Anda di halaman 1dari 31

SISTEM MONETER INTERNASIONAL

Disusun Oleh :

Agnes Maurice Sianturi (191010551114)

Ahmad Ajrul Faisal (191010550925)

Aldilah (191010551120)

Septia Wulandari (191010550129)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS PAMULANG
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Internasional yang
berjudul “SISTEM MONETER INTERNASIONAL”

Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ekonomi
internasional dengan dosen pengampu Ibu Sri Mardiana. Semoga dengan makalah
yang kami buat dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca agar mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak menyenai Sistem Moneter Internasional.

Penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah ini,


dengan segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif sangat penulis
harapkan dari pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain
pada waktu mendatang.

Pamulang. 21 Februari 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................................. ii
BAB 1 ........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah ................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................... 1
1.3 Tujuan Masalah .............................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ........................................................................................................... 3
2.1 Sistem Moneter Internasional ......................................................................... 3
2.2 Sejarah Sistem Moneter Internasional ............................................................ 4
2.3 Sistem penetapan Kurs Valuta Asing ............................................................. 9
2.4 Mekanisme untuk Menetapkan Nilai Tukar ................................................. 10
2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs ...................................................... 15
2.6 Kelemahan Sistem Moneter Internasional.................................................... 16
BAB III ....................................................................................................................... 23
PENUTUP ................................................................................................................... 23
3.1 KESIMPULAN ............................................................................................ 23

ii
BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada saat ini kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering
kita bicarakan adalah uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri dan mata
uang itu menunjukan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter
internasional yang mengacu pada institusi-institusi pembayaran atas transaksi lintas
negara. Sitem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana
pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional merupakan
sistem keuangan yang berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang
pembayaran atas transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi
dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta
mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter
internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke-20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan-perubahan sistem diakibatkan
oleh gejolak perekonomian. Saat ini sistem moneter internasional masih menjadi
perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi berfungsi
optimal. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “Sistem Moneter
Internasional”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem moneter internasional?
2. Bagaimana sejarah mengenai sistsem moneter internasional?

1
3. Bagaimana sistem penetapan kurs valuta asing?
4. Bagaimana mekanisme untuk menetapkan nilai tukar?
5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kurs?
6. Bagaimana kelemahan dalam sistem moneter internasional?

1.3 Tujuan Masalah


Makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:

1. Pengertian dari sistem moneter nasional


2. Sejarah mengenai sistem moneter internasional
3. Sistem penetapan kurs valuta asing
4. Mekanisme untuk menetapkan nilai tukar
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
6. Kelemahan dalam sistem moneter internasional

2
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut
sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional (International
Monetary System) dapat diartikan sebagai pengaturan atau kesepakatan formal
antarnegara terkait nilai tukar dari masing-masing mata uang negara dunia, terhadap
mata uang lain. Jadi, sederhananya, sistem moneter ini berhubungan dengan nilai
mata uang dan perbandingannya. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan
tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992).
Di dalam sistem moneter internasional tersebut terdapat ketentuan-ketentuanyang
mengatur cara atau metode pembayaran yang dapat diterima antara pembeli
(konsumen) dan penjual (produsen) dalam batas negara yang berbeda. Namun,
ketentuan-ketentuan ini tentu harus disepakati oleh para anggotanya atau negara serta
bank sentralnya. Negara-negara melalui bank sentral yang dimilikinya harus mampu
menyediakan cadangan kapital atau
likuiditas sesuai dengan aturan yang disepakati sehingga cukup untuk mengatasi
fluktuasi perdagangan internasional. Hal ini memungkinkan neraca perdagangan
internasional dapat mencapai ekuilibrium ekonomi global, terutama dalam hal nilai
pada setiap entitas ekonomi yang dapat dikoreksi sewaktu-waktu sesuai nilai riilnya.
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak
perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan
oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik sertan internasional pada
masing-masing masa. Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter
Internasional merupakan unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun

3
anggapan ini tidak terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang
mengatur Sistem Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek distributif yang
penting bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam kehidupan negara tersebut.
Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik akan melancarkan
perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi global. Kemampuan
Sistem Moneter Internasional adalah prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia,
sebaliknya runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadi penyebab
terpisahnya kesuraman dalam ekonomi internasional.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui financing,
perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi,
melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara
membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang
terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk
menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional.

