Kelas M.6.Keu
Disusun Oleh:
1. Nugroho Adi Laksono (2110011211128)
2. Muhammad Asad Jundurrahman (2110011211144)
3. M. Farhan Firman (2110011211083)
4. Juanta Ramadhana (2110011211033)
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BUNG HATTA
2024
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang atas rahmat-Nya dan
karunianya kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada waktunya. Adapun
tema dari makalah ini adalah “Sistem Keuangan Moneter Internasional”.
Kami jauh dari kata sempurna dan ini merupakan langkah yang baik dari studi yang
sesungguhnya. Oleh karena itu, keterbatasan waktu dan kemampuan kami, maka kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan semoga makalah ini dapat berguna
bagi kami khususnya dan pihak lain yang berkepentingan pada umumnya.
Tim Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
1. LATAR BELAKANG
Interpendensi perekonomian dunia membuat setiap perubahan kurs riil suatu
negara mempengaruhi perubahan yang sebaliknya pada kurs riil negara lain. Hal ini
menyulitkan pembuat kebijakan untuk mencapai stabilitas harga dan Tingkat
kesempatan kerja penuh (full employment). Interpendensi itu sendiri ternyata
ditentukan oleh pengaturan moneter dan kurs yang dipakai oleh banyak negara, yang
sering disebut Sistem Moneter Internasional. Seiring dengan perkembangan
globalisasi, berbagai sistem moneter internasional telah muncul dan berkembang
sepanjang sejarah. Di antara sistem-sistem tersebut termasuk sistem Bretton Woods
yang diciptakan setelah Perang Dunia II, sistem nilai tukar mengambang yang
diperkenalkan pada tahun 1970-an, dan sistem nilai tukar tetap yang diterapkan oleh
beberapa negara.
Permasalahan sistem kurs valuta asing dan perkembangan sistem keuangan
internasional telah menjadi fokus perhatian selama beberapa dekade terakhir karena
dampaknya yang signifikan terhadap stabilitas ekonomi global. Salah satu
permasalahan utama adalah volatilitas nilai tukar mata uang, yang dapat menciptakan
ketidakpastian bagi pelaku pasar dan merugikan ekonomi negara-negara tergantung
pada perdagangan internasional. Sistem kurs valuta asing yang tidak stabil atau
bergejolak dapat mengganggu arus modal, mengurangi investasi asing, dan
memperburuk ketidakseimbangan perdagangan.
Perkembangan sistem keuangan internasional juga telah menghadapi tantangan
dalam mengatasi ketidakstabilan ekonomi global dan meningkatnya kompleksitas arus
modal lintas negara. Meskipun lembaga-lembaga seperti IMF telah berusaha untuk
memfasilitasi kerjasama internasional dan menyediakan dukungan keuangan dalam
mengatasi krisis, namun ketidaksepakatan antara negara-negara besar dan tantangan
struktural dalam regulasi keuangan internasional tetap menjadi permasalahan yang
belum terselesaikan. Dengan demikian, terus ada tekanan untuk memperkuat kerangka
kerja keuangan internasional agar dapat lebih efektif menanggapi tantangan ekonomi
global yang terus berkembang.
2. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana sejarah masa lalu dari sistem moneter internasional?
2) Apa saja jenis-jenis sistem penetapan kurs valuta asing?
3) Apa faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing?
3. TUJUAN PENELITIAN
1) Mengenal lebih mendalam terkait sejarah sistem moneter internasional
2) Mengetahui bermacam jenis sistem penetapan kurs valuta asing
3) Mengenal faktor-faktor yang mempengaruhi kurs valuta asing
BAB II
PEMBAHASAN
Pada tahun 1821, bersamaan dengan perang Napoleon dan inflasi di Eropa
Barat, Inggris kembali ke sistem standar emas. Dari tahun 1821 sampai 1880, banyak
negara kemudian menggunakan standar emas. Dan tahun 1880, sebagian besar
negara di dunia telah menggunakan sistem standar emas, termasuk Amerika
Serikat.Periode dari tahun 1880 sampai 1914 tercatat dalam sejarah dunia sebagai
sistem standar emas klasik. Periode ini ditandai oleh meningkatnya perdagangan
bebas internasional, stabilitas kurs dan harga, perpindahan tenaga kerja dan modal
yang semakin bebas antar negara, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, dan
meningkatnya perdamaian dunia.
