Alamat Korespondensi:
Zakia Bakri
Perum BTP Blok AE No.452
HP: 085343920820
Email: zakiabakri34@yahoo.com
ABSTRAK
Diare merupakan salah satu penyebab utama kematian balita di negara berkembang. Penyakit ini
disebabkan oleh infeksi bakteri salah satu contohnya adalah bakteri Escherichia coli O157:H7.
Penelitian ini bertujuan mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada feses penderita diare
dengan metode kultur dan PCR, membandingkan hasil pemeriksaan antara kultur dan PCR dalam
mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada sampel feses penderita diare dan mengetahui
sensitivitas dan spesifitas metode PCR dalam mendeteksi bakteri Escherichia coli O157:H7 pada
sampel feses penderita diare. Metode yang digunakan, yaitu metode potong lintang. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Imunologi dan Biologi Molekuler Bagian Mikrobiologi Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin. Sampel sebanyak 28 orang penderita diare di Rumah Sakit
Umum Daya dan Rumah Sakit Labuang Baji. Kemudian, untuk menguji bakteri Escherichia coli
O157:H7 digunakan teknik kultur dan untuk deteksi gen menggunakan teknik molekuler yaitu PCR.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 28 orang sampel feses, 6 sampel (21,42%) positif bakteri
Escherichia coli O157:H7 dengan metode kultur dan 13 sampel (46,425) positif bakteri Escherchia
coli O157:H7 dengan metode PCR. Metode PCR secara umum mampu mendeteksi bakteri Escherichia
coli O157:H7 dengan menggunakan primer spesifik O157:H7 pada bands 239 bp. PCR terbukti lebih
akurat dan menunjukkan hasil yang cepat dibandingkan dengan metode kultur dalam mendeteksi
bakteri Escherichia coli O157:H7.
ABSTRACT
Diarrhea is one of the main causes of infant mortality in developing countries. The disease is caused
by bacterial infection such as the bacterium Escherichia coli O157:H7. The research aimed to detect
the bacterium Escherichia coli O157:H7 in the feces of the diarrhea patients by the culture and
polymerase chain raction (PCR) methods, to compare the examination result between the culture and
PCR in the detecting the bacterium Escherichia coli O157: H7 in feces samples of the diarrhea
patients, and to find out the sensitivity and specificity of PCR methods in detecting the bacterium
Escherichia coli O157: H7 in feces samples of the diarrhea patients. The research used the cross
sectional method. The research was carried out in the Laboratory of Immunology and Molecular
Biology of Microbiology Department of Faculty of Medicine, Hasanuddin University. Samples
obtained were 28 diarrhea patients in General Hospital Daya and General Hospital Labuang Baji.
The examination on the bacterium Escherichia coli O157: H7 was then conducted through the culture
technique use and gene detection using the molecular techniques namely PCR . The research result
indicates that out of 28 feces samples, 6 samples (21.42%) are positive to contain the bacterium
Escherichia coli O157: H7 by the culture method and 13 samples (46.42%) are positive to contain the
bacterium Escherichia coli O157: H7 by PCR method. The Polymerase Chain Reaction method is
generally able to detect the bacterium Escherichia coli O157: H7 by using the specific primary O157:
H7 in the bands 239 bp. PCR is proven to be more accurate and indicates the faster result compared
with the culture method in detecting the bacterium Escherichia coli O157: H7.
HASIL
Karakteristik Sampel
Penelitian ini melibatkan 28 penderita diare. Terdiri dari perempuan sebanyak
10 (35,71 %) dan laki-laki sebanyak 18 orang (64,29%) dengan usia termuda 3 bulan
dan tertua 7 tahun, yang terbanyak umur antara range 1-7 tahun 15 orang (53,57%).
Dari data klinik sebagian besar pasien mengalami gejala dengan frekuensi muntah
sebanyak (78,57 %), demam sebanyak (71,49%), gejala dengan perut kejang
sebanyak (3,57 %), sakit perut (10,72%), gejala dengan dehidrasi ringan hingga
sedang sebanyak (35,72%), tinja encer sebanyak (64,29%), dan tinja dengan lendir
(17,86%) (Tabel 1).