2.2 Sejarah Sistem Moneter Internasional


Sistem moneter internasional berjalan melalui lima tahap evaluasi:
1. Bimetalisme
Bimetalisme adalah kebijakan moneter dimana nilai mata uang ini terkait dengan
nilai dua logam, biasanya (tetapi tidak selalu) perak dan emas. Dalam sistem ini, nilai
dari dua logam akan dihubungkan satu sama lain-dengan kata lain, nilai perak akan
dinyatakan dalam hal emas, dan sebaliknya -dan baik logam dapat digunakan sebagai
alat pembayaran yang sah.
Uang kertas maka akan langsung dikonversi ke jumlah yang setara dengan baik
logam-misalnya, mata uang AS digunakan untuk secara eksplisit menyatakan bahwa

4
RUU itu ditukarkan “di koin emas dibayarkan kepada pembawa pada permintaan.”
Dolar secara harfiah penerimaan untuk kuantitas aktual metal yang diselenggarakan
oleh pemerintah, peninggalan dari waktu sebelum uang kertas adalah umum dan
standar.
Dari tahun 1792, ketika Mint AS didirikan , sampai 1900, Amerika Serikat adalah
negara bimetal, dengan kedua perak dan emas diakui sebagai mata uang hukum; pada
kenyataannya, Anda bisa membawa perak atau emas untuk mint AS dan telah
berubah menjadi koin. AS tetap nilai perak untuk emas sebagai 15: 1 (1 ons emas
bernilai 15 ons perak, ini kemudian disesuaikan dengan 16: 1).
Satu masalah dengan bimetalisme terjadi ketika nilai nominal koin lebih rendah
dari nilai sebenarnya dari logam yang dikandungnya. Sebuah koin perak satu dolar,
misalnya, mungkin layak $ 1,50 di pasar perak. Nilai Kesenjangan ini mengakibatkan
kekurangan perak separah orang berhenti menghabiskan koin perak dan memilih
bukan untuk menjual mereka atau mereka dilebur menjadi bullion. Pada tahun 1853,
kekurangan ini perak diminta pemerintah AS untuk merendahkan perak koin-kata
lain, menurunkan jumlah perak di koin. Hal ini mengakibatkan koin perak lebih
dalam sirkulasi.
Sementara ini stabil ekonomi, juga pindah negara terhadap monometallism
(penggunaan logam tunggal dalam mata uang) dan Standar Emas. Perak tidak lagi
dilihat sebagai mata uang menarik karena koin-koin itu tidak layak nilai wajah
mereka. Kemudian, selama Perang Saudara , penimbunan emas dan perak diminta
Amerika Serikat untuk sementara beralih ke apa yang dikenal sebagai “ uang fiat .”
Fiat uang, yang adalah apa yang kita gunakan saat ini, adalah uang pemerintah
menyatakan untuk menjadi legal tender, tapi itu tidak didukung atau convertible
untuk sumber daya fisik seperti logam. Pada saat ini, pemerintah menghentikan uang
kertas penebusan emas atau perak.
2. Standar Emas (Gold Standard)
Standar emas adalah sistem moneter di mana pemerintah mematok mata uang
domestik ke emas. Di bawah sistem ini, nilai nominal uang anda setara dengan emas

5
yang akan anda peroleh ketika menukarnya. Jadi, pemerintah sepakat untuk
mengkonversi uang kertas menjadi emas dalam jumlah tetap. Oleh karena itu, jumlah
uang yang beredar akan berubah sesuai dengan persediaan emas di sebuah negara.
Standar emas tergantung pada persediaan emas. Negara yang miskin mineral
emas tidak serta merta kaya karena tidak bisa menambang emas. Mereka hanya
mengandalkan pasokan dari ekspor barang. Oleh karena itu, secara umum, standar ini
dianggap membatasi perekonomian untuk tumbuh.
Tapi, sistem moneter ini juga mendukung stabilitas harga jangka panjang. Jumlah
uang yang beredar lebih terukur daripada ketika mengadopsi uang kertas. Dalam
sistem moneter dengan standar emas, anda dapat mengkonversi secara bebas menjadi
sejumlah emas dengan takaran tetap. Standar emas populer di beberapa negara selama
abad ke 19 hingga awal abad ke-20.
Pada 1821, Inggris menjadi negara pertama yang secara resmi mengadopsi
standar emas. Kemudian, standar emas internasional muncul pada tahun 1871 setelah
Jerman mengadopsinya. Pada 1900, sebagian besar negara maju melakukan kebijakan
serupa. Penjaminan uang kertas dengan logam berharga, seperti emas, mengalami
pasang surut. Itu sejalan dengan kondisi politik dan ekonomi pada waktu itu. Bahkan,
uang kertas yang sudah beredar sempat tidak dijamin sama sekali dengan simpanan
emas sesaat setelah Perang Dunia I. Baru, paska Perang Dunia II akan berakhir,
negara-negara Barat utama bertemu untuk mengembangkan Perjanjian Bretton
Woods. Perjanjian tersebut menjadi kerangka kerja bagi sistem mata uang global
sampai tahun 1971.
3. Interwar Period (1915-1944)
Standar emas klasik berakhir pada masa setelah Perang Dunia I, dimana negara-
negara yang kalah khususnya Jerman, Austria, Hungaria, Polandia, dan Rusia
mengalami hiperinflasi Contoh: Jerman mengalami kenaikan indeks harga sebesar 1
triliun kali lipat daripada saat sebelum perang.
Fluktuasi nilai mata uang di masa 1920-an membuat banyak negara menerapkan
kebijakan depresiasi habis-habisan agar dapat memperoleh untung di pasar ekspor

