Anda di halaman 1dari 23

SISTEM MONETER INTERNASIONAL

Makalah
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Bisnis Internasional
Dosen Pengampu: Adil Ridlo Fadillah., SE., M.Si., Ak., C.A.

Oleh:
Moh Resta Abdul Aziz (163403145)
Keke Putri Fauziah (193403091)
Putri Jati Cahya Dewi (193403098)
Rika Dwi Rahmawati (193403101)
Putri Rahmawati (193403108)
Refina Nurul Fadila (193403121)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan ke hadirat Alloh SWT, karena rahmat
dan hidayah-Nya, serta usaha penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“SISTEM MONETER INTERNASIONAL” makalah ini disusun untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bisnis Internasional.
Dalam penulisan makalh ini, penulis mendapatkan bimbingan atau arahan
dari Bapak Adil Ridlo Fadillah., SE., M.Si., Ak., C.A. maka dari itu, penulis
mengucapkan terimakasih. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini,
masih jauh dari sempurna. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dalam penyempurnaan makalah ini.

Tasikmlaya, Desember 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................2
DAFTAR ISI....................................................................................................................3
BAB I................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah......................................................................................4
B. Rumusan Masalah................................................................................................4
C. Tujuan Makalah...................................................................................................4
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN...............................................................................................................6
A. Sistem Moneter Internasional.............................................................................6
B. Sejarah Sistem Moneter Internasional...............................................................7
C. Sistem penetapan Kurs Valuta Asing...............................................................11
D. Mekanisme untuk Menetapkan Nilai Tukar....................................................12
E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs........................................................16
F. Kelemahan Sistem Moneter Internasional.......................................................17
BAB III...........................................................................................................................22
PENUTUP.......................................................................................................................22
A. Kesimpulan.........................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................23
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini kita berbicara tentang moneter maka masalah utama
yang sering kita bicarakan adalah uang. Setiap negara mempunyai mata
uang sendiri dan mata uang itu menunjukan nilai barangnya. Begitu juga
dengan sistem moneter internasional yang mengacu pada institusi-institusi
pembayaran atas transaksi lintas negara. Sitem ini menentukan bagaimana
kurs tukar asing ditentukan dan bagaimana pemerintah dapat
mempengaruhi kurs tukar.
Sistem moneter internasional merupakan sistem keuangan yang
berlaku untuk semua negara di dunia yang membahas tentang pembayaran
atas transaksi lintas negara. Sistem moneter internasional yang berfungsi
dengan baik akan memfasilitasi perdagangan internasional dan investasi,
serta mempermudah adaptasi terhadap perubahan. Pembahasan inti dari
sistem moneter internasional adalah menentukan pengaturan sistem kurs
tukar.
Semenjak dimulainya sistem standar emas hingga abad ke-20,
sistem moneter internasional telah mengalami pasang surut. Perubahan-
perubahan sistem diakibatkan oleh gejolak perekonomian. Saat ini sistem
moneter internasional masih menjadi perhatian semua negara dan masih
ingin merubah sistemnya menjadi berfungsi optimal. Untuk itu penulis
akan membahas terkait dengan “Sistem Moneter Internasional”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan sistem moneter internasional?
2. Bagaimana sejarah mengenai sistsem moneter internasional?
3. Bagaimana sistem penetapan kurs valuta asing?
4. Bagaimana mekanisme untuk menetapkan nilai tukar?
5. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi kurs?
6. Bagaimana kelemahan dalam sistem moneter internasional?

