Anda di halaman 1dari 4

Ambiguitas Demokrasi: Antara Otoriter dan Anarkisme

Oleh
Widia Astuti (Nim A. 312. 1823. 022)

Judul Ambiguitas demokrasi antara otoriter dan anarkisme


Nama jurnal Jurnal ketahanan nasional
Volume dan halaman Volume 5 halaman 61-74
Tahun terbit 2000
Penulis Drs. Helmizan Za, M.Si
Reviewer Widia Astuti
Tanggal review 15 November 2023
Ringkasan isi Artikel ini membahas ambiguitas demokrasi antara otoriter dan
anarkis. Ambiguitas demokrasi dapat bersekutu dengan otoriter dan
anarkis, meskipun secara teoritis demokrasi adalah lawan dari otoriter
dan anarkis. Akibatnya demokrasi berfungsi ganda yakni sebagai alat
penataan negara sekaligus sebagai alat pengganti senjata untuk
menaklukan negara dan rakyat. Secara teoritis demokrasi itu baik,
namun dalam praktek tetap ambiguis. Kalimat tersebut mengacu pada
teori plato dan aristeoteles dalam siklus kenegaraan yang terjadi di
era modern ini, bahwa demokrasi tidak mengenal batas kebebasan
misalnya dalam menggelar tuntutan atas nama rakyat dan tidak
terkendali dapat menciptakan anarkis. Teori tersebut relevan dengan
situasi dan kondisi negara yang telah terjadi kekalutan negara,
Kecenderungan ini dapat didasarkan kepada beberapa hal yaitu:
1. Adanya tuntutan yang semakin kuat dan gencar dari
kelompok radikal untuk menghapus ideologi dan falsafah
bangsa dan negara, dengan cara menteror serta berupaya
melenyapkan komponen kekuatan bangsa yang memiliki
komimten untuk membela negara. Demikian juga dengan
kelompok ekstrim yang berupaya secara terus menerus
menciptakan suasana anarkis.
2. Tuntutan semakin kuat dan transparan dari kelompok separatis
untuk memperoleh pengakuan dari pemerintah dengan cara
menggalang dukungan dari masyarakat internasional. Bila
pengakuan ini terwujud maka mereka tidak lagi dikategorikan
separatis tetapi menjadi kelompok pejuang kemerdekaan yang
akhirnya dilegitimasi oleh negara-negara dunia.
3. Adanya support dari kelompok anti golongan, SARA, dan
spion terhadpa gerakan yang dimaksud sehingga terbentuk
kekuatan yang semakin besar untuk meruntuhkan bangsa dan
negara yang menjungjung tinggi nilai keimanan dan
ketakwaan.
Demokrasi yang dilaksanakan di dunia sebanarnya masih bersifat
ambigu dan jika tidak diwaspadai akan bisa terseret ke otoriter dan
anarkis. Pada awal reformasi, demokrasi Indonesia telah
menunjukkan tanda-tanda yang baik, namun sekarang menjadi
berambiguis anarkis yang sangat berbahaya. Kita hanya pandai
berteriak “demokrasi” tapi belum mampu memahami dan mecermati
arti, makna serta maksud dan tujuannya. Sehingga perlu pemantapan
pendidikan politik melalui pendidikan kewarganegaraan. Demokrasi
hendaknya mewujudkan ketahanan nasional bukan kekuasaan dan
kebebasan bertindak yang dapat menghancurkan bangsa dan negara,
dan bukan juga meraih predikat negara super demokrasi tetapi
rakyatnya tetap menderita.

Tanggapan/ulasan Sejalan dengan perkembangan kehidupan kebangsaan dan


kritis
ketatanegaraan Indonesia dengan melalui amandemen UUD 1945
istilah reschsstaat atau negara hukum sudah disebutkan dalam batang
tubuh UUD 1945 yang mempertegas ambiguitas demokrasi bahwa
Indonesia adalah negara hukum yang demokratis bukan anarkis dan
otoriter. Melalui konstitusi amandemen ketiga tahun 2001, telah
terbentuk lembaga-lembaga baru di bidang penegakan hukum dan
keadilan contohnya KY yang semakin memperkokoh dan
mempertegas komitmen bahwa Indonesia adalah negara demokratis
bukan negara otoriter-represif seperti yang diklaim pada artikel di
atas. Pada negara yang demokratis hukum harus diposisikan sebagai
acuan tertinggi dalam keseluruhan proses penyelenggaraan negara.
Konsekuensi logis dari komitmen ini adalah seluruh proses
penyelenggaraan negara dari organ negara berupaya untuk mencapai
tujuan didirikannya negara RI yaitu menjamin kesejahteraan rakyat,
menjamin keadilan dan HAM berdasarkan konstitusi.
Posisi demokrasi pada negara hukum bertujuan untuk
membatasi kekuasaan pemrintah dan menolak segala bentuk
kekuasaan tanpa batas. Sehingga demokrasi harus berlandaskan
hukum dan konstitusi, karena pelaksanaan demokrasi tanpa didasar
dengan penegakan hukum yang baik berakibat anarkis. Demokrasi
Indonesia yang berlandaskan hukum ini menjawab ambiguitas dari
demokrasi bahwa di Indonesia yang menjadi pilar utama dalam
negara hukum yang demokratis adalah demokrasi konstitusional.
Ambiguitas demokrasi antara anarkis dan otoriter seperti yang
dipaparkan dalam artikel ini bisa terhindarkan. Asalkan demokrasi
harus diletakkan dalam koridor hukum yang benar karena jika tidak
demokrasi dapat berkembang kearah yang keliru, karena dapat
ditafsirkan secara sepihak entah ditafsirkan anarkis arau otoriter. Jika
hal ini terjadi pada sebuah negara hukum, maka runtuh dan lenyaplah
esensi negara hukum dan demokratis negara. Demokrasi yang benar
adalah demkrasi yang teratur dam berdasarkan hukum. Itulah kenapa
antara ide demokrasi dan nomorkasi harus berjalan seiringan untuk
negara disebut sebagai negara demokrasi dan negara hukum.

Daftar Pustaka
Hafsin, A. (2010). Demokrasi Di Indonesia Antara Pembatasan dan Kebebasan Beragama.
Analisa, 17(1), 9. https://doi.org/10.18784/analisa.v17i1.111
Heriyanti Lesti, S. B. (2022). Arah Demkrasi Ideal Indonesia Berbasis Keragaman Etnis. 1(2).
Maggalatung, A. S. (2015). Indonesia Negara Hukum Demokratis Bukan Negara Kekuasaan
Otoriter. SALAM: Jurnal Sosial Dan Budaya Syar-I, 2(2), 1–12.
https://doi.org/10.15408/sjsbs.v2i2.2379
Ridhuan, S., Ningsih, R., & Nur, S. M. (2021). Ambiguitas Dan Dampak Negatif Pemilihan
Kepala Daerah Langsung Dalam Perspektif Filosofi Pancasila. Eduscience : Jurnal Ilmu
Pendidikan, 7(01). https://doi.org/10.47007/edu.v7i01.4643
Za, H. (2000). Ambiguitas Demokrasi: Antara Otoriter dan Anarkisme. In Jurnal Ketahanan
Nasional (Vol. 5, Issue 3, pp. 61–74).

Anda mungkin juga menyukai