Anda di halaman 1dari 2

HUJAN MASA LALU

Awan mendung pertanda akan hujan. Di sini, langit cerah mulai enggan menyapa.
Membawa suasana dingin tenang, setenang pagi yang baru menerbitkan fajar. Inzi masih
dengan posisi seriusnya. Gadis manis yang dingin ini, tengah sibuk mengetik dengan mata
yang setia memandangi layar. Tumpukan jurnal berserakan dimana-mana. Menjadikan
ruangan yang semula bersih, berubah bak kapal pecah. Tahun ini adalah semester terakhir.
Inzi harus menyiapkan segala laporan, baik itu berkenaan dengan osis maupun sekolah.
Tugasnya bahkan lebih sibuk dari pada Tata Usaha. Padahal statusnya hanyalah ketua osis
dan murid biasa. 
Selama 3 tahun inzi mengemban tugas ini. Mulai dari kelas 10 sampai kelas akhir.
Bukan karna dirinya mau, namun karna tidak ada penggantinya yang mampu. Sesekali ia
tersenyum sembari membaca laporan dari jurnal itu. Laporan yang berisi segala keluhan
anak buahnya. Laporan yang terdapat banyak curhatan hati di sana. Bahkan, lebih seperti
diary harian. Sungguh lucu dan menggemaskan.
Terdengar suara ketukan dari luar. Seorang gadis cantik berdiri dibalik pintu. Ia
membawa beberapa makanan sambil menunggu. Bila sudah siap dengan mimik wajahnya.
Kemarahan yang akan ia berikan pada inzi karna tidak pulang sejak semalam. Namun yang
di tunggu tak kunjung membukakan pintu. Akhirnya bila membuka paksa untuk masuk.
“brruk!” suara hempasan pintu yang keras.
Biila menahan emosinya. Ia menatap tak percaya. Bisa-bisanya orang yang ingin ia
marahi tertidur begitu saja. Hatinya luluh seketika untuk marah.
“mungking dia lelah”
Ujung mata inzi melirik ke arahnya. Ia tersadar bahwa bila sudah berdiri di
hadapannya. Sambil membenarkan posisinya, inzi menguap dan bertingkah seolah-olah tidak
tahu.
“ah, lelahnya”
Biila menatap inzi, matanya menandakan ia meminta penjelasan. Inzi terus memijat
lehernya dan mengeluh lelah. Membuat biila kesal melihatnya.
“hhh, apa kau sudah makan?”
“kau tidak lihat aku baru saja terbangun?”
“maksudku, apa kau tidak lapar? Mengapa terus di sini dan tidak kembali?”
“apa kau tidak lihat disini tidak ada satupun makanan? Bagaimana aku bisa
kenyang?” jawab inzi yang sontak membuat biila kesal.
“kau ini! Ya sudah kalau tidak ingin makan!” biila geram dengan jawaban inzi, dia
ingin pergi namun tidak benar2 pergi. Inzi merasa lucu dengan tingkahnya.
“bilang saja kalau kau lapar, kebetulan aku memasak makanan yang banyak. Karna
kau suka makan. Sayang sekali jika dibuang” biila mengatakannya sembari mengeluarkan
makanan yang ia bawa. Inzi tersenyum getir mendengarnya. Ia mengerti bahwa biila khawatir
dan makanan itu sengaja disiapkan untuk dirinya.
“wah sepertinya enak” inzi ingin mengambil makanan, namun sontak bila
menatapnya.
“zi, cuci tanganmu dulu” suara billa terdengar lembut, namun ekspresinya membuat
inzi takut. Ia tidak jadi mengambil dan segera mencuci tangan.
Semua makanan yang biila bawa inzi cicipi. Meski lapar, gadis itu tetap anggun
ketika makan. Gaya makannya menunjukan bahwa wanita itu dari keluarga berkelas.
Biila menemani di sampingnya, ia hanya memperhatikan gadis itu menikmati
makanan. Tidak ada percakapan diantara mereka. Seakan keadaan memaksa mereka untuk
tetep diam. Sesekali biila bertanya apakah makanannya enak. Inzi mengaku bahwa makanan
itu sangat enak, bila yang mendengarnya tersenyum senang.
“inzi?”
“hem” jawab inzi tanpa menolehinya.
“jika kau tidak ingin pulang, setidaknya kirim pesan”
