Anda di halaman 1dari 22

p-ISSN 2460 – 4623

e-ISSN 2716 – 4632

STUDI PEMANFAATAN DATA BACKSCATTER AKUSTIK


MULTIBEAM ECHOSOUNDER UNTUK IDENTIFIKASI OBJEK DASAR LAUT
(STUDI KASUS PERAIRAN TELUK JAKARTA)

STUDY OF ACOUSTIC BACKSCATTER DATA UTILIZATION


MULTIBEAM ECHOSOUNDER FOR IDENTIFICATION OF SEABED OBJECTS
(CASE STUDY OF JAKARTA BAY WATERS)

Yoga Prihantoro1, Henry M. Manik2, & Anang Prasetia Adi3

1Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut


2Institut
Pertanian Bogor
3Pusat Hidro-Oseanografi Angkatan Laut

Email: yogaprihantoro@gmail.com

ABSTRAK

Survei batimetri memiliki peranan yang penting dalam rangka menyediakan informasi
spasial yang diperlukan untuk berbagai keperluan, terutama berkaitan dengan
perencanaan, pelaksanaan kegiatan dan pengambilan keputusan dalam kaitannya dengan
bidang kelautan. Salah satu peralatan yang digunakan untuk akuisisi data batimetri adalah
Multibeam Echosounder. Hasil data yang didapatkan berupa data batimetri dan backscatter.
Data backscatter Multibeam Echosounder dapat dimanfaatkan untuk menentukan
klasifikasi sedimen dasar laut maupun untuk identifikasi objek dasar laut. Penelitian ini
berlokasi di Teluk Jakarta pada area dengan koordinat 5°55’33.20” LS s/d 5° 57’11.38” LS
dan 106°48’00.00” BT s/d 106°51’42.75” BT. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah data sekunder dari Multibeam Echosounder EM302 yang terpasang di KRI Rigel-
933. Raw data batimetri diolah menggunakan perangkat lunak Caris Hips and Sips 10.4
dengan koreksi data pasang surut dan sound velocity di area penelitian, menghasilkan base
surface batimetri dan mosaic backscatter. Hasil penelitian ini mendapatkan objek di area
penelitian berupa kapal karam (wreck) dan dua lajur pipa di dasar laut. Objek pertama
berupa kapal karam (wreck) berada pada posisi 5°55’36.58” LS - 106°51’23.39” BT dan
kedalaman minimum 15,6 meter. Nilai intensitas yang diperoleh yaitu -17,481 dB s/d -
12,083 dB. Objek Pipa 1 berada pada posisi 5°55’31.92” LS – 106°51’17.03” BT sampai
dengan 5°57’13.61” LS - 106°49’47.93 BT dengan kedalaman 26,1 meter sampai dengan
30,3 meter. Nilai intensitas objek Pipa 1 -26,38 dB sampai dengan -14,26 dB. Objek Pipa 2
pada posisi 5°56’58.08” LS - 106°47’58.68” BT, kedalaman antara 24,7 meter sampai
dengan 26,3 meter. Nilai intensitas Pipa 2 antara -23,99 dB sampai dengan -14,99 dB.
Kata Kunci: Multibeam Echosounder, batimetri, backscatter.

41
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

ABSTRACT

Bathymetric surveys have an important role in providing the necessary spatial


information for various purposes, especially those related to planning, implementing
activities and making decisions in relation to the marine sector. One of the equipment used
for bathymetric data acquisition is the Multibeam Echosounder. The results of the data
obtained in the form of bathymetry and backscatter data. Backscatter Multibeam
Echosounder data can be used to determine the classification of seabed sediments as well
as to identify objects on the seabed.This research is located in Jakarta Bay in an area with
coordinates 5˚ 55' 33.20" South Latitude to 5˚ 57' 11.38" South Latitude and 106˚ 48' 00.00"
East Longitude to 106˚ 51' 42.75" East Longitude. The data used in this study is secondary
data from the Multibeam Echosounder EM302 installed on the KRI Rigel-933. The
bathymetry raw data was processed using Caris Hips and Sips 10.4 software with tidal and
sound velocity data corrections in the research area, producing a bathymetric base surface
and mosaic backscatter.The results of this study found objects in the research area in the
form of a shipwreck (wreck) and two pipelines on the seabed. The first object is a shipwreck
(wreck) at a position of 5°55'36.58” South Latitude - 106°51'23.39” East Longitude and a
minimum depth of 15.6 meters. The intensity value obtained is -17.481 dB to -12.083 dB.
Pipe object 1 is located at a position of 5°55'31.92” S – 106°51'17.03” E to 5°57'13.61” S -
106°49'47.93” E with a depth of 26.1 meters to 30.3 meters. Pipe object intensity values 1 -
26.38 dB to -14.26 dB. Pipe object 2 at position 5°56'58.08” S - 106°47'58.68” E, depth
between 24.7 meters to 26.3 meters. The intensity value of Pipe 2 is between -23.99 dB to
-14.99 dB.
Keywords: Multibeam Echosounder, bathymetry, backscatter.

PENDAHULUAN bekerja berdasarkan teknologi


hidroakustik.
Latar Belakang Teknologi hidroakustik merupakan
Survei batimetri merupakan salah suatu teknologi yang telah banyak
satu bagian dari survei hidrografi. Secara dimanfaatkan untuk pendeteksian bawah
umum, kegiatan yang dilaksanakan dalam air menggunakan perangkat akustik
survei batimetri adalah pengukuran (acoustic instrument). Salah satu
kedalaman laut. Survei batimetri memiliki peralatan yang menggunakan prinsip
peranan yang penting dalam rangka hidroakustik adalah echosounder.
menyediakan informasi spasial yang Peralatan tersebut mempunyai prinsip
diperlukan untuk berbagai keperluan, kerja memancarkan gelombang suara dan
terutama berkaitan dengan perencanaan, selanjutnya gema dari gelombang suara
pelaksanaan kegiatan dan pengambilan tersebut ditangkap kembali sehingga
keputusan dalam kaitannya dengan dapat diketahui kedudukan benda-benda
bidang kelautan. Untuk mendapatkan data di bawah air. Dengan berkembangnya
batimetri dapat digunakan peralatan yang ilmu pengetahuan dan teknologi,

