Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

Kata pengantar............................................................................................................... 1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang....................................................................................................... 3

B. Identifikasi masalah................................................................................................ 4

BAB II

PENGERTIAN STRES KERJA, KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

A. Pengertian Stres Kerja .................................................................................................. 4

B. Pengertian Kepuasan .............................................................................................. 8

C. Pengertian kinerja.................................................................................................. 9

BAB III

PEMBAHASAN

A. Dampak stres kerja................................................................................................. 11

B. Dampak Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai........................................... 12

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja........................................................... 19

BAB IV

PENUTUP

DAFTAR PUSAKA

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Alhamdulillahirabbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit sekali yang kita
ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat,
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan makalah dengan judul ”DAMPAK STERS DAN TINGKAT KEPUASAAN
KERJA TERHADAP KINERJA KERJA”.

Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak, karena itu
penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: Kedua orang tua dan
segenap keluarga besar penulis yang telah memberikan dukungan, kasih, dan kepercayaan
yang begitu besar. Dari sanalah semua kesuksesan ini berawal, semoga semua ini bisa
memberikan sedikit kebahagiaan dan menuntun pada langkah yang lebih baik lagi.

Meskipun penulis berharap isi dari makalah ini bebas dari kekurangan dan kesalahan, namun
selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar skripsi ini dapat lebih baik lagi.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Sangatta, Desember 2014

Penyusun

1
BAB I

PENDAHULUAN

Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan


ABSTRAK.banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa
sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya
kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan
organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks
negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu
menawarkan perolehan yang potensial Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan
mengelola stres kerja dan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam
bekerja. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka
produktivitas pun akan meningkat. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting
baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di
dalam lingkungan kerja perusahaan.

A. latar belakang masalah

Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan


ABSTRAK.banyak perusahaan berkeyakinan bahwa pendapatan, gaji atau salary merupakan
faktor utama yang mempengaruhi kepuasan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa
sudah memberikan gaji yang cukup, ia merasa bahwa karyawannya sudah puas. Sebenarnya
kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang
mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, diantaranya adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan
organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan.
Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks
negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu
menawarkan perolehan yang potensial Adalah menjadi tugas manajemen agar karyawan
mengelola stres kerja dan memiliki semangat kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam
bekerja. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari perusahaan akan
memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan ia akan terus berusaha memperbaiki
kinerjanya. Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka
produktivitas pun akan meningkat. Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting

2
baik bagi karyawan maupun perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di
dalam lingkungan kerja perusahaan.

karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Karyawan
memegang peran utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan
memiliki produktivitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda pun akan berjalan
kencang, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi
perusahaan.
Di sisi lain, bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya
bekerja tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak
ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah serta mengalami stres kerja. Adalah
menjadi tugas manajemen agar karyawan mengelola stres kerja dan memiliki semangat
kerja dan moril yang tinggi serta ulet dalam bekerja. Biasanya karyawan yang puas dengan
apa yang diperolehnya dari perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan
dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya.
Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan
sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan
asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor
apa saja penyebab stres kerja dan yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan.
Dengan tercapainya kepuasan kerja karyawan dan terhindarnya stres kerja maka
produktivitas pun akan meningkat. Di dalam lingkungan kerja, ketegang¬an yang sering
dialami oleh karyawan akan mengganggu situasi kerja serta konsentrasi dalam
menyelesaikan tugasnya. Keadaan itu bisa mengakibatkan menurunnya prestasi kerja yang
tentunya sangat merugikan diri karyawan dan perusahaan.
Timbulnya ketegangan seperti digambarkan di atas pada hakikatnya disebabkan oleh tiga
faktor, yakni masalah organisasi di lingkungan kerja, faktor si karyawan, dan hal lain yang
berhubungan dengan masyarakat. Bisa terjadi seorang karyawan mengalami ketegangan
karena ketiga faktor atau salah satu faktor saja. Faktor di lingkungan kerja yang dapat
menyebabkan ketegangan pada diri seseorang antara lain masalah administrasi, tekanan
yang tidak wajar untuk menyesuai¬kan diri dengan pekerjaan dan situasi kerja, struktur
birokrasi yang tidak tepat, sistem manajemen yang tidak sesuai, perebutan kedudukan,
persaingan yang semakin ketat untuk memperoleh kemajuan, anggaran yang terbatas,
perencanaan kerja yang kurang baik, jaminan pekerjaan yang tidak pasti, beban kerja yang
semakin bertambah dan segala sesuatu yang ada kaitannya dengan pekerjaan.
Kepuasan kerja dalam teori motivasi Maslow menempati peringkat yang tinggi. Sebab ia
berkaitan dengan tujuan manusia untuk merealisasikan dan mengaktualisasikan potensi
dirinya dalam pekerjaan. Namun motivasi ini kadang terbendung oleh berbagai ragam
kerutinan, hambatan lingkungan kerja yang kurang seimbang, atau situasi dan perangkat
kerja yang secara ergonomis tidak mendukung peningkatan produktivitas kerja. Stres yang
dialami karyawan dan kepuasan kerja yang didambakan seolah merupakan dua kondisi yang
bukan saja berkaitan, tetapi sekaligus antagonistis.

3
Melihat pengaruh yang sangat penting antara stres kerja dan tingkat kepuasan kerja
terhadap kinerja karyawan maka dalam makalah ini penulis tertarik mengambil judul ”
Dampak Stres dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka dapat di
diidentifikasi permasalahan-permasalahan berikut :
1. Perlunya mengelola dampak stres kerja dalam peningkatan kinerja karyawan.
2. Masih banyak ditemukan kendala atau hambatan-hambatan dalam mencapai kepuasan
kerja.
3. Dampak stres dan tingkat kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai.
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut diatas dapt dirumuskan permasalahan sebagai
berikut : ”Dampak Stres Dan Tingkat Kepuasan Kerja Terhadap Kinerja Pegawai’
4. Perumusan Masalah Masalah yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah sebagai
berikut :
1. Pengertian Stres Kerja, Kepuasan Kerja dan Kinerja Karyawan
2. Faktor-faktor Penyebab Stres, Dampak Stres kerja pada pegawai dan dampak stres
pada perusahaan dan mengelola stres.
3. Dampak kepuasan kerja terhadap kinerja pegawai dan Faktor-faktor yang yang dapat
menimbulkan kepuasan kerja.
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja.

