Anda di halaman 1dari 36

ANALISIS PERAN IBU TERHADAP PENDIDIKAN KARAKTER ANAK

DI DESA CIBINGBIN

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Tempat, Ruang dan Sistem Sosial
Dosen Pengampu: Nunu Nurfirdaus, M.Pd

Oleh
TITIN SINTIA
NIM 166223044

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH KUNINGAN
2019
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Allah menempatkan Ibu pada posisi yang sangat mulia. Ibu adalah orang
yang pertama dan utama yang berhak menerima bakti anak. Ibu adalah seorang
perempuan yang diberi amanah oleh Allah SWT untuk
mengandung,melahirkan, dan menyusui serta mendapat tanggung jawab untuk
merawat, membesarkan dan mendidik anak. Ibu mendapat keutamaan yang
lebih besar dibandingkan ayah. (Mulyani, 2018: 516)
Dalam bukunya Lentera Hati, Quraish Shihab mengatakan ada dua istilah
dalam bahasa arab yang berarti ibu yaitu al-umm dan al-walidah. Al-umm
berarti ibu kandung dan bukan ibu kandung, sedangkan al walidah berarti ibu
kandung. Menurutnya, Kata ummi yang berarti ibu berasal dari kata yang sama
yang membentuk kata imam (pemimpin) dan umat yang kesemuanya bermakna
yang dituju atau yang diteladani. Jika ibu berfungsi sebagai umm, maka ia akan
menciptakan pemimpin-pemimpin melalui ajaran dan tauladannya. Sebaliknya
jika seorang ibu tidak berfungsi sebagai umm, maka tidak akan lahir
pemimpin-pemimpin yang patut di teladani sehingga umat akan hancur.
(Mulyani, 2018: 516)
Seorang ibu mempunyai peran sentral daam membentuk karakter anak.
Ibu sebagai sosok yang paling dekat dan memiliki ikatan yang paling kuat
dengan anak semenjak anak dalam kandungan. Ikatan psikologis antara ibu dan
anak ini disebut Maternal bonding. Maternal bonding merupakan dasar penting
dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam
pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. (Mulyani,
2018: 517)
Koesoema (2010) menyebutkan bahwa jika karakter dipandang dari
sudut behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu
sejak lahir, maka karakter dianggap sama dengan kepribadian. Karakter
dipengaruhi oleh hereditas sebagaimana yang dinyatakan oleh Samani &

1
Hariyanto (2013) bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta
diwujudkan dengan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari.
(Sutarna, 2016: 1)
Menurut Koesoema (2010) Karakter bukan sekedar sebuah kepribadian
(personality) karena sesungguhnya karakter adalah kepribadian yang ternilai.
Kepribadian dianggap sebagai ciri, karakteristik, gaya, sifat khas dari diri
seseorang yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari
lingkungan, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan seseorang
sejak lahir. (Surtarna. 2016: 2)
Islam sangat memperhatikan pendidikan manusia sejak lahir, walaupun
manusia lahir dalam keadaan fitrah (suci). Manusia mempunyai dua potensi,
yaitu: bisa menjadi baik karena pendidikan yang benar dan bisa juga menjadi
jahat jika tidak berpendidikan bahkan jauh dari norma-norma agama dan
karakter akibat salah asuhan. Imam Musbikin, (2003). Untuk itulah diperlukan
pendidik yang tangguh dan bermental kuat menghadapi berbagai sikap anak.
Pendidik pertama yang utama menjadi tulang punggung keberhasilan
pendidikan karakter adalah ibu. Ibu mempunyai tanggung jawab untuk
membahagiakan anak-anaknya, dari sejak anaknya membuka mata hingga
menutup mata. Bukan untuk memanjakannya sepanjang waktu, atau bahkan
menuruti segala keinginan anak, tetapi menuntunnya untuk bisa meraih
kebahagiaan di dunia dan di akhirat dengan cara mengajar anak-anaknya untuk
memahami agama dengan benar, selalu bersyukur dengan segala kenikmatan
yang diperoleh dan selalu ber- sabar atas setiap permasalahan yang dihadapi.
Tak kalah pentingnya adalah menanamkan karakter kepada anak-anaknya agar
tumbuh menjadi manusia yang tangguh menghadapi pahit getirnya kehidupan.
(Munirah, 2014: 259)
Adapun permasalahan yang saya temui di Desa Cibingbin Kecamatan
Cibingbin Kabupaten Kuningan yaitu dari peran seorang ibu. Dimana
permasalahannya yaitu, banyaknya seorang ibu yang bekerja sehingga

2
berdampak pada tanggung jawab seorang ibu dalam mendidik, menitipkan
anaknya pada saudara atau nenek kakeknya, kurangnya kasih sayang yang
diberikan oleh seorang ibu, kurangnya memberi perhatian pada anaknya, dan
kurangnya teladan yang baik dari seorang ibu seperti jarang melaksanakan
ibadah, sering berkata kasar, dan berbohong.
Kemudian adapun permasalahan yang saya temui di Desa Cibingbin
Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan yaitu dari karakter anak.
permasalahan dari pendidikan karakter anak yaitu banyaknya anak yang
berperilaku tidak sopan pada orang tua,saudara, teman dan lainnya, banyak
anak yang sering berbohong pada orang tua, saudara dan teman, bahkan
banyak anak yang mencuri, selain itu kurangnya nilai religius pada anak seperti
jarang melakukan ibadah sholat, sering membantah pada orang tua, dan bolos
sekolah.
Maka pada hal ini bahwa Ibu merupakan guru pertama bagi anak-
anaknya. Pendidikan karakter pertama diberikan dari seorang ibu. Pendidikan
karakter dan teladan dari seorang ibu sangat menentukan karakter seorang
anak. Maka karakter anak terbentuk dari bagaimana seorang ibu mendidik dan
menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya.
Berdasarkan konteks di atas maka dalam penelitian ini yaitu “Analisis
Peran Ibu terhadap Pendidikan Karakter Anak”. Sebagai solusi yang
ditawarkan, penelitian ini mengkaji mengkaji teori-teori peran ibu terhadap
pendidikan karakter anak. Hal ini dilakukan melalui kajian pustaka, telaah
dokumen, wawancara restruktur beberapa orang tua, bahkan seorang anak.
Dengan latar belakang yang telah digambarkan di atas, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul, yaitu “Analisis Peran Ibu
terhadap Pendidikan Karakter Anak di Desa Cibingbin”.

B. Fokus Penelitian
Dalam penelitian ini untuk membatasi agar penelitian ini pembahasanya
tidak terlalu luas, agar memperoleh gambaran yang jelas serta supaya tidak
terjadi perluasan permasalahan yang nantinya tidak sesuai dengan tujuan

3
penelitian ini. Maka fokus penelitian dalam pembahasan kali ini sebagai
berikut:
1. Peran orang tua dalam penelitian ini dilihat dari peranan seorang ibu.
2. Peran Ibu dalam penelitian ini yaitu tentangbertanggung jawab, mendidik
dan menjadi suri teladan dalam membentuk karakter anak.
3. Karakter anak dalam hal ini dibatasi dengan karakter religius, sopan santun,
dan jujur.
4. Peran Ibu dan anak dalam penelitian ini dibatasi hanya di Desa Cibingbin.