42
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

echosounder berkembang dari yang pada yang tinggi dalam hal keamanan dan
awalnya menggunakan singlebeam keselamatan navigasi dan pelayaran.
echosounder (SBES) hingga saat ini Dalam rangka meningkatkan
menggunakan multibeam echosounder keamanan dan keselamatan navigasi dan
(MBES). pelayaran, diperlukan survei investigasi
Multibeam echosounder (MBES) untuk pemutakhiran peta laut di perairan
merupakan peralatan akustik yang banyak Teluk Jakarta, karena di dasar perairan
digunakan dalam pemetaan dasar Teluk Jakarta tersebut terdapat berbagai
perairan, terutama karena teknologi ini macam objek seperti instalasi pipa dan
memiliki kemampuan yang lebih baik, kabel bawah laut, bangkai kapal (wreck)
terutama cakupannya yang luas dan dan lain sebagainya. Saat ini MBES
resolusi yang tinggi untuk akuisisi data memilki fitur yang dapat memproses data
batimetri (Anderson et al., 2008). batimetri untuk mengidentifikasi jenis
Multibeam echosounder merupakan alat sedimen di dasar laut dengan
yang sangat cocok untuk memetakan memanfaatkan sinyal hambur balik
dasar perairan karena memiliki coverage (backscatter). Dari hasil pendeteksian
area yang luas resolusi hasil data yang tersebut akan diperoleh tingkatan nilai
tinggi dan memiliki rentang kedalaman intensitas akustik pada suatu objek yang
yang lebar (Hasan et al., 2014). Multibeam terkandung di dasar laut.
echosounder menghasilkan dua tipe Pada penelitian ini akan
dataset yaitu data batimetri dan hambur dilaksanakan identifikasi objek bawah laut
balik (backscatter) yang sangat berguna dan sedimen di sekitarnya menggunakan
untuk memetakan dasar perairan (Adi et raw data batimetri di Teluk Jakarta
al., 2016). berdasarkan nilai intensitas akustik objek
Perairan Teluk Jakarta merupakan tersebut. Penelitian ini penting untuk
bagian dari Laut Jawa yang terletak di dilaksanakan guna memberikan
sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, tambahan informasi mengenai adanya
Indonesia. Di teluk ini terdapat pulau- objek bawah laut yang perlu diwaspadai
pulau kecil berjenis pulau karang yang untuk menjamin keselamatan pelayaran
bernama Kepulauan Seribu. Perairan terutama kapal-kapal yang berlayar di
Teluk Jakarta memiliki peran yang penting Teluk Jakarta menuju ke Pelabuhan
dan signifikan terhadap pertumbuhan Tanjung Priok.
ekonomi daerah melalui pengembangan
industri kelautan seperti jasa Rumusan Masalah
perhubungan laut, transhipment, Berdasarkan latar belakang
penambangan minyak dan pariwisata. Di tersebut dapat dirumuskan beberapa
teluk ini terdapat Pelabuhan Tanjung masalah antara lain:
Priok, pelabuhan terbesar di Indonesia a. Bagaimana pengolahan data
yang juga menjadi pusat kegiatan ekspor batimetri dan data backscatter Multibeam
impor. Peranan penting dari Pelabuhan Echosounder?
Tanjung Priok tersebut menuntut standar b. Bagaimana mengidentifikasi objek
dasar laut dengan memanfaatkan nilai

43
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

intensitas akustik dan jenis sedimen dasar c. Data batimetri yang digunakan adalah
laut di sekitarnya? data dari Latsurta KRI Rigel-933
Satsurvei Pushidrosal di perairan Teluk
Tujuan Penelitan Jakarta pada November 2020.
Adapun tujuan dari penelitian dalam
penulisan ini adalah: LANDASAN TEORI
a. Mengetahui pengolahan data batimetri
dan backscatter Multibeam Teori Akustik Bawah Air
Echosounder. Akustik adalah ilmu yang
b. Mengetahui identifikasi objek dasar laut membahas tentang gelombang suara dan
dengan memanfaatkan nilai intensitas perambatannya dalam suatu medium
akustik dan jenis sedimen dasar laut di (Lubis, 2016). Dalam pengertian yang lain
sekitarnya. menurut Kencanawati (2017), akustik
diartikan sebagai bidang ilmu yang
Manfaat Penelitian mempelajari tentang suara dan bunyi yang
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat ditimbulkan dari benda yang bergetar.
memanfaatkan nilai backscatter dari hasil Teknologi akustik banyak dimanfaatkan
pengolahan MBES untuk membantu dalam bidang kelautan, salah satunya
mengidentifikasi objekobjek bawah laut adalah untuk mendeteksi objek di kolom
yang berada di permukaan dasar laut air serta di dasar perairan.
serta membantu proses perencanaan Cepat rambat gelombang suara
kegiatan survei identifikasi objek bawah dalam suatu media air memiliki nilai yang
laut sesuai dengan kondisi teknis di tidak selalu konstan. Hal tersebut
lapangan sehingga pengambilan dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu
keputusan dapat dilaksanakan lebih temperatur, tekanan, dan salinitas. Ketiga
optimal. faktor menyebabkan lintasan kecepatan
suara ke dasar laut tidak bergerak secara
Pembatasan masalah tegak lurus.
Pembatasan masalah dalam penulisan ini Teknologi akustik bawah air dapat
adalah sebagai berikut: melakukan pengukuran terhadap kuat
a. Pengolahan data dan studi identifikasi lemahnya pantulan dasar perairan dari
objek bawah laut menggunakan berbagai macam jenis partikel. Impedansi
perangkat lunak Caris Hips and Sips akustik dan koofisien refleksi inilah yang
10.4 untuk mengukur kedalaman dan digunakan untuk menentukan seberapa
menginterpretasikan bentuk dasar laut. besar kuat/nilai dari pantulan suatu objek
b. Proses identifikasi sedimen dasar laut (Indramawan et al., 2017).
menggunakan metode Angular
Response Analysis (ARA) dan Survei Batimetri
Sediment Analysis (SAT) pada Survei adalah kegiatan terpenting
perangkat lunak Caris Hips and Sips dalam menghasilkan informasi atau data.
10.4. Survei hidrografi didefinisikan sebagai
kegiatan pengukuran untuk memperoleh

