Disusun Oleh :
Aldilah (191010551120)
UNIVERSITAS PAMULANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami sampaikan ke hadirat Allah SWT, karena rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan tugas makalah Ekonomi Internasional yang
berjudul “SISTEM MONETER INTERNASIONAL”
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah ekonomi
internasional dengan dosen pengampu Ibu Sri Mardiana. Semoga dengan makalah
yang kami buat dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca agar mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak menyenai Sistem Moneter Internasional.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada saat ini kita berbicara tentang moneter maka masalah utama yang sering
kita bicarakan adalah uang. Setiap negara mempunyai mata uang sendiri dan mata
uang itu menunjukan nilai barangnya. Begitu juga dengan sistem moneter
internasional yang mengacu pada institusi-institusi pembayaran atas transaksi lintas
negara. Sitem ini menentukan bagaimana kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana
pemerintah dapat mempengaruhi kurs tukar. Sistem moneter internasional merupakan
sistem keuangan yang berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang
pembayaran atas transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi
dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi, serta
mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari sistem moneter
internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke-20, sistem moneter
internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan-perubahan sistem diakibatkan
oleh gejolak perekonomian. Saat ini sistem moneter internasional masih menjadi
perhatian semua negara dan masih ingin merubah sistemnya menjadi berfungsi
optimal. Untuk itu penulis akan membahas terkait dengan “Sistem Moneter
Internasional”.
1
3. Bagaimana sistem penetapan kurs valuta asing?
4. Bagaimana mekanisme untuk menetapkan nilai tukar?
5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kurs?
6. Bagaimana kelemahan dalam sistem moneter internasional?
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang memungkinkan suatu
negara dapat saling berhubungan satu dangan yang lain. Sistem tersebut disebut
sebagai sistem moneter internasional. Sistem moneter internasional (International
Monetary System) dapat diartikan sebagai pengaturan atau kesepakatan formal
antarnegara terkait nilai tukar dari masing-masing mata uang negara dunia, terhadap
mata uang lain. Jadi, sederhananya, sistem moneter ini berhubungan dengan nilai
mata uang dan perbandingannya. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang menentukan
tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang lain.(Shapiro, 1992).
Di dalam sistem moneter internasional tersebut terdapat ketentuan-ketentuanyang
mengatur cara atau metode pembayaran yang dapat diterima antara pembeli
(konsumen) dan penjual (produsen) dalam batas negara yang berbeda. Namun,
ketentuan-ketentuan ini tentu harus disepakati oleh para anggotanya atau negara serta
bank sentralnya. Negara-negara melalui bank sentral yang dimilikinya harus mampu
menyediakan cadangan kapital atau
likuiditas sesuai dengan aturan yang disepakati sehingga cukup untuk mengatasi
fluktuasi perdagangan internasional. Hal ini memungkinkan neraca perdagangan
internasional dapat mencapai ekuilibrium ekonomi global, terutama dalam hal nilai
pada setiap entitas ekonomi yang dapat dikoreksi sewaktu-waktu sesuai nilai riilnya.
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami begitu banyak
perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa. Perkembangan ini disebabkan
oleh adanya perubahan ekonomi dan politik domestik sertan internasional pada
masing-masing masa. Para ahli beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter
Internasional merupakan unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun
3
anggapan ini tidak terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang
mengatur Sistem Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek distributif yang
penting bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam kehidupan negara tersebut.
Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik akan melancarkan
perdagangan dunia, arus investasi asing dan interdepedensi global. Kemampuan
Sistem Moneter Internasional adalah prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia,
sebaliknya runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadi penyebab
terpisahnya kesuraman dalam ekonomi internasional.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema ketidakseimbangan
pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui pergerakan modal ataupun
kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala internasional akan sedikit lebih rumit.
Pembayaran yang tidak seimbang antar negara dapat diselesaikan melalui financing,
perubahan kebijakan domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi,
melalui kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan cara
membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi. Sehingga yang
terpenting dalam sistem moneter internasional adalah tersedianya alat atau cara untuk
menyesuaikan ketidakseimbangan pembayaran internasional.
4
RUU itu ditukarkan “di koin emas dibayarkan kepada pembawa pada permintaan.”
Dolar secara harfiah penerimaan untuk kuantitas aktual metal yang diselenggarakan
oleh pemerintah, peninggalan dari waktu sebelum uang kertas adalah umum dan
standar.
