Anda di halaman 1dari 12

STUDI KOMPARATIF PENULISAN RASM DAN ḌABṬ

DALAM MUSHAF-MUSHAF

Makalah
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester (UAS)
Studi Maṣāḥif dan Qirā`āt

Dosen Pengampu:
Dr. Muhammad Najib, Lc., M.Th.I

Oleh:

Amririjal Sholikhul Akmal


NIM: 2021.01.01.2144

PROGRAM STUDI ILMU QUR’AN DAN TAFSIR (IQT)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) AL-ANWAR
SARANG REMBANG
2024
A. Pendahuluan

Al-Qur`an merupakan kalam Allah yang menjadi sumber utama dalam


sumber ajaran Islam. Bersamaan dengan hadis keduanya menjadi peninggalan
Nabi yang akan menjauhkan umatnya dari kesesatan selama mereka berpegang
teguh kepadanya.1 Ulama menempatkan al-Qur`an di tempat yang paling utama
dalam sumber pengambilan hukum Islam.2 Maka dari itu al-Qur`an haruslah
diperlakukan layaknya pusaka yang harus terus diwariskan dan dipelajari di
setiap zaman. Semenjak diturunkanya, al-Qur`an hingga saat ini, al-Qur`an
telah melalui perjalanan yang cukup panjang. Selama empat belas abad
lamanya al-Qur`an telah ditransmisikan dari Nabi Muhammad Ṣalla Allāh
‘Alayhi wa Sallam kepada para sahabat, dari sahabat kepada tabiin terus-
menerus ke genarasi-generasi selanjutnya hingga sampailah al-Qur`an ke
generasi kita.

Perjalanan empat belas abad al-Qur`an ini tentu membawa al-Qur`an


melewati berbagai dinamika yang menarik untuk dikaji. Salah satu hal yang
menarik untuk dikaji dalam perjalanan al-Qur`an dan dinamika yang
mengiringinya ini adalah kajian terhadap mushaf. Sebagaimana diketahui,
mushaf merupakan produk hasil ijtihad para sahabat yang tidak diajarkan oleh
nabi. Dari era pengumpulan di masa Abū bakar hingga pengkodifikasian di era
‘Uthmān dan era-era setelahnya memiliki latar belakang masing yang
mendorong adanya pemerhatian dan pengembangan terhadap mushaf, seperti
halnya pengkodifikasian di era ‘Uthmān yang dilatarbelakangi kekhawatiran
Ḥudhayfah akan perpecahan umat Islam karena perbedaan bacaan. ‘Uthmān
yang sependapat dengan Ḥudhayfah lantas membentuk sebuah tim yang
diketuai oleh Zayd bin Thābit untuk melakukan kodifikasi dan penyatuan
bacaan.3

1
Abū ‘Abdillāh al-Ḥākim, Kitāb al-Mustadrak ‘alā Ṣaḥīḥayn (t.tp.: Dār al-Manhāj al-Qawīm li al-
Nashr wa al-Tawzī’, 2018), 1:370.
2
Abdul Qādir ‘Awdah, Al-Tashrī’ al-Janā`ī al-Islāmī Muqāranan bi al-Qānūn al-Waḍ’ī (Beirut:
Dār al-Kutub al-‘Arabī, t.th.), 1: 164
3
Saḥar As-Sayyid Abdul Aziz, Aḍwā’ ‘alā Muṣḥaf ‘Uthmān bin ‘Affān wa Riḥlatuh Sharqan wa
Gharban, (t.tp: Mu’assasah Shabāb al-Jāmi’ah, t.th.), 15.
Namun, adanya pengkodifikasian ini tidak memberhentikan
perkembangan pada mushaf. Generasi selanjutnya tetap melakukan inovasi
pada mushaf al-Qur`an selama proses pentrasmisian hingga melahirkan
inovasi-inovasi baru seperti pemberian ḍabṭ dan shakl. Sifat musḥaf al-imām
yang dinamis, penyebaran al-Qur`an di daerah-daerah Islam yang semakin
luas, dan kreatifitas para ulama dalam menginovasi mushaf (dalam arti positif)
ini juga memunculkan variasi-variasi mushaf dengan corak yang berbeda-beda.