Identifikasi dan Deteksi Bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan kultur dan PCR
Selama periode Juni-November 2014 didapatkan 28 sampel feses diare anak
yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Setiap penderita diare diambil sampel
fesesnya, kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi dan Immunologi untuk
dikultur dan diekstraksi kemudian diamplifikasi dengan mesin PCR. Primer yang
digunakan adalah primer E.coli O157:H7 untuk mendeteksi keberadaan bakteri
Escherichia coli O157:H7. Hasil identifikasi dengan metode kultur menunjukkan
koloni yang tumbuh pada medium Mac Conkey Agar tampak berbentuk bulat, tepi
rata, permukaan halus dengan warna koloni. Koloni bakteri yang dicurigai sebagai
bakteri Escherichia coli O157:H7 kemudian dilakukan uji biokimia IMVIC dan TSIA
untuk menegaskan bahwa koloni yang tumbuh merupakan isolat E.coli O157:H7.
Hasil Uji biokimia menunjukkan koloni isolat Escherichia coli O157:H7 pada
medium TSIA (+), Metyl Red (+), VP (-), Urea (-), Sitrat (-), uji fermentasi laktosa,
glukosa, sukrosa dan mannitol (+). Jenis bakteri yang berhasil diidentifikasi pada
sampel feses dengan metode kultur yaitu bakteri Enterobacter agglomeran sebanyak
16 isolat (57,14%), bakteri Alcaligenes faecalis sebanyak 1 isolat (3,57%), bakteri
Escherichia coli O157:H7 sebanyak 9 isolat (32,14%), bakteri Klebsiella sp sebanyak
1 isolat (3,57%) dan bakteri Proteus vulgaris sebanyak 1 isolat (3,57%).
Hasil uji PCR memperlihatkan pita fragmen DNA dengan ukuran 239 bp Hal
ini menunjukkan bahwa pada sampel terdapat bakteri Escherichia coli O157:H7
sedangkan pada sampel yang tidak menunjukkan pita fragmen DNA menunjukkan
bahwa tidak ditemukan bakteri Escherichia coli O157:H7 (Gambar 1 dan 2). Dari 28
sampel feses yang diuji dalam penelitian ini, sebanyak 13 (46,42%) terdeteksi bakteri
Escherichia coli O157:H7 dengan menggunakan metode PCR namun tidak terdeteksi
dengan metode kultur. Sebanyak 9 (32,14%) sampel terdeteksi bakteri Escherichia
coli O157:H7 dengan menggunakan metode kultur. Disimpulkan bahwa PCR
memiliki tingkat sensivitas 100 % dan spesifitasnya adalah 78 %.
PEMBAHASAN
Penelitian ini dilakukan selama periode Juni sampai November 2014 dengan
28 subjek pasien diare. Dilakukan pemeriksaan untuk mendeteksi bakteri Escherichia
coli O157:H7 pada feses penderita diare anak. Didapatkan 28 subjek penelitian yang
memenuhi kriteria inklusi diantaranya 5 pasien diare berasal dari Rumah Sakit
Labuang Baji dan 23 pasien berasal dari Rumah Sakit Daya. Secara keseluruhan
subjek penelitian terdiri atas 18 laki-laki dan 10 perempuan. Semua sampel feses
diperiksa secara kultur dan molekuler untuk mendeteksi keberadaan bakteri
Escherichia coli O157:H7.
Penyakit diare merupakan penyebab kesakitan dan kematian di negara
Berkembang. Di Indonesia penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat, karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian yang
diakibatkannya. Bakteri Escherichia coli O157:H7 merupakan salah satu penyebab
diare pada anak-anak. Banyak faktor yang menyebabkan diantaranya kondisi
lingkungan yang rendah, kontaminasi makanan dan minuman, suplai air bersih yang
belum memadai, kemiskinan dan taraf pendidikan yang rendah.
