Anda di halaman 1dari 61

Apakah Anda mengalami stres bekerja? Kalau ya, seberapa besar?

Apakah
komunikasi Anda dengan rekan kerja dan atasan lancar? Seberapa loyalkah Anda
terhadap perusahaan? Apakah Anda merasa ketidakjelasan peran? Apakah Anda
memiliki komitmen kerja? Seberapa besar tingkat kepuasan Anda saat ini? Apakah
iklim kerja di perusahaan Anda kondusif? sebagian aspek atau faktor kerja
karyawan. Segenap kondisi karyawan seperti sedang stres, tidak loyal, berkomitmen
rendah, merasakan ketidakjelasan peran, dan lain-lain ini bisa diungkap melalui riset
sumber daya manusia.

0.1 Employee's Self Testing (EST): Menguji Baik Buruknya Faktor-Faktor Kerja
Anda

Jika Anda saat ini bekerja sebagai karyawan, Anda tentu menghadapi banyak situasi
baik yang menyenangkan maupun tidak. Kalau kondisinya menyenangkan tentu
bekerja di kantor menjadi nyaman dan berdampak pada prestasi kerja yang bagus.
Sebaliknya, kalau kondisinya tidak mendukung tentu kita merasa tertekan selama
bekerja. Ujung-ujungnya prestasi atau produktivitas kerja kita memburuk. Itulah
sebabnya kondisi kerja sangat mempengaruhi kinerja karyawan. Riset sumber daya
manusia berupaya mengetes aspek atau faktor yang mempengaruhi kinerja
karyawan, seperti rasa aman (job security), kejelasan peran (role ambiguity),
komitmen kerja (work commitment), motivasi, stres kerja (work stress), komunikasi
dengan atasan, dukungan keluarga, kepuasan kerja (job satisfaction), dan lain-lain).

Sebagai pemanasan, coba Anda jawab kuesioner Employee’s Self Testing (EST)
berikut.

01. Saya mendapat banyak tugas pekerjaan yang tak mungkin dapat diselesaikan

selama hari kerja.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

02. Tugas dan sasaran pekerjaan yang harus saya lakukan tidak jelas.

1
☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

03. Perusahaan menuntut lebih dari kemampuan yang saya miliki, tanpa fasilitas
kerja yang memadai.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

04. Gaji saya adil dikaitkan dengan pendidikan, pengalaman kerja atau keterampilan
yang saya miliki.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

05. Saya mendapat kenaikan gaji yang adil dibandingkan kenaikan gaji rekan kerja
di perusahaan ini.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

06. Saya mendapat bonus yang sesuai dengan kinerja saya.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

07. Rekan-rekan di tim kerja saya menyelesaikan pekerjaan dengan tepat waktu

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

08 Rekan-rekan di tim kerja saya menghasilkan kualitas kerja yang tinggi

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

09. Rekan-rekan di tim kerja saya produktif

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

10. Atasan saya akrab dengan karyawan karyawan lain termasuk dengan saya.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

11. Keputusan yang dibuat atasan saya membuat saya merasa nyaman

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

12. Atasan saya memperjuangkan kepentingan para bawahannya, termasuk


kepentingan saya pribadi dan keluarga.

2
☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

13. Jika saya sakit dan harus rawat inap di rumah sakit, saya merasa tidak risau
dengan biaya rumah sakit tersebut

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

14. Saya mampu membiayai liburan keluarga saya kel luar kota di kala libur panjang
seperti Lebaran, Natal, dan Tahun Baru.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

15. Saya mampu membayar tepat waktu dan lancar angsuran atau cicilan yang ada

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

16. Bekerja di perusahaan ini membuat hari-hari saya menjadi indah.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS.

17. Pekerjaan saya menarik sehingga saya merasa tidak bosan

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

18. Pekerjaan saya memungkinkan saya memanfaatkan pendidikan, pelatihan, dan


pengalaman kerja yang saya miliki secara penuh

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

19. Saya akan gembira sekali jika dapat menghabiskan seluruh karier saya di
perusahaan ini.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

20. Saya tidak akan meninggalkan perusahaan ini, meskipun ada tawaran yang lebih
menarik di perusahaan lain.

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

21. Bagi saya, perusahaan ini merupakan satu-satunya tempat kerja yang terbaik

☐ SS ☐S ☐ AS-TS ☐ TS ☐ STS

3
Anda sudah mengisi kotak-kotak pilihan di atas sesuai dengan yang Anda rasakan.
Nah untuk mengetahui artinya, berikut petunjuknya.

Berikan nilai atau angka untuk setiap jawaban: SS = 5, S = 4, AS-TS = 3, TS


= 2, dan STS = 1.

Pertanyaan nomor 1-3 untuk mengukur faktor stres kerja

Pertanyaan nomor 4-6 untuk mengukur faktor rasa keadilan terhadap kompensasi

Pertanyaan nomor 7-9 untuk mengukur faktor kinerja tim kerja

Pertanyaan nomor 10-12 untuk mengukur faktor kualitas hubungan dengan atasan

Pertanyaan nomor 13-15 untuk mengukur faktor persepsi terhadap kesejahteraan


karyawan

Pertanyaan nomor 16-18 untuk mengukur faktor kepuasan kerja

Pertanyaan nomor 19-21 untuk mengukur faktor loyalitas

Hitunglah nilai rata-rata untuk tiap faktor di atas. Caranya, jumlahkan tiga jawaban
untuk tiap faktor lalu bagilah dengan 3. Sebagai contoh, jika jawaban Anda untuk
nomor 1 adalah TS, nomor 2 adalah STS, dan nomor 3 adalah TS, maka nilai faktor
stres kerja Anda (2+1+ 2)/3=1,67. Demikian juga hitung nilai rata-rata Anda untuk
faktor- faktor lainnya.

Dari sini Anda akan menemukan tujuh nilai faktor kerja Anda.

Isikan pada bagian berikut:

Faktor stres kerja Anda....

Faktor rasa keadilan terhadap kompensasi.....

Faktor kinerja tim kerja Anda = ....

Faktor kualitas hubungan Anda dengan atasan

Faktor persepsi terhadap kesejahteraan karyawan.....

Faktor kepuasan kerja Anda

4
Faktor loyalitas Anda....

Selanjutnya, bandingkan nilai rata-rata dari tiap faktor di atas dengan skala berikut.

Misalnya, kalau nilai rata-rata faktor stres kerja adalah 1,67 berarti Anda mengalami
stres kerja yang sangat rendah. Lakukan juga perbandingan terhadap nilai rata-rata
faktor yang lain. Di sinilah kita bisa mengetahui faktor-faktor kerja mana yang sudah
baik atau masih buruk sehingga perlu diperbaiki untuk membuat prestasi kerja
membaik.

0.2 Cakupan Riset Sumber Daya Manusia

Riset SDM berupaya untuk mengungkap faktor-faktor yang berkaitan dengan


pekerjaan dan organisasi atau perusahaan. Secara umum tema yang diteliti
menyangkut diri karyawan sendiri (seperti kepuasan kerja,loyalitas, komitmen),
hubungan dengan rekan kerja di tingkat yang sama (seperti dukungan kolega,
kerjasama tim), hubungan dengan atasan (seperti kelancaran komunikasi, gaya
kepemimpinan), hubungan dengan bawahan (seperti penilaian kinerja), penilaian
terhadap perusahaan (seperti budaya organisasi, kebijakan perusahaan), dan faktor
luar (seperti dukungan keluarga terhadap pekerjaan). Gambar di bawah ini
menunjukkan area riset SDM.

Bagian SDM dapat meneliti dengan fokus pada topik tertentu atau meneliti secara
integratif yang meliputi semua aspek. Tentu saja di sini dibutuhkan pengetahuan dan
prosedur pelaksanaan riset SDM yang tepat. Bab ini hanyalah pemanasan. Untuk
memahami lebih mendetail dan menjadikan Anda ahli di bidang riset sumber daya
manusia, mari kita simak bab-bab berikutnya.

5
.

6
BAB 1

GAMBARAN RINGKAS RISET SUMBER DAYA MANUSIA

1.1 Informasi dan Keputusan SDM

Karyawan atau sumber daya manusia (SDM) merupakan satu-satunya aset


perusahaan yang bernapas atau hidup di samping aset-aset lain yang tidak
bernapas atau bersifat kebendaan seperti modal, bangunan gedung, mesin,
peralatan kantor, persediaan barang, dsb. Keunikan aset SDM ini mensyaratkan
pengelolaan yang berbeda dengan aset lain, schab aset ini memiliki pikiran,
perasaan, dan perilaku, sehingga jika dikelola dengan baik mampu memberi
sumbangan bagi kemajuan perusahaan secara aktif.

Di perusahaan-perusahaan besar yang memiliki jumlah karyawan yang besar,


misalnya 1.000 orang, pengelolaan sumber daya manusia bukanlah pekerjaan
mudah. Perbedaan jenis pekerjaan, tingkatan jabatan atau posisi, latar belakang
pendidikan, status keluarga, dan perbedaan status sosial lainnya akan melandasi
perbedaan dalam mengelola karyawan. Sebagai contoh, memotivasi kerja karyawan
untuk bagian produksi mungkin cocok dengan sistem pemberian bonus sesuai
jumlah produk yang mereka selesaikan. Namun, sistem bonus atas dasar jumlah
produksi ini tidak cocok diterapkan untuk memotivasi karyawan bagian pelayanan
pelanggan. Berbeda lagi motivasi yang harus diterapkan untuk karyawan yang
menempati level manajer. Bagi manajer, pujian dari direktur atau pemilik perusahaan
mungkin akan memacunya lebih giat bekerja, sementara karyawan bagian perakitan
mungkin menganggap pujian sebagai basa-basi saja.

Untuk itu, perusahaan perlu lebih mengenal karyawannya. Pengetahuan tentang


setiap karyawan bisa didapat jika perusahaan memiliki informasi tentang
karyawannya, bukan hanya tentang identitas, melainkan lebih dalam lagi, misalnya
tentang sikap kerja karyawan, motivasi kerja karyawan, komunikasi antar karyawan,
tingkat stres karyawan, kepuasan kerja, dsb. Sebagian besar informasi yang
dibutuhkan ini tidak tersedia, sehingga tindakan mengumpulkan informasi melalui
riset SDM perlu diadakan.

Informasi tentang faktor-faktor yang melandasi kerja karyawan sangat dibutuhkan


perusahaan, tidak hanya untuk menghindari kesalahan membuat keputusan SDM
yang tidak efektif, namun juga sebagai sarana mendayagunakan karyawan,

7
sehingga mampu meningkatkan produktivitas kerja karyawan. Jika seluruh karyawan
memiliki produktivitas tinggi, kinerja perusahaan secara keseluruhan menjadi lebih
baik. Berikut diberikan gambaran mengenai perlunya keberadaan informasi dalam
pengelolaan SDM sehingga manajer yang lebih tepat.

PT PH adalah perusahaan farmasi yang memproduksi obat- obatan ethical, yaitu


obat yang hanya dapat dibeli dengan resep dokter. Untuk mendukung kegiatan
pemasaran obat ethical dibutuhkan tenaga-tenaga penjualan (medical
representatives) yang bertugas melakukan pendekatan ke para dokter agar mereka
mau menganjurkan pasien membeli obat tersebut.

Tentu saja, untuk mendukung tugas ini dibutuhkan medical representative dalam
jumlah besar. Untuk memenuhi kebutuhan akan medical representative, perusahaan
merekrut 150 orang. Sayang, dalam tempo 2-3 bulan, sekitar 50 medical
representative mengundurkan diri. Ini mengakibatkan jumlah medical representative
yang tersisa tidak mencukupi pemasaran obat. Jika keadaan ini dibiarkan, dalam
setengah tahun jumlah medical representative yang tersisa hanya 25-50 orang.

Dihadapkan pada masalah ini, manajer SDM mengambil keputusan merekrut


medical representative baru dalam jumlah lebih banyak lagi, dengan hitungan kasar:
per dua bulan keluar 50 orang, maka pada perekrutan awal SDM harus mencari 200
orang. Jika 50 orang keluar, masih ada 150 v yang bisa memenuhi kebutuhan
pemasaran. Keputusan ini mengharuskan perusahaan melakukan rekrutmen
medical representative baru sebanyak 50 orang setiap dua bulan.

Perputaran (turn over) karyawan yang terlalu tinggi ini mengharuskan perusahaan
menanggung biaya besar, seperti biaya rekrutmen, tes karyawan, pelatihan, dan
administrasi lain. Pak Anthoni sebagai direktur SDM PT PH cukup pusing
menghadapi masalah ini, sebab bagaimanapun juga turnover yang tinggi
mengganggu operasional penjualan produknya.

Akhirnya, Pak Anthoni meminta bantuan konsultasi manajemen dari perusahaan


independen. Perusahaan konsultan memandang keputusan perekrutan berulang kali
tidak memecahkan masalah yang sebenarnya. Perusahaan konsultan lalu

8
melakukan penyelidikan terlebih dulu untuk mendapatkan informasi mengapa
sejumlah medical representative selalu mengundurkan diri.

Selanjutnya, perusahaan konsultan melakukan wawancara dan survei terhadap


medical representative yang bekerja selama hampir dua bulan. Hasil riset
menunjukkan medical representative mengalami stres kerja yang terlalu tinggi, yang
merupakan kombinasi dari sasaran penjualan yang terlalu tinggi sehingga sulit
dicapai dengan kompensasi yang terlalu rendah. Stres kerja yang terlalu tinggi
menyebabkan banyak medical representative mengundurkan diri.

Kasus di atas menunjukkan bahwa tindakan merekrut medical representative


besar-besaran yang dilakukan perusahaan selama ini tidak tepat, sebab tidak
menyelesaikan masalah SDM yang sebenarnya. Sebaliknya, dengan informasi
tentang stres kerja yang dialami para medical representative, perusahaan dapat
memfokuskan tindakan perbaikan yang lebih tepat dengan mengelola stres dan
melakukan perbaikan kompensasi karyawan. Keputusan yang tepat bisa diambil jika
perusahaan menjalankan riset yang mengungkapkan voice of employee (suara
karyawan). Suara karyawan amat penting bagi manajer SDM agar tidak mengambil
keputusan yang sekadar "coba-coba", dan membuat keputusan yang lebih mengena
dilihat dari kebutuhan karyawan, sehingga lebih efektif dan efisien.