44
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

gambar permukaan dasar laut. Batimetri susunan tranduser (tranducer array)


merupakan metode atau teknik untuk (Lekkerkerk, 2006). MBES menggunakan
menentukan kedalaman laut atau profil pancaran gelombang suara yang berasal
dasar laut yang didapatkan dari hasil dari transduser yang memiliki kemiringan
analisis data kedalaman International berbeda-beda tiap beam, sehingga MBES
Hydrographic Organization (IHO) S-44, dapat mengukur kedalaman bukan
2008). Survei batimetri dilaksanakan dibawah lunas kapal melainkan juga sisi
untuk mendapatkan data kedalaman dan samping luar dari kapal.
konfigurasi atau topografi dasar laut, Prinsip dasar Multibeam
termasuk lokasi dan luasan obyek-obyek Echosounder untuk memperoleh nilai
yang mungkin membahayakan. kedalaman adalah transmiter pada
Survei batimetri merupakan suatu transduser memancarkan gelombang
aktivitas dan proses dalam menentukan akustik secara vertikal menuju dasar
posisi titik-titik di dasar permukaan air laut perairan dengan frekuensi tertentu,
dengan sistem koordinat tertentu, kemudian gelombang akustik tersebut
sehingga dari data hasil survei didapatkan dipantulkan kembali oleh dasar perairan
suatu model bentuk topografi dasar laut dan diterima oleh receiver. Data yang
yang divisualisasikan dalam bentuk peta. dihasilkan dari proses tersebut adalah
Visualisasi hasil survei batimetri dapat selang waktu dari gelombang dipancarkan
dilihat pada Gambar 1. hingga gelombang diterima kembali,
dengan data tersebut kedalaman dasar
perairan dapat diperoleh (Poerbandono &
Djunarsjah, 2005). Lebar sapuan
multibeam echosounder ditunjukkan pada
Gambar 2.

Gambar 1. Visualisasi Data Batimetri


(Sumber: Yantarto, 2006)

Multibeam Echosounder
Multibeam Echosounder (MBES)
adalah salah satu alat yang digunakan Gambar 2. Sapuan Multibeam
untuk survei batimetri dalam cakupan Echosunder (Sumber: SHOM, 2014)
survei hidrografi. MBES digunakan untuk
mengukur banyak titik kedalaman secara Menurut Sasmita (2008), pada
bersamaan yang didapat dari suatu prinsipnya MBES menggunakan

45
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

pengukuran selisih fase pulsa untuk teknik ukuran penghambur, dan frekuensi
pengukuran yang digunakan. Selisih fase gelombang akustik (Prayoga et al., 2016).
ini merupakan fungsi dari selisih pulsa
waktu pancaran dan penerimaan pulsa
akustik serta sudut datang dari tiap-tiap
tranduser. Prinsip kerja MBES
menggunakan selisih fase pulsa
ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 4. Ilustrasi Proses Penerimaan


Sinyal Backscatter Pada MBES (Penrose
et al., 2005)

Gelombang akustik yang tersebar


kembali ke penerima sebagai intensitas
sinyal (Trismadi, 2017). Gema backscatter
tidak hanya berasal dari refleksi dasar
laut, tetapi juga dari hal-hal lain selain dari
Gambar 3. Geometri Waktu Tranduser target asli seperti gelembung, ikan, dan
(Sumber: Djunarsjah, 2005) partikel tersuspensi (Lurton, 2010). Selain
dari intensitas sinyal serta panjang
Hamburan (scatter) merupakan gelombang yang dipancarkan, kekuatan
suatu pemantulan pada bidang licin backscatter juga dipengaruhi oleh bentuk
(specular) di suatu perbatasan medium kemiringan dasar laut, kekasaran dasar
yang halus antara dua medium, dimana laut dan kondisi dasar laut yang
dimensi dari perbatasan lebih besar mempengaruhi proses scattering dan
daripada panjang gelombang dari energi refleksi dari gelombang akustik (Trismadi,
akustik yang datang. Hamburan akustik 2017). Deteksi echo level dapat
berasal dari objek medium yang ukuran digambarkan pada Gambar 5.
panjang gelombangnya lebih kecil
sehingga menyebabkan gelombang
menyebar ke banyak arah.
Pemantul kasar (nonspecular)
memantulkan suara pada semua arah
sehingga amplitudo dari echo yang
dikembalikan lebih lemah dari pada echo
di permukaan jaringan. Pada umumnya,
amplitudo sinyal echo dari suatu medium
tergantung kepada jumlah hamburan per
unit volume, impedansi akustik material,

46
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

dasar laut (roughness) memiliki hubungan


yang saling terkait, untuk jenis dasar laut
yang sangat keras (high roughness)
memiliki nilai intensitas yang tinggi
sedangkan jenis dasar laut yang lunak
(low roughness) memiliki nilai intensitas
yang rendah, hal ini digambarkan dalam
kurva model dibawah ini. Grafik hubungan
antara kekuatan hambur balik, respon
sudut pancaran dan kekasaran jenis dasar
laut ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 5. Deteksi Echo Level Pada


MBES Dalam Pendeteksian Dasar Laut
(Sumber: Prayoga et al., 2016)

Geocoder merupakan suatu


algoritma yang digunakan untuk
pengolahan data backscatter akustik,
diciptakan oleh Dr. Luciano Fonseca dan
dilisensi oleh CARIS melalui Universitas
New Hampshire. Implementasi geocoder
Gambar 6. Grafik Hubungan Antara
digunakan untuk memproses dan
Kekuatan Hambur Balik, Respon Sudut
menganalisa data hambur balik, proses
Pancaran Dan Kekasaran Jenis Dasar
geobars, pembuatan mosaik dan
Laut (Sumber: Masetti et al., 2011).
mengestimasi ukuran butiran tipe sedimen
berdasarkan respon sudut pancaran
Metode akustik untuk klasifikasi
(Dufek, 2012).
dasar perairan menggunakan sinyal
Pengolahan data hambur balik
hambur balik (acoustic backscatter) untuk
menggunakan geocoder merupakan
memperkirakan kekerasan dari dasar laut,
tahapan lanjutan setelah pengolahan data
dan pengukuruan terhadap waktu
batimetri menggunakan metode CUBE
lamanya echo kembali untuk
Surface, sehingga bisa dipastikan bahwa
memperkirakan kekasaran dasar laut.
data yang digunakan sudah terkoreksi
Jenis echosounder yang digunakan
dengan baik (MacDonald et al., 2008).
memiliki beamwidth 12-75° agar
Pengolahan ini difokuskan pada tiga hal
mendapatkan informasi mengenai
utama yaitu proses geobars, pembuatan
kekerasan dan kekasaran (Siwabessy,
mosaik hambur balik dan analisa tipe
2005).
sedimen (Adi, 2016).
Kekasaran permukaan dasar laut
Kekuatan hambur balik
merupakan variabel penting dalam
(backscatter strength), respon sudut
kaitannya dengan intensitas backscatter
pancaran (angle of incidence) dan sifat

47
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

akustik dengan frekuensi tinggi. Pengaruh variasi ukuran butir dan kekasaran
dari kekasaran pada intensitas permukaan. Akibatnya, data backscatter
backscatter bervariasi tergantung tipe, dapat digunakan untuk mengidentifikasi
magnitudo, dan orientasi dari kekasaran dan menginterpretasikan struktur sedimen
dasar perairan (Flood & Ferrini, 2005). dan dasar laut (Trismadi, 2017). Dalam
Pantulan sinyal akustik di permukaan menentukan klasifikasi jenis dasar laut
dasar laut terhadap dasar perairan yang oleh MBES sangat bergantung pada
heterogen dapat dilihat pada Gambar 7. intensitas nilai backscatter. Hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain:
a. Jarak Target
b. Source Power dan arah beam
c. Area pendeteksian (Slope,
kemiringan objek, refraksi)

