Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PUTUSAN BEBAS

PADA TINDAK PIDANA PENGGELAPAN DALAM JABATAN


(STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI LHOKSUKON
NOMOR 155/PID.B/2021/PN LSK)

Cut Afra
Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
cut.180510312@mhs.unimal.ac.id

Dr. Budi Bahreisy, S.H., M.H


Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh
Lembaga Jln. Jawa,Kampus Bukit Indah,Blang Pulo,Muara satu,Kota Lhokseumawe,
Aceh, 24355
Email : Fh@unimal.ac.id

Nuribadah, S.H., M.H


Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjelaskan pertanggungjawaban pidana terhadap
pelaku dalam perkara tindak pidana penggelapan dalam jabatan dan mengetahui analisis putusan
hakim terhadap putusan bebas pada tindak pidana penggelapan dalam jabatan dalam putusan
Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor: 155/Pid.B/2021/Pn Lsk. Metode penelitian yang digunakan
untuk menjawab permasalahan tersebut yaitu menggunakan jenis penelitian normatif berdasarkan
studi putusan Nomor: 155/Pid.B/2021/Pn Lsk. Metode pengumpulan data dan analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah melalui studi kepustakaan. Namun sepanjang diperlukan
akan dilakukan wawancara dengan narasumber untuk melengkapi studi kepustakaan. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa (1) Menurut Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor:
155/Pid.B/2021/PN Lsk, terdakwa tidak dapat dimintai pertanggungjawaban pidana karena
dianggap tidak ada kesalahan dalam perbuatannya tersebut. (2) Analisis putusan yang dikeluarkan
oleh Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor: 155/Pid.B/2021/Pn Lsk kurang sesuai karena kegiatan
qurban tersebut dilaksanakan tanpa seizin kantor PTPN Pusat. Kemudian pemotongan premi
tersebut juga dilakukan tanpa sepengetahuan kantor PTPN Pusat maupun karyawan sebanyak 59
orang. Disarankan kepada hakim agar putusan hakim dapat berisi keseimbangan antara kepastian
hukum dan rasa keadilan dalam masyarakat. Kemudian disarankan kepada Kantor PTPN I agar
dapat mengatur isi dari PKB lebih rinci lagi sehingga tidak terjadi kesalahpahaman.

Kata Kunci: Putusan bebas, tindak pidana, penggelapan


Abstract

This study aims to identify and explain the criminal responsibility of the perpetrator in the case of the
crime of embezzlement in office and to know the analysis of the judge's decision on the acquittal of the
crime of embezzlement in office in the decision of the Lhoksukon District Court Number:
155/Pid.B/2021/Pn Lsk. The research method used to answer these problems is using a normative
research type based on a decision study Number: 155/Pid.B/2021/Pn Lsk. The method of data
collection and data analysis used in this research is through literature study. However, as long as
necessary, interviews with resource persons will be conducted to complete the literature study. The
results showed that (1) According to the Lhoksukon District Court Decision Number:
155/Pid.B/2021/PN Lsk, the defendant cannot be held criminally responsible because it is considered
that there was no mistake in his actions. (2) Analysis of the decision issued by the Lhoksukon District
Court Number: 155/Pid.B/2021/Pn Lsk is not appropriate because the qurban activities were carried
out without the permission of the Central PTPN office. Then the premium cuts were also carried out
without the knowledge of the Central PTPN office and 59 employees. It is recommended to the judge
that the judge's decision can contain a balance between legal certainty and a sense of justice in
society. Then it is suggested to the PTPN I Office to be able to regulate the contents of the PKB in more
detail so that there are no misunderstandings.