Bakteri Escherichia coli O157:H7 masuk melalui kontaminasi feses pada
makanan dan air. Higienitas dan sanitasi lingkungan sangat berpengaruh dalam proses
pemindahan Escherichia coli O157:H7 ke tubuh manusia. Paparan terhadap penyebab
penyakit diare dapat terjadi melalui kebiasaan mengkonsumsi makanan dari penjaja
makanan yang higienitasnya rendah atau dengan sanitasi lingkungan yang kurang
baik (Buktiwetan, et al, 2001).
Faktor lain yang juga dianggap berperan adalah konsumsi produk hewani
yang mungkin menjadi sumber kontaminasi dari Escherichia coli O157:H7 seperti
penggunaan produk hewani yang tidak dimasak dengan prosedur yang baik sehingga
dapat meningkatkan angka kuman dan berakhir pada peningkatan resiko infeksi
(Buktiwetan, et al, 2001; Brooks, et al, 2010; Oryan, et al, 2005).
Berdasarkan hasil penelitian ini distribusi penderita diare menurut umur,
jumlah penderita diare anak yang banyak pada kelompok umur 1-7 tahun. Hal ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Shintamurniwati (2006) di
Puskesmas Bergas Kabupaten Semarang menunjukkan bahwa kasus diare balita
terbanyak ditemukan pada rentang umur kurang dari 2 tahun (65,28 %) dan terendah
pada kelompok umur 3-5 tahun (9,72 %). Penelitian lain dilakukan oleh Orlandi, dkk
(2001) di Poliklinik Hamilton Gondin Brasil menunjukkan (25,5%) diare terjadi pada
anak usia 1-2 tahun. Penelitian oleh Muh. youssef, dkk (200) di Rumah Sakit Rahma
jordania menunjukkan (35,1%) diare terjadi pada anak usia 6-11 bulan.
Menurut WHO 2004, rata-rata kejadian diare pada anak di bawah umur 5
tahun adalah 3.2 episode pertahun. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Nasional tahun 2007, diare merupakan penyebab kematian terbanyak
pada bayi (31,43%) dan balita (25,2%) di Indonesia.
Pada penelitian ini banyaknya kejadian diare pada kelompok umur 1-7 tahun
dapat terjadi karena pada umur tersebut anak sudah mulai aktif bermain dan rentan
terkena infeksi penyakit terutama diare. Anak pada kelompok umur ini dapat terkena
infeksi bakteri penyebab diare pada saat bermain di lingkungan yang kotor serta
melalui cara hidup yang kurang bersih.
Pada kelompok umur 0-5 bulan, balita biasanya masih mendapat ASI dari
ibunya dan belum mendapat makanan tambahan, demikian tingkat imunitas balita
tersebut tinggi yang diperoleh langsung dari ASI sehingga risiko untuk terkena diare
lebih rendah.
Pada kelompok umur 7-11 bulan biasanya balita sudah mendapat makanan
tambahan dan menurut perkembangannya mulai dapat merangkak sehingga kontak
langsung bisa saja terjadi. Selain itu pada usia tersebut anak berada pada fase oral
dimana anak memiliki kebiasaan memasukan barang-barang yang ada disekelilingnya
ke dalam mulut sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko diare.
Berdasarkan jenis kelamin, penderita diare anak dengan jenis kelamin laki-
laki lebih banyak dengan jumlah pasien 18 (64,29 %) dibandingkan dengan penderita
diare anak dengan jenis kelamin perempuan dengan jumlah pasien 10 (35,71%).
Hingga saat ini belum ada ditemukan referensi yang dapat menjelaskan hal tersebut,
namun hal ini mungkin dapat terjadi karena pada anak laki-laki lebih aktif dan lebih
banyak bermain di lingkungan luar rumah. Aktifitas fisik yang banyak pada anak
laki-laki dan dapat membuat kondisi fisik tubuhnya cepat mengalami penurunan
termasuk penurunan sistem kekebalan tubuh, sehingga lebih beresiko terkena
penyakit termasuk diare.