METODE PENELITIAN

Sumber Data
Gambar 7. Pantulan Sinyal Akustik Data yang digunakan dalam
terhadap Dasar Perairan yang Heterogen. penelitian ini adalah raw data hasil survei
(Sumber: Flood & Ferrini, 2005) dari KRI Rigel-933 Satuan Survei
Pushidrosal pada bulan November 2020
Sedimen berupa raw data batimetri, data pasang
Sedimen adalah pecahan batuan surut dan data SVP. Data tersebut
dari berbagai proses (pelapukan fisik, diperoleh melalui pengajuan data ke Dinas
kimia, biologi). Batuan dapat disebabkan Hidrografi Pushidrosal. Data hasil
karena adanya proses vulkanik (letusan), penelitian sebelumnya juga digunakan
sedimentasi, metamorf, atau biogenik untuk referensi dalam penelitian ini.
(karang). Ukuran sedimen adalah
umumnya diwakili oleh diameternya (d), Objek Penelitian
dengan asumsi bahwa butiran sedimen Obyek dalam penelitian ini adalah
adalah ideal bola. Menurut ukuran Perairan Teluk Jakarta pada area Latsurta
mereka, sedimen berada diklasifikasikan Pushidrosal TA. 2020 yang tercantum
menjadi lumpur (d ≤ 62,5 mm), pasir (62,5 pada Peta Laut Indonesia Nomor 86.
mm < d ≤ 2 mm), dan kerikil (d > 2 mm) Batas – batas area penelitian sebagai
(Poerbandono, 2015). berikut ini.
Sedimen didefinisikan secara luas
sebagai material yang diendapkan di A. 106˚ 48’ 00.00” BT - 5˚ 55’ 33.20” LS
dasar suatu cairan (air dan udara), atau B. 106˚ 51’ 42.75” BT - 5˚ 55’ 33.20” LS
secara sempit sebagai material yang C. 106˚ 51’ 42.75” BT - 5˚ 57’ 11.38” LS
diendapkan oleh air, angin, atau D. 106˚ 48’ 00.00” BT - 5˚ 57’ 11.38” LS
gletser/es. Jenis sedimen memiliki
kekuatan hamburan yang berbeda karena

48
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

b. Perangkat lunak SIS (Seafloor


Information System) yang digunakan
pada saat bernavigasi dan
pengumpulan data batimetri.
c. Perangkat lunak Caris Hips and Sips
10.4, digunakan untuk pengolahan data
batimetri dan pengolahan data hambur
balik (backscatter) akustik.
d. Sistem penentuan posisi pemeruman
Gambar 8. Peta Area Penelitian.
dan pengukuran titik kontrol pemetaan
menggunakan Wide-Area Differential
Teknik Pengumpulan Data
Global Positioning System (WADGPS)
Pengumpulan data yang
Fugro SeaSTAR.
dibutuhkan dalam penelitian ini
e. Perangkat lunak Global Mapper dan
menggunakan teknik kajian literatur
ArcGIS. Digunakan untuk menyajikan
(literature research) dan penggunaan data
dan plotting hasil pengolahan data
sekunder (secondary data collection).
dalam bentuk raster.
Dukungan teoritis konseptual berasal dari
sumber-sumber yang dapat dipercaya
Diagram Alir Penelitian
secara ilmiah, sedangkan dukungan
Gambar 9 adalah diagram alir yang
empiris berasal dari lapangan. Kajian
digunakan dalam penelitian sebagai
literatur berasal dari laporan hasil
pedoman alur pikir pelaksanaan dari tahap
penelitian, jurnal ilmiah, karya ilmiah,
pengumpulan data awal sampai dengan
dokumen tertulis atau karya-karya lain
interpretasi hasil penelitian.
yang relevan (Indramawan et al., 2017).
Dukungan empiris didapatkan dari
data lapangan hasil survei batimetri
menggunakan peralatan MBES oleh
personel KRI Rigel-933 di Perairan Teluk
Jakarta pada bulan November tahun
2020. Penggambaran lokasi penelitian
Peta Laut Indonesia No.86 cetakan tahun
2019 yang diterbitkan oleh Pushidrosal.

Instrumen Pengumpulan Data


Penelitian ini dilaksanakan
menggunakan beberapa peralatan untuk
pengumpulan dan pengolahan data
penelitian yaitu :
a. Multibeam Echosounder Kongsberg
EM302 yang terpasang di KRI Rigel-
933, digunakan sebagai peralatan
pengumpulan data batimetri.

49
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Gambar 10. Pola Pasut Pulau Damar


Besar.

Pasut yang didapatkan dari hasil


pengamatan selanjutnya dibandingkan
dengan prediksi, sehingga didapatkan
hasil yang ditunjukkan pada Gambar 11.

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Koreksi Pasang Surut


Pengamatan pasang surut
dilaksanakan di Dermaga Pulau Damar Gambar 11. Pola Pasut Pulau Damar
Besar dengan koordinat 05°57’30.0700” Besar Dan Prediksi.
LS - 106°50’32.1823” BT selama tiga
piantan sehingga didapatkan duduk Data pasut hasil pengamatan
tengah sementara (DTS) harian dan DTS digunakan sebagai input data pada tools
rata-rata. Dari hasil pengamatan tersebut Tide Editor dalam pengolahan batimetri
didapatkan DTS I sebesar 199.9 cm, DTS menggunakan perangkat lunak Caris Hips
II sebesar 193.3 cm dan DTS III sebesar and Sips 10.4, sehingga nilai yang
191.8 cm. DTS rata-rata dari tiga piantan ditunjukkan merupakan hasil dari nilai time
tersebut sebesar 195.0 cm diatas nol series kedalaman sebenarnya. Tampilan
palem. Pola pasut Pulau Damar Besar Tide Editor perangkat lunak Caris Hips
ditunjukkan pada Gambar 10. and Sips 10.4 sebagai koreksi pasang
surut dalam pengolahan data batimetri
ditunjukkan pada Gambar 12.

