Anda di halaman 1dari 92

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang Masalah

Kegiatan atau layanan yang ditawarkan oleh lembaga publik atau


pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat disebut sebagai
layanan publik. Keterlibatan dan keterlibatan masyarakat dalam
pertumbuhan bangsa dapat didorong dengan menyediakan layanan publik
yang berkualitas tinggi, yang juga dapat membantu meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Hal ini akan menginspirasi
masyarakat untuk berkontribusi pada pertumbuhan bangsa dan mendukung
pengembangan hubungan baik antara negara dan masyarakat.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 2009 Tentang


Pelayanan Publik menjelaskan bahwa pelayanan publik merupakan
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan
pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga
negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif
yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Adapun
penyelenggara pelayanan publik dalam Undang-Undang No. 25 Tahun
2009 dijelaskan bahwa setiap institusi penyelenggara Negara, korporasi,
lembaga independen yang dibentuk berdasarkan undang-undang untuk
kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk semata-
mata untuk kegiatan pelayanan publik.

Kegiatan memberikan hak-hak dasar masyarakat yang diatur oleh


peraturan dan regulasi yang melayani kepentingan mereka dikenal sebagai
pelayanan publik. Penyedia layanan publik harus mampu memberikan
layanan yang berpengetahuan dan ahli sesuai dengan standar layanan yang
ditetapkan. Saat ini, pemerintah menggunakan pelayanan publik sebagai
alat untuk memajukan tujuan masyarakat. Layanan yang diberikan kepada
penduduk yang merupakan kepentingan publik mencakup komoditas, jasa,

1
dan tujuan administratif. Hal ini disebut sebagai pelayanan publik.
Memberikan pelayanan yang berkualitas dapat menimbulkan kepuasan
masyarakat terhadap pelayanan publik. Merupakan kewajiban dan
tanggung jawab pemerintah untuk menawarkan layanan dengan cara yang
paling kompeten, bertanggung jawab, dan efektif. Kualitas hidup
masyarakat dapat ditingkatkan dengan menyediakan layanan publik yang
tepat dan berkualitas tinggi, yang juga dapat mendorong keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan nasional. Sebagaimana yang disampaikan
oleh Enceng Hestyodono dalam Datamora dan Malau (2020) bahwa
penyediaan pelayanan publik yang berkualitas dapat berdampak pada
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah sehingga menjadi
permasalahan kebijakan yang strategis.

Penyediaan layanan publik di Indonesia masih terhambat oleh beberapa


masalah yang mempengaruhi efektivitas dan efisiensinya. Beberapa di
antaranya adalah fakta bahwa masih belum banyak organisasi sektor
publik yang memberikan layanan sesuai pedoman Prosedur Operasional
Standar (SOP). SOP, yang memberikan kejelasan prosedur dan alur dalam
pemberian layanan, masih kurang di beberapa entitas yang bertugas
memberikan layanan kepada masyarakat. Masyarakat yang membutuhkan
pelayanan publik yang efisien dan efektif dapat dirugikan dan waktu
terbuang percuma sebagai akibat dari kurangnya efisiensi durasi waktu
dalam pemberian layanan.

Banyaknya keluhan yang ditujukan kepada Lembaga Ombudsman oleh


berbagai kelompok masyarakat menunjukkan bagaimana standar
pelayanan publik di Indonesia masih jauh di bawah tingkat yang dapat
diterima. Dalam hal ini, pengaduan masyarakat yang masuk ke lembaga
Ombudsman untuk ditangani terkait berbagai layanan publik yang
disediakan oleh badan-badan pemerintah. Grafik di bawah ini
menunjukkan jumlah pengaduan masyarakat yang diterima Ombudsman
antara tahun 2019 dan 2022 atas dugaan maladministrasi dalam pelayanan
publik. Dimana jumlah laporan atau pengaduan mengalami penurunan
hingga tahun 2021 dengan jumlah 7.186 pengaduan dan terakhir pada

2
tahun 2022 jumlah aduan mengalami peningkatan drastis yaitu dengan
jumlah sebesar 8.292 pengaduan (Ombudsman RI 2022).

