Anda di halaman 1dari 8

Pembahasan

1.Bagaimana penyelesaian sengketa batas wilayah administratif di Gunung Ijen


antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso?
Penyelenggaraan pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu perangkat
daerah, demikian perangkat daerah juga disebut dengan perangkat desentralisasi yang
berfungsi mennyelengarakan urusan-urusan desentralisasi. Perangkat Daerah secara
umum terdiri dari sekretariat daerah, sekretariat DPRD, Dinas daerah, Lembaga
Teknis Daerah atau Badan Daerah, dan khusus untuk perangkat daerah pemerintah
daerah Kabupaten/Kota di tambah dengan Kecamatan dan Kelurahan1.
Pemerintah Daerah dalam mewujudkan tugas distribusi oleh pemerintah pusat
diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus daerahnya. Sehingga
pemerintah daerah berhak untuk membuat kebijakan-kebijakan yakni berupa
peraturan daerah yang berfungsi untuk mengatur dan memenejemen masyarakat dan
pemerintah daerah. Keberhasilan dalam penyelenggaraan suatu pemerintahan daerah
ditentukan oleh pemerintah daerah yang dalam hal ini Kepala Daerah dibantu oleh
pemerintah daerah dan DPRD. Sehingga bentuk hubungan pemerintah daerah dan
DPRD berpengaruh terhadap tingkat efektivitas dan efisiensi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan daerah, khususnya terhadap pelaksanaan prinsip
otonomi daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.2
Sedangkan pengertian sengketa pertanahan dijelaskan dalam Pasal 1 ayat (2)
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan
Pengkajian dan Penanganan Kasus Pertanahan, bahwasannya sengketa pertanahan
atau disebut sebagai sengketa merupakan permasalahan antar individu, badan hukum
ataupun lembaga yang tidak mempengaruhi sosio-politik secara besar. Sehingga
berbanding terbalik dengan pengertian dari sengketa pertanahan yang mana
permasalahan antara individu, badan hukum atau lembaga mempengaruhi sosio-pilitik
secara besar.
Sengketa batas wilayah adalah konflik atau perselisihan yang timbul antara
dua wilayah atau dua kesatuan pemerintahan mengenai perbatasan atau batas wilayah.
Sengketa seperti ini bisa muncul antara dua negara, dua provinsi, dua kabupaten,
bahkan antara dua desa. Sengketa perbatasan seringkali disebabkan oleh berbagai
1
Rahyunir Rauf, “Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Dekonsentrasi, Desentralisasi, dan Tugas
Pembantuan)”, (Yogyakarta: Nusa Media, 2018), h.23.
2
Syafrudin, “Mengarungi Dua Samudra”, (Bandung: Sayagatama, 2006), h.325.
alasan, termasuk perbedaan klaim sejarah, sumber daya alam yang berharga,
ketegangan etnis atau budaya, atau masalah politik. Menurut Heru Santoso, faktor
utama penyebab sengketa perbatasan di wilayah tersebut adalah: Pertama, perbedaan
pendapat yang terjadi di lapangan disebabkan oleh ketidakjelasan faktor hukum yaitu
undang-undang dan komitmen terhadap peta hukum; Kedua, adanya duplikat izin
(sumber daya alam).3
Sengketa batas wilayah administratif dapat muncul dalam berbagai bentuk,
tergantung pada tingkat administrasi dan kompleksitasnya. Sengketa umumnya
berbentuk dua, yakni horizontal dan vertikal. Subjek dalam konflik vertikal adalah
penguasa dan sekelompok massa. Contoh sengketa yang sering terjadi antara
penguasa dan sekelompok massa adalah pertikaian antar suku, ras, agama maupun
perselisihan antar pemerintahan di dalam instansi yang sama.4
Sengketa batas wilayah administratif adalah konflik atau perselisihan yang
muncul antara dua wilayah administratif dalam suatu negara, biasanya antara
kabupaten, kota, atau provinsi, mengenai batas-batas administratif mereka. Faktor
sengketa tapal batas yang terjadi di Indonesia pada umumnya yakni: pertama,
perbedaan persepsi terhadap peta lampiran Undang-Undang pembentukan daerah
sebagai akibat ketidakjelasan sketsa peta; kedua, ketidakteraturan Undang-Undang
pembentukan daerah berbatasan; ketiga, ketidaksesuaian antara batang tubuh dan peta
lampiran Undang-Undang pembentukan daerah; keempat, perbedaan hubungan
emosional masyarakat daerah akibat pemekaran daerah; dan kelima, perebutan SDA
guna memenuhi pendapatan asli daerah5.
