Anda di halaman 1dari 35

1

ANTROPOLOGI

Deskripsi Singkat:
Dalam perkuliahan ini anda akan mempelajari sejarah antro-
pologi, pengertian antropologi dan metode dalam antropologi.

Tuiuan Instruksional Khusus:


Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1.. Menjelaskan sejarah perkembangan ilmu antropologi dari dulu
sampai sekarang
2. Menjelaskan definisi-definisi dalam antropologi
3. Menjelaskan metode ilmiah yang digunakan dalam antropologi

Sejarah
Secara kenyataannva antropologi menjadi sebuah ilmu meng-
alami proses logika yang sangat berbeda dengan ilrnu-ilmu lainnya.
Antropologi mengalami penyadaran sebagai sebuah ilmu ketika ilmu
domir-un lainnya, seperti sosiologi sudah sangat mapan dan diterima
ciikalangan ilmuan. Antropologi mengalami jeda yang cukup panjang
dari kemunculan awalnya sebagai embrio pengetahuan antropologi
rnenuju ke posisi keilmuan antropologi.
Kebiasaanva proses pembentukkan ilmu-ilmu lainnya dilaku-
kan secara runut dari awal pengetahuan sampai akhirnya menjadi

Anhopologi - 1,
ilmu. Antropologi disadari menjadi ilmu yang rnuncul belakangan
setelah sosiologi, sehingga untuk membentuk prosesnya antropologi
merekontruksi ulang proses-proses awalnya antropologi sebagai
sebuah pengetahuan.

Antropologi dari sudut pengetahuan sudah acia bersamaan


dengan ilmu-ilmu dominan lainnya, seperti sosiologi. Namun antro-
pologi sebagai sebuah ihnu pengetahuan baru terbentuk di perrnulaan
abad 20. Ada semacam jeda pembentukan antara pengetahuan
antropologi dan keilmuan antropologi.
Koentjaraningrat (2009), mengemukakan 4 (empat) rangka.ian
fase perkernbangan ilmu Antronologi, yaitu:

Pertama, sebelum abad - 18. Dimulai dari kedatangan bangsa


Eropa Barat ke Benua Afrika, Asia, dan Amerika. Keriatangan bangsa
Eropa Barat ini besertamerta dengan para musafir, pelaut, penerjemah
dan pegawai pemerintah jajahan yang melakukan penulisan kisah
perjalanan dan laporan temuan tentang adat-istiadat, susunan masya-
rakat dan ciri-ciri fisik suku bangsa yang ada di benua Afrika, Asia
dan Amerika. Pengetahuan adat-istiadat, susunan masyarakat dan ciri-
ciri fisik suku bangsa ini mendorong barryak kalangan untuk
mempelajarinya.
Kedua, pertengahan abad - 19. muncul pengintegrasian penge-
tahuan adar istiadat, susunan masyarakat dan ciri-ciri fisik suku
bangsa itu ke dalam cara berfikir evolusi masyarakat. Rumusan
evolusi masyarakat itu menyebutkan 'mas)ra1aft3t dan kebuclayszn
manusia telah berevolusi dengan sangat lambat yakni dalam jangka
waktu beribu-ribu tahun lamanya'. Berdasarkan cara berfikir evolusi
tersebut, maka muncullah kategorisasi kebudavaan bangsa-bangsa di
dunia ke dalam tingkatan-tingkatan evolusi. Pada fase ini terbentuk
lah ilmu antropologi, dimana proses pemhentukkannya semakin
lengkap dengan beberapa kegiatan hasil penelitian tentang sejarah
penyebaran kebudayaan bangsa-bangsa di dunia.
Ketiga, permulaan abad - 20. Pada fase ini ilmu aniropologi
berkembang ke arah praktis, sebagai dampak dari kernapanan

2 - euai Suryadi
kekuasaan negar:a penjajah di Eropa di daerah-daerah jajahannya di
luar Eropa. Iimu Antropologi digunakan untuk mempelajari bangsa-
bangsa di luar Eropa yang sangat beragam dan kon-rpleks kebudavaan
masyarakatnya. Coleman & Watson (2005) mengemukakan bahn a
praktek antropologi dimulai begitu manusia muiai berpikir tentang
masyarakat dan keyakinan-keyakinan mereka, dan secara sadar
memutuskan untuk membandingkan diri nlereka sendiri dengan
masyarakat-mas\rarakat lain yang melakukan kontak dengan mereka.
Sebagai contoh sifat ilmu antropologi ini berkembang di negara
Inggris, yang pada r.t aktu itu sebagai negara penjajah yang paling
dominan.
Kemudian salah satu tokoh antropologi yang terkenal giat saat
itu adalah Franz Boas. Franz Boas dan mahasiswanya berusaha
menegakkan paham bahwa perbedaan-perl:edaan bioiogis yang ada
antara berbagai populasi manusia dan menjadi dasar klasifikasi rasial
itu sebenarnya tidak akurat, tetapi perbedaan-perbedaan budaya lah
yang menjadi sumber perbedaan pokok antara manusia (Kuper &
Kuper, 2000).
Keempat, sesudah 1930-an. Di fase ini ilmu antropologi
mengalami perkembangan yang paling luas, baik dari segi bahan-
bahan kajian vang lebih detil maupun dari segi penggunaan metode
ilmiahnya. Perkembangar-r ini terutama terjadi di universitas-uni-
versitas di Amerika serikat sampai tahun 1951-an berkembang ke
negara-negara lainnya. Pokok dan sasaran dari penelitian para ahli
antropologi tidak lagi hanva suku-suku bangsa yang tinggal di benua
di luar Eropa, tetapi sudah beralih ke daerah-daerah pedesaan yang
dari segi keragaman fisiknya, masyarakatnya serta kebudayaarutya.
Di fase ke empat ini, antropologi mengalami pergeseran *ila-
yah kajian dengan menjauhi upava pendokumentasian pola historis ke
perhatian vang melnfokuskan pada hubungan antara proses kultural
dan ekonomi, politik dan sosiologi, dengan tetap menekankan pada
aspek kultural (Lukes, dalam Outhwaite, 2008).

4 (empat) rangkaian fase perkembangan ilmu antropologi ini


sampai sekarang dijadikan oleh banvak ahli-ahli budaya maupun

Antropotogi - 3
pengajar uni\rersitas-universitas di Indonesia sebagai kerangka acuan
mempelajari dan memahami proses pembentukan ilmu antropologi.

Definisi
Antropologi berasal dari bahasa Yunani, yakni anthropos vang
berarti manusia dan logos vang berarti ihnu. Secara keseluruhan
antropologi adalah ilmu tentang manusia. Lukes dalam Othwaite
(2008), mengemukakan walaupun antropologi umumnya didefinisikan
sebagai studi manusia secara ilmiah. Namun definisi lama ini
dianggap menganclung sejumlah problem, yang mengalami kritisi
karena adanya pelkembangan antlopologi lebih terhadap gagasai:r
evolusioner dan progresionis tentang perilaku dan masyarakat
manusia, serta adanya penolakan terhadap penggunaan istilah'man'
untuk menyebut spesies manusia secara keseluruhan (Lukes, dalam
Outhwaite, 2008).
Pendefinisian antropologi ini mengaiami fluktuasi ketidak-
koherensian dari waktu ke waktu, hal ini dikarenakan adarrya
fragmentasi ke cabang sosial dan biologi, serta perpecahan sub-cabang
lairurya. Kenyataan-kenyataan ini secara tanpa disadari seperti tidak
memberi ternpat yang jelas bagi pendefinisian karakter yang khas
antropologi.
Beberapa ahli antropologi yang dikutip Saebani (2012), yang
mengemukakan definisi antropologi, yakni Havilland yang menyebut
antropologi adalah studi mengenai umat manusia yang berusaha
menyusun generalisasi yang bermanfaat tentang manusia dan perila-
kunya serta keragamannya. Hunter menyebut ankopologi adalah iln'ru
yang muncul dari keingintahuan yang tidak terbatas mengenai umat
manusia.
Kemudian Tylor dalam Kuper (2006) mendefinisikan antropo-
logi adalah kajian mengenai masvarakat primitif atau rnasyarakat
manusia vang pada tahap perkembangan awal, dan kira-kira sepertiga
akirir abad kesembilan belas merupakan pengkajian kebudayaan.

