Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2022

PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA ANAK


PERTAMA GADIH MINANGKABAU: SEBUAH STUDI
PSIKOLOGI INDIGENOUS
Klara Amanda, Perlitta Aswarina, Tasya Nabila Putri
Jurusan Psikologi Universitas Negeri Padang
claraamandaa1@gmail.com, perlittaaswarin01@gmail.com, tasyanabilaputri01@gmail.com

Kronologi Naskah
Naskah Masuk: 5 April 2022
Naskah direvisi: 2 Mei 2022
Naskah diterima: 5 Juli 2022

Abstract. The first daughter often gets a lot of love and affection from her family. But, being the first daughter is not
as beautiful as just receiving affection and love from family. The first daughter is always overshadowed by various
responsibilities and demands, especially when born in a Minangkabau family. Where in the Minangkabau tribe,
women have a big role in society. This is the background of this research; this research was conducted to see the
picture of psychological well being in the first daughter in the Minangkabau family. Respondents in this study
amounted to 49 first daughter from Minangkabau families who have entered their teens. Data collection was carried
out using an open ended questionnaire which was then processed using a qualitative thematic analysis approach. The
results of this study describe how psychological well being is seen by the acceptance of the roles and demands
delegated to the first daughter of Gadih Minangkabau.

Keywords: first daughter, gadih Minangkabau, psychological well being,

Abstrak. Anak perempuan pertama seringkali mendapatkan kasih sayang dan cinta yang melimpah dari
keluarganya. Namun, menjadi anak perempuan pertama tidak seindah hanya menerima kasih sayang dan cinta dari
keluarga. Anak pertama perempuan selalu dibayangi dengan berbagai tanggung jawab dan tuntutan, terlebih
ketika terlahir di keluarga Minangkabau. Dimana pada suku Minangkabau perempuan itu memiliki peran yang
besar di masyarakat. Hal inilah yang melatarbelakangi penelitian ini, penelitian ini dilakukan untuk melihat
gambaran psychological well being pada anak perempuan pertama di keluarga Minangkabau. Responden pada
penelitian ini berjumlah 49 orang anak perempuan pertama dari keluarga Minangkabau yang telah memasuki usia
remaja. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan open ended questionnaire yang kemudian pengolahan
datanya dilakuakn menggunakan pendekatan kualitatif analisis tematik. Hasil penelitian ini menggambarkan
bagaimana psychological well being yang terlihat dengan penerimaan terhadap peran dan tuntutan yang
dilimpahkan kepada anak perempuan pertama gadih Minangkabau.

Kata Kunci: anak perempuan pertama, gadih Minangkabau, kesejahteraan psikologi

Lahir sebagai anak perempuan pertama dikeluarga memiliki kesan yang berbeda dari
anak kedua, ketiga dan seterusnya. Anak perempuan pertama seringkali dilimpahi kasih
sayang dan cinta yang begitu besar dari kelurganya. Namun menjadi anak pertama tidak
semudah itu. Terlahir sebagai anak pertama perempuan adalah perpaduan yang tidak
menyenangkan, karena mereka selalu dituntut untuk sempurna, pundak mereka harus sekuat
baja, dan hati mereka harus setegar karang untuk bisa menghadapi dunia mereka yang penuh
dengan tuntutan. Tuntutan dan harapan yang diterima oleh anak pertama perempuan tidak
hanya bersumber dari orang tua dan lingkungannya, namun bagi anak pertama perempuan

| 104
Amanda.,Dkk Gambaran Psychological Well Being Pada Anak Pertama Gadih Minangkabau:
Sebuah Studi Psikologi Indigenous