1.2 Peranan Informasi dan Riset SDM

Karyawan atau SDM yang bekerja dalam perusahaan umumnya diterima melalui
proses seleksi terlebih dulu. Dalam proses ini, data-data karyawan dikumpulkan
sebagai catatan internal. Nama karyawan, tempat dan tanggal lahir, alamat rumah,
status pernikahan, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan merupakan
contoh sebagian data yang biasa disimpan bagian SDM. Data-data ini
menggambarkan profil karyawan dan biasanya diberikan sendiri oleh karyawan.
Selanjutnya, data-data ini dilengkapi data-data karyawan yang diperoleh selama
proses tes seleksi, seperti tingkat kecerdasan (IQ), tingkat emosional (EQ), aspek
psikologis, dan kesehatan.

Selain data di atas, seperti telah disinggung sebelumnya, tidak semua informasi
karyawan dimiliki bagian SDM perusahaan. Sebagai contoh, informasi mengenai
kepuasan kerja karyawan tidak pernah diperoleh perusahaan jika perusahaan tidak
mengadakan penyelidikan. Dalam praktik, penyelidikan terhadap SDM sering kali

9
disebut penelitian/riset SDM. Riset merupakan bagian yang lazim terdapat dalam
perusahaan, misalnya bagian riset pengembangan produk baru. Namun,
departemen atau bagian khusus riset SDM belum begitu populer di kalangan
perusahaan, sebab bagian ini biasanya disatukan dengan bagian SDM. Hal ini

berbeda dengan riset pemasaran yang merupakan bagian mandiri dan terpisah dari
bagian marketing (Istijanto, 2009). Di masa mendatang, peranan riset SDM semakin
penting dan dibutuhkan manajer untuk menghasilkan informasi yang membantu
pembuatan keputusan SDM.

1.3 Pengertian Riset SDM

Seperti telah dipaparkan sebelumnya, secara umum riset dijalankan dengan tujuan
menghasilkan informasi. Secara khusus, pengertian/definisi riset SDM belum banyak
dijadikan buku teks. Hal ini sangat berbeda dengan riset pemasaran yang banyak
ditulis para akademisi. Sebenarnya, esensi proses riset SDM tidak jauh berbeda dari
riset pemasaran. Riset SDM dapat didefinisikan sebagai semua kegiatan yang

10
melibatkan proses perancangan, pengumpulan, penganalisisan, dan pelaporan
informasi, dengan tujuan memperbaiki pembuatan keputusan yang berkaitan dengan
pengidentifikasian, pemecahan masalah, dan penentuan peluang dalam SDM.

Beberapa poin utama yang termuat dalam pengertian riset SDM dapat disebutkan di
sini:

→ terdiri atas beberapa tahap-merupakan suatu proses,

→ hasil akhir berupa informasi, dan

→ ditujukan untuk membantu pengambilan keputusan manajemen SDM.

Riset SDM diharapkan memberi informasi berkualitas sebagai "kompas" (alat bantu)
pengambilan keputusan. Informasi dikatakan berkualitas jika memenuhi kriteria
relevan, akurat, reliabel, valid, dan aktual, yang berguna bagi manajemen. Relevan
berarti informasi yang disediakan berhubungan dengan masalah riset SDM. Akurat
menunjukkan tingkat atau derajat ketepatan informasi yang diberikan. Reliabel
berarti informasi tersebut dapat diandalkan/dipercaya kebenarannya. Valid artinya
informasi tersebut memiliki kekonsistenan. Aktual artinya informasi masih baru atau
tidak ketinggalan zaman, sehingga masih sesuai dengan konteks waktu saat
keputusan akan dibuat.

1.4 Pelaku Riset SDM

Riset di bidang SDM bisa dijalankan sendiri oleh perusahaan atau di- kontrakkan ke
pihak luar. Karena umumnya bagian riset SDM dijadikan satu dengan bagian SDM,
orang-orang SDM-lah yang biasanya menjalankan riset, dibantu karyawan bagian
penelitian dan pengembangan. Kadang kala manajer SDM sendiri yang berperan
sebagai periset SDM. Hal ini tidak jadi masalah, sejauh manajer SDM memiliki
kemampuan riset atau memahami proses riset yang benar dan punya waktu untuk
menjalankannya. Sebaliknya, jika perusahaan menghadapi kendala sumber daya
untuk melakukan riset SDM sendiri, manfaatkan saja pihak luar, seperti melakukan
kontrak dengan perusahaan riset. Tentu saja, perusahaan harus memilih
perusahaan riset reliabel sehingga dapat dihasilkan informasi yang berguna bagi
manajer SDM.

11
1.5 Tahap-Tahap Riset SDM

Untuk menyediakan informasi yang reliabel, riset SDM menggunakan metode yang
sistematis dan objektif. Artinya, dalam riset SDM diterapkan beberapa tahap yang
merupakan kesatuan logis, sehingga hasilnya dapat diterima semua pihak secara
objektif. Penggunaan tahap-tahap dalam riset SDM diperlukan untuk menjamin
informasi yang dihasilkan benar-benar berkualifikasi. Namun, perlu dipahami bahwa
tahap-tahap riset SDM tidak bersifat baku, sehingga tahapan di sini lebih sebagai
kerangka yang memudahkan dan menjamin hasil riset sesuai harapan.

Dalam buku ini, penulis mengajukan 10 tahap proses riset SDM yang biasa dilalui
dalam riset. Dalam struktur buku ini, setiap tahap sehingga mudah diikuti pembaca.

Tahap-tahap riset SDM dapat digambarkan sebagai berikut.

12
Kesepuluh tahap di atas menunjukkan urutan tahap secara logis, yang diawali
penentuan masalah riset SDM dan diakhiri pelaporan hasil riset berupa informasi.
Bab-bab selanjutnya dalam buku ini berisi pembahasan setiap tahap di atas.

1.6 Pertanyaan untuk Diskusi

1. Apakah perusahaan harus menjalankan riset untuk mengelola SDM?

2. Apa manfaat-manfaat yang dapat dipetik perusahaan yang melakukan riset SDM?

3. Apa jenis informasi yang tidak dapat dimiliki perusahaan tanpa riset SDM?
Berikan contohnya!

4. Seberapa besar perusahaan hasil riset SDM yang dijalankan?

5. Apakah keputusan SDM berdasarkan informasi hasil manajer nantinya harus


berdasarkan informasi hasil riset? Berikan beberapa argumen yang mendukung
jawaban Anda!

13
BAB 2

PENETAPAN MASALAH RISET

2.1 Pengertian Masalah dalam Riset

Seperti riset pada umumnya, penerapan masalah merupakan langkah pertama dan
yang paling penting dilakukan dalam riset SDM. Ketidaktepatan perumusan masalah
mengakibatkan berbagai konsekuensi negatif, mulai dari penentuan desain riset
yang tidak tepat, pengambilan sampel yang salah, pengumpulan data yang tidak
relevan yang akhirnya berdampak pada hasil riset yang tidak berguna, bahkan bisa
menyesatkan pembuatan keputusan manajemen (Butler, 1994).

Penetapan masalah riset bukanlah hal yang sederhana, mengingat


komponen atau faktor yang melandasi masalah sangat bervariasi dan kompleks.
Untuk menentukannya, masalah SDM secara umum harus dinyatakan dan secara
khusus diadakan pengidentifikasian komponen- komponen yang menjadi masalah
riset SDM (diadaptasi dari Malhotra, 2004). Ini mensyaratkan perlunya kerja sama
antara manajer SDM dan periset, sebab kedua pihak ini manajer SDM sebagai
pengguna informasi dan periset sebagai pelaksana yang menyediakan informasi
seringkali memiliki perbedaan cara pandang. Perbedaan cara pandang ini
melahirkan apa yang disebut masalah manajemen SDM dan masalah riset SDM.

Masalah manajemen SDM seringkali terfokus pada "gejala yang tampak"


yang berkaitan dengan ancaman atau peluang SDM-nya. Ini mendorong manajer
SDM memandang "gejala yang tampak" sebagai masalah, sehingga cenderung
mengutamakan tindakan atau keputusan yang dibuat. Sebagai contoh, tingkat
ketidakhadiran atau absensi karyawan yang tinggi, seringnya karyawan perusahaan
melakukan demo, mogok kerja yang dilakukan para karyawan, atau jumlah keluhan
karyawan yang meningkat, merupakan hal-hal yang disampaikan manajer sebagai
masalah. Padahal, kondisi-kondisi yang disebutkan ini hanyalah gejala yang
merupakan dampak/hasil dari masalah yang sebenarnya. Dengan kata lain, yang
perlu diteliti dalam riset adalah masalahnya, bukan sekadar gejalanya. Disinilah
pentingnya membedakan gejala dengan masalah.

14
Untuk memperoleh pemahaman yang baik, berikut diberikan ilustrasi
perbedaan masalah manajemen SDM dengan masalah riset SDM melalui contoh
kehidupan sehari-hari. Seorang ibu yang memiliki anak balita merasa resah sebab
badan anaknya terlalu kurus untuk usianya serta cenderung mengalami penurunan
berat badan. Sang ibu datang ke dokter untuk berkonsultasi tentang kondisi
anaknya. Setelah bertemu dokter, ibu itu berkata masalahnya adalah badan anaknya
selalu kurus. Ibu itu menjelaskan, selama ini tindakan yang dilakukan untuk
menambah berat badan anaknya adalah memberinya banyak makanan. Namun,
berat badan anaknya tetap tidak bertambah. Dokter yang memeriksa kondisi anak
itu memandang kekurusan badannya sebagai gejala yang tampak, sedangkan
masalah sesungguhnya adalah sesuatu yang menyebabkan anak tetap kurus.
Dokter kemudian melakukan tes laboratorium dengan meneliti feses anak. Dari tes
laboratorium ini diketahui bahwa anak menderita cacingan. Dari informasi ini,
tindakan dokter adalah mengobati anak agar sembuh dari cacingan. Jika anak
tersebut telah bebas dari cacing, masalah badannya yang kurus dapat diatasi.

Namun, bisa dibayangkan kalau sang ibu dan dokter hanya terfokus pada
berat badan anak. Mereka hanya akan sekadar meningkatkan nafsu makan anak
dengan jalan memberinya makanan bergizi tinggi. Cara ini tentu saja tidak akan
berhasil jika penyebab kekurusan badan yang sebenarnya yaitu penyakit cacingan
tidak teridentifikasi. Ilustrasi diatas dapat dianalogikan dengan riset SDM :

● Ibu sebagai manajer SDM

● Anak sebagai karyawan

● Dokter sebagai periset

● Gejala yang tampak: badan anak kurus dan beratnya cenderung turun

● Masalah manajemen SDM: berkaitan dengan tindakan, yaitu apa keputusan

untuk menggemukkan badan anak?

● Masalah riset SDM: berhubungan dengan informasi yang dicari, yaitu apa

penyebab badan anak kurus?

● Informasi: anak cacingan

15
● Keputusan: mengobati anak agar sembuh dari penyakit cacingan.

Gambaran diatas menekankan pentingnya periset maupun manajer untuk


tidak terperangkap dalam kerangka gejala sebagai masalah pokok. Dengan kata
lain, penyebab gejala tersebutlah yang perlu diteliti lebih lanjut dalam riset. Dalam
tabel berikut diberikan ringkasan perbedaan masalah manajemen SDM dan asalah
riset SDM beserta contohnya.

Tabel 2.1 Perbedaan masalah manajemen SDM dan masalah riset SDM

Masalah Manajemen SDM Riset SDM

Fokus Gejala yang tampak. Faktor yang menyebabkan gejala.

Contoh: produktivitas kerja Contoh: motivasi kerja karyawan.


karyawan rendah, mereka
tampak malas atau
ogah-ogahan bekerja.

Pertanyaan Apa keputusan yang perlu Apa informasi yang dibutuhkan dan
diambil? bagaimana mendapatkannya?

Contoh: Apa yang harus Contoh: Bagaimana keterampilan


dilakukan untuk kerja karyawan? Bagaimana motivasi
mempertinggi produktivitas kerja karyawan? Apakah jumlah
kerja karyawan: Diberikan karyawan mencukupi? Bagaimana
training atau pelatihan? informasi diperoleh: Melalui
Diberi komisi atau bonus? wawancara? Survei? Observasi?
Variasi pekerjaan diperbaiki?
Perlukah merekrut karyawan
baru?

Orientasi Tindakan Informasi

Contoh: Perusahaan perlu Contoh: Motivasi kerja karyawan


memberikan training rutin sangat rendah.
kepada karyawan.

Sumber: diadaptasi dari Malhotra (2010)

16
Perbedaan cara pandang terhadap masalah antara manajer dan periset
mensyaratkan perlunya manajer dan periset bekerja sama sehingga pemahaman
mereka sejalan dalam menetapkan masalah. Manajer dan periset perlu
memilah-milah gejala, masalah manajemen SDM, dan masalah riset SDM, untuk
menghasilkan informasi yang berguna dalam pengambilan keputusan. Oleh karena
itu, tahap penentuan masalah merupakan bagian yang paling penting dalam proses
riset, sebab penentuan masalah memberi pedoman jenis informasi yang nantinya
akan dicari.

2.2 Pedoman Menetapkan Masalah

Untuk menetapkan masalah riset dengan tepat, periset dapat menggunakan


beberapa pedoman. Pertama, periset perlu menempatkan masalah sebagai titik
awal proses riset SDM (Butler, 1994). Proses riset SDM harus dimulai dari masalah,
bukan dari tahap-tahap lain. Penetapan masalah yang dilakukan setelah riset
dijalankan membawa dampak negatif, sebab arah riset menjadi tidak jelas. Alhasil
pelaksanaan riset menjadi tidak efektif atau efisien.

Kedua, periset perlu mengikuti alur: gejala → masalah → keputusan. Gejala


merupakan sesuatu yang tampak/kasat mata sehingga mudah dikenali. Perlu
kejelian dalam hal ini, sebab banyak manajer maupun periset terjebak hanya
meneliti gejalanya. Padahal, informasi yang perlu diketahui merupakan sesuatu yang
melandasi gejala. Gejala hanyalah kondisi yang mengindikasikan adanya masalah
(Butler, 1994). Gejala dalam masalah SDM tentu tidak terbatas atau tidak bisa
diseragamkan, sebab bersifat kasus per kasus untuk setiap perusahaan. Berikut
beberapa contoh gejala yang biasanya menjadi keluhan para manajer SDM.

● Prestasi kerja atau produktivitas karyawan menurun


● Jumlah keluhan karyawan meningkat
● Jumlah absensi/ketidakhadiran karyawan tinggi
● Jumlah keterlambatan karyawan meningkat
● Karyawan sering kali berdemo atau melakukan tuntutan-tuntutan dan orasi
● Karyawan mogok kerja
● dsb.

17
Disini tugas riset SDM adalah mengetahui lebih dalam masalah sebenarnya
dibalik munculnya gejala-gejala tersebut. Untuk bisa memahami alur dengan baik,
periset harus mendapatkan informasi mendasar mengenai karyawan yang diteliti.

