Anda di halaman 1dari 13

FAKTOR-FAKTOR PENGANGGURAN TERDIDIK

Disusun untuk memenuhi mata kuliah Bahasa Indonesia


Dosen pengampu Himawan Putranta, M.Pd

Oleh :
1. Lena Sani (23104060037)
2. Sherly Dyah Pusvitasari (23104060043)
3. Calina Verda Tania Berta (23104060052)

PENDIDIKAN KIMIA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan memiliki peran yang sangat penting di Indonesia dalam
mewujudkan masa depan yang lebih cerah. Sebagai negara dengan populasi yang
besar, pendidikan merupakan fondasi bagi pengembangan sumber daya manusia yang
kompeten. Pendidikan memberikan peluang kepada individu untuk mengasah
keterampilan, pengetahuan, dan kemampuan yang diperlukan dalam berbagai aspek
kehidupan untuk menunjang keberhasilan individu di masa depan. Selain itu,
pendidikan memiliki potensi untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan mobilitas
sosial, dan membawa perubahan positif dalam kualitas hidup. Pendidikan juga
memainkan peran penting dalam membangun masyarakat yang sadar akan sosial dan
kultural. Oleh sebab itu, investasi dalam pendidikan di Indonesia sangat penting,
karena dengan itu akan membantu menciptakan masyarakat yang lebih terampil,
berdaya saing, dan berkontribusi aktif dalam pembangunan negara.
Pendidikan di Indonesia sendiri dapat dijalani melalui sistem - sistem yang
mencakup jenjang pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Pendidikan dasar
mencakup Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) selama 6 tahun, diikuti
oleh Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs) selama 3
tahun. Lulusan SMP atau MTs dapat melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah
Atas (SMA) atau Madrasah Aliyah (MA) yang berdurasi 3 tahun. Selain itu, ada
berbagai program pendidikan tinggi, termasuk sarjana (S1), magister (S2), dan doktor
(S3) di universitas dan perguruan tinggi. Di samping dari pendidikan formal tadi, ada
juga pendidikan non-formal dan kursus pelatihan yang dapat diikuti. Dalam hal ini,
pemerintah Indonesia terus berupaya untuk meningkatkan akses dan kualitas
pendidikan di seluruh negeri dalam membentuk lulusan yang kompeten dan sukses
pada setiap jenjangnya, terkhusus bagi lulusan jenjang pada pendidikan tinggi.
Meskipun begitu, perlu dicatat bahwa masalah lulusan pendidikan seperti
pengangguran, underemployment, dan lain sebagainya, masih sering dijumpai di
beberapa daerah di Indonesia. Hal ini berarti bahwa, hingga saat ini ada banyak
kendala dalam sistem pendidikan di Indonesia yang belum teratasi dengan baik
sehingga mempengaruhi kualitas dan keberhasilan lulusan. Akan tetapi, ini tidak
hanya dipengaruhi oleh faktor pendidikan saja, ada faktor lain yang memungkinkan
menjadi penghambat dari keberhasilan atau ketidaksuksesan lulusan, terlebih pada
faktor ekonomi dan sosial. Maka dari itu, diperlukannya tindakan dari pemerintah,
pendidik, maupun individu dalam mengatasi hal tersebut.
Dalam era yang terus berubah dan terhubung erat dengan teknologi,
pendidikan harus mengikuti perkembangan ini agar lulusan siap untuk menghadapi
tantangan masa depan. Oleh karena itu, studi mendalam tentang lulusan pendidikan
dan masalah yang mereka hadapi akan membantu dalam merancang solusi yang
relevan dan efektif untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan peluang karier
lulusan. Hal ini melihat bagaimana pentingnya peran lulusan pendidikan dalam
pembangunan masyarakat dan ekonomi, menjadi krusial untuk memahami dan
mengatasi masalah-masalah yang mereka hadapi.