8400
8200 8292
8000
7800 7903

7600
7400
7200
7204 7186
7000
6800
6600
2019 2020 2021 2022

(Sumber: Laporan Tahunan Ombudsman RI)


Gambar 1.1 Grafik Jumlah Pengaduan Masyarakat Indonesia

Dari 8.292 kasus dugaan maladministrasi pada tahun 2022, 1.456 kasus
melibatkan penundaan yang berkepanjangan, 1.242 kasus melibatkan
kekurangan layanan, 780 kasus melibatkan penyimpangan dalam proses,
dan 293 kasus melibatkan perilaku yang tidak pantas. Selain itu, terdapat
115 kasus penerimaan uang tunai, barang, atau jasa, 100 laporan
ketidakmampuan, 95 kasus penyalahgunaan wewenang, 66 kasus
diskriminasi, dan 5 laporan konflik kepentingan.

Sejak tahun 2015, Ombudsman RI menilai seberapa baik penyelenggara


pelayanan publik mentaati Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 yang
mengatur tentang Pelayanan Publik. Penilaian dilakukan terhadap
kepatuhan terhadap standar pelayanan. Dalam perannya sebagai pengawas
pelaksanaan pelayanan public, tugas evaluasi dilakukan sebagai cara untuk
mencegah terjadinya maladministrasi. Evaluasi tersebut terdiri dari
mengukur kecakapan penyelenggara, memenuhi persyaratan sarana dan
prasarana, menjaga kualitas pelayanan, dan penanganan pengaduan. Tiga
kategori yang diperoleh dari hasil penilaian adalah: Tingkat Kepatuhan
Rendah (Zona Merah), Tingkat Kepatuhan Sedang (Zona Kuning), dan
Tingkat Kepatuhan Tinggi (Zona Hijau).

3
Nilai kepatuhan penyelenggara pelayanan pada tingkat pemerintah kota
pada tahun 2022 idealnya memiliki kualitas yang tinggi. Di Jawa Barat,
dari total 9 kota masih terdapat 4 kota yang berada pada zona kuning
dengan kualitas pelayanan publik yang sedang yaitu Kota Cimahi, Kota
Cirebon, Kota Banjar dan Kota Tasikmalaya. Lihat tabel terlampir untuk
informasi lebih lanjut:

Tabel 1.1 Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik Tingkat


Kota di Jawa Barat
Peringkat Kota Nilai Zonasi Kategori Opini
2 Kota Depok 94,74 Hijau A Kualitas Tertinggi
23 Kota Bogor 87,05 Hijau B Kualitas Tinggi
36 Kota Bekasi 83,18 Hijau B Kualitas Tinggi
47 Kota Sukabumi 80,10 Hijau B Kualitas Tinggi
49 Kota Bandung 79,26 Hijau B Kualitas Tinggi
61 Kota Cimahi 75,10 Kuning C Kualitas Sedang
63 Kota Cirebon 74,06 Kuning C Kualitas Sedang
65 Kota Banjar 73,73 Kuning C Kualitas Sedang
84 Kota Tasikmalaya 63,94 Kuning C Kualitas Sedang
(Sumber: Laporan Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik
Ombudsman RI 2022)
Sejak tahun 2018, Kota Cimahi mempertahankan peringkat zona kuning
atas pentingnya kepatuhan terhadap standar pelayanan publik, dengan nilai
53,73 (Ombudsman Jawa Barat 2020). Pada tahun 2019 nilai kepatuhan
Kota Cimahi naik menjadi 69,07. Angka tersebut masih dalam taraf
kualitas sedang karena untuk bisa naik pada taraf kualitas tinggi, nilai
kepatuhan penyelenggara pelayanan publik diharuskan mencapai angka
81,00.

Ombudsman RI kembali mengungkap temuan Penilaian Kepatuhan


Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan dan Pemenuhan Standar
Pelayanan Publik pada akhir tahun 2021, pasca penangguhan akibat
pandemi pada tahun 2020. Poin kepatuhan pelayanan publik Kota Cimahi
tahun 2021 bernilai 69,04. Angka tersebut menurun dibandingkan tahun

4
2019 sebesar 69,07. Pada tahun 2022, nilai kepatuhan pelayanan publik
Kota Cimahi cukup meningkat dengan nilai kepatuhan 75,10. Akan tetapi
angka tersebut masih berada pada tingkat kepatuhan sedang (zona kuning).
Hal ini menunjukkan pelayanan publik Kota Cimahi masih belum
maksimal (Ombudsman, 2022). Berikut grafik perkembangan nilai
kepatuhan penyelenggara pelayanan publik di Kota Cimahi:

80

70 75.1
69.07 69.04
60

50 53.73

40

30

20

10

0
2018 2019 2021 2022

(Sumber: Laporan Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik


Ombudsman RI)
Gambar 1.2 Grafik Angka Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan
Publik Kota Cimahi
Pemerintah Kota Cimahi harus mengambil tindakan untuk meningkatkan
skornya agar dapat masuk ke zona hijau. Tindakan ini termasuk
melakukan edukasi dan sosialisasi kepada seluruh jajaran aparatur dan
melakukan evaluasi untuk memastikan pelayanan yang lebih baik.
Peningkatan pelayanan harus berpedoman kepada peraturan yang dibuat
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(Kemenpan RB) dan Ombusdman sesuai amanat Undang-undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik serta Peraturan Daerah Kota
Cimahi Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pelayanan Publik.