C. Rumusan Masalah
Berdasarkan fokus penelitian yang telah dipaparkan di atas maka
rumusan masalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana analisis peran ibu terhadap pendidikan karakter anak di Desa
Cibingbin?

D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka
tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis peran Ibu terhadap pendidikan karakter anak di Desa
Cibingbin.

E. Manfaat Penelitian
Sesuai dengan yang diharapkan dalam penelitian bagi komponen-
komponen pendidikan. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi peneliti, orang
tua, guru dan lembaga baik secara teoritis dan praktis. Adapun manfaat
penelitian ini sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca
sebagai pengetahuan ataupun wawasan tentang bagaimana peranan dan
tugas-tugas seorang ibu mendidik dan memberikan teladan dalam
membentuk karakter anak-anaknya.

4
2. Secara Praktis
a. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan pengetahuan pada diri
sendiri sebagai wanita yang merupakan calon ibu.
b. Bagi Orang Tua
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
kontribusi bagi seorang ibu dapat bertanggung jawab sehingga dapat
mendidik dan menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya.
c. Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
menjadikan acuan bagi peneliti lain untuk mengetahui peranan seorang
ibu dalam pembentukan karakter anak.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
1. Peran Ibu
Istilah peran dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia” mempunyai
arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan
di masyarakat. Menurut Abu Ahmadi (1982) peran adalah suatu kompleks
pengharapan manusia terhadap caranya individu harus bersikap dan berbuat
dalam situasi tertentu yang berdasarkan status dan fungsi sosialnya.
Pengertian peran menurut Soerjono Soekanto (2002), yaitu peran
merupakan aspek dinamis kedudukan (status), apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya. (Tumbage dkk., 2017: 07)
Kata ibu dalam al-Qur’an disebut “umm” yang berasal dari akar kata
yang sama dengan ummat yang artinya “pemimpin” yang dituju atau yang
diteladani. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa ibu akan dapat
menciptakan pemimpin-pemimpin dan bahkan dapat membina umat melalui
perhatian dan keteladanannya dalam mendidik anak. Demikian juga
sebaliknya, jika yang melahirkannya tidak berfungsi sebagai ibu (umm)
maka akan hancur generasi-generasi selanjutnya dan tidak akan muncul
pemimpin yang bisa diteladani. (Mulyani, 2018: 516)
Allah menempatkan Ibu pada posisi yang sangat mulia. Ibu adalah
orang yang pertama dan utama yang berhak menerima bakti anak. Ibu
adalah seorang perempuan yang diberi amanah oleh Allah SWT untuk
mengandung,melahirkan, dan menyusui serta mendapat tanggung jawab
untuk merawat, membesarkan dan mendidik anak. Ibu mendapat keutamaan
yang lebih besar dibandingkan ayah, hal ini disebutkan dalam sebuah hadis
yang artnya: Dari Abu Hurairah, ia berkata: Seseorang datang kepada
rasulullah saw. dan berkata, wahai rasulullah! kepada siapakah aku harus
berbakti pertama kali? Nabi menjawab, ibumu! Orang tersebut bertanya

6
kembali, kemudian siapa lagi? Beliau menjawab, ibumu! Nabi menjawab,
kemudian kepada ayahmu.(HR. Bukhari dan Muslim). Dalam hadis tersebut
Rasulullah Saw mengindikasikan keutamaan berbakti kepada ibu, dengan
menyebut nama ibu tiga kali baru kemudian menyebutkan kata ayah. Imam
al-Qurthubi menjelaskan bahwa hadis tersebut menunjukkan kecintaan dan
kasih sayang terhadap seorang ibu harus tiga kali lipat besarnya
dibandingkan terhadap seorang ayah. (Mulyani, 2018: 516)
a. Peran Ibu dalam Mendidik
Mendidik dan membimbing anak merupakan suatu kewajiban bagi
seorang muslim karena anak merupakan amanat yang harus
dipertanggung jawabkan oleh orangtua. Peryataan tersebut berangkat dari
hadists Rasulullah Saw: “Sesungguhnya setiap anak itu dilahirkan dalam
keadaan fitrah suci), orang tuanyalah yang akan menjadikan anak
tersebut yahudi, Nasrani, ataupun Majusi”’ Hadits di atas memiliki
makna bahwa kesuksesan atau bahkan masa depan anak adalah
tergantung bagaimana orang tua mendidik dan mengasuhnya. Dari hadits
di atas bisa disimpulkan bahwasanya setiap anak memiliki potensi, orang
tualah dengan bijak mengoptimalkan potensi yang telah diberikan Allah
Swt. Hal ini juga dipertegas dalam firman Allah dalam At-Tahrim ayat 6.
(Siregar, 2016: 109)
Hal ini bertujuan menciptakan anak anak yang memiliki akhlakul
kharimah, dan menunjukkan kepada mereka hal hal yang bermanfaat.
Konsep mendidik anak dalam islam sudah terhitung sejak anak dalam
kandungan. Orangtua harus memulai mengasuh perkembangan anak
dengan makan yang baik halal, menciptakan lingkungan fisik dan
suasana batin dalam rumah tangga yang nyaman. Menurut Jamal
Abdurrahman dalam majalah Karimah, beliau juga menambahkan bahwa
mendidik anak dengan bersungguh-sungguh dengan bertujuan surga,
sedangkan menyepelekannya berarti neraka. (Siregar, 2016: 111)
Manhaj (sistem) Islam telah mengatur batas-batas hubungan
antara kedua orang tua dengan anak-anaknya, dimana masing-masing

7
pihak melaksanakan perannya terhadap pihak lain sebagaimana yang
telah digariskan. Dan apabila seorang anak itu terlahir ke dunia ini telah
mendapatkan kedua orang tuanya dalam keadaan harmonis dan akur,
maka ia akan tumbuh dalam pengasuhan yang penuh ketenangan dan
ketentraman. Maka hal ini akan memiliki dampak positif. Akan tetapi
jika anak-anak hidup dalam sebuah keluarga yang tumbuh dalam suasana
goncang dan rusak, serta tidak diliputi oleh nilai-nilai akhlak yang mulia,
maka anak-anak akan mengalami kegoncangan psikologis dan pikiran
mereka tidak stabil. Hal ini tentu dipengaruhi oleh norma-norma yang
menyimpang dengan ajaran Islam. Problema keluarga seperti ini sangat
perlu bagi seorang ibu untuk mewujudkan suasana kepeduliannya
mengenai tanggung jawab terhadap suami dan anak-anaknya. (Gade,
2012: 32)
Seorang ibu mempunyai peranan yang penting dalam kehidupan
suatu keluarga. Dengan demikian, peran ibu dalam pendidikan anak lebih
utama dan dominan daripada peran ayah. Hal ini perlu dipahami karena
ibu orang yang lebih banyak menyertai anak-anaknya sejak seorang anak
itu lahir, ibulah di sampingnya bahkan dikatakan bahwa pengaruh ibu
terhadap anaknya dimulai sejak dalam kandungan. Dalam sebuah
keluarga ibu sebagai figur sentral yang dicontoh dan diteladani. Karena
anak bagaikan radar yang menangkap apa saja yang terjadi di sekitarnya.
(Gade, 2012: 32)
Kewajiban seorang ibu tidak hanya berbelanja, memasak,
mencuci, berdandan, mengatur keuangan, dan melahirkan, serta merawat
anak, akan tetapi seorang ibu mempunyai peran yang lebih dominan
dalam kehidupan suatu keluarga dibandingkan dengan peran suami.
Seperti yang telah tercantum di dalam Undang-undang Perkawinan No. 1
tahun 1974 pasal 31 ayat 3 yang berbunyi “Suami adalah kepala keluarga
dan istri adalah ibu rumah tangga”. (Tumbage dkk., 2017: 2)
Dengan demikian seorang suami menjadi kepala keluarga yang
memimpin, membimbing, dan melindungi keluarga dari gangguan lahir