B. Indentifikasi Masalah
a. Ketidakcocokan keterampilan
b. Pengangguran dan underemployment
c. Kurangnya keterampilan lunak
d. Kurangnya kesiapan pasar kerja
e. Akses pendidikan yang tidak merata
f. Kesenjangan rasional
g. Kurangnya kesiapan untuk perubahan teknologi
h. Biaya pendidikan yang tinggi
i. Kurangnya dukungan karier

C. Batasan Masalah
a. Menganalisis ketidakmerataan kualitas pendidikan dan pengaruhnya bagi lulusan
pendidikan di Indonesia
b. Membahas kesiapan kerja dari kelompok lulusan baru atau freshgraduate
c. Menganalisis masalah pengangguran dan underemployment di kalangan lulusan
pendidikan tinggi

D. Rumusan Masalah
a. Apa saja faktor dari ketidakmerataan kualitas pendidikan pada tingkat perguruan
tinggi di Indonesia yang mempengaruhi kesiapan kerja bagi lulusan?
b. Bagaimana kesiapan kerja bagi lulusan di Indonesia berpengaruh pada persaingan
pasar kerja dan mencapai kesuksesan karier?
c. Bagaimana tingkat pengangguran dan underemployment di kalangan lulusan
pendidikan tinggi berkaitan dengan ketidaksesuaian keterampilan dan kualifikasi
dalam dunia kerja, serta bagaimana perubahan dalam tren pasar kerja
mempengaruhi situasi ini?

E. Tujuan Makalah
Mengetahui rumusan masalah yang telah terlampir, dapat teridentifikasi tujuan
dari makalah ini, yaitu memberikan pemahaman yang mendalam tentang tantangan
yang dihadapi oleh lulusan pendidikan dan bagaimana masalah - masalah ini dapat
mempengaruhi mereka secara keseluruhan. Melalui analisis mendalam, makalah ini
mengidentifikasi solusi yang relevan dan memberikan panduan praktis kepada
lulusan, praktisi pendidikan, dan pembuat kebijakan tentang cara memperbaiki sistem
pendidikan dan mempersiapkan lulusan untuk menghadapi persaingan di pasar kerja
yang semakin kompleks. Ini juga mendorong perdebatan dan tindakan yang dapat
membantu menciptakan peluang yang lebih adil dan bermanfaat bagi lulusan
pendidikan, serta meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

F. Manfaat Makalah
1. Manfaat Praktis
Secara umum, makalah ini bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang masalah-masalah yang memengaruhi lulusan pendidikan, yang
dapat mengubah pandangan masyarakat terhadap pendidikan dan memberikan
dukungan lebih besar bagi perubahan yang diperlukan. Ini juga membantu mereka
memahami pasar kerja dan menciptakan peluang karier yang lebih baik.
2. Manfaat Teoritis
Masalah yang spesifik pada pembahasan makalah ini memotivasi penelitian
lebih lanjut, dan menginspirasi perubahan dalam sistem pendidikan. Ini dapat
membantu meningkatkan kualitas dan relevansi pendidikan, sehingga lulusan siap
menghadapi persaingan di pasar kerja yang semakin kompleks. Disamping itu,
makalah ini dapat memberikan dasar bagi pembuatan kebijakan yang lebih efektif
dalam meningkatkan kesiapan kerja bagi lulusan, mengurangi ketidaksetaraan dalam
pendidikan, dan menciptakan peluang yang lebih luas bagi individu untuk
mengembangkan potensi mereka.
BAB II
PEMBAHASAN