yang terlahir di Ranah Minangkabau mereka punya tuntutan tersendiri dari adat dan tradisinya.
Minangkabau yang memiliki garis keturunan matrilineal membuat perempuan sangat
dihormati dan memiliki hak dan suara yang sama kuatnya dengan laki-laki. Namun hal ini tidak
lantas membuat Gadih Minangkabau bisa bebas dari tuntutan dan larangan yang bersumber
dari tradisi dan adat. Minangkabau, jika dipelajari lebih dalam lagi mengandung makna yang
mendalam dalam mengatur kehidupan yang agamis, tertib, dan teratur dalam kesehariannya,
terutama bagi kaum padusi yg seharusnya sangat bangga dilahirkan sebagai putri
Minangkabau, karena padusi di Minangkabau diberi kedudukan yang istimewa sebagai Bundo
Kanduang atau calon Bundo kanduang, sesuai dengan ajaran Rasulullah SAW. Namun begitu
tidak semua wanita minang bisa menjadi Bundo kanduang, karna sebagai Bundo kanduang
mereka haruslah menjadi panutan bagi kaumnya. Oleh karna itu, di Minangkabau mempunyai
aturan-aturan tersendiri bagi padusi dalam berperilaku, berpakaian, dan bergaul agar bisa
menunjukan identitasnya sebagai wanita Minangkabau (Sumbarprov, 2016).
Aturan-aturan ini seringkali mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan anak
perempuan pertama yang dibesarkan di keluarga Minangkabau. Salah satu aspek yang cukup
terpengaruh oleh keadaan ini adalah psychological well being. Menurut Najlawati (2019)
kesejahteraan psikologi diartikan sebagai suatu perasaan bahagia dan damai yang diciptakan
karena perasaan puas terhadap kehidupan yang telah dijalani, dan setiap individu memiliki arti
dan standar yang berbeda terhadap kepuasan ini. Menurut Ryff (1989) psychological well being
sebagai sebuah kondisi individu yang memiliki perspektif positif terhadap dirinya secara
pribadi, memiliki kemampuan interpersonal yang baik, kemampuan dalam mengambil
keputusan dan mengatur diri sendiri, kemampuan dalam menciptakan dan mebangun
lingkungan yang ideal untuk dirinya, memiliki tujuan yang ingin dicapai, dan memiliki
pandangan tentang makna hidup, dan keinginan untuk selalu mengembangkan dirinya.
Psychological well being merupakan unsur penting yang perlu ditumbuhkan pada individu agar
dapat menguatkan keterikatan secara penuh dalam menghadapi tanggung jawab dan
mencapai potensinnya (Hardjo, 2020). Melihat pentingnya psychological well being pada
individu, maka dilakukanlah penelitian ini untuk mengetahui gambaran psychological well
being pada anak perempuan pertama Gadih Minangkabau. Penelitian ini ingin mengetahui
bagaimana gambaran psychological well being pada anak pertama perempuan di keluarga
Minangkabau dengan tuntutan dan peranan sebagai Bundo Kanduang ataupun calon Bundo
Kanduang. Peneliti ingin mengangkat bagaimana perspektif dan pengalaman responden atas
masalah ini, serta mengetahui dinamika psikologis yang menyertainya.

Gadih Minangkabau
Anak perempuan dalam bahasa Minangkabau disebut “padusi” yang berarti wanita
atau perempuan dalam bahasa Indonesia. Perempuan atau gadih atau padusi dalam adat
Minangkabau memiliki posisi yang sentral. Menurut Nurman (2019), di Minangkabau
perempuan memiliki porsi dan posisi yang sangat istimewa karena segala keputusan berada
ditangannya. Perempuan Minang memiliki semacam hak kuasa, dimana saat tidak adanya izin
dari perempuan maka suatu hal tidak dapat terlaksana. Di Minangkabau, perempuan bahkan
memiliki kekuatan dalam aspek politik. Menurut Putri (2018), politik bagi perempuan
Minangkabau politik menjadi salah satu batu loncatan untuk mengembangkan modal sosial
dalam mencapai jaringan kekerabatan yang lebih luas dan kuat.
Perempuan di Minangkabau juga disebut sebagai bundo kanduang yang secara harfiah
diartikan sebagai ibunda atau ibu kandung. Bundo kanduang diartikan sebagai seorang
pemimpin yang bersifat non-formal yang di akui oleh seluruh kaum perempuan di sukunya

| 105
Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2022

(Nurman, 2019). Pada nantinya perempuan Minangkabau yang dipanggil dengan sebutan
Bundo Kanduang akan menjadi bakal calon pemimpin dalam rumah gadang. Sebelum
mendapatkan panggilan Bundo Kanduang, biasanya anak perempuan diberi pembekalan
pengetahuan yang telah berlaku di adat, dan juga diberi pembelajaran terkait tingah laku,
bertutur kata. Menurut Hakimy, 1991 (dalam Qur’ani, 2019), martabat perempuan
Minangkabau sebagai individu meliputi, (1) ingek dan jago pado adat, ingek dan jago pado
adat, yang berarti perempuan harus mampu mejaga diri, baik secara tutur kata dan perbuatan
agar tidak melakukan hal-hal yang dilarang oleh adat dan kebudayaan Minang kabau; (2)
berilmu, bermakrifat, berfaham, ujud yakin pado Allah, yang berarti perempuan harus memiliki
pengetahuan, ketaatan kepada Allah, serta memiliki interaksi yang baik dan tidak menyakiti
orang lain; dan (3) murah dan mahal dalam laku dan parangai yang berpatutan, yang berarti
perempuan harus bisa bergaul dengan ramah dan tidak angkuh, baik dengan sesamanya
maupun dengan laki-laki, serta mampu menjaga dirinya dari laki-laki.