Ketiga, periset perlu memperoleh pandangan dari pihak perusahaan dan


pihak terkait di bidang SDM-yaitu manajer SDM dan/atau Departemen Tenaga Kerja
(Depnaker). Periset perlu mendapat pandangan dari klien atau manajer SDM yang
bersangkutan, termasuk sasaran SDM yang ingin dicapai dan kondisi SDM
perusahaan saat itu. Periset juga perlu mengetahui perubahan keputusan-keputusan
SDM yang dilakukan manajer selama ini, misalnya jumlah karyawan yang baru
direkrut atau dipecat, kebijakan gaji, beban tenaga kerja, dsb.

Keempat, periset seharusnya juga mempertimbangkan sumber dan jenis


informasi. Periset perlu mengetahui jenis informasi yang sebenarnya dibutuhkan
manajer SDM untuk menilai apakah informasi tersebut telah tersedia atau sama
sekali belum ada. Hal ini penting, sebab manajer sering kali hanya terperangkap
dengan informasi yang sudah tersedia sehingga cara pandangnya terhadap suatu
masalah menjadi terbatas. Oleh karena itu, tindakan menyelidiki atau mendalami
masalah perlu dilakukan pada tahap-tahap awal riset.

2.3 Masalah-Masalah Riset SDM

Masalah dalam riset SDM yang dihadapi perusahaan bersifat kasus per
kasus. Artinya, kasus yang terjadi di perusahaan yang satu belum tentu terjadi di
perusahaan yang lain, demikian juga sebaliknya. Pengkategorian masalah riset SDM
hanya bertujuan memudahkan pengidentifikasian masalah riset. Untuk itu, ditinjau
dari ruang lingkupnya, masalah riset SDM bisa dibedakan menjadi dua macam:
masalah yang berhubungan dengan lingkungan makro atau lingkungan luar (politik,
ekonomi, sosial, budaya, hukum) dan masalah yang berhubungan dengan

lingkungan mikro (kebijakan rekrutmen, promosi jabatan, rotasi kerja, pelatihan atau

training, PHK).

Contoh masalah SDM yang berhubungan dengan lingkungan makro:


Berapakah besar UMR yang harus ditetapkan perusahaan untuk setiap kantor
cabang? Kapan THR dibayarkan dan berapa besarnya? Informasi ini berkaitan

18
dengan lingkungan hukum atau peraturan. Tentu saja informasi ini dengan mudah
dapat dijumpai dalam UU Tenaga Kerja yang berlaku, sehingga riset yang dilakukan
cukup sederhana. Sedangkan contoh masalah SDM berkaitan dengan lingkungan
mikro: Apakah karyawan puas dengan jenis pekerjaan yang mereka jalankan selama
ini? Apakah program pelatihan atau training yang telah dilaksanakan bermanfaat
bagi karyawan? Informasi ini berhubungan dengan kebijakan perusahaan dan belum
tersedia ketika karyawan direkrut, sehingga perusahaan perlu melakukan riset
sendiri untuk memperoleh informasi.

Riset SDM juga dapat dikelompokkan atas dasar tujuannya: riset untuk
mengidentifikasi masalah dan riset untuk memecahkan masalah (Malhotra, 2010).
Riset identifikasi masalah dilakukan untuk membantu menemukan atau melihat
masalah yang mungkin belum tampak atau berpotensi muncul di waktu mendatang.
Riset pemecahan masalah dijalankan untuk membantu memecahkan masalah SDM
yang spesifik (disesuaikan dari Malhotra, 2010).

Berikut ringkasan dan contoh riset identifikasi masalah dan riset pemecahan
masalah.

Tabel 2.2 Perbedaan riset identifikasi masalah dan riset pemecahan masalah

No Jenis Riset Tujuan Contoh Spesifik

1. Riset identifikasi Mengidentifikasi • Bagaimanakah tingkat kepuasan


masalah masalah yang kerja karyawan bagian produksi?

• Bagaimanakah tingkat stres


mungkin belum
karyawan bagian administrasi?
tampak atau
• Apakah karyawan memiliki
berpotensi
kesetiaan atau loyalitas tinggi
muncul
terhadap perusahaan?

• Apakah karyawan merasakan


beban. kerja yang berlebih?

• Bagaimanakah wewenang
karyawan bagian pelayanan
pelanggan?

19
2. Riset pemecahan Membantu •Apakah bentuk atau jenis
masalah memecahkan kompensasi karyawan yang mampu
masalah SDM menormalkan kembali produktivitas
yang spesifik kerja yang menurun?

• Bagaimanakah model seragam


yang nyaman dan melindungi
karyawan bagian produksi

• Berapa besar kenaikan gaji


karyawan minimum yang sesuai
harapan mereka?

• Apakah faktor penyebab karyawan


mogok kerja?

• Apa variabel yang digunakan untuk


menilai prestasi setiap karyawan?

Pembahasan diatas memberi gambaran bahwa lingkup masalah riset SDM


sangat luas dan beragam, sehingga penetapan masalah perlu dilakukan dengan
cermat agar desain riset yang tepat dapat dikembangkan.

2.4 Pertanyaan untuk Diskusi

1. Apakah riset SDM dapat dijalankan tanpa penetapan masalah terlebih dulu?

2. Apakah periset dan manajer SDM harus memiliki titik temu dalam menetapkan
masalah riset?

3. Bagaimana agar periset dapat menetapkan masalah dengan baik?

4. Apakah masalah riset SDM yang diterapkan di suatu perusahaan dapat


disamakan dengan masalah di perusahaan lain?

5. Apakah riset SDM perlu dilakukan meskipun selama ini manajer SDM tidak
menghadapi masalah?

20
Bab 3

PENENTUAN DESAIN RISET

3.1 Pengertian Desain Riset SDM

Secara umum desain riset SDM menyerupai desain riset lain, misalnya desain riset
pemasaran. Malhotra (2010) mendefinisikan desain riser sebagai kerangka kerja
yang secara detail rinci prosedur yang diperlukan untuk memperoleh informasi guna
menjawab masalah riset dan menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk
pengambilan keputusan. Penetapan masalah yang dilakukan pada tahap pertama
dalam proses riset sangat menentukan desain riset yang digunakan. Dengan kata
lain, periset perlu mengembangkan desain riset yang sesuai dengan masalah riset.

3.2 Pembagian Desain Riset SDM

Pada dasarnya, desain riset dapat dibagi menjadi tiga jenis: riset eksploratori, riset
deskriptif, dan riset kausal. Ketiga macam riset ini menghasilkan informasi yang
berbeda-beda, sehingga penentuan desain riset yang digunakan tergantung pada
informasi yang akan dicari dalam riset SDM. Jika informasi yang dicari sekadar
untuk mengetahui permasalahan awal atau ada tidaknya masalah, riset eksploratori
dapat dilakukan. Sedangkan jika informasi yang dibutuhkan bertujuan
menggambarkan sesuatu, riset deskriptif bisa diterapkan. Selanjutnya, jika informasi
yang ingin diperoleh adalah menguji hubungan sebab-akibat, manfaatkan riset
kausal.

Pembagian ketiga jenis riset SDM dapat digambarkan sebagai berikut.

Gb. 3.1 Desain riset SDM

21
3.2.1 Riset Eksploratori

Sesuai dengan kata eksploratori yang berasal dari kata kerja bahasa Inggris
"to explore" (menyelidiki), riset eksploratori (exploratory research) berusaha
menemukan masalah yang mungkin dihadapi manajer SDM. Riset eksploratori
bersifat "meraba-raba" masalah atau peluang SDM perusahaan. Dengan demikian,
riset eksploratori merupakan desain riset yang bertujuan utama memperoleh
pandangan mendalam dan menyeluruh tentang masalah manajemen SDM yang
sebenarnya. Hasil riset eksploratori dapat digunakan sebagai pedoman menentukan
jenis informasi yang dibutuhkan.

Sebagai contoh: Produktivitas kerja karyawan bagian perakitan menurun


drastis. Disini manajer atau periset berupaya menggali penyebab penyebab yang
mungkin menimbulkan penurunan tersebut, sehingga masalah SDM yang spesifik
dapat ditetapkan. Karena merupakan riset awal, riset eksploratori biasanya
ditindaklanjuti dengan riset berikutnya, yaitu riset deskriptif.

3.2.2 Riset Deskriptif

Riset deskriptif berasal dari kata "to describe" (kata kerja bahasa Inggris)
berarti menggambarkan bertujuan utama menggambarkan sesuatu. Contoh hal yang
bisa digambarkan dalam riset deskriptif adalah profil SDM, sikap karyawan terhadap
pekerjaan, motivasi kerja, tingkat kepuasan karyawan, aliran komunikasi antar
karyawan, dsb.

Sering kali riset ini merupakan lanjutan dari riset eksploratori yang dijalankan
sebelumnya, sehingga tidak menutup kemungkinan riset eksploratori dan riset
deskriptif dilakukan berurutan.

Sebagai contoh, kasus produktivitas kerja yang menurun. Dari hasil riset
eksploratori diidentifikasi penyebabnya adalah faktor kepuasan kerja karyawan.
Peranan riset deskriptif dalam hal ini adalah mengungkapkan informasi yang
menggambarkan seberapa besar tingkat kepuasan/ketidakpuasan kerja karyawan
secara keseluruhan, apa variabel yang menyebabkan karyawan tidak puas,
ada-tidaknya perbedaan kepuasan kerja antar bagian, dsb. Riset deskriptif relatif
banyak dilakukan dalam riset SDM.

22
3.2.3 Riset Kausal

Kata kausal berasal dari kata kerja bahasa Inggris "to cause" yang berarti
menyebabkan atau memengaruhi. Artinya, riset kausal merupakan riset yang
bertujuan utama membuktikan hubungan sebab akibat atau hubungan
mempengaruhi dan dipengaruhi dari variabel-variabel yang diteliti. Periset berusaha
mengungkapkan variabel yang mempengaruhi atau menyebabkan perubahan
variabel lain. Variabel yang memengaruhi ini disebut variabel independen,
sedangkan variabel yang dipengaruhi oleh perubahan variabel independen disebut
variabel dependen.

Dalam riset SDM, variabel independen bisa berwujud kebijakan SDM (seperti
perubahan kompensasi, pakaian seragam kerja, pelatihan kerja, rotasi jabatan,
piknik karyawan) maupun kondisi lingkungan luar (seperti adanya perubahan UU
Tenaga Kerja, perubahan UMR). Variabel dependen dapat berupa produktivitas kerja
karyawan, tingkat kepuasan kerja karyawan, loyalitas karyawan, dsb. Dalam riset
kausal, hubungan sebab akibat dapat pula diekspresikan dalam pernyataan
"jika…..". Sebagai contoh: Terhadap kebijakan kesehatan karyawan, manajer SDM
ingin mengetahui jika anggaran pengobatan karyawan dinaikkan 10%, bagaimana
pengaruhnya terhadap jumlah karyawan yang izin tidak bekerja karena sakit?

3.3 Pemilihan Desain Riset

Ketiga desain riset di atas memiliki ciri-ciri yang berbeda, sehingga periset
perlu menetapkan desain riset yang sesuai dengan masalah risetnya. Berikut
diberikan rangkuman yang dapat digunakan sebagai pedoman membantu periset
menentukan desain riset.

Tabel 3.1 Perbandingan riset eksploratori, deskriptif, dan kausal

No Karakteristik Riset Eksploratori Riset Deskriptif Riset Kausal

1. Tujuan Menemukan Menggambarkan Menentukan atau


masalah, profil SDM, sikap membuktikan
memberikan karyawan terhadap hubungan sebab
pemahaman atau pekerjaan, motivasi akibat

23
pandangan kerja, tingkat
terhadap masalah/ kepuasan karyawan,
peluang SDM. aliran komunikasi
antar karyawan, dsb.

2. Ciri-ciri Relatif tidak Terstruktur, formal, Terstruktur, formal,


terstruktur relatif informasi yang dicari informasi yang
fleksibel, informasi ditetapkan dengan dicari ditetapkan
yang dicari jelas, jumlah sampel dengan jelas,
ditetapkan dengan besar dan jumlah sampel
longgar, jumlah representatif, analisis besar dan
sampel kecil data kuantitatif, representatif,
sehingga sering kali analisis data
cenderung tidak merupakan riset kuantitatif, terjadi
representatif. lanjutan dari manipulasi satu/
analisis data eksploratori. lebih variabel
cenderung independen.
kualitatif.

3. Metode Data sekunder Data sekunder, Eksperimen


diskusi grup survei, observasi.
terfokus, pendapat
ahli, wawancara
mendalam, teknik
proyeksi.

4. Hasil/temuan Bersifat tentatif Berupa kesimpulan, Berupaya


(secara garis besar merupakan masukan memberikan
dan sementara). untuk pengambilan kesimpulan,
keputusan membantu
pengambilan
keputusan.

Sumber: diadaptasi dari Malhotra (2010)

Catatan: Riset deskriptif dan kausal sering kali disebut riset konklusif, sebab
keduanya berusaha memberikan kesimpulan akhir (conclusion).

24
Berkaitan dengan tiga desain riset di atas, periset harus memutuskan desain
riset yang tepat agar riset yang dijalankan mampu menghasilkan informasi sesuai
kebutuhan manajer SDM. Beberapa pertanyaan dasar berikut memberikan
pertimbangan bagi periset dalam memilih desain riset.
● Apakah desain riset cocok dengan masalah atau tujuan riset? Ketiga jenis
desain riset-eksploratori, deskriptif, dan kausal menyediakan informasi yang
berbeda. Periset perlu menghubungkan kembali setiap desain riset dengan
masalah risetnya.
Jika tujuan riset memahami permasalahan atau memperoleh
pandangan mendalam, terapkan riset eksploratori. Jika tujuannya
menggambarkan sesuatu, gunakan riset deskriptif, sementara jika tujuan riset
menguji hubungan "sebab akibat", pilih riset kausal.
● Apa jenis data yang akan dikumpulkan?
Untuk pertanyaan ini, periset perlu memikirkan kesesuaian desain riset
dengan jenis data yang dikumpulkan. Riset eksploratori cenderung
memanfaatkan data sekunder dan data kualitatif, sementara riset deskriptif
dan kausal relatif banyak menggunakan data primer dan kuantitatif.
● Siapa penyedia informasi atau data tersebut?
Penyedia informasi atau data akan mempengaruhi desain riset.
Sebagai contoh: Jika penyedia data adalah beberapa ahli, gunakan riset
eksploratori. Sebaliknya, jika penyedia data adalah para karyawan secara
langsung, gunakan riset deskriptif atau kausal.
● Bagaimana cara mengumpulkan data?
Cara untuk memperoleh data akan mempengaruhi desain riset. Jika data
dikumpulkan dengan menanyai karyawan secara langsung. gunakan riset
deskriptif dan/atau eksploratori. Jika data dikumpulkan dengan mengamati
hubungan sebab akibat dari perilaku karyawan, gunakan riset kausal.
● Bagaimana cara menyampaikan pertanyaan?
Jika pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan tidak terstruktur sehingga
dapat menggali pendapat yang mendalam dari partisipan, gunakan riset
eksploratori. Sebaliknya, jika pertanyaan yang disampaikan kepada para
karyawan menggunakan kuesioner terstruktur, gunakan riset deskriptif.
Observasi dan sebagian besar riset kausal tidak membutuhkan pertanyaan
sebagai sarana pengumpulan informasi.