BAB II

PENGERTIAN STRES KERJA, KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI

A. Pengertian stres

Pengertian Stres adalah suatu kondisi dinamik yang didalamnya seorang individu
dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constraints), atau tuntutan (demands)
yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan
sebagai tidak pasti dan penting. (Schuler : 1980) “Stres adalah suatu kondisi dimana keadaan
tubuh terganggu karena tekanan psikologis. Biasanya stres dikaitkan bukan karena penyakit

4
fisik tetapi lebih mengenai kejiwaan. Akan tetapi karena pengaruh stres tersebut maka
penyakit fisik bisa muncul akibat lemahnya dan rendahnya daya tahan tubuh pada saat
tersebut.” (wikipedia.de/stress).

Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam
konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila
stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Perhatikan misalnya kinerja yang unggul
yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang
“mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk
meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Menurut Charles D, Spielberger (dalam Ilandoyo, 2001:63) menyebutkan bahwa
stres adalah tuntutan-tuntutan eksternal yang mengenai seseorang, misalnya obyek-
obyek dalam lingkungan atau suatu stimulus yang secara obyektif adalah berbahaya.
Stres juga biasa diartikan sebagai tekanan, ketegangan atau gangguan yang tidak
menyenangkan yang berasal dari luar diri seseorang.

Gejala Stres Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mengemukakan gejala stres
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab,
rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang tidak
beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak
berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan,
hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat
terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan,
cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel
menjadi meledak-ledak. Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa
stres merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses
berfikir dan kondisi seseorang dimana ia terpaksa memberikan tanggapan
melcbihi kcrnampuan penyesuaian dirinya terhadap suatu tuntutan eksternal
(lingkungan). Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang
untuk menghadapi lingkungannya. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan
berkembang berbagai macam gejala stres yang dapat mengganggu pelaksanaan
kerja mereka.

1. Pengertian Stres Kerja


Baron & Greenberg(dalam Margiati,1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-
reaksi emosional dan psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu
mendapat halangan dan tidak bisa mengatasinya. Aamodt (dalam Margiati, 1999:71)

5
memandangnya sebagai respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan
konsekuensi dan tindakan ekstcrnai, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik
maupun psikologis.
Berbeda dengan pakar di atas, Landy (dalam Margiati, 1999:71) memahaminya
sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan memenuhinya sehingga
menimbulkan konsekuensi pcnting bagi dirinya. Robbins memberikan definisi stres
sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu dihadapkan pada kesempatan, hambatan
dan keinginan dan hasil yang diperoleh sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan
(Robbins dafam Dwiyanti, 2001:75).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua kondisi
pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya tahan stres
seorang karyawan. Luthans (dalam Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu
tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan
proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan
lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda.
Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati
sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Akibat
adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan kecemasan
yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan kondisi fisik
individu.
Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja Terdapat dua faktor penyebab atau sumber
munculnya stres atau stres kerja, yaitu faktor Lingkungan kerja dan Faktor personal
(Dwiyanti, 2001:75).
a. Faktor Lingkungan Kerja Faktor lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik,
manajemen kantor maupun hubungan sosial di lingkungan pekerjaan.
b. Personal Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
peristiwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di
mana pribadi berada dan mengembangkan diri. Betapapun faktor kedua tidak
secara langsung berhubungan dengan kondisi pekerjaan, namun karena
dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka faktor pribadi
ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara umum
dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
1) Tidak adanya dukungan sosial. Artinya, stres akan cenderung muncul
pada para karyawan yang tidak mendapat dukungan dari lingkungan
sosial mereka. Dukungan sosial di sini bisa berupa dukungan dari
lingkungan pekerjaan maupun lingkungan keluarga. Begitu juga ketika
seseorang tidak memperoleh dukungan dari rekan sekerjanya (baik

6
pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih mudah terkena
stres.
2) Tidak adanya kesempatan bcrpartisipasi dalam pembuatan keputusan
di kantor. Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang
dalam menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang
mengalami stres kerja ketika mereka tidak dapat memutuskan
persoalan yang menjadi tanggung jawab dan kewcnangannya. Stres
kerja juga bisa terjadi ketika seorang karyawan tidak dilibatkan dalam
pembuatan keputusan yang menyangkut dirinya.
3) Pelecehan seksual. Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan
atau dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan.
Pelecehan seksual ini bisa dimulai dari yang paling kasar seperti
memegang bagian badan yang sensitif, mengajak kencan dan
semacamnya sampai yang paling halus berupa rayuan, pujian bahkan
senyuman yang tidak pada konteksnya. Dari banyak kasuspelecehan
seksual yang sering menyebabkan stres kerja adalah perlakuan kasar
atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji promosi jabatan
namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.
4) Kondisi lingkungan kerja. Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa
suhu yang terlalu panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya,
dan semacamnya. Ruangan yang terlalu panas menyebabkan
ketidaknyamanan seseorang dalam menjalankan pekerjaannya, begitu
juga ruangan yang terlalu dingin. Panas tidak hanya dalam pengertian
temperatur udara tetapi juga sirkulasi atau arus udara. Di samping itu,
kebisingan juga memberi andil tidak kecil munculnya stres kerja,
sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan dibanding yang
lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
5) Manajemen yang tidak sehat. Banyak orang yang stres dalam
pekerjaan ketika gaya kepemimpinan para manajernya cenderung
neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat sensitif, tidak percaya
orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu mendramatisir
suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi pembuatan
keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai
bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele
dan semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan
pekerjaannya, yang pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner
dalam Margiati, 1999:73).
6) Tipe kepribadian. Seseorang dengan kcpribadian tipe A cenderung
mengalami sires dibanding kepribadian tipe B. Bebcrapa ciri
kepribadian tipe ini adalah sering merasa diburu-buru dalam
menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran, konsentrasi pada lebih dan