Pembangunan ekonomi sebuah negara dapat dilihat melalui beberapa aspek,


salah satunya pada tingkat pengangguran. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 70%
penduduk Negara Indonesia adalah penduduk usia produktif (BPS, 2020). Namun hal
tersebut tidak menjamin suatu negara bebas dari masalah pengangguran, karena masih
terdapat ketimpangan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Salah satu ciri
pengangguran di Negara Indonesia adalah maraknya pengangguran berusia muda dan
memiliki pendidikan tinggi yang disebut dengan pengangguran terdidik (Pratomo,
2017). Rata – rata negara berkembang hanya menciptakan pencari kerja bukan
pencipta kerja (N. R. F. Sari, 2016).
Latar belakang pendidikan seseorang dapat mempengaruhi pola pikir, sikap
dan tingkah laku, sehingga diharapkan sumber daya manusia yang memiliki latar
belakang pendidikan tinggi dapat memberikan peran bagi perusahaan (Pitriyani dan
Halim, 2020). Namun setiap perusahaan memiliki kriteria sesuai dengan kebutuhan
perusahaan dalam menerima calon tenaga kerja. Pergeseran penduduk usia 20 hingga
30 tahun dapat memasuki pasar kerja dengan potensial. Namun pada negara
berkembang yang seharusnya dapat memperluas fasilitas pendidikan untuk mencapai
pemerataan output pendidikan, tidak diikuti dengan peningkatan kualitas lulusan.
Berdampak pada semakin banyaknya pencari kerja dengan usia muda dan memiliki
pendidikan tinggi (Elfindri dan Bachtiar, 2004).

Menurut data BPS tahun 2020 persentase pengangguran terdidik lulusan perguruan
tinggi di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2018 – 2020. Pada survei oleh
National Assosiation of Colleges and Employers (NACE) tahun 2002 di Amerika
Serikat, terdapat 457 responden seorang pengusaha. Menyimpulkan bahwa Indeks
Prestasi (IP) pada urutan nomor 17 dari 20 kualitas yang dianggap berpengaruh dari
seorang lulusan perguruan tinggi yang di harapakan dunia kerja (NACE, 2020). Pasar
tenaga kerja saat ini menuntut skill terbaik, inovasi, kreativitas, efisiensi dan
poduktifitas tenaga kerja. Tenaga kerja yang memiliki latar belakang bagus dan dapat
menguasai skill yang dibutuhkan serta profesional untuk mendorong kinerja yang baik
sangat dibutuhkan (Azizah, 2019).
Dengan perkembangan teknologi informasi yang berkembang pesat
berdampak pada perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi tempat
pengembangan civitas akademia yang memiliki skill dan dibutuhkan pada pasar
tenaga kerja seperti inovatif, responsif, kreatif, berdaya saing, dan kooperatif. Dari hal
tersebut diharapkan perguruan tinggi di Indonesia dapat menghasilkan lulusan yang
peka dan menjadi solusi terhadap berbagai permasalahan pada lingkup masyarakat
dan tidak menjadi pengangguran terdidik yang akan berdampak pada perekonomian
(Rusmianto dkk., 2015)

Pengangguran Terdidik
Pengangguran terdidik adalah seseorang dengan lulusan tingkat pendidikan SMU
keatas yang mencari pekerjaan atau sudah memiliki pekerjaan, namun belum memulai
bekerja (BPS, 2020). Pengangguran terdidik merupakan seseorang yang tidak bekerja
atau sedang mencari pekerjaan dan memiliki pendidikan tinggi. Secara umum alih-
alih perusahaan tidak bersedia menerima pengangguran terdidik, namun karena tenaga
kerja terdidik lebih selektif dalam memilih pekerjaan (Rosalina dkk., 2018). Tobing
dalam (Wahyuni & Murtala, 2020). menjelaskan pengangguran terdidik termasuk
golongan pelajar yang telah menyelesaikan pendidikan dan ingin mendapat pekerjaan.

Ada 5 faktor pengaruh terhadap pengangguran terdidik yakni:


