Anda di halaman 1dari 10

MAKALAH

PERAN POLRI DALAM PENEGAKAN HAM PADA KASUS BULY DI MEDIA


SOSIAL

Mata kuliah Ham dan GAKKUM

Oleh:
NAMA : RICHARD DADDY BALLI LEBA ARI
KELAS : G/ 22
NO.AK : 21.136
BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR BEALAKANG

perundungan media sosial ialah bullying/perundungan dengan menggunakan


teknologi digital. Hal ini dapat terjadi di media sosial, platform chatting, platform berm
ain game, dan ponsel. Adapun menurut Think Before Text, cyberbullying adalah peril
aku agresif dan bertujuan yang dilakukan suatu kelompok atau individu, menggunak
an media elektronik, secara berulang-ulang dari waktu ke waktu, terhadap seseoran
g yang dianggap tidak mudah melakukan perlawanan atas tindakan tersebut. Jadi, te
rdapat perbedaan kekuatan antara pelaku dan korban. Perbedaan kekuatan dalam h
al ini merujuk pada sebuah persepsi kapasitas fisik dan mental.

Buly di media sosial merupakan perilaku berulang yang ditujukan untuk menakuti,
membuat marah, atau mempermalukan mereka yang menjadi sasaran. Contohnya t
ermasuk:

 Menyebarkan kebohongan tentang seseorang atau memposting foto memalu


kan tentang seseorang di media sosial
 Mengirim pesan atau ancaman yang menyakitkan melalui platform chatting, m
enuliskan kata-kata menyakitkan pada kolom komentar media sosial, atau me
mposting sesuatu yang memalukan/menyakitkan
 Meniru atau mengatasnamakan seseorang (misalnya dengan akun palsu atau
masuk melalui akun seseorang) dan mengirim pesan jahat kepada orang lain
atas nama mereka.
 Trolling - pengiriman pesan yang mengancam atau menjengkelkan di jejaring
sosial, ruang obrolan, atau game online
 Mengucilkan, mengecualikan, anak-anak dari game online, aktivitas, atau gru
p pertemanan
 Menyiapkan/membuat situs atau grup (group chat, room chat) yang berisi keb
encian tentang seseorang atau dengan tujuan untuk menebar kebencian terh
adap seseorang
 Menghasut anak-anak atau remaja lainnya untuk mempermalukan seseorang
 Memberikan suara untuk atau menentang seseorang dalam jajak pendapat ya
ng melecehkan
 Membuat akun palsu, membajak, atau mencuri identitas online untuk memper
malukan seseorang atau menyebabkan masalah dalam menggunakan nama
mereka
 Memaksa anak-anak agar mengirimkan gambar sensual atau terlibat dalam p
ercakapan seksual.

Sebagai contoh pada kasus yoga cahyadi 2013 silam,

Sejumlah teman mengaku kaget dan tidak percaya Yoga Cahyadi atau biasa dipanggil B
obby atau Kebo, menabrakkan diri ke KA Sri Tanjung yang melintas di kawasan Gowok, Ban
guntapan Bantul. Ada karena menjadi 'korban bully' di media sosial terkait acara musik yang
gagal digelar
Sebelum meninggal, Bobby sendiri adalah promotor event Locstockfest#2 yang digelar d
i Stadion Maguwoharjo Sleman. Rencananya even yang merupakan kelanjutan acara Locsto
ckfest#1 yang digelar tahun 2009 lalu.
Acara itu bertujuan untuk menampilkan banyak grup band lokal Yogyakarta dan sekitarn
ya atau grup-grup indie. Rencananya acara digelar selama dua hari pada tanggal 25-26 Mei
2013 dengan materi panggung musik dan berbagai stand yang berkaitan dengan dunia musi
k dan anak muda. Namun acara akhirnya hanya berlangsung selama satu hari saja, yakni ta
nggal 25 Mei hingga malam hari. Acara yang berlangsung tanpa sponsor itu tetap berjalan de
ngan mengandalkan penjualan tiket.