7
satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung tidak puas
terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi dengan
orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non kompetitif.
Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami dilema
kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu
sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun
di sisi lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat
resiko serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
7) Peristiwa/pengalaman pribadi. Stres kerja sering disebabkan
pengalaman pribadi yang menyakitkan, kematian pasangan,
perceraian, sekolah, anak sakit atau gagal sekolah, kehamilan tidak
diinginkan, peristiwa traumatis atau menghadapi masalah
(pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan bahwa tingkat
stress paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal mati
pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh
perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman,
juga termasuk kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati,
1999:73).

B. Pengertian Kepuasan

Kerja Pengertian Kepuasan Kerja Luthans (1998:126) merumuskan kepuasan kerja adalah
suatu keadaan emosi seseorang yang positif maupun menyenangkan yang dihasilkan dan
penilaian suatu pekerjaan atau pengalaman kerja. Kepuasan kerja mencerminkan perasaan
seseorang terhadap pekerjaannya. Hal ini tampak dalam sikap positif karyawan terhadap
pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Setiap karyawan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan nilai yang berlaku pada dirinya.
Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan keinginan dan aspek-aspek diri
individu, maka ada kecenderungan semakin tinggi tingkat kepuasan kerjanya.
Kepuasan kerja dapat mengakibatkan pengaruh terhadap tingkat turnover dan tingkat
absensi terhadap kesehatan fisik dan mental karyawan serta tingkat kelambanan. Kepuasan
dapat dirumuskan sebagai respon umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh
karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya.
Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi mempunyai
seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan
membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi di tempatnya bekerja.
Kepuasan kerja ini akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dan
kenyataan yang didapatkan ditempat bekerja.

8
Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan
kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan
kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan yang
meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan
kesempatan promosi. Selain itu di dalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara
kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat bekerja yang meliputi
jenis pekerjaan, minat, bakat, penghasilan dan insentif.
Menurut Locke dalam Munandar (2001:350) tenaga kerja yang puas dengan
pekerjaannya merasa senang dengan pekerjaannya. Keyakinan bahwa karyawan yang
terpuaskan akan lebih produktif daripada karyawan yang tak terpuaskan merupakan suatu
ajaran dasar diantara para manajer selama bertahun-tahun (Robbins, 2001:26).
Menurut Strauss dan Sayles dalam Handoko (2001:196) kepuasan kerja juga penting
untuk aktualisasi, karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah
mencapai kematangan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Karyawan yang
seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja yang rendah, cepat lelah dan
bosan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada
hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan karyawan yang
mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran kerja
yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat karyawan, dan kadang-kadang
berprestasi bekerja lebih baik daripada karyawan yang tidak memperoleh kepuasan kerja.
Oleh karena itu kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi karyawan maupun
perusahaan, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan kerja
perusahaan.
Kepuasan kerja merupakan hasil keseluruhan dari derajat rasa suka atau tidak sukanya
tenaga kerja terhadap berbagai aspek dari pekerjaannya. Dengan kata lain kepuasan
mencerminkan sikap tenaga kerja terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu karakteristik pekerjaan, gaji, penyeliaan, rekan-rekan sejawat yang
menunjang dan kondisi kerja yang menunjang. (Munandar, 2001:357).

C. Pengertian Kinerja

Pegawai Kinerja adalah sebuah kata dalam bahasa Indonesia dari kata dasar “kerja” yang
menterjemahkan kata dari bahasa asing prestasi. Bisa pula berarti hasil kerja.
Pengertian Kinerja Kinerja dalam organisasi merupakan jawaban dari berhasil atau tidaknya
tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Para atasan atau manajer sering tidak
memperhatikan kecuali sudah amat buruk atau segala sesuatu jadi serba salah. Terlalu
sering manajer tidak mengetahui betapa buruknya kinerja telah merosot sehingga
perusahaan / instansi menghadapi krisis yang serius. Kesan – kesan buruk organisasi yang
mendalam berakibat dan mengabaikan tanda – tanda peringatan adanya kinerja yang
merosot.

9
3. Pengertian Kinerja :

1. Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2001: 67). Selain itu, kinerja juga dapat
diartikan sebagai suatu hasil dan usaha seseorang yang dicapai dengan adanya
kemampuan dan perbuatan dalam situasi tertentu.

2. Kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67) “Kinerja ( prestasi kerja)
adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang
pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya”.

3. Kemudian menurut Ambar Teguh Sulistiyani (2003 : 223) “Kinerja seseorang


merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dapat dinilai
dari hasil kerjanya”.

4. Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34) mengemukakan “kinerja (prestasi kerja) adalah


suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas tugas yang
dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan
kesungguhan serta waktu”.

5. Menurut John Whitmore (1997 : 104) “Kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi


yang dituntut dari seseorang,kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi,
suatu pameran umum ketrampikan”.

6. Menurut Barry Cushway (2002 : 1998) “Kinerja adalah menilai bagaimana


seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target yang telah ditentukan”.

7. Menurut Veizal Rivai ( 2004 : 309) mengemukakan kinerja adalah : “ merupakan


perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang
dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan”.

8. Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson Terjamahaan Jimmy Sadeli dan
Bayu Prawira (2001 : 78), “menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah apa
yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan”.