Tuntutan dan Peran Anak Pertama


Di dalam keluarga tentunya masing-masing anak memiliki tanggung jawab dan
konsekuensi yang berbeda-beda, karena adanya pengaruh dari kebudayaan dan sikap orang
tua. Menurut Hurlock (1990) anak sulung memiliki perilaku yang matang karena akan selalu
berhubungan dengan orang dewasa dan akan memikul harapan dan tanggung jawab.
Menurut Rini (2012) anak sulung akan dibebankan tanggung jawab untuk membantu orang
tua menjaga dan mendidik adik-adiknya dengan cara menjadi contoh yang baik, hal inilah
yang menjadikan anak sulung akan selalu patuh dengan aturan yang berlaku disekitarnya.
Masyarakat berpandangan bahwasanya anak sulung/pertama lebih mandiri dibandingkan
dengan adik-adiknya, dan anak pertama juga dianggap nantinya akan menjadi pewaris
kebudayaan, kekayaan ataupun suatu kekuasaan. Anak pertama biasanya mempunyai sifat
yang mandiri, cerdas, akan lebih berprestasi dan mempunyai tujuan yang terorganisir. Sifat-
sifat itu terbentuk dari pengalaman mereka yang mendapatkan kasih sayang penuh dari kedua
orangtua.
Ketika anak sulung mempunyai adik, maka timbul sifat cemburu mereka dan
menyebabkan anak sulung bersifat independensi, berperilaku secara matang, optimisme,
mempunyai target yang jelas, dan juga ambisius. Selain itu, anak pertama tentu nya juga
memiliki tuntutan dan tanggung jawab yang sedikit lebih berat dari anak yang lahir berikutnya,
diantaranya: (1) Dituntut untuk bisa menjadi contoh untuk adik-adiknya; (2) Orangtua
berharap agar anak pertama segera mapan supaya nantinya bisa membantu membiayai atau
menghidupi keluarga; (3) Bisa membantu mengembangkan peran sebagai orang tua semu
dalam mengasuh adik-adiknya; (4) Bisa menjadi penengah atau pelerai untuk adik-adiknya; (5)
Bersikap adil kepada semua adik-adiknya; dan (6) Bisa untuk memprioritaskan keluarga.

Psychological Well Being


Menurut Ryff (1989) psychological well being sebagai sebuah kondisi individu yang
memiliki perspektif positif terhadap dirinya secara pribadi, memiliki kemampuan interpersonal
yang baik, kemampuan dalam mengambil keputusan dan mengatur diri sendiri, kemampuan
dalam menciptakan dan mebangun lingkungan yang ideal untuk dirinya, memiliki tujuan yang
ingin dicapai, dan memiliki pandangan tentang makna hidup, dan keinginan untuk selalu
mengembangkan dirinya. Kesejahteraan psikologis bukan semata-mata tidak adanya indikator
kesehatan mental yang negatif seperti kecemasan, tercapainya kebahagiaan, dan sebagainya.
Namun, penting juga untuk dicatat kepemilikan penerimaan diri, hubungan positif dengan

| 106
Amanda.,Dkk Gambaran Psychological Well Being Pada Anak Pertama Gadih Minangkabau:
Sebuah Studi Psikologi Indigenous