25
● Apa tindakan selanjutnya terhadap data yang nantinya terkumpul?
Riset eksploratori umumnya menggunakan analisis kualitatif terhadap data
yang terkumpul, sementara riset deskriptif dan kausal cenderung
menggunakan analisis kuantitatif.

3.4 Pertanyaan untuk Diskusi


1. Apakah peranan desain riset dalam riset SDM?
2. Kapankah perusahaan sebaiknya menjalankan riset eksploratori? Bagaimana
dengan riset deskriptif dan kausal?
3. Karena riset eksploratori hanya sekadar memberikan pemahaman atau
pandangan awal, sebaiknya riset eksploratori tidak perlu dilakukan, melainkan
langsung menjalankan riset konklusif. Bagaimana pendapat Anda terhadap
pernyataan ini?
4. Dari tiga desain riset (eksploratori, deskriptif, dan kausal), manakah yang terbaik?
5. Apakah hubungan antara desain riset dan penetapan masalah riset?

26
Bab 4

METODE PENGUMPULAN DATA

4.1 Pengertian Data dan Informasi

Seperti telah dibahas pada bab-bab awal, hasil akhir proses riset adalah
informasi. Jika ditelusuri ke belakang, informasi ini berasal dari bahan mentah yang
disebut data. Istilah data mentah (raw data) menunjukkan sesuatu yang perlu diolah
terlebih dahulu sehingga menjadi informasi yang bermakna. Bentuk atau macam
data dalam bidang SDM sangat beragam, seperti usia karyawan, lama kerja
karyawan, jumlah absensi karyawan, keluhan karyawan, pendapat karyawan,
kata-kata yang diucapkan karyawan, perilaku karyawan saat jam istirahat, dsb.

Data mentah relatif tidak banyak memiliki makna atau arti jika tidak diproses
lebih lanjut. Sebagai contoh, data keterlambatan 10 karyawan bagian pelintingan
rokok (dalam menit selama bulan Maret): 45, 25, 65, 75, 30, 50, 80, 55, 35, dan 45.
Jika data ini tetap dalam kondisi mentah, yang tampak hanyalah angka-angka.
Sebaliknya, jika data ini dihitung dengan penjumlahan, akan menghasilkan informasi
total jam keterlambatan seluruh karyawan selama bulan Maret, yaitu sebesar 505
menit. Jika dalam 1 menit tiap karyawan bisa menghasilkan 2 linting rokok, ada
1.010 rokok yang hilang selama bulan Maret. Informasi ini menjadi lebih bermakna
jika diolah lagi dengan cara membandingkan jumlah jam keterlambatan bulan-bulan
sebelumnya. Dengan demikian, bisa diketahui kecenderungan atau trennya,

meningkat atau menurun, sehingga keputusan SDM bisa dibuat untuk menghindari

masalah perusahaan yang akan muncul. Gambar berikut memberikan ilustrasi


contoh diatas.

Gb. 4.1 Ilustrasi pemrosesan data menjadi informasi

27
Jadi, proses pengolahan data dapat menghasilkan informasi yang lebih
bermakna dan lebih berguna untuk pembuatan keputusan SDM. Oleh karena itu,
informasi dapat didefinisikan sebagai sekumpulan data yang lebih berarti atau
bermakna setelah melalui proses pengolahan. Dari gambar diatas tampak bahwa
informasi merupakan hasil (output) pemrosesan (analysis) satu data atau lebih
(input). Oleh karena itu, data merupakan sesuatu yang harus dikumpulkan terlebih
dulu olch periset sebelum diolah menjadi informasi.

4.2 Pembagian Jenis Data

Ada berbagai sumber data yang bisa dikumpulkan atau diakses oleh periset
untuk menghasilkan informasi. Dilihat dari asal atau sumbernya, data dapat
dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yang disebut data sekunder dan data
primer. Pembagian data dalam riset SDM dapat dilihat pada gambar berikut.

Perbedaan mendasar antara data primer dan sekunder terletak pada siapa
yang mengumpulkan data tersebut: Periset sendiri atau pihak lain. Jika data tersebut
dikumpulkan sendiri oleh periset, data tersebut disebut data primer; sebaliknya, jika
data dikumpulkan oleh pihak lain, data tersebut dinamai data sekunder. Penjelasan
lebih rinci akan dimulai dari pembahasan data sekunder.

Gb. 4.2 Pembagian data

28
4.3 Data Sekunder

Sesuai dengan arti kata sekunder (bahasa Inggris "secondary") yang berarti
kedua bukan secara langsung dari sumbernya data sekunder dapat didefinisikan
sebagai data yang telah dikumpulkan pihak lain, bukan oleh periset sendiri, untuk
tujuan lain. Artinya, periset adalah "tangan kedua" yang sekadar mencatat,
mengakses, atau meminta data tersebut (yang kadang sudah berwujud informasi) ke
pihak lain yang telah mengumpulkannya di lapangan. Periset hanya memanfaatkan
data yang ada untuk penelitiannya. Keberadaan data sekunder tidak dipengaruhi
riset yang akan dijalankan peneliti, sebab data tersebut sudah disediakan pihak lain
secara berkala atau pada waktu tertentu.

Contoh data sekunder adalah data upah pekerja yang diterbitkan secara
berkala oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Jika ada periset ingin meneliti besar upah
mingguan pekerja untuk sektor-sektor industri di Indonesia, periset tidak perlu terjun
sendiri ke lapangan untuk mencatat data upah dari satu perusahaan ke perusahaan
lain. Tidak terbayangkan betapa sulit, mahal, dan lelahnya pekerjaan ini jika
penghitungannya dilakukan sendiri oleh periset. Sebagai alternatif, periset dapat
mengakses data tersebut melalui BPS, sebab BPS selalu menyediakan data itu
sesuai tujuan keberadaan organisasi tersebut. Karena periset tidak
mengumpulkannya sendiri, data ini disebut data sekunder. Secara lebih mendalam,
data sekunder bisa dikelompokkan lagi atas dasar asal atau sumber penyedianya:
Berasal dari dalam atau luar perusahaan. Pembagian ini memunculkan dua istilah,
yaitu data internal dan data eksternal.

4.3.1. Data Internal

Data ini bersifat intern atau dari dalam perusahaan yang bersangkutan. Data internal
yang tersedia dalam perusahaan biasanya berkaitan dengan data pribadi karyawan
serta kegiatan kerja karyawan selama bergabung dengan perusahaan. Data pribadi
karyawan biasanya dikumpulkan saat karyawan pertama kali diterima bekerja, yang
tertulis dalam surat lamaran kerja beserta curriculum vitae-nya. Nama karyawan,
jenis kelamin, tempat dan tanggal lahir, alamat rumah, agama, latar belakang
pendidikan, dan pengalaman kerja merupakan contoh data pribadi karyawan yang
hanya diperbarui bagian SDM jika ada perubahan data. Sedangkan data yang rutin
dicatat bagian SDM atau personalia perusahaan biasanya berupa aktivitas kerja

29
karyawan, jam masuk dan keluar kantor, jumlah jam kerja efektif, jumlah output kerja
tiap karyawan, atau jumlah cuti yang digunakan karyawan. Data internal umumnya
disimpan secara rapi oleh bagian SDM, sehingga jika membutuhkan data ini, periset
bisa langsung memintanya. Contoh database seorang karyawan dapat dilihat
berikut.

Gb. 4.3 Contoh database karyawan

Data internal lain kadang-kadang juga dimiliki perusahaan yang


menggunakan peralatan modern, seperti finger scanner untuk presensi karyawan
melalui jari tangan ataupun rekaman video tentang karyawan yang bekerja.

Karena data internal telah dikumpulkan bagian SDM atau bagian internal
perusahaan, data ini relatif cepat diperoleh periset yang ingin mendapatkannya
tanpa biaya besar. Dengan demikian, pemanfaatan data internal bisa menghemat

30
tenaga, biaya, dan waktu periset. Hanya saja, perlu dipahami bahwa penggunaan
data internal mungkin sudah memadai untuk riset SDM bertopik profil karyawan,
produktivitas kerja karyawan, pola absensi karyawan, atau yang secara umum lebih
berkaitan dengan kegiatan kerja. Namun, jika topik riset bertujuan mengetahui
pengetahuan atau perasaan para karyawan, seperti sikap karyawan, motivasi kerja,
dan loyalitas karyawan, data internal tidak mencukupi. Oleh karena itu, periset harus
mengumpulkan data sendiri.

4.3.2 Data Eksternal

Jenis data sekunder kedua yang telah tersedia karena dikumpulkan pihak lain
adalah data eksternal. Sesuai dengan kata "eksternal" yang berarti "dari luar", data

eksternal merupakan data dari luar perusahaan. Artinya, yang mengumpulkan atau

memublikasikan data tersebut bukan perusahaan yang bersangkutan, melainkan


organisasi lain, seperti organisasi dunia, departemen pemerintah, yayasan, serikat
pekerja, perusahaan riset, perusahaan media, dan organisasi lain.
Lembaga-lembaga ini sering kali menerbitkan laporan berkala yang dapat diakses
berbagai pihak dengan atau tanpa biaya.

Berikut beberapa contoh organisasi yang menyediakan data eksternal.

● Badan Pusat Statistik (BPS) yang menerbitkan data berkaitan dengan upah
kerja berbagai sektor industri di Indonesia.
● Organisasi-organisasi dunia yang menangani masalah SDM, seperti
International Labor Organization (ILO), Human Rights Watch (HRW), Bureau
of Labor Statistics (BLS).
● Departemen-departemen pemerintah yang relevan dengan SDM, seperti
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans).
● Organisasi yang menangani urusan SDM, seperti organisasi Jamsostek
(Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Astek (Asuransi Tenaga Kerja).
● Perusahaan konsultan SDM seperti Experd.
● Media SDM seperti majalah Human Capital.
● Organisasi-organisasi lain yang berupaya melindungi atau memperjuangkan
hak-hak SDM, termasuk Serikat Pekerja Indonesia.

31
Cara mudah untuk mendapatkan data eksternal dengan sumber beragam
adalah dengan mengunjungi berbagai perpustakaan yang lengkap. Perpustakaan
adalah tempat yang mengoleksi dan menyediakan berbagai sumber data sekunder
dalam bentuk buku dan berbagai terbitan, seperti majalah, surat kabar, jurnal
akademik, dan database yang telah dikomputerisasi dalam bentuk piringan CD.
Selain itu, periset juga dimungkinkan mengakses perpustakaan terkini berupa
perpustakaan elektronik (e-library) yang memungkinkan periset menjelajah data
sekunder di perpustakaan-perpustakaan dunia tanpa harus berpindah tempat.
Contoh perpustakaan elektronik adalah proquest.com atau emerald.com.

Dewasa ini, pencarian data eksternal melalui teknologi internet membuka


pintu yang sangat lebar bagi periset untuk mengakses data dari berbagai sumber
tanpa batas wilayah maupun batas waktu. Dengan. internet, periset dapat
menjelajahi berbagai data dan informasi sambil menghemat waktu, tenaga, dan
biaya. Berbagai publikasi data yang disediakan organisasi-organisasi di atas juga
bisa diakses secara online melalui website (laman) mereka. Artinya, periset tidak
perlu mendatangi langsung kantor-kantor tersebut. Periset cukup mengklik nama
laman organisasi penyedia data. Sebagai contoh, data mengenai upah pekerja
dapat diakses di laman www.bps.go.id, data mengenai aturan tenaga kerja di
www.nakertrans.go.id, data yang berhubungan dengan kondisi tenaga kerja
internasional di www.ilo.org, data mengenai pemantauan SDM dunia di
www.hrw.org, biro statistik tenaga kerja dunia di www. bls.gov, dan masih banyak
lagi.

Tersedianya fasilitas mesin pencari (search engine) laman juga mem-


permudah periset mendapatkan data yang dibutuhkan. Beberapa laman
menyediakan fasilitas mesin pencari dengan kumpulan data yang sangat besar,
seperti www.google.com, www.yahoo.com, www.lycos.com, www. hotbot.com, dsb.
Sebagai contoh, jika periset ingin memperoleh data mengenai serikat pekerja di
Indonesia, periset cukup mengetik kata "serikat pekerja Indonesia" pada mesin
pencari. Dalam sekejap berbagai laman yang mengandung kata "serikat pekerja
Indonesia" akan muncul di layar. Selanjutnya, periset cukup mengklik laman dalam

daftar mesin pencari untuk memperoleh dan memilih data sesuai kebutuhan

risetnya.

32
Data sekunder baik internal maupun eksternal memiliki beberapa keterbatasan dari
segi informasi yang diberikan, sebab lebih bersifat umum. Data sekunder
bermanfaat bagi periset karena memberi pandangan awal tentang suatu masalah.
Untuk informasi spesifik mengenai SDM perusahaan yang bersangkutan, seperti
informasi kepuasan kerja karyawan, motivasi kerja, loyalitas karyawan, atau
pengukuran sikap karyawan, tentu tidak bisa dipenuhi hanya dari data sekunder jika
riset terhadap karyawan belum pernah dilakukan. Selain itu, kalaupun sudah pernah

dilakukan, mungkin saja jangka waktu pelaksanaannya sudah terlalu lama atau

kadaluarsa, sehingga informasinya tidak terkini. Jika data sekunder tidak bisa
diandalkan, periset harus mengumpulkan sendiri data di lapangan sebagai data
primer.

4.4 Data Primer

Seperti telah disinggung sebelumnya, data primer merupakan alternatif lain


dari data sekunder. Kata primer (primary) merupakan lawan kata sekunder, yang
berarti utama, asli, atau langsung dari sumbernya. Definisi data primer adalah data
asli yang dikumpulkan sendiri oleh periset untuk menjawab masalah risetnya secara
khusus. Data ini tidak tersedia, sebab sebelumnya belum pernah ada riset sejenis
atau hasil riset sejenis sudah kedaluwarsa. Jadi, periset perlu melakukan
pengumpulan/pengadaan data sendiri. Dalam riset SDM, data primer diperoleh
langsung dari sumbernya misalnya pendapat karyawan sehingga periset menjadi
"tangan pertama" yang memperoleh data tersebut.