C. Tujuan Makalah
Makalah ini disusun untuk mengetahui hal-hal sebagai berikut:
1. Pengertian dari sistem moneter nasional
2. Sejarah mengenai sistem moneter internasional
3. Sistem penetapan kurs valuta asing
4. Mekanisme untuk menetapkan nilai tukar
5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kurs
6. Kelemahan dalam sistem moneter internasional
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sistem Moneter Internasional
Dalam ekonomi internasional dikenal suatu sistem yang
memungkinkan suatu negara dapat saling berhubungan satu dangan yang
lain. Sistem tersebut disebut sebagai sistem moneter internasional. Sistem
moneter internasional (International Monetary System) dapat diartikan
sebagai pengaturan atau kesepakatan formal antarnegara terkait nilai tukar
dari masing-masing mata uang negara dunia, terhadap mata uang lain.
Jadi, sederhananya, sistem moneter ini berhubungan dengan nilai mata
uang dan perbandingannya. Sistem moneter internasional menunjukkan
seperangkat kebijakan, institusi, praktik, peraturan dan mekanisme yang
menentukan tingkat dimana suatu mata uang ditukarkan dengan mata uang
lain.(Shapiro, 1992).
Di dalam sistem moneter internasional tersebut terdapat ketentuan
–ketentuanyang mengatur cara atau metode pembayaran yang dapat
diterima antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) dalam batas
negara yang berbeda. Namun, ketentuan-ketentuan ini tentu harus
disepakati oleh para anggotanya atau negara serta bank sentralnya.
Negara-negara melalui bank sentral yang dimilikinya harus mampu
menyediakan cadangan kapital atau likuiditas sesuai dengan aturan yang
disepakati sehingga cukup untuk mengatasi fluktuasi perdagangan
internasional. Hal ini memungkinkan neraca perdagangan internasional
dapat mencapai ekuilibrium ekonomi global, terutama dalam hal nilai pada
setiap entitas ekonomi yang dapat dikoreksi sewaktu-waktu sesuai nilai
riilnya.
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami
begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa.
Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik
domestik sertan internasional pada masing-masing masa. Para ahli
beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasional merupakan
unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapan ini
tidak terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang
mengatur Sistem Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek
distributif yang penting bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam
kehidupan negara tersebut. Suatu Sistem Moneter Internasional yang
berjalan dengan baik akan melancarkan perdagangan dunia, arus investasi
asing dan interdepedensi global. Kemampuan Sistem Moneter
Internasional adalah prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia, sebaliknya
runtuhnya Sistem Moneter Internasional barat menjadi penyebab
terpisahnya kesuraman dalam ekonomi internasional.
Jika dalam skala domestik atau nasional problema
ketidakseimbangan pembayaran antar daerah dapat disesuaikan melaui
pergerakan modal ataupun kebijakan fiskal dan moneter, dalam skala
internasional akan sedikit lebih rumit. Pembayaran yang tidak seimbang
antar negara dapat diselesaikan melalui financing, perubahan kebijakan
domestik untuk menggeser pola perdagangan dan investasi, melalui
kontrol devisa untuk melakukan penjatahan pasokan devisa, atau dengan
cara membiarkan nilai tukar mata uang berubah sesuai situasi dan kondisi.
Sehingga yang terpenting dalam sistem moneter internasional adalah
tersedianya alat atau cara untuk menyesuaikan ketidakseimbangan
pembayaran internasional.
B. Sejarah Sistem Moneter Internasional
Sistem moneter internasional berjalan melalui lima tahap evaaluasi:
1. Bimetalisme
Bimetalisme adalah kebijakan moneter dimana nilai mata
uang ini terkait dengan nilai dua logam, biasanya (tetapi tidak
selalu) perak dan emas. Dalam sistem ini, nilai dari dua logam
akan dihubungkan satu sama lain-dengan kata lain, nilai perak akan
dinyatakan dalam hal emas, dan sebaliknya -dan baik logam dapat
digunakan sebagai alat pembayaran yang sah.
Uang kertas maka akan langsung dikonversi ke jumlah
yang setara dengan baik logam-misalnya, mata uang AS digunakan
untuk secara eksplisit menyatakan bahwa RUU itu ditukarkan “di
koin emas dibayarkan kepada pembawa pada permintaan.” Dolar
secara harfiah penerimaan untuk kuantitas aktual metal yang
diselenggarakan oleh pemerintah, peninggalan dari waktu sebelum
uang kertas adalah umum dan standar.
Dari tahun 1792, ketika Mint AS didirikan , sampai 1900,
Amerika Serikat adalah negara bimetal, dengan kedua perak dan
emas diakui sebagai mata uang hukum; pada kenyataannya, Anda
bisa membawa perak atau emas untuk mint AS dan telah berubah
menjadi koin. AS tetap nilai perak untuk emas sebagai 15: 1 (1 ons
emas bernilai 15 ons perak, ini kemudian disesuaikan dengan 16:
1).
Satu masalah dengan bimetalisme terjadi ketika nilai
nominal koin lebih rendah dari nilai sebenarnya dari logam yang
dikandungnya. Sebuah koin perak satu dolar, misalnya, mungkin
layak $ 1,50 di pasar perak. Nilai Kesenjangan ini mengakibatkan
kekurangan perak separah orang berhenti menghabiskan koin perak
dan memilih bukan untuk menjual mereka atau mereka dilebur
menjadi bullion. Pada tahun 1853, kekurangan ini perak diminta
pemerintah AS untuk merendahkan perak koin-kata lain,
menurunkan jumlah perak di koin. Hal ini mengakibatkan koin
perak lebih dalam sirkulasi.
Sementara ini stabil ekonomi, juga pindah negara terhadap
monometallism (penggunaan logam tunggal dalam mata uang) dan
Standar Emas. Perak tidak lagi dilihat sebagai mata uang menarik
karena koin-koin itu tidak layak nilai wajah mereka. Kemudian,
selama Perang Saudara , penimbunan emas dan perak diminta
Amerika Serikat untuk sementara beralih ke apa yang dikenal
sebagai “ uang fiat .” Fiat uang, yang adalah apa yang kita gunakan
saat ini, adalah uang pemerintah menyatakan untuk menjadi legal
tender, tapi itu tidak didukung atau convertible untuk sumber daya
fisik seperti logam. Pada saat ini, pemerintah menghentikan uang
kertas penebusan emas atau perak.
2. Standar emas (gold standard) adalah sistem moneter di mana
pemerintah mematok mata uang domestik ke emas. Di bawah
sistem ini, nilai nominal uang anda setara dengan emas yang akan
anda peroleh ketika menukarnya. Jadi, pemerintah sepakat untuk
mengkonversi uang kertas menjadi emas dalam jumlah tetap. Oleh
karena itu, jumlah uang yang beredar akan berubah sesuai dengan
persediaan emas di sebuah negara.
Standar emas tergantung pada persediaan emas. Negara
yang miskin mineral emas tidak serta merta kaya karena tidak bisa
menambang emas. Mereka hanya mengandalkan pasokan dari
ekspor barang. Oleh karena itu, secara umum, standar ini dianggap
membatasi perekonomian untuk tumbuh.
Tapi, sistem moneter ini juga mendukung stabilitas harga
jangka panjang. Jumlah uang yang beredar lebih terukur daripada
ketika mengadopsi uang kertas.
Dalam sistem moneter dengan standar emas, anda dapat
mengkonversi secara bebas menjadi sejumlah emas dengan takaran
tetap. Standar emas populer di beberapa negara selama abad ke 19
hingga awal abad ke-20.
Pada 1821, Inggris menjadi negara pertama yang secara
resmi mengadopsi standar emas. Kemudian, standar emas
internasional muncul pada tahun 1871 setelah Jerman
mengadopsinya. Pada 1900, sebagian besar negara maju
melakukan kebijakan serupa. Penjaminan uang kertas dengan
logam berharga, seperti emas, mengalami pasang surut. Itu sejalan
dengan kondisi politik dan ekonomi pada waktu itu. Bahkan, uang
kertas yang sudah beredar sempat tidak dijamin sama sekali
dengan simpanan emas sesaat setelah Perang Dunia I. Baru, paska
Perang Dunia II akan berakhir, negara-negara Barat utama bertemu
untuk mengembangkan Perjanjian Bretton Woods. Perjanjian
tersebut menjadi kerangka kerja bagi sistem mata uang global
sampai tahun 1971.