individu lainnya, kemampuan untuk mengendalikan lingkungan mempunyai tujuan, dan


kemampuan untuk tumbuh dan berkembang.
Menurut Ryff (1989) terdapat enam dimensi yang menjadi aspek-aspek psychological
well being, yaitu (1) self-acceptance, merupakan salah satu hal aspek utama kesehatan mental,
aktualisasi diri, keberfungsian optimal dan kedewasaan serta memiliki karakteristik sikap positif
terhadap diri sendiri; (2) positive relations with other, ditekankan sebagai salah satu konsepsi
dari kesejahteraan psikologi; (3) autonomy, ditekankan sebagai kemampuan untuk
menentukan keputusan sendiri, kemandirian, dan pengaturan internal diri; (4) environmental
mastery, kemampuan individu dalam menciptakan dan membangun lingkungan yang sesuai
dengan kondisi psikisnya; (5) purpose in life, kesehatan mental mendefinisikan hal yang
mencakup perasaan memiliki tujuan dan makna hidup; dan (6) personal growth, kebutuhan
untuk mengaktualisasikan diri dan menyadari potensi diri.
Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well being menurut Ryff (1989),
diantaranya meliputi usia, jenis kelamin, dan dukungan sosial. Hasil penelitian menunjukkan
seiring bertambahnya usia maka akan membentuk peningkatan otonomi, penguasaan
lingkungan, tujuan hidup dan perkembangan pribadi. Perbedaan jenis kelamin juga
mempengaruhi psychological well being seseorang, dimana wanita akan cenderung memiliki
psychological well being lebih baik dibandingkan laki-laki. Memiliki hubungan yang signifikan
yang membentuk dukungan sosial juga sangat mempengaruhi psychological well being
seseorang (Prabowo, 2017). Sementara pendapat lain dari Ryff dan Keyes (1995) terkait faktor-
faktor yang mempengaruhi psychological well being meliputi jenis kelamin, usia, tingkat
pendidikan dan pekerjaan.
Metode
Penelitian ini menggunakan penelitian dengan desain penelitian kualitatif dengan alat
pengumpulan data berupa open ended questionnaire. Desain ini sangat sesuai untuk mencapai
tujuan penelitian ini, yaitu melihat gambaran well being dari anak pertama perempuan Gadih
Minangkabau.
Partisipan yang terlibat dalam penelitian ini berjumlah 49 orang. Adapun kriteria
partisipan dalam penelitian ini diantaranya: (1) Anak pertama perempuan; (2) Suku
Minangkabau atau Gadih Minang; dan (3) berusia remaja di atas 15 tahun. Kriteria berusia
remaja di atas 15 tahun dipilih karena pada usia ini individu telah memiliki tugas-tugas yang
cukup kompleks. Maka dari itu kriteria ini dipilih untuk lebih mempresentasikan peran dan
tanggung jawab sebagai anak pertama gadih Minangkabau.
Prosedur dalam penelitian ini diawali dengan menemukan masalah krusial yang akan
dibahas. Setelah itu peneliti menyusun kuesioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan yang
ditujukan untuk melihat gambaran well being dari anak pertama perempuan gadih
Minangkabau. Pertanyaan-pertanyaan tersebut, diantaranya:

“Apakah saudari memiliki peran dan tuntutan sebagai anak pertama di keluarga?”
“Jika iya, peran dan tuntutan apa saja yang saudarai terima sebagai anak pertama dikeluarga?”
“Apakah makna bahagia bagi saudari?”
“Hal apa saya yang membuat saudari bahagia?”
“Apakah saudari bahagia dengan peran sebagai anak pertama di keluarga Minangkabau?”
“Jika iya, seberapa bahagia saudari saat ini dengan peran dan tuntutan saudari sebagai anak
pertama gadih Minangkabau?

Selanjutnya, kuesioner ini dikoreksi oleh dosen pembimbing mata kuliah. Setelah
kuesioner sesuai dengan tujuan penelitian, kuesioner disebar secara online melalui chat grup

| 107
Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2022

Whatsapp. Penyebaran kuesioner dilakukan selama kurang lebih dua minggu. Setelah data
terkumpul, peneliti melakukan pengolahan data dengan menggunakan analisis tematik.
Proses analisis data diawali dengan mengelompokkan jawaban responden berdasarkan
pertanyaan. Selanjutnya, jawaban responden akan diberikan nomor sebagai kode sesuai
dengan identitas respondennnya untuk memudahkan dalam penemuan tema-tema penting
dari jawaban responden. Proses penemuan tema ini dilakukan menggunakan excel. Setelah
tema-tema ditemukan selanjutnya adalah proses analisis.

Hasil Penelitian
Peran dan Tuntutan Anak Perempuan Pertama
Berdasarkan hasil pertanyaan kuesioner yang menjaring informasi terkait peran dan
tuntutan anak pertama perempuan ditemukan dari 49 subjek sebanyak 91,8% memiliki peran
dan tuntutan, sedangkan 8,1% tidak memiliki peran dan tuntutan dari keluarga sebagai anak
pertama perempuan. Dari pertanyaan peran dan tuntutan apa yang mereka terima dari
keluarga, ditemukan 99 subtema yang kemudian dikelompokkan ke dalam 9 tema utama yang
menggambarkan peran dan tuntutan anak pertama perempuan. Adapun 9 dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1.
Gambaran Peran dan Tuntutan Anak Perempuan Pertama
Peran dan Tuntutan Persentase
Panutan 59,1%
Membantu orang tua 29%
Harapan keluarga 23%
Pandai bersikap 20%
Sukses 18%
Bermanfaat 14%
Berkarir 14%
Mandiri 8%
Mengayomi 8%

Dari 9 tema yang muncul, tema yang paling dominan adalah peran untuk menjadi
panutan bagi saudara-saudaranya, yaitu sebesar 59,1%. Berikut merupakan jawaban
responden yang mengindikasikan tema tersebut.

