Anda di halaman 1dari 5

Nama : Lidya Kusuma Putri

Kelas : 2B
Nim : PO7124322063

KOMPLIKASI NIFAS DAN PENATALAKSANAANNYA

 GANGGUAN JALAN LAHIR


ROBEKAN JALAN LAHIR
A. Definisi
Rupture perineum adalah kondisi yang bisa dialami oleh wanita saat melakukan persalinan
normal (pervaginam). Kondisi ini ditandai dengan robeknya perineum, yaitu jaringan, otot, dan
kulit yang berada di antara vagina dan anus. Ruptur perineum adalah kondisi yang dapat terjadi
secara tiba-tiba ataupun iatrogenik karena persalinan dengan bantuan instrumen tertentu serta
prosedur episiotomi (teknik sayatan pada perineum untuk memperbesar jalan lahir agar proses
persalinan lebih cepat dan menghindari kerusakan pada jaringan perineum yang lebih parah).
Ruptur perineum adalah kondisi yang kerap terjadi pada wanita selama proses persalinan
berlangsung. Adapun faktor-faktor yang memengaruhi terjadinya ruptur perineum pada ibu
saat bersalin adalah sebagai berikut:
1. Persalinan pertama.
2. Persalinan dengan menggunakan alat bantu, seperti forsep dan vakum ekstraktor.
3. Pernah mengalami robekan perineum di persalinan sebelumnya.
4. Bayi dalam kandungan berukuran besar dan berat badan lebih dari 3,5 kilogram.
5. Bayi lahir dengan posisi posterior (kepala berada dibawah dan menghadap ke perut ibu).
6. Menjalani prosedur episiotomi.
7. Memiliki jaringan perineum yang lebih pendek.
8. Persalinan berlangsung lebih lama atau ibu harus mengejan dalam waktu yang lama.
9. Melahirkan saat berusia di atas 35 tahun.

B. Komplikasi Rupture Perineum


Apabila tidak segera ditangani dengan tepat, ruptur perineum berisiko menimbulkan
sejumlah komplikasi, seperti:
1. Nyeri akibat luka pada jalan lahir yang dapat bertahan hingga berminggu-minggu.
2. Perdarahan.
3. Hematoma (penumpukan darah abnormal di luar pembuluh darah).
4. Infeksi.
5. Dispareunia, nyeri saat berhubungan seksual.
6. Dehisensi luka, yaitu terbukanya kembali luka operasi yang telah dijahit.
7. Fistula ani.
8. Disfungsi dasar panggul.
9. Inkontinensia urine.

C. Penanganan Rupture Perineum


1. Penjahitan Luka Robek
Prosedur jahit tersebut dilakukan pada ruang bersalin sesaat setelah proses persalinan
selesai dilakukan. Lalu, bidan akan memberikan anestesi atau bius lokal untuk menghilangkan
rasa nyeri di sekitar area tersebut selama proses penjahitan berlangsung. Setelah penjahitan
selesai dilakukan, bidan juga dapat memberikan obat analgesik dan meletakkan kompres dingin
pada bekas jahitan untuk membantu meredakan rasa nyeri.
2. Perawatan Mandiri di Rumah
Sebagai upaya mempercepat proses pemulihan ruptur perineum, dapat menganjurkan
pasien untuk melakukan perawatan mandiri di rumah. Adapun sejumlah perawatan mandiri
yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan pemulihan ruptur perineum adalah:
a. Menjaga luka bekas jahitan agar tetap bersih dan kering.
b. Membersihkan dan mengeringkan vagina setelah buang air kecil atau buang air besar
dengan tisu bersih.
c. Meletakkan kompres dingin pada luka bekas jahitan untuk mengurangi bengkak dan
rasa nyeri.
d. Menghindari mengangkat beban yang terlalu berat, tidur dengan posisi miring, dan
menggunakan bantal atau alas empuk saat duduk untuk mengurangi tekanan pada
perineum dan vagina.
e. Mengonsumsi obat pereda nyeri apabila cara-cara di atas tidak dapat membantu
meringankan nyeri akibat ruptur perineum.

D. Cara Mencegah Rupture


1. Rutin Berolahraga selama Hamil
2. Melakukan Pijat Perineum dan Latihan Mengejan
3. Kompres Area Perineum dengan Air Hangat sebelum Persalinan
4. Mengejan dengan Baik
5. Memilih Posisi yang Tepat saat Melahirkan
DISTOSIA
A. Definisi
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia karena
kelainan jalan lahir adalah distosia yang disebabkan karena adanya kelainan pada jaringan keras
atau tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.

B. Etiologi
Distosia kelainan jalan lahir disebabkan karena adanya kelainan pada jaringan keras atau
tulang panggul.(Sujiyatini dkk,2009). Macam – Macam Distosia Jalan Lahir keras atau kelainan
panggul :
a. Kesempitan Pintu Atas Panggul. Pintu atas panggul dianggap sempit kalau konjugata
vera kurang dari 10 cm atau kalau diameter transversa kurang dari 12 cm. kesempitan
pada konjugata vera (panggul picak) umumnya lebih menguntungkan daripada
kesempitan pada semua ukuran (panggul sempit seluruhnya). Oleh karena pada panggul
sempit kemungkinan lebih besar bahwa kepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka
dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini dapat
mengakibatkan inersia uteri serta lambannnya pendataran dan pembukaan serviks.
b. Kesempitan Bidang Tengah Panggul. Dengan sacrum melengkung sempurna, dinding-
dinding panggul tidak berkonvergensi, foramen iskiadikum mayor cukup luas, dan spina
iskiadika tidak menonjol ke dalam, dapat diharapkan bahwa panggul tengah tidak akan
menyebabkan rintangan bagi lewatnya kepala janin. Apabila ukuran antara spina kurang
dari 9 cm, perlu kita waspada terhadap kemungkinan kesukaran pada persalinan,
apalagi bila diameter sagitalis posterior juga pendek. Pada panggul tengah yang sempit,
lebih sering ditemukan posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala
dalam posisi lintang tetap (transverse arrest).
c. Kesempitan Pintu Bawah Panggul. Pintu bawah panggul merurpakan bidang yang tidak
datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar
yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil
daripada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil pula (kurang dari 80°).