Perkembangan selanjutnya dari era standar emas adalah disetujuinya nilai
paritas antar mata uang yang bersifat tetap. Cara ini ditempuh untuk menciptakan
mekanisme yang mampu mempertahankan nilai mata uang dalam satuan emas.
Sistem ini secara tidak langsung telah membatasi penambahan jumlah uang yang
beredar harus disertai dengan penambahan cadangan emas.
Selama perang dunia I dan awal 1920-an, nilai mata uang disepakati dapat
berfluktuasi sampai batas yang wajar. Namun karena adanya ketidakstabilan situasi
politik dan ekonomi menimbulkan perubahan yang sangat besar pada nilai mata uang
suatu negara yang terkadang tidak sesuai dengan kondisi perekonomian secara riil.
Periode ini oleh Dunn dan Ingram (1996, hal. 446) disebut sebagai episode kurs yang
berfluktuasi. Karena alasan-alasan tersebut, beberapa usaha telah ditempuh untuk
kembali ke sistem standar emas. Amerika Serikat kembali ke standar emas pada
1919, Inggris 1925, dan Perancis 1928. Nilai poundsterling pada April 1925 kembali
menjadi US$ 4.86656/£ (paritas sebelum perang), sehingga menyebabkan
meningkatnya pengangguran dan stagnasi ekonomi di Inggris.
Masalah yang dihadapi negara-negara yang ingin kembali ke standar emas
adalah penentuan nilai paritas baru yang stabil untuk emas. Masalah ini belum sempat
dipecahkan secara tuntas, sampai bangkrutnya sistem perbankan Austria pada 1931,
yang menyebabkan sebagian besar negara yang melakukan perdagangan
internasional membatalkan niat mereka untuk kembali ke sistem standar emas. Dari
tahun 1934 sampai akhir Perang Dunia II, Amerika kembali ke standar emas namun
banyak mata uang utama dunia yang diperdagangkan kehilangan kemampuan-nya
untuk diubah menjadi mata uang lain (less convertibility).
Perubahan dari sistem kurs tetap ke sistem kurs mengambang dimulai dari
krisis Agustus 1971, di mana Amerika Serikat menghentikan pembelian dan
penjualan emas secara resmi. Hal ini menyebabkan perubahan dalam sistem moneter
internasional, dengan nilai tukar mata uang utama yang diperbolehkan berfluktuasi
terhadap dolar AS dan secara tidak langsung terhadap emas. Perjanjian Smithsonian
kemudian dicapai pada Desember 1971, di mana AS setuju untuk mendevaluasi dolar
dan negara lain setuju untuk mengapresiasi mata uang mereka terhadap dolar.
Pada pertengahan tahun 1972, terjadi penyesuaian nilai mata uang dimana
dolar AS melemah karena defisit neraca pembayarannya terus berlanjut. Mata uang
dolar AS juga masih tidak bisa dikonversi ke emas, dan harga emas di pasar bebas
London meningkat drastis dari $38/ons menjadi $70/ons pada Agustus 1972.
Sebelum Persetujuan Smithsonian berumur satu tahun, tekanan pasar menyebabkan
devaluasi kedua dolar AS menjadi $42,22/ons emas pada Februari 1973.
Pada bulan Maret 1973, negara-negara yang menandatangani Persetujuan
Smithsonian menyadari perlunya terobosan baru dalam sistem moneter internasional.
IMF mengundang Komite 20 untuk memberikan saran perubahan, tetapi perundingan
pada Juli 1975 gagal mencapai kesepakatan karena krisis minyak dan perbedaan
pendapat. Namun, pertemuan tersebut menjadi dasar bagi perundingan di Jamaika
pada Januari 1976.
Perjanjian Jamaika mencapai beberapa kesepakatan, termasuk penerimaan
sistem kurs mengambang yang masih diperbolehkan campur tangan pemerintah,
penghapusan emas sebagai aset cadangan, penjualan sejumlah emas oleh IMF,
peningkatan kuota IMF, penyesuaian hak voting, dan peningkatan proporsi pinjaman
bagi negara berkembang, terutama yang bukan eksportir minyak. OPEC juga
mendapatkan 10% dari total hak voting dalam IMF.