1. Faktor usia
Penelitian dari Allen (2016) menunjukkan bahwa sepertiga dari penganggur terutama
pada usia muda harus menunggu selama satu tahun untuk masuk ke pasar kerja,
terutama untuk masuk pasar kerja sektor formal. Mereka ini lah yang kemudian
disebut sebagai „choosy educated job seekers‟. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa variabel umur memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap lama mencari
kerja. Hasil empiris sesuai dengan hipotesis yang diajukan bahwa umur yang semakin
tua akan semakin sulit untuk mencari kerja. Kondisi demikian secara umum dikaitkan
dengan tingkat produktivitas yang lebih baik dari golongan usia muda dibanding
golongan usia tua. Dalam hal ini pemberi kerja akan mempertimbangkan
produktivitas kerja yang akan diberikan oleh pencari kerja. Dengan kondisi
persaingan kerja yang semakin besar, pemberi kerja akan berperan aktif dalam
menyeleksi tenaga kerja yang akan dipekerjakannya. Salah satu pertimbangan
perusahaan adalah mengenai umur pencari kerja. dalam hal ini perusahaan tentu akan
mencari tenaga kerja yang cenderung masih produktif. Pada usia usia yang relatif tua,
meskipun sudah memiliki pengalaman kerja yang lebih banyak namun dengan kondisi
fisik yang semakin tua maka produktifitasnya juga akan mengalami penurunan.
Sehingga dalam persaingan tenaga kerja pada usia-usia yang relatif lebih tua
cenderung memiliki waktu yang lebih lama. Apabila dikaitkan dengan tenaga kerja
terdidik maka kelompok usia muda (25 tahun), ada kecenderungan bahwa pekerja
terdidik telah memiliki pengalaman pindah kerja sehingga lebih selektif dalam
mencari kerja yang sesuai dengan keinginannya.
2. Faktor gender
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel dummy jenis kelamin memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan terhadap pengaruh faktor pengangguran. Hasil
ini memberikan bukti empiris bahwa bahwa tidak ada perbedaan lama mencari kerja
antara pencari kerja yang berjenis kelamin laki-laki dengan pencari kerja berjenis
kelamin perempuan. Hanya saja, Perempuan kebanyakan setelah menikah tidak
bekerja karena alasan ingin fokus mengurus rumah dan karena sudah ada suami yang
akan membiayainya walaupun Perempuan itu lulusan sarjana. Maka hal itu menjadi
faktor mengapa lebih banyak pengangguran Perempuan dibanding laki-laki.
3. Faktor jenjang Pendidikan
Secara teoritis jenjang pendidikan berpengaruh terhadap pengangguran, karena
semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin berkualitas seseorang dalam hal
mencari kerja. Dan lebih mengetahui informasi pada pasar tenaga untuk memilih
pekerjaan yang sesuai (Pitriyani dan Halim, 2020). Namun pada penelitian ini
menggunakan jenjang pendidikan lebih spesifik yaitu jenjang sarjana dan diploma.
Terbatasnya penyedia lapangan kerja diikuti oleh ribuan lulusan baru setiap tahunnya
menjadi dampak masih maraknya pengangguran dengan jenjang pendidikan tinggi.
Selain itu keterampilan yang dimiliki para lulusan perguruan tinggi masih belum
memadai dan tidak sesuai dengan kebutuhan pemberi kerja (perusahaan), untuk itu
tidak hanya bersaing dengan jenjang yang sama namun juga bersaing dengan jenjang
lulusan lainnya. Hasil penelitian McKinsey menemukan terdapat ketimpangan sistem
pendidikan dengan dunia kerja di Indonesia yaitu lulusan yang dihasilkan perguruan
tinggi belum sesuai dengan yang dibutuhkan oleh pemberi kerja (Billing dkk., 2021).
Data BPS 2021 melaporkan tenaga kerja Indonesia didominasi oleh tenaga
kerja lulusan SD ke bawah. Tenaga kerja dengan lulusan perguruan tinggi hanya
sebesar 12,82%, jenjang Diploma I/II/III sebesar 2,64%, dan tenaga kerja jenjang
sarjana sebesar 10,18%. Sedangkan tenaga kerja lulusan SD ke bawah sebanyak
37,69%, lulusan SMP 17,76%, dan 18,87% SMA.
4. Faktor Upah
Sesuai dengan teori permintaan tenaga kerja, yang menunjukkan apabila tingkat
upah tinggi mengakibatkan permintaan tenaga kerja berkurang dan penyedia kerja
akan membutuhkan lebih sedikit tenaga kerja dan semakim tinggi persaingan ketat
untuk mendapatkan pekerjaan. Hasil sesuai dengan penelitian menghasilkan jika
terdapat pengaruh positif signifikan upah terhadap pengangguran terdidik, dapat
dikatakan semakin tinggi upah semakin tinggi juga pengangguran terdidik Kota
Padang (Rahmania & tria Wulandari, 2019). Penelitian Arrozi juga menunjukkan
adanya pengaruh positif signifikan upah terhadap lama mencari kerja tenaga kerja
terdidik pada Kota Denpasar (Sutrisna, 2018). Terkait tinjauan tersebut upah yang
lebih tinggi membuat pencari kerja cenderung membutuhkan pekerjaan dengan
penghasilan lebih sehingga membuthkan waktu lebih lama untuk mencari pekerjaan
terbaik.
5. Faktor Employability Skill
Employability Skill menjadi faktor terbesar untuk kesiapan bekerja pada lulusan fresh
graduate karena Perusahaan tidak hanya melihat dari nilai akademis saja, tapi melihat
juga dari skill selama menempuh pendidik. Kelemahan mahasiswa adalah terlalu
terfokus terhadap IPK saja hingga tidak mengembangkan soft skill dan hard skill,
padahal itu sangat penting untuk kesiapan kerja. Seperti bisa bekerja sama dengan
orang lain, memiliki kemampuan mengatasi masalah masalah dan mudah beradaptasi
dengan lingkungan sekitar.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perkembangan ekonomi dapat dilihat melalui banyak aspek, salah satunya
pada tingkat pengangguran. Salah satu ciri pengangguran di Indonesia adalah
banyaknya pengangguran yang berusia muda dan memiliki gelar sarjana atau dikenal
dengan istilah pengangguran terdidik. Pengangguran terdidik adalah seseorang yang
tidak bekerja atau sedang mencari pekerjaan yang telah menyelesaikan program
pendidikan perguruan tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, faktor yang mempengaruhi nya ialah pertama,
variabel umur yang mempunyai pengaruh negatif terhadap pengangguran pendidikan
lulusan perguruan tinggi. Jadi, semakin muda usia anda, semakin besar kemungkinan
qnda menjadi pengangguran terpelajar. Kedua, tidak terdapat dampak pengaruh
gender terhadap pengangguran pendidikan lulusan perguruan tinggi baik laki- laki
maupun perempuan akan selalu terkena dampak pengangguran. Ketiga, tingkat
pendidikan tidak berdampak terhadap tingkat pengangguran terdidik lulusan
perguruan tinggi seperti gelar sarjana dan diploma masih berdampak pada angka
pengangguran terdidik lulusan perguruan tinggi. Keempat, hasil penelitian konsisten
dengan teori bahwa upah berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran lulusan
perguruan tinggi dan ketika pemerintah menaikkan upah, perusahaan mengurangi
biaya produksi atau mengurangi tenaga kerja. Kelima, sebagai model yang digunakan
dalam penelitian ini untuk menguji keterampilan kerja menghasilkan dua faktor yang
berdampak negatif terhadap pengangguran pendidikan lulusan perguruan tinggi yaitu
faktor pembelajaran pengembangan karir dan faktor keterampilan pemecahan masalah
yang menyebabkan seseorang memiliki kemampuan belajar yang rendah.
pengembangan karir dan keterampilan pemecahan masalah, yang akan menyebabkan
pengangguran lulusan perguruan tinggi yang berkualitas.