Karena periset melakukan sendiri pengumpulan datanya, dalam hal ini


dibutuhkan komitmen lebih besar dibandingkan perolehan data sekunder. Riset yang
mengandalkan data primer relatif membutuhkan waktu, sumber daya, dan biaya
lebih besar-seperti biaya perjalanan, biaya bahan atau peralatan berupa kertas
kerja, insentif untuk tenaga pengumpul data, dan biaya lain. Namun, data primer
memiliki kredibilitas relatif tinggi, sebab periset mampu mengontrol data yang akan
digunakan dalam risetnya. Berdasarkan sifatnya, data primer bisa dikategorikan
menjadi dua macam, yaitu data kualitatif dan data kuantitatif.

33
4.4.1 Data Kualitatif

Data kualitatif bersifat tidak terstruktur, sehingga variasi data dari sumbernya
mungkin sangat beragam. Penyebabnya adalah para partisipan atau karyawan yang
terlibat dalam riset diberi kebebasan mengutarakan pendapat. Berbagai data ini
seperti pendapat, kata-kata, atau kalimat yang diungkapkan para karyawan selama
ditanyai periset menghasilkan ide/pandangan karyawan yang mendalam terhadap
suatu topik riset. Tentu saja, meskipun data yang diberikan olah sumber sangat

beragam, data ini tetap harus dikontrol agar tetap sesuai dengan masalah yang

diteliti. Kebebasan partisipan dalam menyampaikan pendapat membuat periset


mampu memperoleh pemahaman yang lebih baik terhadap masalah yang sedang
diteliti. Dengan demikian, data kualitatif cenderung sesuai digunakan dalam riset
eksploratori. Contoh berikut merupakan data kualitatif yang dikumpulkan dari
pendapat sepuluh karyawan tentang pengalaman bekerja disuatu perusahaan (lihat
Gb. 4.4).

Gb. 4.4 Ilustrasi data kualitatif

4.4.2 Data Kuantitatif

Bertolak belakang dengan data kualitatif, data kuantitatif bersifat terstruktur. Ragam
data yang diperoleh dari sumbernya misalnya pendapat para karyawan yang
ditanyai atau objek yang diamati cenderung berpola lebih terstruktur, sehingga
mudah dibaca periset. Kondisi ini dimungkinkan sebab, dalam mengumpulkan data,
periset menggunakan alat yang terstruktur, misalnya alternatif jawaban terhadap
pertanyaan yang disampaikan kepada responden. Alhasil responden sekadar
memilih jawaban yang sesuai pendapatnya. Karena pilihan jawaban sudah

34
ditentukan, misalnya "Ya" atau "Tidak", data yang terkumpul berkisar pada kedua

alternatif tersebut. Selanjutnya, periset berusaha mengubah data atau jawaban para

responden menjadi satuan kuantitatif atau angka, misalnya "Ya" 1 dan "Tidak"= 2.
Data ini bisa dikaitkan dengan angka, oleh karena itu dinamakan data kuantitatif. Gb.
4.5 merupakan contoh data yang dikumpulkan dari para karyawan yang diberi
pertanyaan tentang pengalaman kerja mereka (menyenangkan atau tidak
menyenangkan) selama kerja disuatu perusahaan.

Gb. 4.5 Ilustrasi data kuantitatif

4.4.3 Perbedaan Data Kualitatif dan Kuantitatif

Penyebab utama perbedaan data kualitatif dan data kuantitatif terletak pada
perbedaan alat yang digunakan untuk mengumpulkan kedua data tersebut. Data
kualitatif dikumpulkan melalui alat atau pertanyaan tidak terstruktur. Sebagai contoh:
Suatu riset ingin mengetahui apakah karyawan puas terhadap gaji per bulan yang
diterima dari perusahaan tempatnya bekerja. Jika ingin mengumpulkan data
kualitatif, pertanyaan yang diajukan kepada karyawan bisa berbentuk: "Bagaimana
tanggapan Anda terhadap gaji yang Anda terima setiap bulan dari perusahaan ini?"

Dengan topik yang sama, jika ingin memperoleh data kuantitatif, alat atau
pertanyaan yang digunakan harus bersifat terstruktur, misalnya: "Apakah Anda puas
dengan gaji yang Anda terima setiap bulan dari perusahaan ini?", dilengkapi
alternatif jawaban: "Ya" dan "Tidak". Jika kedua pertanyaan itu diajukan kepada 10
karyawan yang berbeda-beda, ilustrasi data yang terkumpul dapat digambarkan
sebagai berikut.

35
Tabel 4.1 Ilustrasi perbedaan data kualitatif dan kuantitatif

Responden Data kualitatif dikumpulkan Data kuantitatif dikumpulkan


dengan pertanyaan tidak dengan pertanyaan terstruktur:
atau
terstruktur: "Bagaimana "Apakah Anda puas dengan gaji
Karyawan
tanggapan Anda terhadap gaji yang Anda terima setiap bulan dari
yang Anda terima setiap bulan perusahaan ini?"
dari perusahaan ini?" ⬛ Ya ⬛ Tidak
1. "Wah, ya kuranglah.... Sekarang
apa -apa mahal. Gaji saya kecil Tidak
jadi harus benar benar hemat
untuk bisa hidup."

2. "Saya sudah bersyukur bisa


dapat pekerjaan. Bagi saya, gaji Ya
saya sudah cukup untuk
menghidupi saya dan keluarga
saya."

3. Terus terang, kalau

mengandalkan hidup dan gaji Tidak

saya, tidak cukup. Gaji saya jauh

dari harapan, makanya istri saya


juga cari uang.”

4. "Hmm, malulah kalau bicara soal

gaji. Gaji saya tidak besar, Tidak

kadang saya harus berhutang ke

tetangga untuk menutupi biaya


hidup."

5. "Jujur saja, saya tidak puas.


Kalau saya sudah dapat Tidak
pekerjaan dengan gaji lebih

36
besar, tentu saya akan keluar dari

perusahaan ini.”

6. "Ada yang bilang kita takkan puas


seberapa besar pun gaji yang kita
terima. Saya sudah bisa hidup
Ya
dengan gaji sekarang, bisa
menyekolahkan anak-anak
sampai lulus sarjana.
Cukup baguslah."
7. "Lha, zaman sedang susah
sekarang. Cari kerjaan saja
susah, dapat gaji harus Ya

bersyukur: Saya cukup puas

dengan gaji saya meskipun saya

tidak bisa hidup mewah.”


8. "Yah, saya tidak puas dengan gaji
saya. Saya sudah sepuluh tahun Tidak
bekerja, belum bisa menabung
untuk
beli rumah sendiri.”
9. "Gaji saya kurang sehingga saya Tidak

harus nyambi kerja dihari


Minggu.”
10. "Saya rasa perusahaan perlu
Tidak
memberi tunjangan kesehatan
lebih besar, sebab biaya
obat-obatan mahal sekali, mana
cukup dari gaji saja.”

Contoh tabel di atas menggambarkan dengan baik perbedaan data kualitatif


dan kuantitatif. Semua kata yang diungkapkan para karyawan dalam kolom kedua

37
adalah data kualitatif. Kita bisa melihat variasi datanya, yaitu kata atau kalimat yang
diucapkan, sangat tidak terstruktur atau bersifat bebas, sehingga memberi
pemahaman yang mendalam tentang topik gaji yang diteliti. Kita bisa mengetahui
alasan yang melandasi karyawan puas atas gajinya, yaitu karena merasakan
kesulitan mencari pekerjaan, bisa untuk menghidupi keluarga, atau mampu
menyekolahkan anak sampai jenjang sarjana. Sebaliknya, kita juga bisa mengetahui
alasan karyawan yang tidak puas atas gajinya, yaitu karena biaya hidup mahal, tidak
mampu membeli rumah, biaya obat tidak terjangkau. Melalui data kualitatif ini kita
juga memperoleh pemahaman tentang tindakan karyawan untuk mengatasi gaji
yang tidak mencukupi, yaitu dengan berhemat, istri bekerja, berhutang ke tetangga,
mencari pekerjaan dengan gaji lebih besar, atau nyambi kerja di hari Minggu.
Sebaliknya, dari data kuantitatif yang dikumpulkan dari contoh diatas
diperoleh data berupa Tidak, Ya, Tidak, Tidak, Tidak, Ya, Ya, Tidak, Tidak, dan Tidak.
Variasi datanya terstruktur antara "Ya" dan "Tidak" saja.
Karena ada perbedaan struktur data kualitatif dan kuantitatif ini, proses
mengubah data asli menjadi angka lebih dimungkinkan untuk data kuantitatif. Untuk
contoh di atas, data Ya = 1 dan Tidak = 2. Karena variasi data kuantitatif lebih
terstruktur, dengan mudah dapat diketahui bahwa jumlah jawaban angka 1 tiga buah
dan jumlah jawaban angka 2 tujuh buah. Untuk data kualitatif dengan variasi sangat
beragam, proses penguantitatifan data relatif sulit dilakukan.
Perbedaan data kuantitatif dan kualitatif juga tercermin dari hasil yang
terkumpul. Data kuantitatif berpola lebih terstruktur. Untuk contoh diatas, tampak
bahwa pola jawaban "Tidak" lebih mendominasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar karyawan (70%) mengatakan mereka tidak puas atas gaji mereka.
Proses generalisasi ini mudah dilakukan untuk data kuantitatif, namun ada
kekurangannya, yaitu sulit mengetahui alasan kepuasan atau ketidakpuasan
karyawan atas gaji mereka. Sebaliknya, dalam data kualitatif proses generalisasi

relatif sulit dilakukan (bukan berarti tidak bisa sama sekali). Namun, seperti telah

disinggung sebelumnya, data kualitatif punya kelebihan, yaitu kemampuannya


memberikan pandangan atau memperkaya ide yang mungkin tidak dipikirkan oleh
periset sebelumnya.

38
Tabel 4.2 Rangkuman perbedaan data kualitatif dan kuantitatif
Kriteria Data Kualitatif Data Kuantitatif
Sifat Bervariasi/tidak terstruktur Berpola/terstruktur
Tujuan Cenderung untuk Cenderung untuk
pemahaman (riset kesimpulan (riset
eksploratori) konklusif)
Informasi yang Mendalam, mungkin sekali Generalisasi untuk
dihasilkan disertai berbagai faktor yang mewakili semua karyawan
melandasinya
Jumlah data yang Relatif sedikit (misalnya Banyak (bisa ratusan
dikumpulkan pendapat dari 10 karyawan bahkan
ribuan karyawan,
saja)
tergantung jumlah total
karyawan)
Alat analisis Kualitatif atau nonstatistik Kuantitatif atau statistik

4.4.4 Metode Pengumpulan Data Primer

4.4.4.1 Metode Pengumpulan Data Kualitatif

Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan tidak


terstruktur. Artinya, alat yang digunakan untuk menanyai responden cenderung
bersifat longgar, yaitu berupa topik, dan biasanya tanpa pilihan jawaban, sebab
tujuannya untuk menggali ide responden secara mendalam. Metode-metode yang
populer untuk mengumpulkan data kualitatif adalah wawancara, diskusi grup
terfokus, dan teknik proyeksi.

4.4.4.1.1 Wawancara

Dalam riset SDM, wawancara diterapkan dengan cara bertanya kepada


karyawan secara pribadi. Metode ini kebanyakan digunakan untuk memperoleh
informasi tentang diri karyawan, misalnya saat calon karyawan sedang diseleksi.
Pengertian wawancara adalah metode yang digunakan untuk memperoleh informasi
secara langsung, mendalam, tidak terstruktur, dan individual, ketika seorang

39
responden ditanya pewawancara guna mengungkapkan perasaan, motivasi, sikap,
atau keyakinannya terhadap suatu topik SDM (diadaptasi dari Malhotra, 2010).
Untuk riset SDM, para responden adalah karyawan perusahaan yang akan
diteliti. Para karyawan diundang secara perorangan ke suatu tempat yang
representatif, misalnya dalam ruangan kantor. Ruang yang digunakan sebaiknya
tertutup, tenang atau kedap suara, dilengkapi meja dan kursi yang saling
berhadapan untuk karyawan dan pewawancara. Selanjutnya, proses wawancara
dilakukan secara individu dan tatap muka dengan rentang waktu kira-kira 30 menit-1
jam. Wawancara menggunakan daftar berisi topik yang akan digunakan sebagai
pedoman selama proses wawancara. Karena wawancara bersifat tidak terstruktur,
karyawan diberi kebebasan mengekspresikan pikiran atau tanggapannya dengan
lebih bebas. Dari wawancara ini, periset memperoleh informasi spontan dan
mendalam untuk tiap karyawan. Kondisi ini memang sesuai dengan tujuan
wawancara, yaitu memperoleh pandangan lebih mendalam dari setiap karyawan,
yang bermanfaat untuk memahami masalah atau menemukan peluang di bidang
SDM.

4.4.4.1.2 Diskusi Grup Terfokus

Pengumpulan data melalui diskusi kelompok dikenal sebagai diskusi grup


terfokus atau FGD (Focus Group Discussion). Diskusi grup terfokus merupakan
kelompok kecil terdiri atas 8-10 orang yang dipilih untuk mendiskusikan topik tertentu
di bidang SDM, misalnya kebijakan karyawan yang baru, proses perekrutan
karyawan, jaminan hari tua, dsb. Para karyawan yang terlibat dalam diskusi grup
terfokus hendaknya memiliki pengetahuan, pengalaman, atau berhubungan
langsung dengan topik SDM yang diteliti, sehingga mampu memberikan masukan
yang relevan. Sebagai contoh: Diskusi mengenai efektivitas training cocok dilakukan
dalam diskusi grup terfokus yang terdiri atas karyawan-karyawan yang mengikuti
training. Dari diskusi grup terfokus ini diharapkan muncul ide spontan dari para
peserta, yaitu peserta tidak memanipulasi pendapat yang diberikan.
Dalam pelaksanaan diskusi ini, seorang moderator terlatih akan mengundang
8-10 karyawan untuk berkumpul di ruangan yang nyaman, duduk melingkari meja
bundar, sehingga mereka bisa saling berinteraksi, lalu mendiskusikan topik berkaitan
dengan SDM. Selanjutnya, moderator akan mengarahkan jalannya diskusi dan

40
memberikan pertanyaan yang memancing ide peserta. Moderator diharapkan tidak
mendominasi pembicaraan, dengan kata lain hanya mendorong tiap peserta agar
mengungkapkan ide secara aktif. Jalannya diskusi dan ide-ide yang disampaikan
peserta dicatat atau direkam dengan kamera video tersembunyi sehingga mereka
dapat berdiskusi secara leluasa. Ciptakan kondisi diskusi yang hangat atau ramah
sehingga karyawan yang berdiskusi tidak merasa tertekan atau dapat
menyampaikan pendapat secara jujur. Rekaman video hasil diskusi grup akan
dianalisis lebih lanjut.
Perbedaan wawancara dengan diskusi grup terfokus terletak pada proses
pelaksanaan dan hasil yang diinginkan. Wawancara dilakukan orang per orang, jadi
tidak ada interaksi pendapat antar karyawan. Dalam diskusi grup terfokus,
sebaliknya, para peserta yang berdiskusi diharapkan saling berinteraksi, sehingga
diharapkan hasil diskusi mencerminkan ide kelompok secara keseluruhan. Diskusi
grup terfokus sering kali dilakukan beberapa kali terhadap grup-grup yang berbeda,
misalnya diskusi grup terfokus karyawan administrasi, diskusi grup terfokus
karyawan produksi, atau departemen lain. Hasil diskusi dianggap mencerminkan
pendapat setiap departemen tersebut.
Perlu juga diperhatikan, para karyawan yang berdiskusi sebaiknya bukan
karyawan yang memiliki hubungan sosial sangat dekat atau memiliki hubungan
atasan-bawahan untuk menghindari terjadinya konfirmasi pendapat karena
pengaruh hubungan sosial. Misalnya, bawahan hanya mengiyakan jawaban atasan
karena rasa sungkan atau takut berselisih.

