Anda di halaman 1dari 4

ISTRIKU DISIKS4 SAMPAI GIL4

Tatapannya kembali kosong, seperti sedang menerawang sangat jauh.

"Semuanya? Jadi semua orang suka puk*lin kamu?" Aku memastikan lagi.

Lusi kembali menatapku. Ia lalu mengangguk, air matanya kemudian jatuh mengaliri pipinya
yang dekil.

Aku paham bagaimana perasaanya jika memang benar semua orang melakukan kekerasan
sama Lusi aku bersumpah akan membuat mereka semua bersujud di kaki Lusi.

Tak kecuali ibu, entah kenapa ibuku sekejam itu pada Lusi? Apa karena Lusi bukanlah anak
orang kaya seperti yang beliau harapkan begitu?

Lusi menangis lagi. Kali ini bahkan semakin kencang. Jujur saja semua itu membuatku
semakin kesulitan saat aku mengintrogasinya. Tapi aku tak menyerah, kebenaran harus
kuketahui dengan jelas.

"Lusi Lusi tenanglah, sekarang katakan sama Abang. Kenapa kamu dipuk*l?" Aku kembali
mengguncang kedua bahunya.

Untuk sesaat ia kembali diam dan kembali berpikir.

"Gak mau mandi," jawabnya seraya kembali menangis dan sibuk menyeka air matanya.

Aku menyipitkan mata, "gak mau mandi saja sampai dipuk*l?"

"Mandi jauh, sungai, sungai, Bang," katanya lagi, Lusi lalu memegangi kepalanya seperti
sangat kesakitan. "Yassiiir ... Yassiiir!" Lusi makin histeris dan terus berteriak memanggil
nama anakku.

"Lus ... Lusi ... kamu tenang dulu, tenang dulu. Ada Abang di sini." Aku memeluknya erat,
walau bau apek dari rambutnya menyengat ke hidungku.

Setelah itu Lusi lalu ambruk ke sisi ranjang.

"Lusi gak gil4, Bang, Lusi gak gil4, Lusi gak mau mandi Bang, gak mau mandi Bang, Lusi
takut," ucapnya lagi dengan tatapan kosong.

Ya Tuhan, sakit sekali rasanya hatiku. Kenapa istriku sekarang begini? Ia pasti benar-benar
terpukul dengan kepergian anak semata wayang kami.

Aku lalu duduk di lantai bersamanya.


"Lusi, Abang tahu kamu sangat terpukul. Kepergian Yassir pasti sangat mendadak dan
membuat kamu merasa sangat bersalah. Tapi mau bagaimana lagi? Mungkin ini memang
udah takdirnya, jangan terlalu disesali Lus, nanti kamu malah tambah parah. Terus kalau
kamu sakit Abang sama siapa?" ujarku panjang lebar. Tak terasa air mata juga lolos di
pipiku.

Aku lalu ambruk di pangkuan Lusi.

"Kenapa kamu begini Lus? Abang sedih, Abang pulang dari Taiwan jauh-jauh cuma mau
melanjutkan hidup sama kamu, tapi kamu nya malah sakit Lus."

Lusi tak bicara, tetapi air matanya terus saja jatuh ke rambutku dan perlahan kurasakan
tangannya mulai membelai rambutku.

"Abang, Lusi enggak gil4, Yassir enggak tenggel4m, Bang," katanya pelan.

Aku kontan bangkit dan kembali duduk di sampingnya.

"Gak tenggel4m? Gimana maksudnya?" tanyaku serius, tapi lagi-lagi Lusi malah menangis.

Aku menarik napas panjang. Aku memang harus sabar dan pelan-pelan. Aku tidak boleh
gegabah meski aku sangat penasaran dengan apa yang diucapkannya soal kematian
anakku. Tapi kalau aku terburu-buru Lusi pasti malah tambah akan merasa takut dan sedih.

Kutengok nampan berisi makanan dan air yang kutaruh di atas nakas, sampai lupa tadi aku
akan memberinya makan dan minum dulu. Mungkin nanti saat perutnya sudah terisi Lusi
juga akan merasa lebih tenang.

"Ya udah sekarang makan dulu ya." Kuambil sepiring nasi lengkap dengan lauknya itu.

"Lusi aja, Bang," katanya kemudian seraya mengambil piring dan sendok yang tengah
kupegang dengan cepat.

Aku sampai terkejut. Tapi kubiarkan saja, mungkin Lusi memang ingin makan sendiri tak
mau disuapi.

Dengan cepat ia lalu memasukan nasi serta lauk pauknya itu ke dalam mulut seperti orang
yang sangat kelaparan.

"Astagfirullah Lus, jangan cepet-cepet begini, nanti gusimu bisa luka," ucapku sambil
berusaha mengambil kembali piring berisi nasi itu dari tangannya, tapi dengan cepat Lusi
menariknya lagi.

"Laper Bang, laper," katanya seraya terus memasukan sendok demi sendok yang penuh ke
dalam mulut.
Ya Tuhan hatiku kembali sakit rasanya. Istriku benar-benar kelaparan atau memang dia
biasa bertingkah begini?

"Minum Bang, minum."

Aku cepat mengambil segelas air dingin yang tadi kubawa. Dan cepat direguknya hingga
tandas tak tersisa.

"Kamu haus banget apa Lus?"

Dia hanya mengangguk sambil terus sibuk melahap makanannya.

"Pelan-pelan aja Lus, masih banyak di dapur kalau kamu mau."

Lusi tak mengindahkan. Setelah nasi sepiring itu habis, ia lalu mengambil susu dan
buah-buahan yang kubawa juga.

Hap hap hap.

Dalam waktu 5 menit saja semua makanan itu sudah ludes tak tersisa.

Aku melongo, setengah tak percaya. Nasi sepiring penuh, pisang satu serip, anggur kira-kira
setengah kilo dan susu UHT 1 liter habis dalam waktu sesingkat itu?

"Kamu laper banget Lus? Apa emang ibu gak pernah kasih kamu makanan enak kayak
gini?"

Lusi menggeleng, "gak boleh makan enak, makan garem aja," jawabnya dengan tatapan
yang kembali kosong.

Pelan, ia kembali bersender di sisi ranjang sambil melepaskan makanannya.

Ya Tuhan. Walau emosinya tak stabil bahkan mereka bilang istriku gil4, tapi entah kenapa
aku sangat percaya dengan semua yang diucapkan istriku.

Lebih-lebih saat tadi kudengar sendiri bagaimana ibu dan kak Tuti itu bicara di dapur.

"Jadi selama ini kamu cuma dikasih makan sama garem gitu maksudnya?"

Lusi mengangguk, kemudian kembali menangis.

Ya Allah kenapa keluargaku sangat keterlaluan? Sebetulnya ada masalah apa mereka sama
istriku?

Bersambung...

Tamatnya ada di aplikasi KBM App, di FB hanya promosi dan gak akan dishare sampai
tamat.
Judul: ISTRIKU DISIKS4 SAMPAI GIL4

Anda mungkin juga menyukai