8
dan batin, serta mencari nafkah dan keperluan lainnya untuk anak dan
istrinya. Mendidik serta dapat menjadi teladan bagi anak istrinya
merupakan kewajiban seorang kepala keluarga. Begitu juga dengan
seorang istri sebagai ibu rumah tangga mempunyai kewajiban membantu
suami dalam mempertahankan rumah tangga, mengatur segala keperluan
rumah tangga, memperhatikan pendidikan anak, mengatur keuangan
sehingga terjadi keselarasan antara pendapatan dan kebutuhan rumah
tangga. Untuk mendidik anak, ibu memegang peranan yang paling
dominan dibandingkan seorang bapak. Walaupun demikian, bapak harus
memberikan perhatian penuh terhadap pendidikan anak-anaknya.
Seorang ibu mempunyai tanggung jawab yang pertama terhadap anak
karena ibu yang paling dekat dengan anak. Seorang ibu yang
mengandung, melahirkan, menyusui, mengasuh, serta membesarkan anak
mempunyai kedekatan yang intim dengan anaknya. Dalam hal ini, ibu
yang paling tahu mengenai keadaan anak. (Tumbage dkk., 2017: 2)
Oleh karena itu, ibu mempunyai tanggung jawab yang pertama
dan utama terhadap anak. Baik atau buruknya keadaan anak pada waktu
dewasa nanti tergantung pada pendidikan yang diterimanya sewaktu
masih kecil, terutama pendidikan yang diberikan oleh seorang ibu.
Pendidikan dalam hal ini tidak terbatas pada pendidikan yang sengaja
diberikan, misalnya mengajarkan anak kebiasaan yang baik, sopan
santun, pendidikan keagamaan dan lain sebagainya, tetapi pendidikan
yang tidak disengaja akan mempengaruhi anak. Semua hal yang terjadi di
dalam rumah tangga dan keluarga, seperti perasaan, perilaku, dan
pergaulan ibu bapak di rumah ataupun diluar rumah akan banyak
mempengaruhi kondisi baik buruknya seorang anak. (Tumbage dkk.,
2017: 2)
Berdasarkan siklus kehidupan tersebut maka ibu merupakan
penanggung jawab utama terhadap pendidikan baik mendidik akhlak
maupun kepribadian mereka, dan harus bekerja keras dalam mengawasi
tingkah laku mereka dengan menanamkan perilaku terpuji, serta tujuan-

9
tujuan yang mulia. Sebagai contoh: ketika anak-anak muncul sifat negatif
seperti sombong, congkak hendaknya para ibu segera mengobati mereka
karena sifat-sifat ini akan meresap ke dalam jiwa anak-anak seiring
dengan perjalanan waktu. Ibarat pohon yang akar-akarnya telah meresap
ke dalam tanah sungguh sulit untuk mengobati penyakit tersebut bila
sudah besar. Karena sifat-sifat ini bukan hanya dipengaruhi oleh
lingkungan masyarakat saja, akan tetapi sangat dominan di lingkungan
rumah atau keluarganya. (Gade, 2012: 34)
b. Peran Ibu dalam Menjadi Teladan
Peran ibu dalam hal ini tentu adanya kontradiksi antara pola
kehidupan dalam sebuah keluarga. Namun demikian, ibu mempunyai
andil yang lebih kuat dalam sebuah keluarga, dalam hal ini tentu
seorang ibu harus memiliki sifat/perilaku yang sangat perlu dicontohkan
oleh anak-anak. (Gade, 2012: 34)
Konsep keteladanan dalam sebuah pendidikan sangatlah penting
dan bisa berpengaruh terhadap proses pendidikan, khususnya dalam
membentuk aspek moralitas, spiritual, dan etos sosial anak . Pentingnya
keteladanan dalam mendidik anak menjadi pesan kuat dari Al-qur’an.
Sebab keteladanan adalah sarana penting dalam pembentukan karakter
seseorang. Satu kali perbuatan yang dicontohkan lebih baik dari seribu
kata yang diucapkan. Ditambah lagi anak anak akan mudah meniru apa
pun yang dilihatnya. Sebagaimana Allah juga memberikan contoh-contoh
Nabi atau orang yang bisa kita jadikan suri teladan dalam kehidupan atau
peringatan agar kita jadikan suri teladan dalam kehidupan atau peringatan
agar kita tidak menirunya. Sebagaimana firman-Nya:
“Sesungguhnya pada neraka itu ( Ibrahim dan umatnya) ada
teladan yang baik bagimu:( yaitu bagi orang-orang yang mengharap
pahala Allah dan keselamatan pada hari kemudian. Dan barangsiapa
yang berpaling maka sesungguhnya Allah dialah yang maha kaya lagi
maha terpuji”

10
Keteladanan dalam mendidik anak sangatlah penting, apalagi kita
sebagai orangtua yang diberi anak oleh Allah yang berarti kita harus bisa
menjadi guru teladan bagi mereka dan juga sebagai orangtua wajib
menjaditeladan bagi putra putrinya dalam semua aspek kehidupan. Oleh
karena itu kita harus benar-benar menjadi panutan bagi mereka andalkan
untuk mengarungi kehidupan ini. Apabila kita menginginkan anak kita
mencitai Allah dan Rasul-Nya maka kita sebagai orangtua harus
menunjukkan sikap mencintai Allah dan Rasullnya, sehingga kecintaan
itu akan terlihat oleh anak-anak. (Siregar, 2016: 111)
Suri teladan merupakan kurikulum yang diamanahkan Allah Swt
kepada sosok manusia yang mengembangkannya, menerjemahkan, serta
mengartikulasikannya kepada perilaku yang tekstual dan dapat dirasakan.
Oleh karena itu Allah mengutus Nabi Muhammad Ṣallallāh ‘alayh wa
Sallam untuk menerjemahkan kurikulum ini agar menjadi suri teladan
yang baik bagi segenap umatnya. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Swt, yang artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik “ Al-Ahzab:21. (Gade, 2012: 34)
Sesuai dengan ayat tersebut contoh mendidik anak sebagaimana
yang dipraktekkan Rasulullah. Hal ini sesuai dengan karakteristik sosok
teladan yang dimiliki Rasulullah sebagai landasan dan metode mendidik
anak. Di samping itu pula, Rasulullah bersabda: “Sebaik-baik kamu
adalah yang paling baik terhadap keluargamu dan aku adalah yang
paling baik dalam memperlakukan keluargaku. (HR. Ibnu Hibban).
Penjelasan dari hadis tersebut di atas memberikan gambaran bahwa
kehidupan Rasulullah Saw sebagai ayah kebaikannya berinteraksi dengan
anak-anak para sahabat dan tetangganya merupakan tEladan sesuai
dengan karakteristik mulia yang beliau miliki. (Gade, 2012: 34)
Berdasarkan contoh ini menurut Abu Filza M. Sasaky (2001) maka
seorang ibu berperan sebagai madrasah dalam keluarga harus memiliki
teladan yang dijadikan contoh oleh anak-anaknya. Di mana dalam
kehidupan sehari-hari misalnya seorang ibu dapat membentuk norma-

