Antropologi adalah salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari tentang budaya masyarakat
suatu etnis tertentu. Antropologi lahir atau muncul berawal dari ketertarikan orang Eropa yang
melihat ciri-ciri fisik, adat istiadat, budaya yang berbeda dengan Eropa. Antropologi lebih
memusatkan pada penduduk yang merupakan masyarakat tunggal, tunggal dalam arti kesatuan
masyarakat yang tinggal daerah yang sama, antropologi mirip seperti Sosiologi tetapi Sosiologi
lebih menitik beratkan pada masyarakat dan kehidupan sosialnya.
Definisi Ahli
R. Benedict : “Antropologi adalah ilmu yang mempelajari umat manusia sebagai makhluk
masyarakat. Perhatiannya ditujukan pada sifat-sifat khusus badani, cara reproduksi, tradisi, dan
nilai-nilai yang membuat pergaulan hidup yang satu berbeda dari pergaulan lainnya
William A. Havilland: “Antropologi adalah studi tentang umat manusia, berusaha menyusun
generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perilakunya serta untuk memperoleh
pengertian yang lengkap tentang keanekaragaman manusia”.
David Hunter: “Antropologi adalah ilmu yang lahir dari keingintahuan yang tidak terbatas
tentang umat manusia”.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat disusun pengertian sederhana Antropologi, yaitu ilmu yang
mempelajari manusia dari segi keanekaragaman fisik serta kebudayaan (cara berperilaku, tradisi,
nilai-nilai yang dihasilkan sehingga setiap manusia yang satu dengan yang lainnya berbeda-beda.
Dengan demikian, Antropologi merupakan ilmu yang mempelajari seluk-beluk yang terjadi
dalam kehidupan manusia.
Perkembangan Antropologi
Fase Pertama, sebelum tahun 1800
Akhir abad 15, bangsa Eropa melakukan perjalanan ke luar Benua Eropa sehingga terciptalah
buku kisah perjalanannya (etnografi).
Buku-buku tersebut memuat himpunan besar dan bahan pengetahuan berupa deskripsi tentang
adat istiadat, susunan masyarakat, ciri-ciri fisik dari beraneka suku bangsa di Afrika, Asia,
Oceania & penduduk pribumi Amerika.
Tetapi, bahan etnografi tersebut masih kabur & dianggap aneh, sehingga menarik perhatian
kalangan terpelajar di Eropa Barat pada abad 18 & timbul 3 sikap yang bertentangan terhadap
bangsa pribumi tersebut
Primitif, orang Eropa yang memandang buruk Bangsa Pribumi menganggap mereka bukan
manusia yang sebenarnya, melainkan keturunan Iblis, sehingga timbul istilah Savages (orang
biadab/ganas) atau Primitives
Murni, orang Eropa yang memandang baik Bangsa Pribumi mengatakan bahwa mereka
adalah contoh dari masyarakat yang masih murni
Kaya Benda Etnik, orang Eropa yang tertarik akan adat istiadat Bangsa Pribumi mulai
mengumpulkan hasil kebudayaan dari Bangsa Pribumi. Fase Kedua, pertengahan abad ke 20
Cara berpikir tersebut dirumuskan: “Masyarakat dan kebudayaan manusia telah berevolusi
dengan sangat lambat dalam jangka waktu beribu-ribu tahun lamanya dari tingkat yang rendah
melalui beberapa tingkat diantaranya, sampai ke tingkat yang tertinggi”.
Bentuk masyarakat dengan kebudayaan tertinggi adalah seperti apa yang hidup di Eropa. Fase
Ketiga, permulaan abad ke 20
Dalam fase ketiga ini, ilmu Antropologi menjadi ilmu praktis dengan tujuan “mempelajari
masyarakat dan kebudayan sukusuku bangsa di luar Eropa untuk kepentingan pemerintahan
kolonial dan guna mendapat pengertian tentang masa kini yang kompleks”. Fase Keempat,
setelah tahun 1930
Ilmu antropologi mengalami perkembangan yang sangat luas, baik dalam hal bertambahnya
bahan pengetahuan yang lebih teliti dan ketajaman metode-metode ilmiahnya.
Pada masa ini ada 2 perubahan di dunia, yaitu : • Timbulnya antipati terhadap kolonialisme
sesudah Perang Dunia II (PD II) • Cepat hilangnya bangsa primitif (karena pengaruh kebudayaan
Eropa). Hal ini membuat ilmu antropologi seolah-seolah kehilangan lapangan & terdorong untuk
mengembangkan lapangan penelitiannya dengan pokok & tujuan baru.
