Esports Law Review Vol.02 Agustus 2021 Indonesian
Esports Law Review Vol.02 Agustus 2021 Indonesian
ESPORTS
LAW REVIEW
VOL. 02 – Agustus 2021
Didukung oleh:
info@kcaselawyer.com
(untuk tujuan pendidikan) www.kcaselawyer.com
Tentang Firma
Para pengacara dari K-CASE Lawyer telah berkontribusi dengan memberikan pandangan hukumnya pada
penyusunan Peraturan PBESI No: 034/PB-ESI/B/VI/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Esports di
Indonesia. Terhadap komunitas esports Indonesia, K-CASE Lawyer aktif memberikan pendampingan
hukum secara gratis (pro-bono) untuk membantu para atlet esports dalam mencari keadilan. Sebagai
wujud bakti, K-CASE Lawyer juga membantu memenuhi kebutuhan hukum pada penyelenggaraan
Ekshibisi PON XX/2021 Papua untuk esports.
K-CASE Lawyer merupakan konsultan hukum eksklusif dari AVGI, dan telah bekerja sama secara
profesional dengan beberapa tim esports ternama seperti EVOS Esports, BOOM Esports dan BTR
Esports. K-CASE Lawyer juga berpengalaman dalam memenuhi kebutuhan hukum perusahaan media
dan penyelenggara event esports seperti GGWP dan Mineski.
Yudistira memperoleh gelarnya sebagai sarjana hukum di Universitas Pancasila dengan beberapa
beasiswa kuliah tambahan di University of Malaya (Malaysia) dan Inha University (Korea). Lulus dengan
predikat Magna-cumlaude, dia mengenyam pendidikan profesi advokatnya di Universitas Indonesia.
Setelah sumpah jabatan pengacara, Yudistira melanjutkan pendidikan formalnya pada sekolah hukum
terbaik di Australia. Yudistira merupakan penerima beasiswa bergengsi dan kompetitif, Australia Awards
dalam menuntaskan gelar Master of Laws pada University of Melbourne. Sebagai upaya mengasah
keahliannya, Yudistira juga menyelesaikan certified course pada Harvard Law School untuk subjek
Financial Analysis and Valuation for Lawyers.
Dalam tingkat profesional, Yudistira merupakan pengacara bisnis yang berfokus pada industri gaya hidup
dan dunia hiburan. Dari organisasi olahraga, musisi termahal di Indonesia, hingga perusahaan
konglomerasi internasional; Yudistira memiliki pengalaman dan standar tertinggi dalam memberikan
pendampingan hukum. Pada tahun 2019, Yudistira dinobatkan sebagai satu dari 20 pemuda paling
berpengaruh dalam hubungan bilateral Indonesia dan Australia. Saat ini dia aktif menjabat sebagai
spokesperson dari organisasi bisnis tingkat tinggi Australia Indonesia Business Council (AIBC), dan sedang
melanjutkan sertifikasinya sebagai konsultan hukum pasar modal Indonesia.
1. Burgerlijk Wetboek;
2. Staatsblad 1870 No. 64 tentang Perkumpulan Perkumpulan Berbadan Hukum;
3. Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional;
4. Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
5. Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan;
6. Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik;
7. Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis;
8. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;
9. Peraturan Menteri Pemuda dan Olahraga No. 0926 Tahun 2012 tentang Pembentukan
Pusat Informasi Keolahragaan Nasional;
10. Putusan MK No. 19/PUU-XII/2014;
11. Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga;
12. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan;
13. Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan
Olahraga;
14. Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2007 tentang Pendanaan Keolahragaan;
15. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan
atas Undang-Undang No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan;
16. Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2014 tentang Tata Cara Penetapan Prasarana Olahraga;
17. Peraturan Presiden No. 44 tentang Pemberian Penghargaan Olahraga;
18. Peraturan Pengurus Besar Esports Indonesia Nomor 034/PB-ESI/B/VI/2021 tentang
Pelaksanaan Kegiatan Esports di Indonesia.
PBESI adalah satu-satunya induk cabang olahraga esports sebagai cabang olahraga prestasi yang
resmi diakui oleh KONI. Menurut Pasal 36 Undang-Undang Nomor 03 Tahun 2005 tentang
Sistem Keolahragaan Nasional (“UU SKN”), KONI berkewajiban membantu Pemerintah
Indonesia dalam menghasilkan kebijakan nasional di bidang kepengurusan, sekaligus membina
dan meningkatkan prestasi olahraga di tingkat nasional. Beranjak dari amanat tersebut,
kemudian KONI menerbitkan Surat Keputusan tertanggal 8 September 2020 yang secara resmi
menyebutkan bahwa PBESI adalah induk cabang olahraga prestasi untuk esports.