4 - ruai Suryadi
Keterpecahan pendefinisian antropologi ini menurut Koentja-
raningrat (2009), dikarenakan ilmu antropologi masih tergolong muda
yakni baru berumur kira-kira satu abad, yang menyebabkan tujuan
dan ruang lingkupnya masih merupakan suatu kompleks masalah
yang sampai sekarang masih menjadi pokok perbedaan paham antara
berbagai aliran vang ada dalam kalangan sendiri. Penggolongan
antropologi berdasarkan kajian universitas dibeberapa tempat ilmu
antropologi berkembang, seperti Amerika Serikat, Inggris, Eropa
Tengah, Eropa Utara, Uni Soviet, dan negara-negara sedang berkem-
bang lainn1ra.
Seorang ahli airtropologi bangsa Amerika pernah mengatakan,
bahr,r,a pokok-pokok yang tercakup oleh antropologi 'dibatasi hanya
oleh manusia'. Dalam pernyataan yang sederhana itu Alfred Kroeber
memberi penghargaan kepada ruang lingkup yang sangat luas dari
pengetahuan yang dicakup oleh ilmu antropologi. Jenis mahluk yang
disebut Homo Sapiens memang merupakan satu pokok yang sangat
luas, karena meliputi manusia sebagai mahluk fisik, manusia daiam
masa prasejarahnya dan manusia dalam sistem kebudayaannya, yaitu
sebagai pewaris suatu sistem yang kompleks, yang terdiri dari adat-
adat, sikap-sikap dan pelaku (Ember & Ember dalam Ihromi, 2006).
Bagi Koentjaraningrat (2007), ilmu antropologi sebagai suatu
ilmu yang mempelajari mahluk anthropos atau manusia, merupakan
suatu integrasi dari beberapa ilmu vang masing-masing mempelajari
suatu komplek masalah-masalah khusus mengenai mahluk manusia.
Kemudran Koentjaraningrat (2009) secara canggih mengemu-
kakan pendefinisian antropologi yang berdasarkan temuan fase
perkembangan llmu Antropologi, ia memberikan 3 pendefinisian ilmu
antropologi, yaitu: 1) ilmu antropologi sebagai iimu yang akademikal,
yang mempeiajari masyarakat dan kebudayaan primitif dalam ting-
katan sejarah evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan manusia; 2)
Ilmu Antropologi sebagai ilmu praktis, yang mempelajari masyarakat
dan kebuda)raan suku-suku bangsa di luar Eropa dan masyarakat
masa kini vang l(empleks; 3) Ilmu Antropologi sebagai ilmu tentang

Antropologi - 5
makhluk manusia pada umumnya dan manusia dalam keberagaman
masyarakat suku bangsa.

Metode
Metode ilmial-r dari suatu ilmu pengetahuan adalah segala cara
Vang digunakan dalam ilmu tersebut, untuk mencapai suatu kesatuan
pengetalluan. Tanpa metode ilmiah, suatu ilmu pengetairuan bukan
lah suatu ilmu melainkan suatu himpunan pengetahuan saja, tentang
berbagai geiala alam atau masyarakat, tanpa ada kesadaran tentang
hubungan antara gejata-gejala yang terjadi. Kesatuan pengetahuan itu
dapat dicapai oleh para sarjana ib,ru yang bersangkutail melalui tiga
tingkatan, yaitu pengumpulan data, penentuan ciri-ciri umum dan
sistem, serta rrerifikasi (Koentj aran ingra t, 2009).
Antropologi sebagai suatu ilmu memiliki rnetode tersendiri,
seperti ilmu-ilmu lainnya. Metode ini menjadi salah satu svarat utama
keiimiahan sebuah ilmu pengetahuan. Tanpa adanya metode ilmiah,
kebenaran sebuah ilmu sangat diragukan. Ilmu antropologi memiliki
metode ilmiah yang melingkupi tahapan-tahapan sistematis dalam
menemukan pemaharnan terhadap peristiwa budaya.
Keesing (2008) mengemukakan para pakar atropologi sering
rnenghadapi kenyataan, di mana seringkaii metode iimiah klasik yang
tidak cocok. Upaya memahami simbolisme dan rnakna dari suatu
mitos atau ritual tidak lah sama seperti meramal siapa yang akan
memenangkan pernilihan umum atau menguji secara eksperimen
bagaimana tikus dapat belajar dan sebagainya.
OIeh karena itu Koentjaraningrat (2009), menvebutkan untuk
antropologi menggunakan pengumpulan fakta mengenai kejadian dan
gejala masyarakat dan kebudayaan untuk pengoiahan secala ilmiah.
Dalam kenyataan, aktivitas pengumpulan fakta di sini ferdiri dari
berbagai metode rnengobservasi, mencatat, mengolair dan mendes-
kripsikan fakta-fakta vang terjadi dalam masyarakat yang hidup.
Dalam pengumpulan data ini juga dilakukan metode wawan-
cara, menurut Koentjaraningrat (1986), metode \trawancara atau

6 - n.rai Suryadi
metode interuieu, mencakup cara yang dipergunakan kalau seseorang,
untuk tujuan suatu tugas tertentu, mencoba mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari seorang responden, dengan bercakap-
cakap'trerhadapan muka dengan orang lain.
Seorang ahli antropologi adalah seorang ilmuan sosial, artinya,
pekerjaan mengumpulkan data dan membuat kesimpulan dilakukan
di bararah kondisi-kondisi yang sangat berbeda. Periode pengumpuian
data berlangsung lama, kerapkali sangat sulit, dan biasanva meng-
haruskan si ilmuan terpisah jauh dari keluarga dan teman-temannya
di rumah (Coleman & Watson,2005).
Kemudian seiain itu menurut Koentjaraningrat (2C09), untuk
antropologi penelitian lapangan merupakan cara yang terpenting
untuk mengumpulkan fakta-faktanya, dan penelitian kepustakaan.
Daiam penelitian di lapangan, peneliti datang sendiri cian mence-
burkan diri dalam suatu masyarakat untuk mendapatkan keterangan
tentang gejala kehidupan manusia dalam masyarakat itu.
Proses kerja lapangan sebagai sebuah teknik riset rnerupakan
sesuatu yang tidak biasa, dalam arti bahwa hal itu benar-benar
mengendalikan kehidupan si ilmuan, kerap kali ur-rtuk jangka waktu
yang cukup lama setiap kalinya. Dalam upaya memahami cara hidup
dan cara pandang orang lain terhadap dunia, kita tidak dapat sekedar
rnelakukan perjalanan selintas melewati desa atau kota mereka,
rnenyewd seorang penerjemah dan memaksa brtata dengan pemimpin
mereka, sebelum kemudian bergegas menuju daerah penelitian
laiirnya. sebaiknya, pala pekerja lapangan harus mencoba berbaur
dalam kehidupan sehari-hari dari orang-orang yang diteiiti (Coleman
& \{atson,2005).
Kerja lapangan berarti memadukan dua kegiatan yang jelas
sangat berbeda. Partisipasi berarti ikut arnbil bagian dalam kehidupan
sehali-hari sebuah komunitas, mempelajari bahasa yang benar, dan
sejauh mungkin dianggap sebagai salah satu anggota komunitas biasa
cian bukan sekedar turis yang sedang singgah. Pengamatan jelas
terkait dengan keterlepasan dari berbagai kegiatan, sehingga si ahli