11
norma dan nilai-nilai serta dapat memperbaiki akidah anak-anaknya.
Contoh yang lain seorang ibu harus berlaku adil terhadap anak-anaknya
dan mendidik mereka dengan hal-hal terpuji serta tumbuh dengan aqidah
Islam yang kokoh, demikian pula seorang ibu mendidik bersikap amanah
di depan anak-anaknya dan sebaliknya jika seorang anak melihat ibunya
berdusta dan mimpi tidak mungkin sama sekali belajar kejujuran. Jika ibu
bersikap angkuh, sombong, dan dengki maka anaknya pun tidak mungkin
belajar keutamaan dan berakhlak baik. (Gade, 2012: 35)
2. Pendidikan Karakrter
Secara historis pendidikan karakter merupakan misi utama para nabi.
Muhammad Rasulullah Saw sedari awal mempunyai tugasnya memiliki
suatu yang unik, bahwa dirinya diutus untuk menyempurnakan karakter
(akhlak). Manifesto Nabi Muhammad Rasulullah Saw ini mengindikasikan
bahwa pembentukan karakter merupakan pembentukan utama bagi
tumbuhnya cara beragama yang dapat menciptakan peradaban. (Q-Anees &
Hambali, 2008: 100)
Latar belakang munculnya pendidikan karakter ini dilatarbelakangi
oleh semakin terkikisnya karakter sebagai bangsa Indonesia, dan sekaligus
sebagai upaya pembangunan manusia Indonesia yang berakhlak budi pekerti
yang mulia. Karakter melekat dan tidak terpisahkan dari pribadi kehidupan
manusia. (Sutarna 2016: 1)
Karakter berasal dari bahasa latin “karakter”, “kharasein”, kharax”.
Dalam bahasa Inggris character dalam bahas Indonesia “karakter”, Yunani
Karakter yang berakar dari diksi “charassein” yang berarti membuat tajam,
membuat dalam. Dalam kamus Poerwadarninta, karakter dapat diartikan
sebagai tabiat, watak, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang
membedakan seseorang dengan orang lain. (Majid & Andayani, 2013: 11)
Koesoema menyebutkan bahwa jika karakter dipandang dari sudut
behavioral yang menekankan unsur sematopsikis yang dimiliki individu
sejak lahir, maka karakter dianggap sama dengan kepribadian. Karakter
dipengaruhi oleh hereditas sebagaimana dinyatakan oleh Samani dan

12
Harianto bahwa karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang
membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas
maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain,
serta diwujudkan dengan sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-
hari. (Sutarna 2016: 1)
Pendidikan karakter penting bagi bagi pendidikan di Indonesia.
Pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter
kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan kecerdasan
atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut.
Menurut T Ramli pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang
sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Sedangkan
pendidikan karakter menurut Koesoema adalah diberikannya tempat bagi
kebebasan individu dalam menghayati nilai-nilai yang dianggap sebagai
baik, luhur, dan layak diperjuangkan sebagai pedoman bertingkah laku bagi
kehidupan pribadi berhadapan dengan dirinya, sesama dan Tuhan. (Sutarna,
2016: 1-5)
Nilai-nilai yang bersumber dari agama, Pancasila, budaya, dan tujuan
pendidikan nasional Indonesia yaitu:
a. Religius
Sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
b. Jujur
Prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan.
c. Toleransi
Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

13
d. Disiplin
Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
e. Kerja Keras
Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas, dan menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
f. Kreatif
Berpikir dan melakukan sesuatu yang menghasilkan cara atau hasil
baru berdasarkan sesuatu yang telah dimiliki.
g. Mandiri
Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
h. Demokratis
Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan
kewajiban dirinya dan orang lain.
i. Rasa Ingin Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.
j. Semangat Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan
kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
k. Cinta Tanah Air
Cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bangsa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi dan politik bangsa.
l. Menghargai Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan
sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati
keberhasilan orang lain.

14
m. Bersahabat/ Komunikasi
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan
bekerja sama dengan orang lain.
n. Cinta Damai
Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain
merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
o. Gemar Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan
yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
p. Peduli Sosial
Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan kepada
orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
q. Peduli Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan
lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
r. Tanggung Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan
kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial, dan budaya), Negara dan Tuhan
yang Maha Esa.
(Sutarna, 2016: 7-12)
Sedangkan Ratna Megawangi sebagai pencetus pendidikan karakter di
Indonesia telah menyusun karaktermulia yang selayaknya diajarkan kepada
anak,yang kemudian disebut sebagai 9 (Sembilan)pilar yaitu: (a) cinta
Tuhan dan kebenaran(love Allah, trust, reverenceloyalty), (b)Tanggung
jawab, kedisiplinan dankemandirian (responsibility, excellence, selfreliance,
discipline,orderliness), (c) Amanah(trustworthiness, reliability, honesty),
(d)Hormat dan Santun (respect, courtesy,obedience), (e) Kasih sayang,
kepedulian, dankerjasama (lovecompassion, caring, empathy,geneoursity,
moderation, cooperation), (f)Percaya diri, kreatif, dan pantang

15
menyerah(confidence, assertiveness, creativity,resourcefulness, courage,
determinationandenthusiasm), (g) Keadilan dan kepemimpinan(justice,
fairness, mercy, leadership), (h) Baikdan rendah hati (kindness,
friendliness,humility, modesty), (i) Toleransi dan cintadamai (tolerance,
flexibility, peacefulness,unity). (Assidiqi, 2015: 48)
Pendidikan adalah tanggung jawab bersama antara keluarga, sekolah,
masyarakat atau pemerintah. Sekolah sebagai pembentuk kelanjutan
pendidikan dalam keluarga, sebab pendidikan yang pertama dan utama
diperoleh anak adalah dalam keluarga. Menurut Sayyidina Ali bin Abi
Thalib (RA), seorang sahabat utama Rasulullah Muhammad (SAW)
menganjurkan: Ajaklah anak pada usia sejak lahir sampai tujuh tahun
bermain, ajarkan anak peraturan atau adab ketika mereka berusia tujuh
sampai empat belas tahun, pada usia empat belas sampai dua puluh satu
tahun jadikanlah anak sebagai mitra orang tuanya. Ketika anak masuk ke
sekolah mengikuti pendidikan formal, dasar-dasar karakter ini sudah
terbentuk. Anak yang sudah memiliki watak yang baik biasanya memiliki
achievement motivation yang lebih tinggi karena perpaduan antara
intelligencequotient, emosional quotient dan spiritual quotient sudah
terformat dengan baik. (Subianto, 2013: 337)
3. Peran Ibu dalam Pendidikan Karakter Anak
Menurut Imam Musbikin (2003) islam sangat memperhatikan
pendidikan manusia sejak lahir, walaum pun manusia lahir dalam keadaan
fitrah (suci). Manusia mempunyai dua potensi, yaitu: bisa menjadi baik
karena pendidikan yang benar dan bisa juga menjadi jahat jika tidak
berpendidikan bahkan jauh dari norma-norma agama dan karakter akibat
salah asuhan. Untuk itulah diperlukan pendidik yang tangguh dan bermental
kuat mengahadapi berbagai sikap anak. Pendidik pertama yang utama
menjadi tulang punggung keberhasilan pendidikan karakter adalah ibu.
(Munirah, 2014: 259)
Seorang ibu mempunyai peran sentral dalam membentuk karakter
anak. Ibu sebagai sosok yang paling dekat dan memiliki ikatan yang paling

