Anggota Kelompok 4 1. Helmi Saffetri (214110278) 2. Miranda Feblian Yasmin (214110296) 3. Nabilla yuda putri (214110302) 4. Nadila Fauziah (214110305) 5. Nyimas Rahayu Syafitri (214110311) 6. Salwa Nabila (214110326) 7. Sindy fatika (214110332) 1. Konsep Dasar Abortus 2. Komplikasi Abortus Spontan dan Abortus Tidak Spontan 3. Pelayanan Pasca Aborsi dan Penanganan Komplikasi pada Situasi Bencana Abortus merupakan berakhirnya atau pengeluaran hasil konsepsi oleh akibat-akibat tertentu pada atau sebelum kehamilan berusia 20 minggu atau berat badan janin kurang dari 500 gram atau buah kehamilan belum mampu untuk hidup diluar kandungan. Abortus dini terjadi pada kehamilan sebelum 12 minggu umur kehamilan, sedangkan abortus tahap akhir (late abortion) terjadi antara 12–20 minggu umur kehamilan. Perdarahan Syok Kelainan pada Pembekuan Perforasi Infeksi Darah. Abortus spontan merupakan kejadian abortus yang berlangsung tanpa tindakan atau tanpa disengaja. Sebagian besar abortus spontan terjadi segera setelah kematian janin yang kemudian diikuti dengan perdarahan ke dalam desidua basalis, lalu terjadi perubahan-perubahan nekrotik pada daerah implantasi, infiltrasi sel-sel peradangan akut dan akhirnya perdarahan pervaginam yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas dan dianggap benda asing dalam uterus. Abortus spontan tingkat Peristiwa perdarahan permulaan. Bercak per vaginam uterus pada kehamilan lebih berat terjadi selama sebelum 20 minggu kehamilan awal dan dapat dengan adanya dilatasi berlangsung selama beberapa serviks uterus yang hari atau minggu serta dapat meningkat tetapi hasil mempengaruhi satu dari empat konsepsi masih dalam atau lima wanita hamil. Secara uterus. keseluruhan, sekitar setengah dari kehamilan ini akan berakhir dengan abortus. Kematian janin berusia Pengeluaran hasil konsepsi Abortus yang sebelum 20 minggu, pada kehamilan sebelum hasil konsepsinya 20 minggu dengan masih tetapi janin mati tidak sudah dikeluarkan selama 8 adanya sisa yang tertinggal dikeluarkan. dalam uterus. minggu atau lebih.
Abortus spontan yang
terjadi secara berturut- turut sebanyak tiga kali atau lebih tanpa diketahui sebabnya. Penanganan pada abortus spontan yang dilakukan seperti terapi intravena atau transfusi darah dapat dilakukan bila diperlukan. Pada kasus abortus Inkomplet diusahakan untuk mengosongkan uterus melalui pembedahan. Begitu juga dengan kasus missed abortion jika janin tidak keluar spontan. Jika penyebabnya adalah infeksi, evakuasi isi uterus sebaiknya ditunda sampai mendapat penyebab yang pasti untuk memulai terapi antibiotik. Aborsi yang tidak aman adalah prosedur untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan baik oleh orang yang tidak memiliki keterampilan yang diperlukan atau di lingkungan yang tidak memiliki standar medis minimal atau keduanya, Ketika seorang perempuan atau anak perempuan bertekad untuk mengakhiri kehamilannya, dia akan melakukannya, terlepas dari keamanan dan legalitas prosedurnya. Ketika layanan aborsi yang aman tidak tersedia, ia akan mempertaruhkan nyawanya dengan melakukan aborsi yang tidak aman, seringkali karena prospek untuk melanjutkan kehamilannya tidak dapat ditanggung lagi. Skala komplikasi pasca-aborsi sangat besar, dengan perkiraan 7 juta perempuan dan anak perempuan dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Ada yang akan cacat permanen, dan ada pula yang tidak akan mampu mengandung anak lagi. Namun kita tidak akan pernah mengetahui keseluruhannya, karena masih banyak perempuan dan anak perempuan yang tidak berani, atau tidak mampu, mengakses layanan kesehatan. Asuhan pasca keguguran merupakan intervensi penting dalam menyelamatkan nyawa perempuan, serta menurunkan angka kematian maupun kesakitan ibu. Asuhan pasca keguguran juga merupakan salah satu fungsi yang tercakup dalam PONED/PONEK dan merupakan salah satu komponen dalam upaya kesehatan ibu. Tenaga kesehatan perlu memperhatikan setidaknya tiga aspek dari layanan pasca keguguran yaitu