Berdasarkan gejala klinik penderita diare anak mengalami gejala klinis
muntah (78,57%), demam (71,49%), perut kejang (3,57%), sakit perut (10,72%),
dehidrasi ringan hingga sedang (35,72%), tinja encer (64,72%) dan tinja encer dengan
lendir (17,86). Diantara gejala di atas, yang terbanyak adalah demam dan muntah.
Menurut pendapat Jawetz (2005), diare karena infeksi bakteri Escherichia coli
O157:H7 mengalami demam rendah atau tanpa demam, tinja encer berair dan dapat
mengandung darah, abdomen kram serta terasa sakit.
Metode kultur merupakan metode konvensional yang sering digunakan untuk
mengidentifikasi bakteri Escherichia coli O157:H7. Pada pemeriksaan kultur
didapatkan 24 sampel yang tumbuh pada medium Mac Conkey Agar. Dari 24 sampel
terdapat 6 isolat yang positif bakteri Escherichia coli dan tidak memperlihatkan
koloni jernih (colourless) seperti halnya pada isolat kontrol ATCC 35150 (lampiran
1). Hasil ini menunjukkan bahwa 6 isolat tersebut memfermentasikan sorbitol
sehingga menghasilkan warna koloni yang berwarna merah muda. Di sisi lain, bakteri
E. coli O157:H7 tidak memfermentasikan sorbitol sehingga memberikan warna
koloni colourless (tidak berwarna).
Selain bakteri Escherichia coli O157:H7 ditemukan jenis bakteri lain yaitu
bakteri Enterobacter agglomerans sebanyak 16 isolat (57,14%), bakteri Alcaligenes
faecalis sebanyak 1 isolat (3,57%), bakteri Klebsiella sp sebanyak 1 isolat (3,57%)
dan bakteri Proteus vulgaris sebanyak 1 isolat (3,57%). Menurut Vila et al (2002),
bakteri penyebab diare dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu bakteri non
invasif dan bakteri invasif. Bakteri yang termasuk dalam golongan bakteri non invasif
adalah: Vibrio cholerae, E.colli patogen (EPEC, ETEC, EIEC), Staphylococcus
aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens, sedangkan golongan bakteri invasif
adalah Salmonella sp, Shigella, Compylobacter, Yersinia.
Penelitian Muh. youssef (2000) menemukan beberapa jenis bakteri, parasit
dan virus yang menyebabkan diare di RS Rahma Jordania. Jenis bakteri, virus dan
parasit yang berhasil diidentifikasi adalah rotavirus (32.5%), Escherichia coli
(12.8%), enteroaggregative E. coli (10.2), enterotoxigenic E. coli (5.7%), Shigella
spp. (4.9%), Entamoeba histolytica (4.9%), Salmonella spp (4.5%), Campylobacter
jejuni (1.5%),Cryptosporidium spp (1.5%), Enteroinvasive E. coli (1.5%), Giardia
lamblia (0.8%) and Yersinia enterocolitica (0.4%) spp (1.5%).
Penyiapan template DNA sampel yang digunakan untuk amplifikasi dengan
PCR, ekstraksinya dilakukan dengan teknik boom yang bertujuan untuk melisiskan
dinding sel bakteri sehingga DNA dapat diektstraksi sekaligus mempermudah proses
denaturasi ketika dilakukan amplifikasi dengan PCR.
Analisis hasil amplifikasi dilakukan dengan elektroforesis gel agarosa yang
berperan sebagai sirkuit elektrik untuk memisahkan fragmen-fragmen DNA
berdasarkan jumlah nukleotida penyusunnya. Semakin kecil ukuran pasang basa
nukleotidanya, akan semakin mudah bermigrasi dan berada di bagian gel yang dekat
dengan anoda. Pita-pita DNA yang terbentuk diamati dengan alat UV transilluminator
dan penentuan ukuran fragmen dilakukan dengan cara membandingkan mobilitas
fragmen DNA dengan DNA standar yang telah diketahui ukurannya.