10
BAB III

PEMBAHASAN

DAMPAK STRES DAN TINGKAT KEPUASAN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI


Perkembangan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan
bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang
berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi
ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Mereka harus rela dipindahkan ke
bagian yang sangat tidak mereka kuasai dan tidak tahu berapa lama lagi
mereka akan dapat bertahan atau dipekerjakan. Selain itu mereka harus
menghadapi bos baru, pengawasan yang ketat, tunjangan kesejahteraan
berkurang dari sebelumnya dan harus bekerja lebih lama dan lebih giat
demi mempertahankan status sosial ekonomi keluarga. Para pekerja di
setiap level mengalami tekanan dan ketidakpastian. Situasi inilah yang
seringkali memicu terjadinya stres kerja.
Dalam hubungan dengan pekerjaan atau profesi yang ditekuni setiap
orang memiliki kemampuan berbeda untuk menyangga beban pekerjaannya.
Interaksi manusia sebagai pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerja
menyebabkan efek positif ataupun efek negatif. Sikap positif terhadap
pekerjaan membuat karyawan menganggap stresor dari pekerjaan sebagai
suatu yang memberikan manfaat baginya sehingga dapat memperlemah
terjadinya stres namun, sebaliknya bila karyawan tidak mampu menghadapi
stresor dari pekerjaan maka hal tersebut akan membuat karyawan mengalami stres.

Charles dan Sharason (1988, hal 29) menjelaskan bahwa stres kerja
terjadi ketika kemampuan individu tidak seimbang atau tidak sesuai
dengan tuntutan dalam lingkungan pekerjaannya. Stres dalam pekerjaan
menimbulkan konsekuensi yang bermacam–macam jenisnya, baik berupa akibat
kognitif, fisiologis maupun keorganisasian. Akibat kognitif dari stres
antara lain adalah ketidakmampuan mengambil keputusan yang sehat, kurang konsentrasi,
sangat peka terhadap kecaman dan rintangan mental. Akibat fisiologis dari stres antara lain
adalah tekanan darah naik, mulut kering, berkeringat dan sebagainya. Akibat keorganisasian
dari stres antara lain adalah kemangkiran, produktivitas rendah, ketidakpuasan kerja,
menurunnya ketertarikan dan loyalitas terhadap organisasi (Gibson, Ivancevich dan
Donnely, 1988). Ada beberapa alasan mengapa masalah stres yang berkaitan dengan
organisasi perlu diangkat ke permukaan pada saat ini (Nimran, 1999:79-80). Di antaranya
adalah:

11
1. Masalah stres adalah masalah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan, dan posisinya
sangat penting dalam kaitannya dengan produkttfitas kerja karyawan.
2. Selain dipengaruhi oleh faktor-faktor yang bersumber dari luar organisasi,
stress juga banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam
organisasi. Oleh karenanya perlu disadari dan dipahami keberadaannya.
3. Pemahaman akan sumber-sumber stres yang disertai dengan pemahaman
terhadap cara-cara mengatasinya, adalah penting sekali bagi karyawan dan
siapa saja yang terlibat dalam organisasi demi kelangsungan organisasi yang
sehat dan efektif.
4. Banyak di antara kita yang hampir pasti merupakan bagian dari satu atau beberapa
organisasi, baik sebagai atasan maupun sebagai bawahan, pernah
mengalami stres meskipun dalam taraf yang amat rendah.
5. Dalam zaman kemajuan di segala bidang seperti sekarang ini manusia
semakin sibuk. Di situ pihak peraiatan kerja semakin modern dan efisien,
dan di lain pihak beban kerja di satuan-satuan organisasi juga semakin
bertambah. Keadaan ini tentu saja akan menuntut energi pegawai yang lebih
besar dari yang sudah-sudah. Sebagai akibatnya, pengalaman-pengalaman
yang disebut stres dalam taraf yang cukup tinggi menjadi semakin terasa.
Masalah-masalah tentang stres kerja pada dasarnya sering dikaitkan dengan
pengertian stres yang terjadi di lingkungan pekerjaan, yaitu dalam proses interaksi
antara seorang karyawan dengan aspek-aspek pekerjaannya. Di dalam
membicarakan stres kerja ini perlu terlebih dahulu mengerti pengertian stres secara
umum.

A. Dampak Stres Kerja

Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang
menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam
pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu
manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang
besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan
merupakan pembangkit stres yang besar perannya terhadap kurang berfungsinya
atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan
yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke
dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam
organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim
organisasi. Hurrel (dalam Munandar, 2001:381 - 401):
1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan Termasuk dalam kategori ini ialah tuntutan
fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan

12
faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja, dan penghayatan dari
resiko dan bahaya.
2. Peran Individu dalam Organisasi. Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan
perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok
tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai
dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu
berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masaiah. Kurang baik
berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meiiputi: konflik peran
dan ketaksaan peran (role ambiguity).
3. Pengembangan Karir Unsur-unsur penting pengembangan karir meliputi
 Peluang untuk menggunakan ketrampilan jabatan sepenuhnya
 Peluang mengembangkan kctrampilan yang baru
 Penyuluhan karir untuk memudahkan keputusan-keputusan yang
menyangkut karir. Pengembangan karir merupakan pembangkit stres
potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan
promosi yang kurang.
4. Hubungan dalam Pekerjaan Hubungan Kerja yang tidak baik terungkap dalam
gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, dan minat yang rendah dalam
pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif
berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi
antar pribadi yang tidak sesuai antara pekerja dan ketegangan psikologikal dalam
bcntuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kodisi kesehatan, dan
rasa diancam oleh atasan dan rekanrekan kerjanya (Kahn dkk, dalam Munandar,
2001:395). 5. Struktur dan iklim Organisasi
5. Faktor stres yang dikenali dalam kategorf ini adalah terpusat pada sejauh
mana tenaga kerja dapat tcrlihat atau berperan serta pada support sosial.
Kurangnya peran serta atau partisipasi dalam pengambilan keputusan berhubungan
dengan suasana hati dan perilaku negalif. Peningkatan peluang untuk berperan
serta menghasilkan peningkatan produktivitas, dan peningkatan taraf dari
kesehatan mental dan fisik.
6. Tuntuan dari Luar Organisasi /Pekerjaan Kategori Pembangkit stres potensial ini
mencakup segala unsur kehidupan seseorang yang dapat berinteraksi dengan
peristiwa-peristiwa kehidupan dan kerja di dalam satu organisasi, dan dapat
memberi tekanan pada individu. Isu-isu tentang keluarga, krisis kehidupan,
kesulitan keuangan, keyakinan-keyakinan pribadi dan organisasi yang
bertentangan, konflik antara tuntutan keluarga dan tuntutan perusahaan,
semuanya dapat merupakan tekanan pada individu dalam
pekerjaannya, sebagaimana halnya stres dalam pekerjaan mempunyai dampak
yang negatif pada kehidupan keluarga dan pribadi.
7. Ciri-Ciri Individu Menurut pandangan interaktifdari stres, stres ditcntukan pula oleh
individunya scndiri, sejauh mana ia melihat situasinya scbagai penuh stres.