Banyaknya kendala dan aduan mengenai pelayanan publik di instansi


pemerintah maka diperlukan perubahan pada sektor publik dalam rangka
memberikan pelayanan publik sekaligus mengatasi hambatan organisasi.
Mengembangkan pelayanan publik yang inovatif dan berhasil serta efisien

5
merupakan salah satu cara untuk mengubah tata kelola pelayanan publik.
Pemerintah menerapkan langkah baru untuk mewujudkan pelayanan luar
biasa melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB), yaitu pencanangan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Dan Reformasi Birokrasi
(PERMEN PAN-RB) Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan
Mal Pelayanan Publik.

Sejak tahun 2016, Pemerintah Kota Cimahi selalu gencar mengadakan


inovasi di sektor pelayanan publik. Beberapa contohnya yaitu
memanfaatkan Teknologi Informasi (TI) untuk mewujudkan smart city
dengan membuat aplikasi seperti Perizinan Online, E-Office, Sistem
Administrasi Kelurahan (Simkel), E-Reporting, dan lain sebagainya. Kota
Cimahi juga cukup berprestasi dalam hal inovasi pelayanan publiknya,
mendapatkan banyak penghargaan: top 45 melalui Gastro Diplomacy
Cireundeu, top 40 melalui UPT Technopark pada tahun 2018, dan top 99
melalui E-Reporting pada tahun 2016 (Bambang 2021). Namun hal
tersebut tidak berbanding lurus dengan nilai yang diperoleh Kota Cimahi
dalam Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Pelayanan Publik yang
dilaksanakan oleh Ombudsman RI karena Kota Cimahi sejak tahun 2018
berada pada zona kuning dalam kualitas pelayanan publiknya.

Berbagai upaya dilakukan Pemerintah Kota Cimahi, antara lain dengan


dibukanya Mal Pelayanan Publik (MPP) pada 28 November 2022, untuk
meningkatkan nilai kepatuhan penyelenggaraan pelayanan publik dan
memenuhi Permenpan RB Nomor 23 Tahun 2017. Mal Pelayanan Publik
merupakan salah satu layanan publik. sistem yang dirancang untuk
membuat layanan lebih mudah diakses oleh masyarakat umum dengan
menggabungkan layanan dari beberapa organisasi ke dalam satu fasilitas
layanan. Mal Pelayanan Publik dilengkapi untuk menangani semua
kebutuhan pengurusan dokumen kependudukan, termasuk pembuatan
KTP, pengurusan SIM, verifikasi informasi untuk keimigrasian dan
perizinan, dan masih banyak lagi layanan lainnya. Keberadaan fasilitas
Mal Pelayanan Publik ini merupakan bukti komitmen kuat pemerintah

6
dalam mengembangkan daerahnya, khususnya di bidang pelayanan publik.
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi ini sendiri dinaungi oleh Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota
Cimahi.

Generasi ketiga dari layanan terpadu adalah Mal Pelayanan Publik.


Pelayanan Terpadu Satu Atap (PTSA) merupakan generasi pertama
layanan terpadu Indonesia. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),
generasi kedua dari layanan ini, akhirnya dikembangkan darinya. Mal
Pelayanan Publik generasi ketiga dapat memberikan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu tanpa mengurangi pelayanan yang diberikan oleh generasi
sekarang. Namun demikian, fungsi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP)
sebagai bagian dari Mal Pelayanan Publik tidak berkurang, namun justru
bertambah luas sebagai penggerak Mal Pelayanan Publik.