4.4.4.1.3 Teknik Proyeksi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data dengan mendorong responden

mengungkapkan perasaan, motivasi, sikap, atau keyakinannya terhadap topik SDM

dengan pertanyaan tidak langsung dan tidak terstruktur (Malhotra, 2010). Pengertian
tidak langsung di sini adalah peserta bebas memproyeksikan apa saja yang muncul
dalam pikirannya berkaitan dengan objek atau topik SDM yang akan diteliti. Karena
peserta bebas menyampaikan pikirannya, hal-hal yang diungkapkan peserta
memiliki cakupan luas, baik sisi positif maupun negatif berkaitan dengan topik
tersebut.

41
Bagi manajer SDM, informasi yang didapat dari teknik proyeksi ini akan
memperkaya pandangannya terhadap masalah yang sedang diteliti dan menambah
ide-ide baru, seperti apa harapan karyawan, bagaimana motivasi kerja karyawan,
serta perasaan atau pengetahuan karyawan. Teknik proyeksi dapat dilaksanakan
melalui beberapa cara, seperti asosiasi kata, tes melengkapi kalimat, atau tes
gambar.

📌Asosiasi Kata
Dalam tes asosiasi kata, karyawan yang berpartisipasi diminta menyebutkan satu
atau beberapa kata yang langsung muncul di benak mereka saat kata-kata tertentu
disebutkan atau ditampilkan oleh periset. Partisipan bebas mengasosiasikan atau
mengidentikkan makna kata-kata yang disebutkan periset dengan rangkaian kata
yang mereka pikirkan. Kata-kata yang diucapkan partisipan merupakan data yang
berguna bagi manajer SDM untuk memahami apa yang dipikirkan karyawan.

Contoh: Dalam tes asosiasi kata, setiap karyawan diminta mengungkapkan apa
kata-kata yang muncul saat mereka mendengar kata "THR". Jawaban karyawan
mungkin beragam, misalnya "gaji ketiga belas", "bisa belanja macam-macam",
"relaks", "happy", "piknik bersama", "keluarga gembira", "lega", dsb. Data yang
terkumpul akan sangat berguna bagi manajer SDM, misalnya untuk melihat apakah
karyawan sangat mengharapkan THR, untuk membuat slogan perusahaan yang
dapat memotivasi semangat karyawan selama hari raya, memberi nama untuk
program piknik bersama, dsb.

📌Tes Melengkapi Kalimat


Sesuai dengan namanya, melalui cara ini kalimat tidak lengkap ditampilkan ke
hadapan partisipan. Selanjutnya partisipan atau karyawan diminta melengkapi
kalimat itu sesuai pendapat, perasaan, atau apa yang dipikirkan karyawan yang
bersangkutan. Dalam tes ini, tidak ada kriteria benar atau salah terhadap jawaban
karyawan.

Contoh: Perusahaan bernama PT Pareto tertarik mengetahui sikap karyawan


terhadap pekerjaan yang mereka jalankan. Periset dapat menggunakan tes
penyelesaian kalimat untuk mengungkapkan pandangan ini, misalnya dengan
kalimat berikut.

42
"Orang yang bekerja di PT Pareto merasa...."
"Bekerja di bagian Customer Service PT Pareto merupakan...."

"Pada saat melamar kerja di PT Pareto, teman-teman saya mengatakan bahwa...."

"Pihak manajemen PT Pareto selaku atasan saya selalu bertindak...."

"Gaji dan tunjangan karyawan yang diberikan PT Pareto....."

Sebagai contoh, seorang karyawan melengkapi kalimat diatas menjadi:

"Orang yang bekerja di PT Pareto merasa bangga karena mereka merupakan


karyawan yang terseleksi ketat."
"Bekerja di bagian Customer Service PT Pareto merupakan cita-cita setiap
karyawan."
"Pada saat melamar kerja di PT Pareto, teman-teman saya mengatakan bahwa saya
akan puas dengan fasilitas-fasilitas yang diberikan."
"Pihak manajemen PT Pareto selaku atasan saya selalu bertindak adil dengan
memperlakukan semua karyawan sejajar."

"Gaji dan tunjangan karyawan yang diberikan PT Pareto cukup memuaskan."

Pandangan atau pendapat yang disampaikan oleh karyawan ini memberikan


gambaran kepada manajer SDM bahwa karyawan tersebut cukup senang bekerja di
PT Pareto dan memiliki sikap yang positif.

📌Tes Gambar
Dalam teknik proyeksi ini digunakan alat bantu berupa gambar atau foto yang
mewakili objek atau karyawan yang diteliti. Cara ini membantu partisipan mengingat
kembali dengan baik objek yang menjadi perhatian periset. Dalam pelaksanaannya,
karyawan diminta melihat sebuah atau beberapa gambar atau foto, lalu karyawan
tersebut diminta menceritakan apapun yang muncul spontan dalam pikirannya
begitu melihat gambar tersebut.

Contoh: Riset dilakukan untuk mengetahui sikap para karyawan terhadap


demo-demo karyawan. Disini periset memperlihatkan foto demo karyawan kepada

43
setiap karyawan yang diteliti, lalu secara terpisah mereka diminta mengomentari foto
tersebut. Jawaban setiap karyawan mungkin beragam. Andaikata jawaban yang
terkumpul "perlu dilakukan", "harus kita dukung", "yes", "sudah wajar dan sudah
saatnya", "maju terus", dan sejenisnya, hal itu menandakan karyawan memiliki sikap
mendukung demo yang digelar karyawan.

Ketiga alat pengumpulan data yang dibahas di atas wawancara, diskusi grup
terfokus, dan teknik proyeksi-menghasilkan data dalam bentuk rangkaian kata-kata
yang tidak terstruktur. Oleh karena itu, data yang dihasilkan disebut data kualitatif
atau data verbatim. Hal ini sangat berbeda dengan data kuantitatif yang dibahas
pada sub-bab berikut.

4.4.4.2 Metode Pengumpulan Data Kuantitatif

Pengumpulan data kuantitatif menghasilkan data bersifat terstruktur, sehingga


periset dapat melakukan proses pengkuantitatifan data, yaitu mengubah data
semula menjadi data berwujud angka. Hal ini dimungkinkan, sebab metode

pengumpulan data kuantitatif berbeda dengan metode pengumpulan data kualitatif.

Dalam pengumpulan data kuantitatif, jika data dihasilkan dari bertanya kepada
responden, pertanyaan- pertanyaan tersebut dibuat terstruktur. Salah satu cara yang
dilakukan adalah memberikan pilihan jawaban untuk setiap pertanyaan yang
diajukan kepada responden agar data yang terkumpul "tidak" memiliki banyak variasi
dibandingkan data kualitatif. Metode-metode populer yang banyak digunakan untuk
mengumpulkan data kuantitatif adalah survei, observasi, dan eksperimen.

4.4.4.2.1 Survei

Metode survei banyak dijumpai dalam riset-riset SDM. Data dikumpulkan


dengan menanyai karyawan melalui daftar pertanyaan atau kuesioner terstruktur.
Dengan survei, periset ingin memperoleh data, seperti preferensi, sikap, perasaan,
atau pengetahuan responden, dengan bertanya. Survei diharapkan mencakup
semua karyawan sehingga hasil survei dapat dipandang mewakili seluruh populasi
atau sebagian besar karyawan. Jika jumlah karyawan tidak terlalu besar, semua
karyawan dapat disurvei. Ini menyerupai sensus penduduk. Namun, jika jumlah
karyawan mencapai ribuan, survei sering kali dilakukan hanya terhadap sejumlah

44
kecil karyawan, misalnya 200 karyawan untuk mewakili semua karyawan. Karena
jumlah data yang dikumpulkan cukup besar, konsep- konsep statistik seperti
pengambilan sampel atau analisis kuantitatif cocok diterapkan. Kondisi ini tentu
sangat berbeda dengan metode kualitatif, misalnya wawancara, yang cenderung
menggunakan lebih sedikit partisipan dan menerapkan analisis kualitatif.
Dalam pelaksanaannya, survei melalui kuesioner terstruktur berarti semua
pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden merupakan pertanyaan standar.
Standar di sini berarti antara satu responden dengan responden lain diberi
pertanyaan yang sama dan tertulis secara rinci dalam kuesioner (bedakan hal ini
dengan riset kualitatif). Responden hanya menjawab pertanyaan sejauh tercantum
dalam kuesioner. Selain itu, biasanya kuesioner memuat alternatif jawaban tertentu,
sehingga karyawan yang disurvei cukup memilih jawaban sesuai pendapatnya.
Untuk mengumpulkan data melalui survei dapat diterapkan beberapa cara,
yaitu survei individu, survei intersep, survei melalui telepon, survei melalui surat, dan
survei melalui jaringan komputer atau internet.

📌Survei Individu
Dengan metode ini, periset secara individu langsung bertatap muka dengan
karyawan yang disurvei. Sebelum pelaksanaan, terlebih dulu periset membuat janji
dengan karyawan, menentukan waktu dan tempat pelaksanaan survei. Ruangan
yang digunakan untuk survei sebaiknya berada satu gedung dengan tempat
karyawan bekerja untuk meminimalkan waktu dan biaya transport periset. Ruangan
diupayakan bebas dari gangguan luar, seperti suara bising, orang lalu lalang, dan
pandangan orang. Pilih waktu pelaksanaan yang nyaman bagi karyawan, misalnya
saat istirahat siang setelah makan. Selanjutnya, karyawan yang disurvei diundang
masuk ke dalam ruangan, lalu periset atau asistennya menanyai karyawan tersebut
dengan sejumlah pertanyaan terstruktur atau kuesioner yang sudah disiapkan
sebelumnya. Jabatan karyawan dicatat periset untuk dianalisis lebih lanjut.
Survei individu juga bisa dilakukan dengan mendatangi rumah setiap
karyawan. Namun, cara ini meningkatkan biaya transportasi dan menghabiskan
lebih banyak waktu serta tenaga periset.

45
📌Survei Intersep
Survei intersep dari bahasa Inggris "intercept" yang berarti memotong atau
menghentikan sementara waktu merupakan bentuk survei yang dilakukan dengan
"menghentikan" aktivitas karyawan. Karena karyawan paling mudah ditemui saat
bekerja, survei dijalankan dengan meminta kesediaan karyawan meluangkan waktu
sejenak guna berpartisipasi dalam survei. Sebagai contoh, jika survei dilakukan di
bagian mesin produksi, karyawan yang sedang bekerja didekati periset dengan cara
sopan, tanpa paksaan sedikit pun, lalu dimohon berpartisipasi dalam riset. Jika
karyawan setuju, survei dilakukan di tempat itu juga. Periset menanyai karyawan

dengan pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dan sekaligus mencatat

jawabannya. Dalam pelaksanaannya, diupayakan karyawan yang lain tidak


memengaruhi jawaban karyawan yang sedang di survey. Mungkin periset perlu
"mengkarantinakan" karyawan yang disurvei. Ada beberapa kelemahan metode
survei ini, antara lain kemungkinan mengganggu pekerjaan karyawan, tempat
kadang tidak representatif, dan ada peluang terpengaruh karyawan lain.
Kelebihannya terletak pada kemudahan memperoleh karyawan yang akan disurvei.

📌Survei melalui Telepon


Sesuai namanya, survei ini dilaksanakan melalui percakapan telepon. Para
karyawan yang dipertimbangkan akan diteliti cukup dihubungi nomor teleponnya
pada saat yang tepat. Waktu yang tepat untuk menelepon adalah kala karyawan
sudah sampai di rumah dan sedang bersantai, misalnya pukul 20.00 atau bisa juga
pada hari Minggu atau hari libur. Pada saat itu, biasanya karyawan sedang rileks
sehingga tidak enggan disurvei.
Pada saat ditelepon, perkenalkan terlebih dulu identitas periset dan
hubungannya dengan perusahaan. Selanjutnya sampaikan topik riset yang akan
diteliti dan pentingnya pendapat karyawan untuk riset. Jika karyawan bersedia, riset
dapat dijalankan saat itu juga melalui percakapan telepon. Periset, atau orang yang
ditugaskan, membacakan sejumlah pertanyaan dalam kuesioner. Pada saat
bersamaan, periset mencatat jawaban atau tanggapan responden. terhadap
pertanyaan-pertanyaan tersebut.
Bentuk survei melalui telepon yang terkini adalah Computer Assisted
Telephone Interviewing (CATI) yang digabungkan dengan komputer. Dengan

46
teknologi ini, jawaban responden langsung di input melalui papan ketik komputer.
Survei melalui telepon punya kelebihan, sebab dapat dilakukan di luar jam kerja,
sehingga karyawan cenderung tidak letih menjawab pertanyaan yang dibacakan
lewat telepon. Kelemahan riset ini terletak pada ketersediaan jaringan telepon dan

periset tidak bisa menampilkan gambaran visual sehingga terbatas pada verbal saja.

Jika anggaran mencukupi, komunikasi lewat ponsel bisa digunakan.