6
globa. Banyak negara ‘sepertinya’ kembali ke standar emas klasik setelah mulai pulih
dari dampak perang. Namun, itu cuma kedok saja agar mereka bisa
mengimplementasikan kebijakan sterilisasi emas.Sterilisasi Emas kebijakan untuk
menyesuaikan arus masuk dan keluar emas, dengan cara pengurangan jumlah uang
dalam negeri dan peningkatan kredit dalam negeri. Usaha’ untuk kembali ke standar
emas klasik hancur total dengan terjadinya Great Depression (1929) dan kekacauan
itu mengakibatkan ditarik keluarnya emas besar-besaran dari ‘tangan’ bank-bank di
negara-negara besar. Ada 4 tahap intererwar period
Tahap 1 : Nasionalisme Ekonomi akibat Perang Dunia I
Tahap 2 : Standar emas klasik gagal untuk dipulihkan(karena
agenda politik masing-masing)
Tahap 3 : Ekonomi tak stabil dan bank-bank bangkrut karena
terjadi penarikan besar-besaran
Tahap 4 : Investor panik, ingin melarikan modal ke luar
negeri, tapi semua di luar negeri juga bernasib sama.
4. Sistem Bretton Woods (1944-1976)
Bretton Woods System adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang
dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire
pada tahun 1944[1]. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika
Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi
keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi
Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan
pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas
internasional,tetapi dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional,
nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang satu sama lain saling
bertolak belakang.
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem
perekonomian merkantilisme. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan
memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam

7
kas negara. Faktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum merkantilis
adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi pemerintah yang sedang
melakukan pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada
pencapaian kepentingan nasional negara secara maksimal. Namun sistem
perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak
negara-negara menjadi proteksionis terhadap komoditas atau barang-barang dari luar
serta tidak stabilnya sistem mata uang selama perang terjadi.Dilatarbelakangi oleh
semangat liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang
bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi
akses yang sama terhadap pasar dan semangat liberalisme tersebut mendorong
diselenggarakannya konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944.
Tujuan Konferensi Bretton Woods Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton
Woods, yaitu: mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan
internasional dan menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik
ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah
mencegah terjadinya Perang Dunia II.
5. Rezim Nilai Tukar Fleksibel/Mengembang terkendali
Sistem ini belaku sejak November 1978 – Agustus 1997. Pada masa ini nilai
rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi
terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi
tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September
1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi
sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik.
Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar
Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau batas bawah spread.
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai
tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar.

8
Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US
Dollar. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak
pasti.

2.3 Sistem penetapan Kurs Valuta Asing


a. Kurs Tetap (Fixed exchange Rate)
Kurs Tetap adalah nilai kurs mata uang dalam negeri yang ditetapkan besarnya
oleh pemerintah terhadap mata uang asing seperti Dollar Amerika berdasarkan
standar emas, artinya pemerintah menjamin mata uangnya dengan emas. Sebagai
contoh pemerintah menetapkan Rp 8000,- = 1 Dollar Amerika. Jika dalam
perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya terjadi fluktuasi
penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi maka pemerintah bisa
mengendalikannya dengan membeli atau menjual kurs mata uang yang berada dalam
devisa negara untuk menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya.
Dalam kur tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di pasar valas dalam
penetapan nilai tukar.
Kelebihan dari sistem kurs ini adalah nilai tukar mata uang akan stabil, akan
tetapi kelemahannya pemerintah harus menyediakan cadangan devisa (emas) yang
cukup besar untuk menjaminnya.
b. Kurs Mengambang/fleksibel (Floating Exchange Rate)
Kurs Mengambang adalah nilai kurs mata uang yang besarnya ditentukan oleh
kekuatan pasar atau permintaan dan penawaran mata uang asing. Dengan sistem kurs
ini nilai mata uang dalam negeri akan selalu berubah, bisa naik atau turun terhadap
mata uang asing. Jika permintaan dalam negeri terhadap mata uang asing (dollar
Amerika) naik maka nilai dollar Amerika akan naik terhadap mata uang dalam negeri
(rupiah), akan tetapi jika permintaan atau yang membeli dollar Amerika turun maka
nilai dollar Amerika juga akan turun. Sedangkan apabila penawaran atau yang

9
menjual mata uang asing (dollar Amerika) naik maka akibatnya nilai dollar Amerika
akan turun. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian dalam sistem kurs
mengambang penentuan tinggi rendahnya kurs mata uang ditentukan oleh tinggi
rendahnya permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut.
Kelebihan dari sistem kurs ini adalah, Mampu menjaga stabilitas moneter dengan
lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara, akan tetapi kelemahannya Selisih
kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa
untuk menutupi selisihnya.