Saat ini, berdasarkan data per Desember 2022, sudah ada total 103 Mal
Pelayanan Publik di kabupaten dan kota yang telah diresmikan di
Indonesia. Di Jawa Barat yang memiliki total 27 kabupaten/kota, Mal
Pelayanan Publik (MPP) yang tersedia masih berjumlah 12 MPP,
sementara 15 kabupaten/kota sisanya masih belum terdapat MPP.
Beberapa diantaranya yang terdapat di Jawa Barat, yaitu MPP di
Kabupaten Sumedang, Kabupaten Bandung, Kota Bandung dan Kota
Cimahi. Adapun Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi telah diuji coba sejak
bulan Oktober 2022 dan sudah beroperasi penuh sejak November 2022.
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi yang terletak di Jalan Aruman Kota
Cimahi ini telah melayani kebutuhan masyarakat dari berbagai aspek
selama kurang lebih satu tahun dan menjadi MPP ke-77 di Indonesia dan
MPP ke-11 di Provinsi Jawa Barat.

Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi


Birokrasi (PANRB) Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2017 tentang
Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik menjadi landasan hukum
pembangunan fasilitas Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi. Dalam
upaya menyempurnakan dan mengubah tata kelola pelayanan publik

7
secara menyeluruh, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi (PANRB) Republik Indonesia mendirikan Mall
Pelayanan Publik. Mal Pelayanan Publik menggabungkan berbagai
layanan dalam satu tempat, menyederhanakan proses, mengintegrasikan
layanan, memfasilitasi masyarakat untuk dapat menikmati berbagai jenis
layanan, dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap penyedia
layanan publik.

Motivasi dari dibangunnya Mal Pelayanan Publik ini adalah berbagai


Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah telah mengembangkan
fasilitas pelayanan terpadu dan telah memberikan pelayanan publik dengan
cukup baik. Akan tetapi, semakin berkembangnya zaman dan dinamika
masyarakat serta permintaan akan pelayanan publik yang lebih cepat dan
sederhana turut meningkatkan harapan masyarakat untuk pemerintah agar
dapat memfasilitasi dan menyederhanakan layanan. Maka dari itu,
Pelayanan pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus digabungkan
menjadi satu fasilitas pelayanan.

Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi menawarkan fasilitas dari 44 instansi


pemerintah, BUMN, BUMD, swasta, dan perbankan dan total 147 layanan
dalam satu gedung pelayanan. Adapun instansi yang bergabung yaitu
terdiri dari instansi Pemerintah Daerah Kota Cimahi, BUMN, BUMD,
swasta dan profesi. Pelayanan dalam Mal Pelayanan Publik
mengkombinasikan teknologi informasi dalam rangka mengikuti
perkembangan zaman dan teknologi serta menjawab tantangan revolusi
industri 4.0. Pada halaman web resmi Mal Pelayanan Publik, masyarakat
dapat mengakses informasi dari masing-masing instansi, serta dapat
mengunduh aplikasi untuk mendaftar antrean secara online. Selain itu,
rincian mengenai standar, penawaran layanan, dan survei kepuasan
masyarakat Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat dilihat di situs
resminya.

Terdapat beberapa kendala yang ditemukan untuk mendukung penelitian


ini. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) pada penyelenggaraan Mal

8
Pelayanan Publik juga menjadi salah satu kendala sehingga Unit Pelaksana
Teknis Daerah (UPTD) belum dapat dibentuk serta terdapat beberapa
jabatan yang masih kosong pada struktur organisasi DPMPTSP. Dari 15
jabatan yang ada pada struktur organisasi DPMPTSP, terdapat 2 jabatan
yang belum terisi, yaitu Sub Koordinator Seksi Pengembangan Iklim dan
Promosi serta Sub Koordinator Seksi Perizinan Pemanfaatan Ruang dan
Bangunan. Berdasarkan Peraturan Walikota (PERWALI) Kota Cimahi
Nomor 59 Tahun 2021 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi Serta Tata Kerja Perangkat Daerah Kota Cimahi, pada Pasal
127 dijelaskan bahwa susunan organisasi Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) terdiri atas Sekretariat, UPTD
dan kelompok jabatan fungsional. Maka dari itu, dengan tidak tersedianya
SDM yang mengisi struktur UPTD pada Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi dapat
menimbulkan ketidakefektifan dari penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik.

Kurangnya sumber daya manusia yang dialami oleh DPMPTSP sebagai


pengelola MPP juga dapat menjalar pada kendala fragmentasi pembagian
tugas dan wewenang para penyelenggara kebijakan. Kurangnya SDM
dapat menyebabkan beberapa orang banyak memegang tugas yang di luar
dari tupoksinya. Hal tersebut tentu akan memberatkan pihak DPMPTSP
dan dapat berpengaruh pada kelancaran penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi. Selain itu, DPMPTSP belum memiliki SOP
mengenai keseluruhan alur pelayanan di MPP. Hal tersebut dapat
menghambat penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi karena
tanpa adanya SOP, akan sangat sulit penyelenggaraan MPP Kota Cimahi
berjalan dengan efektif dan efisien karena SOP dapat menjadi tolak ukur
dalam penyelenggaraan MPP.