Key Words: acquittal, criminal act, embezzlement

1. PENDAHULUAN (11 Bold)


Putusan bebas sebagaimana yang kita ketahui adalah suatu putusan yang
dibebaskan dari segala tuntutan kepada terdakwa dengan tidak terbuktinya apa
yang sudah disangkakan kepada dirinya dan kemudian mengembalikan nama baik
terdakwa dari segala tuntutan.
Maka berdasarkan Pasal 191 ayat (1) KUHAP menyatakan bahwa apabila
pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan
terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas. Dalam penjelasan Pasal 191 ayat
(1) KUHAP disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak terbukti sah dan meyakinkan” adalah tidak cukup
terbukti menurut penilaian hakim atas dasar pembuktian dengan menggunakan
alat bukti menurut ketentuan hukum acara pidana.
Ketentuan putusan bebas sendiri harus secara sah dan meyakinkan majelis
hakim dalam hal pembuktian kepada siapapun yang didakwakan kepadanya, maka
dalam hal ini pembuktian merupakan kunci utama dalam praktik persidangan
untuk meyakini hakim bahwa orang yang didakwakan adalah bersalah serta dapat
meyakinkan majelis hakim dalam perkara yang disidangkan.
Di Provinsi Aceh tepatnya di PTPN 1 Cot Girek telah terjadi kasus tindak
pidana penggelapan atas jabatan, dalam kasus ini diketahui bahwa berawal dari
adanya niat terdakwa akan melakukan pemotongan pendapatan upah berbentuk
premi terhadap beberapa karyawan yang bekerja di PTPN I Cot Girek pada bulan
Mei sampai bulan September tahun 2020 tanpa ada pemberitahuan atau
persetujuan pimpinan dan karyawan yang preminya dipotong tersebut. Besar
upah yang dipotong beragam, mulai dari Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) sampai
dengan Rp 700.000,- (tujuh ratus ribu rupiah).
Terdakwa dalam hal ini terbukti secara sah telah memotong premi
terhadap karyawan dengan dibuktikan dengan print out rekening koran melalui
Bank BRI KCP Cot Girek, oleh sebab itu maka dalam hal rekening hasil print out ini
menjadi alat bukti elektronik didalam penggelapan yang dilakukan oleh terdakwa.
Pada kasus tersebut putusan yang digunakan adalah putusan alternatif. Dalam hal
ini maka perbuatan terdakwa diancam pidana melanggar Pasal 374 KUHP atau
perbuatan terdakwa diancam pidana melanggar pasal 372 KUHP.
Terkait kasus di atas hakim memutuskan kepada terdakwa dengan putusan
bebas dikarenakan tidak terbukti melakukan tindak pidana penggelapan dan
terkait permasalahan tersebut penuntut umum tidak dapat membuktikan dan
meyakinkan hakim terkait permasalahan penggelapan maka dari itu hakim
menyatakan putusan bebas kepada terdakwa.
Tindak pidana penggelapan diatur di dalam Buku II Bab XXIV Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana dengan judul “Penggelapan”. Hal ini diatur dalam Pasal 372
KUHP yang berbunyi :
“Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu
barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan
barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena
penggelapan, dengan hukuman penjara se-lama-lamanya empat tahun atau denda
sebanyak-banyaknya Rp. 900, (Sembilan Ratus Rupiah)”.
Berdasarkan kasus diatas hakim memutuskan bahwa terdakwa diputuskan
secara bebas karena tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan pertama atau
kedua Penuntut Umum.
Oleh sebab itu maka saya tertarik untuk mengangkatnya dalam suatu karya
ilmiah yang berbentuk skripsi dengan judul “Analisis Putusan Hakim Terhadap
Putusan Bebas Pada Tindak Pidana Penggelapan Dalam Jabatan (Studi Putusan
Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor 155/Pid.B/2021/Pn Lsk)”. Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka tujuan penelitian nya adalah untuk mengetahui
dan menjelaskan pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dalam perkara
tindak pidana penggelapan dalam jabatan serta untuk mengetahui dan
menjelaskan analisis putusan hakim terhadap putusan bebas pada tindak pidana
penggelapan dalam jabatan.