1
Pasal 36 dan Pasal 44 Undang-Undang No. 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional
Poaching adalah praktik umum di semua lini cabang olahraga, termasuk juga esports. Praktik
ini terjadi dengan melibatkan satu tim yang mendekati pemain aktif dari tim lain dan
berusaha meyakinkan mereka untuk berpindah keberpihakan baik dalam waktu cepat atau di
kemudian hari. 3 Pada cabang olahraga manapun, poaching selalu dianggap merugikan dan
tidak sehat dalam ekosistem olahraga. Dalam bab ini akan diulas mengenai alasan
dilarangnya poaching, sudut pandang dari hukum tentang perseroan terbatas, asas iktikad
baik, wanprestasi, serta bentuk-bentuk dari upaya hukum yang dapat dilakukan untuk
mencegah poaching dalam ekosistem esports Indonesia.
Komunikasi yang terjadi secara langsung antara tim esports penawar dengan target atlet dapat
memicu terjadinya penurunan performa dari atlet yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan
dalam komunikasi tersebut tim esports penawar cenderung menggunakan pendekatan
persuasif untuk menarik minat dari atlet yang bersangkutan. Dampak dari pendekatan tersebut
dapat membuat atlet berpikir bahwa dirinya tidak lebih dihargai di tempat bekerjanya saat ini
dibandingkan tawaran yang lebih menarik dari tim esports penawar, sedangkan kenyataannya
3
Win.GG, “G2 Esports allegedly caught poaching cr4zy CSGO players“ diakses melalui
https://win.gg/news/2316/g2-esports-allegedly-caught-poaching-cr4zy-csgo-players pada tanggal 01 Agustus 2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 5
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
saat ini dirinya masih terikat secara hukum dan bertanggung jawab terhadap manajemennya.
Atlet yang ditawari dapat menurun performanya akibat gangguan psikologis atas adanya
tawaran, dampaknya dapat merusak atmosfer kerja sama dalam timnya pada saat latihan
maupun pertandingan. Saat seorang atlet tidak dapat memberikan prestasi yang baik, hal
tersebut menghasilkan efek domino dimana reputasi dari tim esports penaung dapat menurun
dan mempengaruhi peluang keuntungan bisnisnya dalam mencari sponsor.
Pada saat yang bersamaan, poaching juga dapat menimbulkan kerugian imaterial bagi tim
esports pengelola. Dalam kontrak esports yang dibuat secara profesional biasanya ditentukan
suatu klausula buy out, klausula ini mengatur ketentuan mengenai protokol komunikasi dalam
peralihan atlet. Klausula tersebut memungkinkan tim esports pengelola dengan tim esports
penawar untuk menentukan nilai transaksi dalam ruang negosiasi. Poaching dapat dianggap
merugikan karena berpotensi menghilangkan ruang negosiasi antara tim esports pengelola
dengan tim esports penawar tersebut, karena proses negosiasinya dilakukan terhadap atlet
yang bersangkutan secara langsung. Sehingga, biaya yang telah dikeluarkan klub pengelola
untuk melatih, merawat dan membesarkan atletnya menjadi tidak terakomodir dalam nilai
transaksi atas peralihan atlet tersebut.
Dalam UUPT ditegaskan bahwa satu-satunya subjek hukum yang dapat mewakili suatu
perseroan adalah direksi.6 Dalam praktiknya, komunikasi dengan calon atlet baru dilakukan
oleh pegawai tim esports (divisi rekrutmen) atau pihak lain yang tidak melulu direksinya secara
langsung. Dalam proses ini, pendelegasian tugas dan wewenang dari direksi terhadap pihak lain
tersebut harus dimuat dalam surat kuasa atau surat keputusan direksi.7 Sehingga suatu
tindakan dapat diangap sah secara hukum dan menjadi bagian dari pelaksanaan Good
Corporate Governance. Kenyataannya, baik tim esports maupun atlet belum memiliki
pemahaman yang memadai mengenai hal ini. Akibatnya, atlet merasa bebas berbicara
mengenai perpindahan manajemennya, padahal dirinya tidak memiliki wewenang untuk
mewakili perseroan atau tim esportsnya dalam bernegosiasi mengenai perpindahannya.