Saat acara berlangsung, sejak Sabtu sore sekitar pukul 15.30 WIB wilayah Yogyakarta dan s
ekitarnya diguyur hujan deras tanpa henti hingga malam hari. Penonton yang datang pun jau
h dari perkiraan panitia. Padahal panita menargetkan 5 ribu penonton. Namun yang datang j
auh dari jumlah yang ditargetkan.

Kekisruhan atau kekecewaan beberapa peserta mulai muncul ketika ada sejumlah pengisi ac
ara yang batal tampil dan permasalahan fee/kontrak. Kekecewaan beberapa peserta itu kem
udian ditumpahkan di jaringan media sosial. Bobby menjadi bahan caci maki oleh beberapa
orang di media sosial tersebut.
"Sungguh tragis. Dia menjadi korban bully di media sosial. Saya mendengar kabar duka itu p
ada hari Minggu siang sekitar pukul 11.00," kata Iskandar seusai melayat di rumah duka.
2. RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa cyberbullying masih marak terjadi?
2. Upaya apa yang dapat dilakukan polri untuk mencegah terjadinya cyberbullying?

BAB II
PEMBAHASAN
A. Upaya Kepolisian Dalam Penanggulangan Kejahatan Digital
Aturan hukum Indonesia adalah hasil yang logis yang membutuhkan lembaga yang bisa meng
awasi penegakan hukum salah satunya adalah kepolisian. Semua orang berharap kepolisian bisa
menjalankan tugas kepolisian menangani kasus pidana agar dapat diselesaikan secara optimal. H
al Ini untuk menentukan sejauh mana optimalisasi peran kepolisian dalam proses penanggulangan
kejahatan cyber. Kejahatan atau tindakan kriminal merupakan salah satu bentuk dari prilaku menyi
mpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat.

Dalam menanggulangi terjadinya kejahatan cyber, pihak kepolisian telah melakukan berbagai
upaya seperti memberikan himbauan ke masyarakat melalui media elektronik maupun media sosi
al dengan menyebarkan broadcast berupa himbauanhimbauan terkait cybercrime untuk di forward
ke masyarakat luas. Selain itu dilakukan juga penerangan ke masyarakat melalui media surat kab
ar dan radio, serta pada saat mengisi acara talkshow pihak kepolisian tidak henti-hentinya membe
rikan himbauan kemasyarakat. Dalam melakukan upaya ini, pihak kepolisian telah mengambil tind
akan dengan memproses setiap kasus Tindak Pidana Cyber yang ditangani sesuai dengan aturan
yang berlaku. Pihak kepolisian bekerja sama dengan stakeholder yang ada yaitu bagaimana mena
ngkap pelaku yang tertangkap tangan

melakukan kejahatan ataupun melalui laporan masyarakat kemudian mendatangi tempat kej
adian perkara (TKP) guna melakukan penangkapan dan penahanan terhadap tersangka kasus Tin
dak Pidana Siber, setelah dilakukan penangkapan kemudian diproses dikepolisian dan sebelum dil
impahkan berkas perkaranya ke kejaksaan. Peran pihak kepolisian dalam rangka upaya menangg
ulangi kejahatan cyber meliputi tiga (3) hal, yakni tindakan pre-emtif, tindakan preventif (pencegah
an), dan tindakan represif (penegakan hukum). Tindakan pre-emtif Yang merupakan langkah awal
yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang
dilakukan dalam penanggulangan kejahatan secara pre-emtif adalah menanamkan nilai-nilai/norm
a-norma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri seseorang. Meskipu
n seseorang ingin melakukan pelanggaran/kejahatan tapi tidak ada niat untuk melakukan hal terse
but maka tidak akan terjadi kejahatan. Cara pencegahan ini berasal dari teori NKK, yaitu; Niat + ke
sempatan terjadi kejahatan. Upaya-upaya preventif merupakan langkah selanjutnya yang akan dit
empuh dari upaya pre-emtif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan.
Upaya preventif ini merupakan suatu upaya yang sangat mudah dilakukan karena dapat dilakukan
oleh siapa saja bagi mereka yang dapat memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang pencega
han suatu kejahatan.
Dalam upaya preventif yang paling diutamakan adalah menghilangkan suatu kesempatan untu
k melakukan suatu kejahatan. Upaya represif merupakan upaya terakhir yang dapat kita lakukan s
etelah upaya pre-emtif dan preventif. Upaya represif merupakan suatu upaya yang prosedural ses
uai dengan sistem hukum kita, sistem peradilan pidana kita. Upaya ini dilakukan pada saat telah te
rjadi tindak pidana/kejahatan tindakan ini disebut sebagai penegakan hukum (law enforcement) de
ngan menjatuhkan hukuman sesuai dengan sanksi yang telah ditentukan. Kemudian yang dapat m
elakukan upaya represif ini hanya orang-orang tertentu saja. Yakni par aparat penegak hukum yak
ni, mulai dari pihak kepolisian, kejaksaan, kehakiman, sampai lembaga pemasyarakatan.

