Pembuka Hati Abigail
Pembuka Hati Abigail
Cuaca di hari itu tampak sangat cerah. Angin berhembus menyejukkan raga dan hati
semua orang. Matahari yang tampak terang di langit menerangi dan memberikan hangat serta
panas. Suara kicauan burung yang merdu disertai suara air mancur yang mengalir. Sungguh
hari yang indah bagi yang menikmatinya.
Tampak seorang remaja putri yang sedang duduk di kursi taman hanya seorang diri.
Ia sedang memegang sebuah alat gambar disertai dengan buku sketsa yang selalu ia bawa
setiap saat. Terlihat jelas bahwa dia sedang menggambar. Buku sketsa yang awal nya kosong
dengan lembar kertas yang bersih menjadi terisi dengan seni gambar yang di buat oleh sang
remaja putri tersebut. Tanpa disangka, gambaran remaja tersebut terlihat indah di atas
lembaran tipis itu. Mungkin benar ia adalah seorang seniman muda yang berbakat.
Seorang remaja putra pun datang ke taman tersebut. Ia memanggil nama sang
remaja putri tersebut dengan penuh antusias seakan-akan ia telah lama mengenalinya
membuat Abigail mengalihkan pandangannya dari buku sketsa nya.
“Hai, Abigail!” seru remaja putra itu dan langsung menduduki tempat kosong di
samping Abigail.
Abigail hanya menatapnya untuk sesaat lalu, mengalihkan pandangan nya balik
ke buku sketsa nya lagi untuk melanjutkan aktivitasnya. Esther pun tetap tersenyum dan
mencoba melihat gambaran yang Abigail ciptakan.
“Hei, kamu tidak menjawab pertanyaanku yang kedua,” ucap Abigail secara
tiba-tiba dan sedikit mengagetkan Esther.
“Oh.. haha, maaf, aku lupa dengan pertanyaan mu yang ‘kedua’. Sejujurnya, aku
sudah mengenal namamu di saat aku pindah ke sekolahmu. Mungkin kamu tidak
menyadarinya, karena kamu sangat sibuk dengan ‘dunia’mu sendiri,” jelas Esther.
“Hmm, tidak apa. Tidak perlu merasa bersalah, karena disinilah aku ingin tahu
alasan kenapa kamu selalu melakukan kegiatan menggambar itu sampai tidak memperdulikan
orang lain,” ucap Esther yang mulai memperlihatkan ekspresi seriusnya.
Abigail melihat wajahnya yang serius itu pun tertegun dan mulai merasa tidak
enak hati. Rasa ragu dan tidak percaya nya selalu muncul seakan-akan hatinya bergejolak
untuk tidak mempercayainya. Selain itu, rasa enggan juga muncul karena ia baru saja
mengenalinya.
“Aku ingin tahu mengapa seseorang sepertimu bisa berada di kelas itu karena
kelihatannya kamu sangat pendiam dan tidak ingin berinteraksi dengan orang lain. Ditambah,
kelihatannya orang lain tidak peduli dengan mu,” ucap Esther.
“Apakah kamu yakin ingin tahu tentang hal ini?” tanya Abigail sekali lagi.
“Aku yakin.”
Ucapan singkat dari Esther itu sedikit membuat Abigail merasa kurang percaya,
tetapi ia tetap berusaha untuk berkata sejujurnya kepada Esther.
Abigail pun memulai cerita nya dan membahas nya kepada Esther. Esther hanya
terdiam dan memperhatikan Abigail yang benar serius memberitahu penyebab yang
membuatnya menjadi seorang pendiam dan tidak mencoba berinteraksi dengan orang lain.
Abigail pun menghela napas setelah bercerita dan menunggu reaksi dari Esther.
“Menurutmu, setelah aku berbicara panjang lebar itu, hasilnya hanyalah sebuah
lelucon?” tanya Abigail.
“Benar juga, haha. Kalau begitu… bolehkah ak mengatakan sesuatu kepada mu?”
“Gunakan ini, wajah mu terlihat lucu setelah menangis sebanyak itu,” ucap
Esther.
Suara kecil Abigail yang sedikit terisak membuat Esther sedikit tertawa lalu, ia
kembali menenangkan nya karena rasa bersalah telah membuatnya menangis. Namun, rasa
bangga karena telah membuka hati kecil Abigail ini, ia kembali tersenyum tulus menatap
Abigail.
Abigail mengangguk dan menatap kembali Esther dengan mata bengkak nya, lalu
memukul pelan bahunya.
“Iya.. aku tahu. Karena mulai sekarang, kamu adalah tempat cerita ku.”
Semenjak itu, mereka berteman baik dan berbagi cerita bersama-sama, hingga
terkadang orang yang mencuri perhatiannya melihat Abigail yang awalnya terlihat sangat
pendiam itu,sekarang terlihat lebih ceria ketika bersama dengan Esther yang secara misterius
bisa membuka hati si Abigail. Abigail juga tidak meninggalkan hobinya, menggambar. Esther
terkadang senang mengomentari gambaran Abigail dan Abigail pun terkadang selalu
memperbaikinya sesuai saran Esther.
“Esther?”
Esther menoleh dan memandang Abigail yang memanggil nya dengan intonasi
nada yang lebih lembut dibandingkan ketika mereka masih awal bertemu.
“Hm?”
Siapa sangka, Abigail pun untuk pertama kalinya tersenyum dan menjawab
Esther,
Esther sempat terkejut melihat senyuman Abigail untuk pertama kalinya, namun
ia langsung membalasnya dengan senyuman dan mengangguk seolah-olah mengatakan
‘sama-sama’ kepada Abigail. Mereka pun kembali berjalan bersama-sama, untuk selamanya.