16
kuat dengan anak semenjak anak dalam kandungan. Ikatan psikologis antara
ibu dan anak ini disebut Maternal bonding. Maternal bonding merupakan
dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan
dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak.
Keberadaan seorang ibu yang menjadi sosok paling dekat dengan anak,
menjadi orang kepercayaan pertama bagi anak merupakan posisi yang
strategis untuk membentuk atau membimbing anak. Memberikan teladan,
menanamkan nilai-nilai sejak dini, membangun komunikasi yang baik
adalah cara-cara menanamkan karakter pada anak. (Mulyani, 2018: 518)
Keteladanan adalah unsur penting dalam mendidik. Banyak ahli yang
mengatakan metode mendidik dengan keteladanan paling efektif. Ini
disebabkan sifat alami anak yang akan lebih cepat menangkap hal-hal yang
konkrit dibandingkan hal yang abstrak. Memberikan teladan berarti
memberikan contoh berupa tindakan, perkataan, ataupun sikap kepada anak.
Seorang ibu adalah mendidik pertama yang di jadikan role model atau
contoh bagi anak- anaknya. Cara ibu berbicara, bersikap/berprilaku,
beramal, beribadah dan bersosialisasi akan dicontoh oleh anak. Karenanya
seorang ibu harus memberikan contoh-contoh yang baik mulai dari
perkataan sampai pada perbuatannya. Seorang ibu yang suka berbicara tidak
sopan, mengumpat mencaci akan mencetak anak-anak pencaci. Begitupun
ibu yang berperilaku kasar kepada anak seperti sering memukul, mencubit
akan menjadikan anak yang berkarakter kasar nantinya. (Mulyani, 2018:
520)
Selain menjadikan dirinya teladan, ibu juga harus bekerja sama
bersama ayah dan anggota keluarga yang lain untuk sama-sama memberikan
teladan yang baik. Karena anak adalah peniru ulung yang sangat mudah
mengikuti apapun yang dilihat disekitarnya. Selain itu, ibu bisa
membiasakan menceritakan kisah-kisah keteladanan Rasulullah SAW dan
para sahabat. Kisah- kisah keteladanan ini bisa dijadikan cerita sebelum
tidur. Cerita yang dibacakan sebelum tidur akan diserap dalam alam bawah

17
sadar anak, sehingga menjadi salah satu input atau acuan dalam berperilaku.
(Mulyani, 2018: 520)
Menanamkan karakter yang baik harus dimulai sedini mungkin.
Karakter jujur, disiplin, dan bertanggung jawab adalah diantara
karakterprioritas yang harus diajarkan semenjak kecil. Kejujuran adalah
karakter yang paling urgen untuk ditanamkan. Fadillah (2012) dalam Daviq
Chairilsyah mengatakan bahwa jujur merupakan perilaku yang patuh dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.Artinya orang yang jujur, perkataannya
sesuai dengan perbuatan/tindakan. Sedangkan menurut Robert T. Kiyosaki
jujur diibaratkan seperti aset. Artinya, jujur adalah sesuatu yang sangat
berharga109 . Menanamkan karakter jujur harus dimulai dengan pembiasaan
setiap hari. Hal yang pertama adalah memberikan contoh kepada anak untuk
selalu sesuai antara perkataan dan perbuatan. Seringkali terjadi seorang ibu
berbohong kepada anak hanya agar anak tidak menangis, seperti pergi
secara diam-diam, atau mengatakan pada anak bahwa ia akan pergi sebentar
padahal kenyataannya ibu pergi untuk kerja seharian. Pembiasaan jujur ini
juga bisa dilakukan dengan memahamkan anak akan hak milik. Misalnya
ketika anak pulang membawa mainan teman, ibu harus memberi tahu bahwa
mainan itu bukan miliknya dan mewajibkan anak untuk mengembalikannya.
Hal lain yang perlu dibiasakan adalah mengajarkan anak untuk tidak
menyontek di sekolah. Selain memberikan pemahaman bahwa menyontek
itu perbuatan yang tidak baik, ibupun harus mempunyai paradigma yang
berorientasi pada proses bukan hasil. Hal yang tak kalah penting agar anak
mempunyai karakter jujur adalah,ibu tidak marah ketika anak mengakui
telah melakukan kesalahan. (Mulyani, 2018: 520)
Asadullaoh al-Faruq (2011) Seorang ibu hendaknya menggunakan
haknya dengan baik. Tidak sembaranganmengatakan kata-kata yang jelek,
apalagi ditujukan kepada anaknya. Hendaknya ibu lebih dapat mengontrol
setiap kata yang keluar dari mulutnya untuk ditujukan kepada anaknya.
Banyak ibu yang dijumpai mengobral kata-kata kotor, cacian, dan umpatan
kepada anaknya. Disadari atau tidak, manakala ibu sering menggunakan

18
kata-kata jelek yang ditujukan kepada anaknya, maka hal tersebut akan
berpengaruh negatif bagi perkembangan psikologis anak sehingga
memengaruhi pula pembentukan kepribadian anak. (Munirah, 2014: 258)
Adapun bagi seorang anak, ia hendaknya berusaha sebaik mungkin
berbakti kepada kedua orang tuanya, terutama kepada ibunya. Anak
mestinya berusaha menjaga diri sebaik-baiknya agar jangan sampai ibu
mengatakan kata-kata yang buruk kepadanya. Seorang ibu berperang
sebagai pendidik pertama dan utama. Apapun profesinya ia tetap seorang
ibu yang tugas pokoknya adalah mendidik anak- anaknya. Sebagai contoh
Khadijah istri Nabi adalah seorang pengusaha sukses tetapi tetap dia
seorang ibu yang mendampingi suami dan mendidik anak-anaknya dengan
baik. Bila peran utama seorang ibu dilaksanakan sebaik-baiknya, maka ibu
akan dapat mengantarkan anak-anaknya ke surga. Kisah seorang yang
datang menghadap kepada Rasulullah SAW. seraya meminta izin untuk ikut
andil berjihad bersama beliau, maka beliau bertanya: Adakah engkau masih
mempunyai ibu? Orang itu menjawab, ya masih. Kemudian Rasulullah
bersabda yang artinya: “Jagalah ia, karena surga itu ada di bawah telapak
kakinya.” (Munirah, 2014: 258)
Sabda Rasulullah Saw. “Bertanggungjawablah kamu sekalian
terhadap anak-anakmu terhadap salat dan ajarkanlah mereka kenaikan,
karena kebaikan adu jadi mudah karena sudah dibiasakan”. Sudah
seharusnya seorang ibu mendidik dan menjadi teladan yang baik bagi anak-
anaknya, sehingga anak-anaknya tumbuh menjadi anak-anak yang Soleh
dan sholehah. Hl tersebut diperkuat dengan Sabda Rasulullah Saw
“Perintahkan kepada anak-anak kalian untuk mengerjakan shalat setelah
mereka berusia tujuh tahun, dan pukulah merek (jika belum mengerjakan)
setelah berusia sepuluh tahun”. (Majid & Andayani, 2013: 130-133)