Dari tahun 1792, ketika Mint AS didirikan , sampai 1900, Amerika Serikat adalah
negara bimetal, dengan kedua perak dan emas diakui sebagai mata uang hukum; pada
kenyataannya, Anda bisa membawa perak atau emas untuk mint AS dan telah
berubah menjadi koin. AS tetap nilai perak untuk emas sebagai 15: 1 (1 ons emas
bernilai 15 ons perak, ini kemudian disesuaikan dengan 16: 1).
Satu masalah dengan bimetalisme terjadi ketika nilai nominal koin lebih rendah
dari nilai sebenarnya dari logam yang dikandungnya. Sebuah koin perak satu dolar,
misalnya, mungkin layak $ 1,50 di pasar perak. Nilai Kesenjangan ini mengakibatkan
kekurangan perak separah orang berhenti menghabiskan koin perak dan memilih
bukan untuk menjual mereka atau mereka dilebur menjadi bullion. Pada tahun 1853,
kekurangan ini perak diminta pemerintah AS untuk merendahkan perak koin-kata
lain, menurunkan jumlah perak di koin. Hal ini mengakibatkan koin perak lebih
dalam sirkulasi.
Sementara ini stabil ekonomi, juga pindah negara terhadap monometallism
(penggunaan logam tunggal dalam mata uang) dan Standar Emas. Perak tidak lagi
dilihat sebagai mata uang menarik karena koin-koin itu tidak layak nilai wajah
mereka. Kemudian, selama Perang Saudara , penimbunan emas dan perak diminta
Amerika Serikat untuk sementara beralih ke apa yang dikenal sebagai “ uang fiat .”
Fiat uang, yang adalah apa yang kita gunakan saat ini, adalah uang pemerintah
menyatakan untuk menjadi legal tender, tapi itu tidak didukung atau convertible
untuk sumber daya fisik seperti logam. Pada saat ini, pemerintah menghentikan uang
kertas penebusan emas atau perak.
2. Standar Emas (Gold Standard)
Standar emas adalah sistem moneter di mana pemerintah mematok mata uang
domestik ke emas. Di bawah sistem ini, nilai nominal uang anda setara dengan emas
5
yang akan anda peroleh ketika menukarnya. Jadi, pemerintah sepakat untuk
mengkonversi uang kertas menjadi emas dalam jumlah tetap. Oleh karena itu, jumlah
uang yang beredar akan berubah sesuai dengan persediaan emas di sebuah negara.
Standar emas tergantung pada persediaan emas. Negara yang miskin mineral
emas tidak serta merta kaya karena tidak bisa menambang emas. Mereka hanya
mengandalkan pasokan dari ekspor barang. Oleh karena itu, secara umum, standar ini
dianggap membatasi perekonomian untuk tumbuh.
Tapi, sistem moneter ini juga mendukung stabilitas harga jangka panjang. Jumlah
uang yang beredar lebih terukur daripada ketika mengadopsi uang kertas. Dalam
sistem moneter dengan standar emas, anda dapat mengkonversi secara bebas menjadi
sejumlah emas dengan takaran tetap. Standar emas populer di beberapa negara selama
abad ke 19 hingga awal abad ke-20.
Pada 1821, Inggris menjadi negara pertama yang secara resmi mengadopsi
standar emas. Kemudian, standar emas internasional muncul pada tahun 1871 setelah
Jerman mengadopsinya. Pada 1900, sebagian besar negara maju melakukan kebijakan
serupa. Penjaminan uang kertas dengan logam berharga, seperti emas, mengalami
pasang surut. Itu sejalan dengan kondisi politik dan ekonomi pada waktu itu. Bahkan,
uang kertas yang sudah beredar sempat tidak dijamin sama sekali dengan simpanan
emas sesaat setelah Perang Dunia I. Baru, paska Perang Dunia II akan berakhir,
negara-negara Barat utama bertemu untuk mengembangkan Perjanjian Bretton
Woods. Perjanjian tersebut menjadi kerangka kerja bagi sistem mata uang global
sampai tahun 1971.
3. Interwar Period (1915-1944)
Standar emas klasik berakhir pada masa setelah Perang Dunia I, dimana negara-
negara yang kalah khususnya Jerman, Austria, Hungaria, Polandia, dan Rusia
mengalami hiperinflasi Contoh: Jerman mengalami kenaikan indeks harga sebesar 1
triliun kali lipat daripada saat sebelum perang.