“Mempunyai etika yang baik, rajin beribadah, rajin belajar, mengasuh dan menjaga adek-adek,
pandai mengurus rumah, disiplin, agar menjadi contoh bagi adek-adek (S25)”

“Harus bisa menjadi contoh yang baik untuk adik kita, yang selalu menjadi harapan keluarga
untuk bisa mengangkat derajat keluarga nantinya dan dituntut untuk lebih mandiri (S30)”

Makna Bahagia

Pada pertanyaan terkait makna bahagia ditemukan 72 subtema yang kemudian di


kelompokkan ke dalam 9 tema utama yang menggambarkan makna bahagia masing-masing
subjek. Sembilan tema tersebut terdiri dari bersyukur, kasih sayang, kebebasan, bermanfaat,
keluarga, pencapaian, penerimaan diri, perasaan yang positif dan sikap. Tabel 2 merupakan
penjabaran dari 9 tema tersebut.

Tabel 2.

| 108
Amanda.,Dkk Gambaran Psychological Well Being Pada Anak Pertama Gadih Minangkabau:
Sebuah Studi Psikologi Indigenous

Gambaran Makna Bahagia


Makna Bahagia Persentase
Perasaan 43%
Bersyukur 24%
Kebebasan 24%
Keluarga 18%
Bermanfaat 8%
Pencapaian 6%
Sikap 6%
Penerimaan diri 4%
Kasih sayang 4%

Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa tema yang paling dominan dalam
menggambarkan makna bahagia pada anak pertama perempuan adalah terkait dengan
perasaan positif yang mereka miliki. Perasaan yang positif disini digambarkan dengan rasa
aman, damai, tenang, gembira, nyaman, dan tentram. Berikut merupakan jawaban responden
yang merepresentasikan tema tersebut.

“Berkumpul dengan orang-orang yang disayangi, melakukan hal yang menyenangkan bagi diri
sendiri dan menyenangkan juga bagi keluarga dan yang lainnya, semuanya selalu sehat (S25)”
“Perasaan merasa puas, cukup, gembira (S23)”
“Menjalani kehidupan di dunia ini tanpa adanya beban dan pikiran yang menyulitkan, serta
selalu sehat (S33)”

Hal-hal yang Membuat Bahagia

Pada pertanyaan terkait hal-hal yang membuat bahagia ditemukan 82 subtema yang
kemudian dikelompokkan menjadi 10 tema utama yang membuat anak pertama perempuan
bahagia, diantaranya adalah hiburan, kasih sayang, kebaikan, kebebasan, keluarga, kesehatan,
makanan, pencapaian, perasaan dan pertemanan. Tabel 3 merupakan dari penjabaran 10 tema
tersebut:

Tabel 3.
Gambaran Hal-hal yang Membuat Bahagia
Hal-hal yang Membuat Bahagia Persentase
Keluarga 38,7%
Pencapaian 38%
Hiburan 27%
Pertemanan 16%
Kebaikan 13%
Makanan 12%
Kasih sayang 6%
Kebebasan 6%
Perasaan 4%
Kesehatan 2%

Berdasarkan gambaran dari tebel 3, tema yang paling dominan adalah hal-hal yang
terkait keluarga dan pencapaian yang masing-masing berjumlah 38,7%. Tema terkait keluarga
digambarkan dengan memiliki keluarga yang harmonis, masih dapat berkumpul dengan

| 109
Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2022

keluarga, memiliki keluarga impian, dan memiliki keluarga yang lengkap. Sedangkan tema
terkait pencapaian digambarkan dengan berhasil berproses, berhasil mencapai tujuan, berhasil
melalui hidup, dapat membanggakan orang tua, memiliki banyak uang, dan sebagainya.
Berikut merupakan jawaban dari responden yang merepresentasikan tema keluarga dan
pencapaian.