2. METODE PENELITIAN (11 Bold)


Dalam penelitian ini terdapat dua rumusan masalah, yaitu bagaimanakah
pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku dalam perkara tindak pidana
penggelapan dalam jabatan dan bagaimana analisis putusan hakim terhadap
putusan bebas pada tindak pidana penggelapan dalam jabatan. Jenis penelitian
yang di gunakan adalah penelitian kualitatif yaitu suatu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata dan tulisan maupun lisan dari
orang-orang yang diamati. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
normatif yaitu dengan melakukan studi bahan kepustakaan guna mengumpulkan
data sekunder. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yaitu bahan kepustakaan. Teknik pengumpulan data untuk penelitian
penelitian yuridis normatif dilakukan melalui penelaahan data yang dapat
diperoleh dalam peraturan perundang-undangan, buku teks, jurnal, hasil
penelitian, putusan pengadilan dan bahan-bahan lain yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti dalam proposal skripsi ini. Namun, sepanjang
diperlukan dapat dilakukan wawancara dengan narasumber untuk melengkapi
studi kepustakaan. Penelitian ini bersifat deskriptif, dimana bertujuan untuk
memberikan suatu gambaran secara jelas mengenai suatu objek yang tengah
diteliti melalui data yang telah ada.
3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (11 Bold)
A. Pertanggungjawaban Pidana Terhadap Pelaku Dalam Perkara Tindak
Pidana Penggelapan Dalam Jabatan
Asas yang sangat mendasar dalam hukum pidana yaitu “Asas Tiada Pidana Tanpa
Kesalahan” merupakan syarat agar pertanggungjawaban pidana dapat dilaksanakan oleh
terdakwa. Pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk untuk menentukan apakah
seorang tersangka atau terdakwa dipertanggungjawabkan atas suatu tindak pidana yang
telah terjadi. Dengan kata lain pertanggungjawaban pidana adalah suatu bentuk yang
menentukan apakah seseorang tersebut dibebaskan atau dipidana.
Konsep pertanggungjawaban pidana sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal
hukum semata-mata melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan
umum yang dianut oleh suatu masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat,
hal ini dilakukan agar pertanggungjawaban pidana itu dicapai dengan memenuhi keadilan.
Menurut Chairul Huda bahwa dasar adanya tindak pidana adalah asas legalitas, sedangkan
dapat dipidananya pembuat adalah atas dasar kesalahan, hal ini berarti bahwa seseorang
akan mempunyai pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan perbuatan yang
salah dan bertentangan dengan hukum. Pada hakikatnya pertanggungjawaban pidana
adalah suatu bentuk mekanisme yang diciptakan untuk bereaksi atas pelanggaran suatu
perbuatan tertentu yang telah disepakati.
Majelis Hakim pada Putusan Nomor: 155/Pid.B/2021/PN Lsk menyatakan terdakwa
tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana
didakwakan dalam dakwaan pertama atau kedua Penuntut Umum karena terhadap diri
terdakwa tidak ditemukan adanya perbuatan dengan sengaja atau melawan hukum yang
merugikan orang lain. Dengan kata lain, terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah
dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena terhadap diri terdakwa tidak
ditemukan kesalahan. Dalam hal ini, hakim tidak dapat menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa sesuai dengan asas tiada pidana tanpa kesalahan.
Kesalahan merupakan salah satu unsur yang fundamental disamping sifat melawan
hukum dari perbuatan, dan harus dipenuhi agar suatu subjek hukum dapat dijatuhi
pidana. Menurut Sudarto, dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila orang itu telah
melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum.
Jadi meskipun pembuatnya memenuhi rumusan delik dalam undang – undang dan tidak
dibenarkan, namun hal tersebut belum memenuhi syarat untuk menjatuhkan pidana.
Kitab Hukum Udang-Undang Pidana tidak menyebutkan secara jelas mengenai sistem
pertanggungjawaban pidana yang dianut. Namun berdasarkan doktrin dan pendapat para
ahli hukum mengenai pasal-pasal yang ada dalam KUHP dapat simpulkan bahwa dalam
pasal-pasal tersebut mengandung unsur-unsur kesalahan kesengajaan maupun kealpaan
yang harus dibuktikan oleh pengadilan, sehingga untuk memidanakan pelaku yang
melakukan perbuatan tindak pidana, selain telah terbukti melakukan tindak pidana maka
mengenai unsur kesalahan yang disengaja ataupun kealpaan juga harus dibuktikan.
Artinya dalam hal pertanggungjawaban pidana ini tidak terlepas dari peranan hakim
untuk membuktikan mengenai unsur-unsur pertanggung jawaban pidana itu sendiri sebab
apabila unsur-unsur tersebut tidak dapat dibuktikan kebenarannya makan seseorang
tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.
Bentuk pertanggungjawaban terdakwa merujuk pada putusan Putusan Nomor
155/Pid.B/2021/PN Lsk yang telah melakukan perbuatan penggelapan dalam jabatan
yang menimbulkan kerugian pada korban sebesar Rp.26.700.000 (dua puluh enam juta,