pilihan, akses dan kualitas. Asuhan pasca keguguran yang komprehensif terdiri dari beberapa elemen untuk membantu perempuan memenuhi hak seksual dan reproduksinya, yaitu: Melakukan Konseling, Informed Consent dan Penilaian Klinis 1. Konsolidasi : Penyedia layanan harus menyadari bahwa perempuan paska keguguran mungkin mengalami stres emosional yang berat atau ketidaknyamanan fisik. Mereka harus memastikan privasi, kerahasiaan dan adanya ijin untuk pemberian asuhan Konseling yang baik memberikan perempuan tersebut dukungan emosional dan meningkatkan keefektifan asuhan paska keguguran 2. Informed Consent : informasi yang diberikan secara sukarela haik yang didapat secara lisan atau tertulis memastikan halwa perempuan tersebut memahami manfaat dan menyetujui asuhan paskakoguguran. Persetujuan ini beram bahwa perempuan tersebut telah mengambil keputusan secara bebas tampa tekanan atau paksaan apapunPenyedia layanan dapat mendokumentasikan denganmeminta tanda tangan pada formulir persetujuan. 3. Penilaian Klinis : Penyedia layanan harus melakukan penilaian klinis yang menyeluruh meliputi: riwayat kesehatan reproduksi yang teliti (termasuk riwayat kekerasan seksual), pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya bila tersedia dan penilaian psikososial. Perempuan yang datang untuk perawatan aborsi yang tidak lengkap atau komplikasi aborsi (perawatan paska aborsi) harus dilakukan penilaian dengan hati-hati sekali, karena mungkin mengalami komplikasi yang mengancam keselamatan jiwa. Oleh sebab itu harus dilakukan rujukan segera kerumah sakit PONEK apabila perempuan tersebut tidak dapat ditangani puskesmas setempat, namun sebelum melakukan rujukan kondisi pasien harus stabi Ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk menyelamatkan dan melindungi wanita, anak-anak terkhususnya ibu hamil diantaranya dengan membangun layanan kesehatan obstetric gynekologi dengan tenaga yang terlatih di tempat penampungan atau pengungsian, memberikan informasi dan edukasi tentang kesehatan seksual dan reproduksi yang harus dipenuhi di pengungsian, memastikan perlengkapan pendidikan kesehatan reproduksi dan seksual dan menyusun pedoman kesiapsiagaan ibu hamil saat bencana. 1. Pencegahan infeksi : Resiko infeksi selalu ada dalam setiap tindakan, sehingga prosedur standar dalam pencegahan infeksi harus sangatdiperhatikan dalam setiap tahapan pemberian Asuhan Paska Keguguran pada Krisis Kesehatan. Ketersediaan anti biotik harus dicadangkan jumlahnya untuk kasus-kasus dimana pasien tersebut menunjukkan tanda- tanda dan gejala infeksi. 2. Mengatasi rasa nyeri : Tujuannya adalah membantu klien untuk merasa senyaman mungkin sebelum tindakan asuhan paska keguguran berikan obat obatan yang mengandung sedative golongan rendah (seperti Diazepam dan katalar) serta pemberian analgetik oral seperti asam mefenamat dan paracetamol setelah dilakukan paska aspirasi vakum manual. 3. MencegahTetanus dan Mengatasi Komplikasi Perempuan yang menjalani asuhan paska keguguran tidak aman dengan alat yang tidak steril beresiko terkena tetanus. Apabila terdapat perempuan paska keguguran terkena tetanus berikan profilaksis tetanus, dan rujuk pasien ke rumah sakit bila profilaksis tidak dapat diberikan. Suntikan booster tetanus toksoid (TT) harus diberikan kepada pasien yang sebelumnya pernah divaksinasi. Tetanus immunoglobulin (TIG) dan TT harus diberikan kepada pasien yang belum divaksinasi atau yang dosis terakhir diberikan lebih dari lima tahun yang lalu. Jika terdapat keraguan mengenai riwayat vaksinasi pasien, maka baik TIG dan TT harus diberikan. 4. Mengatasi komplikasi : Walaupun jarang terjadi, komplikasi dapat terjadi dan harus ditangani secepatnya oleh petugas yang mempunyai keterampilan. Pastikan klien mempunyai akses ke fasilitas gawat darurat selama masa paska keguguran. Jika klien membutuhkan perawatan yang melebihi kemampuan fasilitas dimana ia dirawat maka stabilkan kondisinya sebelum ia dipindahkan ke pelayanan rujukan yang lebih tinggi.