B. Penelitian yang Relevan


Ada beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan atau berhubungan
dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sebagai berikut:

19
1. Penelitian yang dilakukan oleh Dewi NurHalimah Tahun (2015), yang
berjudul “Peran Seorang Ibu Rumah Tangga dalam Mendidik Anak”
2. Penelitian yang relevan Ainin Nandhifa (2018), yang berjudul “Peran Ibu
dalam Mendidik Menurut Al-Qur’an”.
3. Penelitian yang dilakukan Imam Muhammad Syahid (2015), yang berjudul
“Peran Ibu Sebagai Pendidik Anak Dalam Keluarga Menurut Syekh Sofiudin
Bin Fadli Zain”
Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui lebih jelas persamaan dan
perbedaan penelitian yang akan dilakukan dengan penelitian sebelumnya dapat
dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.1
Penelitian yang Relevan
No. Judul Peneliti Tahun Persamaan Perbedaan
1 Peran Seorang Dewi Nur 2015 Terletak pada Perbedaannya
Ibu Rumah Halimah tujuan peneliti yaitu penelitian
Tangga dalam dalam yang dilakukan
Mendidik Anak menggali sebelumnya
informasi untuk
mengenai menganalisis
peran seorang peran ibu dalam
ibu. mendidik anak
yang terdapat
dalam novel
ibuk. Sedangkan
peneliti sendiri
ingin
menganalisis
peran ibu dalam
pendidikan
karakter religius,
jujur dan sopan

20
santun.
2 Peran Ibu dalam Ainin 2018 Terletak pada Perbedaannya
Mendidik Nandh tujuan peneliti yaitu penelitian
Menurut Al- ifa dalam yang dilakukan
Qur’an menggali sebelumnya
informasi untuk
mengenai menganalisis
peran seorang peran ibu dalam
ibu. mendidik anak
yang terdapat
dalam Q.S Al-
Ahqaf. .
Sedangkan
peneliti sendiri
ingin
menganalisis
peran ibu dalam
pendidikan
karakter religius,
jujur dan sopan
santun.
3 Peran Ibu Imam 2015 Terletak pada
Sebagai Muham tujuan peneliti
Pendidik Anak mad dalam
Dalam Keluarga Syahid menggali
Menurut Syekh informasi
Sofiudin Bin mengenai kerja
Fadli Zain sama antara
guru dan orang
tua dalam Perbedaannya
menanamkan yaitu penelitian

21
pendidikan yang dilakukan
karakter. sebelumnya
untuk
menganalisis
peran ibu dalam
mendidik anak
dalam keluarga
menurut Syekh
Sofiudin bin
Fadli Zain.
Sedangkan
peneliti sendiri
ingin
menganalisis
peran ibu dalam
pendidikan
karakter religius,
jujur dan sopan
santun.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian
Melihat dari permasalahan di atas adapun metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode studi kasus. Istilah metode penelitian terdiri atas
dua kata, yaitu metode dan kata penelitian. Kata metode berasal dari bahasa
Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau menuju suatu jalan. Metode
merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan suatu cara kerja (sistematis)
untuk memahami suatu objek atau objek penelitian, sebagai upaya untuk dapat
menemukan jawaban yang dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah dan
termasuk keabsahannya. Penelitian adalah suatu proses pengumpulan dan
analisis data yang dilakukan secara sistematis, untuk mencapai tujuan-tujuan
tertentu. (Risnawati, 2018: 38)
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Berdasarkan hal
tersebut terdapat empat kata kunci yang perlu diperhatikan, yaitu cara ilmiah,
data, tujuan, dan kegunaan. (Sugiyono, 2015: 3)
Menurut Darmadi studi kasus adalah studi yang mengeksplorasi suatu
masalah dengan batasan terperinci, memiliki pengambilan data yang
mendalam, dan menyertakan berbagai sumber informasi. Penelitian ini dibatasi
oleh waktu dan tempat dan kasus yang dipelajari berupa program, peristiwa,
aktivitas atau individu. (Hodijah, 2018: 56)
Jenis metode penelitian studi kasus merupakan salah satu metode
penelitian kualitatif. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan teknik
wawancara, observasi, dan penelaahan dokumen. Menurut Moleong (2008)
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk memahami
fenomena mengenai apa yang dialami subjek penelitian, seperti perilaku,
persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara
deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

23
alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah. (Irkhamiyati,
2017: 41)
Pemilihan metode studi kasus dikarenakan objek penelitiannya hanya ada
di satu tempat dan kegiatannya masih berlangsung serta bersifat mendalam
hanya di Desa Cibingbin dengan fokus penelitian meliputi: peran ibu dalam
mendidik dan menjadi teladan dalam nilai religius, jujur, dan sopan santun bagi
anak-anaknya Berhubungan dengan hal tersebut maka jenis penelitian yang
digunakan oleh peneliti yaitu penelitian kualitatif.

B. Tempat Penelitian
Penentuan lokasi penelitian Moleong (2017) menyatakan bahwa cara
terbaik yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan lapangan penelitian
adalah dengan jalan mempertimbangkan teori substansif dan dengan
mempelajari serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian dan
menjajaki lapangan untuk melihat apakah terdapat kesesuaian dengan
kenyataan yang ada di lapangan. Sementara itu keterbatasan geografis dan
praktis seperti waktu, biaya, dan tenaga perlu dipertimbangkan dalam
penentuan lokasi penelitian. (Risnawati, 2018: 40)
Adapun lokasi ataupun tempat penelitian ini dilakukan di Desa Cibingbin
Kecamatan Cibingbin Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Peneliti mengambil
lokasi penelitian tersebut dengan alasan pertimbangan waktu dan biaya dan
sebagainya seperti yang dipaparkan di atas. Selain itu juga peneliti tertarik
melakukan penelitian di Desa Cibingbin dengan alasan lokasi di pedesaan
dengan berbagai karakter ibu dan anak yang berbeda-beda. Hal itulah yang
menjadi alasan peneliti melakukan penelitian dengan lokasi di Desa Cibingbin,
untuk memiliki gambaran mengenai peran Ibu dalam menanamkan nilai
pendidikan karakter.