50
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Dari Gambar 4.5 diatas data SVP


hasil pengolahan pada Caris Hips SVP
Editor dapat dilihat bahwa sound velocity
terendah berada di permukaan perairan di
area penelitian. Pengukuran sound
velocity di area penelitian dimulai pada
kedalaman 1.2 meter dengan nilai sound
velocity 1544.5 m/s. Nilai sound velocity
mengalami perubahan yang tidak konstan
Gambar 12. Koreksi Pasut Menggunakan pada kedalaman kurang dari 6 meter.
Tide Editor. Pada kedalaman lebih dari 6 meter, nilai
sound velocity mengalami perubahan
Pengambilan data kecepatan suara secara konstan dengan nilai semakin
di lokasi penelitian menggunakan besar dengan bertambahnya kedalaman
peralatan SVP AML Minos X pada posisi perairan.
106°51’53.0” BT / 05°57’53.0” LS.
Pengambilan data dilaksanakan pada 14 Konfigurasi Peralatan Pemeruman
November 2020 dan dilaksanakan Salah satu tahapan penting yang
pengukuran sampai pada kedalaman 27.5 harus dilaksanakan sebelum
meter. Data sound velocity hasil melaksanakan akuisisi data batimetri
pengambilan data menggunakan adalah melaksanakan instalasi peralatan
menggunakan SVP selanjutnya untuk menghitung nilai offset peralatan
digunakan untuk koreksi pengolahan data survei terhadap kapal survei. Pada
batimetri menggunakan perangkat lunak penelitian ini, tranduser dijadikan sebagai
Caris Hips and Sips 10.4. Data sound titik acuan atau Center of Gravity (COG).
velocity tersebut dimasukkan ke dalam Peralatan survei yang berupa
tools SVP Editor. Tampilan SVP Editor echosounder, motion sensor dan GPS
dapat ditunjukkan pada Gambar 13. dilaksanakan setting offset terhadap
kedudukan reference point. KRI Rigel-933
memiliki dimensi Panjang kapal 60.1
meter, lebar kapal 11,1 meter dan draught
kapal 3,5 meter. Gambar 14 menunjukkan
offset Multibeam Echosounder EM302
dengan kapal survei.
Posisi transduser berada di depan
reference point, sedangkan posisi motion
sensor berada di belakang reference
point. Perhitungan offset peralatan
pemeruman bernilai positif apabila
posisinya berada di depan reference point
Gambar 13. Tampilan Caris Hips SVP dan bernilai negatf apabila berada di
Editor. belakang reference point. Adapun data

51
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

konfigurasi kapal survei dapat dilihat pada KRI dengan koordinat (x,y,z) terhadap
Gambar 15. COG (dalam meter) adalah (-2.069, -
0.077, -0.785). Offset peralatan
pemeruman KRI Rigel-933 ditunjukkan
pada Tabel 1 sebagai berikut.

Tabel 1. Offset Peralatan Pemeruman


KRI Rigel-933

Gambar 14. Offset Kapal dengan MBES


Kongsberg EM302
Kalibrasi Patch Test
Keterangan: Kalibrasi Multibeam Echosounder
(1) Transduser yang terpasang di kapal survei
(2) Motion sensor dilaksanakan untuk mendapatkan nilai
(3) GPS antenna error akibat oleng (roll), angguk (pitch),
(4) Draught halu (yaw) dan keterlambatan waktu
(5) Water line penerimaan sinyal (latency time delay)
(R) Reference point pada saat pelaksanaan akuisisi data.
Kalibrasi patch test dilaksanakan sebelum
pelaksanaan akuisisi data.
Tranducer KRI Rigel-933
merupakan tranducer permanen (hull
mounted) yang sudah terpasang pada
lunas (gondola) KRI Rigel-933 maka
pelaksanaan patch test dilaksanakan
hanya satu kali di awal pelaksanaan
survei. Area pelaksanaan patch test
dilaksanakan pada posisi 5°57’30” LS -
106°52’00” BT. Hasil surface patch test
Gambar 15. Data Vessel KRI Rigel-933 yang telah dilaksanakan pada saat
penelitian ditunjukkan pada Gambar 16.
Perhitungan offset dari tiap
peralatan pemeruman dan positioning di
kapal survei dilaksanakan saat
pembuatan kapal dengan mengacu pada
COG (Center of Gravity) dari kapal yang
berada pada 25,6 meter dari buritan pada
centerline dan 4 meter dari lunas kapal.
Reference frame terdapat di ruang gyro

52
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

reference surface dengan menggunakan


sudut bukaan optimum.
Performance test pada penelitian
ini dilaksanakan pada posisi 5°55’40” LS -
106°47’40” BT. Akuisisi data sebanyak 8
(delapan) lajur menggunakan sudut
bukaan maksimum dengan beamwidth
75º overlapping 100% dan dilanjutkan
akuisisi data pada lajur tegak lurus
dengan beamwidth maksimum 70º.
Area performance test memiliki
Gambar 16. Hasil Kalibrasi Patch Test. kedalaman relatif seragam antara 27
meter s/d 28 meter. Pengolahan data
Nilai koreksi patch test yang performance test menggunakan
dihasilkan dari kalibrasi patch test perangkat lunak Caris Hips and Sips 10.4
selanjutnya dijadikan input ke dalam dengan dikoreksi pasut dan sound
konfigurasi kapal (vessel config) yang ada velocity menghasilkan base surface
pada perangkat lunak Caris Hips and Sips seperti ditampilkan pada Gambar 17.
10.4. Hasil nilai koreksi patch test
ditampilkan pada Tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Nilai Koreksi Patch Test

Koreksi patch test baik berupa


koreksi pitch, roll maupun yaw pada
Multibeam Echosounder Kongsberg
EM305 seluruhnya bernilai 0 (nol). Hal ini
disebabkan posisi transduser yang
terpasang secara permanen pada lunas Gambar 17. Hasil Base Surface
KRI Rigel-933. Performance Test.

Performance Test Kualitas data seluruh perbedaan


Untuk mengetahui nilai performa hasil ukur kedalaman antara lajur silang
dari resolusi sudut dan jarak pancaran dan lajur utama pada area penelitian
akustik multibeam echosounder perlu tersebut masih memenuhi batas ketelitian
dilakukan validasi dengan menggunakan < 0.4 meter sehingga dapat dikategorikan
metode performance test. Check line ke dalam orde khusus sesuai dengan
menggunakan sapuan dengan sudut standar S44 IHO. Dari hasil performance
bukaan maksimal dibandingan dengan test didapat sudut bukaan maksimal untuk

53
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

mencapai ordo khusus S44 IHO edisi ke- Sebagai jaminan kualitas data,
5 tahun 2008 untuk MBES Kongsberg dilakukan pemeriksaan menggunakan 4
EM302 KRI Rigel – 933 adalah sebesar (empat) lajur silang untuk memastikan
±70°. Grafik performance test ditunjukkan hasil survei pemeruman pada batas
pada Gambar 18. standar minimum orde S44 IHO edisi ke-
5 tahun 2008. Hasil pemeriksaan lajur
utama dengan lajur silang ditampilkan
pada Gambar 20.