tujuh ratus ribu rupiah) dan terdakwa telah mengganti secara keseluruhan. Majelis hakim
telah menemukan hal yang dapat menghapuskan pertanggungjawaban pidana terebut
sehingga Terdakwa tidak perlu mempertanggungjawabkan atas perbuatan terdakwa.
Terdakwa Abdullah Bin Kamaruddin melalui Putusan Nomor: 155/Pid.B/2021/PN
Lsk dinyatakan tidak bersalah karena terdakwa tidak pernah bermaksud menggelapkan
uang pemotongan premi karyawan PTPN I Kebun Cot Girek untuk kepentingan
pribadinya, akan tetapi pemotongan premi tersebut sebelumnya dimaksudkan untuk
persiapan qurban, dan pada kenyataanya uang pemotongan premi tersebut telah
seluruhnya dikembalikan terdakwa kepada karyawan PTPN I Kebun Cot Girek, maka
terhadap diri terdakwa tidak ditemukan adanya perbuatan dengan sengaja atau melawan
hukum yang merugikan karyawan PTPN I Kebun Cot Girek. Hal tersebut dicantumkan
dalam putusan sebagai berikut:
Bahwa oleh karena telah ternyata berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan
terdakwa tidak pernah bermaksud menggelapkan uang pemotongan premi karyawan
PTPN I Kebun Cot Girek untuk kepentingan pribadinya , akan tetapi pemotongan premi
tersebut sebelumnya dimaksudkan untuk persiapan qurban, dan pula pada kenyataanya
terhadap uang pemotongan premi tersebut telah seluruhnya dikembalikan terdakwa
kepada centeng, guru TK dan saksi Yatini, maka kiranya pula terhadap diri terdakwa tidak
diketemukan adanya perbuatan dengan sengaja atau melawan hukum yang merugikan
karyawan PTPN I Kebun Cot Girek.
Pertanggungjawaban pidana hanya dapat terjadi jika sebelumnya seseorang telah
melakukan tindak pidana. Moeljatno mengatakan, ‘orang tidak mungkin
dipertanggungjawabkan (dijatuhi pidana) kalau dia tidak melakukan perbuatan pidana.
Dengan demikian, pertanggungjawaban pidana pertama-tama tergantung pada
dilakukannya tindak pidana. Pertanggungjawaban pidana hanya akan terjadi jika
sebelumnya telah ada seseorang yang melakukan tindak pidana. Sebaliknya, eksistensi
suatu tindak pidana tidak tergantung pada apakah ada orang-orang yang pada
kenyataannya melakukan tindak pidana tersebut. Terdapat sejumlah perbuatan yang tetap
menjadi tindak pidana sekalipun tidak ada orang yang dipertanggungjawabkan karena
telah melakukannya. Dengan demikian, tidak mungkin seorang dipertanggungjawabkan
dalam hukum pidana, jika yang bersangkutan tidak melakukan tindak pidana. Hanya
dengan melakukan tindak pidana seseorang dapat dimintai pertanggungjawaban.
Penentuan adanya kesalahan dan pertanggungjawaban pidana dilakukan dengan
meninjau apakah pembuat memenuhi seluruh isi rumusan tindak pidana. Hal ini berarti,
pembuktian telah dilakukannya suatu tindak pidana, dipandang sebagai cukup dasar
pertanggungjawaban pidana terdakwa. Dengan demikian seseorang dapat
dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana sepanjang dapat dibuktikan bahwa
perbuatannya telah memenuhi seluruh isi rumusan tindak pidana yang didakwakan.
Terdakwa dinilai tidak memenuhi salah satu unsur dari dakwaan alternatif kedua yang
mana menyebabkan terdakwa tidak dapat dicela perbuatannya dan tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya. Maka dari itu, tidak ada pertanggungjawaban pidana di dalam
Putusan Nomor: 155/Pid.B/2021/PN Lsk karena terdakwa tidak terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan
pertama atau kedua Penuntut Umum.
B. Analisis Putusan Hakim Terhadap Putusan Bebas Pada Tindak Pidana
Penggelapan Dalam Jabatan (Studi Putusan Pengadilan Negeri
Lhoksukon 155/Pid.B/2021/Pn Lsk)
Sebagaimana telah dipertimbangkan terhadap unsur tindak pidana dan berdasarkan
fakta-fakta dipersidangan terungkap bahwa sekalipun Penuntut Umum dalam perkara in
casu telah menghadirkan saksi-saksi sebagaimana termuat dalam berita acara penyidik
dan saksi tambahan diluar berita acara penyidik guna untuk membuktikan dalil-dalil
dakwaannya tersebut, namun Majelis Hakim berpendapat meragukan kadar
pembuktiannya itu mengingat seluruh uang pemotongan premi saksi-saksi selaku
karyawan PTPN I Kebun Cot Girek baik dalam kapasitasnya sebagai centeng, maupun guru
TK dan juga kepada saksi Yatini telah seluruhnya dikembalikan terdakwa kepada masing-
masing yang bersangkutan, sehingga oleh karenanya tidak diketemukan adanya kerugian
yang dialami oleh saksi-saksi tersebut, terlebih lagi uang premi yang sebelumnya dipotong
terdakwa tidak dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya, akan tetapi
disimpan didalam brangkas terdakwa yang pada saat itu terdakwa menjabat sebagai
Asisten Personalia Umum pada PTPN I Kebun Cot Girek guna untuk persiapan qurban.
Berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan terdakwa tidak pernah bermaksud
menggelapkan uang pemotongan premi karyawan PTPN I Kebun Cot Girek untuk
kepentingan pribadinya, akan tetapi pemotongan premi tersebut sebelumnya
dimaksudkan untuk persiapan qurban, dan pula pada kenyataanya terhadap uang
pemotongan premi tersebut telah seluruhnya dikembalikan terdakwa kepada centeng,