3. Interwar period (1915-1944)


Standar emas klasik berakhir pada masa setelah Perang
Dunia I, dimana negara-negara yang kalah khususnya Jerman,
Austria, Hungaria, Polandia, dan Rusia mengalami hiperinflasi
Contoh: Jerman mengalami kenaikan indeks harga sebesar
1 triliun kali lipat daripada saat sebelum perang
Fluktuasi nilai mata uang di masa 1920-an membuat
banyak negara menerapkan kebijakan depresiasi habis-habisan agar
dapat memperoleh untung di pasar ekspor globa. Banyak negara
‘sepertinya’ kembali ke standar emas klasik setelah mulai pulih
dari dampak perang. Namun, itu cuma kedok saja agar mereka bisa
mengimplementasikan kebijakan sterilisasi emas.Sterilisasi Emas
 kebijakan untuk menyesuaikan arus masuk dan keluar emas,
dengan cara pengurangan jumlah uang dalam negeri dan
peningkatan kredit dalam negeri. Usaha’ untuk kembali ke standar
emas klasik hancur total dengan terjadinya Great Depression
(1929) dan kekacauan itu mengakibatkan ditarik keluarnya emas
besar-besaran dari ‘tangan’ bank-bank di negara-negara besar. Ada
4 tahap intererwar period
Tahap 1: Nasionalisme Ekonomi akibat Perang Dunia I
Tahap 2: Standar emas klasik gagal untuk
dipulihkan(karena agenda politik masing-masing)
Tahap 3: Ekonomi tak stabil dan bank-bank bangkrut
karena terjadi penarikan besar-besaran
Tahap 4: Investor panik, ingin melarikan modal ke luar
negeri, tapi semua di luar negeri juga bernasib sama.

4. Sistem Bretton Woods (1944-1976)


Bretton Woods System adalah sebuah sistem perekonomian
dunia yang dihasilkan dari konferensi yang diselenggarakan di
Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944[1]. Konferensi
ini merupakan produk kerjasama antara Amerika Serikat dan
Inggris yang memiliki beberapa fitur kunci yang melahirkan tiga
institusi keuangan dunia yaitu Dana Moneter Internasional, Bank
Dunia, dan Organisasi Perdagangan Dunia. Sistem Bretton Woods
dibentuk dalam rangka menyelesaikan pertarungan yang terjadi
antara otonomi yang dimiliki oleh domestik dan stabilitas
internasional, tetapi dasar yang terdapat dalam sistem-otonomi
kebijakan nasional, nilai tukar tetap, dan kemampuan untuk
mengubah mata uang-satu sama lain saling bertolak belakang.
Pada akhir abad ke-19, sistem perdagangan internasional
didasari atas sistem perekonomian merkantilisme. Tujuan ekonomi
kaum merkantilis adalah dengan memakmurkan negara dengan
memasukkan sebanyak mungkin pendapatan ke dalam kas negara.
Faktor utama dalam sistem perekonomian menurut kaum
merkantilis adalah negara di mana merkantilisme sangat populer
bagi pemerintah yang sedang melakukan pembinaan kekuatan
negara, karena tujuannya yang lebih fokus pada pencapaian
kepentingan nasional negara secara maksimal. Namun sistem
perdagangan ini hancur seiring dengan pecahnya Perang Dunia I
yang berdampak negara-negara menjadi proteksionis terhadap
komoditas atau barang-barang dari luar serta tidak stabilnya sistem
mata uang selama perang terjadi.Dilatarbelakangi oleh semangat
liberalisme, ide tersebut didukung oleh Amerika Serikat dan
Inggris, yang bertujuan untuk meningkatkan transaksi ekonomi
yang berdasarkan atas kondisi akses yang sama terhadap pasar..
Dan semangat liberalisme tersebut mendorong diselenggarakannya
konferensi di Bretton Woods pada tahun 1944.
Tujuan Konferensi Bretton Woods Terdapat dua tujuan
utama konferensi Bretton Woods, yaitu: mendorong pengurangan
tarif dan hambatan lain dalam perdagangan internasional dan
menciptakan kerangka ekonomi global untuk meminimalisir
konflik ekonomi yang terjadi di antara negara-negara, yang salah
satu bagiannya adalah mencegah terjadinya Perang Dunia II.

5. Rezim Nilai Tukar Fleksibel/Mengembang terkendali


Sistem ini belaku sejak November 1978 – Agustus 1997.
Pada masa ini nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan
dolar Amerika Serikat akan tetapi terhadap sekeranjang mata uang
asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi tiga kali
devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan
September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal
rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk
mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik. Dengan sistem ini,
Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs
bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan
intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah
spread.
Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali
diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya
terus mengalami depresiasi terhadap US Dollar. Nilai tukar Rupiah
berubah-ubah antara Rp 644/US Dollar sampai Rp 2.383/US
Dollar. Dengan kata lain, nilai tukar Rupiah terhadap US Dollar
cenderung tidak pasti.