13
Reaksireaksi sejauh mana ia melihat situasinya sebagai penuh stres. Reaksi-reaksi
psikologis, fisiologis, dan dalam bentuk perilaku terhadap stres adalah hasil dari
interaksi situasi dengan individunya, mcncakup ciri-ciri kepribadian yang khusus
dan pola-pola perilaku yang didasarkan pada sikap, kebutuhan, nilai-nilai,
pengalaman masa lalu, kcadaan kehidupan dan kecakapan (antara lain intcligensi,
pendidikan, pelatihan, pembelajaran). Dengan demikian, faktor-faktor dalam diri
individu berfungsi sebagai faktor pengaruh antara rangsang dari lingkungan yang
merupakan pembangkit stres potensial dengan individu. Faktor pengubah ini yang
menentukan bagaimana, dalam kenyataannya, individu bereaksi terhadap
pembangkit stres potensial.
I. Dampak Stres Kerja Pada Karyawan Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan
maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu pengaruh yang
menguntungkan perusahaan diharapkan akan rnemacu karyawan untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan scbaik-baiknya. Reaksi terhadap stress dapat merupakan
reaksi bersifat psikis maupun fisik. Biasanya pekerja atau karyawan yang stress akan
menunjukkan perubahan perilaku. Perubahan perilaku tcrjadi pada din manusia sebagai
usaha mengatasi stres. Usaha mengatasi stres dapat berupa perilaku melawan stres (flight)
atau freeze (berdiam diri). Dalam kehidupan sehari-hari ketiga reaksi ini biasanya dilakukan
secara bergantian, tergantung situasi dan bentuk stres. Perubahan-perubahan ini di tempat
kerja merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain (Margiati, 1999:78-
79) :
a. bekerja melewati batas kemampuan
b. kelerlambatan masuk kerja yang sering
c. ketidakhadiran pekerjaan
d. kesulitan membuat keputusan
e. kesalahan yang sembrono
f. kelaiaian menyelesaikan pekerjaan
g. lupa akan janji yang telah dibuat dan kegagalan diri sendiri
h. kesulitan berhubungan dengan orang lain, (i) kerisauan tentang kesalahan
yang dibuat
i. Menunjukkan gejala fisik seperti pada alat pencernaan, tekanan darah tinggi,
radang kulit, radang pernafasan. Strategi Manajemen Stres Kerja Stres dalam
pekerjaan dapat dicegah timbulnya dan dapat dihadapi tanpa memperoleh
dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih daripada sekedar
mengatasinya, yakni betajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Hampir sama pentingnya untuk mengetahui apa yang tidak boleh dilakukan
dan apa yang harus dicoba. Sebagian para pengidap stres di tempat kerja
akibat persaingan, sering melampiaskan dengan cara bekerja lebih keras yang
berlebihan. Ini
bukanlah cara efektif yang bahkan tidak menghasilkan apa-apa untuk
memecahkan sebab dari stres, justru akan menambah masalah lebih jauh.

14
Sebelum masuk ke cara-cara yang lebih spesifik untuk mengatasi stressor
tertentu, harus diperhitungkan beberapa pedoman umum untuk memacu
perubahan dan penaggulangan. Pemahaman prinsip dasar, menjadi bagian
penting agar seseorang mampu merancang solusi terhadap masalah yang
muncul terutama yang berkait dengan penyebab stres dalam hubungannya di
tempat kerja. Dalam hubungannya dengan tempat kerja, stres dapat timbul
pada beberapa tingkat, berjajar dari
j. ketidakmampuan bekerja dengan baik dalam peranan tertentu karena
kesalahpahaman atasan atau bawahan. Atau bahkan dari sebab tidak adanya
ketrampilan (khususnya ketrampilan manajemen) hingga sekedar tidak
menyukai
seseorang dengan siapa harus bekerja secara dekat (Margiati, 1999:76).
Suprihanto dkk (2003:63-64) mengatakan bahwa dari sudut pandang
organisasi, manajemen mungkin tidak khawatir jika karyawannya mengalami
stres yang ringan. Alasannya karena pada tingkat stres lertentu akan
memberikan akibat positif, karena hal ini akan mendesak mereka untuk
melakukan tugas lebih baik.
Tetapi pada tingkat stres yang tinggi atau stres ringan yang berkepanjangan
akan membuat menurunnya kinerja karyawan. Stres ringan mungkin akan
memberikan keuntungan bagi organisasi, tetapi dari sudut pandang individu
hal tersebut bukanmerupakan hal yang diinginkan. Maka manajemen
mungkin akan berpikir untuk menibcrikan tugas yang menyertakan stress
ringan bagi karyawan untuk memberikan dorongan bagi karyawan, namun
sebaliknya itu akan dirasakan sebagai tekanan oleh si pekerja. Maka
diperlukan pendekatan yang tepat dalam mengelola stres, ada dua
pendekatan yaitu pendekatan individu dan pendekatan organisasi.

