا‬
‫َف ِإْن َج اَءْت ِب ِه َأْك َح َل اْلَعْيَنِنْي َس اِبَغ اَأْلْلَيَتِنْي َخ َد َجَّل الَّس اَقِنْي َفُه َو ِلَش ِر يِك اْبِن‬

‫‪44‬‬
‫ِم‬ ‫ِه‬ ‫ِبِه ِل‬
‫َك َذ َك َفَق اَل الَّنُّيِب َص َّلى الَّلُه َعَلْي َو َس َّلَم َلْو اَل َم ا َم َض ى ْن‬ ‫َس ْح َم اَء َفَج اَءْت‬
)1772:6/4470/‫يِل َو َهَلا َش ْأٌن (رواه البخاري‬ ‫ِكَتاِب الَّلِه َلَك اَن‬
22

Artinya: “Telah menceritakan kepadaku [Muhammad bin Basysyar]


Telah menceritakan kepada kami [Ibnu Abu 'Adi] dari [Hisyam bin
Hassan] Telah menceritakan kepada kami ['Ikrimah] dia berkata;
Rasulullah [Ibnu 'Abbas] bahwa Hilal bin Umayyah menuduh istrinya
melakukan zina dengan Syarik bin Samha dan membawa persoalan
tersebut kehadapan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Bawalah bukti yang menguatkan
(empat orang saksi) atau kamu akan dihukum cambuk dipunggungmu.
Hilal berkata; Ya Rasulullah, jika salah seorang dari kita melihat
seorang laki-laki lain bersama istrinya, haruskah ia mencari saksi? Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: Bawalah bukti yang menguatkan
(empat orang saksi) atau kamu yang akan dihukum cambuk
dipunggungmu. Hilal kemudian berkata; Demi Zat yang mengutusmu
dengan kebenaran, aku berkata benar dan Allah akan mewahyukan
kepadamu yang menyelamatkan punggungku dari hukuman cambuk.
Maka Jibril turun menyampaikan wahyu Allah kepada Nabi shallallahu
'alaihi wasallam Dan merekalah yang menuduh para istrinya…. (An
Nuur; 6-9). Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membacanya hingga
sampai bagian Jika suaminya itu termasuk orang-orang yang benar.
Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ia pergi menjemput istrinya.
Hilal pulang dan kembali dengan membawa istrinya. Nabi shallallahu
'alaihi wasallam bersabda: "Allah tahu bahwa salah seorang dari kalian
berdusta, jadi siapa diantara kalian yang akan bertaubat? Kemudian
istri Hilal bangun dan bersumpah dan ketika ia akan mengucapkan
sumpah yang kelima, mereka menghentikannya dan berkata; Sumpah
kelima itu akan membawa laknat kepadamu (jika kamu bersalah). Ia pun
tampak ragu melakukannya sehingga kami berfikir bahwa ia akan

22
) Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih Al Bukhari”,(Beirut: Dar Ibnu
Katsir, 1993), cet-5, jilid 6 , hal. 1772.

45
menyerah. Namun kemudian istri Hilal berkata; Aku tidak akan
menjatuhkan kehormatan keluargakudan melanjutkan mengambil
sumpah. Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kemudian berkata;
Perhatikan ia. Jika ia melahirkan seorang bayi dengan mata hitam,
berpantat besardan kaki yang gemuk, maka bayi itu adalah anak Syarik
bin Samha. Di kemudian hari ia melahirkan bayi yang ciri-cirinya
seperti yang digambarkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Maka Nabi
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Kalaulah bukan karena perkara
yang telah ada di dalam kitabullah, niscaya antara diriku dan wanita itu
ada perkara (hukuman rajam karena berzina)". (HR. Bukhari no. 4470)

Pemahaman yang dapat kita ambil dari hadits tersebut ialah; Nabi
tidak menggunakan bukti bayi yang telah lahir tersebut sebagai alat bukti
jarimah qadzaf, maka hal tersebut menjadi ketentuan, bahwa barang bukti
bukan termasuk dalam pembuktian jarimah qadzaf.
Habislah pembahasan ini, sebagaimana penjelasan yang telah penulis
uraikan secara panjang lebar, bahwa telah tuntas terjawab faktor-faktor
penghalang atas relevansi CCTV sebagai saksi atau bukti dalam kasus
zina tersebut. Sehingga nampaklah tegas biidznillah, tidak terpakainya
atau tidak sahnya akan status CCTV sebagai saksi kasus zina.