C. Sistem penetapan Kurs Valuta Asing


a. Kurs Tetap (Fixed Exchange Rate)
Kurs Tetap adalah nilai kurs mata uang dalam negeri yang
ditetapkan besarnya oleh pemerintah terhadap mata uang asing
seperti Dollar Amerika berdasarkan standar emas, artinya
pemerintah menjamin mata uangnya dengan emas. Sebagai contoh
pemerintah menetapkan Rp 8000,- = 1 Dollar Amerika. Jika dalam
perjalanannya penetapan kurs tetap mengalami masalah, misalnya
terjadi fluktuasi penawaran maupun permintaan yang cukup tinggi
maka pemerintah bisa mengendalikannya dengan membeli atau
menjual kurs mata uang yang berada dalam devisa negara untuk
menjaga agar nilai tukar stabil dan kembali ke kurs tetap nya.
Dalam kur tetap ini, bank sentral melakukan intervensi aktif di
pasar valas dalam penetapan nilai tukar.
Kelebihan dari sistem kurs ini adalah nilai tukar mata uang
akan stabil, akan tetapi kelemahannya pemerintah harus
menyediakan cadangan devisa (emas) yang cukup besar untuk
menjaminnya.
b. Kurs Mengambang/Fleksibel (Floating Exchange Rate )
Kurs Mengambang adalah nilai kurs mata uang yang
besarnya ditentukan oleh kekuatan pasar atau permintaan dan
penawaran mata uang asing. Dengan sistem kurs ini nilai mata
uang dalam negeri akan selalu berubah, bisa naik atau turun
terhadap mata uang asing. Jika permintaan dalam negeri terhadap
mata uang asing (dollar Amerika) naik maka nilai dollar Amerika
akan naik terhadap mata uang dalam negeri (rupiah), akan tetapi
jika permintaan atau yang membeli dollar Amerika turun maka
nilai dollar Amerika juga akan turun. Sedangkan apabila
penawaran atau yang menjual mata uang asing (dollar Amerika)
naik maka akibatnya nilai dollar Amerika akan turun. Begitu juga
sebaliknya. Dengan demikian dalam sistem kurs mengambang
penentuan tinggi rendahnya kurs mata uang ditentukan oleh tinggi
rendahnya permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut.
Kelebihan dari sistem kurs ini adalah, Mampu menjaga
stabilitas moneter dengan lebih baik dan neraca pembayaran suatu
negara, akan tetapi kelemahannya Selisih kurs yang terjadi dalam
pasar valuta akan mengurangi devisa karena memakai devisa untuk
menutupi selisihnya.