Gambar 18. Grafik Performance Test.

Pengolahan Data Batimetri Area


Penelitian Gambar 20. Pemeriksaan dengan 4
Penelitian ini menggunakan data (Empat) Lajur Silang.
batimetri dengan panjang lajur area
penelitian ± 6.95 km dan lebar ± 3.1 Dari hasil analisis TVU (Total
kilometer. Tampilan profil dasar laut atau Vertical Uncertainty) didapat seluruh
nilai kedalaman di lokasi penelitian dapat cross check line masuk kedalaman orde
ditunjukkan pada Gambar 19. khusus S44 IHO edisi ke-5 tahun 2008
Pengolahan data batimetri menggunakan dengan kalkulasi ditunjukkan pada Tabel
metode CUBE Surface sehingga dapat 3 sebagai berikut.
menggambarkan topografi dasar laut
secara detail dan baik dengan ukuran Tabel 4. Kalkulasi TVU (Total Vertical
pixel 1 x 1 meter. Uncertainty)

Total ORDO Total


SPECIAL 1A/B REJECTED
Data 2 Prosentase
14901 97.49 % 2.51% 0.00% 0.00% 100.00%

Pembuatan Mosaic
Mosaic hambur balik merupakan
hasil penggambaran derajat keabu-abuan
(grey level) yang menunjukkan pantulan
intensitas akustik oleh dasar perairan.
Gambar 19. Profil Batimetri Area
Mocaic dibangun atas dasar pembuatan
Penelitian.
GeoBaRs (Georeferenced Backscatter
Raster).

54
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Pada penelitian ini dilaksanakan


pembuatan SIPS Mosaic menggunakan
algoritma Geocoder. Pembuatan mosaic
pada setiap lajur survei dilakukan
beberapa koreksi yaitu koreksi autogain,
time varying gain, angle varying gain dan
anti-aliasing. Hasil pembuatan mosaic
memiliki nilai posisi lintang dan bujur serta
nilai intensitas dari sedimen dasar laut di
area penelitian. Gambar 21 di bawah ini
menampilkan hasil pembuatan mosaic.
Gambar 22. Objek Dasar Laut Pada Base
Surface.

Pada Gambar 4.18 ditunjukkan


tampilan dari objek-objek yang
teridentifikasi menggunakan base surface.
Objek wreck terletak pada posisi pada
posisi 5°55’33.77” LS - 106°51’22.59” BT
dengan kedalaman minimum 15.6 meter.
Gambar 21. Hasil Pembuatan Mosaic.
Objek Pipa 1 terletak pada posisi
5°55’31.89” LS - 106°51’17.10” BT sampai
Identifikasi Objek Dengan Base Surface
dengan 5°57’13.41” LS - 106°49’47.97”
Hasil base surface batimetri area
BT dengan kedalaman 27 – 31 meter.
penelitian menunjukkan terdapat objek
Objek Pipa 2 terletak pada posisi
dasar laut yang dapat teridentifikasi. Objek
5°56’58.08” LS - 106°47’58.65” BT sampai
tersebut berupa kapal karam (wreck) dan
dengan 5°57’14.24” LS - 106°48’15.38”
pipa yang digelar di dasar laut. Objek pipa
BT dengan kedalaman 24 – 26 meter.
yang terdeteksi terdapat di dua bagian
area penelitian yaitu pipa pertama
Hasil Klasifikasi Dasar Laut
melintang area penelitian sedangkan pipa
Interpretasi data hasil olahan
kedua terdapat di bagian selatan barat
mosaic ditampilkan ke dalam gradasi
area penelitian. Objek tersebut
warna yang mengacu pada nilai histogram
ditunjukkan pada Gambar 22.
intensitas akustik sedimentasi pada area
penelitian. Histogram akan mencerminkan
kelas dan warna pada setiap kelas yang
akan ditentukan (Caris, 2015). Adapun
hasil klasiifikasi sedimen berdasarkan nilai
intensitas akustiknya ditunjukkan pada
Gambar 23.

55
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Gambar 23. Klasifikasi 4 Kelas Sedimen.


Gambar 24. Posisi Titik-titik Pengambilan
Nilai Intensitas Objek Wreck
Pada Gambar 23 di atas secara
umum dapat dilihat bahwa perairan di area
Pada penelitian ini diambil data 5
penelitian umumnya memiliki dasar laut
titik pada objek wreck untuk diketahui nilai
berupa lempung (clay) dan lumpur (silt)
intensitasnya mulai dari buritan
yang ditandai dengan kontur berwarna
(belakang), bagian tengah dan haluan
biru muda dan hijau dengan nilai intensitas
(depan). Sediment Analysis Tools
antara -41.91 dB s/d -31.07 dB untuk
digunakan untuk mendapatkan informasi
sedimen berupa lempung (clay) dan
dalam bentuk grafik yang menunjukkan
intensitas antara -31.07 dB s/d -20.23 dB
hubungan antara sudut dari titik nadir (°)
untuk sedimen berupa lumpur (silt).
dan nilai intensitas (dB). Posisi titik-titik
Sedimen lempung sebagian besar berada
yang dibuat pada objek wreck ditunjukkan
pada sisi barat dan sisi timur area
pada Gambar 24.
penelitian sedangkan pada sisi tengah
area penelitian sebagian besar sedimen
Tabel 5. Nilai Intensitas Objek Wreck
berupa lumpur.

Nilai Intensitas Objek Wreck


Nilai intensitas adalah nilai yang
mempresentasikan nilai hambur balik
akustik multibeam echosounder.
Intensitas yang didapatkan dari Rentang nilai intensitas yang
pengolahan merupakan rasio dari energi didapatkan pada objek wreck antara -
yang dipancarkan (transmit) terhadap 17.481 dB hingga -12.083 dB.
energi yang diterima (receive). Hal ini Berdasarkan sebaran nilai tersebut, kita
dapat dilihat dari data yang dihasilkan. dapat mengamati bahwa nilai intensitas
yang tinggi cenderung berada di tengah
(nadir). Hal ini dikarenakan sinyal-sinyal
tersebut masih berada di dalam bukaan
beam yang cenderung sempit atau dikenal
dengan istilah narrow beam. Nilai
intensitas akan semakin lemah ketika
menjauh titik nadir. Pola ini terjadi pada

56
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

setiap perekaman data dengan


menggunakan peralatan multibeam
echosounder.