guru TK dan saksi Yatini, maka kiranya pula terhadap diri terdakwa tidak diketemukan
adanya perbuatan dengan sengaja atau melawan hukum yang merugikan karyawan PTPN
I Kebun Cot Girek.
Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut diatas, Majelis Hakim berkesimpulan
bahwa perbuatan terdakwa dalam unsur ini juga tidak terpenuhi dan terbukti secara sah
dan meyakinkan menurut hukum. Oleh karena salah satu unsur dari dakwaan alternatif
kedua tidak terpenuhi, maka terhadap terdakwa haruslah dibebaskan dari dakwaan kedua
pasal tersebut diatas.
Berdasarkan uraian pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon
terhadap unsur-unsur perbuatan pidana yang didakwakan kepada Terdakwa Abdullah Bin
Kamaruddin, salah satu unsur dari perbuatan pidana yang didakwakan baik dalam
dakwaan kesatu maupun dalam dakwaan kedua tersebut tidak terbukti. Hal tersebut yang
kemudian menjadi dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon
untuk menjatuhkan putusan bebas terhadap Terdakwa Abdullah Bin Kamaruddin dari
segala dakwaan (vrijspraak).
Pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Lhoksukon yang berpendapat bahwa
unsur “dengan sengaja dan melawan hukum memiliki sesuatu barang yang seluruhnya
atau sebahagian termasuk kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya
bukan karena kejahatan” tidak terpenuhi, menurut penulis kurang tepat karena pada
kenyataannya meskipun uang premi yang sebelumnya dipotong terdakwa tidak
dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya, dan disimpan didalam brangkas
terdakwa guna untuk persiapan qurban, serta uang tersebut telah dikembalikan kepada
para korban. Namun kegiatan qurban tersebut dilaksanakan tanpa seizin kantor PTPN
Pusat. Kemudian pemotongan premi tersebut juga dilakukan tanpa sepengetahuan kantor
PTPN Pusat di Langsa maupun karyawan sebanyak 59 orang. Menurut penulis,
perdamaian yang dilakukan oleh terdakwa hanya dapat meringankan putusan pengadilan,
bukan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.
Selanjutnya pada halaman 58 Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor
155/Pid.B/2021/PN Lsk dikatakan bahwa terdakwa telah menyelesaikan perdamaian
dengan mengembalikan uang para korban pada tanggal 9 Oktober 2020 dan terdapat
bukti surat perdamaian tertanggal 9 Oktober 2020, kemudian saksi Irhamsyah
melaporkan terdakwa pada tanggal 12 Oktober 2020, yang berarti terdakwa lebih dulu
mengembalikan uang tersebut baru kemudian terdakwa dilaporkan ke polisi. Namun pada
halaman 61 Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor 155/Pid.B/2021/PN Lsk
dikatakan bahwa surat pernyataan perdamaian tersebut tertanggal 17 Oktober 2020.
Maka menurut penulis terdapat kerancuan pada tanggal surat perdamaian ditandatangani
sehingga menyebabkan keraguan dan kebingungan akan pernyataan yang sebenar-
benarnya.
Berdasarkan fakta yang terjadi di lapangan, sebelum terdakwa memotong premi
karyawan PTPN I Cot Girek terdakwa telah mengadakan sebuah rapat guna
memberitahukan terlebih dahulu bahwa akan dilaksanakan qurban, namun terdakwa
tidak menyampaikan bahwa akan dilakukan pemotongan premi untuk persiapan
pelaksanaan qurban tersebut. Terdakwa selaku Asisten Personalia sudah seharusnya
tunduk kepada kantor PTPN Pusat, yang berarti segala sesuatu, segala tindakan, dan
segala perbuatan terdakwa yang berkaitan dengan urusan PTPN seharusnya
diberitahukan terlebih dahulu kepada kantor PTPN Pusat dan mendapat persetujuan dari
kantor PTPN Pusat.
Pertimbangan Majelis Hakim yang berpendapat bahwa unsur “dilakukan oleh orang
yang penguasaannya terhadap barang disebabkan karena ada hubungan kerja atau karena
pencarian atau karena mendapat upah itu” tidak terpenuhi karena Majelis Hakim tidak
mempertimbangkan unsur ini hanya karena unsur “dengan sengaja dan melawan hukum
memiliki sesuatu barang yang seluruhnya atau sebahagian termasuk kepunyaan orang
lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan” tidak terpenuhi.
Menurut penulis kurang tepat, karena setidaknya Majelis Hakim harus
mempertimbangkan unsur ini terlebih dahulu.
Meskipun Majelis Hakim menyatakan sependapat dengan apa yang dikemukakan
terdakwa sebagaimana dalam nota pembelaannya dan sehingga kepadanya tidak pantas
disandangkan sebagai pelaku atau terpidana karena terhadap diri terdakwa tidak
ditemukan adanya perbuatan dengan sengaja atau melawan hukum. Namun menurut
penulis, justru terhadap diri terdakwa ditemukan adanya perbuatan dengan sengaja dan
melawan hukum. Menurut penulis, perbuatan terdakwa terbukti memenuhi unsur-unsur
pidana dalam Pasal 374 KUHP sehingga terdakwa seharusnya dinyatakan bersalah dan
dijatuhi pidana.
Berdasarkan ketentuan pasal 374 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, apabila
terbukti telah terjadi penggelapan yang dilakukan terhadap barang yang disebabkan
karena ada hubungan kerja atau karena pencarian atau karena mendapat upah untuk itu,
maka terdakwa diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun.