Antropologi -7
antropologi dapat berupaya n'reninjau berbagai hal dari sudut
pandang vang lebih luas (Coleman & Watson,2005).
Kemudian Saebarri (2012), mengemukakan beberapa fokus
penelitian dalam antropologi, yaitu sebagai berikut:
Pertama, penelitian terhadap peninggalan manusia pada masa
lalu, baik peninggalan unsur budaya maupun lahiriah. Penelitian jenis
ini seringkali disebut sebagai penelitian arkeologi;
Ked.ua, penelitian terhadap bahasa manusia sebagai alat berko-
munikasi dengan sesama manusia. Penelitian jenis ini seringkaii
disebut sebagai penelitian linguistik atau bahasa manusia;
Ketiga, penelitian terhadap pola pikir, pola hidup dan pola
tingkah laku manusia, berikut pertumbuhan dan perkembangannYa.
Penelitian jenis ini seringkali disebut sebagai penelitian budaya;
Keempat, penelitian terhadap peninggalan manusia pada masa
lalu dikaitkan dengan kel-ridupan bangsa-bangsa saat ini. prenelitian
jenis ini disebut sebagai penelitian etnologi;
Peneli.tian ketrudayaan manusia yang berkembang sejak rnasa
lalu hingga saat ini dengan mengkaitkannya pada kepribadian
manusia, strsosial , kelas sosial dan lainnya. penelitian antropologi ini
dibantu oleh berbagai pendekatan ilmu lainnya, seperti psikologi,
sosiologi, sejarah dan selagainya

RANGKUMAN
Secara historis, ada 4 (empat) rangkaian fase perkembangan
Ilmu Antropologi, yakni: 1) sebelum abad - 18; 2) pertengahan abad -
19; 3) permulaan abad - 20; 4) sesudair 1"930-an. Ke 4 (empat) rangkaian
fase perkembangan ilmu antropologi ini sampai sekarang dijadikan
oleh banyak atrli-ahii budaya maupun pengajar universitas-universitas
di Indonesia sebagai kerangka acuan mempelajari dan memahami
proses pembentukan iimu antropologi.

Definisi antropologi mengalami perkembangan sesuai dengan


fase perkembangannya, yakni: 1,) ilmu antropologi sebagai ilmu yang

8 - ruai Suryadi
akademikal, vang mempelajari masyarnkat dan kebuda-rraan primitif
dalam tingkatan sejarair evolusi dan sejarah penyebaran kebudayaan
rnanusia; 2) Ilmu Antropologi sebagai ilmu praktis, yang mempelajari
masyarakat dan kebudayaan suku-suku bangsa di luar Eropa dan
masyarakat masa kini yang kompleks; 3) Ilmu Antropologi sebagai
ilmu tentang rnakhluk manusia pada umumnya dan manusia dalam
keberagarnan masyarakat suku bangsa.
Beberapa metode vang digunakan dalam penelitian antropolo-
gi, seperti metode mengobservasi, mencatat, mengolah dan mendes-
kripsikan fakta-fakta r.ang terjadi dalam masyarakat )rang hidup,
metode -,^/.awancara atau metod e interaiezo, serta kerja lapangan dan
kepustakaan.

LATIHAN SOAL
Petunjuk I

Jawablah dengan singkat pertanyaan berikut di bawah ini, jika


anda dapat menjawab secara terperinci anda telah menguasai 90;"/o
bahan dari bab 1

PERTANYAAN:
1. Jelaskan pengertian antropologi?
2. Jelaskan sejak kapan antropologi sebagai pengetahuan?
3. Jelaskan sejak kapan airtropologi sebagai ilmu pengetahuan?
4. Jelaskan mengapa pendefinisian ilmu antropologi mengarami
ketidakkoherensian?
5. Jelaskan 4 fase perkembangan antropologi menurut Koentjara-
ningrat?
6. Jelaskan mengapa ilmu antropologi disebut sebagai ilmu yang
masih muda?
7. Jelaskan yang dimaksud dengan rnetode ilmiah?
B. ]elaskan metode yang seringkali digunakan daram penelitian
antropologi?

Anhopologi - 9
9. Jelaskan proses kerja lapangan dalam penelitian antropologi?
10. Jelaskan beberapa fokus penelitian dalarn antropologi?

TES FORMATIF
Petunf uk II
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tauda silang
(x) pada salah satu pilihan jar,t aban (a,b,c) yang saudara anggap benar.

1.. Sejak abad ke berapa antropologi sebagai pengetahuan?


a. Abad 18
b. Abad 19
c. Abad 20

2. Sejak abad ke berapa antropologi sebagai ilmu pengetahuan?


a. Abad 18
b. Abad L9
c. Abad 20

3. Antropologi berasal dari bahasa?


a. Yunani
b. Latin
c. Sansekerta

4. Siapa tokoh antropologi Amerika pada permulaan abad ke 20?


a. Franz Boas
b. Tylor
c. Frazer

5. Siapa tokoh yang mengemukakan definisi antropologi sebagai


ilmu yang mengkaji masyarakat primitif?
a. Tylor
b. Havilland
c. Hunter
6. Siapa tokol-r yang mengemukakan definisi antropologi sebagai
studi umat manusia?
a. Havilland
b. Hunter
10 - uuai Suryadi
c. Tylor
7. Sebutkan metode-metode yang digunakan dalam penelitian
antropologi?
a. . Observasi
b. Wawancara
c. Semuanya benar
a Apa Istilah lain dari metode '*,awancara?
a. Interview
b. Tatap muka
c. Percakapan

9. Sebutkan fokus penelitian dalam antropologi?


a. Arkeologi
b. Linguistik
c. Semuanya benar

10. Apo jenis penelitian yang memfokuskan pada peninggalan


manusia di masa lalu yang dikaitkan dengan kehidupan bangsa-
bangsa?
a. Arkeologi
b. Linguistik
c. Etnologi

Antropotogi:- L1
DAFTAR PUSTAKA

Coleman, Simon dan Watson, Helen. 2005. Pengantar Antropologi,


Penerjemah Lala Herawati, Bandung: Nuansa

Koentjaraningrat, 1986. Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta:


Gramedia.
Koentjaraningrat, 2007. Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta:
Universitas indonesia Press.
Koentjaraningrat, 2009. Pengantar Ilrr-.u Antropologi, jakarta: Rineka
Cipta
Kuper, Adam. 1996. Pokok dan Tokoh Antropologi, Penerjemah
Ahmad Fedyani S, Jakarta: Bhratara
Kuper, Adam Jessica K, 2000. Ensiklopedi ilmu-Ilmu Sosial,
&
Diterjemahkan Haris M et.al, Jakarta: RajaGrafindo Persada
Outhwaite, William. 2008. Pemikiran Sosial Modern, Alih bahas Tri
Wibowo, Jakarta: Kencana Prenada Media Gror-rp
Saebani, Beni A, Z}lZ.Pengantar Antropologi, Bandung: Pustaka Setia

12 - nuai Suryadi
2
ANTROPOLO Gr &
ILMU LAIN NYA

Deskripsi Singkat:
Dalam perkuliahan ini anda akan mernpelajari hubungan ilmu
antropologi dengan ilmu lainnya, seperti sosiologi, kesehatan masya-
rakat, linguistik, arkeologi, sejarah, ekonomi, hukum, administrasi,
politik, pemerintahan dan kebijakan publik.

Tujuan Instruksional Khusus:


Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan rnampu:
1. Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu sosiologi
2. N{enjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu kesehatan
masyarakat
Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu linguistik
lv{enjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan iimu arkeologi
Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu sejarah
Menlelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu ekonomi
Menjelaskan I-rubungan ilmu antropologi dengan ilmu hukum
Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu administrasi
Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu politik
Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilmu pemerin.
tahan

Antropologi & Ilmu Lainnya - 13


11. Menjelaskan hubungan ilmu antropologi dengan ilrnu kebijakan
publik

Kemapanan sebuah ilmu seringkali dilihat dad hubungan ihnu


tersebut dengan ilmu lainnya. hubungan antar ilmu ini semacam
penanda penerimaan ilmu iainnya dengan ilmu tersebut. Koentja-
raningrat (2009), menyebut hubungan antropologi dengan ilmu
lainnya bersifat timbal balik, vaitu hubungan saling membantu dan
saling melengkapi.
Hubungan ini menjadi semacam hubungan simbiosis-rnutua-
lisme, yakni hubungarl yang saling ketergantungan cian saling
rnenguntungkan dalam eksistensi keilmuan. Ilmu antropologi menjadr
lerrgkap cara pandangnya terhadap peristiwa tertentu karena adanya
ilmu lainnya, sebaliknya ilmu lainnva menjadi lebih kornprehensif cara
pandangnva terhaciap peristiwa tertentu karena adanya ilmu
antropologi.
Saat ini keterkaitan antar iirnu antropologi dengan ilmu lainnva
itu sangat lal-r penting, apalagi kecenderungan banyak peristiwa-
peristiwa sosial maupun budaya yang terjadi bersifat ganda, yang
membutuhkan analisis lintas disipiin ilmu antropologi dengan ilmu
lainnya.