D. Mekanisme untuk Menetapkan Nilai Tukar


International monetary system merupakan sekumpulan
peraturan, institusi, aplikasi praktis dan mekanisme yang menetapkan
nilai tukar suatu mata uang asing terhadap mata uang lainnya.
Mekanisme untuk menetapkan nilai tukar terbagi menjadi 5
diantaranya:
1. Free Float (Clean Float)
Pada mekanisme ini, nilai tukr mata uang satu negara terhadap
negara lainnya ditentukan oleh interaksi supply dan/atau demand.
Supply dan/atau demand untuk mata ang tertentu terhadap mata
uang lain dipengaruhi oleh:
a. Perubahan price level
b. Perbedaan suku bunga
c. Pertumbuhan ekonomi
Pada negara-negara yang menganut Mekanisme Free Float, bila
ketiga parameter tersebut berubah maka partisipan pasar akan
secara otomatis memperoleh nilai tukar mata uang pada nilai
keseimbangan baru karena kurva supply dan/atau demand akan
bergeser. Gejala ini mirip pada penetuan harga saham maupun
komoditas yang diperdagangkan di pasar modal.
2. Manage Float (dirty float)
Mekanisme Managed Float memungkinkan pemerintah
untuk mengintervensi pasar pertukaran mata uang untuk
mengurangi ‘economic uncertainty’ yang diakibatkan oleh Free
Float. Resiko Free Float dapat menyebabkan terjadinya inflasi
serta dapat menyebabkan terancamnya neraca pembayaran luar
negeri karena membahayakan ekspor. Oleh karena itulah dalam
rangka mengurangi ‘volatility’ intervensi bank sentral diperlukan.
Terdapat 3 pendekatan intervensi:
1) Smoothing (daily fluctuation)
Bank sentral secara aktif dan teratur dalam periode
tertentu membeli dan menjual mata uangnya terhadap mata
uang lain untuk memuluskan transisi perubahan nilai tukar.
2) Leaning against the wind
Kebijakan moderat seperti ini dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya fluktuasi yang drastis dalam jangka
waktu pendek akibat dari adanya peristiwa moneter
internasional yang dampaknya temporer. Dengan demikian
intervensi bank sentral hanya bila diperlukan saja untuk
mengantisipasi terhadap perubahan nilai tukar secara
drastis.
3) Unofficial pegging
Mekanisme pegging ini dilakukan oleh pemerintah
untuk melindungi kepentingan ekspornya dari fenomena
upward / downward exchange rate. Dengan demikian
pemerintah dengan tanpa pengumuman resmi dapat
menetukan nilai tukarnya terhadap mata uang lain sehingga
dalam hal ini tidak ada komitmen terhadap level nilai tukar
mata uang asing.
3. Target Zone Arrangement
Dasar dari pada pembentukan mekanisme Target Zone
Arrangement ini adalah adanya kepercayaan dari beberapa ekonom
bahwa negara-negara industri maju dapat mengurangi volatilitas
nilai tukar mata uangnya dengan cara membentuk suatu aliansi
untuk menetapkan nilai tukar tetap mata uangnya (fixed central
exchange rates).
Isu pembentukan mekanisme ini sudah dimulai dengan
dibentuknya European Monetary System (EMS) yang dilakukan
pada tahun 1979. Follow-up dari pembentukan EMS ini adalah
dengan dibuatnya The European Currency Unit (ECU) yang
mempersatukan mata uang 10 negara di benua Eropa terutama
Eropa Barat. Pembentukan ECU ini berlangsung tidak mulus
karena adanya tentangan dari sejumlah negara dengan tingkat
kesejahteraan yang cukup tinggi , karena akan terjadi ‘transfer of
wealth’ terhadap negara anggota yang tingkat kesejahteraannya
lebih rendah. Jalan tengah yang ditempuh adalah menetapkan nilai
mata uang negara masing-masing terhadap ECU misalnya 1 ECU =
42,4582 Ff Belgia, 7,85212 Kroner Denmark, 6,90403 Ff Perancis
dsb.
Bila terjadi peristiwa menguat / melemahnya nilai tukar
mata uang salah satu negara anggota terhadap mata uang negara
anggota lain maka bank sentral negara masing-masing akan
menjual/beli mata uang masing- masing (currency swap).
Karena kebijakan moneter masing-masing negara anggota
yang berbeda ditambah dengan neraca pembayaran luar negeri
masing-masing anggota yang bervariasi maka pada tahun 1993
terjadi ‘pooling’ / pengkotak-kotakan ECU, dimana negara dengan
nilai tukar yang lebih kuat cenderung menetapkan nilai tukar
terhadap DM Jerman seperti Gulden (Belanda), Ff (Belgia,
Perancis, Luxembourg), dan Krone (Denmark). Sementara negara-
negara dengan nilai tukar yang lebih lemah membentuk pool lain
yakni Inggris, Italia, Spanyol, Portugal serta Irlandia.
4. Fixed Rate System
Pada mekanisme Fixed rate System ini setiap negara
anggota bersepakat untuk menjaga target tingkat nilai tukar mata
uangnya. Bank sentral secara aktif berjual-beli mata uang di forex
market apabila nilai tukar mata uangnya akan melenceng dari
‘stated par value’ nya pada prosentase diatas jumlah yang ditolelir.
Dengan demikian mereka akan memiliki tingkat inflasi yang
hampir sama besarnya.
Apabila tingkat nilai tukar mata uang tidak dapat
dipertahankan, maka devaluasi merupakan ‘the last resort’ yang
biasa ditempuh negara anggota. § Selain cara devaluasi, terdapat 4
cara untuk menstabilkan kembali nilai tukar yaitu :
1) Foreign Borrowing
Cara ini akan menyembuhkan secara temporer deficit
neraca pembayaran, tetapi bila berbicara terhadap dampak
jangka panjang hal ini bukan merupakan alternatif pemecahan
yang baik.
Contoh kasus yakni ‘heavy borrowing’ terhadap mata uang
asing karena terjadinya defisit neraca pembayaran luar negeri
Mexico selama pemerintahan presiden Carlos Salinas de
Gortari. Untuk sementara waktu policy ini memberikan
dampak positif, sampai suatu masa dimana investor
berpandangan bahwa kemampuan Mexico untuk membayar
kewajiban berkurang. Akhirnya nilai tukar peso Mexico turun
kembali secara cepat sehingga tidak ada alternatif lain bagi
pemerintah untuk melakukan devaluasi.
2) Austerity dan Austerity
Kombinasi dari pengurangan belanja pemerintah dan
meningkatkan pendapatan melalui pajak. Dengan naiknya
pajak maka national income akan berkurang sehingga
dampaknya diharapkan dapat mengurangi impor yang pada
akhirnya akan mengurangi defisit neraca perdagangan.
Pengurangan impor dapat membantu neraca pembayaran luar
negeri, selain juga akan menurunkan inflasi (disinflasi)
sehingga perlunya untuk mendevaluasi mata uang menjadi
berkurang.
Disinflasi akan menaikkan nilai tukar mata uang lokal
disamping juga akan meningkatkan tingkat pengangguran,
sehingga cara ini sangat dilematis bagi penentu kebijakan
moneter.
3) Kontrol Terhadap Harga dan Gaji
Cara ini merupakan alternative dari Austerity, dan kurang
populer pada zaman ini. Kebijakan ini malahan akan lebih
memberikan tekanan terhadap nilai tukar mata uang lokal
karena pemerintah dianggap tidak berniat untuk membasmi
problem defisit neraca pembayaran yang sebenarnya.
4) Kontrol Nilai Tukar (Exchange controls)
Untuk menyeimbangkan neraca pembayaran luar
negerinya, beberapa negara berkembang menggunakan sistem
ini. Negara dengan nilai mata uang ‘over-valued’ akan
menjatah sejumlah mata uangnya untuk ditukar dengan mata
uang asing sementara negara dengan nilai mata uang yang
‘under-valued’ akan melarang masuknya modal asing ke dalam
negeri.
5. Current Hybrid System
Sistem nilai tukar pada masa kini merupakan suatu
perpaduan / hybrid antara managed-floating dengan free floating,
dimana mata uang utama akan dibatasi floating nya sedangkan
mata uang lainnya dibiarkan free float dan di’pegged’ terhadap
mata uang utama dunia. Bagi Manajer dan Investor, perhatian
terhadap neraca pembayaran setidaknya karena alasan berikut:
a. Neraca pembayaran membantu dalam meramalkan potensi
pasar suatu negara, terutama dalam jangka pendek. Suatu
negara yang mengalami defisit neraca pembayaran tidak
mungkin mengimpor sebanyak bila mengalami surplus neraca
pembayaran.
b. Neraca pembayaran merupakan indikator penting adanya
tekanan terhadap kurs suatu negara. Oleh karena itu amat
potensial bagi perusahaan yang berdagang atau melakukan
investasi di negara tersebut untuk memperoleh keuntungan
ataupun menderita kerugian valas.
c. Negara yang mengalami defisit neraca pembayaran secara terus
menerus dapat merupakan petunjuk akan terjadinya kontrol
terhadap pergerakan modal (seperti pembayaran deviden, fee,
dan bunga terhadap perusahaan/investor asing) pada suatu hari.
d. Kurs mata uang adalah perbandingan nilai antar mata uang.
e. Kurs menunjukan harga suatu mata uang jika dipertukarkan
dengan mata uang lain.
Contoh nilai kurs rupiah per US$ sebesar Rp
10.000,-/US. Berarti bahwa untuk membeli US$ 1 diperllukan
Rp 10.000 §Dalam sistem mata uang mengambang bebas (free
float) apabila harga suatu mata uang menjadi semakin mahal
terhadap mata uang lain, maka mata uang itu dikatakan
berapresiasi. Sebaliknya jika harga suatu mata uang turun
terhaadap mata uang lain, mata uang tersebut di.katakan
terdepresiasi.
f. Dalam sistem mata uang tertambat (Pegged), kenaikan nilai
suatu mata uang terhadap mata uang lain disebut Revaluasi §
Sedangkan penurunan nilai suatu mata uang disebut devaluasi.
Contoh kurs rupiah terhadap dolar pada tahun 1985 dan 1986.
a. 1985, Rp/US $ = Rp 1125 § 1986 , Rp/US $ = Rp 1642,
terjadi devaluasi § Maka persentase perubahan mata
uang : ((S86/S85)-1)x 100 § ((1642/1125)-1)) x100
=45,87 %
Artinya Rupiah terdepresiasi 45,87 %