Di samping itu karena tujuannya adalah untuk mencapai kesejahteraan masayarakat pada um
umnya, maka kebijakan penegakan hukum termasuk dalam bidang kebijakan sosial, yaitu segala
usaha rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Bentuk yang pertama adalah bersifat r
epresif yang menggunakan sarana penal, yang sering disebut sebagai sistem peradilan pidana (cri
minal justice system). Dalam hal ini secara luas sebenarnya mencakup pula proses kriminalisasi.
Yang kedua berupa usahausaha prevention without punishment (tanpa menggunakan sarana pen
al) dan yang ketiga adalah mendayagunakan usaha-usaha pembentukan opini masyarakat tentan
g kejahatan dan sosialisasi hukum melalui media massa secara luas.

B. Faktor Penghambat Dalam Upaya Penanggulangan Kejahatan Cyber


Dalam upaya penanggulangan cyber atau cybercrime oleh aparat kepolisian terdapat bebera
pa kendala yang menghambat upaya penanggulangan cyber atau cybercrime, penulis kemudian
memaparkannya berdasarkan hasil wawancara dengan kepala unit Rekrim bahwa kendala yang
dihadapi oleh pihak kepolisian dalam menanggulangi kejahatan cyber adalah kendala internal da
n kendala eksternal.

Kendala internal dimulai dengan lemahnya pengawasan Pemerintah dan kepolisian. Lemahny
a pengawasan penggunaan internet berpotensi besar akan menciptakan peluang terjadinya keja
hatan cybercrime (dunia maya). Karena kejahatan dengan menggunakan teknologi terjadi jika ad
a akses internet yang cukup memadai. Fasilitas internet di Indonesia bisa dikatakan sudah mema
dai baik dari segi kecepatan akses dan kemudahan pemasangan jaringan akses internet. Dalam
hal pengawasan pemerintah dan kepolisian harus mengontrol dan melakukan pengawasan terha
dap trafik konten negatif internet yang dapat diakses di indonesia. Seperti pemblokiran situs-situs
porno, SARA, kekerasan dan situs-situs website yang dianggap menyalahi norma kesusilaan. Po
in selanjutnya dari kendala internal adalah aspek Alat Bukti.

Alat bukti dalam kejahatan cyber berbeda dengan alat bukti kejahatan lainnya dimana sasara
n atau media cybercrime merupakan data-data atau sistem komputer / internet yang sifatnya mu
dah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelaku kejahatan. Yang ketiga, saksi korban dala
m kasus tindak pidana siber berperan sangat penting dimana jarang sekali terdapat saksi dalam
kasus tindak pidana siber dikarenakan saksi korban yang berada di luar daerah atau bahkan ber
ada di luar negeri yang mengakibatkan penyidik sulit untuk melakukan pemeriksaan saksi dan pe
mberkasan hasil penyelidikan. Dan yang terakhir adalah aspek Yuridiksi. Penanganan tindak pid
ana siber tidak akan berhasil jika aspek yurisdiksi diabaikan. Karena pemetaan yang menyangkut
kejahatan dunia maya menyangkut juga hubungan antar kawasan, antar wilayah, dan antar nega
ra.