Berdasarkan paradigma di atas, tulisan ini bermaksud untuk memaparkan


dan membandingkan data terkait perbedaan antar mushaf. Mushaf-mushaf
yang akan dijadikan objek perbandingan antara lain mushaf Kemenag, mushaf
Madinah, mushaf al-Imām, mushaf Nūrī ‘Uthmān, mushaf Alī, mushaf
Amīriyyah dan mushaf Maghrīb. Mushaf-mushaf tersebut akan dikomparasikan
dan dianalisis agar diketahui persamaan, perbedaan serta kaidah yang
melingkupinya.

B. Kerangka Teori

1. Kaidah Rasm

Para sahabat menulis mushaf al-Qur`an dengan model penulisan


bahasa Arab yang telah mereka gunakan bahkan sebelum al-Qur`an
diturunkan. Ilmu rasm al-Qur`an merupakan ilmu yang membahas tentang
tata cara penulisan kitab suci ini. Kaidah-kaidah penulisan bahasa Arab
telah mengalami banyak perkembangan di tangan para ahli bahasa Arab.
Bersamaan dengan hal tersebut, ilmu linguistik lain seperti ilmu naḥwu dan
ṣarf juga mengalami perkembangan yang cukup signifikan. Kemudian,
penulisan rasm ini distandarisasikan di bawah rambu-rambu ilmu naḥwu
dan ṣaraf yang selanjutnya melahirkan varian baru dalam model penulisan
bahasa Arab dengan model yang berbeda dari model yang ada sebelumnya.
Inilah yang kemudian menginisiasi dua model dalam penulisan (khaṭṭ)
bahasa Arab, yaitu al-khaṭṭ al-Qiyāsī yang digunakan di selain mushaf dan
al-khaṭṭ al-iṣṭilāḥī yang digunakan dalam penulisan mushaf.4

4
Ghānim Qaddūrī al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm wa al-Muṣḥaf wa Ḍabṭihi (Jedah:
Markaz al-Dirāsāt wa al-Ma’lūmāt al-Qur`āniyyah, 2016), 121.
Penulisan rasm dalam mushaf ini mempunyai beberapa kekhususan
yang terangkum dalam lima kategori, yaitu (1) Al-hadfh: perwujudan suara
dalam pelafalan namun tidak ada ekuivalen dalam tulisan. Al-Ḥadhf
merupakan sebuah bentuk pembuangan pada huruf-huruf tertentu yang pada
asalnya ada dalam penulisan namun setelah terjadinya pembuangan huruf-
huruf tersebut dihilangkan dalam penulisannya, namun tetap dapat didengar
dalam pelafalannya; (2) Al-ziyādah: merupakan kebalikan dari ḥadhf, yaitu
penulisan sebuah huruf yang tidak memiliki ekuvalen dalam pelafalan; (3)
Al-badal: merupakan pelafalan fonem tanpa disertai grafem (al-rumz) yang
pada dasarnya merupakan simbol yang merepresentasikan pelafalan
tersebut. Gampangnya, al-badal ini merupakan penggantian huruf rasm
yang menimbulkan ketidak selarasan antara bunyi dan huruf yang menjadi
simbol dari bunyi tersebut; (4) Al-hamzah; merupakan salah satu huruf
hijaiyah yang mana masyarakat Arab memiliki dua mazhab dalam
pelafalannya, yaitu mazhab tashīl dan taḥqīq. Meskipun pembahasan al-
hamzah dalam ilmu rasm masih dalam cakupan kaidah al-badal dan al-
qalab, namun para ulama banyak yang mencantumkannya dalam satu bab
khusus karena meninjau banyaknya hukum-hukum dari hamzah ini; (5) Al-
faṣl dan al-waṣl: merupakan pembahasan dalam ilmu rasm yang membahas
tentang ketersambungan atau tidaknya satu kalimat dengan kalimat yang
lainnya.5