Mal Pelayanan Publik (MPP) di Kota Cimahi kedepannya akan


bertransformasi menjadi Mal Pelayanan Publik (MPP) Digital. Data
seluruh masyarakat akan terintegrasi penuh pada MPP Digital sehingga
masyarakat bisa mengakses pelayanan secara online seluruhnya. Dengan

9
dilaksanakannya digitalisasi Mal Pelayanan Publik, masyarakat tidak perlu
repot-repot datang ke gedung MPP fisik maupun ke kantor pelayanan
lainnya karena MPP Digital dapat diakses oleh masyarakat secara portabel.
Akan tetapi, sebelum dilaksanakannya digitalisasi MPP, perlu diadakan
identifikasi mengenai implementasi di MPP fisik agar pelaksanaan
transformasi menuju MPP Digital dapat berlangsung dengan tepat dan
sempurna tanpa adanya kendala yang tidak diinginkan.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis penyelenggaraan


pelayanan publik di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi sehingga dapat
dijadikan rekomendasi bagi DPMPTSP Kota Cimahi untuk dapat
mengetahui faktor pendukung dan penghambat pada implementasi pada
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi. Penelitian ini juga dibutuhkan untuk
mendeskripsikan penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi
dengan menggunakan teori dan konsep pelayanan publik dan implementasi
kebijakan.

Berdasarkan latar belakang, maka penelitian ini akan mengarah pada


penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik dengan penelitian yang berjudul
“Implementasi Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi”.

I.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka peneliti


memberikan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi?
2. Apa saja faktor pendukung dan penghambat implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi?
3. Bagaimana upaya untuk meningkatkan implementasi penyelenggaraan
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi?

I.3 Tujuan Penelitian

1. Mengetahui implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik


Kota Cimahi.

10
2. Mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam
implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi.
3. Memberikan upaya perbaikan implementasi penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik Kota Cimahi.

I.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini dapat membantu di masa depan untuk
meningkatkan standar pelayanan publik, dan juga dapat menjadi saran
untuk perbaikan dan masukan dalam pengembangan Mal Pelayanan
Publik Digital.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi pada tubuh
pengetahuan dan referensi ilmiah yang berkaitan dengan penyediaan
layanan publik, khususnya yang berkaitan dengan inovasi-inovasi
yang terdapat pada fasilitas layanan publik.

11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

II.1 Kebijakan Publik


II.1.1 Definisi Kebijakan Publik
Kata “kebijakan” berasal dari kata Yunani “polis” yang berarti “negara”
atau “kota”. Kata "politia" dalam bahasa Latin berhubungan dengan
penyelenggaraan pemerintahan. Tindakan para pelaku atau kelompok
dalam bidang usaha tertentu disebut sebagai “kebijakan” atau “kebijakan”.

Kebijakan adalah istilah umum untuk keputusan yang dibuat oleh lembaga
pemerintah yang memiliki yurisdiksi atas aspek kehidupan masyarakat
tertentu untuk mengatasi permasalahan tertentu atau mencapai tujuan
tertentu. Batasan tentang kebijakan publik diberikan oleh Thomas R. Dye
dalam Ayuningtyas (2014) yang mengatakan bahwa kebijakan publik
adalah apa pun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan atau tidak
dilakukan (whatever governments choose to do or not to do). Pernyataan
tersebut menggambarkan bahwa seluruh keputusan pemerintah, mencakup
hal-hal yang tidak diharuskan untuk dilakukan, merupakan kebijakan
publik.

Dengan demikian, kebijakan publik merupakan hasil dari pemikiran dan


tindakan dalam administrasi pemerintahan yang melibatkan aktor-aktor
terkait. Istilah ini terkait erat dengan analisis kebijakan publik serta
pemahaman tentang ruang publik dan privat. Kepentingan publik dan
privat dapat saling berbenturan, dan penyelesaiannya sering melibatkan
konsep pasar.