Dalam koridor kontrak yang dibuat secara profesional, tugas dan fungsi utama seorang atlet
terbatas pada aktivitas latihan, promosi dan pertandingan, bukan menegosiasikan hal-hal
terkait perpindahannya. Di satu sisi, terdapat juga kasus dimana pemilik dari tim esports, dalam
hal ini adalah pemegang saham yang tidak berperan selaku direksi, melakukan komunikasi dan
mewakili tim esports dalam perekrutan langsung kepada atlet target. Hal tersebut sering kali
dianggap lumrah, namun jelas menyalahi ketentuan hukum. Apabila keputusan tersebut tidak
disepakati bersama, juga dapat menciderai hubungan kerja sama antara antar pemegang
saham dalam satu PT yang sama. Jika praktik tersebut mendatangkan kerugian baik terhadap
4
Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal sebagaimana diubah menjadi
Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun
2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal
5
Pasal 6 Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021.
6
Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No. 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja
7
Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 7
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
perusahaan, pemegang saham, maupun pihak ketiga, maka pihak yang berkepentingan dapat
memohon pada Pengadilan Negeri untuk memeriksa PT tersebut.8
Sehubungan dengan permohonan pemeriksaan terhadap suatu PT, permohonan dapat diajukan
oleh pemegang saham, pihak yang terikat kerja sama atau pihak lain yang menurut undang-
undang diberikan wewenang, dan dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan
umum. Mengingat saat ini telah ada PBESI selaku induk cabang olahraga dari esports yang
diakui negara, PBESI dapat mengajukan permohonan pemeriksaan terhadap PT dari suatu tim
esports. Alasan mengapa PBESI dapat menjamah tim esports dikarenakan poaching adalah
suatu praktik yang membuat ekosistem esports di Indonesia menjadi tidak sehat, dan aspek
tersebut berada dalam pengawasan PBESI. Lebih tegas lagi, berdasarkan peraturan pemerintah
dalam penyelenggaraan keolahragaan telah disebutkan bahwa perpindahan olahragawan
tunduk terhadap aturan dari induk cabang olahraga.9
8
Pasal 138 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 sebagaimana diubah menjadi Undang-Undang No. 11 Tahun 2020
tentang Cipta Kerja
9
Pasal 58 (2) Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Keolahragaan
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 8
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Black's Law Dictionary memberikan pengertian iktikad baik (good faith), sebagai berikut10:
"Good faith is an intangible and abstract quality with no technical meaning or statutory
definition, and it compasses, among other things, an honest belief, the absence of
malice and the absence of design to defraud or to seek an unconscionable advantage,
and individual's personal good faith is concept of his own mind and inner spirit and,
therefore, may not conclusively be determined by his protestations alone."
Dalam definisi tersebut, terdapat dua poin penting yang relevan dengan praktik poaching dalam
ekosistem esports. Pertama, disarikan dari definisi tersebut bahwa iktikad baik adalah kualitas
tidak berwujud yang tanpa makna teknis atau definisi undang-undang yang salah satu
cakupannya adalah terbebas dari sikap mencari keuntungan yang tidak wajar. Kedua, iktikad
baik adalah konsep dari pikiran dan jiwa seseorang, yang karenanya tidak dapat ditentukan
secara meyakinkan berdasarkan pernyataannya sendiri.
Dalam praktik poaching, perilaku atlet yang menerima tawaran tim penawar memiliki
kecenderungan untuk memenuhi kriteria sebagai pencari keuntungan yang tidak wajar. Dalam
poaching insentif yang ditawarkan oleh tim esports penawar terhadap seorang atlet biasanya
jauh lebih besar daripada insentif yang diperoleh oleh atlet tersebut melalui proses transfer
yang sah. Perilaku atlet tersebut dapat dianggap sebagai upaya untuk memperoleh keuntungan
dalam jumlah dan dengan cara yang tidak wajar. Dalam poin kedua, dipahami bahwa konsep
keadilan dalam iktikad baik, tidak didasarkan pada rasa keadilan pihak-pihak tertentu,
melainkan perasaan keadilan yang berlaku secara komunal. Berdasarkan ide pokok tersebut,
poaching dilarang karena dianggap bertentangan dengan perasaan keadilan yang dirasakan
oleh komunitas esports secara bersama-sama.
Urgensi untuk diterapkannya asas iktikad baik dalam hubungan kemitraan, adalah karena asas
tersebut diatur dan memiliki kekuatan hukum yang jelas di Indonesia. Dalam konstruksi hukum
10
Henry Cambel Black, 1979, Black’s Law Dictionary, fifth edition, ST. Paul Minn West Publishing Co.hlm. 623
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 9
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Indonesia, asas iktikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata Indonesia (“Burgerlijk Wetboek”). Para pihak dalam membuat perjanjian harus
didasarkan pada iktikad baik dan kepatutan, yang mengandung pengertian bahwa pembuatan
perjanjian antara seorang atlet dengan tim esports perlu didasarkan pada kejujuran untuk
mencapai tujuan bersama. Pelaksanaan perjanjian juga harus mengacu pada nilai-nilai yang
hidup dalam kehidupan bermasyarakat. Lebih dalam lagi, disebutkan dalam Pasal 1347
Burgerlijk Wetboek, bahwa syarat-syarat yang selalu diperjanjikan menurut kebiasaan, harus
dianggap telah termasuk dalam perjanjian, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan dalam
perjanjian. Sehingga berdasarkan rumusan ini, suatu kontrak atlet yang belum mengatur pasal
untuk mencegah praktik poaching, tetap memiliki posisi yang kuat secara hukum.