Fluktuasi nilai mata uang di masa 1920-an membuat banyak negara menerapkan
kebijakan depresiasi habis-habisan agar dapat memperoleh untung di pasar ekspor
6
globa. Banyak negara ‘sepertinya’ kembali ke standar emas klasik setelah mulai pulih
dari dampak perang. Namun, itu cuma kedok saja agar mereka bisa
mengimplementasikan kebijakan sterilisasi emas.Sterilisasi Emas kebijakan untuk
menyesuaikan arus masuk dan keluar emas, dengan cara pengurangan jumlah uang
dalam negeri dan peningkatan kredit dalam negeri. Usaha’ untuk kembali ke standar
emas klasik hancur total dengan terjadinya Great Depression (1929) dan kekacauan
itu mengakibatkan ditarik keluarnya emas besar-besaran dari ‘tangan’ bank-bank di
negara-negara besar. Ada 4 tahap intererwar period
Tahap 1 : Nasionalisme Ekonomi akibat Perang Dunia I
Tahap 2 : Standar emas klasik gagal untuk dipulihkan(karena
agenda politik masing-masing)
Tahap 3 : Ekonomi tak stabil dan bank-bank bangkrut karena
terjadi penarikan besar-besaran
Tahap 4 : Investor panik, ingin melarikan modal ke luar
negeri, tapi semua di luar negeri juga bernasib sama.
4. Sistem Bretton Woods (1944-1976)
Bretton Woods System adalah sebuah sistem perekonomian dunia yang
dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di Bretton Woods, New Hampshire
pada tahun 1944[1]. Konferensi ini merupakan produk kerjasama antara Amerika
Serikat dan Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga institusi
keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank Dunia, dan Organisasi
Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods dibentuk dalam rangka menyelesaikan
pertarungan yang terjadi antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas
internasional,tetapi dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi kebijakan nasional,
nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk mengubah mata uang satu sama lain saling
bertolak belakang.
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional didasari atas sistem
perekonomian merkantilisme. Tujuan ekonomi kaum merkantilis adalah dengan
memakmurkan negara dengan memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam
7
kas negara. Faktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum merkantilis
adalah negara di mana merkantilisme sangat populer bagi pemerintah yang sedang
melakukan pembinaan kekuatan negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada
pencapaian kepentingan nasional negara secara maksimal. Namun sistem
perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya Perang Dunia I yang berdampak
negara-negara menjadi proteksionis terhadap komoditas atau barang-barang dari luar
serta tidak stabilnya sistem mata uang selama perang terjadi.Dilatarbelakangi oleh
semangat liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan Inggris, yang
bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi yang berdasarkan atas kondisi
akses yang sama terhadap pasar dan semangat liberalisme tersebut mendorong
diselenggarakannya konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944.
Tujuan Konferensi Bretton Woods Terdapat dua tujuan utama konferensi Bretton
Woods, yaitu: mendorong pengurangan tarif dan hambatan lain dalam perdagangan
internasional dan menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik
ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah satu bagiannya adalah
mencegah terjadinya Perang Dunia II.
5. Rezim Nilai Tukar Fleksibel/Mengembang terkendali
Sistem ini belaku sejak November 1978 – Agustus 1997. Pada masa ini nilai
rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi
terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi
tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September
1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi
sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik.
Dengan sistem ini, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar
Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi
batas atas atau batas bawah spread.
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai
tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar.
8
Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US
Dollar. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar cenderung tidak
pasti.
9
menjual mata uang asing (dollar Amerika) naik maka akibatnya nilai dollar Amerika
akan turun. Begitu juga sebaliknya. Dengan demikian dalam sistem kurs
mengambang penentuan tinggi rendahnya kurs mata uang ditentukan oleh tinggi
rendahnya permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut.
Kelebihan dari sistem kurs ini adalah, Mampu menjaga stabilitas moneter dengan
lebih baik dan neraca pembayaran suatu negara, akan tetapi kelemahannya Selisih
kurs yang terjadi dalam pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa
untuk menutupi selisihnya.