Tahun 1951 50 ahli ilmu Antroplogi dari Eropa & Amerika termasuk Uni Soviet mengadakan
simposium internasional untuk meninjau & merumuskan tujuan pokok serta ruang lingkup ilmu
Antropologi. Tidak hanya suku bangsa primitif di luar Eropa, tetapi beralih pada manusia di
daerah pedesaan pada umumnya (Eropa & beberapa kota kecil di Amerika) ditinjau dari sudut
kenanekaragaman fisik serta kebudayaannya.
Ilmu Antropologi yang baru ini mempunyai tujuan : • Akademik “Mencapai pengertian
tentang makhluk manusia pada umumnya dengan mempelajari keanekaragaman bentuk fisiknya,
masyarakat, serta kebudayaannya”. • Praktis “Mempelajari manusia dalam kenaekaragaman
masyarakat suku bangsa guna membangun masyarakat suku bangsa tersebut”.
Indologie adalah deskripsi bahasa, masyarakat, serta kebudayaan dari suku-suku bangsa
Indonesia. Sehingga disebut juga Ilmu Bangsabangsa Indonesia.
Setelah PD II
Di Belanda, Indologie sudah tidak ada lagi, kemudian muncul ilmu yang disebut Sosiologi
Masyarakat Non Barat
Ilmuwan dari Universitas Cornell & Yale, berawal dari proyek penelitian Negara Asia
Tenggara, misalnya penelitian tentang masyarakat desa & hukum adat.
PENElITIAN AHLI ANTROPOLOGI INDONESIA
Antropologi dikenal dengan sebutan Etnologi yaitu ilmu kolonial yang mempelajari aspek
terbelakang & primitif dari Bangsa Indonesia.
Antropologi tidak dihapuskan dari kurikulum pendidikan tetapi muncul kajian baru yang lebih
melihat Indonesia ke depan yaitu Sosiologi Indonesia.
Pendekatan Antropologi
Metode pendekatan dalam Ilmu Antropologi dibedakan menjadi dua aliran, yaitu:
Aliran tradisional. Ada dua jenis pendekatan dalam aliran tradisional ini, yaitu:
Pendekatan holistis merupakan pendekatan secara menyeluruh untuk memperoleh segala hal
yang berkaitan dengan manusia. Pendekatan holistis dilakukan dengan memperhatikan
keseluruhan aspek sebagai unit yang bersifat fungsional atau sebagai satu sistem yang utuh.
Pendekatan ini berusaha mencari jejaring yang mencakup keseluruhan ruang
lingkup kehidupan manusia.
Aliran kontemporer Ada tiga jenis pendekatan dalam aliran kontemporer, yaitu:
Pendekatan partikularistik merupakan pendekatan yang berawal dari sesuatu yang terbatas,
kemudian menarik kesimpulan untuk sesuatu yang lebih luas dan umum. Dalam pendekatan
ini, peneliti berangkat dari sesuatu yang bersifat partikular, kemudian berusaha untuk masuk
pada sesuatu yang berlaku umum di mana-mana.
Tokoh yang menggunakan pendekatan ini antara lain E.E. Evans Pritchard yang melakukan
penelitian kepada Suku Nuer di Afrika Selatan dan Prof. Fox yang melakukan penelitian di
Rote, Nusa Tenggara Timur.
Pendekatan interpretatif pertama kali dikemukakan oleh Clifford Geertz ketika membuat
penelitian tentang islam di Maroko dan Indonesia (Jawa dan Bali). Pendekatan interpretatif
bersifat humanistik karena seluruh ungkapan dan segala sesuatu yang berhubungan dengan
kehidupan setiap subyek manusia selalu menjadi pusat perhatian dengan saksama. Hal
tersebut bisa terjadi karena pendekatan interpretatif dapat menempatkan semua kepentingan
masyarakat sebagai kunci dan pokok kajian intelektual.
Termasuk juga deskripsi tentang seluruh gejolak spiritual.
Pendekatan struktural adalah pendekatan analisis data dengan memperhatikan elemen-elemen
kunci dari berbagai dimensi sekunder dari obyek yang diteliti dengan seimbang. Pendekatan
ini pertama kali dikembangkan oleh Prof. Fox.