Lalu bagaimana langkah atau cara yang harus di lakukan agar masalah
sengketa tanah ini bias di selesaikan antara pemerintah Bondowoso dan Banyuwangi
ini ada beberapa langkah yaitu :
1. Kajian dan Pemetaan: Dilakukan kajian mendalam serta pemetaan yang akurat
terhadap wilayah yang menjadi objek sengketa. Hal ini bisa melibatkan ahli geografi,
ahli hukum, dan pihak terkait lainnya untuk mendapatkan pemahaman yang
komprehensif.
3
Saru Arifin, Penyelesaian Sengketa Batas Daerah Menggunakan Pendekatan Regulasi, (Jawa Tengah:
Fakultas Hukum Universitas Negeri Semarang), Volume 23 Nomor 3, Juli 2016, h.449-450
4
Susan Novri, “Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer”. (Surabaya: Kencana, 2010), h.
69
5
Keputusan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Nomor 52/DPD RI/III/2012-2013 tentang
Hasil Pengawasan DPD RI Atas Perbatasan Antar Daerah Berdasarkan UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, h.209 & 212
2. Dialog dan Negosiasi: Pihak-pihak yang terlibat dapat duduk bersama untuk
melakukan dialog dan negosiasi guna mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh
kedua belah pihak. Pada tahap ini, mediator atau fasilitator dapat membantu dalam
mencapai titik temu yang saling menguntungkan.
3. Penyusunan Perjanjian: Apabila tercapai kesepakatan, langkah selanjutnya adalah
menyusun perjanjian yang secara resmi menetapkan batas wilayah administratif
antara kedua kabupaten. Perjanjian ini haruslah disusun secara jelas dan rinci untuk
menghindari keraguan di masa mendatang.
4. Ratifikasi dan Implementasi: Perjanjian yang disusun perlu diratifikasi oleh otoritas
yang berwenang di masing-masing kabupaten. Setelah ratifikasi, langkah selanjutnya
adalah implementasi dari kesepakatan tersebut, yang melibatkan pengawasan dan
penegakan hukum untuk memastikan kepatuhan dari masing-masing pihak.
5. Penyelesaian Konflik: Jika negosiasi tidak menghasilkan kesepakatan, pihak-pihak
yang terlibat dapat mempertimbangkan untuk menggunakan mekanisme penyelesaian
sengketa lainnya, seperti mediasi atau arbitrase.
Proses penyelesaian sengketa batas wilayah administratif membutuhkan
kesabaran, komitmen, dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat untuk mencapai
solusi yang adil dan berkelanjutan.