10
2. Manage Float (dirty float)
Mekanisme Managed Float memungkinkan pemerintah untuk
mengintervensi pasar pertukaran mata uang untuk mengurangi ‘economic
uncertainty’ yang diakibatkan oleh Free Float. Resiko Free Float dapat menyebabkan
terjadinya inflasi serta dapat menyebabkan terancamnya neraca pembayaran luar
negeri karena membahayakan ekspor. Oleh karena itulah dalam rangka mengurangi
‘volatility’ intervensi bank sentral diperlukan. Terdapat 3 pendekatan intervensi:
1) Smoothing (daily fluctuation)
Bank sentral secara aktif dan teratur dalam periode tertentu membeli dan menjual
mata uangnya terhadap mata uang lain untuk memuluskan transisi perubahan nilai
tukar.
2) Leaning against the wind
Kebijakan moderat seperti ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya fluktuasi yang
drastis dalam jangka waktu pendek akibat dari adanya peristiwa moneter
internasional yang dampaknya temporer. Dengan demikian ntervensi bank sentral
hanya bila diperlukan saja untuk mengantisipasi terhadap perubahan nilai tukar secara
drastis.
3) Unofficial pegging
Mekanisme pegging ini dilakukan oleh pemerintah untuk melindungi
kepentingan ekspornya dari fenomena upward / downward exchange rate. Dengan
demikian pemerintah dengan tanpa pengumuman resmi dapat menetukan nilai
tukarnya terhadap mata uang lain sehingga dalam hal ini tidak ada komitmen
terhadap level nilai tukar mata uang asing.
11
aliansi untuk menetapkan nilai tukar tetap mata uangnya (fixed central exchange
rates).
Isu pembentukan mekanisme ini sudah dimulai dengan dibentuknya
European Monetary System (EMS) yang dilakukan pada tahun 1979. Follow-up dari
pembentukan EMS ini adalah dengan dibuatnya The European Currency Unit (ECU)
yang mempersatukan mata uang 10 negara di benua Eropa terutama Eropa Barat.
Pembentukan ECU ini berlangsung tidak mulus karena adanya tentangan dari
sejumlah negara dengan tingkat kesejahteraan yang cukup tinggi , karena akan terjadi
‘transfer of wealth’ terhadap negara anggota yang tingkat kesejahteraannya lebih
rendah. Jalan tengah yang ditempuh adalah menetapkan nilai mata uang negara
masing-masing terhadap ECU misalnya 1 ECU = 42,4582 Ff Belgia, 7,85212 Kroner
Denmark, 6,90403 Ff Perancis dsb.
Bila terjadi peristiwa menguat / melemahnya nilai tukar mata uang salah satu
negara anggota terhadap mata uang negara anggota lain maka bank sentral negara
masing-masing akan menjual/beli mata uang masing- masing (currency swap).
Karena kebijakan moneter masing-masing negara anggota yang berbeda
ditambah dengan neraca pembayaran luar negeri masing-masing anggota yang
bervariasi maka pada tahun 1993 terjadi ‘pooling’ / pengkotak-kotakan ECU, dimana
negara dengan nilai tukar yang lebih kuat cenderung menetapkan nilai tukar terhadap
DM Jerman seperti Gulden (Belanda), Ff (Belgia, Perancis, Luxembourg), dan Krone
(Denmark). Sementara negara-negara dengan nilai tukar yang lebih lemah
membentuk pool lain yakni Inggris, Italia, Spanyol, Portugal serta Irlandia.
12
Apabila tingkat nilai tukar mata uang tidak dapat dipertahankan, maka
devaluasi merupakan ‘the last resort’ yang biasa ditempuh negara anggota. § Selain
cara devaluasi, terdapat 4 cara untuk menstabilkan kembali nilai tukar yaitu :
1) Foreign Borrowing
Cara ini akan menyembuhkan secara temporer deficit neraca pembayaran, tetapi
bila berbicara terhadap dampak jangka panjang hal ini bukan merupakan alternatif
pemecahan yang baik.
Contoh kasus yakni ‘heavy borrowing’ terhadap mata uang asing karena
terjadinya defisit neraca pembayaran luar negeri Mexico selama pemerintahan
presiden Carlos Salinas de Gortari. Untuk sementara waktu policy ini memberikan
dampak positif, sampai suatu masa dimana investor berpandangan bahwa
kemampuan Mexico untuk membayar kewajiban berkurang. Akhirnya nilai tukar
peso Mexico turun kembali secara cepat sehingga tidak ada alternatif lain bagi
pemerintah untuk melakukan devaluasi.