2. Hubungan Qirā`at dan Rasm

Qirā`at dan rasm merupakan dua komponen yang sangat penting


dalam kajian al-Qur`an. Keduanya menjadi syarat mutlak diterimanya suatu
bacaan (al-qirāh), yaitu kesahihan qirā`ah dan kesesuaian rasm dengan
rasm ‘Uthmānī.6

3. Ḍabṭ

Ilmu ḍabṭ merupakan ilmu yang membahas tentang tanda-tanda yang


ditambahkan dalam penulisan mushaf ‘Uthmānī seperti harakat, tanda

5
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 121.
6
Jalāluddīn al-Suyūṭī, al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur`an (Beirut: Resalah Publisher, 2008), 76.
sukūn, tashdīd, mādd, dan sebagainya. Pada masa-masa awal, ilmu ini
disebut juga dengan ilmu al-naqṭ dan ilmu shakl. Ilmu ini berkembang di
tangan-tangan ulama tabiin dan terus dikembangkan oleh generasi
selanjutnya hingga memunculkan tanda-tanda untuk mempermudah
pembacaan al-Qur`an.

C. Perbandingan Antar Mushaf

1. Kaidah Rasm

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaidah rasm ini


terdiri dari lima kaidah, yaitu al-ḥadhf, al-ziyādah, al-badal, al-hamzah, dan
al faṣl wa al-waṣl. Untuk mushaf yang akan digunakan pada kaidah ini
adalah mushaf Kemenag, mushaf Madinah, mushaf al-Imām dan mushaf
Nūr ‘Uthmān.

a. al-Ḥadhf

Ḥadhf atau pembuangan umumnya terjadi pada huruf mādd, yaitu


alīf, yā` dan wāw. Ḥadhf juga terjadi pada huruf lām dan nūn dalam porsi
yang sedikit. Pembuangan pada huruf alif tidak memiliki kaidah tertentu,
namun umumnya terjadi pada huruf alif yang berada di tengah kata (al-alīf
al-mutawāsiṭah). Pada huruf yā` pembuangan biasa terjadi pada yā` yang
berada di akhir beberapa kalimat. Yā` juga terbuang apabila berkumpul di
tengah kalimat atau di akhirnya kecuali bila yā` tersebut beriringan dengan
al-ḍāmir al-muttaṣil. Adapun wāw dibuang pada akhir beberapa fi’il
karena gugurnya pelafalan huruf wāw tersebut ketika disambung (waṣl).
Salah satu wāw juga dibuang apabila berkumpul di tengah suatu kata, baik
keduanya adalah yā` asli maupun salah satunya berupa ganti dari hamzah.7

Untuk sampel perbandingan dari kaidah ḥadhf ini penulis


mengambil contoh lafal ‫ العَاَلِم ْيَن‬surah al-Fātiḥah ayat 2. Perhatikan tabel
perbandingan masing-masing mushaf sebagai berikut.

Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf Ḥāfiẓ


Kemenag Madinah
7
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 123.
al-Imām ‘Uthmān

Pembuangan pada lafal ini merupakan contoh pembuangan pada


alif yang berada di tengah. Tiga di antara empat mushaf menunjukkan
adanya pembuangan pada lafal ‫َاَلِم ْين‬QQ‫الع‬. Ketiga mushaf tersebut yaitu
mushaf Kemenag, Madinah, dan al-Imām. Namun, berbeda dengan ketiga
mushaf lainnya, di mushaf Ḥāfiẓ ‘Uthmān tidak terjadi pembuangan,
melainkan penulisan alif masih ditetapkan. Ini mengisyaratkan bahwa
mushaf ini mengikuti model penulisan qiyāsī.

b. Al-Ziyādah

Al-ziyādah atau penambahan terjadi pada tiga huruf yaitu alīf, yā`
dan wāw. Berikut adalah kaidah-kaidah pokok yang berada dalam kaidah
al-ziyādah.8

1). Alif ditambahkan ketika berada di tengah kata pada beberapa kalimat,
seperti lafal ‫ لشاىء‬,‫ مائة‬dan ‫جاىء‬.