Setelah mencapai puncak pada Maret 1985, nilai dolar mengalami penurunan
dalam kurun waktu sekitar 2,5 tahun menyebabkan perubahan kebijakan pemerintah
dan penurunan kinerja ekonomi nasional secara relatif terhadap pertumbuhan negara
utama lain.
Pada tahun 1988 nilai dolar kembali menguat namun menurun kembali di tahun
1990. Hingga memasuki tahun 1991 dan 1992 nilai dolar kembali stabil.
2. MACAM-MACAM SISTEM PENETAPAN KURS VALUTA ASING
Kurs valuta asing adalah harga mata uang suatu negara dalam unit komoditas
(seperti emas dan perak) atau mata uang negara lain. Suatu mata uang dapat
dikatakan konvertibel apabila mata uang tersebut bisa dipertukarkan secara bebas
dengan mata uang negara lain (Krugman dan Obstfeld, 1994). Ada beberapa istilah
yang perlu diketahui selama mempelajari sistem moneter internasional yaitu
devaluasi, depresiasi, soft dan hard currency.
A. Devaluasi diartikan sebagai turunnya nilai mata uang suatu negara yang
menggunakan sistem kurs tertambat terhadap nilai mata uang negara lain.
B. Depresiasi mengacu pada turunnya nilai mata uang negara yang menggunakan
sistem kurs mengambang terhadap mata uang negara lain.
C. Soft currency terjadi apabila mata uang tersebut diharapkan mengalami
devaluasi atau depresiasi terhadap sebagian mata uang di dunia sehingga tidak
secara luas diterima negara-negara yang melakukan perdagangan
internasional.
D. Hard currency adalah mata uang yang diharapkan mengalami revaluasi atau
apresiasi relatif terhadap sebagian besar mata uang dunia.
Dalam sistem penetapan kurs valuta asing dibedakan menjadi dua jenis yaitu
sistem kurs mengambang bebas dan sistem kurs tetap. Diantara kedua sistem ini
terdapat sistem yang dikembangkan dari kedua sistem tersebut yakni sistem kurs
mengambang terkendali, sistem kurs dengan pengaturan zona target, sistem kurs
tertambat, sistem kurs tertambat merangkak dan sistem kurs tertambat pada
sekeranjang mata uang.
1. KESIMPULAN
Sistem moneter internasional telah mengalami evolusi sepanjang sejarah,
dimulai dari standar emas pada abad ke-19 hingga perkembangan menuju sistem kurs
mengambang saat ini. Periode standar emas klasik dari tahun 1880 hingga 1914
ditandai dengan stabilitas kurs dan harga, pertumbuhan ekonomi tinggi, dan
perdagangan internasional yang meningkat. Periode antar Perang Dunia melihat
ketidakstabilan kurs yang disebabkan oleh perang dan ketidakpastian politik.
Persetujuan Bretton Woods pada 1945 menciptakan IMF dan Bank Dunia serta
menetapkan sistem tukar emas yang berbasis dolar AS. Krisis dolar AS pada 1971
mengakhiri sistem tukar emas dan memulai era sistem kurs mengambang. Berbagai
sistem penetapan kurs valuta asing, seperti kurs mengambang bebas, kurs tetap, dan
variasi lainnya, memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kurs valuta asing meliputi neraca perdagangan, inflasi, tingkat
suku bunga, ekspektasi pasar, reputasi bank sentral, dan intervensi bank sentral.
DAFTAR PUSTAKA
Dra. Sri Handaru Yuliati MBA., &. H. (2005). Sistem Moneter Internasional.
Yogyakarta: ANDI OFFSET.
Sartono, D. R. (2003). Faktor Penentu Nilai Tukar dan Sistem Moneter Internasional.
Yogtakarta: BPFE-YOGYAKARTA.
Samiun, R. (2003). Evaluasi Program Intervensi Dalam Rangka Stabilisasi Nilai Tukar.
Buletin Ekonomi Moneter Dan Perbankan, 1(3), 27–44.
https://doi.org/10.21098/bemp.v1i3.175
Suseno, I. S. (2014). Seri Kebanksentralan No. 12. 12, 46.
http://lib.ibs.ac.id/materi/BI%20Corner/Terbitan%20BI/Seri%20Kebanksentralan/
12.%20Sistem%20dan%20Nilai%20kebijakan%20Nilai%20Tukar.pdf