Hubungan Ilmu
Peltama, antropologi dan ilmu sosiologi. Menurut Carna (1996),
kaitan antropologi dan sosiologi sangat iah erat, tidak hanira berlaku
saling pinjam metociologi tetapi juga konsep-konsep dan teori$ra,
walaupun masing-masing sub-disiplin ilmu-ilmu iersebut mengem-
bangkan lebih jauh menurut filsafat dan perhatian khususnya.
Pernahaman tentang masyarakat dan kebudaYaan, seperti yang
dilakukan oleh sosiologi adalah tentang masyarakat dan antropologi
tentang kebuclayaan manusia akan tak terhindarkan dari keadaan
tumpang tindil-r, karena kehidupan manusia itu suatu keseluruhan
yartg tak terpisahkan dari keberadaan masyarakat dan tingkah
lakunya atau kebudavaan.

14 - euai Suryadi
Antropologi dan sosiologi, pada dasarnya mempunyai sasaran
studi yang sama, yaitu masyarakat manusia dan kebudayaannya. Yang
membedakan antropologi dari sosiologi adalah penekanan aspek-
aspek perhatian studinya dan pada pendekatan-pendekatan yang
digunakan oleh para ahli dari masing-masing bidang ilmu penge-
tahuan tersebut (Suparlan, 1,986).
Berdasarkan keilmuan, sosiologi lebih dulu dan lebih tua dari
antropologi. Sosiologi mengalami kemapanan dari cukup banyaknya
teoritisi yang dimilikinya, sehingga hai ini secara otomatis menjadikan
sosiologi sebagai pijakan bagi antropologi. Beberapa konsep sosiologi
digunakan oleh antropologi dalam pengembangan keilmuan dan
penelitiannya. Namun sebaliknya pada saat sekarang ilmu antropologi
sudah mengalami kemapanan secara keilmuan, sehingga sosiologi
memerlukan beberapa konsep antropologi untuk memahami perkem-
bangan budaya terkini di masyarakat.
Kedua, antropologi dan ilmu kesehatan masyarakat. Menurut
Koentjaraningrat (2009) hubungan antropologi dengan ilmu kesehatan
masyarakat berkaitan dengan data konsepsi dan sikap penduduk'desa
tentang kesehatan, sakit, dukun, obat-obatan tradisional, kebiasaan
pangan dan sebagainya. ilmu antropologi mernberikan kepada para
dokter kesehatan masyarakat yang akan bekerja dan hidup di berbagai
daerah dengan keragaman budaya, metode-metode dan cara-cara
untuk segera mengerti dan menyesuaikan diri dengan kebudayaan
dan adat-istiadat lainnya.
IImu antropologi mernberikan deskripsi sekaligus pemahaman
mengenai kebudayaan masyarakat setempat dalam mengatasi perma-
salahan-permasalahan hidupnya dari dulu sampai sekarang. Misalnya
budaya masyarakat yang masih menggunakan profesi dukun dalam
menyelesaikan masalah-masalah pen1zafti1 yang diderita mereka dan
kelahiran anak. Sebaliknya ilmu kesehatan masyarakat memberikan
inforn-rasi kesehatan masyarakat yang berguna untuk komparasi
perkembangan kesehatan masyarakat dari waktu ke waktu.
Ketiga, antropologi dan ilmu linguistik. Menurut Koentjarang-
ningrat (2009), hubungan antropologi dengan ilmu linguistik berkaitan
Antropologi & Ilmu Lainnya - 1-5
konsep-konsep dan metode-metode untuk mengupas segala macam
bentuk bahasa yang ada di daerah dan di dunia. Ilmu antropologi
sejak awal fase perkembangannya mengumpulkan bahan etnografi
tentang bahasa pribumi dari beratus-ratus suku bangsa )iang tersebar
di muka bunai ini. Bahan itu berupa daftar kata-kata, catata;r taia
bahasa bahkan peiukisan lengkap bahasa-bahasa.
Kemudian ilmu liguistik memberikan penjelasan bunvi dan
tanda-tanda Calam bahasa, yang memfasilitasi penelitian etnografi dan
perkembangan keilmuan antropologi. Misalnva teoritisi linguistik cie
Saussure yang menjadi salah satu penyumbang berkembangnya aliran
pernikiran antropologi struktural.
Ember & Ember dalam lhromi (2006), menyebutkan bahr't'a
sebagai suatu ilmu pengetahuan, ilmu bahasa agak lebil-r tua dari
antropclogi. Dua d.isiplin ini meniadi sangat erat hubungamrya psin
waktu para ahli ar-rtropologi mulai melakukan penelitian lapangan
karena mereka meminta bantuan tenaga-tenaga ahli bahasa untuk
mempelajari bahasa-bahasa masyarakat sederhana (primitif). Perkem-
bangan selanjutn-,ra, bahasa memegang peranan utama dalam perkem-
bangan kebudayaan manusia, bahasa pada hakekatnya merupakan
wahana utama untuk meneruskan adat-istiadai dari generasi vang
satu ke generasi belikutnya.
Keempat, antropologi dan ilmu arkeologi. Menurut Koentjara-
ningrat (2A06), hubungan antara antropologi dengan ihnu arkeologi
berkenaan dengan bahan-bairan penelitian kebudeiraan i<uno. Ilmtt
arkeolcgi memberikan keterangan mengenai seiarah clar:i keburi?)'aan-
kebudayaan kuno dalam zarnart purba, seperti kebudayaan Yunani
dan Rum Klasik, kebudayaan Mesir kuno dari zaman para pharao,
kebudayaan kuno di daeral-r mesopotamis, kebudayaan kunb di
Palestina dan sebagainya. Sebaliknya antropologi dapat memberikan
keterangan tentang bagian kebudayaan suatu bangsa yang tidak dapat
diberikan oleh ilmu-ilmu lainnya yang meneliti kebudayaan, seperti
ilmu arkeologi.
Para ahli arkeologi atau prasejarah berusaha tidak hanya untuk
merekonstruksi atau menyusun kembali cara hidup sehar:i-hari dan
16 - nuai suryadi
adat-istiadar dari bangsa-bangsa masa prasejarah, tetapi juga mene-
lusuri perubahan kebudayaan dan mengajukan keterangan tentang
kemungkinan sebab dari perubahan-perubahan kebudavaan itu.
pokok perhatiannya sama dengan perhatian seorang ahli sejarah,
tetapi ia menelusuri masa lalu yang lebih jauh. Seorang airli sejarah
hanya rnempelajari kebudayaan yang mempunyai catatan-catatan
tertulis, dan dengan dernikian membatasi diri pada 5.000 tahun
terakhir dari sejarah rnanusia. Unfuk semua kebudayaan yang telah
berlalu dan yang tidak pernah memiliki tulisan, dan dalamnya
termasuk banvak kebudayaan yang hidup dalam 5.000 tahun terakhir
ini, seorang airii arkeoiogi bertindak sebagai seorang ahli sejarah.
Karena catatan-catatan tertulis untuk penelitian tidak ada, maka ia
terpaksa menyusun kembali sejarah berdasarkan sisa-sisa kebudayaan
manusia yang didapatinya (Ember & Ember dalarn Irhomi,2006).
Kelima, antropologi dan ilmu sejarah. Menurut Koentjaraning-
rat (2009), hubungan antara antropologi dengan ilmu sejarah
berkenaan antropologi memberikan prehistori sebagai pangkal bagi
tiap penulis sejarall dari tiap bangsa di dunia. selain itu banyak
masalah tentang historigrafi sejarah suatu bangsa dapat dipecahkan
dengan mctode-metode antropologi. Sebaliknya para ahli antropologi
memerlukan sejarah terutama sejarah suku bangsa daerah yang
didatanginya. Sejarah ini diperlukan untuk memecahkan masalair-
masalah yang terjadi karena masyarakat yang diteliti mengalami
pengaruh dari suatu kebddayaan dari luar.
Misalnl.a sejarah memberikan keterangan mengenai peradaban
suku bangsa tertentu, yang inJormasi ini sangat berguna bagi
antropologi dalam memp-rel3j31i budaya suku bangsa tersebut.
sebaliknya antropologi memberikan pemahanan cara kerja analisis
artefak budaya, yang hal ini sangat berguna bagi penelusuran dan
perkiraan benda-benda historis bagi para ahli sejarah.
Keenam, antropologi dan ilmu ekonomi. Menurut Koentjara-
ningrat (2009), hubungan antara antropologi dengan ilmu ekonomi
berkaitan dengan kekuatan, proses dan hukum-hukum ekonomi yang
berlaku daiam aktivitas kehidupan ekonomi masyarakat yang sangat