46
BAB IV

PENUTUP

4.1. Kesimpulan
Setelah penulis menjabarkan semua penjelasan tersebut, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. CCTV merupakan satu alat atau sistem dengan memanfaatkan
perekaman pada kamera yang menggunakan sinyal tertutup untuk
mentransmisikan sinyal video atau audio ke tempat yang spesifik dalam
beberapa set komputer secara langsung maupun dalam bentuk rekaman.
2. Qadzaf adalah tuduhan terhadap mukallaf merdeka yang muslim bahwa
ia telah melakukan perzinaan secara terperinci.

3. Ketentuan qadzaf secara mutlak menggunakan persaksian dari empat


orang saksi yang sesuai dengan persyaratan

4. CCTV tidak boleh digunakan sebagai alternatif pengganti empat orang


saksi tersebut, disebabkan karena ketentuan empat orang saksi tidak
dapat tergantikan dan relevan dengan ketentuan qadzaf.

4.2. Saran
Penulis memberikan saran terkait dengan penulisan makalah ini.
Bilamana terdapat sebuah kesenjangan hukum, dirasa dapat kami luruskan
sesuai kebenaran hukum tersebut.

47
DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’anul Karim, Departemen Agama Republik Indonesia, 2019.

Al-Bukhari, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, “Shahih Al


Bukhari”,(Beirut: Dar Ibnu Katsir, 1993).

“Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah”, (Kuwait: Wuzaratul


Auqaf wa Asy Syu’un Al Islamiyah, 1995).

Al-Qazwini, Abdullah Muhammad bin Yazid bin Majah ar-Rabi'i,


“Sunan Ibnu Majah”, (Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li An Nasyri wa At
Tauzi’, 1997 ).
An-Naisaburi, Abu Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi, “Shahih
Muslim”, (Beirut: Dar El Kutub Al Ilmiyah, 1991).
As-Sijistani, Sulaiman bin Al-Asy'as bin Ishak bin Basyir bin Syidad
bin Amar Al-Azdi, “Sunan Abu Dawud”, (Riyadh: Maktabah Al Ma’arif li
An Nasyri wa At Tauzi’, 1997 ).
Asy-Syaibani, Abu Abdillah, Ahmad bin Ahmad bin Muhammad bin
Hanbal, “Musnad Ahmad”, (Maktabah Syamilah Rabith Al Kitab, 2021).
At-Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah, “Al Jami’ Ash
Shahih wa huwa Sunan At Tirmidzy”, (Cairo: Dar El Hadits, 1962).
Audah, Abdul Qadir, “At Tasyri’ Al Jina’i Al Islami”, (Beirut: Dar
Al-Kitab Al-‘Araby, tt).
Ahmad, Hassan, “Tafsir Al Furqan”, (Bangil: UD. Pustaka Tamaam,
2014)
Munawwir, Ahmad Warson, “Al Munawwir”, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1997).
Muslich, Ahmad Wardi, “Hukum Pidana Islam”, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2005).

WEBSITE KEPUSTAKAAN
Almaany.com, “Ma’na Syahadah”,
(https://www.almaany.com/ar/dict/ar
ar/%D8%A7%D9%84%D8%B4%D9%87%D8%A7%D8%AF%D8%A9/)
di akses pada tanggal 12 November 2022 pada jam 15.23 WIB.
Fallahnda, Balqish, “Bunyi Pasal 310 KUHP Tentang Pencemaran
Nama Baik dan Ancaman Hukuman”, (https://tirto.id/bunyi-pasal-310-kuhp-

48
tentang-pencemaran-nama-baik-ancaman-hukuman-gvxN) di akses pada
tanggal 21 November 2022 pada jam 03.56 WIB.

Repository pip semarang, “Bab II Landasan Teori”,


(http://repository.pip-semarang.ac.id/629/10/BAB%20II%20X MAN
%20%28CLEAR%29.pdf di akses pada tanggal 21 November 2022 pada
jam 03.35 WIB.).

Ubaidillah, Abu Ubaidillah, “Pengertian CCTV, Sejarah, Cara Kerja,


Fungsi dan Jenis”,(https://www.yukinternet.com/pengertian-cctv/) di akses
pada tanggal 21 November 2022 pada jam 03.29 WIB.)

Wikipedia, “Televisi Sirkuit Tertutup”


https://id.wikipedia.org/wiki/Televisi_sirkuit_tertutup di akses pada tanggal
21 November 2022 pada jam 03.33 WIB.)

Zulfikar, Alya Zulfikar, “ 8 jenis CCTV untuk rumah yang perlu


diketahui. fungsinya beda-beda!”, (https://95.216.5.93/jenis-cctv-untuk-
rumah/?__cpo=aHR0cHM6Ly9iZXJpdGEuOTkuY28 di akses pada tanggal
23 November 2022 pada jam 16.00 WIB.)

49

Anda mungkin juga menyukai