II. Dampak Stres Terhadap Perusahaan Sebuah organisasi dapat dianalogikan sebagai
tubuh manusia. Jika salah satu dari anggota tubuh itu terganggu, maka akan
menghambat keseluruhan gerak, menyebabkan seluruh tubuh merasa sakit dan
menyebabkan individunya tidak dapat berfungsi secara normal. Demikian pula jika
banyak di antara karyawan di dalam organisasi mengalami stress kerja, maka
produktivitas dan kesehatan organisasi itu akan terganggu. Jika stress yang dialami
oleh organisasi atau perusahaan tidak kunjung selesai, maka sangat berpotensi
mengundang penyakit yang lebih serius. Bukan hanya individu yang bisa mengalami
penyakit, organisasi pun dapat memiliki apa yang dinamakan Penyakit Organisasi.
Randall Schuller (1980), mengidentifikasi beberapa perilaku negatif karyawan yang
berpengaruh terhadap organisasi. Menurut peneliti ini, stress yang dihadapi oleh
karyawan berkorelasi dengan penurunan prestasi kerja, peningkatan ketidakhadiran
kerja, serta tendensi mengalami kecelakaan. Secara singkat beberapa dampak
negatif yang ditimbulkan oleh stress kerja dapat berupa:

15
1. Terjadinya kekacauan, hambatan baik dalam manajemen
maupun operasional kerja
2. Mengganggu kenormalan aktivitas kerja
3. Menurunkan tingkat produktivitas
4. Menurunkan pemasukan dan keuntungan perusahaan.
Kerugian finansial yang dialami perusahaan karena tidak
imbangnya antara produktivitas dengan biaya yang
dikeluarkan untuk membayar gaji, tunjangan, dan fasilitas
lainnya. Banyak karyawan yang tidak masuk kerja dengan
berbagai alasan, atau pekerjaan tidak selesai pada waktunya
entah karena kelambanan atau pun karena banyaknya
kesalahan yang berulang.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:
• Kepuasan kerja renda
• Kinerja yang menurun
• Semangat dan energi menjadi hilang
• Komunikasi tidak lancar
• Pengambilan keputusan jelek
• Kreatifitas dan inovasi kurang
• Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.

Pendekatan dalam mengelola stres :

1. Pendekatan Individu Seorang karyawan dapat berusaha sendiri untuk mcngurangi level
stresnya. Strategi yang bersifat individual yang cukup efektif yaitu; pengelolaan waktu
latihan fisik, latihan relaksasi, dan dukungan sosial. Dengan pengelolaan waktu yang baik
maka seorang karyawan dapat menyelesaikan tugas dengan baik, tanpa adanya tuntutan kerja
yang tergesa-gesa. Dengan latihan fisik dapat meningkatkan kondisi tubuh agar lebih prima
sehingga mampu menghadapi tuntutan tugas yang berat. Selain itu untuk mengurangi sires
yang dihadapi pekerja pcrlu dilakukan kegiatan-kegiatan santai. Dan sebagai stratcgi terakhir
untuk mengurangi stres adalah dengan roengumpulkan sahabat, kolega, keluarga yang akan
dapat memberikan dukungan dan saran-saran bagi dirinya

2. Pendekatan Organisasi

Beberapa penyebab stres adalah tuntutan dari tugas dan peran serta struktur organisasi yang
scmuanya dikendalikan oleh manajemen, schingga faktor-faktor itu dapat diubah. Oleh
karena itu strategi-strategi yang mungkin digunakan oleh manajemen untuk mengurangi stres
karyawannya adalah melalui seleksi dan penempatan, penetapan tujuan, redesain pekerjaan,
pengambilan keputusan partisipatif, komunikasi organisasional, dan program kesejahteraan.
Melalui strategi tersebut akan menyebabkan karyawan memperoleh pekerjaan yang sesuai
dengan kemampuannya dan mereka bekerja untuk tujuan yang mereka inginkan serta adanya

16
hubungan interpersonal yang sehat serta perawatan terhadap kondisi
fisik dan mental.

B. Dampak Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Pegawai

Faktor penting yang mempengaruhi prestasi kerja adalah motivasi kerja. Motivasi berasal dari
kata motive. Motive adalah keadaan dalam diri seseorang yang menimbulkan kekuatan,
menggerakkan, mendorong, mengarahkan, motivasi. Menurut Gerungan motivasi adalah
sesuatu yang menimbulkan semangat atau dorongan kerja (Gerungan, 1982: 23). Semakin
besar motivasi kerja karyawan semakin tinggi prestasi kerjanya. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa motivasi kerja adalah faktor yang sangat penting dalam peningkatan prestasi
kerja.

Selain ditentukan oleh motivasi kerjanya, prestasi kerja karyawan juga ditentukan oleh
kepuasan kerjanya. Kepuasan kerja adalah keadaan emosional yang menyenangkan dengan
mana para karyawan memandang pekerjaan mereka (As’ad, 1994: 133).
Kepuasan kerja mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dari
sikap karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu di lingkungan kerjanya. Menurut
Handoko (1998: 193):Menjadi kewajiban setiap pemimpin perusahaan untuk menciptakan
kepuasan kerja bagi para karyawannya, karena kepuasan kerja merupakan faktor yang
diyakini dapat mendorong dan mempengaruhi semangat kerja karyawan agar karyawan dapat
bekerja dengan baik dan secara langsung akan mempengaruhi prestasi karyawan.