Konsekuensi hukum dari tidak diterapkannya asas iktikad baik, tentunya dapat bermuara pada
gugatan perdata. Prof. Subekti S.H (selaku penerjemah Burgerlijk Wetboek pertama)
menjelaskan bahwa iktikad baik menurut Pasal 1338 ayat (3) Burgerlijk Wetboek merupakan
satu dari beberapa sendi yang terpenting dari hukum kontrak, yang memberikan kekuasaan
kepada hakim untuk mengawasi pelaksanaan suatu kontrak agar tidak melanggar kepatutan
dan keadilan. Ini mengandung pemahaman bahwa hakim dalam prosesnya menyelesaikan
suatu perkara, berwenang untuk menyimpang dari kontrak jika pelaksanaan dari suatu kontrak
bertentangan dengan perasaan keadilan. Sehingga, terlepas dari keadaan suatu kontrak sudah
mengatur ketentuan untuk mencegah poaching atau belum, pihak yang terlibat poaching tetap
berada pada posisi yang lemah jika persoalan tersebut sampai pada tahap persidangan.
Dalam hal sudah diatur larangan praktik poaching dalam perjanjian, maka berdasarkan Pasal
1338 (1) Burgerlijk Wetboek, perjanjian tersebut akan menjadi undang-undang bagi atlet yang
bersangkutan. Setiap atlet di tim esports wajib secara hukum untuk patuh terhadap ketentuan
perpindahan atlet ke organisasi esports lain. Apabila seorang atlet terbukti melakukan
pelanggaran, maka dapat dilakukan upaya hukum berupa somasi hingga gugatan ganti
kerugian. Dalam hal ini, gugatan tersebut dapat didasarkan atas wanprestasi yang dilakukan
oleh atlet. Hal itu dikarenakan atlet telah melanggar ketentuan larangan untuk berkomunikasi
Dalam Pasal 1243 Burgerlijk Wetboek diatur bahwa tidak dipenuhinya kewajiban dalam
perjanjian, mengakibatkan seseorang dapat dikatakan wanprestasi. Wanprestasi dapat terjadi
ketika adanya sebuah perjanjian antara kedua belah pihak dan salah satu pihak melanggar
perjanjian tersebut, walaupun pihak pelanggar sudah diberikan peringatan tetapi tetap
membuat pilihan sadar berupa pelanggaran perjanjian. Sementara itu, menurut Prof. Subekti
S.H, bentuk-bentuk wanprestasi diantaranya terdiri dari: tidak dipenuhinya kewajiban dalam
perjanjian, melakukan kewajiban namun terlambat, melakukan kewajiban namun tidak sesuai
dengan yang ditentukan, atau melakukan hal yang dilarang dalam perjanjian.
Dengan adanya larangan praktik poaching yang dibuat dalam perjanjian, maka setiap atlet
esports yang melanggar larangan tersebut dapat dikategorikan wanprestasi. Wanprestasi
menimbulkan hak bagi tim esports sebagai pihak dalam perjanjian untuk menuntut ganti rugi
sebagaimana diatur dalam Pasal 1243 Burgerlijk Wetboek. Hak tersebut dapat
diimplementasikan dengan menyampaikan somasi sebanyak 2 (dua) kali kepada atlet sebagai
pengingat bahwa atlet tersebut telah melanggar perjanjian. Kemudian, apabila dalam hal
pemberian somasi tidak tercapai kesepakatan, maka tim esports dapat melakukan upaya
hukum dengan mengajukan gugatan perdata atas dasar wanprestasi terhadap atlet tersebut di
Pengadilan Negeri.