Antropologi & Ilmu Lainnya - 17


dipengaruhi sistem kernasyarakatan, cara berpikir, pandangan dan
sikap hidup dari masyarakat. Ahli ekonomi tidak dapat memper-
gunakan dengan sempurna konsep-konsep dan teori-teori tentang
kekuatan, proses dan hukum-hukum ekonomi tanpa suatu
pengetahuan tentang sisterr. kemasyarakatan, cara berpikir, pan-
dangan dan sikap hidup dari r,r,arga masyarakat tersebut. seorang ahli
ekonomi yang hendak membangun ekonomi suatu negara
memerlukan bahan komparatif tentang sikap terhadap kerja dan sikap
terhadap kekayaan masyarakat negara tersebut.
Sebaliknya para ahli antropologi memerlukan deskripsi proses-
proses ekonomi dalam masyarakat unfuk mernahami pertukaran
barang dan dinamika masyarakat tersebut secara internal maupul-r
eksternal. Para ahli antropologi menjadi memahmi sistem barter antar
kelompok amupull suku dalam masyarakat.
Ketujuh, antropologi dan iimu hukum. Koentjaraningrat (2009)
clalam penjelasannya tentang hubungan antropologi dengan ilmu
hukum ini lebih dikaitkan dengan hukum adat. Menurutnya metode-
metode antropologi sangat membantu dalam aktivitas per-relitian
hukum adat terutama dalam pengembangan ketentuan-ketentuan
aturan adat dalam masyarakat. Sebaliknya antropologi rnemerlukan
ilmu hukum adat dalam pengembangan pemahaman keberadaan
struktur budaya dalam pengendaiian masyarakat.
Saat ini tautan antropologi dengan ilmu hukum semakin luas
tidak saja hanya pada aturan adat tetapi juga fokus pada krimini-
nalitas. Perkembangan iimu hukum ke arah kriminologi sen1akin
memperkuat tautan antlopologi dengan ilmu hukum. Antropologi
fisik memberikan ciri-ciri fisik tentang manusia t yartg hal ini sangat
berguna bagi hukum dalam memahami perilaku kejahatan seorang
manusia.
Kedelapan, antropologi dan ilmu administrasi. Koentjaraningrat
(2009) menjelaskan hubungan antara antropologi dengan ilmu
administrasi berkaitan tentang adanya deskripsi permasalah&fl:perllra-
salahan agraria yang diperoleh dari penelitian antropologi sangat
berguna bagi pengembangan pemahaman administrasi.
18 - ruai Suryadi
Sebaliknya konsep-konsep administrasi mengenai keorgani-
sasian dan manajemen memberikan penjelasan bagi antropologi dalam
rnemahami jaringan kelernbagaan dan pranata budaya. Misalnya
pengertian tentang organisasi dalam pencapaian tujuannya memberi-
kan pemahaman ahli antropologi dalam memandang kelompok-
kelompok suku dan kelembagaan aciatnva.
Kesembilan, antropologi dan ilmu politik. Koentjaraningrat
(2009) menjelaskan hubungan antara antropologi dengan ilmu poiitik
berkaitan meluasnya perhatian ilmu politik pada kekuatan-kekuatan
dan proses-proses politik di berbagai negara ke masalah-masalah yang
menyangkut latar belakang sosial budaya dari kekuatan-kekuatan
politik tersebut. sebaliknya ahli antropologi dalam mempelajari suatu
masyarakat dengan menulis sebuah deskripsi etnografi tentang
rnasvarakat tersebut, mernerlukan pemah.aman mengenai kekuatan
dan proses politik dalam masyarakat tersebut.
Kesepuluh, antropologi dan ilmu pemerintahan. Hubungan
antropologi dengan ilmu pemerintahan berkaitan dengan konsep-
konsep yang terdapat dalarn pemerintahan, seperti sistern pemerin-
tahan suku memberikan pemahaman bagi antropologi dalam
memandang susunan dan hirarkhi struktur kelembagaan suku bangsa
yang ada pada masa lalu.
Sebaliknlra hasil-hasil penelitian antropologi mengenai sistem
hubungan kekerabatan dalam suku bangsa memberikan pemahaman
mendasar bagi ahli pernerintahan dalam melihat dinamika tindakan
kelompok dalam struktur pemerintahan yang ada dalam suku bangsa
di masa lalu.
Kesebelas, antropoiogi dan kebijakan publik. Marzali (2012),
mengemukakan hubungan antara antropologi dengan ilmu kebijakan
publik berkaitan dengan dampak kebijakan terhadap budaya (cutture).
Penyusunan kebijakan baru atau perubahan kebijakan yang dibuat
oleh pemerintah dalam suatu bidang kegiatan tertentu dapat
nrendorong bagi perubahan kebudayaan (a,tlturnl change). perubahan
kebijakan mendorong orang untuk mengubah perilaku sesuai dengan
kebijakan yang baru. Apabila perubahan ini melibatkan seluruh
Antropologi & IImu Lainnya - L9
masvarakat, maka terjadilah perubahan uiltural behaaior. Seterusnya,
cultural belmoior dalam jangka waktu yang panjang akan terus
membar.va pengaruh pada perubahan mentalitas, pikiran, nilai dan
kepercayaan.

RANGKUMAN
Hubungan antropologi dengan ilmu lairurva, yakni hubungan
simbiosis-rnutualisme, yakni hubungan vang saling ketergantungan
dan saling menguntungkan dalam eksistensi keilmuarr. Ilmu
antr:opologi menjadi lengkap cara pandangnya terhadap peristira,'a
tertentn karena adanya ilmu lainnya, sebaliknya ilmu lainnya inenjadi
lebih komprehensif cara pandangnya terhadap peristiwa tertentu
karena adanya ilmu antropologi.
Hubungan antropologi dengan ilmu lainrrya meliputi sosiologi
yang n'remiliki hubungan sangat erat pada konsep-konsep dan
metodologi; kesehatan masyarakat yang fokus hubungan pada terapan
ilmunya, linguistik fokus hubungan pada konsep-konsep, arkeologi
fokus hubungan pada bahan-bahan masa lampau, sejarah fokus
hubungan pada peristiwa sejarah, hukum fokus pada perkembangan
kriminalitas, ekonomi fokus hubungan pada proses produksi, politik
fokus hubungan pada proses politik, administrasi fokus hubungan
pada proses admir-ristrasi, pemerintahan fokus hubungan pada proses
pemerintahan dan kebijakan publik fokus hubungan pada dampak-
nya.

LATIHAN SOAL
Petunjuk

Jawablah dengan singkat pertanyaan berikut di bawah ini, jika


anda dapat menjawab secara terperinci ancla telah menguasai 90%
bahan dari bab 2.

20 - euai Suryadi
PERTANYAAN:
1. Jelaskan mutualisme simbiosis antropologi dengan ilmu lainnya?
2. Jelaskan hubungan antropologi dengan ilmu sosiologi?
3. ]elaskan hubungan antropologi dengan ilmu kesehatan masya-
rakat?
4. Jelaskan hubungan antropologi dengan ilmu arkeologi?
5. Jelaskan }-rubungan antropologi dengan ilmu linguistik?
6. Jelaskan irubungan antropologi dengan ilmu sejarah?
7. Jelaskan irubungan antropologi dengan ilmu hukum?
8. Jelaskan l-iubungan antropologi dengan ilmu ekonomi?
9. Jelaskan hubungan antropologi dengan ilmu pemerintahan?
10. ]elaskan hubungan antropologi dengan ilmu kebijakan publik?