C. Sampel dan Sumber Data Penelitian


Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin mempelajari

24
semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dan, tenaga dan
waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi
itu. ( Sugiyono, 2017: 118)
Dalam penelitian kualitatif, teknik sampling yang sering digunakan
adalah purposive sampling, dan snowball sampling. Seperti telah dikemukakan
bahwa purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini, misalnya orang
tersebut yang dianggap paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti
menjelajahi obyek/situasi sosial yang diteliti. Snowball sampling adalah teknik
pengambilan sampel sumber data, yang pada awalnya jumlahnya sedikit, lama-
lama menjadi besar. (Sugiyono, 2017: 300)
Berdasarkan hal tersebut peneliti menggunakan teknik pengumpulan
sampel dan sumber data, yaitu purposive sampling. Adapun data yang
diperoleh melalui sumber data primer maupun sumber data sekunder.
1. Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data atau langsung atau utama
yang diperoleh dalam bentuk dokumen yang berkaitan dengan
permasalahan-permasalahan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
sumber data. (Musliani, 2018: 42)
Dalam penelitian ini, data primer diperoleh langsung dari lapangan
baik yang berupa hasil observasi maupun wawancara tentang bagaimana
peran ibu terhadap pendidikan karakter anak di Desa Cibingbin. Adapun
data primer dalam penelitian ini diperoleh dari sumber individu atau
perorangan yang terlibat langsung dalam permasalahan yang diteliti, seperti
ibu, dan anak.
2. Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dai pihak lain, tidak
langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Sumber data
sekunder ini adalah sumber data penunjang atau pendukung dari sumber
data pertama (primer). (Musliani, 2018: 42)

25
Sumber data yang mendukung dalam penelitian ini biasanya data
sekunder diperoleh dari sumber tidak langsung berupa buku ilmiah, banyak
diambil dari sumber-sumber buku, jurnal, ebook, dan video-video yang
berhubungan dengan peran ibu. Selain itu juga data yang dapat mendukung
yaitu data dari suami atau seorang ayah.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.
Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan
mendapatkan data yang memenuhi standar data yang ditetapkan. Pengumpulan
data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai
cara. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dapat dilakukan dengan
cara observasi, wawancara, dan dokumentasi, dan triangulasi data. (Sugiyono,
2017: 308)
1. Wawancara
Selain observasi, penelitian ini menggunakan teknik wawancara dalam
pengumpulan data. Esterberg menjelaskan bahwa wawancara merupakan
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,
sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. (Hodijah,
2018: 62)
Wawancara digunakan sebagai teknik pengumpulan data apabila
peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk menemukan
permasalahan yang harus diteliti, dan juga apabila peneliti ingin mengetahui
hal-hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya
sedikit/kecil. (Sugiyono, 2017: 194)
2. Observasi
Observasi sebagai teknik pengumpulan data mempunyai ciri yang
spesifik bila dibandingkan dengan teknik yang lain, yaitu wawancara dan
kuesioner. Wawancara dan kuesioner biasanya selalu berhubungan dengan
orang, maka observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek

26
alam yang lain. Sutrisno Hadi (1986) mengemukakan bahwa observasi
merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari
berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting
adalah pengamatan dan ingatan. (Sugiyono, 2015: 203)
Peneliti melakukan pengamatan di Desa Cibingbin, observasi dalam
penelitian ini ditujukan untuk memperoleh data-data tentang peran ibu
terhadap pendidikan karakter anak Di Desa Cibingbin. Dengan itu peneliti
secara langsung ke Desa Cibingbin melalui dua tahapan yaitu:
a. Observasi awal akan dilakukan pada tanggal 06 Januari 2020. Tujuan
dari observasi awal ini adalah untuk memastikan keberadaan lokasi dan
mencari informasi awal mengenai gambaran umum karakter anak. Di
dalam observasi awal ini peneliti menyampaikan maksud dan tujuan
kedatangan kepada pihak masyarakat dan meminta izin agar dapat
melakukan penelitian di Desa tersebut.
b. Observasi akan dilanjutkan pada tanggal 23 Maret – 30 April 2020,
dalam observasi ini peneliti melakukan pengamatan pada proses peran
ibu dalam menanamkan pendidikan karakter anak.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah peninggalan tertulis mengenai data berbagai
kegiatan atau kejadian dari suatu organisasi yang dari segi waktu relatif
belum terlalu lama. Misalnya, struktur organisasi sebagai dokumentasi
mungkin sampai dua atau tiga periode reorganisasi. Terlepas dari batas
waktu, bahan-bahan dokumentasi itu merupakan informasi atau data yang
memberikan peluang yang luas bagi penyelenggara penelitian. Dari bahan-
bahan itu dapat dikemukakan berbagai fakta tentang sesuatu yang terjadi,
berbagai teori, berbagai pendapat, dan lain-lain. (Silaen&Widiyono, 2013:
163-164)
Pada penelitian ini, data dokumentasi bersifat sebagai pelengkap dan
pendukung dari kegiatan observasi dan wawancara. Adapun dokumentasi
yang dihasilkan yaitu foto-foto subjek penelitian, informan dan kegiatan

27
peran ibu dan karakter anak. Tujuannya untuk pelengkap atau bukti yang
dapat mendukung observasi dan wawancara.

E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen utama adalah
peneliti itu sendiri atau anggota tim peneliti. Untuk itu perlu dikemukakan
siapa yang akan menjadi instrumen penelitian, atau mungkin setelah
permasalahannya dan fokus jelas peneliti akan menggunakan instrumen.
( Sugiyono, 2015: 400)

F. Teknik Analisis Data


Teknis analisis data ini perlu dilakukan karena analisis data tidak akan
terpisahkan dari bagian proses penelitian ini. Dalam penelitian kualitatif, teknik
analisis data lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data.
Tahapan dalam penelitian kualitatif adalah tahap memasuki lapangan dengan
grand Tour dan minitourquestion, analisis datanya dengan analisis domain.
Tahap kedua yaitu menentukan fokus, teknik pengumpulan data dengan
minitourquestion, analisis data dilakukan dengan analisis taksonomi. Menurut
Miles dan Huberman dilakukan secara interaktif melalui proses data reduction,
data displey, dan Verification. (Sugiyono, 2015: 401)
Pada peneliti adalah analisis data yang digunakan mengikuti konsep
Miles dan Huberman memaparkan bahwa terdapat tiga macam aktivitas
dalam analisis data yaitu reduksi data, displaydata, dan conclusion
drawing/Verification. Langkah-langkah analis data ditunjukan pada gambar
berikut ini. (Sugiyono, 2015: 401)

28
Gambar 3.1
Komponen analisis data
(Sumber: Sugiyono, 2015: 338)
Pengumpulan Data

Penyajian Data
Reduksi DataPenyajian

Kesimpulan/Verifikasi

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:


1. Data Reduction (Reduksi Data)
Data yang diperoleh di lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu
maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Mereduksi data berartimerangkum,
,memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya dan membuang hal-hal yang tidak perlu.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori,
flowchart, dan sejenisnya. Dalam hal ini MilesandHuberman mengatakan
yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian
kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Conclussion Drawing Verification (Penarikan Kesimpulan)
Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut
MilesandHuberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Analisis
data kualitatif menurut Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan
dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat
sementara dan akan berubah bila tidak menemukan bukti-bukti yang
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.
(Sugiyono, 2015: 338-345)