2.4 Mekanisme untuk Menetapkan Nilai Tukar


International monetary system merupakan sekumpulan peraturan, institusi,
aplikasi praktis dan mekanisme yang menetapkan nilai tukar suatu mata uang asing
terhadap mata uang lainnya.
Mekanisme untuk menetapkan nilai tukar terbagi menjadi 5
diantaranya:
1. Free Float (Clean Float)
Pada mekanisme ini, nilai tukr mata uang satu negara terhadap negara lainnya
ditentukan oleh interaksi supply dan/atau demand. Supply dan/atau demand untuk
mata ang tertentu terhadap mata uang lain dipengaruhi oleh:
a. Perubahan price level
b. Perbedaan suku bunga
c. Pertumbuhan ekonomi
Pada negara-negara yang menganut Mekanisme Free Float, bila ketiga
parameter tersebut berubah maka partisipan pasar akan secara otomatis memperoleh
nilai tukar mata uang pada nilai keseimbangan baru karena kurva supply dan/atau
demand akan bergeser. Gejala ini mirip pada penetuan harga saham maupun
komoditas yang diperdagangkan di pasar modal.

10
2. Manage Float (dirty float)
Mekanisme Managed Float memungkinkan pemerintah untuk
mengintervensi pasar pertukaran mata uang untuk mengurangi ‘economic
uncertainty’ yang diakibatkan oleh Free Float. Resiko Free Float dapat menyebabkan
terjadinya inflasi serta dapat menyebabkan terancamnya neraca pembayaran luar
negeri karena membahayakan ekspor. Oleh karena itulah dalam rangka mengurangi
‘volatility’ intervensi bank sentral diperlukan. Terdapat 3 pendekatan intervensi:
1) Smoothing (daily fluctuation)
Bank sentral secara aktif dan teratur dalam periode tertentu membeli dan menjual
mata uangnya terhadap mata uang lain untuk memuluskan transisi perubahan nilai
tukar.
2) Leaning against the wind
Kebijakan moderat seperti ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fluktuasi yang
drastis dalam jangka waktu pendek akibat dari adanya peristiwa moneter
internasional yang dampaknya temporer. Dengan demikian ntervensi bank sentral
hanya bila diperlukan saja untuk mengantisipasi terhadap perubahan nilai tukar secara
drastis.
3) Unofficial pegging
Mekanisme pegging ini dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi
kepentingan ekspornya dari fenomena upward / downward exchange rate. Dengan
demikian pemerintah dengan tanpa pengumuman resmi dapat menetukan nilai
tukarnya terhadap mata uang lain sehingga dalam hal ini tidak ada komitmen
terhadap level nilai tukar mata uang asing.

3. Target Zone Arrangement


Dasar dari pada pembentukan mekanisme Target Zone Arrangement ini
adalah adanya kepercayaan dari beberapa ekonom bahwa negara-negara industri maju
dapat mengurangi volatilitas nilai tukar mata uangnya dengan cara membentuk suatu

11
aliansi untuk menetapkan nilai tukar tetap mata uangnya (fixed central exchange
rates).
Isu pembentukan mekanisme ini sudah dimulai dengan dibentuknya
European Monetary System (EMS) yang dilakukan pada tahun 1979. Follow-up dari
pembentukan EMS ini adalah dengan dibuatnya The European Currency Unit (ECU)
yang mempersatukan mata uang 10 negara di benua Eropa terutama Eropa Barat.
Pembentukan ECU ini berlangsung tidak mulus karena adanya tentangan dari
sejumlah negara dengan tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi , karena akan terjadi
‘transfer of wealth’ terhadap negara anggota yang tingkat kesejahteraannya lebih
rendah. Jalan tengah yang ditempuh adalah menetapkan nilai mata uang negara
masing-masing terhadap ECU misalnya 1 ECU = 42,4582 Ff Belgia, 7,85212 Kroner
Denmark, 6,90403 Ff Perancis dsb.
Bila terjadi peristiwa menguat / melemahnya nilai tukar mata uang salah satu
negara anggota terhadap mata uang negara anggota lain maka bank sentral negara
masing-masing akan menjual/beli mata uang masing- masing (currency swap).
Karena kebijakan moneter masing-masing negara anggota yang berbeda
ditambah dengan neraca pembayaran luar negeri masing-masing anggota yang
bervariasi maka pada tahun 1993 terjadi ‘pooling’ / pengkotak-kotakan ECU, dimana
negara dengan nilai tukar yang lebih kuat cenderung menetapkan nilai tukar terhadap
DM Jerman seperti Gulden (Belanda), Ff (Belgia, Perancis, Luxembourg), dan Krone
(Denmark). Sementara negara-negara dengan nilai tukar yang lebih lemah
membentuk pool lain yakni Inggris, Italia, Spanyol, Portugal serta Irlandia.