“Ketika saya dapat membantu orang lain disitu saya merasa bahagia. Terutama apabila saya
dapat membantu keluarga saya dalam hal apapun, seperti ketika saya diminta untuk menjaga
anggota keluarga yang sedang masuk rumah sakit disitu saya merasa bahagia karena menurut
saya saya dapat membantu dan juga menurut saya berrti orang itu percaya pada saya (S10)”

“Ketika mempunyai keluarga yg harmoni, teman yg baik dan pekerjaan yg bagus (S9)”

“Bersama dengan keluarga adalah hal yg paling membahagiakan menurut saya (S24)”

“Berhasil mencapai yang diharapkan, membuat orang tua bahagia, mengajari adek-adek tentang
yang benar, bermain bersama (S25)”

“Mencapai salah satu tujuan hidup, melihat orang yang di sayang sepeti ortu, saudara bahagia
(S38)”

Apakah Responden Bahagia dengan Peran Sebagai Anak Pertama Perempuan di


Keluarga Minagkabau?

Berdasarkan hasil yang ditemukan pada penyebaran kuesioner ditemukan sebanyak


85,7% responden bahagia dan 14,2% responden merasa tidak bahagia dengan peran dan
tuntutan mereka yang terlahir sebagai anak pertama perempuan di keluarga Miangkabau.
Rata-rata dari 1-10 perasaan bahagia yang dirasakan oleh subjek berada pada angka 7,45.
Perasaan tidak bahagia ini disebabkan oleh perasaan berat saat banyaknya orang yang
menggantungkan harapan mereka pada responden, memiliki banyak tanggung jawab, dan
seringkali dilarang dalam banyak hal.

Diskusi
Menurut Ryff (1989) psychological well being adalah adalah keadaan di mana individu
bisa memenuhi kebutuhan untuk menjadi sehat secara psikologis. Kesejahteraan psikologis
bukan semata-mata tentang tidak adanya indikator kesehatan mental yang negatif, seperti
kecemasan, tercapainya kebahagiaan, dan sebagainya. Namun, penerimaan diri, hubungan
positif dengan individu lain, kemampuan untuk mengendalikan lingkungan mempunyai
tujuan, dan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang juga menjadi bagian yang penting
dalam hal kesejahteraan psikologis.
Psychological well being merupakan suatu konsep yang berkaitan dengan apa yang
dirasakan individu mengenai aktivitas dalam kehidupan sehari-hari serta mengarahkan pada
pengungkapan perasaan-perasaan pribadi atas apa yang dirasakan oleh individu sebagai hasil
dari pengalaman hidupnya (Setianingrum, 2020). Berdasarkan hasil penelitian perasaan tidak
bahagia pada anak pertama disebabkan oleh perasaan beratnya beban tanggung jawab,
banyaknya aturan dan larangan dan aturan yang harus dipatuhi dan lain sebagianya.
Penerimaan diri menjadi salah satu aspek penting dalam penegmabangan
psychological well being. Menurut Hurlock (2009) penerimaan diri adalah suatu tingkat
kemampuan dan keinginan yang dimiliki individu untuk hidup dengan segala karakteristik
yang ada pada dirinya. Individu yang memiliki penerimaan diri yang baik tidak akan

| 110
Amanda.,Dkk Gambaran Psychological Well Being Pada Anak Pertama Gadih Minangkabau:
Sebuah Studi Psikologi Indigenous