2) Austerity dan Austerity
Kombinasi dari pengurangan belanja pemerintah dan meningkatkan pendapatan
melalui pajak. Dengan naiknya pajak maka national income akan berkurang sehingga
dampaknya diharapkan dapat mengurangi impor yang pada akhirnya akan
mengurangi defisit neraca perdagangan. Pengurangan impor dapat membantu neraca
pembayaran luar negeri, selain juga akan menurunkan inflasi (disinflasi) sehingga
perlunya untuk mendevaluasi mata uang menjadi berkurang.
Disinflasi akan menaikkan nilai tukar mata uang lokal disamping juga akan
meningkatkan tingkat pengangguran, sehingga cara ini sangat dilematis bagi penentu
kebijakan moneter.
3) Kontrol Terhadap Harga dan Gaji
Cara ini merupakan alternative dari Austerity, dan kurang populer pada zaman ini.
Kebijakan ini malahan akan lebih memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang
lokal karena pemerintah dianggap tidak berniat untuk membasmi problem defisit
neraca pembayaran yang sebenarnya.
13
4) Kontrol Nilai Tukar (Exchange controls)
Untuk menyeimbangkan neraca pembayaran luar negerinya, beberapa negara
berkembang menggunakan sistem ini. Negara dengan nilai mata uang ‘over-valued’
akan menjatah sejumlah mata uangnya untuk ditukar dengan mata uang asing
sementara negara dengan nilai mata uang yang ‘under-valued’ akan melarang
masuknya modal asing ke dalam negeri.
5. Current Hybrid System
Sistem nilai tukar pada masa kini merupakan suatu perpaduan / hybrid antara
managed-floating dengan free floating, dimana mata uang utama akan dibatasi
floating nya sedangkan mata uang lainnya dibiarkan free float dan di’pegged’
terhadap mata uang utama dunia. Bagi Manajer dan Investor, perhatian terhadap
neraca pembayaran setidaknya karena alasan berikut:
a. Neraca pembayaran membantu dalam meramalkan potensi pasar suatu negara,
terutama dalam jangka pendek. Suatu negara yang mengalami defisit neraca
pembayaran tidak mungkin mengimpor sebanyak bila mengalami surplus neraca
pembayaran.
b. Neraca pembayaran merupakan indikator penting adanya tekanan terhadap kurs suatu
negara. Oleh karena itu amat potensial bagi perusahaan yang berdagang atau
melakukan investasi di negara tersebut untuk memperoleh keuntungan ataupun
menderita kerugian valas.
c. Negara yang mengalami defisit neraca pembayaran secara terus menerus dapat
merupakan petunjuk akan terjadinya kontrol terhadap pergerakan modal (seperti
pembayaran deviden, fee, dan bunga terhadap perusahaan/investor asing) pada suatu
hari.
d. Kurs mata uang adalah perbandingan nilai antar mata uang.
e. Kurs menunjukan harga suatu mata uang jika dipertukarkan dengan mata uang lain.
Contoh nilai kurs rupiah per US$ sebesar Rp 10.000,-/US. Berarti bahwa
untuk membeli US$ 1 diperllukan Rp 10.000 § Dalam sistem mata uang
mengambang bebas (free float) apabila harga suatu mata uang menjadi semakin
14
mahal terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan berapresiasi.
Sebaliknya jika harga suatu mata uang turun terhaadap mata uang lain, mata uang
tersebut di.katakan terdepresiasi.
f. Dalam sistem mata uang tertambat (Pegged), kenaikan nilai suatu mata uang terhadap
mata uang lain disebut Revaluasi § Sedangkan penurunan nilai suatu mata uang
disebut devaluasi.
Contoh kurs rupiah terhadap dolar pada tahun 1985 dan 1986.
a. 1985, Rp/US $ = Rp 1125 § 1986 , Rp/US $ = Rp 1642, terjadi devaluasi § Maka
persentase perubahan mata uang : ((S86/S85)-1)x 100 § ((1642/1125)-1)) x100
=45,87 % Artinya Rupiah terdepresiasi 45,87 % .
15
4. Perbedaan Suku Bunga Berbagai Negara
Bila suatu suku bunga di sebuah negara meningkat maka akan terjadi
peningkatan modal yang masuk pada negara tersebut. Dampaknya akan terjadi pada
pasar valuta asing dan juga pasar uang.