TES FORMATIF
Petunjuk II
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang
(x) pada salah satu pilihan jawaban (a,b,c) yang saudara anggap benar.

1. Apa hubungan antropologi dengan ilmu lainnya?


a. Simbiosis mutualisme
b. Timbal balik
c. Semua benar
2. Scbuikan irubungan antropologi cier.gan sosiologi?
a. Erat
b. Sangat erat
c. Biasa

3. Sebutkan hubungan antropologi dengan kesehatan masyarakat?


a. Erat
b. Sangat erat
c. Biasa

4. Apa fokus hubungan antropologi dengan linguistik?


a. Bentuk bahasa

Antropologi & Ilmu Lainnya - 21


b. Suku bangsa
c. Budaya

5. Apa fokus hubungan antropologi dengan arkeologi?


a., Kebudayaankuno
b. Kebudayaan
c. Sastra

6. Apa fokus hubungan antropologi dengan sejarah?


a. Bahankuno
b. Bahan pre-histori
c. Adat-istiadat
7. Apa fokus hubungan antropologi dengan ekonomi?
a. Kekuatan ekonomi
b. Proses ekonomi
c. Semuanya benar
8. Apa fokus hubungan antropologi dengan hukum?
a. Krirninalitas
b. Jual beli
c. Kekavaan
9. Apa fokus hubungan antropologi dengan politik?
a. Kekuatan politik
b. Proses politik
c. Semuanya benar.

10: Apa fokus hubungan antropologi dengan pemerintahan?


a. Sistem pemerintahan suku
b. Sistem kelembagaan suku
c. Semuanya benar

22 - saaiSuryadi
DAFTAR PUST,&KA

Ernber, CR & Ember, M. 2005. Cultural Antropologi dalam Ihromi, TO


(ed), Pokok-Pokok Antropologi Budalra, Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Carna, .fudistira K, 1996. ilmu-Ilmu Sosial Dasar-Konsep-Posisi,
Bandung: Program Pascasarjana {.Jniversitas Padjadjararr.
Koentjaraninerat, 20A7. Sejarah Teori Antropologi I, ]akarta:
Universitas Indonesia Press "

Koentjaraningrat, 2009. Pengantar llmu Antropologi, Jakarta: Rineka


Cipta
Marzali, Amli, 2A12. Antropologi & Kebijakan Publik, Jakarta: Kencana
Prenada Media Group"
Suparlan, P,1986. Perrdekatan Antropologi dan Sosiologi, dalam A.W
Widjaja ("d), fulanusia Indonesia; Indirridu, Keluarga dan
Masyarakat, Jakarta: Akademika Pressindo.

Antropologi & Ilmu Lainnya - 23


s
PARASIGMA
AzuTROPOLOGI

Deskripsi Singkat:
Dalam perkuliahan ini anda akan mempelajari pengertian para-
digma dan sikiusnya perubahan, serta kategorisasi paradigma dalarn
antropologi.

Tuiuan Instruksional Khusus:


Pada akhir pertemuan ini mahasiswa diharapkan mampu:
L. Menjelaskan pengertian paradigma
2. Menjelaskan siklus perubahan paradigma
3. Menyebutkan aliran pemikiran dalam paradigma antropologi

Faradigma
Kuhn mengemukakan paradigma sebagai sesuatu yang saflgat
esensial bagi sains, dibandingkan standar-standar dan nilai-nilai
tertentu. sejak itu istilah paradigma menjadi semakin populer ketika
Khun dalam karyanya The Structure af Scientific Reuolution (1962),
menjelaskan istilah paradigma ke dalam 21 pengertian yang berbeda-
beda.

Paradigma Antropologi - 25
Tujuan utama Kuhn adalah untuk menentang asumsi yang
berlaku umum dikalangan ilmuan yang berpendirian bahwa perkem-
bangan atau kemajuan ilmu pengetahuan itu terjadi secala kumulatif.
Kuhn menilai pandangan demikian sebagai suatu mitos yang harus
dihilangkan. Inti tesis Kuhn adalah bahwa perkembangan ilmu Penge-
tahuan bukan terjadi secala kumulatif tetapi secara revolusi (Zamroni,
1ee2).

itu ide paradigma kuhn mendapat respon positif dari


Pada saat
kalangan intelektual, di rLana ide paradigrna ini dianggap dapat
memudahkan dan membantu dalam pengklasifikasianlpengkatego-
rian ilmu-ilmu eksak dengan ilmu-ilmu non eksak atau antar teori-
teori tertentu. Yang kecenderungan saat itu tidak ada pembedaan jelas
antara ilmu dan kenyataannya beberapa teori-teori tidak terlalu
berbeda secara substansinya.
Kemudian Masterman (197q, mengklasifikasi penggunaan 21
pengertian itu ke dalam 3 (tiga) bagian, sebagai berikut: Pertama,
metaphysical paradignt Paradigma memiliki fungsi-fungsi, yaitu: (1)
sebagai ketentuan yang harus dipelajari oleh suatu komunitas keil-
muan tertentu; (2) sebagai pengarah para ilmuan dalam menyelidiki
hal yang diminati; (3) sebagai pengharapan dalam kegiatan keilmuan.
Kedua, sociological pnradigm. Paradigma ini merupakan model
atau aturan-aturan yang digunakan sebagai landasan pemecahan
suatu masalah dalam kqilmuan. Ketiga, constntct pararligm. Paradigma
ini merupakan instrumen tertentu yang digunakan dalam cabang
keilmuan.
Friedrichs (1970), mendefinisikan paradigma sebagai suatu
pandangan yang n'rendasar dari suatu disiplin ilmu tentang apa yang
menjadi pokok persoalan yang semestinya dipelajari. Ritzer (1996),
mengemukakan penjelasan paradigma yang dianggapnya sesuai
definisi Khun. Bahr.t'a paradigma adalah garnbaran fundamental
tentang masalah pokok dalam ilmu tertentu. Paradigma memlrantu
dalam menentukan apa yang perlu dikaji, pertanyaan apa vang
mestinya diajukan, bagaimana cara mengajukannva, dan apa aturan
yl1g harus diikuti dalam menafsir jawaban yang diperolehnya'
25 - nuai Suryadi
Paradigma adalah unit konsensus terluas dalam bidang ilmu tertentu
dan membantu membedakan antara satu komunitas ilmiair dengan
komunitas ilmiah lainn-va. Paradigma menggolongkaru menentukan
dan menghubungkan eksamplar, teori, metode dan instrumen.
Apabila clisimpulkan, paradigma adalah suatu jendela di mana
peneliti akan menyaksikan dunia. Dengan jendela itu para peneliti
akan memahami dan menafsirkan secara objektif berdasarkan
kerangka acuan yang terkandung dalam paradigma tersebut, baik itu
konsep-konsep, asumsi-asumsi dan kategori-kategori tertentu. Oleh
karenanva peneliti yang berbeda yang masing-masing menggunakan
paradigma vang berbeCa pula, meski mengkaji fenomena yang sama,
mereka akan keluar dengan kesimpulan yang berbeda. Contoh
konkritnva adalah teori Malthus dan Teori Marx di dalam mengkaji
masalah penduduk. Malthus melihat permasalahan yang penting
adalah ledakan penduduk, yang disebabkan adanva proses alamiah,
sedangkan Marx melihat ledakan penduduk bukan lah masalah yang
penting dan yar-rg lebih penting yakni adanya struktur masyarakat
yang timpang/ yang disebabkan adanya eksploitasi kaum kapitalis
(Zamroni,1992).
Kuhn mendeskripsikan siklus paradigmanya ke dalam tal-rapan-
tahapan, berikut ini:

Secara sederhana penjelasan deskripsi siklus paradigma di atas,


bahwa awal mulanya paradigma I merupakan paradigma yang sedang
diakui pada saat itu (kondisi masih dalam keadaan normal), yang
kemudian terjadi peristir.va anomali dikarenakan paradigma I tidak
lnampu menjelaskan peristiwa )iang terjadi. Dengan kata lain paradig-
ma I mengalami krisis legitimasi/pengakuan dari kalangan ilmuan,
yang akhirnya menyebabkan terjadinya revolusi atau penggantian
dasar-dasar pemahaman baru, sehingga muncul paradigma II.