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kurs


Kurs adalah nilai atau harga sebuah mata uang dari suatu negara
terhadap mata uang negara lain. Kurs dasarnya adalah perbandingan
antar dua mata uang dengan negara yang berbeda. Makanya kamu sering
mendengar mata uang rupiah melemah terhadap dollar.Artinya nilai mata
uang rupiah sedang turun terhadap dollar.Istilah lain dari kurs adalah nilai
tukar mata uang (exchange rate). Faktor yang Mempengaruhi :
1. Kebijakan Pemerintah
Pada dasarnya kebijakan pemerintah mempengaruhi
keseimbangan nilai tukar rupiah dalam berbagai aspek. Salah
sedikit saja dapat membuat nilai mata uang turun.
2. Inflasi
Faktor berikutnya yang dapat mempengaruhi kurs BI
adalah tingkat inflasi. Rumusnya adalah hubungan antara
tingkat inflasi dengan kurs adalah negatif. Jadi, ketika ada inflasi
yang tinggi maka nilai mata uang atau kurs BI menjadi turun.
3. Ekspektasi
Ekspektasi juga dapat mempengaruhi nilai mata uang.
Karena pasar valuta asing akan terstimulus dengan cepat
apabila ada informasi terkait dampak pada masa depan.
4. Perbedaan Suku Bunga Berbagai Negara
Bila suatu suku bunga di sebuah negara meningkat maka
akan terjadi peningkatan modal yang masuk pada negara
tersebut. Dampaknya akan terjadi pada pasar valuta asing dan
juga pasar uang.
Pada saat melakukan aktivitas transaksi, bank akan
mempertimbangkan perbedaan suku bunga pasar modal
nasional dan global dengan kriteria berdasarkan laba.
5. Aktivitas Neraca Pembayaran
Bila neraca pembayaran suatu negara aktif dan menilai positif
maka akan mempengaruhi kurs BI secara positif.
6. Tingkat Pendapatan Relatif
Tingkat pendapatan riil yang diterima oleh masyarakat
suatu negara akan mempengaruhi peningkatan ataupun
pelemahan kurs mata uang asing. Apabila pendapatan riil
dalam negeri meningkat maka demand terhadap mata uang
asing biasanya meningkat. Hal ini akan mengakibatkan
keterbatasan supply