B. Implikasi
Penelitian menunjukkan bahwa pengangguran masih banyak terjadi di
kalangan generasi muda yang berpendidikan tinggi di Indonesia. Perguruan tinggi
perlu lebih memperhatikan kualitas lulusannya agar mampu bersaing di dunia kerja
setelah lulus. Selain itu, pemerintah juga harus memiliki kebijakan dan program yang
memberdayakan generasi muda pengangguran. Tidak ada perbedaan gender atau
kesenjangan pencarian kerja di pasar tenaga kerja, baik laki-laki maupun perempuan
masih akan terkena dampak pengangguran akibat pelatihan.
Pemerintah perlu memperhatikan kesetaraan gender di pasar tenaga kerja
untuk memastikan bahwa laki - laki dan perempuan diperlakukan secara adil ketika
mencari dan bekerja. Seluruh lulusan perguruan tinggi, baik sarjana maupun pasca
sarjana, akan bersaing dalam dunia kerja. Perguruan tinggi harus beradaptasi dengan
kebutuhan pasar kerja agar dapat menghasilkan lulusan yang berkualitas.
Ketika upah meningkat, tingkat pengangguran meningkat. Menurut teori
permintaan tenaga kerja, ketika upah naik, pengangguran meningkat karena
pengusaha mengurangi biaya produksi atau mengurangi tenaga kerjanya. Penelitian
menunjukkan bahwa orang perlu memiliki dua keterampilan agar dapat dipekerjakan:
keterampilan pengembangan karir dan keterampilan pemecahan masalah. Karena
semakin rendah keterampilan pengembangan profesional, ketrampilan, dan
keterampilan pemecahan masalah, maka semakin besar dampaknya terhadap
pengangguran lulusan perguruan tinggi yang berpendidikan tinggi.