2.5 Upaya Hukum Pencegahan Poaching oleh Tim Esports, PBESI dan
Game Publishers
Setelah rezim berlakunya Regulasi PBESI, terdapat tiga upaya yang dapat dilakukan oleh tiga
pemangku kepentingan utama dalam ekosistem esports di Indonesia. Tim esports, PBESI, dan
game publishers dapat mengambil peranannya masing-masing dalam mencegah terjadinya
poaching di Indonesia. Tim esports memiliki peran sebagai pihak pertama yang dapat mencegah
Selaku pihak yang mengelola atlet, tim esports merupakan gerbang utama untuk mengontrol
pencegahan poaching. Sebagai bentuk dari partisipasinya dalam membangun ekosistem esports
yang sehat di Indonesia, tim esports harus bersikap sportif dalam artian jika mereka tidak ingin
menjadi korban poaching, maka mereka juga tidak boleh menginisiasi poaching terhadap atlet
dari tim esports lain. Disamping sikap sportif yang diperlukan, secara hukum tim esports juga
dapat mencegah dengan cara mempertegas dan mengatur pasal mengenai protokol komunikasi
yang jelas dalam kontrak atlet. Klausula mengenai protokol komunikasi harus mengatur
mengenai hal-hal apa saja dan dengan siapa saja komunikasi dapat dilakukan oleh atlet. Tim
esports harus menjadi pengawas pertama yang dapat mencegah poaching dengan menuliskan
ketentuan tersebut dalam perjanjiannya terhadap atlet, serta memastikan bahwa atlet
mengetahui konsekuensi hukum dari pelanggaran tersebut.
PBESI selaku regulator juga memiliki peranan krusial dalam pencegahan poaching di Indonesia.
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, adalah hal yang lumrah jika seorang atlet
berpindah dari satu tim esports ke tim esports lainnya. Sebagaimana diatur dan ditentukan
dalam Pasal 58 – 63 Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2007 tentang Penyelenggaran
Keolahragaan (“PP 16/2007”), seorang olahragawan diperbolehkan untuk berpindah, namun
harus mengikuti aturan yang ditentukan oleh induk organisasi cabang olahraga, federasi
olahraga internasional dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Singkatnya, terdapat izin-izin dan mekanisme yang perlu dipatuhi oleh seorang atlet sebelum
melakukan perpindahan tersebut. Sehubungan dengan ini, terdapat dua upaya utama yang
dilakukan oleh PBESI: pertama adalah dengan menerapkan sistem pengawasan terhadap
Pada Pasal 7 (5) Regulasi PBESI mewajibkan setiap tim esports baik amatir maupun profesional
untuk menunjuk perwakilannya. Perwakilan tersebut akan melaporkan data-data anggota
pemainnya ke PBESI untuk mendukung pembuatan buku keanggotaan digital. Salah satu data
yang perlu diberikan adalah kontrak antara tim esports dengan atlet-atlet yang berada dibawah
manajemennya. Keharusan ini memungkinkan terjadinya fungsi pengawasan dari PBESI
terhadap setiap kontrak pemain dalam tim esports. Kontrak tersebut kemudian akan diperiksa
oleh Bidang Hukum dan Legalitas PBESI untuk diberi masukan secara hukum yang bersesuaian
dengan Regulasi PBESI yang berlaku, khususnya mengenai klausula buyout dan transfer.
Kemudian dalam Pasal 11 ayat (2) Regulasi PBESI, PBESI mengatur ketentuan mengenai bursa
transfer. Ketentuan yang akan berlaku secara nasional ini, mengatur tata cara perpindahan atlet
yang berlaku terhadap tim esports profesional maupun amatir. Secara singkat, PBESI akan
mengumumkan jadwal bursa transfer setiap tahunnya yang mengatur tim esports untuk
melakukan transaksi perpindahan dalam waktu yang sama. Mekanisme ini mencegah terjadinya
praktik poaching karena transaksi perpindahan pemain hanya dapat terjadi pada bursa transfer
yang diawasi PBESI.
Selain tim esports dan PBESI, game publishers juga dapat turut serta mencegah terjadinya
poaching pada ekosistem esports. Game publishers dapat berpartisipasi dengan cara
memberikan sanksi berupa pelarangan terhadap atlet yang terbukti menerima penawaran dari
proses poaching untuk bermain pada kejuaraan profesional yang diselenggarakannya.
Pendekatan ini menekan sisi atlet sebagai salah satu pihak yang memungkinkan terjadinya
poaching, dimana seorang atlet dituntut untuk bersikap profesional dan bijaksana dalam hal
dirinya menerima tawaran langsung dari tim esports lain. Dalam ekosistem esports, upaya ini
telah dilakukan oleh Riot selaku game publisher dari League of Legends dan Valorant.
11
Dot Esports, “Riot explains: What is poaching?” diakses melalui https://dotesports.com/league-of-
legends/news/riot-explains-what-is-poaching-2-4117 pada tanggal 12 Agustus 2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 15
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
3 LIGA DAN TURNAMEN
Esports telah diakui sebagai cabang olahraga sebagaimana definisi Esports dalam Pasal 1
angka 1 Regulasi PBESI yaitu: “Esports adalah cabang olahraga prestasi dan profesional
dengan mempertandingkan game yang diakui secara nasional oleh Pengurus Besar
Esports Indonesia.” Sebagaimana cabang olahraga lainnya yang telah diakui, maka tentu
saja terdapat liga dan turnamen sebagai wujud dari pertandingan game dalam esports.