4. Fixed Rate System


Pada mekanisme Fixed rate System ini setiap negara anggota bersepakat
untuk menjaga target tingkat nilai tukar mata uangnya. Bank sentral secara aktif
berjual-beli mata uang di forex market apabila nilai tukar mata uangnya akan
melenceng dari ‘stated par value’ nya pada prosentase diatas jumlah yang ditolelir.
Dengan demikian mereka akan memiliki tingkat inflasi yang hampir sama besarnya.

12
Apabila tingkat nilai tukar mata uang tidak dapat dipertahankan, maka
devaluasi merupakan ‘the last resort’ yang biasa ditempuh negara anggota. § Selain
cara devaluasi, terdapat 4 cara untuk menstabilkan kembali nilai tukar yaitu :
1) Foreign Borrowing
Cara ini akan menyembuhkan secara temporer deficit neraca pembayaran, tetapi
bila berbicara terhadap dampak jangka panjang hal ini bukan merupakan alternatif
pemecahan yang baik.
Contoh kasus yakni ‘heavy borrowing’ terhadap mata uang asing karena
terjadinya defisit neraca pembayaran luar negeri Mexico selama pemerintahan
presiden Carlos Salinas de Gortari. Untuk sementara waktu policy ini memberikan
dampak positif, sampai suatu masa dimana investor berpandangan bahwa
kemampuan Mexico untuk membayar kewajiban berkurang. Akhirnya nilai tukar
peso Mexico turun kembali secara cepat sehingga tidak ada alternatif lain bagi
pemerintah untuk melakukan devaluasi.
2) Austerity dan Austerity
Kombinasi dari pengurangan belanja pemerintah dan meningkatkan pendapatan
melalui pajak. Dengan naiknya pajak maka national income akan berkurang sehingga
dampaknya diharapkan dapat mengurangi impor yang pada akhirnya akan
mengurangi defisit neraca perdagangan. Pengurangan impor dapat membantu neraca
pembayaran luar negeri, selain juga akan menurunkan inflasi (disinflasi) sehingga
perlunya untuk mendevaluasi mata uang menjadi berkurang.
Disinflasi akan menaikkan nilai tukar mata uang lokal disamping juga akan
meningkatkan tingkat pengangguran, sehingga cara ini sangat dilematis bagi penentu
kebijakan moneter.
3) Kontrol Terhadap Harga dan Gaji
Cara ini merupakan alternative dari Austerity, dan kurang populer pada zaman ini.
Kebijakan ini malahan akan lebih memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang
lokal karena pemerintah dianggap tidak berniat untuk membasmi problem defisit
neraca pembayaran yang sebenarnya.

13
4) Kontrol Nilai Tukar (Exchange controls)
Untuk menyeimbangkan neraca pembayaran luar negerinya, beberapa negara
berkembang menggunakan sistem ini. Negara dengan nilai mata uang ‘over-valued’
akan menjatah sejumlah mata uangnya untuk ditukar dengan mata uang asing
sementara negara dengan nilai mata uang yang ‘under-valued’ akan melarang
masuknya modal asing ke dalam negeri.
5. Current Hybrid System
Sistem nilai tukar pada masa kini merupakan suatu perpaduan / hybrid antara
managed-floating dengan free floating, dimana mata uang utama akan dibatasi
floating nya sedangkan mata uang lainnya dibiarkan free float dan di’pegged’
terhadap mata uang utama dunia. Bagi Manajer dan Investor, perhatian terhadap
neraca pembayaran setidaknya karena alasan berikut:
a. Neraca pembayaran membantu dalam meramalkan potensi pasar suatu negara,
terutama dalam jangka pendek. Suatu negara yang mengalami defisit neraca
pembayaran tidak mungkin mengimpor sebanyak bila mengalami surplus neraca
pembayaran.
b. Neraca pembayaran merupakan indikator penting adanya tekanan terhadap kurs suatu
negara. Oleh karena itu amat potensial bagi perusahaan yang berdagang atau
melakukan investasi di negara tersebut untuk memperoleh keuntungan ataupun
menderita kerugian valas.
c. Negara yang mengalami defisit neraca pembayaran secara terus menerus dapat
merupakan petunjuk akan terjadinya kontrol terhadap pergerakan modal (seperti
pembayaran deviden, fee, dan bunga terhadap perusahaan/investor asing) pada suatu
hari.
d. Kurs mata uang adalah perbandingan nilai antar mata uang.
e. Kurs menunjukan harga suatu mata uang jika dipertukarkan dengan mata uang lain.
Contoh nilai kurs rupiah per US$ sebesar Rp 10.000,-/US. Berarti bahwa
untuk membeli US$ 1 diperllukan Rp 10.000 § Dalam sistem mata uang
mengambang bebas (free float) apabila harga suatu mata uang menjadi semakin