Visualisasi DNA pada elektroforesis lebih mudah dilakukan menggunakan
pewarna yang dapat berfluoresensi yaitu etidium bromida yang merupakan molekul
planar yang dapat menyisip di antara ikatan basa DNA. Etidium bromide dapat
terkonsentrasi dalam fragmen DNA dan berfluoresensi pada cahaya UV. Sampel yang
menghasilkan fragmen DNA dengan ukuran sekitar 239 bp pasang basa menandakan
bahwa sampel tersebut positif mengandung Escherichia coli O57:H7.
Berdasarkan hasil pemeriksaan PCR dengan menggunakan primer E.coli
157:H7, memiliki panjang amplikon 239 bp yang merupakan daerah penanda gen
bakteri Escherichia coli O157:H7. Dari hasil elektroforesis terlihat pita DNA
terbentuk pada sumur 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14, 19, 23, 24, 25, 26, 27 sedangkan kontrol
negatif tidak terbentuk pita DNA. Pita DNA yang terbentuk menunjukkan bahwa
dalam sampel feses positif mengandung bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan
ketebalan pita yang berbeda-beda tergantung pada banyaknya DNA yang akan
diamplifikasi. Semakin banyak DNA yang diamplifikasi semakin tebal atau terang
DNA yang terbentuk (Hatta, dkk, 2004).
Hasil uji PCR dari 28 sampel terdapat 13 (46,42%) sampel yang positif yaitu
sampel 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14, 19, 23, 24, 25, 26, 27 terdeteksi bakteri Escherichia coli
O157:H7 dengan menggunakan metode PCR namun tidak terdeteksi dengan metode
kultur, sedangkan dengan metode kultur terdapat 6 (21,42%) sampel yang positif
bakteri E.coli yaitu sampel 6, 7, 8, 11, 19 dan 24. Perbedaan yang terjadi antara
pemeriksaan kultur dan PCR tersebut karena kultur memiliki beberapa kelemahan.
Metode kultur memerlukan waktu yang lama, jumlah sampel yang banyak serta
membutuhkan keterampilan dalam mengidentifikasi bakteri. Pada penelitian ini,
identifikasi Escherichia coli O157:H7 dengan metode konvensional memerlukan
waktu 4 hari, sedangkan dengan metode PCR hanya memerlukan waktu 48 jam. Hal
ini disebabkan karena metode PCR langsung dapat mendeteksi adanya Escherichia
coli O157:H7 dalam sampel tanpa harus mengisolasi koloni bakteri terlebih dahulu.
Dengan demikian, metode PCR yang digunakan dalam penelitian ini lebih cepat bila
dibandingkan dengan metode konvensional (kultur).
Hasil PCR telah terbukti spesifik mendeteksi bakteri Escherichia coli
O157:H7. Hal ini dapat dilihat dari adanya pita DNA yang berukuran 239 bp (gambar
1 dan 2). Metode PCR merupakan salah satu metode molekuler yang telah banyak
menjadi pilihan klinis beberapa tahun terakhir. PCR telah terbukti memiliki tingkat
sensivitas yang sama atau lebih besar dari pemeriksaan kultur. Pada penelitian ini
metode PCR dengan menggunakan primer E.coli O157 mampu mendekteksi
keberadaan bakteri Escherichia coli O157:H7 dengan waktu yang lebih cepat. Hal ini
sejalan penelitian Morin et al (2004) yang melaporkan bahwa deteksi bakteri E.coli
O157:H7, Vibrio Cholera Oi dan Salmonella typhi menggunakan metode PCR
mampu mendeteksi dan mengidentifikasi bakteri pathogen baik pada sampel klinik
air, dan makanan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan bahwa teknik
identifikasi bakteri Escherichia coli O157:H7 dalam feses penderita diare dengan
menggunakan metode molekuler yaitu PCR sudah terbukti lebih sensitif dan
menunjukkan hasil yang cepat namun dengan biaya yang mahal jika dibandingkan
dengan metode konvensional. Oleh karena itu dapat direkomendasikan dan digunakan
oleh tenaga kesehatan dalam mendeteksi dini sehingga akan membantu penegakan
diagnosa lebih cepat dan menentukan pengobatan secara lebih efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Bettlelheim K.A. (2000). Role of non O157 VTEC. J. Appl. Symp. Microbiol. Suppl.