Mengenai sengketa perebutan batas Gunung Ijen, sejak tahun 2006 hingga
2021 setidaknya sudah tercapai 3 kali pertemuan antara Bupati Banyuwangi dan
Bupati Bondowoso yang difasilitasi oleh Gubernur Jawa Timur, kemudian
melanjutkannya kepada pemerintah provinsi Jawa Timur. Pada Tahun 2006,
Pemerintah Kabupaten Bondowoso melaksanakan kegiatan Penetapan dan Penegasan
Batas Daerah (PPBD) dengan Kabupaten Banyuwangi dan Tim PPBD Kabupaten
Banyuwangi untuk melaksanakan perundingan batas Kabupaten dengan Kabupaten
Bondowoso. Perundingan tersebut menghasilkan kesepakatan sebagai berikut:
a. Tidak ada kegiatan Penetapan dan Penegasan Batas pada wilayah Monunen Alam
Kawah Ijen (batas Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso pada
kilometer 32 hingga kilometer 39, dari titik nol simpul batas Kabupaten
Banyuwangi – Bondowoso – Jember pada S.887/3332 Gunung Raung;
b. Masalah batas antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso pada
kawasan monumen alam Kawah Ijen akan dibahas tersendiri dengan mediasi
c. Pemerintah Provinsi Jawa Timur; Pelaksanaan kegiatan PPBD antara Kabupaten
Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso dapat dilaksanakan pada area diluar
Kawah Ijen.6
Hingga pertemuan ketiga menghasilkan kesepekatan antara kedua belah pihak
mengenai batas Bondowoso dan Banyuwangi terkait kesepakatan subsegmen
Kawah Ijen yang telah ditanda tangani Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani
Azwar Anas, yang termuat dalam berita acara nomor 35/BAD/II/VI/2021 tanggal 3
Juni 2021 bahwa :
1. “Bupati Banyuwangi dan Bupati Bondowoso sepakat terhadap penarikan garis
batas daerah Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso provinsi jawa
timur pada subsegmen Kawah Ijen;
2. Bupati Banyuwangi dan Bondowoso sepakat terhadap keseluruhan penarikan garis
batas daerah Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten Bondowoso provinsi jawa
timur;
3. Bupati Banyuwangi dan Bupati Bondowoso sepakat untuk melanjutkan ke tahap
penetaan Permendagri batas darah Kabupaten Banyuwangi dengan Kabupaten
Bondowoso Provinsi Jawa Timur.7
Dalam penyelesaian sengketa perbatasan, Gubernur berperan hanya sebagai
fasilitator berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 141
Tahun 2017 tentang Penegasan Batas Wilayah antara dua kabupaten/kota yang
bersengketa. Setelah pertemuan yang diadakan dengan Gubernur dan kedua
pemerintah/kota yang berkonflik, laporan resmi disiapkan dan ditandatangani oleh
kedua belah pihak. Setelah itu, berita acara yang ditandatangani diserahkan kepada
Menteri Dalam Negeri untuk dijadikan peraturan final Menteri Dalam Negeri.
Sedangkan, Undang-undang pemerintahan daerah hanya memberikan
kewenangan mediasi keputusan batas antar daerah kepada Menteri Dalam Negeri.
Peran Menteri Dalam Negeri guna menyelesaikan sengketa perbatasan antar daerah
menjadi titik akhir dari sengketa perbatasan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri
Pasal 28, yang mana disimpulkan bahwa Menteri Dalam Negeri berhak untuk
mengambil keputusan akhir apabila tidak tercapainya kesepakatan dalam rapat
penyelesaian sengketa dengan mepertimbangkan aspek sosiologis, historis, yuridis,
6
Renita Purwanti, Penegasan Batas Wilayah Kabupaten Banyuwangi - Kabupaten Bondowoso. (Arsip
Dokumen Batas Wilayah Kabupaten Banyuwangi: Studi Dokumen Batas, 2014),h. 9
7
Ngopi Bareng, Bupati Bondowoso Minta Kemendagri Tetapkan Batas Kawah Ijen, diakses pada 19 Agustus