29
G. Pengajuan Keabsahan Data
Dalam pengujian keabsahan data penelitian kualitatif menggunakan istilah
yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Menurut Moleong (2017)
penetapan keabsahan data (truswihchines) data yang diperlukan untuk untuk
pemeriksaan. Adapun pengujian keabsahan data sebagai berikut: Pertama.
Derajat kepercayaan (creability), pada dasarnya menggantikan konsep validasi
internal dan non kualitatif. Kedua, keteralihan (tranferability)
menggeneralisasikan suatu penemuan. Ketiga, kebergantungan(dependability)
ini dilakukan untuk dapat menunjukanreliabilitas penelitian yang dilakukan,
jika dua atau beberapa kali melakukan studi dengan kondisi yang sama dan
hasilnya secara esensial sama, maka dikatakan reliabilitasnya tercapai.
Keempat, kepastian (confirmability) penentuan objektivitas, artinya ini
memastikan bahwa suatu objek itu tidak bergantung pada persetujuan beberapa
orang terhadap pandangan, pendapat dan penemuan. (Hodijah, 2018: 65)
Teknik analisis yang digunakan dalam pengumpulan data, yaitu dengan
menggunakan triangulasi data. Triangulasi dalam pengujian kredibilitas
diartikan sebagai pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara,
dan berbagai waktu. (Sugiyono, 2015: 372)
Dalam hal ini teknik triangulasi yang digunakan oleh peneliti yaitu
tekniktriangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu.Triangulasi
sumber yaitu cara mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan
menggunakan teknik yang sama. Dari dua data tersebut, berbeda dengan
kuantitatif. Data tersebut di deskripsikan, dikategorisasikan, mana pandangan
yang sama, dan yang berbeda serta mana spesifik data dari ketiga data tersebut.
(Sugiyono, 2015: 373)

30
Berikut proses triangulasisumberyang dilakukan dalam penelitian ini:
Gambar 3.2
Triangulasi dengan dua sumber data
(Sumber: Sugiyono, 2015: 372)

Ibu Anak

Kemudian yang triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu


triangulasiTriangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan
cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
Misalnya data diperoleh dengan cara wawancara, lalu dicek dengan observasi,
dokumentasi atau kuesioner.(Sugiyono, 2015: 373)
Triangulasi teknik yang akan dilakukan oleh peneliti, sebagai berikut:
Gambar 3.3
Triangulasi dengan tiga teknik pengumpulan data
(Sumber: Sugiyono, 2015: 372)

Wawancara

Dokumentasi Observasi

Selain sumber dan teknik data, pengujian keabsahan data dilakukan


dengan triangulasi waktu. Waktu juga mempengaruhi kredibilitas data. Data
yang dikumpulkan dengan teknik wawancara di pagi hari pada saat narasumber

31
masih segar, belum banyak masalah, akan memberikan data yang lebih valid
sehingga lebih kredibel. (Sugiyono, 2015: 374)
Oleh karena itu, untuk pengujian data bisa dilakukan melalui pengecekan
teknik wawancara, observasi dan dokumentasi dengan waktu yang berbeda-
beda. Berikut gambar triangulasi waktu di bawah ini:
Gambar 3.4
Triangulasi dengan tiga waktu pengambilan data
(Sumber: Sugiyono, 2015: 373)

Siang

Malam Sore

H. Jadwal Penelitian
Kegiatan penelitian ini tidak terlepas pada jadwal peneliti. Kegiatan
peneliti telah terhitung pada bulan Januari sampai bulan April. Adapun
kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan oleh peneliti selama melakukan peneliti
adalah sebagai berikut:

32
No Bulan
.
Kegiatan
Januari Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Observasi Awal

2. Pengajuan Judul

3. Penyusunan
Proposal
4. Seminar
Proposal
5. SK

6. Revisi Proposal

7. Pelaksanaan
Penelitian
8. Penyusunan
Skripsi
9. Sidang Skripsi

10. Revisi Skripsi

11. Penggandaan

33
DAFTAR PUSTAKA

Majid, Daud & Andayani, Dian. 2013. Pendidikan Karakter Perspektif Islam.
Bandung: PT. REMAJA ROSDAKARYA
Q-Anees, Bambang & Hambali, Adang. 2008. Pendidikan Karakter Berbasis
Qur’an. Bandung: SimbiosaRekatama Media
Silaen, Sofar & Widiyono. 2013. Metodologi Penelitian Sosial untuk Penulisan
Skripsi dan Tesis. Jakarta: IN MEDIA
Sutarna, Nana. 2016. Pendidikan Karakter Siswa Sekolah Dasar. Kuningan:
UPMK PRESS
Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Afabeta
Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Afabeta
Assidiqi, Hassby. 2015. Membentuk Karakter Peserta Didik melalui Model
Pembelajaran Search, Solve, Create, and Share. Program Studi Pendidikan
Matematika IAIN Antasari Banjarmasin. Vol. 1 (1)
Irkhamiyati. 2017. Evaluasi Persiapan Perpustakaan STIKES Aisyiyah
Yogyakarta dalam Membangun Perpustakaan Digital. Berkala Ilmu
Perpustakaan dan Informasi, Vol. 13 (1)
Munirah. 2014. Peran Ibu dalam Membentuk Anak Perspektif Islam.
AULADUNA, Vol. 1 (2)
Mulyani, Sri. 2018. Peran ibu dalam pendidikan karakter anak menurut
Pandangan islam . An-Nisa , Vol. XI (2)
Gade, Fithriani. 2012. Ibu Sebagai Madrasah Dalam Pendidikan Anak. Banda
Aceh: Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Fakultas Tarbiyah IAIN Ar-Raniry, Vol.
XIII (1) 31-40
Subianto, Jito. 2013. Peran Keluarga, Sekolah, Dan Masyarakat Dalam
Pembentukan Karakter Berkualitas: Jawa Tengah: LPPG (Lembaga
Peningkatan Profesi Guru)Vol. (8) 2
Tumbage, Stevin M.E, dkk. 2017. Peran Ganda Ibu Rumah Tangga Dalam
Meningkatkan Kesejahteraan Keluarga Di Desa Allude Kecamatan
Kolongan Kabupaten Talaud. e-journal “Acta Diurna” Vol. VI. (2)

34
Siregar, Fitri Rayani. 2016. Metode Mendidik Anak dalam Pandangan Islam.
Forum Paedagogik Vol. 08 (02)
Hodijah, Siti. 2018. Studi Tentang Peran Lingkungan Sekolah dan Pembentukan
Perilaku Sosial Siswa SDN 3 Cisantana. Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. STKIP Muhammadiyah Kuningan.
Musliani, Ita. 2018.Studi Peran Orang Tua dalam Mendidik Anak Usia Dini.
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam. Fakultas Dakwah dan
Komunikasi. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Risnawati. 2018. Studi tentang Pembentukan Kebiasaan dan Perilaku Sosial
Siswa (Studi Kasus di SDN 1 Windujanten). Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar. STKIP Muhammadiyah Kuningan.

35

Anda mungkin juga menyukai