4. KESIMPULAN (11 Bold)


Penelitian mengenai “Analisis putusan hakim terhadap putusan bebas pada tindak
pidana penggelapan dalam jabatan (Studi Putusan Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor
155/Pid.B/2021/Pn Lsk)” dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu menurut Putusan
Pengadilan Negeri Lhoksukon Nomor: 155/Pid.B/2021/PN Lsk, terdakwa dinyatakan
bebas. Sehingga terhadap terdakwa tidak ada pertanggungjawaban pidana karena
seseorang akan mempunyai pertanggungjawaban pidana bila ia telah melakukan
perbuatan yang salah dan bertentangan dengan hukum, sedangkan pada putusan tersebut
terdakwa dinyatakan tidak melakukan perbuatan yang salah dan bertentangan dengan
hukum. Selain itu, Putusan Nomor: 155/Pid.B/2021/PN Lsk dinilai kurang tepat.
Terdakwa dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana sebagaimana didakwakan dalam dakwaan pertama atau kedua Penuntut
Umum. Namun menurut penulis, meskipun uang premi yang sebelumnya dipotong
terdakwa tidak dipergunakan terdakwa untuk kepentingan pribadinya, dan disimpan
didalam brangkas terdakwa guna untuk persiapan qurban, serta uang tersebut telah
dikembalikan kepada para korban. Namun kegiatan qurban tersebut dilaksanakan tanpa
seizin kantor PTPN Pusat. Kemudian pemotongan premi tersebut juga dilakukan tanpa
sepengetahuan kantor PTPN Pusat di Langsa maupun karyawan sebanyak 59 orang.
Menurut penulis, perdamaian yang dilakukan oleh terdakwa hanya dapat meringankan
putusan pengadilan, bukan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