2). Alif ditambahkan setelah lām alif pada beberapa kalimat, diantaranya

lafal . Selain pada lafal tersebut mushaf-mushaf saling


berselisih.

3). Yā` ditambahkan setelah hamzah yang berharakat kasrah atau hamzah
berharakat fathah setelah setelah huruf berharakat kasrah, seperti kedua

lafal .

4). Penambahan untuk huruf wāw terjadi pada kata dan


yang sejenisnya.

Adapun sampel yang akan digunakan sebagai contoh dari kaidah


ini adalah lafal ‫ لشاىء‬dalam surah al-Kahfi ayat 23. Komparasi lebih lanjut
dapat dilihat dalam tabel berikut.
8
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 137.
Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf Ḥāfiẓ
Kemenag Madinah al-Imām ‘Uthmān

Dalam contoh kali ini, nampak bahwa seluruh mushaf kompak


dalam melakukan penambahan. Seluruh mushaf melakukan penambahan
pada kata ‫ لشاىء‬di surah al-Kahfi ayat 23.

c. Al-Badal

Al-badal atau penggantian huruf terjadi pada penulisan alīf, yā` dan
wāw serta huruf tā` ta`nīth yang ditulis dengan huruf hā`.Salah satu kaidah
yang ada pada kaidah badal ini adalah penulisan ‫ الحيوة‬,‫ الصلوة‬dan ‫الزكوة‬.
Seluruh kata tersebut merupakan badal atau ganti dari alif yang ditulis
dalam bentuk wahyu. Kaidah ini berlaku pada seluruh kalimat tersebut di
setiap tempat kata ini disebukan.9

Untuk sampel perbandingan dari kaidah al-badal ini penulis


mengambil contoh lafal ‫لوة‬QQ‫الص‬. Untuk perbandingan lebih lanjut dapat
diperhatikan pada tabel-tabel berikut.

Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf


Kemenag Madinah al-Imām Ḥāfiẓ
‘Uthmān

Seperti halnya penambahan alif pada kata ‫اىء‬QQ‫ لش‬dalam contoh


sebelumnya, seluruh mushaf sama-sama menunjukkan adanya penggantian
alif dengan huruf wāw pada kata ‫لوة‬QQ‫ الص‬tidak ada perbedaan dalam
penulisan rasm.

d. Al-Hamzah

9
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 144.
Dalam kaidah rasm, penulisan hamzah dapat dibagi menjadi tiga,
hamzah di awal, di tengah dan di akhir. Pada kali ini, penulis akan
mengambil salah satu kaidah hamzah yang berada di awal. Dalam sebuah
kaidah, disebutkan bahwa apabila hamzah di awal bertemu dengan hamzah
istifham, maka salah satu hamzah tidak ditulis. Untuk contoh dan
komparasinya dapat dilihat dalam kolom berikut ini.

Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf


Kemenag Madinah al-Imām Ḥāfiẓ
‘Uthmān

Kasus di atas merupakan kasus di mana hamzah yang berada pada


awal kata bertemu dengan hamzah istifhām. Berdasarkan kaidahnya, jika
hal tersebut terjadi, maka salah satu hamzah tidak dituliskan. 10 Dalam
mushaf-mushaf di atas, di seluruh mushaf nampak terjadi pembuangan
hamzah. Namun, terdapat satu perbadaan pada salah satu mushaf di atas
dari tiga mushaf lainnya, yaitu mushaf al-imām. Pada mushaf al-imām,
tidak ada ḍabṭ yang menandai hamzah yang tidak tertulis. Ini merupakan
salah satu ciri khas mushaf al-imām yang memang ditulis tanpa ḍabṭ.
Sedangkan mushaf-mushaf lainnya melambangkan pembuangan hamzah
dengan menambahkan simbol ra`su al-‘ayn (‫)ء‬.

e. Al-Faṣl wa al-Waṣl

Dalam poin ini, terdapat dua kaidah utama yang menjadi inti dalam
poin ini. Pertama, setiap kata ditulis terpisah dari kata sebelum dan
sesudahnya. Kedua, pada asalnya setiap kalimat ḥurūf yang terdiri dari dua
huruf maka akan disambung dengan kata setelahnya selama bukan berupa
ḍamīr muttaṣil.11 Keduanya merupakan kaidah inti dari bab ini yang
disebutkan di awal bab. Selanjutnya merupakan pengecualian-
pengecualian dari kedua kaidah tersebut dan peninjauan dari segi waṣal
10
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 150.
11
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 162.
atau faṣalnya. Pada tulisan ini, penulis mengambil contoh frasa ‫ فمن ما‬yang
terdapat dalam surah al-Nisā` 25. Untuk komparasinya dapat dilihat dalam
kolom berikut.

Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf


Kemenag Madinah al-Imām Ḥāfiẓ
‘Uthmān

Dalam kolom-kolom di atas, dapat dilihat bahwa seluruh mushaf


serempak dalam pemisahan kata ‫ من‬dan ‫ا‬QQ‫م‬. Ayat ini sendiri bersama
dengan surah al-Rūm ayat 28 dan al-Munāfiqūn ayat 10 merupakan
pengecualian dari penulisan ‫ من ما‬yang disambung dengan bentuk ‫ مما‬di
seluruh al-Qur`an.12

2. Hubungan Qirā`at dan Rasm

Qirā’`at erat kaitannya dengan rasm. Penulisan mushaf ‘Uthmān yang


sedimikian rupa memobilisasi toleransi dalam bacaan. Model rasm yang
ditulis tanpa nuqtah dan shakal memungkinkan mushaf al-Imam untuk
mengakomodasi beberapa model bacaan. Sebagai contoh perbandingan pada
dua mushaf berikut

Mushaf al-Imām Mushaf

Di sisi kiri kita dapat melihat mushaf al-imām dengan karakteristiknya


yang gundul, tanpa satu ḍabṭ pun. Hal ini menciptakan peluang
memunculkan beberapa variasi bacaan seperti yang dijelaskan dalam
mushaf sebelahnya. Huruf rā` pada lafal ‫ رضون‬dalam surah Āli ‘Imrān ayat
15 ini dibaca dengan harakat kasrah oleh Kisa`i, Hamzah, Ibnu Umar,

12
Ghānim al-Jamad, al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm, 164.
‘Asim, Khalaf, Ibnu Katsīr, Abu ‘Amr, Abu Ja’far, Ya’qub, Nāfi’. Namun,
Imam Abū Bakar membacanya dengan harakat dammah.

3. Ḍabṭ

Ḍabṭ tanda-tanda dan rambu-rambu yang amat sangat membantu umat


Islam agar dapat membaca kitab sucinya dengan benar. Tanpanya, mungkin
sebagian besar dari umat muslim akan sangat kesulitan untuk membaca al-
Qur`an. Ḍabṭ ini dapat berupa simbol yang menentukan bunyi vokal dari
suatu huruf seperti harakat, berupa titik yang menentukan bunyi konsonan
dari beberapa konsonan yang memiliki bentuk yang sama, atau menjadi
isyarat bagi huruf yang tidak dituliskan dan simbol-simbol lainnya. Sebagai
salah satu bentuk kreasi dan ijtihad dari generasi muslim, ḍabṭ
memungkinkan untuk dihadirkan dalam beberapa simbol yang berbeda.
Berikut adalah beberapa contoh perbandingan dabṭ dalam mushaf Kemenag,
Madinah, Amiriyah, dan Maghrībiyyah.