14
mahal terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan berapresiasi.
Sebaliknya jika harga suatu mata uang turun terhaadap mata uang lain, mata uang
tersebut di.katakan terdepresiasi.
f. Dalam sistem mata uang tertambat (Pegged), kenaikan nilai suatu mata uang terhadap
mata uang lain disebut Revaluasi § Sedangkan penurunan nilai suatu mata uang
disebut devaluasi.
Contoh kurs rupiah terhadap dolar pada tahun 1985 dan 1986.
a. 1985, Rp/US $ = Rp 1125 § 1986 , Rp/US $ = Rp 1642, terjadi devaluasi § Maka
persentase perubahan mata uang : ((S86/S85)-1)x 100 § ((1642/1125)-1)) x100
=45,87 % Artinya Rupiah terdepresiasi 45,87 % .

2.5 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs


Kurs adalah nilai atau harga sebuah mata uang dari suatu negara terhadap mata
uang negara lain. Kurs dasarnya adalah perbandingan antar dua mata uang dengan
negara yang berbeda. Makanya kamu sering mendengar mata uang rupiah melemah
terhadap dollar.Artinya nilai mata uang rupiah sedang turun terhadap dollar.Istilah
lain dari kurs adalah nilai tukar mata uang (exchange rate). Faktor yang
Mempengaruhi :
1. Kebijakan Pemerintah
Pada dasarnya kebijakan pemerintah mempengaruhi keseimbangan nilai tukar
rupiah dalam berbagai aspek. Salah sedikit saja dapat membuat nilai mata uang turun.
2. Inflasi
Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi kurs BI adalah tingkat inflasi.
Rumusnya adalah hubungan antara tingkat inflasi dengan kurs adalah negatif. Jadi,
ketika ada inflasi yang tinggi maka nilai mata uang atau kurs BI menjadi turun.
3. Ekspektasi
Ekspektasi juga dapat mempengaruhi nilai mata uang. Karena pasar valuta
asing akan terstimulus dengan cepat apabila ada informasi terkait dampak pada masa
depan.

15
4. Perbedaan Suku Bunga Berbagai Negara
Bila suatu suku bunga di sebuah negara meningkat maka akan terjadi
peningkatan modal yang masuk pada negara tersebut. Dampaknya akan terjadi pada
pasar valuta asing dan juga pasar uang.
Pada saat melakukan aktivitas transaksi, bank akan mempertimbangkan
perbedaan suku bunga pasar modal nasional dan global dengan kriteria berdasarkan
laba.
5. Aktivitas Neraca Pembayaran
Bila neraca pembayaran suatu negara aktif dan menilai positif maka akan
mempengaruhi kurs BI secara positif.
6. Tingkat Pendapatan Relatif
Tingkat pendapatan riil yang diterima oleh masyarakat suatu negara akan
mempengaruhi peningkatan ataupun pelemahan kurs mata uang asing. Apabila
pendapatan riil dalam negeri meningkat maka demand terhadap mata uang asing
biasanya meningkat. Hal ini akan mengakibatkan keterbatasan supply.

2.6 Kelemahan Sistem Moneter Internasional


Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada akhirnya
menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang
sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan
menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini
tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus.
Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling mengait)
antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-alih
mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa harus
"menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah revolusi di
Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10 negara baru yang
masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni Soviet) seluruhnya dengan

16
mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem
moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF
saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi
nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu mesti menstabilkan mata
uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang
berhadapan dengan Dollar AS
yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh
ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki
tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin
menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun
1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah filosofi
manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali
(fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada
para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat
memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS.
Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang
kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di
Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas
pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak
diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF
memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971
IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas)
sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah
1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap
beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional
menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang

17
(bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik
oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF
tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk
menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang
ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa
tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat
pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua
pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin
sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia
(I dan II) yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap
negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana
tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah
mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau
terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter
internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya
sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara
yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa
ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa
keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain.
Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara
lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju
surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini
memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari
n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara
tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara
negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan
kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy
problem) masalah kelebihan . Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk

18
memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah
memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal
dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar
biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk. Ada
hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan konfigurasi
kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh mata uang
negara AS. Ketika suatu negara memiliki supereconomy, mata uangnya seringkali
memenuhi banyak fungsi dari sebuah mata uang internasional, sebuah judul yang kita
coba berangkat dari sini.Negara yang Mengalami Kepailitan diantaranya:
a. Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman
kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak
akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang
pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara
berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun
tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981,
sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab
bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada
tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 –
1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong
meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia.
Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga
menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
b. Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga
tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga
pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga
variabel. Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun
untuk setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan
naiknya nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang

19
dalam bentuk AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban.
Beban tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima
dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.
IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras
mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka
panjang.

Pemecahan Jangka Pendek


Cara mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan melakukan
penjadwalan ulang pembayaran utang agar negara penerima pinjaman dapat
mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo, walaupun diperlukan negosiasi yang
cukup alot.
Negara berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan program-
program kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari IMF. Pertumbuhan
ekonomi negara berkembang tertahan karena dana baru dari hasil ekspornya atau
pinjaman yang digunakan untuk membayar utangnya, bukan melanjutkan programnya
atau kegiatan produktif lainnya.
Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan meningkatkan ekspornya
agar diperoleh surplus neraca pembayaran. Namun hasil surplus tersebut sebagian
digunakan untuk membayar utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor
dalam upaya peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara
berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang memerlukan
banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya, tapi jika memperoleh
pinjaman juga akan memperberat beban utangnya. Negosiasi ulang utang biasanya
terlebih dahulu diikuti dengan tindakan pengetatan agar dapat mendorong
menurunnya standar kehidupan, pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian,
meningkatkan kesadaran akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan
kebijaksanaan jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara
berkembang tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan

20
perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan
Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan
untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani
mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun.
Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan
Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang
luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976,
telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan
semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok
pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh
utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat
memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan
Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini
didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi,
sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.

Pemecahan Jangka Panjang


Beberapa saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang adalah sebagai
berikut:
a. Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana pinjaman barunya untuk
kegiatan yang mendorong pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang
bersifat konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
b. Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana cadangan yang cukup untuk
jangka pendek maupun jangka panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga
komoditi ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
c. Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
membuka pasarnya untuk barang ekspor dari negara berkembang melalui persaingan
yang sehat.

21
d. IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada
negara peminjam.
e. IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam
jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
f. Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk
equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang
dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya
dengan penerapan bunga ceiling.
g. Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing.
h. Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang

22
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem Moneter Internasional merupakan system keuangan yang berlaku
untuk semua negara didunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas
negara dilaksanakan dan salah satu perangkat kebijakan, institusi, praktisi, regulasi,
mekanisme yang mentukan tingkat dimana mata uang satu ditukarkan dengan mata
uang lainnya.

Sejarah sistem moneter internasional berjalan melalu lima tahap evaluasi


yaitu : 1). Bimetalisme yang merupakan kebijakan moneter dimana nilai mata uang
ini terkait dengan nilai dua logam, emas dan perak. 2). Standar emas (gold)
merupakan sistem moneter dimana pemerintah mematok mata uang domestik ke
emas, nilai nominal anda setara dengan emas yang akan anda peroleh ketika
menukarnya. Oleh karena itu, jumlah uang yang beredar akan berubah sesuai dengan
persediaan emas di sebuah negara. 3). Interwar period, dimana pada tahap ini negara-
negara yang kalah dalam perang dunia 1 mengalami hiperinflasi. Pada tahun 1920’an
terjadi fluktuasi nilai mata uang yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan
depresiasi besar-besaran agar dapat memperoleh untung di pasar ekspor global. Juga
terdapat empat tahap pada masa interwar period (nasionalisme ekonomi akibat perang
dunia1, standar emas klasik gagal dipulihkan, ekonomi tidak stabil dan bank-bank
central di beberapa negara bangkrut akibat penarikan besar-besaran, dan para investor
yang ingin melarikan modal keluar negeri). 4). Sistem Bretton Woods adalah sebuah
sistem perekonomian dunia yang dihasilkan dari konfrensi yang diselenggarakan di
Bretto Woods, New Hampshire tahun 1944. Pada konfrensi ini melahirkan tiga
institusi keuangan dunia (Dana Moneter Internasional, Bank Dunia dan Organisasi
Perdangan Internasional). Tujuan dari konfrensi Bretton Woods yaitu : mendorong
pengurangan tarif dan hambatan dalam perdagangan internasional, menciptakan

23
kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi antar negara. 5).
Rezim Nilai Tukar Fleksibel, pada tahun 1976 anggota IMF yang bertemu di jamaika
menghasilkan tiga keputusan yaitu : Nilai tukar fleksibel dinyatakan dapat diterima
oleh anggota IMF dan bank central masing-masing negara berhak mengintervensi
aktivitas perdagangan yang tidak jelas, emas yang bukan lagi cadangan internasional,
dan negara penghasil dan pengekspor minyak dan negara miskin akan mendapat
akses dana IMF yang lebih besar.