Hubungan antara kepala dengan pintu bawah panggul :


a. Pintu bawah panggul anak lahir spontan.
b. Pintu bawah panggul sempit tapi diameter sagitalis posterior cukup, sehingga anak
dapat lahir tetapi agak kebelakang.
c. Pintu bawah panggul sempit, juga diameter sagitallis posteriornya, sehingga anak tak
dapat lahir.( Obstetri patologi 1984 : 215 )
C. Tanda dan Gejala
1. Bagian terbawah anak goyang dan tes osborn (+)
2. Dijumpai kesalahan-kesalahan letak presentasi dan posisi
3. Fleksi kepala tidak ada, bahkan setelah persalinan dimulai
4. Sering dijumpai tali pusat terkemuka dan menumbung

D. Penatalaksanaan
Sebenarnya panggul hanya merupakan salah satu faktor yang menentukan apakah anak
dapat lahir spontan atau tidak, disamping banyak faktor lain yang memegang peranan dalam
prognosa persalinan. Bila konjugata vera 11 cm, dapat dipastikan partus biasa, dan bila ada
kesulitan persalinan, pasti tidak disebabkan oleh faktor panggul. Untuk CV kurang dari 8,5 cm
dan anak cukup bulan tidak mungkin melewati panggul tersebut.
1. CV 8,5 - 10 cm dilakukan partus percobaan yang kemungkinan berakhir dengan partus
spontan atau dengan ekstraksi vakum, atau ditolong dengan secio caesaria sekunder
atas indikasi obstetric lainnya.
2. CV = 6 -8,5 cm dilakukan SC primer
3. CV = 6 cm dilakukan SC primer mutlak.
Disamping hal-hal tersebut diatas juga tergantung pada:
▪ His atau tenaga yang mendorong anak
▪ Besarnya janin, presentasi dan posisi janin
▪ Bentuk panggul
▪ Umur ibu dan anak berharga
▪ Penyakit ibu (Sinopsis Obstetri 1998:328)

 GANGGUAN TRAKTUS URINARIUS


A. Definisi
Traktus urinarius terdiri dari ginjal , ureter , kandung kemih, dan uretra. Normalnya memiliki
2 buah ginjal yang keduanya terhubung ke kandung kemih melalui saluran yang disebut ureter.
Dari kandung kemih , air kemih mengalir keluar melalui saluran yang disebut uretra. Traktus
urinarius bisa mengalami trauma , sehingga dapat mengalami kerusakan atau gangguan.
Trauma pada traktus urinarius bisa dibedakan menjadi :
1. Trauma tumpul, misalnya akibat kecelakaan kendaraan bermotor atau terjatuh
2. Trauma tajam, misalnya akibat luka tusuk atau luka tembak

Pada kasus yang jarang, trauma ini dapat disebabkan oleh tindakan medis , seperti :
1. Trauma saat melakukan pembedahan pada perut atau panggul, misalnya operasi
pengangkatan rahim atau perbaikan aneurisma aorta pada perut
2. Trauma saat melakukan cystoscopy atau ureteroscopy
B. Tanda dan Gejala
1. Nyeri pada perut atau pinggang
2. Adanya kebocoran air kemih dari luka yang ada
3. Demam, jika terjadi infeksi
4. Adanya darah pada air kemih

Berbagai komplikasi yang bisa terjadi akibat trauma pada traktus urinarius yang tidak segera
diatasi antara lain :
1. Terbentuknya fistula (saluran penghubung abnormal ke struktur tubuh lainnya)
2. Penyempitan saluran kemih, misalnya akibat terbentuknya jaringan parut
3. Infeksi

C. Diagnosis Trauma Traktus Urinarius


Karena gejala yang timbul kurang spesifik , terkadang trauma tidak langsung segera
diketahui . Kecurigaan adanya trauma pada saluran kemih biasanya didasarkan adanya luka
atau riwayat trauma / tindakan pembedahan yang baru terjadi. Pemeriksaan lebih lanjut perlu
dilakukan jika pemeriksaan urinalisa menunjukkan ditemukannya darah pada penderita dengan
riwayat trauma. Ada berbagai pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu memastikan
diagnosa ,seperti :
1. Pemeriksaan CT Scan (Computed Tomography Scan)
2. Pemeriksaan urografi retrograde
3. Pemeriksaan rektal, untuk melihat apakah terdapat cedera pada usus.

D. Penatalaksanaan Trauma Traktus Urinarius


Penanganan yang diberikan tergantung dari cedera traktus urinarius yang terjadi. Tujuan
terapi adalah untuk mengendalikan gejala yang timbul , memperbaiki cedera yang terjadi , dan
mencegah komplikasi yang akan terjadi. Beberapa penanganan yang bisa dilakukan antara lain
dengan memasang saluran kateter untuk mengalirkan air kemih hingga cedera pada saluran
kemih sembuh atau dilakukan tindakan pembedahan pada cedera yang lebih berat.

Anda mungkin juga menyukai