2023 Pukul 23:23 WIB.
geografis, dan faktor penujang lainnya. Segala perselisihan batas wilayah yang timbul
antar provinsi, kabupaten/kota yang berbeda provinsi, dan kabupaten/kota dalam satu
provinsi pada akhirnya diselesaikan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri
yang bersifat final
Namun, Peraturan Menteri Dalam Negeri ini dapat diubah berdasarkan
penetapan pengadilan yang tetap, berdasarkan kesepakatan antar daerah perbatasan
kabupaten/kota, dan atas usul bersama dengan Menteri. Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 dan
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 dipahami sebagai keputusan tertulis juga
mencakup tindakan nyata, keputusan badan tata usaha negara dan/atau pejabat
eksekutif, legislatif, peradilan dan lembaga penyelenggara negara lainnya
dibandingkan dengan Ini adalah final dalam arti luas. Keputusan yang mungkin
mempunyai akibat hukum dan keputusan yang berlaku pada masyarakat8
Mengenai bagaimana kewenangan Gubernur dan Menteri Dalam Negeri yang
tercantum dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah
serta bagaimana sistematika penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh Gubernur dan
Menteri Dalam Negeri yang dijelaskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
No.141 Tahun 2017 dapat disebut gagal dalam memenuhi asas kepastian hukum.

Hal ini penulis sampaikan karena belum terbitnya Surat Keputusan mengenai
batas administratif Gunung Ijen antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten
Bondowoso sejak disepakatinya berita acara oleh masing-masing pihak pada tanggal
3 Juni 2021. Perihal klausulitas batas waktu penerbitan Surat Keputusan oleh Menteri
Dalam Negeri pun tidak tercantum atau belum diatur di dalam Undang-Undang No.23
Tahun 2014 dan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Sehingga, Penulis juga
memberikan saran terkait klausul pembatasan jangka waktu pengeluaran SK yang
dapat di tambahkan dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan
Daerah dan diperjelas mengenai berapa jangka waktu spesifiknya ke dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri No.141 Tahun 2017 Tentang Pedoman Penegasan Batas
Daerah untuk mengurangi ketegangan antara masyarakat dan pemerintahan guna
mencapai keberhasilan atas keadilan hukum.
8
Bambang Heriyanto, Agus Budi Susilo, dkk, Kewengan Peradilan tata Usaha Negara Dalam
Penyelesaian Sengketa Batas Wilayah Antar Pemerintah Daerah, (Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hukum dan Peradilan Badan Litbang Diklat Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung Republik Indonesia,
2016) h.86.
Bagaimana implikasi yuridis sengketa batas wilayah administratif di Gunung
Ijen antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso terhadap
penyelenggaraan Pemerintahan Banyuwangi dan Bondowoso?

Implikasi yuridis dari sengketa batas wilayah administratif di Gunung Ijen


antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso mencakup beberapa
aspek:
1. Kewenangan Administratif: Penyelesaian sengketa ini akan menetapkan secara jelas
batas-batas administratif antara kedua kabupaten. Hal ini akan mempengaruhi
kewenangan administratif masing-masing kabupaten atas wilayah yang bersangkutan,
termasuk dalam hal pelayanan publik, pembangunan, dan pengelolaan sumber daya
alam.
2. Hak Kepemilikan Tanah: Penetapan batas wilayah administratif akan berdampak pada
hak kepemilikan tanah di wilayah yang bersengketa. Pihak-pihak yang memiliki hak
kepemilikan tanah di wilayah yang menjadi objek sengketa perlu mematuhi dan
menghormati batas-batas yang telah ditetapkan.
3. Penegakan Hukum: Dengan adanya penyelesaian yang jelas terkait batas wilayah
administratif, penegakan hukum di wilayah yang bersangkutan akan menjadi lebih
terarah. Hal ini mencakup penegakan hukum terkait kepemilikan tanah,
pembangunan, dan kegiatan-kegiatan lainnya yang terkait dengan administrasi
wilayah.
4. Kebijakan Pembangunan: Penyelesaian sengketa ini juga akan mempengaruhi
kebijakan pembangunan di wilayah yang bersangkutan. Kedua kabupaten perlu
menyusun kebijakan pembangunan yang sesuai dengan batas wilayah yang telah
ditetapkan untuk menghindari tumpang tindih dan konflik kepentingan.