C. Saran
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian tersebut, terdapat beberapa
rekomendasi. Diharapkan pemerintah dapat membangun sistem untuk mengelola
seluruh informasi pasar kerja berdasarkan kelompok usia angkatan kerja (job fair
didasarkan pada usia angkatan kerja) hingga program Pemberdayaan masyarakat usia
kerja. penduduk, terutama yang berkualifikasi pengangguran, orang tamatan
perguruan tinggi. Secara khusus, dengan meningkatkan fasilitas pelatihan vokasi
seperti sertifikasi, program pelatihan atau kursus, maka dimungkinkan untuk
meningkatkan keterampilan dan kompetensi pekerja terlatih di masa depan.
Dengan begitu, pemerintah dan pihak swasta (dunia usaha) bisa menawarkan
upah yang tinggi sesuai dengan kemampuan yang dimiliki calon pekerja terdidik.
Menurut undang-undang terkait ketenagakerjaan dan gender, pemerintah harus
memperkuat kerja sama dengan pengusaha dan pekerja, melalui pengawasan secara
ketat terhadap pelaksanaan produk - produk hukum yang berlaku dengan tetap
memperhatikan kondisi ekonomi, budaya, sosial, politik dan adat yang berlaku
disetiap lingkungan masyarakat.
Agar hukum mengenai pekerja perempuan tetap ditegakkan dan tidak terdapat
pelanggaran dalam pasar tenaga kerja khususnya pihak pemberi kerja. Sebagai
penyuplai calon tenaga kerja terdidik diharapkan perguruan tinggi dapat
menyesuaikan kurikulum yang ada dengan kebutuhan pada pasar tenaga kerja yang
dapat menghasilkan lulusan untuk bekerja dengan baik dan inovatif. Seperti
kurikulum khusus untuk pengembangan praktik pembelajaran karir, pengajaran dan
penilaian untuk mendorong kemampuan kerja calon lulusan yang sesuai dengan
model Career Edge yang bertujuan untuk mengetahui kesiapan kerja para calon
lulusan perguruan tinggi.
Sebagai calon tenaga kerja terdidik di harapkan para pengangguran terdidik
lulusan perguruan tinggi meningkatkan keterampilan dan skill sesuai dengan
kebutuhan para pemberi kerja. Dengan mengikuti sejumlah kursus pelatihan seperti
kursus bahasa asing atau pelatihan pengoperasian program komputer serta kursus
pelatihan khusus lainnya (sertifikat dan bootcamp) untuk meningkatkan soft skill dan
hard skill. Sebagai penyempurnaan dari penelitian ini, diharapkan penelitian
selanjutnya dapat menambah hasil analisis data berdasarkan variabel. Memudahkan
pembaca mengetahui komposisi hasil analisis data.
DAFTAR PUSTAKA

Isnaini, N. S. N., dan Lestari, R. (2015). Kecemasan pada pengangguran terdidik


lulusan universitas. Jurnal Indigenous, 13, 39-50.
Faramadina, D. A., dan Fadjar, N. S. (2022). Analisis faktor-faktor yang
mempengaruhi pengangguran terdidik lulusan perguruan tinggi Jawa Timur.
Contemporary Studies in Economic, Finance, and Banking, 01, 557-570.

Anda mungkin juga menyukai