Pada saat melakukan aktivitas transaksi, bank akan mempertimbangkan
perbedaan suku bunga pasar modal nasional dan global dengan kriteria berdasarkan
laba.
5. Aktivitas Neraca Pembayaran
Bila neraca pembayaran suatu negara aktif dan menilai positif maka akan
mempengaruhi kurs BI secara positif.
6. Tingkat Pendapatan Relatif
Tingkat pendapatan riil yang diterima oleh masyarakat suatu negara akan
mempengaruhi peningkatan ataupun pelemahan kurs mata uang asing. Apabila
pendapatan riil dalam negeri meningkat maka demand terhadap mata uang asing
biasanya meningkat. Hal ini akan mengakibatkan keterbatasan supply.
16
mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap kebijakan mata uangnya. Sistem
moneter seperti apa yang seharusnya Michel Camdessus (Managing Director IMF
saat itu) rekomendasikan kepada negeri-negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi
nyata sebelum tahun 1971 : masing-masing negara itu mesti menstabilkan mata
uangnya terhadap Dollar AS atau terhadap salah satu mata uang yang stabil yang
berhadapan dengan Dollar AS
yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir seluruh
ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif memiliki
tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya ingin
menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal pendiriannya tahun
1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi negara-negara sebuah filosofi
manajemen makro ekonomik yang logis berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali
(fixed exchange rate). Kesepakatan yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada
para pemimpin moneter domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat
memperbaiki mata uangnya terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS.
Pada praktiknya, kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang
kuat; rencana stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di
Argentina oleh Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas
pemimpin sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat tidak
diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara mematuhinya dan IMF
memiliki seperangkat aspek teknis untuk menerapkannya. Namun setelah tahun 1971
IMF kehilangan sentuhan tersebut ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas)
sebelum 1971 menjadi nilai tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah
1973, tahun dimana sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap
beralih ke nilai tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter internasional
menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan pengawas utang
17
(bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa diperankan dengan baik
oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-negara transisi muncul, IMF
tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk stabilitas moneter untuk
menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa pengeculian seringkali konsep yang
ditawarkan serampangan. Kegagalan negara transisi dibuktikan dengan fakta bahwa
tidak satupun dari negara-negara tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat
pendapatan sejak masa transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua
pengecualian, inflasi kembali mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin
sejauh ini lebih memburuk dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia
(I dan II) yang amat menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada. Setiap
negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti bagaimana
tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-negara telah
mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia (emas atau perak) atau
terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad terakhir sejak sistem moneter
internasional (bretton woods) hancur, negara-negara mengadopsi sistem moneternya
sendiri, fen omena yang tidak memiliki contoh sejarah dalam kerjasama antar negara
yang dikenal sebagai sistem moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa
ketergantungan diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa
keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu sama lain.
Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka negara-negara
lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara bergerak menuju
surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh terhadap negara lain. Ini
memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata uang. Di dalam sebuah dunia dari
n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai tukar yang independen. Setiap negara
tidak dapat menetapkan nilai tukarnya. Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara
negara-negara. Ada satu derajat bebas (degree of freedom), yang membiarkan
kenaikan terhadap apa yang para ekonom menyebutnya dengan (redundancy
problem) masalah kelebihan . Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk
18
memelihara kestabilan harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah
memelihara atau menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang tunggal
dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa kebingungan yang luar
biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini tidaklah begitu buruk. Ada
hubungan yang penting dalam struktur finansial dunia berkenaan dengan konfigurasi
kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan khusus yang dijalankan oleh mata uang
negara AS. Ketika suatu negara memiliki supereconomy, mata uangnya seringkali
memenuhi banyak fungsi dari sebuah mata uang internasional, sebuah judul yang kita
coba berangkat dari sini.Negara yang Mengalami Kepailitan diantaranya:
a. Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan pinjaman
kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan seakan negara tidak
akan mengalami kepailitan. Kenyataan memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang
pemerintah negara berdaulat) menghantam bisnis internasional. Beberapa negara
berkembang ternyata tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun
tidak terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981,
sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab
bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak. Pada
tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan tahun 1979 –
1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini mendorong
meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan terjadinya resesi dunia.
Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara berkembang menurun, sehingga
menggoncang perekonomian dan kemampuan untuk membayar utang.
b. Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan harga
tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada suku bunga
pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya digunakan suku bunga
variabel. Negara berkembang menanggung biaya bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun
untuk setiap kenaikan 1 persen suku bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan
naiknya nilai mata uang AS$. Negara berkembang pada umumnya meminjam uang
19
dalam bentuk AS$ sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban.
Beban tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima
dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang dalam AS$.
IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial berusahan keras
mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka pendek dan jangka
panjang.
20
perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador, Yunani, dan
Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya sejak tahun 1800 dan
untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan waktu 113 tahun. Yunani
mengalami kegagalan membayar utangnya selama 87 tahun.
Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda, Austria, Jepang dan
Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi kewajibannya membayar utang
luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi kewajiban utang luar negeri tahun 1976,
telah membelanjakan lebih banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan
semacamnya daripada untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok
pemberipinjaman negara Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh
utang Polandia atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat
memberikan ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan
Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian bantuan ini
didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya reformasi ekonomi,
sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang sudah rapuh.
21
d. IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan suatu tekanan kepada
negara peminjam.
e. IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya memberi pinjaman dalam
jumlah yang cukup sehingga dapat digunakan untuk jangka panjang.
f. Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah bentuknya menjadi bentuk
equitas, sehingga mendorong timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang
dilaksanakan. Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh temponya
dengan penerapan bunga ceiling.
g. Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi asing.
h. Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang
22
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Sistem Moneter Internasional merupakan system keuangan yang berlaku
untuk semua negara didunia yang membahas tentang pembayaran atas transaksi lintas
negara dilaksanakan dan salah satu perangkat kebijakan, institusi, praktisi, regulasi,
mekanisme yang mentukan tingkat dimana mata uang satu ditukarkan dengan mata
uang lainnya.
23
kerangka ekonomi global untuk meminimalisir konflik ekonomi antar negara. 5).
Rezim Nilai Tukar Fleksibel, pada tahun 1976 anggota IMF yang bertemu di jamaika
menghasilkan tiga keputusan yaitu : Nilai tukar fleksibel dinyatakan dapat diterima
oleh anggota IMF dan bank central masing-masing negara berhak mengintervensi
aktivitas perdagangan yang tidak jelas, emas yang bukan lagi cadangan internasional,
dan negara penghasil dan pengekspor minyak dan negara miskin akan mendapat
akses dana IMF yang lebih besar.
Sistem penetapan kurs valuta asing ditetapkan menjadi 2 yaitu : a. Kurs tetap
(fixed exchange rate) merupakan nilai tukar mata uang dalam negeri yang ditetapkan
besarnya oleh bank central atau pemerintah terhadap mata uang negara lain. b. Kurs
mengambang/fleksibel (floating exchange rate) merupakan nilai tukar mata uang
yang besarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau permintaan dan penawaran mata
uang asing.
24
Kelemahan sistem monter internasional, ketika sistem moneter internasional
dikaitkan dengan emas yang pada akhirnya menyebabkan saling ketergantungan
diantara sistem mata uang, sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap
(fixed exchange rate) dan menstabilkan inflasi.
25
Diskusi
Pertanyaan :
Mengapa pada era modern standar emas sudah tidak lagi digunakan dalam moneter
internasional
Jawab :
Emas tidak digunakan kembali sebagai standar nilai tukar mata uang dunia sejak
tahun 1934 dan setelah Perang Dunia II usai. Hal ini dikarenakan adanya Depresi
Besar
yang dialami oleh dunia selama perioda 1930 hingga 1931. Banyak negara yang tidak
dapat
emas tidak digunakan lagi pada sistem moneter internasional pada era modern
dikarenakan
jumlah emas yang tersedia sudah tak sebanding dengan jumlah nilai uang yang
beredar.
Pertanyaan :
Apa saja Keuntungan dan kerugian sistem moneter internasional bagi indonesia
Jawab :
26
• Selain itu pengaruh stabilnya sistem moneter internasional juga berdampak pada
27
Daftar Pustaka
Abdillah, A. (2013, 051. Always Smile n Always Together. Retrieved from Makalah
Sistem Moneter internasional:
http://www.araiswat.blogspot.com
Aridha, K. (2019) Sistem Maneter Internasional. Retrieved from
http://www.academia.edu
Heimi, A. (2015). MK Internasional. 36-47
28