* Survei melalui Surat


Sesuai namanya, survei ini dijalankan dengan membagikan surat berisi
kuesioner kepada karyawan yang akan diteliti. Periset tidak perlu membacakan
pertanyaan-pertanyaan kuesioner kepada responden, sebab responden bisa
membaca dan menjawabnya sendiri. Dalam hal ini mungkin saja periset dan
responden tidak pernah bertatap muka, baik secara langsung maupun melalui
percakapan.
Untuk riset SDM, surat dapat dikirimkan langsung ke ruang kerja karyawan,
sehingga lebih efisien dan efektif (kecuali untuk riset khusus yang harus dikirim ke
alamat rumah karyawan supaya tidak diketahui karyawan lain). Selanjutnya,
karyawan yang berpartisipasi akan menjawab langsung dengan menulis jawaban
atas pertanyaan- pertanyaan kuesioner dan mengirimkannya kembali. Ada beberapa
alternatif pengumpulan kuesioner yang sudah diisi, antara lain menempatkan kotak
kuesioner di tempat kerja, ada petugas yang berkeliling untuk mengumpulkan
kuesioner, atau pengembalian via pos ke alamat periset. Salah satu perkembangan
teknologi me- mungkinkan survei melalui surat dilakukan melalui e-mail, sehingga
pengumpulan kembali kuesioner lebih cepat dan efisien. Cara ini akan lebih efektif
jika perusahaan menyediakan e-mail tersendiri untuk karyawan sehingga pengiriman
kuesioner dapat dilakukan melalui mailing list atau e-groups karyawan.

📌Survei melalui Jaringan Komputer atau Internet


Survei ini dijalankan melalui jaringan komputer atau laman perusahaan
dengan meminta para karyawan secara aktif mengakses jaringan atau laman yang
digunakan untuk survei. Untuk mendapatkan data reliabel, karyawan harus terlebih
dulu melakukan log in agar bisa masuk ke jaringan. Cara ini memungkinkan periset
memperoleh data lebih akurat dan terhindar dari jawaban berulang-ulang dari

responden yang sama. Selanjutnya, setelah karyawan masuk ke jaringan atau

47
laman, kuesioner yang memuat pertanyaan-pertanyaan riset bisa langsung
di-download. Karyawan cukup mengetik jawabannya atau mengklik jawaban yang
dipilih dengan tetikus. Setelah semua pertanyaan dijawab, responden bisa langsung
mengirimnya dengan mengklik pilihan "send" atau "submit".
Survei melalui internet mensyaratkan semua karyawan punya akses ke
komputer. Sering kali, karyawan bagian tertentu, seperti bagian produksi atau rumah
tangga, tidak punya akses ke komputer, sehingga perusahaan perlu mengatur
fasilitas ini. Survei melalui internet sangat berdaya guna jika para karyawan memiliki
lokasi tugas terpencar atau saling berjauhan, sehingga petugas survei tidak perlu
mendatangi karyawan satu per satu. Perusahaan-perusahaan global yang para
karyawannya tersebar di negara-negara yang berbeda paling cocok melakukan
survei melalui internet. Cara ini menghilangkan batas geografis dan kendala waktu
dalam pelaksanaan survei.

4.4.4.2.2 Observasi

Metode observasi dijalankan dengan mengamati dan mencatat pola perilaku


orang, objek, atau kejadian-kejadian melalui cara yang sistematis (Malhotra, 2010).
Berbeda dengan survei yang mengumpulkan data dengan bertanya, metode
observasi melakukan pengumpulan data melalui pengamatan dan pencatatan
perilaku karyawan. Karyawan yang sedang diteliti tidak tahu ia sedang diobservasi.

Ini sengaja dilakukan agar karyawan tidak memanipulasi perilakunya.

Observasi bisa dilakukan dengan mengamati beberapa hal, antara lain:


Perilaku karyawan, misalnya mengamati apa yang dikerjakan karyawan jika atasan
atau bos sedang tidak masuk kerja,
Perubahan bahasa tubuh atau raut muka karyawan, misalnya ekspresi karyawan
saat diberi tahu ia dipindah tugaskan ke cabang lain di kota yang jauh dari tempat
kerja semula.
Objek, misalnya mengamati jumlah kertas kantor yang dihabiskan setiap karyawan
tiap harinya.
Dalam melakukan observasi, periset dapat memanfaatkan kamera pengintai
(surveillance camera) yang dipasang tersembunyi di sudut- sudut ruang kerja.
Kamera ini terhubung dengan monitor video yang selain digunakan sebagai alat
bantu keamanan juga digunakan untuk mengamati perilaku karyawan yang sedang

48
bekerja. Kamera ini akan merekam objek yang diamati sehingga periset dapat
menganalisis gerak atau tingkah laku karyawan dalam konteks riil. Ini menjadi salah
satu keunggulan metode observasi yang mampu menangkap perilaku karyawan
secara nyata sehingga tidak terjadi manipulasi yang dilakukan orang tersebut.
Keunggulan ini belum tentu dimiliki metode sebelum- nya, yaitu survei. Sebagai
contoh: Suatu riset ingin mengetahui bagaimana kedisiplinan karyawan dalam
mematuhi peraturan perusahaan "Dilarang merokok di tempat kerja!". Dalam contoh
ini, penggunaan observasi lebih tepat daripada metode lain, seperti wawancara atau
survei. Mengapa? Menanyai karyawan satu per satu dengan pertanyaan: "Apakah
Anda merokok selama kerja di ruangan kerja Anda belum tentu menghasilkan
jawaban yang sesuai dengan perilaku sebenarnya. Agar dipandang mematuhi
peraturan, bisa jadi jawaban yang diberikan karyawan adalah "Tidak", meskipun
kenyataannya ia merokok selama kerja. Akibatnya, karyawan ini memberikan
informasi tidak valid tentang perilaku yang sesungguhnya. Jika metode observasi
dilakukan, bisa diketahui dengan pasti apakah sebenarnya ia merokok atau tidak di
ruangannya. Namun, ada beberapa kelemahan observasi. Observasi membutuhkan
kontinuitas dalam memantau perilaku seseorang, sebab perlu menunggu
ada-tidaknya suatu kejadian. Observasi juga kurang mampu mengungkapkan
perasaan atau sikap orang dalam berperilaku. Sebagai contoh, periset tidak tahu
pasti apa alasan karyawan tetap merokok meskipun ada larangan tertulis. Selain itu,
observasi kadang kala terhadang kendala etika, sebab memasang kamera pengintai
bisa. dianggap melanggar kerahasiaan dan kenyamanan pribadi karyawan yang
sedang bekerja.

4.4.4.2.3 Eksperimen

Eksperimen merupakan riset yang berusaha memanipulasi satu atau lebih


variabel kausal, kemudian mengukur efek manipulasi tersebut terhadap satu atau
lebih variabel dependen (Sudman dan Blair, 1998). Eksperimen memungkinkan
periset memisahkan variabel lain di luar variabel kausal, sehingga efek yang muncul
dipandang sebagai hasil perubahan variabel kausal. Dalam riset SDM, eksperimen
dapat dilakukan dengan mengubah beberapa variabel yang mempengaruhi
karyawan dalam bekerja. Variabel yang bisa diubah misalnya kondisi ruangan
kantor, besarnya bonus, pakaian seragam, dan aturan-aturan SDM. Tentu saja,

49
eksperimen perlu dilakukan dengan hati-hati agar tidak mengganggu atau
membingungkan karyawan yang sedang bekerja di perusahaan.
Berikut dua contoh eksperimen.
Contoh pertama, suatu perusahaan memiliki empat departemen yang
menempati ruangan kantor berbeda-beda, setiap departemen memiliki ruangan
kantor yang cukup luas dan dihuni 10 karyawan tanpa dinding sekat antar karyawan.
Ruangan kantor seperti ini memberi efek keakraban yang tinggi di antara karyawan.
Dalam rangka memperbaiki produktivitas karyawan, perusahaan ingin melihat
apakah ruangan kantor bersekat berpengaruh terhadap produktivitas. Untuk
mengetahuinya, perusahaan melakukan eksperimen dengan mengubah salah satu
ruangan kantor departemennya. Satu ruangan kantor diberi dinding penyekat antar
karyawan, sedangkan tiga ruangan kantor lain dipertahankan seperti semula, yaitu
tanpa sekat. Setelah dijalankan selama seminggu, periset kemudian mencatat
perbedaan hasil yang terjadi sebelum dan setelah diberi dinding penyekat. Tiga
ruangan lain dipertahankan tetap sebagai variabel pengendali untuk memastikan
tidak ada perubahan variabel selain dinding sekat antar karyawan. Apabila hasil
eksperimen menunjukkan bahwa produktivitas karyawan meningkat setelah ruangan
kantor diberi dinding penyekat, efek ini dipandang sebagai akibat variabel kausal,
yaitu adanya dinding penyekat.
Contoh kedua, perusahaan mobil sedang mempertimbangkan penggunaan

masker bagi para karyawan bagian perakitan. Perusahaan ingin mengetahui apakah

penggunaan masker karyawan perakitan mobil bisa memperlancar proses bekerja.


Untuk mengetahui hal ini, di undanglah dua karyawan yang setara keterampilannya,
yang satu memakai masker sedangkan yang lain seperti biasa tidak memakai
masker. Selanjutnya, mereka berdua diminta memasang pintu mobil lalu dicatat
waktu penyelesaian tugasnya. Apabila karyawan yang menggunakan masker dapat
menyelesaikan pemasangan pintu lebih cepat, variabel kausal-yaitu penggunaan
masker-dipandang sebagai penyebabnya.
Jika dicermati, kedua contoh eksperimen di atas memiliki perbedaan. Dengan
mencermati kondisi saat eksperimen dijalankan, suatu eksperimen dapat dibagi
menjadi dua macam, yaitu eksperimen lapangan dan eksperimen laboratorium.
Eksperimen lapangan dijalankan pada kondisi nyata, sedangkan eksperimen
laboratorium dilaksanakan dalam keadaan tidak alami, sebab situasi terjadi bukan di

50
tempat kerja sesungguhnya. Contoh pertama dari kasus diatas merupakan
eksperimen lapangan, sedangkan contoh kedua termasuk eksperimen laboratorium.
Perbedaan kondisi eksperimen lapangan dan laboratorium ini memunculkan
dua isu populer dalam eksperimen, yaitu validitas internal dan validitas eksternal.
Validitas internal menggambarkan kecenderungan eksperimen dalam
mengendalikan efek variabel-variabel lain yang tidak digunakan untuk manipulasi,
sedangkan validitas eksternal menunjukkan sejauh mana eksperimen dilakukan
pada kondisi nyata. Oleh karena itu, eksperimen laboratorium memiliki validitas
internal tinggi, sementara eksperimen lapangan punya kecenderungan tinggi dalam
validitas eksternalnya.

4.4.5 Pemilihan Metode Pengumpulan Data Primer

Berbagai metode pengumpulan data primer yang dibahas di atas memberi


periset keleluasaan memilih metode yang paling cocok dengan masalah risetnya.
Pada dasarnya, setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangan, tidak ada
metode yang lebih bagus dalam segala hal. Malahan, setiap metode seringkali bisa

digunakan untuk memecahkan masalah yang hampir sama. Namun, tentu saja ada

salah satu metode yang cenderung lebih cocok dibandingkan metode lain.
Untuk memberikan pemahaman yang baik, berikut diberikan contoh ilustrasi
pemilihan metode pengumpulan data primer dengan kasus perusahaan sepatu.
PT XXX adalah perusahaan sepatu olahraga di Jawa Barat. Setiap bulan
perusahaan ini menghasilkan 1.000 pasang sepatu dengan dukungan 800 karyawan
di berbagai departemen. Salah satu departemen yang cukup besar adalah
departemen administrasi yang memiliki 50 karyawan. Selama ini bagian administrasi
sering mengalami masalah sehingga tugas- tugas pekerjaan administrasi banyak
tidak terselesaikan. Manajer SDM ingin mengetahui dengan pasti apakah para
karyawan bagian administrasi sudah memahami pekerjaan mereka dengan jelas.
Dalam contoh ini, informasi yang ingin diketahui adalah kejelasan atau
ketidakjelasan karyawan administrasi dalam hal tugas yang mereka jalankan. Ada
beberapa metode kumpulan data yang bisa dipilih.

● Memanggil lima karyawan administrasi ke suatu ruangan kantor, dan satu per
satu dimintai pendapat mengenai ruang lingkup pekerjaan mereka. Periset
dapat mengajukan pertanyaan, misalnya "Apakah Anda mengetahui apa saja

51
ruang lingkup pekerjaan yang harus Anda selesaikan di bagian administrasi?"
Ini merupakan metode wawancara.
● Mengundang delapan atau sepuluh karyawan administrasi untuk berkumpul di
suatu ruangan dengan duduk melingkar berhadapan, lalu meminta mereka
berdiskusi dengan topik "Sejauh mana Anda memahami tugas-tugas yang
menjadi pekerjaan Anda di bagian administrasi? Apa saja yang menjadi tugas
Anda dan apa yang seharusnya bukan menjadi tugas Anda namun Anda
kerjakan?" Metode ini merupakan diskusi grup terfokus.
● Menemui 5-10 karyawan, kemudian setiap karyawan diminta
menyempurnakan kalimat tidak lengkap, misalnya "Tugas-tugas yang harus
saya selesaikan dibagian administrasi...." Ini merupakan penerapan teknik
proyeksi.
● Membagikan kuesioner kepada seluruh karyawan administrasi yang
berjumlah 50 orang dan meminta mereka mengisi kuesioner tersebut.
Kuesioner berisi beberapa pertanyaan antara lain.
"Pekerjaan saya menuntut saya menyelesaikan tugas-tugas yang seharusnya
dikerjakan secara berbeda."

☐ STS ☐ TS ☐R ☐S ☐ SS

"Saya menerima penugasan yang berbeda-beda dari dua karyawan senior


atau lebih."

☐ STS ☐ TS ☐R ☐S ☐ SS

"Saya mengerjakan hal-hal yang tidak perlu."

☐ STS ☐ TS ☐R ☐S ☐ SS

Keterangan:
STS: Sangat Tidak Setuju; TS: Tidak Setuju; R: Ragu-Ragu; S: Setuju; dan
SS: Sangat Setuju

Setelah diisi oleh para karyawan, kuesioner tersebut dikumpulkan periset untuk
dianalisis. Cara ini disebut survei.

52
● Melakukan pengamatan terhadap para karyawan administrasi yang sedang
bekerja. Hal-hal yang diamati adalah perubahan raut wajah karyawan, apakah
menunjukkan kebingungan, mengerutkan kening, menggelengkan kepala,
cemberut, normal, atau yang lain. Frekuensi terjadinya perubahan raut muka
dicatat, termasuk seberapa sering para karyawan tampak kebingungan, jalan
ke sana kemari tanpa kejelasan. Cara ini merupakan observasi.

Tampaknya berbagai metode pengumpulan data diatas bisa diterapkan.