Sistem penetapan kurs valuta asing ditetapkan menjadi 2 yaitu : a. Kurs tetap
(fixed exchange rate) merupakan nilai tukar mata uang dalam negeri yang ditetapkan
besarnya oleh bank central atau pemerintah terhadap mata uang negara lain. b. Kurs
mengambang/fleksibel (floating exchange rate) merupakan nilai tukar mata uang
yang besarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau permintaan dan penawaran mata
uang asing.

Mekanisme untuk menetapkan nilai tukar terbagi menjadi lima diantaranya :


1. Free float (clean float) dimana nilai tukar mata uang satu negara terhadap negara
lainnya ditentukan oleh interaksi supply dan demand. 2. Manage float (dirty float)
dimana pemerintah di mungkinkan untuk mengintervensi pasar pertukaran mata uang
untuk mengurangi ‘economic uncertainty’ yang diakibatkan oleh free float. 3. Target
zone arrangement merupakan adanya kepercayaan dari beberapa ekonom bahwa
negara-negara industri maju dapat mengurangi volatilitas nilai tukar mata uangnya
dengan cara membentuk suatu aliansi untuk menetapkan nilai tukar tetap mata
uangnya (fixed central exchange rates). 4. Fixed rate system dimana setiap negara
bersepakat untuk menjaga target tingkat nilai tukar mata uangnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs yaitu : Kebijakan Pemerintah, Inflasi,


Ekspektasi, Perbedaan Suku Bunga Berbagai Negara, Aktivitas Neraca Pembayaran,
dan Tingkat Pendapatan Relatif.

24
Kelemahan sistem monter internasional, ketika sistem moneter internasional
dikaitkan dengan emas yang pada akhirnya menyebabkan saling ketergantungan
diantara sistem mata uang, sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap
(fixed exchange rate) dan menstabilkan inflasi.

25
Diskusi

1. Mouamar Khadafi (kelompok 8)

Pertanyaan :

Mengapa pada era modern standar emas sudah tidak lagi digunakan dalam moneter

internasional

Jawab :

Emas tidak digunakan kembali sebagai standar nilai tukar mata uang dunia sejak

tahun 1934 dan setelah Perang Dunia II usai. Hal ini dikarenakan adanya Depresi
Besar

yang dialami oleh dunia selama perioda 1930 hingga 1931. Banyak negara yang tidak
dapat

mempertahankan posisi devisa melalui mekanisme perubahan harga. Selain itu,


standar

emas tidak digunakan lagi pada sistem moneter internasional pada era modern
dikarenakan

jumlah emas yang tersedia sudah tak sebanding dengan jumlah nilai uang yang
beredar.

2. Andy Garcia Ridwan (kelompok 3)

Pertanyaan :

Apa saja Keuntungan dan kerugian sistem moneter internasional bagi indonesia

Jawab :

Keuntungan sistem moneter internasional bagi indonesia yaitu :

• Mempromosikan perdagangan internasional dan investasi

• Promosi kerjasama internasional karena penerapan nilai tukar tetap menjaga

tingkat inflasi domestic

26
• Selain itu pengaruh stabilnya sistem moneter internasional juga berdampak pada

sistem keuangan yang stabil.

• Dapat memperlancar sistem pembayaran antar negara

Sebaliknya jika tidak ada sistem moneter internasional di indonesia maka :

• Tidak bisa mempromosikan produk ke berbagai negara serta akan mempersulit

investor yang ingin berinvestasi.

• Tidak adanya kestabilan sistem keuangan

• Dan mempersulit sistem pembayaran antar negara

27
Daftar Pustaka

Abdillah, A. (2013, 051. Always Smile n Always Together. Retrieved from Makalah
Sistem Moneter internasional:
http://www.araiswat.blogspot.com
Aridha, K. (2019) Sistem Maneter Internasional. Retrieved from

http://www.academia.edu
Heimi, A. (2015). MK Internasional. 36-47

Portal ilmu. (n.d. Retrieved from Perkembangan Sistem Moneter Internasional;


https://www.portal-ilmu.com/
Prastyo, E (n.d.). Sistem Moneter Internasional. Retrieved from
http://www.slideshare.net/

28

Anda mungkin juga menyukai