Bab ini akan mengulas mengenai perbedaan antara liga dan turnamen, tingkatan dari
masing-masing liga tersebut, serta pengawasan penyelenggaraannya oleh PBESI.
12
Pasal 1 Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
13
Ibid.
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 16
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Turnamen yang diakui oleh PBESI adalah turnamen yang diselenggarakan oleh vendor-
vendor yang terdaftar di PBESI. Turnamen akan ditentukan jenis skalanya berdasarkan
hadiah uang tunai, skalanya sendiri terbagi menjadi skala besar, skala menengah dan
skala kecil.
Turnamen dengan skala menengah dan skala besar akan wajib mendapatkan izin dari
PBESI, sebagai bentuk pengawasan PBESI juga akan ikut serta dalam proses perencanaan
dan pelaksanaannya. Turnamen esports skala besar dan skala menengah yang
diselenggarakan tanpa izin dan pengawasan dari PBESI dianggap ilegal dan dapat
diberhentikan oleh PBESI yang bekerja sama dengan pihak kepolisian siber.14 Sedangkan
pengaturan turnamen skala kecil tidak menjadi ranah kewenangan PBESI, ESI Provinsi,
atau jajaran pengurus administratif di bawahnya.15
14
Pasal 16 Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
15
Ibid.
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 17
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Adapun sistem yang dapat digunakan dalam turnamen esports Indonesia diantaranya adalah
sistem knock out, round robin, dan sistem gabungan.16 Sistem knock out atau sistem gugur
terdiri atas single elimination dan double elimination dimana dalam single elimination suatu tim
esports dinyatakan gugur ketika mengalami satu kali kekalahan, sedangkan di dalam double
elimination suatu tim esports dinyatakan gugur ketika mengalami dua kali kekalahan. Sistem
round robin merupakan sistem yang mengatur seluruh peserta turnamen esports untuk
bertanding satu sama lainnya dan akan dinyatakan tersingkir setelah mencapai jumlah
kekalahan tertentu. Sedangkan sistem gabungan merupakan perpaduan antara sistem knock
out dan sistem round robin.
Liga 1
Liga 2
Liga Amatir
16
Pasal 17 Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
17
Pasal 13 Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 18
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Sebagaimana diilustrasikan dalam bagan tersebut, sistem liga esports Indonesia dibuat
meruncing ke atas. Untuk mencapai puncak dan bertanding di liga satu, seorang atlet atau tim
esports harus lolos dari liga dua dan liga amatir. Diluar dari tiga jenis liga diatas, terdapat juga
liga esports eksklusif (biasa dikenal sebagai liga tertutup) yang merupakan liga waralaba
(franchise league) dan diadakan oleh game publisher serta memperoleh pengakuan dari PBESI
untuk dapat diselenggarakan di wilayah Indonesia.
Penyelenggaraan liga esports eksklusif, liga esports 1 dan liga esports 2 memiliki ketentuan
sebagai berikut:18
Total peserta untuk Liga Total peserta untuk Liga Total peserta untuk Liga
Esports Eksklusif Esports 1 berjumlah Esports 2 berjumlah
minimal 8 (delapan) minimal 8 (delapan) dan minimal 8 (delapan) dan
dan maksimal 18 maksimal 18 (delapan maksimal 18 (delapan
(delapan belas) tim belas) tim esports belas) tim esports
esports profesional profesional Indonesia profesional Indonesia
Jumlah Peserta Indonesia atau atlet atau atlet profesional atau atlet profesional
profesional yang yang mewakili tim esports yang mewakili tim esports
mewakili tim esports profesional Indonesia profesional Indonesia
profesional Indonesia
18
Pasal 13 ayat (6) – (8) Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 19
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Game yang sudah diakui Game yang sudah diakui Game yang sudah diakui
oleh PBESI sebagai oleh PBESI sebagai oleh PBESI sebagai
Jenis Game esports esports esports
Berbeda dengan liga eksklusif, liga satu dan liga dua esports, pada liga amatir PBESI merancang
aturan yang khusus. Sifat aturan yang dibuat untuk peserta liga amatir didasari oleh cita-cita
untuk memajukan pendatang baru, dan dengan harapan para pelaku esports baru tersebut
memiliki kesempatan yang sama untuk berprestasi dalam kejuaraan esports di Indonesia.