Paradigma Anhopologi - 27
Paradigma II menjadi acuan baru dalam kondisi normal berikutnya,
dan begitu seterusnya siklus perubahan paradigma.
Siklus perubahan paradigma di atas, mendapat kritikan dari
beberapa ahli sosial, yang mengemukakan siklus perubahan para-
digma itu hanya dapat diterapkan pada keilmuan eksakta diban-
dingkan keilmuan sosial. Dalam keilmuan eksakta sangat jelas
menunjukkan adanya proses falsifikasi sebuah teori, apabila sebuah
teori ditolak karena ditemukannya pembuktian baru maka teori itu
akan ditinggalkan dengan menggunakan teori yang baru tersebut.
Sebagai contoh teori tentang bumi berbentuk datar menjadi ditolak
ketika ditemukan pembuktian baru bahwa bumi berbentuk bulat.
Sementara dalam keilmuan sosial, sangat jarang ada teori yang
ditolak karena ditemukan fakta-fakta sosial baru. Kecenderungannya
dalam ilmu sosial antara satu teori dengan teori lainnya saling mengisi
dan saling menyempurnakan" Selain itu teori-teori masih dapat
diterapkan pada kondisi-kondisi tertentu. Sebagai contoh teori Marx
mengenai pembagian kelas di masyarakat, sampai saat ini masih
digunakan dikarenakan dalam fakta sosialnya masih ada terjadinya
pembagian kelas tersebut.
Bahwa dalam satu cabang iln'ru pengetahuan tertentu nampak-
nya dimungkinkan terdapatnva beberapa paradigma. Artinya
dimungkinkan terdapatnya beberapa komunitas iimuan yang masing-
masing berbeda titik. tolak pandangannya tentang apa yang
(menurutnya) menjadi pokok persoalan yang semestirwa dipelajari
dan diselidiki oleh cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan.
Bahkan di dalam satu komunitas ilmuan tertentu dimungkinkan pula
terdapatnya beberapa sub-komunitas yang bebeda sudut pandar-rgnya
tentang apa yang menjadi subject nmtter, teori-teori, metode-metode
serta perangkat yang dipergunakan daiam mempelajari objek
studirrya, tanpa perlu cabang ilmu pengetahuan yang bersangkutan
kehilangan karakteristik dan identitas ilmiahnya (Ritzer, 1975).

28 - nuai Suryadi
Klasifikasi
Kemudian berdasarkan prinsip-prinsip perbandingan dan
evaluasi paradigma, saifuddin Q0a6), mengemukakan kategorisasi
paradigma dalam antropologi, yaitu sebagai berikut:
Pertama, evolusionisme klasik. paradigma ini berkernbang pada
akhil abad ke-19 tatkala disiplin ini untuk pertama kalinya
menemukan identitasnya yang jelas. Evolusionisme klasik khususnya
Lewis He,*y Morgan (1977) dan Edward B Tylor (1B71), berupaya
menelusuri perkembangan kebudayasn manusia sejak paling awal,
asal usul primitif, hingga yang paling mutakhir, bentuk yang paling
kompleks (yakni pada masa peradaban Barat abad ke-19). paracligma
ini mengalami kendala karena rnengandalkan data tangan kedua,
suatu etnosentrisme implisit, dan kecenderungan menghasilkan teori-
teori spekulatif dan tidak bisa diuji. Namun evolusionisme klasik
memiliki andil besar bagi pengembangan metode komparatif, yang
terbukti merupakan kontribusi amat penting bagi antropologi;
Kedua, difusionisme. Populer khususnya di Inggris dan Jerman
pada awal abad kedua puluh. Paradigma ini terutama berupaya
rnenjelaskan kesarnaan-kesamaan di antara berbagai kebudayaan.
Difusi adalah proses historis dari perubahan kebudavaan melalui
transmisi lintas budava dari otrjek_objek materi dan perilaku dan
kevakinan vang dipelajari. Difusionis Eropa yang terkemuka adalah
Fritz Graebner (1911) dan wilhelm schmidt (1929). Di Amerika serikat,
paradigma ini rnengekpresikan dirinya melalui konsep ,daerah
kebudayaan' dan tampak secara mencolok daiam karya Clark wissler
{1917) clan Alfred Kroeber (1939). Namun, semenjak pertengahan abad
ke-20 difusionisme tak lagi rnemiliki penclukung vang signifikan;

Ketiga, partikularisme historis. paradigma yang dibangun oleh


bapak antropologi Amerika, Franz Boas (1963) terutama memusatkan
perhatian pada pengumpulan data etnografi dan cleskripsi menge,ai
kebudayaan tertentu. Partikularis historis menolak teori-teori evolu_
sionis klasik yang terkadang spekulatif, akan tetapi sebaliknya
mempe{uangkan upaya mengidentifikasi proses-proses l-ristor-is yang

ParadiS;ma Antropologi - 29
bertanggung jawab bagi perkembangan kebudayaan-kebudayaan
tertentu. Partikularis sejarah menekankan pentingnya penelitian
lapangan tangan pertama yang lengkap dan ekstensif yang bertujuan
membangun catatan yang selengkap dan seakurat mungkin mengenai
kehidirpan suatu masyarakat asli {natit:e peoples). Partikularisme
sejarah meninggalkan jejak yang mendalam dalam antropologi
Amerika Serikat. Namun, tidak ada penelitian antropologi masa kini
yang mengikuti saran-saran paradigma tersebut, arti penting para-
digma ini secara ekslusif adalah historis;
Keempat, struktural-fungsionalisme' Paradigrna ini dikemtrang-
karr terutama di Inggris, khususnya oleh A.R. Radcliffe-Brown (1952)
dan B. Malinowski (1922). Prinsip yang melandasi paradigma ini
adalah analogi biologi: struktural-fungsionalisme berasumsi bahwa
komponen-komponen sistem sosial, seperti halnya bagian-bagian
tubuh suatu organisme , berfungsi memelihara integritas dan stabiiitas
keseluruhan sistem. Di An-rerika Serikat, paradigrna ini menirnbuikan
dampak terbesar terhadap kalangan sosiologi, di mana Talcor Parson
(1937) adalah salah satu tokoh terpenting. Paradigma struktural-
fungsionalisme secara utuh hanya mengilhami sedikit, itu pun kalau
masih ada, penelitian antropologi masa kini, akan tetapi bagaimana
pun konsep fungsi selalu tersirat dalam semua teori antropologi
mengenai struktur masyarakat;
Kelima, antropologi psikologi. Pertama kali dibangun di Ameri-
ka Serikat pada tahun 1920-an, pada mulanya disebut 'kebudavaan
dan kepribadian'. Antropologi psikologi rnengekspresikan dirinya
dalam tiga topik besar: hubungan antara kebudayaan dan hakikat
manusia, hubungan antara kebudayaan dan kepribadian individu, dan
hubungan antara kebudayaan dan tipe kepribadian khas masvar'akat.
Penelitian dalam antropologi psikologi terutama terletak pada konsep-
konsep dan teknik-teknik vang dikembangkan dalam psikologi (lihai
Campbell dan I'{aroll 1972). Kedua tokoh kunci dalam sejarah
paradigma ini adalah Margaret Mead (1928) dan Ruth Benedict (1934).
Paradigma ini masih cukup berpengaruh iringga pertengahan tahun
1980-an, tetapi kemudian mengalami surut setelair itu;

30 - euai suryadi
Keenan'r, strukturalisme. Paracligma inidibangun oleh ahli
antropologi Perancis Claude Levi-Strauss (1963). Strukturalisme
adalah strategi penelitian untuk mengungkapkan struktur pikiran
manusia, yakni struktur dari proses pikiran manusia, yang oleh kaum
struktiiralis dipandang sama secara lintas-budaya. Strukturalisme
berasumsi bahr.va pikiran manusia senantiasa distrukturkan menurut
oposisi binari, dan kaum strukturalis mengklaim bahwa oposisi-
oposisi tersebut tercermin dengan berbagai variasi fenomena kebuda-
yaan, termasuk bahasa, mitologi, kekerabatan dan makanan;