Namun, periset akan membuang banyak waktu, tenaga, dan biaya jika menerapkan
semuanya. Periset cukup memilih satu metode yang paling cocok untuk memperoleh
informasi yang dicari. Karena tujuan kasus riset di atas adalah mengetahui apakah
para karyawan administrasi memahami dengan jelas ruang lingkup pekerjaan
mereka, "bertanya" merupakan cara yang paling tepat.
Penggunaan data kualitatif untuk kasus diatas dengan wawancara, diskusi
grup terfokus, atau teknik proyeksi menghasilkan pandangan awal yang berguna
bagi manajer SDM tentang ada-tidaknya kebingungan kerja karyawan dan
variabel-variabel yang mempengaruhi kebingungan tersebut. Hanya saja, karena
jumlah karyawan yang ditanyai hanya 5-10 orang, hasilnya kurang bisa mewakili
tingkat kebingungan kerja karyawan administrasi.
Penggunaan survei yang melibatkan 50 karyawan administrasi mampu
mengungkapkan apa yang dipikirkan atau dirasakan karyawan dalam bekerja. Jika
selama ini merasa bingung, mereka akan mengungkapkannya secara langsung

dengan menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner.

Dalam kasus ini, observasi agak sulit dilakukan, sebab riset dalam kasus di
atas lebih melihat perasaan karyawan, bukan perilaku fisik. Meskipun karyawan
mengalami kebingungan kerja, belum tentu hal itu selalu ditunjukkan melalui
ekspresi muka. Observasi juga membutuhkan waktu yang lama, sebab kebingungan
kerja tidak muncul terus-menerus. Alhasil periset perlu melakukan penyelidikan
kontinu terhadap karyawan yang bekerja.
Jadi, untuk kasus diatas, untuk mengungkapkan masalah, lebih baik periset
menggunakan metode pengumpulan data kualitatif terlebih dulu (wawancara atau
grup terfokus) untuk memperoleh pemahaman awal yang mendalam. Selanjutnya
dapat ditindaklanjuti dengan menjalankan survei untuk melihat gambaran umum.

53
Satu hal terpenting yang perlu diingat adalah periset harus mempertimbangkan
kesesuaian metode dengan jenis informasi yang ia cari.

4.5 Pertanyaan untuk Diskusi

1. Jika diolah, data yang sama bisa menghasilkan berbagai informasi yang berbeda.
Setujukah Anda dengan pernyataan di atas? Beri penjelasan!
2. Apa yang menyebabkan perbedaan antara data kualitatif dan data kuantitatif?
3. Mengapa suatu wawancara cukup melibatkan sedikit responden sementara survei
mensyaratkan jumlah responden yang lebih besar? Kaitkan jawaban Anda dengan
tujuan setiap metode tersebut?
4. Apakah perbedaan antara wawancara dan survei individu? Bagaimana Anda
dapat membedakan keduanya?
5. Berikan perbedaan mendasar antara metode pengumpulan data dengan survei
dibandingkan observasi. Apa informasi yang dapat terungkap melalui survei namun
sulit terungkap melalui observasi, dan juga sebaliknya?

54
Bab 5

PENENTUAN DESAIN PERTANYAAN, SKALA, DAN ALAT ANALISIS

Desain pertanyaan, penentuan jenis skala, dan alat analisis merupakan tahap
riset yang saling berhubungan. Namun, ketiga komponen tersebut tidak mutlak
harus ada, tergantung jenis risetnya. Sebagai contoh, observasi tidak membutuhkan
daftar pertanyaan, sebab observasi dijalankan dengan mengamati karyawan, tidak
bertanya secara langsung. Sedangkan riset kualitatif, seperti wawancara atau
diskusi grup terfokus, relatif tidak membutuhkan skala pengukuran, sebab datanya
berwujud kata-kata atau kalimat. Riset dengan survei selalu membutuhkan ketiga
komponen tersebut dan ketiganya saling berhubungan. Perancangan pertanyaan-
pertanyaan yang digunakan dalam survei mempengaruhi jenis skala yang
digunakan. Jika jenis skala sudah ditentukan, alat atau metode analisis yang paling
cocok dengan skala tersebut perlu ditetapkan.

5.1 Desain Pertanyaan atau Kuesioner

Pada pembahasan didepan dikemukakan bahwa informasi hasil riset berasal


dari data. Setelah jenis data beserta metode pengumpulannya ditetapkan dengan
jelas, langkah berikut dalam riset adalah merancang pertanyaan-lebih populer
disebut kuesioner. Kuesioner merupakan daftar pertanyaan yang digunakan periset
untuk memperoleh data secara langsung dari sumber melalui proses komunikasi
atau dengan mengajukan pertanyaan.
Untuk riset eksploratori seperti wawancara atau diskusi grup terfokus daftar
pertanyaan yang diajukan periset berperan sebagai pedoman untuk mengarahkan
jalannya pembicaraan atau diskusi dari masalah riset yang sedang diteliti. Daftar
pertanyaan bersifat longgar atau fleksibel, sebab dapat berkembang sesuai
pembicaraan. Sedangkan dalam riset deskriptif seperti survei, peranan kuesioner
sangat besar, sebab semua pertanyaan yang diajukan periset termuat secara
eksplisit dalam kuesioner. Dalam survei, responden hanya perlu menjawab
pertanyaan dalam kuesioner. Untuk observasi, karena periset melakukan
pengamatan terhadap perilaku orang atau objek, tidak dibutuhkan kuesioner khusus.

55
5.2 Desain Pertanyaan Terbuka dan Tertutup

Pertanyaan-pertanyaan yang akan disusun periset harus disesuaikan dengan


jenis dan tujuan riset. Dengan kata lain, pertanyaan harus bermuara pada masalah
riset. Untuk riset eksploratori yang cenderung mengumpulkan data kualitatif,
pertanyaan bersifat tidak terstruktur dalam arti pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
kepada karyawan lebih berbentuk topik dan bersifat longgar sehingga responden
dapat menjawab sesuai kata-kata mereka sendiri. Hal ini memungkinkan periset
mengajukan pertanyaan yang "sedikit berbeda" antar responden, tergantung
perkembangan pembicaraan. Cara ini memungkinkan periset memperoleh banyak
ide atau pandangan. Sebagai contoh, dalam diskusi grup terfokus atau wawancara,
ide atau pandangan para karyawan dapat berkembang secara mendalam dan tiap
karyawan bebas mengungkapkan ide sesuai topik riset yang sedang diteliti.
Untuk riset eksploratori, penggunaan pertanyaan terbuka lebih umum
dilakukan. Pertanyaan terbuka tidak memberi pilihan jawaban, sehingga karyawan
lebih bebas mengungkapkan pendapat atau perasaannya.
Beberapa contoh pertanyaan terbuka:
1. Bagaimana pendapat Anda mengenai tugas-tugas pekerjaan yang diberikan
kepada Anda selama ini?
…………………………………………………………………………………………………..
2. Apa yang paling tidak Anda sukai sebagai pekerja perusahaan ini?
…………………………………………………………………………………………………..
3. Mengapa Anda tetap bertahan bekerja di perusahaan ini?
…………………………………………………………………………………………………..
4. Apakah Anda merasa nilai-nilai yang Anda anut sama dengan budaya
perusahaan ini?
…………………………………………………………………………………………………..
5. Menurut Anda, kriteria karyawan seperti apa yang layak mendapat predikat
karyawan teladan di perusahaan ini?
…………………………………………………………………………………………………..
6. Bagaimana pengalaman Anda saat mengajukan permohonan cuti di perusahaan
ini?
…………………………………………………………………………………………………..

56
Sebaliknya, riset deskriptif cenderung menggunakan daftar pertanyaan
terstruktur. Artinya, semua pertanyaan yang diajukan kepada karyawan tertulis
secara terperinci dalam kuesioner, ditanyakan langsung, dan setiap karyawan diberi
kuesioner yang sama. Sebagai contoh, dalam metode survei, semua karyawan
diberi kuesioner standar dan mereka cukup menjawab semua pertanyaan dalam
kuesioner. Oleh karena itu, dalam pengumpulan data kuantitatif, penggunaan
pertanyaan tertutup lebih banyak dilakukan. Dalam pertanyaan tertutup, responden
diberi alternatif jawaban dan cukup memilih jawaban yang dianggap paling cocok
dengan pendapatnya. Dalam pertanyaan tertutup, jawaban responden cenderung
singkat, sebab responden cukup memilih alternatif yang tersedia.

Beberapa contoh pertanyaan tertutup:


1. Seberapa tingkat persetujuan/ketidaksetujuan Anda terhadap pernyataan "Bekerja
di perusahaan ini cukup menarik sehingga tidak menimbulkan rasa bosan."
☐ Sangat Tidak Setuju ☐ Tidak Setuju ☐Ragu-ragu
☐Setuju ☐ Sangat Setuju

2. Apakah Anda pernah mendapat penghargaan selama kerja di perusahaan ini!


☐ Ya ☐ Tidak

3. Berapa gaji yang Anda terima dalam sebulan!


<Rp600.000,00
Rp600.000,00-Rp1.000.000,00
Rp1.000.001,00-Rp2.000.000,00
Rp2.000.001,00-Rp3.000.000,00
> Rp3.000.000,00
4.Pilihlah angka berikut yang sesuai dengan pendapat Anda:
Suasana kerja di perusahaan ini: Tidak nyaman 1 2 3 4 5 6 7 Nyaman sekali

5. Terhadap tunjangan-tunjangan karyawan berikut, berikan penilaian Anda dengan


memberi angka 1 untuk tunjangan yang Anda rasakan paling penting, angka 2
untuk urutan berikutnya, dan seterusnya hingga angka 5 untuk tunjangan yang
Anda rasa paling tidak penting bagi karyawan.
☐ Pengobatan

57
☐ Mobil
☐ Rumah
☐ Pendidikan
☐ Hiburan

5.3 Mengembangkan Pertanyaan dalam Kuesioner

Daftar pertanyaan atau kuesioner memiliki peranan sangat besar dalam riset yang
pengumpulan datanya dilakukan dengan berkomunikasi atau bertanya kepada
responden. Pertanyaan yang disusun harus dirancang dengan baik agar bisa
menghasilkan informasi yang dicari. Dalam menyusun pertanyaan, hal-hal yang
perlu dipertimbangkan oleh periset antara lain:

Merancang daftar pertanyaan yang sesuai dengan masalah riset.


Dalam survei, data dikumpulkan dengan bertanya kepada para karyawan. Hal
ini perlu diperjelas secara khusus sisi mana dari karyawan yang diteliti,
apakah persepsi, sikap, loyalitas, pengetahuan, atau yang lain. Sebagai
contoh, jika riset berhubungan dengan kepuasan kerja karyawan, pertanyaan
yang disampaikan tentu berhubungan dengan kepuasan kerja, bukan yang
lain. Jadi, informasi yang dicari dalam riset, masalah riset, dan kuesioner
merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan.

Menyusun kalimat yang dapat dimengerti dan diinterpretasikan


karyawan dengan benar.
Periset perlu menggunakan kata-kata yang dapat dipahami dengan mudah
dan baik oleh responden, Kata-kata atau istilah yang bersifat teknis sebisa
mungkin dihindari jika responden kemungkinan tidak memahami kata-kata
tersebut. Sebagai contoh: Karyawan bagian pabrik kemungkinan bingung jika
diberi pertanyaan yang berhubungan dengan istilah manajemen, misalnya
"fringe benefit" yang istilah umumnya "tunjangan karyawan".

Membuat pertanyaan 61yang mampu dijawab karyawan.


Dalam mengembangkan pertanyaan kuesioner, riset perlu memahami bahwa
responden memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu pengetahuan,
pengalaman, dan daya ingat. Periset perlu mempertimbangkan kemampuan

58
karyawan, schingga pertanyaan yang diajukan dapat mereka jawab. Sebagai
contoh: Menanyakan hari dan tanggal cuti karyawan lima tahun lalu
cenderung sulit dijawab karyawan.

Menyusun pertanyaan yang tidak menyinggung perasaan responden.


Pertanyaan yang disusun hendaknya menumbuhkan keinginan responden
untuk menjawab. Pertanyaan sensitif harus disusun hati- hati agar tidak
menyinggung perasaan responden. Sebagai contoh, menanyakan
ada-tidaknya anggota keluarga karyawan yang sakit jiwa. Untuk hal ini, tentu
kurang etis jika ditanyakan secara eksplisit. Gunakan kalimat yang lebih halus
sehingga bisa digali jawaban yang lebih dalam, misalnya "Ceritakan
pendidikan dan pekerjaan anggota-anggota keluarga Anda!"

Menyusun pertanyaan dengan urutan logis.


Pertanyaan kuesioner yang satu dengan yang berikutnya harus mengalir
secara logis, tidak berputar-putar di antara beberapa topik yang campur aduk.
Perlu diingat bahwa, selama mengisi kuesioner, para karyawan harus berpikir.
Oleh karena itu, buat aliran pertanyaan yang mendukung efektifitas kerja
otak.

Pertimbangkan jenis pertanyaan yang digunakan: Pertanyaan terbuka


dan/atau pertanyaan tertutup? Seperti pembahasan sebelumnya, jika tujuan
riset adalah pemahaman, lebih baik gunakan pertanyaan terbuka. Jika
tujuannya membuat kesimpulan atau generalisasi, pertanyaan tertutup lebih
cocok.
Memenuhi persyaratan validitas dan reliabilitas.
Kuesioner yang digunakan dalam riset hendaknya memenuhi syarat validitas
dan reliabilitas. Kuesioner dikatakan valid jika butir-butir pertanyaan di
dalamnya mampu mengungkapkan sesuatu yang benar-benar diukur
kuesioner tersebut. Artinya, kuesioner itu mampu mengungkapkan
perbedaan objek atas dasar karakteristik yang diukur (Malhotra, 2010). Hal
ini mirip dengan timbangan berat badan; alat itu dikatakan valid jika bisa
digunakan untuk mengukur berat badan. Di lain pihak, kuesioner dikatakan
reliabel jika memberikan hasil yang konsisten dalam pengukuran yang

59
dilakukan berulang kali (Malhotra, 2010). Dalam hal timbangan berat badan,
jika timbangan orang berpostur normal menunjukkan berat 60 kg, 1 jam lagi
pada kondisi yang sama, timbangannya tetap menunjukkan hasil 60 kg.
Pengujian validitas dan reliabilitas merupakan proses menguji butir-butir
pertanyaan dalam kuesioner. Jika butir-butir pertanyaan sudah valid dan
reliabel, butir-butir tersebut bisa digunakan dalam penelitian yang
sebenarnya.

60

Anda mungkin juga menyukai