F. Kelemahan Sistem Moneter Internasional


Ketika sistem moneter internasional dikaitkan dengan emas, yang pada
akhirnya menyebabkan saling ketergantungan di antara sistem mata uang
sehingga menjadi jangkar bagi nilai tukar yang tetap (fixed exchange rate) dan
menstabilkan inflasi. Ketika sistem Gold Standard hancur, fungsi yang bernilai ini
tidak bertahan lama dan dunia terjebak dalam rezim inflasi yang terus menerus.
Sistem moneter internasional saat ini tidak mengatur interdepensi (saling
mengait) antara berbagai mata uang dan juga tidak menstabilkan harga. Alih-
alih mengandalkan keseimbangan yang dihasilkan secara otomatis, AS terpaksa
harus "menampar" mitra dagangnya yang mengancam layaknya musuh. Setelah
revolusi di Eropa Timur dan hancurnya komunisme, kita tiba-tiba memiliki 10
negara baru yang masuk dalam sistem moneter internasional, (pecahan Uni
Soviet) seluruhnya dengan mata uang yang baru atau kebutuhan baru terhadap
kebijakan mata uangnya. Sistem moneter seperti apa yang seharusnya Michel
Camdessus (Managing Director IMF saat itu) rekomendasikan kepada negeri-
negeri baru itu? Jawabannya akan menjadi nyata sebelum tahun 1971 : masing-
masing negara itu mesti menstabilkan mata uangnya terhadap Dollar AS atau
terhadap salah satu mata uang yang stabil yang berhadapan dengan Dollar AS
yang dikaitkan dengan emas.
Memperbaiki nilai tukar terhadap blok Dollar yang meliputi hampir
seluruh ekonomi dunia, telah memberi negara-negara transisi baru yang relatif
memiliki tingkat harga yang stabil di antara negara-negara barat. Sekarang saya
ingin menunjukkan kontribusi amat penting oleh IMF di antara awal
pendiriannya tahun 1946 dan 1971. Pada awal pendiriannyaIMF memberi
negara-negara sebuah filosofi manajemen makro ekonomik yang logis
berdasarkan nilai tukar tetap atau terkendali (fixed exchange rate). Kesepakatan
yang luar biasa ini sekarang diserahkan kepada para pemimpin moneter
domestik. Untuk meyakinkan, sebuah negara dapat memperbaiki mata uangnya
terhadap salah satu mata uang utama seperti Dollar AS. Pada praktiknya,
kebijakan seperti itu memerlukan aksi dari kepemimpinan yang kuat; rencana
stabilisasi (inflasi) melibatkan nilai tukar tetap yang diterapkan di Argentina oleh
Domingo Cavallo yang menggambarkan betapa jarang kualitas pemimpin
sepertinya.
Dalam periode nilai tukar tetap sebelum 1971, kepemimpinan yang kuat
tidak diperlukan sebab ada sebuah sistem dimana mayoritas negara
mematuhinya dan IMF memiliki seperangkat aspek teknis untuk
menerapkannya. Namun setelah tahun 1971 IMF kehilangan sentuhan tersebut
ketika beralih dari nilai tukar tetap (terhadap emas) sebelum 1971 menjadi nilai
tukar mengambang setelah 1971 dan khususnya setelah 1973, tahun dimana
sistem moneter internasional membatalkan nilai tukar tetap beralih ke nilai
tukar mengambang.
IMF kemudian bergeser tugasnya sebagai pusat sistem moneter
internasional menjadi peran baru sebagai konsultan makroekonomi khusus dan
pengawas utang (bahkan broker utang-pent), fungsi yang sebenarnya bisa
diperankan dengan baik oleh konsultan swasta. Ketika tantangan dari negara-
negara transisi muncul, IMF tidak memiliki sistem yang saling mengait untuk
stabilitas moneter untuk menawarkan sistem yang baik dan hampir tanpa
pengeculian seringkali konsep yang ditawarkan serampangan. Kegagalan negara
transisi dibuktikan dengan fakta bahwa tidak satupun dari negara-negara
tersebut di akhir 1996, mampu melampaui tingkat pendapatan sejak masa
transisi bermula, dan hanya dengan satu atau dua pengecualian, inflasi kembali
mencapai 2 digit. Perbaikan sejak akhir perang dingin sejauh ini lebih memburuk
dibanding perbaikan di akhir sebagian besar perang dunia (I dan II) yang amat
menghancurkan.
Sistem moneter internasional yang absolut di dunia saat ini tidaklah ada.
Setiap negara memiliki sistemnya sendiri. Kebanyakan orang tidak mengerti
bagaimana tidak biasanya (unusual) sistem ini. Selama ribuan tahun negara-
negara telah mematok mata uang mereka terhadap salah satu logam mulia
(emas atau perak) atau terhadap mata uang lain. Tetapi dalam seperempat abad
terakhir sejak sistem moneter internasional (bretton woods) hancur, negara-
negara mengadopsi sistem moneternya sendiri, fen omena yang tidak memiliki
contoh sejarah dalam kerjasama antar negara yang dikenal sebagai sistem
moneter internasional. Para ekonom mengetahui bahwa ketergantungan
diantara sistem moneter internasional didukung oleh fakta bahwa
keseimbangan neraca pembayaran (suatu negara) saling berhubungan satu
sama lain. Apabila satu negara memiliki neraca perdagangan yang surplus maka
negara-negara lain memiliki neraca perdagangan yang defisit. Jadi suatu negara
bergerak menuju surplus atau defisit yang secara otomatis berpengaruh
terhadap negara lain. Ini memiliki pengaruh di dalam sistem nilai tukar mata
uang. Di dalam sebuah dunia dari n negara dengan n mata uang, ada n-1 nilai
tukar yang independen. Setiap negara tidak dapat menetapkan nilai tukarnya.
Akan ada banyak nilai tukar tetap di antara negara-negara. Ada satu derajat
bebas (degree of freedom), yang membiarkan kenaikan terhadap apa yang para
ekonom menyebutnya dengan (redundancy problem) masalah kelebihan .
Aturan dimana tambahan derajat kebebasan untuk memelihara kestabilan
harga, atau dalam kasus standar emas (gold standard) adalah memelihara atau
menstabilkan harga emas.
Di atas kertas, pengumpulan data hampir 200 negara dengan mata uang
tunggal dan nilai tukar mengambang akan menunjukkan hasil berupa
kebingungan yang luar biasa. Dalam prakteknya, bagaimanapun juga, sistem ini
tidaklah begitu buruk. Ada hubungan yang penting dalam struktur finansial
dunia berkenaan dengan konfigurasi kekuatan dalam ekonomi dunia dan aturan
khusus yang dijalankan oleh mata uang negara AS. Ketika suatu negara memiliki
supereconomy, mata uangnya seringkali memenuhi banyak fungsi dari sebuah
mata uang internasional, sebuah judul yang kita coba berangkat dari sini.Negara
yang Mengalami Kepailitan diantaranya:
a. Pada tahun 1970-an adalah waktu yang baik bagi bank untuk memberikan
pinjaman kepada negara berkembang. Kondisi saat itu menggambarkan
seakan negara tidak akan mengalami kepailitan. Kenyataan
memperlihatkan “ sovereign debt ” (utang pemerintah negara berdaulat)
menghantam bisnis internasional. Beberapa negara berkembang ternyata
tidak mampu mengembalikan utangnya bahkan bunganya pun tidak
terbayar. Krisis “ sovereign debt ” terjadi di Polandia pada tahun 1981,
sedangkan di Meksiko, Brazilia dan Argentina terjadi tahun 1982. Penyebab
bertambahnya utang negara berkembang yaitu melonjaknya harga minyak.
Pada tahun 1973 – 1974 harga minyak mengalami kenaikan 4 kali lipat dan
tahun 1979 – 1980 dinaikkan lagi 2 kali lipat. Kenaikan harga minyak ini
mendorong meningkatnya inflasi yang kemudian ditambah lagi dengan
terjadinya resesi dunia. Sementara itu, komoditi ekspor non migas negara
berkembang menurun, sehingga menggoncang perekonomian dan
kemampuan untuk membayar utang.
b. Tahun 1979 – 1980 harga minyak mulai naik lagi. Akan tetapi kenaikan
harga tersebut diikuti dengan kenaikan suku bunga yang berpengaruh pada
suku bunga pinjaman baru maupun sisa pinjaman yang pada umumnya
digunakan suku bunga variabel. Negara berkembang menanggung biaya
bunga sebesar AS$ 2,5 milliar/tahun untuk setiap kenaikan 1 persen suku
bunga pinjaman AS$. Hal ini mengakibatkan naiknya nilai mata uang AS$.
Negara berkembang pada umumnya meminjam uang dalam bentuk AS$
sehingga setiap kenaikan nilai mata uang AS$ menambah beban. Beban
tersebut menjadi lebih berat karena pembayaran komoditi ekspor diterima
dalam berbagai mata uang lain yang digunakan untuk membayar uatang
dalam AS$.
IMF, BIS, bank-bank sentral nasional dan bank-bank komersial
berusahan keras mengatasi masalah utang ini melalui berbagai cara, jangka
pendek dan jangka panjang.

Pemecahan Jangka Pendek

Cara mengatasi masalah utang jangka pendek yaitu dengan


melakukan penjadwalan ulang pembayaran utang agar negara penerima
pinjaman dapat mengembalikan utangnya pada saat jatuh tempo,
walaupun diperlukan negosiasi yang cukup alot.