bermasalah atau merasa terbebani dengan dirinya, dan memiliki kesempatan untuk
beradaptasi lebih baik dengan lingkungannya. Penerimaan diri menjadi salah satu faktor
penting yang berepran terhadap kebahagiaan individu sehingga ia memiliki penyesuaian diri
yang baik (Oktaviani, 2019). Hal ini sejalan dengan seseorang memiliki psychological well being
yang baik maka akan memiliki sikap yang positif terhadap dirinya. Pada penelitian ini
responden memberikan gambaran terkait psychological well being pada peneliti. Hal ini dapat
dilihat dengan penerimaan peran dan tuntutannya sebagai anak pertama perempuan di
keluarga Minangkabau. Sebanyak 85,7% menerima peran dan tuntutan yang telah
dilimpahkan kepadanya.
Hubungan positif dengan orang lain terlihat dengan bagaimana individu dapat
membangun sebuah hubungan yang hangat, saling percaya dan saling menemukan
kenyamanan dalam hubungan tersebut. Kesejahteraan psikologis individu yang tinggi mampu
menjalin kepercayaan dengan orang lain, memiliki empati dan memahami hubungan timbal
balik (Najlawati, 2019). Hubungan positif yang tergambar dari hasil penelitian ini terlihat salah
satu hal yang membuat bahagia bagi responden adalah keluarga. Hal ini mencerminkan
hubungan positif dengan individu lain didapatkan oleh anak perempuan pertama dengan
membangun hubungan yang hangat dengan kelurganya. Selain dengan keluarga, anak
perempuan pertama juga membangun hubungan saling percaya dengan teman-teman
dekatnya.
Latar kebudayaan Minangkabau dengan prinsip yang tertuang dalam pernyataan “adat
basandi syarak, syarak basandi kitabullah” (Adat bersendikan Hukum, Hukum bersendikan Al-
Qur’an), yang memiliki arti setiap tata laku, sikap, norma nilai yang dipegang oleh orang
Minang haruslah sesuai dengan aturan adat yang berlandaskan pada hukum dan hukum yang
berlandaskan ajaran Islam (Putra, 2019). Prinsip ini juga menjadi prinsip yang dipegang oleh
anak perempuan pertama keturunan Mingangkabau. Meraka berusaha untuk mengikuti
aturan yang berlaku agar menjadi anak dan kaum yang baik. Prinsip inilah yang mempengaruhi
pembentukan psychological well being pada anak pertama perempuan di suku Minangkabau.
Penelitian yang dilakukan oleh Rohma (2021), terkait gambaran well being pada wanita
yang menikah muda. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran psychological well
being subjek tergambarkan dari dimensi penerimaan diri, di mana para wanita ini mensyukuri
pernikahan mereka dan mereka merasa bahagia akan pernikahan yang telah mereka lakukan.
Selain itu, psychological well being mereka juga tergambar dari dimensi hubungan positif
dengan orang lain, baik itu dalam keluarga maupun dalam lingkungannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Kirana (2021) tentang psychological well being dewasa awal yang mengalami
riwayat perceraian orang tua di masa remaja. Pada penelitian ini digambarkan psychological
well being subjek dari dimensi penerimaan diri, kedua subjek pada awalnya tidak bisa
menerima perceraian orang tuanya dan mereka cenderung menjadi tidak percaya diri karena
hal ini. Namun, seiring berjalannya waktu kedua subjek ini mulai bisa menerima keadaan yang
terjadi pada keluarga mereka. Kemudian pada dimensi hubungan positif dengan orang lain,
kedua subjek merasa tidak adanya masalah terkait hubungannya dengan keluarga besar, justru
pada subjek pertama orang tuanya menjadi lebih perhatian pada subjek. Selain itu pada subjek
kedua, perceraian orang tuanya membuat subjek bertemu dengan orang-orang yang
mempunyai keadaan sama dengannya.
Hasil penelitian yang peneliti temukan sejalan dengan hasil penelitian-penelitian
diatas. Pada penelitian gambaran well being pada dimensi penerimaan diri, responden dari
penelitian ini 85,7% telah menerima peran mereka sebagai anak perempuan pertama di
Keluarga Minangkabau. Bahkan beberapa diantara mereka ingin bisa membanggakan dan

| 111
Jurnal Spirits Volume 12 No 2 Mei 2022

diandalakan oleh keluarganya. Kemudian dari dimensi hubungan positif dengan orang lain,
tergambar dengan hal-hal yang menjadi kebahagian bagi responden adalah keluarga dan
teman-teman terdekatnya.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, didapatkan kesimpulan bahwa
sebanyak 85,7% responden merasa bahagia dan menerima peran dan tuntutan yang
dilimpahkan kepadanya sebagai anak pertama perempuan di keluarga Minangkabau.
Sedangkan 14,2% responden merasa tidak bahagia sebagai anak pertama perempuan di
Minangkabau. Jika dilihat dalam skala 1-10, perasaan bahagia yang dirasakan oleh subjek
berada pada angka 7,45. Berdasarkan pertanyaan pertama yaitu peran dan tuntutan anak
pertama perempuan didapatkan tema yang paling dominan adalah menjadi panutan bagi
saudara-saudaranya sedangkan tema yang dominan didapat dari pertanyaan kedua mengenai
makna bahagia pada anak pertama perempuan yaitu perasaan yang mereka miliki. Terakhir,
tema yang paling dominan dari pertanyaan mengenai hal-hal yang membuat bahagia anak
pertama perempuan adalah keluarga dan pencapaian.

Saran
Penelitian ini dapat dijadikan referensi dan acuan untuk penelitian yang akan
melakukan penelitian dengan tema yang serupa. Peneliti juga menyarankan untuk melakukan
penggalian data yang lebih dalam dengan memperdalam pertanyaan dan menyebarkan
kuesioner pada lebih banyak responden sehingga menghasilkan temuan yang lebih spesifik
yang kemudian juga dapat dikaitkan dengan variabel-variabel lainnya. Untuk responden yang
terlibat dalam penelitian ini juga diharapkan dapat mempertahankan psychological well being
dan mengembangkannya untuk lebih baik lagi.