Bonyadian.,Momtaz H., Rahimi E., Habibian R., Yasdani A., and Zamani A. (2010).
Identification & characterization of Shiga toxin-producing Escherichia coli
isolates from patients with diarrhoea in Iran. Indian J Med Res 132, hal 328-
331.
Dutta T.K., Roychoudhury S.P., Bandyopadhyay Wani S.A., and I. Hussain. (2011).
Detection and characterization of Shiga toxin producing Escherichia coli
(STEC) & enteropathogenic Escherichia coli (EPEC) in poultry birds with
diarrhoea. Indian J. Med. Res. Vol 133, hal: 541-545.
Hannif, Sri Mulyani dan Kuschitawaty. (2011). Faktor Risiko Diare Akut Pada
Balita. Jurnal Berita Kedokteran Masyarakat, Vol 27, hal 10-17.
Jawetz E., J. et al. (2005). Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20. University of California,
San Francisco.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Buku Pedoman Pengendalian
Penyakit Diare. Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penyehatan
Lingkungan. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Monem MA., Mohamed EA., Awad ET., Ramadan AHM., and Mahmoud HA.
(2014). Multiplex PCR as emerging technique for diagnosis of
enterotoxigenic E. coli isolates from pediatric watery diarrhea. Journal of
American Science, Vol 10 No (10).
Morin NJ., Zhilong G., Xing-Fang Li (2004). Reverse Transcription-Multiplex PCR
assay for Simultaneous Detection of ecsherchia coli O157:H7, Vibrio cholera
O1, and Salmonella typhi. Clinical Chemistry. Canada. Hal 2037.
Orlandi and Tatiane Silva et al. (2001). Enteropathogens Associated with Diarrheal
Disease in Infants of Poor Urban Areas of Porto Velho, Rondônia: a
Preliminary Study. Journal Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro, Vol. 96
(5), hal: 621-625.
Peter C.H., Councell F.T., Keys C., and Monday S.R. (2011). Virulence
characterization of Shiga-toxigenic Escherichia coli isolates from wholesale
produce. Appl. Environ. Microbiol. Vol 77 (1), hal: 343-345.
Sartika, Indrawani, dan Sudiarti. (2005). Analisis Mikrobiologi Escherichia coli
O157:H7 Pada Hasil Olahan Hewan Sapi Dalam Proses Produksinya. Jurnal
Makara Kesehatan, Vol 9 No (1), Hal 23-28.
Youssef Abdallah Shurman, et al. (2000). Bacterial, viral and parasitic enteric
pathogens associated with acute diarrhea in hospitalized children from
northern Jordan. Journal FEMS Immunology and Medical Microbiology 28,
hal 257-263.
Vila J., Vargas M Ruiz J., Corachan M., De Anta MTJ., Gascon J (2000). Quinolon
resisten Resisten In enterotoxigenic Escherichia coli Causing Diarrhea In
Travelers To india in Comparisom with Other Geographycal Areas.
Antimikrobial Agents And Chemotherapy.
Widjaja. (2000). Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta : Kawan
Pustaka.
Gambar 1. Hasil elektroforesis tampak pita pada posisi 239 bp dengan PCR; M=Marker; 1-15 =
sampel pasien diare; 3, 6, 7, 8, 9, 11, 14 = sampel positif.
Gambar 2. Hasil elektroforesis tampak pita pada posisi 239 bp dengan PCR; M=Marker; 16-28
= sampel pasien diare; 19, 22, 23, 24, 25, 26, dan 27= sampel positif; N=Kontrol
negatif.