Nilai Intensitas Objek Pipa 1


Untuk mengidentifikasi nilai
backscatter objek pipa 1 maka digunakan
Gambar 25. Plotting Titik Sampel
beberapa sampel posisi pipa untuk
Intensitas Pipa 1
mendapatkan besaran nilai intensitas
akustiknya masing – masing posisi pipa
Nilai Intensitas Objek Pipa 2
diambil 25 titik sampel pada objek pipa
Pada objek Pipa 2 dilaksanakan
sepanjang 1.178 meter. Nilai intensitas
plotting titik-titik untuk mendapatkan nilai
sampel Pipa 1 ditunjukkan dalam Tabel 6.
intensitas masing-masing. Plotting ini
dilaksanakan dengan mengambil sampel
Tabel 6. Nilai Intensitas Objek Pipa 1
10 titik sepanjang objek Pipa 2. Titik-titk
tersebut ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Nilai intensitas Objek Pipa 2

Pada Tabel 7 ditunjukkan posisi,


kedalaman dan nilai intensitas 10 titik
sampel pada objek Pipa 2. Plotting titik-
titik pengambilan sampel pada objek Pipa
Pada Tabel 6 ditunjukkan posisi 2 ditunjukkan pada Gambar 26.
lintang dan bujur, kedalaman dan nilai
intensitas dari titik-titik sampel pada objek
Pipa 1. Plotting titik-titik pengambilan
sampel pada objek Pipa 1 ditunjukkan
pada Gambar 25. Hasil dari pengambilan
sampel pada 25 titik sepanjang lajur pipa
1 memiliki rentang nilai antara -14.26 dB
sampai dengan -26.38 dB. Gambar 26. Plotting Titik Sampel
Intensitas Pipa 2.

57
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Pada Gambar 26 ditunjukkan dB hingga -12,083 dB, sedangkan pipa


plotting titik-titik sampel pada objek Pipa 2. laut dengan intensitas antara -23,47 dB
Hasil dari pengambilan sampel pada 10 sampai dengan -19,6 dB. Beberapa
titik sepanjang lajur pipa 1 memiliki penelitian yang telah dilaksanakan
rentang nilai antara -14.26 dB sampai ditunjukkan dalam Tabel 8.
dengan -26.38 dB, sedangkan intensitas
sedimen di sekitar titik 8 bernilai antara - Tabel 8. Nilai Intensitas Beberapa
36.80 dB sampai dengan -32.02 dB. Penelitian
Beberapa penelitian sebelumnya
telah dilaksanakan untuk mengidentifikasi
intensitas akustik sebuah objek
menggunakan peralatan Multibeam
Echosounder, seperti yang dilasanakan
oleh Simbolon (2014), Wahyudi (2017),
Indramawan (2017), dan Abimanyu
(2019).
Simbolon (2014) mendapatkan nilai
intensitas bangkai kapal (besi) -13,3 s/d
2,88 dB dengan menggunakan multibeam Pada identifikasi kapal karam
echosounder berfrekuensi 50 Khz, (wreck), nilai intensitas yang didapatkan
Wahyudi (2017) menggunakan multibeam pada penelitian ini lebih kecil daripada
echosounder dengan frekuensi 400 kHz penelitian sebelumnya. Hal ini dapat
mendapatkan intensitas kapal karam disebabkan karena penggunaan peralatan
(besi) dengan intensitas -3 dB s/d 6,99 dB. Multibeam Echosounder EM302 yang
Penelitian oleh Indramawan (2017) digunakan dalam penelitian ini memiliki
mendapatkan intensitas bangkai kapal frekuensi yang lebih rendah daripada
(besi) bernilai antara -9,7 dB s/d -3,02 dB penelitian sebelumnya, yaitu 30 kHz. Nilai
dan bangkai kapal (kayu) dengan nilai - intensitas pipa laut yang didapatkan pada
27,3 dB s/d -21,5 dB menggunakan penelitian ini yaitu pada rentang -26,38 dB
multibeam echosounder dengan frekuensi s/d -14,26 dB pada Pipa 1 dan pada
400 kHz. rentang nilai -23,99 dB s/d -14,99 dB
Abimanyu (2019) melaksanakan memiliki nilai yang tidak jauh berbeda
penelitian dengan peralatan multibeam dengan penelitian sebelumnya oleh
echosounder yang sama dengan Abimanyu (2019) yang memiliki nilai rata-
Indramawan (2017) untuk mendapatkan rata intensitas -24,1 dB.
nilai intensitas pipa laut. Hasil penelitian
Abimanyu (2019) memperoleh nilai KESIMPULAN DAN SARAN
intensitas dari pipa laut sebesar -24,1 dB. Kesimpulan
Penelitian ini menggunakan peralatan Dari hasil pengumpulan data,
multibeam echosounder dengan frekuensi pengolahan data, analisis dan hasil
30 kHz mendapatkan nilai intensitas penelitian yang telah dilakukan, maka
bangkai kapal (besi) dengan nilai -17,481 dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

58
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

a. Pengolahan data batimetri hasil akuisisi b. Perlu adanya data grab sample sebagai
data Multibeam Echosounder validasi data insitu sedimen dasar laut
Kongsberg EM302 di Perairan Teluk di area penelitian.
Jakarta mendapatkan hasil base
surface dengan rentang kedalaman DAFTAR PUSTAKA
minimum 11,4 meter dan kedalaman Adi, A. P., Manik, H. M., & Pujiyati, S.
maksimum 43,0 meter, dengan rata- (2016). Integrasi Data Multibeam
rata kedalaman 28.2 meter. Batimetri Dan Mosaik Backscatter
Pengolahan mosaik menghasilkan data Untuk Klasifikasi Tipe
backscatter dengan nilai intensitas Sedimen. Jurnal Teknologi
yang diperoleh -79,93 dB sampai Perikanan dan Kelautan, 7(1), 77-
dengan -0,84 dB. 84.
b. Hasil intensitas backscatter dari Anderson, J. T., Holliday, D. V., Kloser, R.,
penelitian dapat mengidentifikasi objek Reid, D. G., & Simard, Y. (2008).
dasar laut berupa wreck dan dua lajur Acoustic Seabed Classification:
pipa. Objek wreck berada pada posisi Current Practice And Future
5°55’36.58” LS - 106°51’23.39” BT Directions. ICES Journal of Marine
dengan nilai intensitas -17,48 dB Science, 65(6), 1004-1011.
sampai dengan -12,08 dB. Objek Pipa DOI:10.1093/icesjms/fsn061.
1 berada pada posisi 5°55’31.92” LS – Dufek, T. (2012). Backscatter Analysis of
106°51’17.03” BT sampai dengan Multibeam Sonar Data in the area
5°57’13.61” LS - 106°49’47.93 BT of the Valdivia Fracture Zone using
dengan kedalaman 26.1 meter sampai GEOCODER in CARIS
dengan 30.3 meter. Nilai intensitas HIPS&SIPS and IVS3D
objek Pipa 1 -26,38 dB sampai dengan Fledermaus. (Doctoral
-14,26 dB. Objek Pipa 2 pada posisi Dissertation, HafenCity Universität
5°56’58.08” LS - 106°47’58.68” BT, Hamburg).
kedalaman antara 24,7 meter sampai Fahrulian, F., Manik, H. M., Jaya, I., &
dengan 26,3 meter. Nilai intensitas Pipa Udrekh, U. (2016). Angular Range
2 antara -23,99 dB sampai dengan - Analysis (ARA) and K-Means
14,99 dB. Clustering of Multibeam
Echosounder Data for Determining
Saran Sediment Type. ILMU KELAUTAN:
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada Indonesian Journal of Marine
beberapa saran yang dapat diajukan yaitu: Sciences, 21(4), 177-184.
a. Untuk penelitian berikutnya perlu Farihah, R.A., Manik, H.M., & Harsono, G.
adanya data pembanding berupa (2020). Pengukuran Dan Analisis
penggunaan peralatan Autonomous Hambur Balik Akustik
Underwater Vehicle (AUV) agar lebih Menggunakan Teknologi
memaksimalkan pencitraan langsung Multibeam Echosounder Untuk
bentuk dan ukuran dari objek yang Klasifikasi Sedimen Dasar Laut
diteliti. Teluk Palu. Jurnal Ilmu Dan