Inzi berhenti sejenak. Ia jadi tidak tega mendengar pinta biila.
“maaf, kau lihat sendiri jurnal ini. Banyak yang harus ku lakukan”
“taukah kau seberapa khawatirnya …” bila menoleh, ia melihat mata inzi dan tidak
berani melanjutkan.
“oh ..” balasan dingin inzi. Ia tahu siapa yang akan dimaksud biila, yaitu ibunya.
Seorang ibu yang bahkan ia anggap tidak ada. Sikap inzi berubah ketika itu menyangkut
ibunya. Ia melanjutkan makan. Tanpa sengaja zi melihat sebuah kotak kue dan memandangi
kotak itu. Kotak yang di dalamnya berisi kue coklat bertulis for you. Bila yang tau inzi
memperhatikan kotak yang ia bawa langsung mengambilnya. Membukanya dan memberikan
kue itu sembari tersenyum pada inzi.
“apa?” tanya inzi heran.
“ini kue”
“aku tau. Tapi, bukannya kau juga tau aku tidak suka kue. Apalagi yang seperti ini”
jelas inzi datar.
“ah,, itu. Aku tidak sengaja membuatnya dan aku tau kau suka coklat. Memangnya
kenapa dengan kue seperti ini?”
“dari tadi kau selalu mengatakan tidak sengaja, aku jadi curiga”
Biila hanya sumringan menanggapi perkataan judes inzi.
“ayolah zi, cobalah! ini sangat enak” biila berusaha meyakinkan dan mengambil
sepotong kue itu. Namun melihat inzi terdiam, ia tahu bahwa inzi benar-benar tidak mau. Biila
meletakkan kuenya kembali. Ia tidak sedikitpun marah atau tersinggung. Inzi menatap jendela
besar di hadapannya. Melihatkan embun2 kecil dari air yang mulai berjatuhan.
“inzi?” sapa bila lembut.
“taukah kamu hari ini apa? Atau pernah tidak kamu berfikir ada apa di hari ini? Kamu
sering terdiam di saat-saat begini, aku jadi teringat dulu. Saat pertama kali melihatmu,
matamu seperti saat ini. Sungguh hampa.”
Inzi menoleh, ia melihat bila yang tengah asik memandangi hujan. Tatapannya sayu,
seakan tidak ingin berkata apapun.
“hujan sangat cocok untuk menikmati coklat. Bukankah itu yang kamu pikirkan zi?”
Bila menatap inzi, namun inzi tidak membalasnya. Ia kembali memandang ke luar.
“aku tidak tahu seberapa bencinya kamu, tapi setidaknya tidak pada kue ini. Itu enak
dan kau bisa menikmatinya. Bukankah yang kau benci tidak lagi di masa sekarang?” biila
tersenyum lembut sembari memakan kue yg ia potong tadi. Ia mengaku membuatnya dengan
baik. Inzi yang berada di sampingnya merasa tergannggu. Ia tau bila bermaksd
menggodanya. Namun hal itu malah mebuat zi tidak menyukai perkataan bila.
“bukankah kau lebih tau tentang hari ini. Kau bahkan bisa lebih tau dari siapapun”
jawab inzi sembari tersenyum pahit.
“lihatlah apa yang kau perbuat, kau seolah tahu segalanya namun tetap saja” inzi
sedikit meninggikan suaranya, hal itu di ketahui bila. Bila menoleh, mata meraka saling
menatap. Bila tersenyum, ia tahu inzi marah karna ucapannya meski zi tidak
mengungkapkannya secara langsung.
“tidak, kau saja yang tidak ingin mencicipinya. Seandainya kau mau, ini bahkan lebih
enak dari yang kukatakan” bila berusaha mencairkan suasana.
“zi, kamu masih muda. Sampai kapan kau terus begini? itu bukan salahmu dan kau
tidak harus di salahkan untuk itu. Adakalanya hari yang kita jalani lebih berat dari kemalangan
itu sendiri. Kau harus terbiasa menerimanya. Dengan begitu, perasaanmu tidak begitu berat.
Meski kau tau itu tidaklah mudah, setidaknya kau masih bisa bertahan” bila tersenyum.
Inzi menghela nafas berat. Ia berusaha tidak ingin memahami maksud ucapan bila.
Tapi perkataanya mengingatkan dia pada masa lalu. Saat kenangan mengapa inzi berada di
tempat itu.

Anda mungkin juga menyukai