Umumnya suatu tim esports dapat terbentuk dari aktivitas main bersama yang menghasilkan
prestasi dari keikutsertaannya pada beberapa turnamen esports. Tim esports dan pemain
amatir yang ingin bertanding pada liga amatir, perlu mendaftarkan diri pada PBESI agar terdata
dan memperoleh informasi mengenai turnamen-turnamen dan liga esports yang diakui PBESI.
Dengan berpartisipasi pada turnamen-turnamen dan liga yang diakui PBESI, tim esports dan
pemain amatir berkesempatan untuk memperoleh poin-poin kemenangan, dimana poin-poin
tersebut akan tercatat dalam bank informasi PBESI dan dijadikan dasar oleh PBESI dalam seleksi
kejuaraan internasional. Melalui mekanisme ini, tim esports dan pemain amatir memiliki
peluang untuk bertanding pada liga satu, liga dua, serta kejuaraan internasional.
Liga amatir dapat diselenggarakan dengan mengunakan sistem gugur dan/atau sistem
klasemen. Berbeda pada liga satu dan dua, setiap pemain dan tim esports amatir dapat
mengikuti liga amatir tanpa harus memiliki badan hukum berupa perseroan terbatas. Dengan
mengikuti liga amatir, pemain dan tim esports amatir akan mendapatkan kesempatan untuk
bertanding di liga dua apabila menempati peringkat tertentu dan telah memenuhi persyaratan
administratif yang diatur dalam Regulasi PBESI. Pada liga esports amatir, terdapat hak dan
kewajiban yang harus dipatuhi oleh setiap peserta. Setiap peserta liga esports amatir berhak
untuk memperoleh informasi seputar event esports yang akan diselenggarakan oleh PBESI.
Sementara itu, setiap peserta liga esports amatir berkewajiban untuk menaati seluruh
peraturan liga esports yang dibuat oleh PBESI. Lebih lanjut, setiap peserta liga esports amatir
juga wajib mematuhi seluruh keputusan dari tim wasit yang mengawasi jalannya pertandingan
dalam liga esports.
Dari tahapan kualifikasi tersebut akan diperoleh sebanyak 34 perwakilan provinsi dari seluruh
Indonesia. Para perwakilan dari 34 provinsi tersebut kemudian akan bertanding pada babak
kualifikasi pusat yang diselenggarakan PBESI, dari babak tersebut kemudian paling sedikit akan
terpilih lima terbaik yang akan diberangkatkan untuk setiap jenis game. Lima pemenang terbaik
19
Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga jo. Pasal 1
Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Pekan dan Kejuaraan Olahraga
20
Pasal 10 (1), Ibid.
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 23
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
tersebut, ditambah dengan satu tim perwakilan tuan rumah Papua, akhirnya akan bertanding
pada PON.
PON merupakan pekan olahraga dimana setiap masyarakat yang berbagi kecintaan terhadap
esports dapat turut berpartisipasi dan memulai kariernya. Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan administratif, syarat keikutsertaan, serta hal-hal lain terkait penyelenggaraan PON
dari cabang olahraga esports akan diatur lebih lanjut dalam Keputusan Ketua Umum PBESI.21
Keputusan tersebut nantinya akan disosialisasikan oleh PBESI untuk membantu memberikan
penjelasan kepada masyarakat.
Setiap orang dalam komunitas esports Indonesia dapat mengadakan turnamen, baik dengan
melibatkan PBESI maupun tidak. Perbedaan dari suatu turnamen yang melibatkan PBESI atau
tidak terletak pada fasilitas dan pengakuan PBESI terhadap turnamen tersebut. Suatu turnamen
yang diakui oleh PBESI akan menerima fasilitas berupa bantuan publikasi yang akan diumumkan
pada setiap platform pengumuman PBESI. Fasilitas lainnya adalah pengawasan terhadap
standarnya, dimana penyelenggaraan turnamen yang diakui oleh PBESI nantinya akan
diarahkan untuk menggunakan vendor terdaftar oleh PBESI (vendor yang tidak memiliki rekam
jejak masalah).
21
Pasal 19 (3) Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 24
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Turnamen yang diakui oleh PBESI juga akan memperoleh pengakuan sebagai turnamen resmi.
Setiap data dari suatu turnamen resmi PBESI (score, winning rate, dll) nantinya akan dikompilasi
dan dicatat dalam tabulasi informasi PBESI. Informasi tersebut kemudian akan diolah sehingga
memberikan hasil akhir berupa daftar atlet-atlet terbaik Indonesia dalam bentuk peringkat.
Peringkat ini akan menjadi acuan bagi negara untuk menentukan atlet-atlet terbaik bangsa yang
akan mewakili Indonesia pada ajang kejuaraan esports internasional. Hal ini yang membuat
suatu turnamen resmi PBESI memiliki nilai lebih dari turnamen yang tidak diakui oleh PBESI.