5. Keadilan Sosial: Implikasi yuridis dari penyelesaian sengketa ini juga berkaitan
dengan aspek keadilan sosial. Penetapan batas wilayah yang adil dan sesuai dengan
hukum akan memastikan bahwa hak-hak masyarakat di wilayah yang bersangkutan
terlindungi dengan baik.
6. Kerjasama Antarkabupaten: Penyelesaian sengketa ini dapat membuka jalan bagi
terciptanya kerjasama antarkabupaten dalam berbagai bidang, seperti pariwisata,
lingkungan, dan pengelolaan sumber daya alam yang bersama-sama dimiliki oleh
kedua wilayah.
Penyelesaian sengketa batas wilayah administratif antara Kabupaten
Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso di Gunung Ijen memiliki implikasi yang luas
secara yuridis, dan penting untuk dipertimbangkan dengan seksama agar dapat
menciptakan solusi yang adil dan berkelanjutan bagi kedua belah pihak.
Penyelesaian implikasi yuridis dari sengketa batas wilayah administratif di
Gunung Ijen antara Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso memerlukan
pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif. Berikut adalah beberapa langkah
yang dapat diambil untuk menyelesaikan implikasi yuridis tersebut:
1. Penegakan Kesepakatan: Penting untuk memastikan bahwa kesepakatan yang telah
dicapai dalam penyelesaian sengketa batas wilayah administratif ditegakkan dengan
tegas oleh kedua belah pihak. Hal ini meliputi implementasi peraturan-peraturan yang
terkait dengan batas wilayah, hak kepemilikan tanah, dan kewenangan administratif.
2. Komitmen Terhadap Kepatuhan Hukum: Kedua kabupaten perlu berkomitmen untuk
mematuhi semua hukum dan peraturan yang berlaku terkait dengan batas wilayah
administratif. Hal ini mencakup kepatuhan terhadap putusan pengadilan atau lembaga
penyelesaian sengketa yang telah ditetapkan.
3. Konsultasi dan Kolaborasi: Melakukan konsultasi dan kolaborasi antara pemerintah
kedua kabupaten, serta melibatkan pihak-pihak terkait seperti tokoh masyarakat, ahli
hukum, dan perwakilan dari masyarakat lokal untuk memastikan bahwa kepentingan
semua pihak terwakili dengan baik.
4. Penguatan Institusi: Memperkuat institusi yang bertanggung jawab atas penegakan
hukum dan penyelesaian sengketa di tingkat lokal, termasuk pengadilan, badan-badan
administratif, dan lembaga mediasi, agar mampu menangani konflik yang mungkin
timbul di masa depan dengan efektif dan adil.
5. Pendekatan Rekonsiliasi: Mengadopsi pendekatan rekonsiliasi untuk memperbaiki
hubungan antara kedua belah pihak yang mungkin terganggu akibat sengketa batas
wilayah administratif. Hal ini mencakup dialog terbuka, pembangunan kepercayaan,
dan kerjasama dalam berbagai bidang yang saling menguntungkan.
6. Pendidikan dan Kesadaran Hukum: Mengedukasi masyarakat lokal tentang hak-hak
dan kewajiban mereka dalam konteks hukum, terutama terkait dengan kepemilikan
tanah dan kewenangan administratif, sehingga mereka dapat menjadi bagian dari
solusi dalam penyelesaian sengketa ini.
7. Pemantauan dan Evaluasi: Melakukan pemantauan terus-menerus terhadap
implementasi kesepakatan penyelesaian sengketa, serta evaluasi terhadap efektivitas
langkah-langkah yang telah diambil untuk menangani implikasi yuridis dari sengketa
tersebut.
Dengan pendekatan yang komprehensif dan kolaboratif, diharapkan bahwa
implikasi yuridis dari sengketa batas wilayah administratif di Gunung Ijen antara
Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Bondowoso dapat diselesaikan dengan baik
dan menciptakan kedamaian serta keadilan bagi kedua belah pihak.

Anda mungkin juga menyukai