5. DAFTAR PUSTAKA (11 Bold)

Arief, B, N. 2016, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana Perkembangan Penyusunan


Konsep KUHP Terbaru, Jakarta, Kencana.

Amrani, H & Ali, M. 2015, Sistem Pertanggungjawaban Pidana, Jakarta, Rajawali Pers

Anwar, H.A.K, M. 1980, Hukum Pidana Bagian Khusus, Bandung, P.T. Alumni

Chazawi, A. 2006, Kejahatan Terhadap Harta Benda, Jakarta, Bayu Media

Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa
(Edisi Keempat), Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama

Gunadi, I, Efendi, J dan Lutfianingsih, F, F. 2011, Cepat & Mudah Memahami Hukum Pidana,
Jakarta, Penebar Swadaya

Hamzah, A. 2001, Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana, Jakarta, Ghalamania
Indonesia

Hamzah, A. 2002, Hukum Acara Pidana Indonesia, Edisi Revisi, Jakarta, Sinar Grafika

Harahap, M, Y. 2017, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP Penyidikan Dan


Penuntutan, Jakarta, Sinar Grafika

Hoesein, Z, A. 2016, Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Malang, Setara Press

Huda, C. 2011, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta, Kencana Prenada Media Group
Husein, H, M. 1992, Kasasi Sebagai Upaya Hukum, Edisi I, Jakarta, Sinar Grafika

Hamzah, A. 2012, Azas-Azas Hukum Pidana di Indonesia dan Perkembangannya, Jakarta,


Sofmedia

Iksan, M. 2012, Hukum Perlindungan Saksi dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,
Surakarta, UMS Press

Lamintang, P.A.F, Samosir C, D. 1983, Hukum Pidana Indonesia, Bandung, Sinar Baru

Maramism, F. 2012, Hukum Pidana Umum Dan Tertulis Di Indonesia, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada
Marpaung. L. 2012, Asas, Teori, Praktik Hukum Pidana, Jakarta, Sinar Grafika

Mertokusumo, S. 2005, Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Yogyakarta, liberty

Makarao, M, T. 2004, Pokok-pokok Hukum Acara Perdata, Cetakan I, Jakarta, Rineka Cipta

Mulyadi, L. 1996, Hukum Acara Pidana Suatu Tinjauan Khusus Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi, dan Putusan Peradilan, Bandung, Citra Aditya Bakti

Moeljatno. 1887, Asas-Asas Hukum Pidana, Jakarta, Bina Aksara

Prinst, D. 1998, Hukum Acara Pidana dalam Praktik, Jakarta, Djambatan

Rasaid, M, N. 2003, Hukum Acara Perdata, cet. III, Jakarta, Sinar Grafika Offset

Rusianto, A. 2016, Tindak Pidana dan PertanggungJawaban Pidana, Jakarta, Prenadamedia


Group

Salam, M, F. 2001 Hukum Acara Pidana Dalam Teori & Praktek, Bandung, Mandar Maju

Syahrani, R. 1998, Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Umum, Cetakan I,


Jakarta, Pustaka Kartini

Sujarweni, V, W. 2014, Metodologi Penelitian, Yogyakarta, Gramedia Pustaka Utama

Suroso, I. 2016, Hukum Acara Pidana: Karakteristik Penghentian Penyidikan Dan Implikasi
Hukumnya, Yogyakarta, Laksbang Pressindo

Catatan: Nomor ponsel yang dapat dihubungi: 0822 7780 0241

Anda mungkin juga menyukai