Seorang manajer juga dituntut agar memberikan suasana kerja yang baik dan
menyenangkan juga jaminan keselamatan kerja sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.
Menurut As’ad (2000: 102):Kepuasan kerja menjadi menarik untuk diamati karena
memberikan manfaat, baik dari segi individu maupun dari segi kepentingan industri. Bagi
individu diteliti tentang sebab dan sumber kepuasan kerja, serta usaha yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kepuasan kerja individu, sedangkan bagi industri, penelitian dilakukan
untuk kepentingan ekonomis, yaitu pengurangan biaya produksi dan peningkatan produksi
yang dihasilkan dengan meningkatkan kepuasan kerja.

Salah satu cara yang ditempuh departemen personalia untuk meningkatkan prestasi
kerja, adalah melalui pemberian upah berdasarkan sistem insentif. Sistem insentif adalah
sistem pemberian upah berdasarkan prestasi kerja karyawan (Simamora, 1998: 629). Tujuan
sistem insentif pada hakekatnya adalah untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam
berupaya meningkatkan prestasi kerjanya dengan menawarkan perangsang finansial bagi
karyawan yang mampu mencapai prestasi kerja tinggi. Menurut Handoko “Bagi mayoritas
karyawan, uang masih tetap merupakan motivasi kuat – atau bahkan paling kuat” (Handoko,
1998: 176). Atas dasar itulah diperkirakan pemberlakuan sistem insentif akan mampu
membuat karyawan termotivasi untuk meningkatkan prestasi kerjanya, yang pada akhirnya
akan memberikan dampak positif bagi perusahaan.

17
Peningkatan kepuasan kerja karyawan pada suatu organisasi tidak bisa dilepaskan dari
peranan pemimpin dalam organisasi tersebut, kepemimpinan merupakan kunci utama dalam
manajemen yang memainkan peran penting dan strategis dalam kelangsungan hidup suatu
perusahaan, pemimpin merupakan pencetus tujuan, merencanakan, mengorganisasikan,
menggerakkan dan mengendalikan seluruh sumber daya yang dimiliki sehingga tujuan
perusahaan dapat tercapai secara efektif dan efisien. Kepemimpinan manajerial dapat
didefinisikan sebagai suatu proses pengarahan dan pemberian pengaruh pada kegiatan-
kegiatan dari sekelompok anggota yang saling berhubungan tugasnya (Handoko, 2001 : 291).
Oleh sebab itu pemimpin suatu organisasi perusahaan dituntut untuk selalu mampu
menciptakan kondisi yang mampu memuaskan karyawan dalam bekerja sehingga diperoleh
karyawan yang tidak hanya mampu bekerja akan tetapi juga bersedia bekerja kearah
pencapaian tujuan perusahaan. Mengingat perusahaan merupakan organisasi bisnis yang
terdiri dari orang-orang, maka pimpinan seharusnya dapat menyelaraskan antara kebutuhan-
kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi yang dilandasi oleh hubungan manusiawi
(Robbins, 2001:18). Sejalan dengan itu diharapkan seorang pimpinan mampu memotivasi dan
menciptakan kondisi sosial yang menguntungkan setiap karyawan sehingga tercapai
kepuasan kerja karyawan yang berimplikasi pada meningkatnya produktivitas kerja
karyawan.

Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan
kerja karyawan, model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) dari Hackman dan
Oldham (1980) adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment)
yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill
variety), Jati diri dari tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi
(autonomy) dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek
besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin
besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan merasa
pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama,
sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan.
Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat
seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam
menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini
merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga
keadaan psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul
tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi
psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan
kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.

Karakteristik pekerjaan seorang karyawan jelas terlihat desain pekerjaan seorang karyawan.
Desain pekerjaan menentukan bagaimana pekerjaan dilakukan oleh karena itu sangat
mempengaruhi perasaan karyawan terhadap sebuah pekerjaan, seberapa pengambilan
keputusan yang dibuat oleh karyawan kepada pekerjaannya, dan seberapa banyak tugas yang
harus dirampungkan oleh karyawan.

18
a. Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti
mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang
disengaja. Karyawan yang tingkat kepuasannya tinggi akan rendah tingkat
kemangkirannya dan demikian sebaliknya, organisasi-organisasi dengan karyawan
yang lebih terpuaskan cenderung lebih efektif dari pada organisai-organisasi dengan
karyawan yang tak terpuaskan sehingga dapat meningkatkan produktivitas organisasi
dan salah satu penyebab timbulnya keinginan pindah kerja adalah kepuasan pada
tempat kerja sekarang. (Robbins 2001). Fungsi kepuasan kerja adalah:a. Untuk
meningkatkan disiplin karyawan dalam menjalankan tugasnya. Karyawan akan datang
tepat waktu dan akan menyelesaikan tugasnya sesuai dengan waktu yang telah
ditentukan.
b. Untuk meningkatkan semangat kerja karyawan dan loyalitas karyawan terhadap
perusahaan.
Kepuasan kerja staff merupakan faktor yang diyakini dapat mendorong dan
mempengaruhi semangat kerja staff. Keberhasilan seorang staff dalam bekerja, akan
secara langsung mempengaruhi prestasi kerjanya di kemudian hari.

Faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan kerja staff, menurut Burt, meliputi:

1) Faktor Individual (umur, jenis kelamin dan sikap pribadi terhadap pekerjaan
2) Faktor Hubungan Antar staff, yang di dalamnya termasuk: hubungan antara manajer
danstaff, hubungan sosial diantara sesama, sugesti dari teman sekerja, faktor fisik dan
kondisi tempat kerja, emosi dan situasi kerja
3) Faktor Eksterna, meliputi: keadaan keluarga, rekreasi, pendidikan. Keberadaan faktor-
faktor tersebut akan meningkatkan motivasi bagi staff untuk memperoleh tingkat
kepuasan kerja.