Mengenai penyelesaian sengketa, jenis sengketa yang dikenal dalam Regulasi PBESI adalah
sengketa di dalam pertandingan dan sengketa di luar pertandingan. Permasalahan dalam suatu
turnamen maupun liga merupakan kategori permasalahan di dalam pertandingan. Proses
penyelesaian masalah pada liga maupun turnamen, sekurang-kurangnya akan melibatkan tim
wasit yang terdiri dari administrator, panel wasit, dan komite wasit. Setiap individu yang
menduduki jabatan dalam komponen tersebut harus bersikap independen dan tidak boleh
menengahi pertandingan yang pesertanya berasal dari tim esports tempatnya bekerja dulu
dalam kurun waktu satu tahun.22 Fungsi tim wasit dan prosedur mengenai penyelesaian
masalah dalam suatu liga dan turnamen esports dijelaskan dalam bagan pada halaman
berikutnya.
22
Pasal 24 (3) Peraturan PBESI No. 034/PB-ESI/B/VI/2021
K-CASE LAWYER | Esports Law Review – Vol. 02 25
The 1st Esports Dedicated Law Firm in Indonesia www.kcaselawyer.com
Komite Wasit PBESI hanya menerima pengajuan keberatan
terkait dugaan kecurangan atau penggunaan malware
KOMIITE WASIT PBESI
Keputusan Komite Wasit
Banding bersifat final dan mengikat.
Pengajuan banding disertai dengan
bukti-bukti pendukung
PANEL WASIT
Banding 1. berjumlah ganjil, minimal 1 orang
2. wasit wajib berlisensi
3. mengeluarkan Keputusan Tingkat Kedua
yang dapat menguatkan atau menganulir
Keputusan Tingkat Pertama
ADMINISTRATOR
1. berjumlah ganjil, minimal 1 orang
2. mengeluarkan Keputusan Tingkat Pertama
3. Perwakilan Tim atau Peserta dapat mengajukan banding
Dalam Regulasi PBESI disebutkan bahwa jenis pelanggaran di dalam liga maupun turnamen
diantaranya dapat berupa pemakaian progam cheating, praktik joki, atau pelanggaran atas
peraturan liga maupun turnamen esports PBESI. Dalam hal pelanggaran tersebut terjadi dan
memunculkan suatu peristiwa hukum yang merugikan salah satu peserta atau tim esports,
maka hasil dari suatu pertandingan dapat diajukan permohonan keberatan. PBESI kemudian
dapat menganulir keputusan dari suatu pertandingan, yang mana keputusan tersebut dapat
disertai dengan sanksi yang dapat berupa teguran ringan, teguran berat, penangguhan
keanggotaan sementara, pencabutan status tim esports profesional, pemberhentian
keanggotaan PBESI dan denda.
Upaya lain dalam memperkuat ekosistem esports di Indonesia adalah dengan mencegah
munculnya masalah-masalah dalam ekosistem esports. Permasalahan utama yang masih sering
terjadi dalam lingkungan esports Indonesia adalah poaching. Dengan rezim Regulasi PBESI yang
baru, praktik poaching sudah dapat dihindari dengan adanya jadwal bursa transfer yang diawasi
langsung oleh PBESI. Disamping itu, upaya pencegahan poaching juga dapat dilakukan oleh tim
esports, game publishers, dan atlet yang bersangkutan.
Liga dan turnamen esports diawasi secara detail pelaksanaannya oleh PBESI. Pengawasan
terhadap liga dan turnamen bersifat menyeluruh, dimulai dari persyaratan administratif,
jenjang tingkatannya, hak dan kewajiban partisipan, hingga jenis masalah dan tata cara
pengajuan keberatannya. Pengawasan tersebut dilakukan mengingat liga dan turnamen adalah
wadah utama dalam pengimplementasian esports sebagai olahraga prestasi. Sehingga, aturan
tersebut memungkinkan negara dalam menjalankan fungsinya sebagai pengawas. Melalui
proses pengawasan dimaksud, negara juga memperoleh informasi yang akan digunakan untuk
menentukan atlet-atlet terbaik bangsa yang akan mewakili Indonesia pada kejuaraan
internasional.
OFFICE 1
One Pacific Place, Lv. 11
SCBD
Jl. Jendral Sudirman Kav. 52-53
Jakarta Selatan – 12190
Phone : (6221) 2985 9606
Fax : (6221) 2985 9889
OFFICE 2
Jalan Raya Jemursari
Kav 12 No. 236, Kel. Prapen
Kec. Tenggilis Mejoyo
Surabaya – 60299
Phone : (031) 8472 700
IG: @kcaselawyer
www.kcaselawyer.com