Negara berkembang penerima pinjaman tidak dapat melaksanakan


program-program kegiatannya secara fleksibel karena adanya tekanan dari
IMF. Pertumbuhan ekonomi negara berkembang tertahan karena dana
baru dari hasil ekspornya atau pinjaman yang digunakan untuk membayar
utangnya, bukan melanjutkan programnya atau kegiatan produktif lainnya.

Negara berkembang dapat mengurangi utangnya dengan


meningkatkan ekspornya agar diperoleh surplus neraca pembayaran.
Namun hasil surplus tersebut sebagian digunakan untuk membayar
utangnya, kemudian sebagian lagi untuk biaya impor dalam upaya
peningkatan ekspor. Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi negara
berkembang sangat lamban dan bahkan terhenti. Negara berkembang
memerlukan banyak dana untuk menggerakkan roda perekonomiannya,
tapi jika memperoleh pinjaman juga akan memperberat beban utangnya.
Negosiasi ulang utang biasanya terlebih dahulu diikuti dengan tindakan
pengetatan agar dapat mendorong menurunnya standar kehidupan,
pertumbuhan ekonomi dan ekpor. Kemudian, meningkatkan kesadaran
akan pentingnya melakukan penyesuaian dan keterpaduan kebijaksanaan
jangka pendek, karena permasalahan yang dihadapi negara berkembang
tidak hanya masalah utang tetapi juga masalah ekonomi, budaya dan
perilaku. Beberapa contoh kegagalan sovereign debt adalah Equador,
Yunani, dan Mesir. Equador mengalami kegagalan membayar utangnya
sejak tahun 1800 dan untuk memulihkan perekonomiannya diperlukan
waktu 113 tahun. Yunani mengalami kegagalan membayar utangnya
selama 87 tahun.

Dua abad yang lalu negara-negara terkenal seperti Belanda,


Austria, Jepang dan Cina juga pernah mengalami kegagalan memenuhi
kewajibannya membayar utang luar negeri. Mesir yang gagal memenuhi
kewajiban utang luar negeri tahun 1976, telah membelanjakan lebih
banyak uang pinjamannya untuk penari balet dan semacamnya daripada
untuk pekerjaan umum. Paris Club, kelompok pemberipinjaman negara
Barat, memberikan ampunan berupa penghapusan separoh utang Polandia
atau senilai AS$ 17,5 milliar. Sedangkan Amerika Serikat memberikan
ampunan berupa penghapusan utang Mesir sebagai imbalan atas bantuan
Mesir kepada Amerika Serikat pada saat perang melawan Irak. Pemberian
bantuan ini didasarkan pada nilai kemanusiaan dan mendorong terciptanya
reformasi ekonomi, sehingga membangkitkan kegiatan ekonomi yang
sudah rapuh.

Pemecahan Jangka Panjang

Beberapa saran untuk memecahkan masalah utang jangka panjang


adalah sebagai berikut:

a) Negara penerima pinjaman hendaknya memanfaatkan dana


pinjaman barunya untuk kegiatan yang mendorong
pertumbuhan ekonomi daripada untuk keperluan yang bersifat
konsumtif, capital flight , atau memenuhi ambisi pemeintah.
b) Negara penerima pinjaman hendaknya membangun dana
cadangan yang cukup untuk jangka pendek maupun jangka
panjang sehingga mampu menjaga fluktuasi harga komoditi
ekspor bila terjadi perubahan yang tidak diinginkan
c) Negara maju harus terus berupaya meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan membuka pasarnya untuk barang ekspor dari
negara berkembang melalui persaingan yang sehat.
d) IMF dan negara pemberi pinjaman hendaknya tidak melakukan
suatu tekanan kepada negara peminjam.
e) IMF, Bank Dunia dan negara pemberi pinjaman hendaknya
memberi pinjaman dalam jumlah yang cukup sehingga dapat
digunakan untuk jangka panjang.
f) Sebagian utang negara berkembang hendaknya diubah
bentuknya menjadi bentuk equitas, sehingga mendorong
timbulnya rasa memiliki atas proyek-proyek yang dilaksanakan.
Sebagian utang lainnya hendaknya diperpanjang jatuh
temponya dengan penerapan bunga ceiling.
g) Negara berkembang hendaknya mengurangi larangan investasi
asing.
h) Jangan menyalahkan satu pihak atas timbulnya krisis utang
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem keuangan internasional dari sejarahnya telah mengalami
begitu banyak perkembangan dan transpormasi dari masa ke masa.
Perkembangan ini disebabkan oleh adanya perubahan ekonomi dan politik
domestik sertan internasional pada masing-masing masa. Para ahli
beranggapan bahwa uang dan Sistem Moneter Internasional merupakan
unsur yang bersifat netral baik ekonomis atau politis, namun anggapan ini
tidak terbukti dalam ekonomi modern. Norma dan konvensi yang
mengatur Sistem Moneter Internasional dengan ini mempunyai efek
distributif yang penting bagi power suatu negara dan kesejahteraan dalam
kehidupan negara tersebut.
Suatu Sistem Moneter Internasional yang berjalan dengan baik
akan melancarkan perdagangan dunia, arus investasi asing dan
interdepedensi global. Kemampuan Sistem Moneter Internasional adalah
prasyarat bagi sehatnya ekonomi dunia, sebaliknya runtuhnya Sistem
Moneter Internasional barat menjadi penyebab terpisahnya kesuraman
dalam ekonomi internasional.
DAFTAR PUSTAKA

Abdillah, A. (2013, 05). Always Smile n Always Together. Retrieved from Makalah Sistem
Moneter Internasional: http://www.araiswat.blogspot.com

Aridho, K. (2019). Sistem Moneter Internasional. Retrieved from


http://www.academia.edu

Helmi, A. (2019). MK Internasional. 36-47.

portal ilmu. (n.d.). Retrieved from Perkembangan Sistem Moneter Internasional:


https://www.portal-ilmu.com/

Prastyo, E. (n.d.). Sistem Moneter Internasional. Retrieved from


http://www.slideshare.net/

Anda mungkin juga menyukai