Kepuasan kerja pada dasarnya merupakan hal yang bersifat individual. Setiap individu staff
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan keinginan dan sistem nilai yang
dianutnya. Semakin banyak aspek dalam pekerjaannya yang sesuai dengan keinginan dan
sistem nilai yang dianut individu, semakin tinggi tingkat kepuasan yang didapat.

C. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah:

Pertama, efektivitas dan efisiensi. Menurut Prawirosentono (1999: 27) bila suatu tujuan
tertentu akhirnya bias dicapai, kita boleh mengatakan bahwa kegiatan tersebut efektif tetapi
apabila akibat-akibat yang tidak dicari kegiatan mempunyai nilai yang penting dari hasil yang
dicapai sehingga mengakibatkan ketidakpuasan walaupun efektif dinamakan tidak efisien.
Sebaliknya, bila akibat yang dicari-cari tidak penting atau remeh maka kegiatan tersebut
efisien.

Kedua, otoritas (wewenang). Arti otoritas menurut Barnard (dalam Prawirosentono, 1999:
27) adalah sifat dari suatu komunikasi atau perintah dalam suatu organisasi formal yang

19
dimiliki (diterima) oleh seorang anggota organisasi kepada anggota yang lain untuk
melakukan suatu kegiatan kerja sesuai dengan kontribusinya (sumbangan tenaganya).
Perintah tersebut menyatakan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan
dalam organisasi tersebut.

Ketiga, disiplin. Menurut Prawirosentono (1999: 30) disiplin adalah taat kepada hukum dan
peraturan yang berlaku. Jadi, disiplin karyawan adalah kegiatan karyawan
yang bersangkutan dalam menghormati perjanjian kerja dengan organisasi di mana dia
bekerja.

Keempat, inisiatif yaitu berkaitan dengan daya pikir dan kreativitas dalam bentuk ide untuk
merencanakan sesuatu yang berkaitan dengan tujuan organisasi. Jadi, inisiatif adalah daya
dorong kemajuan yang bertujuan untuk mempengaruhi kinerja organisasi.

20
BAB IV

PENUTUP

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
dikarenakan adanya ketidakseimbangan antara karakteristik kepribadian karyawan
dengan karakteristik aspek-aspek pekerjaannya dan dapat terjadi pada semua
kondisi pekerjaan. Adanya beberapa atribut tertentu dapat mempengaruhi daya
tahan stres seorang karyawan.

Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat


dikelompokkan ke dalam lima kategori besar yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan,
peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam

pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi. Stres dalam pekerjaan dapat dicegah timbulnya
dan dapat dihadapi tanpa memperoleh dampaknya yang negatif. Manajemen stres lebih
daripada sekedar mengatasinya, yakni belajar menanggulanginya secara adaplif dan efektif.
Ada banyak faktor yang mempengaruhi productivitas kerja pegawai. Pegawai bekerja secara
produktif atau tidak banyak tergantung pada banyak faktor. Faktor motivasi, kepuasan kerja,
tingkat stress, kondisi fisik pekerjaan, sistem kompensasi, desain pekerjaan dan aspek-aspek
ekonomis sangatlah ikut berperan.

Pegawai dengan tingkat motivasi kerja yang tinggi, sebagai sumber daya penggerak,
pengguna dan pemberi manfaat bagi sumber daya lainnya memberi kontribusi besar dalam
keberhasilan perusahaan. Perusahaan dengan modal besar, nama besar , dan sistem operasi
yang sudah teruji keberhasilannya sekalipun akan mengalami hambatan dalam
mempertahankan usaha jika mengabaikan aspek sumber daya manusia. Agar pegawai dapat
bekerja dengan baik, maksimal, dan mempunyai motivasi tinggi perusahaan harus
memperhatikan kepuasan kerja pegawai.

Salah satu penentu kepuasan kerja pegawai adalah faktor pekerjaan itu sendiri. Pegawai yang
menganggap pekerjaannya membosankan, kurang menantang dan tidak membantu dirinya
berkembang, tidak akan dapat berkonsentrasi penuh dalam bekerja sehingga apa yang mereka
hasilkan menjadi tidak maksimal. Sebaliknya pegawai yang merasa pekerjaannya menantang,
berguna bagi orang banyak, dan membantu mereka dalam berkembang akan secara maksimal
melakukan pekerjaannnya dan bermotivasi tinggi.

21
Dalam konteks meningkatkan kepuasan kerja, maka seorang manajer dituntut untuk
memberikan suasana kerja yang baik dan menyenangkan, adanya jaminan/keselamatan kerja
sehingga karyawan akan merasa terpuaskan.

Secara empirik, ada hubungan antara kepuasan kerja dengan produktivitas. Kepuasan kerja
pegawai yang tinggi dapat membuat pegawai bekerja dengan lebih baik yang pada akhirnya
akan meningkatkan produktivitas.

Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Pegawai dengan kepuasan kerja tinggi
akan mencapai kematangan psikologis. Pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja yang baik
biasanya mempunyai catatan kehadiran, perputaran kerja dan prestasi kerja yang baik
dibandingkan dengan pegawai yang tidak mendapatkan kepuasan kerja. Oleh karena itu
kepuasan kerja memiliki arti yang sangat penting untuk memberikan situasi yang kondusif di
lingkungan perusahaan.

22
DAFTAR PUSTAKA

http://www.google.co.id

http://id.wikipedia.org/wiki/Kepuasan_Kerja”
http://jurnal-sdm.blogspot.com/2007/11/faktor-faktor-yang-mendorong – kepuasan.html

http://agungpia.multiply.com/journal/item/35/Stress_Kerja_pengertian_dan_pengenalan.

http://forum.datalowongankerja.com/index.php?action=printpage;topic=22.0

http://lensaprofesi.blogspot.com/2008/09/mengelola-stres-kerja.html Oleh :Ns. Abdul Haris


Awie, S.Kep

23

Anda mungkin juga menyukai