Sehingga penetapan jurisdiksi yang jelas mutlak diperlukan. Ada lima faktor eksternal yang sa
ngat mempengaruhi dalam penegakan hukum diantara beberapa faktor saling berkaitan satu den
gan yang lainnya, oleh karena itu merupakan esensi dari penegakan hukum serta merupakan es
ensi dari penegakan hukum. Adapun kelima faktor yang dimaksud adalah faktor hukum, factor pe
negakan hukum, faktor sarana & prasarana, faktor masyarakat, dan faktor kebudayaan15. Dalam
upaya penegakan hukum diperlukan adanya keserasian antara berbagai peraturan perundang-u
ndangan yang berbeda derajatnya. Ketidakcocokan itu bisa terjadi antara peraturan yang tertulis
dengan yang tidak tertulis, antara undang-undang yang derajatnya lebih tinggi dengan peraturan
yang lebih rendah, antara undang-undang yang bersifat khusus dengan yang bersifat umum, dan
antara undangundang yang berlaku belakangan dengan yang berlaku terdahulu. Semuanya ini d
apat mempengaruhi masalah penegakan hukum karena tujuan dibentuknya suatu peraturan adal
ah untuk memberikan kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan. Untuk itu maka demi menghi
ndari agar jangan sampai terjadi suatu peraturan tidak berlaku secara efektif di masyarakat maka
perlu diperhatikan asas dan tujuan dari undang-undang itu sendiri. Pihak kepolisian memiliki pera
n penting dalam upaya penanggulangan cyber, dimana kemampuan pihak kepolisian sangat dibu
tuhkan untuk mengungkap kasus-kasus cyber.
Adanya unit cybercrime dilingkungan kepolisian membuktikan bahwa dibutuhkannya penyidik
khusus yang memiliki kemampuan di bidang informasi dan transaksi elektronik guna menangani
kejahatan-kejahatan di dunia maya. Oleh karena itu dibutuhkaannya pendidikan khusus untuk m
emberikan pengetahuan terkait cyber kepada para penegak hukum yang khusus menangani mas
alah cybercrime. Dalam berfungsinya hukum, mentalitas atau keperibadian petugas penegak huk
um memainkan peran penting, apabila peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik
maka akan menimulkan masalah oleh karena itu salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan
hukum adalah mentalitas atau keperibadian penegak hukum. Dalam mengungkap kasuskasus cy
ber atau cybercrime dibutuhkan fasilitas yang mampu menunjang kinerja aparat kepolisian. Fasili
tas tersebut berupa laboratorium forensik komputer yang digunakan untuk mengungkap data-dat
a yang bersifat digital serta merekam dan menyimpan bukti-bukti yang berupa softcoppy (gambar,
program, html, suara, dan lain sebagainya). Komputer forensik merupakan salah satu cabang il
mu forensic yang berhubungan dengan bukti hukum yang ditemukan dalam komputer maupun m
edia penyimpanan secara digital.

Dalam kerangka pelaksanaan hukum, sarana maupun fasilitasnya haruslah memadai16 seba
b sering kali hukum sulit ditegakkan karena terbentur pada faktor fasilitas yang tidak memadai at
au bahkan sama sekali tidak ada. Dengan kurangnya fasilitas mapun sarana pendukung maka p
enegakan hukum akan menjadi terhambat dan tentunya para aparat penegak hukum tidak dapat
memaksimalkan perannya secara aktual. Sarana atau fasilitas yang cukup ampuh di dalam pene
gakan hukum bisa dalam bentuk kepastian dalam penanganan perkara maupun kecepatan mem
proses perkara tersebut, karena dampaknya disini akan lebih nyata apabila dibanding dengan pe
ningkatan sanksi negatif belaka. Apabila tingkat kepastian dan kecepatan penanganan perkara di
tingkatkan, maka sanksi-sanksi negatif akan mempunyai efek menakutkan sehingga akan dapat
mencegah peningkatan kejahatan maupun residivisme. Masyarakat dan lingkungan merupakan f
aktor utama yang sangat berpengaruh terhadap penegakan hukum di Indonesia karena berkaitan
erat dengan kesadaran masyarakat mengenai hak dan kewajibannya di depan hukum. Kesadara
n hukum masyarakat adalah merupakan keseluruhan yang mencakup pengetahuan tentang huku
m, penghayatan fungsi hukum dan ketaatan pada hukum. Sebaik apapun suatu peraturan maupu
n aparat pelaksananya bila kesadaran masyarakat akan hukum rendah maka penegakan hukum
akan terhambat.