Daftar Pustaka

E.B Hurlock, Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, Edisi Ke-v, Alih
Bahasa: Istiwidayanti dan Soedjarwo, Jakarta: Erlangga, 1990
Hardjo, S., Aisyah, S., & Mayasari, S. I. (2020). Bagaimana psychological well being pada remaja? Sebuah
analisis berkaitan dengan faktor meaning in life. Jurnal Diversita, 6(1), 63-76.
Hartati, N., & Yuniarti, K. W. (2020). Apakah sistem kekerabatan matrilinieal di suku Minang masih
membudaya? Analisis tematik pada makna pemberian dukungan sosial mamak kepada
kemenakan. Jurnal Psikologi Sosial, 18(3), 199-210.
Hurlock, E. B. (2009). Psikologi perkembangan: suatu perkembangan sepanjang rentang kehidupan.
Jakarta: Erlangga.
Kirana, A. M., & Suprapti, V. (2021). Psychological well being dewasa awal yang mengalami riwayat
perceraian orang tua di masa remaja. Buletin Riset Psikologi dan Kesehatan Mental
(BRPKM), 1(1), 1003-1014.
Lindayanti (2019). Perempuan Minangkabau dalam panggung politik. Mozaik: Kajian Ilmu
Sejarah.10(1).1-11
Najlawati, F., & Purwaningsih, I. E. (2019). Kesejahteraan psikologis keluarga penyintas bunuh diri. Jurnal
Spirits, 10(1), 5-26. https://doi.org/10.30738/spirits.v10i1.6531
Nurman, S. N. (2019). Kedudukan perempuan Minangkabau dalam perspektif gender. Jurnal Al-
Aqidah, 11(1), 90-99.
Oktaviani, M. A. (2019). Hubungan penerimaan diri dengan harga diri pada remaja pengguna
Instagram. Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 7(4).

| 112
Amanda.,Dkk Gambaran Psychological Well Being Pada Anak Pertama Gadih Minangkabau:
Sebuah Studi Psikologi Indigenous

Prabowo, A. (2017). Gratitude dan psychological wellbeing pada remaja. Jurnal Ilmiah Psikologi
Terapan, 5(2), 260-270.
Putra, A. Y. (2019). Kecerdasan emosional dengan subjective well-Being wanita single parent wanita
minangkabau. Fakultas Ilmu Pendidikan. dissertation, Universitas Negeri Padang.
Putri, I. A. (2018). Jaringan kekerabatan matrilineal sebagai modal sosial perempuan caleg dalam pemilu
2014. Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 19(2), 167-178.
https://doi.org/10.25077/jaisb.v19.n2.p167-178.2017
Qur'ani, H. B. (2019). Martabat perempuan Minangkabau dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck Karya Hamka. Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 8(1), 9-17.
Rini, A. R. P. (2012). Kemandirian remaja berdasarkan urutan kelahiran. Jurnal Pelopor Pendidikan, 3(1),
61-70.
Rohma, R. N., & Syah, A. M. (2021). Psychological well being pada wanita. CONSEILS: Jurnal Bimbingan
dan Konseling Islam, 1(1), 21-30.
Ryff, C. D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-
being. Journal of Personality and Social Psychology, 57(6), 1069–
1081. https://doi.org/10.1037/0022-3514.57.6.1069
Ryff, C.D dan Keyes C.L.M. (1995). The structure of psychological well being revisited. Journal of
Personality and Social Psychology. 69(4).719-727. https://doi.org/10.1037/0022-3514.69.4.719
Setianingrum, N. R., & Maryatmi, A. S. (2020). Hubungan antara kecerdasan emosi dan coping stress
terhadap psychological well-being pada anak sulung di kelurahan X Bogor. IKRA-ITH
HUMANIORA: Jurnal Sosial dan Humaniora, 4(3), 1-8.
Wahid, W. O. R. U., & Ridfah, A. (2020). Rasa tanggung jawab anak sulung di kota Makassar. Jurnal
Psikologi TALENTA, 2(2), 9.
Zakiah. (November, 2016). 12 LARANGAN UNTUK WANITA MINANGKABAU. sumbarprov.go.id. diunduh
dari https://sumbarprov.go.id/home/news/9247-12-larangan-untuk-wanita-minangkabau
tanggal 22 April 2022.

| 113

Anda mungkin juga menyukai