59
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

Teknologi Kelautan Tropis, 12(2), Kasiram, M. (2008). Metode Penelitian


437-453. Kuantitatif dan Kualitatif. Malang:
Flood, R. D., & Ferrini, V. L. (2005). The UIN Press.
Effect of Fine Scale Surface Kencanawati, C. I. P. K. (2017). Bahan
Rougness and Grain Size on 300 Ajar Mata Kuliah: Akustik, Noise,
Khz Multibeam Backscatter dan Material Penyerap
Intensity in Sandy Marine Suara. Denpasar (ID): Universitas
Sedimentary Environment. Udayana.
Marine Geology, 228(1), 153-172. Lekkerkerk, Huibert-Jan. (2006).
DOI:10.1016/j.margeo.2005.11.01 Handbook of Offshore Surveying:
0. Acquisition and Processing. Fugro:
Hasan, R. C., Ierodiaconou, D., Netherland.
Laurenson, L., & Schimel, A. Lubis, M. Z., Pujiyati, S., & Wulandari, P.
(2014). Integrating Multibeam D. (2016). Akustik Pasif untuk
Backscatter Angular Response, Penerapan di Bidang Perikanan
Mosaic and Bathymetry Data for dan Ilmu Kelautan. Jurnal Oseana,
Benthic Habitat Mapping. PLOS 41(2).
ONE, 9(5), 1-14. Lurton, X., & Leviandier, L. (2010).
Hutabarat, S., & Evans, S. M. (1985). Underwater acoustic wave
Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI propagation. An Introduction to
Press. Underwater Acoustics: Principles
Indramawan, B. S., Adi, A. P., Djunarsjah, and Applications (2nd Edn).
E., & Pandoe, W. W. (2018). Chichester: Praxis Publishing.
Analisis Nilai Hambur Balik pada MacDonald, A., & Collins, C. (2008).
Kapal Karam (Wreck) Taking Geocoder to Work.
Menggunakan Data Multibeam Proceedings of the Shallow Survey
Echosounder di Perairan Conference 2008. Portsmouth,
Belawan. Jurnal Chart Datum, 4(1), N.H.
51-67. Masetti, G., Sacile, R., & Trucco, A.
https://doi.org/10.37875/chartdatu (2011). Remote Characterization
m.v4i1.127 Of Seafloor Adjacent To
International Hydrographic Organization Shipwrecks Using Mosaicking And
(IHO). (2008). Special Publication Analysis Of Backscatter Response.
S44 5th Edition. Monaco: Italian Journal of Remote Sensing
International Hydrographic Bureau. 2011, 43(2), 79-92.
International Hydrographic Organization Penrose J. D., Siwabessy P. J. W.,
(IHO). (2010). C-13 Manual On Gavrilov, A., Parnum, I., Hamilton,
Hydrography. In I. H. Organization, L. J., Bickers, A., Brooke, B., Ryan,
Manual On Hydrography Chapter D. A., & Kennedy, P. (2005).
4. Monaco: International Acoustics Techniques For Seabed
Hydrographic Bureau. Classification. Technical Report
32. Cooperative Research Centre

60
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

for Coastal Zone Estuary & Simbolon, S. (2014). Aplikasi Instrumen


Waterway Management. Multibeam Sonar dan Side Scan
Poerbandono, D. E., & Djunarsjah, E. Sonar Untuk Mendeteksi Kapal
(2005). Survei Hidrografi. Bandung: Karam (Contoh Studi Kapal
Refika Aditama. Bahuga Jaya di Perairan Selat
Prayoga, A. (2016). Studi Karakteristik Sunda. Skripsi. Bogor: Institut
Hambur Balik Data Multibeam Pertanian Bogor.
Echosounder Untuk Klasifikasi Sugiyono. (2008). Metode Penelitian
Dasar Perairan (Studi Kasus Kuantitatif Kualitatif dan R & D.
Marine Electronic Highway (MEH) Bandung: Penerbit Alfabeta.
di One Fathom Bank Selat Malaka Trismadi, H. D. (2017). Seabed
Tahun 2015). Jakarta: Sekolah Classification Based on Multibeam
Tinggi Teknologi Angkatan Laut. Echo Sounder Backscatter Data in
Sasmita, D. K. (2008). Aplikasi Multibeam the Area of Lombok Strait
Echosounder System (MBES) Indonesia. Hamburg: Hafencity
untuk Keperluan Batimetrik. Universitat.
Bandung: Institut Teknologi Wahyudi, A., Manik, H. M., & Jaya I.
Bandung. (2017). Kuantifikasi Kapal Karam
SHOM. (2014). OSV190 Project: Bermaterial Logam menggunakan
Theoretical Training. (Christophe. Multibeam Echosounder. Jurnal
Vrignaud, Performer). Teknologi Perikanan Dan Kelautan,
SHOM. (2014). Training Course 8(1), 59-65.
Theoretical Training Part 3. Yantarto, D. (2006). Pengantar
(Christophe Vrignaud, Performer) Manajemen Survei. Jakarta.

61
p-ISSN 2460 – 4623
e-ISSN 2716 – 4632

62

Anda mungkin juga menyukai