Dalam kasus kekerasan pada anak tak jarang kita jumpai bahwa aktor utama yang cukup ber
peran disini adalah masyarakat dan lingkungan. Legal Culture atau budaya hukum pada dasarny
a mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum yang berlaku, dan nilai-nilai mana merupakan kon
sepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang dianggap baik sehingga patut untuk dipatuhi dan apa y
ang dianggap buruk sehingga harus dihindari. Dalam penegakan hukum nilainilai kultur tersebut
diatas dapat dijabarkan dalam kaidah-kaidah dan pandangan yang mantap dalam sikap dan tind
akan sebagai rangkaian nilai akhir untuk menciptakan suatu pembaharuan sosial, memelihara da
n mempertahankan kontrol sosial guna tercipta kedamaian dalam pergaulan hidup masyarakat. B
udaya hukum yang baik akan menciptakan suatu tatanan masyarakat yang baik pula. Seringkali
paradigma seperti ini tidak dipahami dan diresapi oleh masyarakat, apalagi yang memiliki latar be
lakang pendidikan rendah.

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasi pembahasaan dalam penelitian tersebut, maka penulis menarik kesimpulan
di antaranya Aturan hukum Indonesia adalah hasil yang logis yang membutuhkan lembaga ya
ng bisa mengawasi penegakan hukum salah satunya adalah kepolisian. Maka agar dapat diter
apkannya aturan tersebut membutuhkan peran pihak kepolisian dalam rangka upaya menang
gulangi kejahatan cyber meliputi tiga (3) hal, yakni tindakan pre-emtif, tindakan preventif (penc
egahan), dan tindakan represif (penegakan hukum). Faktor penghambat dalam upaya penang
gulangan kejahatan cyber meliputi Internal dan faktor eksternal. Kendala internal dimulai deng
an lemahnya pengawasan Pemerintah dan kepolisian, Alat bukti dalam kejahatan cyber sifatn
ya mudah diubah, dihapus, atau disembunyikan oleh pelaku kejahatan, jarang sekali terdapat
saksi dalam kasus tindak pidana cyber dan penetapan jurisdiksi yang kurang jelas. Selain itu,
kendala eksternal meliputi faktor penegak hukum, faktor sarana/fasilitas, faktor masyarakat da
n lingkungan, dan faktor kebudayaan (kultur).

B. SARAN
Adapun yang menjadi saran sehubungan dengan pembahasan yang telah dikemukakan di ata
s adalah Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh aparat Kepolisian perlu dioptimalkan baik da
ri jumlah dan pengoperasiannya agar dapat mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada
aparat penegak hukum kita untuk menangani kasus kejahatan cyber. Selain itu, Untuk masyar
akat sebaiknya membekali atau meningkatkan sistem keamanan media elektronik yang terhub
ung dengan internet guna menghindari adanya akses-akses illegal dari pihak luar serta masya
rakat juga harus turut membantu penegakan hukum terkait dengan kejahatan cyber, dengan
melaporkanya ke aparat kepolisian jika melihat ataupun menjadi korban kejahatan cyber.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.unicef.org/indonesia/id/child-protection/apa-itu-cyberbullying
https://news.detik.com/berita/d-2256815/tewas-tabrakkan-diri-ke-ka-yoga-korban-bull
y-di-media-sosial
https://eprints.uny.ac.id/18471/
https://www.ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/juprehum/article/download/4682/32
62/

Anda mungkin juga menyukai