Ketujuh, materialisme dialektik. Prinsip-prinsip teoritis menda-


sar dari paradigma ini pertama kali diartikulasikan oleh Karl Marx
(marx dan Engels 1948) lebih dari seabad yang lalu. Materialisme
dialektika berupaya menjelaskan alasan-alasan terjadinya perubahan
dan perkembangan sistem-sistem sosial buda,rza. Para pendukung
paradigma ini berpendapat bahwa suatu struktur dan ideologi suatu
masyarakat ditentukan oleh mode produksi dan yakin bahwa
masyarakat kapitalis memiliki beni}r-benih destruksinya sendiri dalam
kontradiksi vang melekat antara keinginar-r akan keuntungan dan
kebutuhan untuk mengeksploitasi tenaga kerja (Godelier, 1977).
Banyak antropolog masa kini diilhami oleh paradigrna ini, termasuk
nrisalnya Marshall Sahlin (1976);
Kedelapan, cultural materialisme. Paradigma ini berupaya menje-
iaskan sebab-sebab kesamaan dan perbedaan sosial budaya. Formulasi
paling ar.t al, sebagaimana dikembangkan oleh Lesiie White (1949) dan
Julian Sten ard (1955), dikenal sebagai neo evolusionisme atau ekologi
budava. Kini paradigma tersebut paling dekat dengan karya Marvin
Harris. Materialisme kebudavaan rnengemukakan bahwa mode
produksi dan reproduksi masyarakat rnenentukan struktur sosial clan
suprastruktur ideologi. Paradigma ini nlasih kuat pengaruhnya dalam
antropologi, khususnya di Amerika.
Kesembilan, etnosains. Paradigma ini juga disebut antropologi
kognitif atau etnografi baru. Paradigma ini dikembangkan di Amerika
serikat pada tahun 1950-an dan 1960-an sebagai strategi penelitian
untuk mengidentifikasi aturan-aturan kebudayaan yang implisit yang

Paradigma Antropologi - 3L
melandasi perilaku. Perspektif teoritis mendasar dari paradigma terse-
but terkandung dalam konsep analisis komponensial, yang mengemu-
kakan bahwa komponen kategori-kategori kebudayaan (dari warna/
seni, hewary tumbuh-tumbuhan, alam supranatural, dan lain-lain)
dapat di analisis dalam konteksnya sendiri untuk melihat bagaimana
kebudayaan menstrukturkan lapangan kognisi. Arsitek utama
paradigrna ini meliputi Harol Conklin, Ward Goodenough dan Charles
Frake;
Kesepuiuh, antropologi simbolik. Paradigma ini dibangun atas
asumsi bahwa manusia adalah hewan pencari makna, dan berupa-va
mengungkapkan cara-cara simbolik dimana manusia secara indirri-
dual, dan kelompok-kelompok kebudayaan dari manusia memberikan
makna pada kehidupannya. Paradigma ini juga disebut antropologi
interpretif yang dikemukakan oleh Clifford Geertz;
Kesebelas, sosiobiologi. Paradigma ini dipandang sebagai
reduksionisme biologi oleh keban,vakan antropologi sosial budaya,
dan tak banyak biolog yang menaruh minat menggunakan pendekatan
ini. dikembangkan oleh seorang ahli biologi, Edward Wislon (1975),
yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip evolusi biologi terhadap
fenomena sosial dan menggunakan pendekatan dan program genetika
untuk meneliti banyak perilaku kebudayaan.

RANGKUMAI\
Paradigma adalah suatu jendela di mana peneliti akan menyak-
sikan dunia. Dengan jendela itu para peneliti akan memahami dan
menafsirkan secara objektif berdasarkan kerangka acuan yang
terkandung dalam paradigma tersebut, baik itu konsep-konsep,
asumsi-asumsi dan kategori-kategori tertentu. Oleh karenanya peneliti
yang berbeda yang masing-masing menggunakan paradigma yang
berbeda pula, meski mengkaji fenomena yang sama, mereka akan
keluar dengan kesimpulan yang berbeda.
Paradigma dalarn antropoiogi meliputi: evolusionisme klasik,
difusionisme, partikularisme historis, struktural-fungsionalisme,

32 - suai Suryadi
antropologi psikologi, strukturalisme, materialisme dialektika, ctrltural
materialisme, etnosains, antropologi simbolik, sosiobiologi.

LATIHAN SOAI,
Petuniuk I
Jawablah dengan singkat pertanyaan berikut di bawah ini, jika
anda dapat menjawab secara terperinci anda telah menguasai 90%
bahan dari bab 3

PERT,dNYAAN:
1. ]elaskan pengertian paradigma?
2. Jelaskan siklus paradigma ilmu pengetahuan dari Thomas Khun?
3. Jelaskan mengapa siklus paradigma Khun ini tidak berlaku pada
ilmu sosial?
4. Jelaskan paradigma evolusionisme klasik?
5. Jelaskan paradigma difusionisme?
6. Jelaskan paradigma partikularisme klasik?
7. Jelaskan paradigma struktural-fungsionalisme?
B. Jelaskan paradigma psikologi sosial?
9" Jelaskan paradigma strukturalisme?
10. Jelaskan perbedaan paradigma struktural-fungsionalisme dengan
pa r:adigma strukturalisme?

TES FORMATIF
Petunjuk II
Jawablah pertanyaan berikut ini dengan memberi tanda silang
(x) pada salah satu piiihan jawaban (a,b,c) yang saudara angzap benar.

1. Siapa tokoh yang mempopulerkan istilah paradigma dalam ilmu?


a. Thomas Khun
b. Enstein

Paradigma Antropologi - 33
c. Karl poper
2. Sebutkan jenis ilmu yang tidak menggunakan siklus paradigma
Khun?
a- Ilmu alam
b. Ilmu sosial
c. Ihnu religi

3. Sebutkan paradigma dalam antropologi?


a. Evolusionismeklasik
b. Difusionisme
c. Semua benar

4. Siapa tokoh pelopor dalam paradigma evolusionisme klasik?


a. Lewis H Morgan
b. Edward B Tylor
c. Sernua benar

5. Siapa tokoh pelopor daiam paradigma difusionisrne?


a. Fritz graebner
b. Wilhehn Schmidtir
c. Semua benar

5. Siapa tokoh pelopor dalam paradigma antropologi psikologi?


a. Margaret Mead
b. Ruih Benedict
c. Semua benar

7 " Apa fokus utama cdalarn paradigma antropologi psikologi?


a. Hubung;an antara kebudavaan dan hakekat manusia
b. Hubungan antara kebudayaan dan kepribadian individu
c. Semuanya benar
8. Siapa tokoh pelopor dalam paradigma sh'ukturalisme?
a. Levi-Strauss
b. Marcel Mauss
c. Emile Durkheim

9. Siapa tokoh pelopor dalam paradigma struktural-fungsionalisrne?


a. Malinorvski
34 - euai Suryadi
b. Radcliffe Brow,n
c. Semuanya benar

10. Apa fokus utama dalam paradigma culturnl materialisme?


a. Kesamaan sosial budaya
b. Perbedaan sosial budaya
c. Semuanya benar

Paradigma Antropologi - 35
DAFTAR PUSTAKA

Freidrich, R,1970. A Sociolctgy of Sociology, New York: Free Press.


Masterman,M,l97A. The Nature of Paradigm, in Lakatos and Musgror''e
(ed), Critism and The Growth of Knowledge, Engglan: Cambrige
University Press.
Ritzer, G, 1996. Mo dern So ciological Theo ty, Ner,r' York: The McGrae-Hill
Companies Inc.
Ritzer, G, 1975. Sociotogy: A Multiple Paradigm Science, Boston: All1'n
and Bacon.
Saifuddin, A Fedyani, 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengan-
tar Kritis Mengenai Faradigma, jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Zamroni, 1992. Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Yogyakarta
Tiara Wacana.

35 - nuai suryadi

Anda mungkin juga menyukai