no Mushaf Mushaf Mushaf Mushaf


Kemenag Madinah Amiriyah Maghribiyyah
1

Pada nomor satu, kita melihat perbandingan penulisan huruf qāf di


empat mushaf. Tiga di antara empat mushaf tersebut memberi dua titik
sebagai penanda huruf qāf. Hanya terdapat satu mushaf yang memberi satu
titik kepada huruf qāf dan diletakkan di atas kepalanya, yaitu mushaf
Maghrībiyyah. Ini membuatnya nampak seperti huruf fā dalam penulisan
mushaf lain. Adapun huruf fā` dalam mushaf dalam mushaf Maghribiyah
disimboljkan dengan satu titik dibawah huruf tidak sebagaimana mushaf
lainnya yang letak titiknya berada di atas kepala huruf.
Selain penulisan kita juga dapat mengamati perbedaan simbol pada
huruf wāw dan fā`. Pada huruf wāw, Kemenag memberi tanda ra`su al-khā`
di atas huruf wāw, sementara tiga mushaf lainnya tidak memberikan simbol
apapun di atas huruf mādd tersebut. Adapun simbol sukun pada huruf fā`,
mushaf Maghrībiyyah memiliki tanda bulatan di atas huruf sebagai simbol
sukūn tidak sebagaimana tiga mushaf lainnya yang menggunakan simbol
ra`su al-khā`. Perbedaan ini juga nampak pada simbol huruf hā` yang ada di
akhir kata.

Selanjutnya, pada nomor kedua kita melihat perbedaan pada penulisan


ḍabṭ pada ayat ketujuh dari surah al-Fātiḥah. Mushaf-mushaf yang
membaca panjang huruf mīm memberikan ḍabṭ alif kecil pada lafal tersebut,
seperti mushaf Madinah, Amiriyah dan Kemenag. Namun, berbeda dengan
mushaf Madinah dan Amiriyah yang memberikan fathah serta diiringi alif
kecil setelah huruf mā, mushaf Kemenag tidak memberikan harakat fathah
pada huruf mā dan hanya memberikan tanda alif kecil di atasnya. Pemberian
tanda alif kecil ini menginisiasikan adanya alif yang terbuang dalam
rasmnya. Adapun dalam mushaf Maghribiyah, huruf mā hanya diberi
harakat fathah tanpa penambahan alif karena mengikut pada qirā`at al-
Warshy. Ini juga merupakan salah satu contoh dari akomodasi mushaf
‘Uthmānī yang dapat menampung beberapa qirā`at.

D. Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan di atas, dapat kita lihat keistimewaan-


keistimewaan mushaf ‘Uthmānī. Mushaf ‘Uthmāni yang ditulis di era sahabat
memiliki keunikan tersendiri dalam rasmnya, mulai dari ḥadhf, ziyādah, badal,
hamzah hingga faṣal dan waṣal. Keunikan dari mushaf ‘Uthmānī ini mampu
mengakomodasi berbagai variasi qirā`ah. Pada perkembangan selanjutnya,
mushaf banyak mengalami modifikasi, seperti penambahan rambu-rambu dan
simbol yang biasa disebut dengan ḍabṭ. Pemberian rambu-rambu ini membantu
pembaca untuk dapat membaca al-Qur`an sesuai dengan qirā`ahnya. Berbagai
dinamika yang mengiringi perjalanan al-Qur`an ini menghasilkan ragam variasi
bentuk mushaf sebagaimana yang telah terpaparkan di pembahasan.
Daftar Pustaka

‘Awdah, Abdul Qādir. Al-Tashrī’ al-Janā`ī al-Islāmī Muqāranan bi al-Qānūn al-


Waḍ’ī. Beirut: Dār al-Kutub al-‘Arabī, t.th.
Aziz, Saḥar As-Sayyid Abdul. Aḍwā’ ‘alā Muṣḥaf ‘Uthmān bin ‘Affān wa
Riḥlatuh Sharqan wa Gharban. t.tp: Mu’assasah Shabāb al-Jāmi’ah, t.th.
Ḥākim (al), Abū ‘Abdillāh. Kitāb al-Mustadrak ‘alā Ṣaḥīḥayn. t.tp.: Dār al-
Manhāj al-Qawīm li al-Nashr wa al-Tawzī’, 2018.
Jamad (al), Ghānim Qaddūrī. Al-Muyassar fī ‘ilm al-Rasm wa al-Muṣḥaf wa
Ḍabṭihi. Jedah: Markaz al-Dirāsāt wa al-Ma’lūmāt al-Qur`āniyyah, 2016.
Suyūṭī (al), Jalāluddīn. al-Itqān fī ‘Ulūm al-Qur`an. Beirut: Resalah Publisher,
2008.

Anda mungkin juga menyukai