Kebijakan dan kebijaksanaan adalah istilah yang memiliki arti yang


sebanding. Kebijaksanaan seorang aktor atau kelompok politik
didefinisikan sebagai keseluruhan pilihan mereka terhadap tujuan dan cara
untuk mencapai tujuan tersebut. Menurut Friedrich, kebijakan adalah suatu
kegiatan yang berupaya mengatasi hambatan dan mencari kemungkinan-

12
kemungkinan guna mencapai tujuan yang diajukan oleh pemerintah,
organisasi, atau orang-orang dalam situasi tertentu.

Kebijakan adalah serangkaian tindakan terorganisir yang dilaksanakan


oleh pegawai negeri dengan tujuan mencapai tujuan yang lebih umum
yang mempunyai dampak besar terhadap kehidupan masyarakat dalam
suatu bangsa. Dalam berbagai pandangan tentang kebijakan, terdapat
kesamaan bahwa kebijakan melibatkan rencana tindakan yang diarahkan
untuk mencapai tujuan tertentu.

Kebijakan memiliki dua arti berbeda. Jaringan pilihan atau aktivitas yang
memberikan koherensi, arah, dan kesinambungan sering disebut sebagai
kebijakan. Greer dan Hoggett (2002) mendefinisikan kebijakan sebagai
serangkaian tindakan atau pilihan yang melampaui pilihan sederhana.
Gagasan kebijakan secara khusus mengacu pada cara atau strategi selain
tujuan, dengan penekanan pada pemilihan tujuan dan strategi untuk
mencapai hasil yang diharapkan.

Namun dalam konteks akademis, istilah “kebijakan publik” mempunyai


konotasi dan makna tertentu. Para ahli tidak sepakat mengenai apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik. Kebijakan publik, menurut Eyestone
dalam Winarno (2007), secara kasar dapat dicirikan sebagai interaksi
antara suatu entitas pemerintah dengan lingkungannya. Anderson (1979)
mendefinisikan kebijakan sebagai suatu pendekatan pemecahan masalah
yang diputuskan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor.

II.1.2 Tahap Kebijakan Publik


Tahapan kebijakan publik, seperti yang dikemukakan oleh Dunn (2003),
merupakan rangkaian proses yang penting untuk memastikan bahwa
kebijakan yang dihasilkan dapat efektif dan responsif terhadap masalah
yang dihadapi oleh masyarakat. Tahapan-tahapan ini mencakup
penyusunan agenda, formulasi kebijakan, implementasi kebijakan, dan
penilaian/evaluasi kebijakan.

13
Tahap pertama dalam proses kebijakan publik adalah penyusunan agenda.
Pada tahap ini, masalah publik yang perlu diatasi oleh kebijakan publik
diidentifikasi dan diprioritaskan. Masalah-masalah ini dipilih berdasarkan
kriteria tertentu seperti tingkat urgensi, dampak luas, dan dukungan media
massa. Masalah yang memenuhi kriteria ini lebih cenderung masuk dalam
agenda kebijakan publik, karena membutuhkan alokasi sumber daya
publik yang lebih besar dan mendapatkan perhatian yang lebih besar pula.

Setelah masalah-masalah masuk dalam agenda kebijakan publik, tahap


berikutnya adalah formulasi kebijakan. Pada titik ini, para pengambil
keputusan memperdebatkan permasalahan yang telah ditemukan dan
mencari solusi yang bisa diterapkan. Berbagai alternatif atau pilihan
kebijakan dikaji untuk memecahkan masalah tersebut. Proses ini
melibatkan persaingan antara alternatif kebijakan yang ada, dengan tujuan
memilih solusi yang paling efektif dan efisien. Analisis kebijakan,
konsultasi dengan para ahli, serta melibatkan pemangku kepentingan dapat
membantu dalam merumuskan kebijakan yang tepat.

Setelah kebijakan diformulasikan, tahap berikutnya adalah adopsi


kebijakan. Pada titik ini, kebijakan yang dikembangkan telah disetujui dan
didukung untuk implementasi. Proses legitimasi bertujuan untuk
memperoleh kepercayaan dan dukungan masyarakat terhadap kebijakan
tersebut. Adopsi kebijakan dapat dilakukan dengan memastikan dukungan
dari masyarakat. Keterlibatan aktor-aktor politik dan pemangku
kepentingan juga dapat mempengaruhi implementasi kebijakan.

Tahap terakhir dalam proses kebijakan publik adalah penilaian/evaluasi


kebijakan. Pada tahap ini, kebijakan yang telah diadopsi dievaluasi untuk
menilai efektivitas dan dampaknya. Evaluasi dilakukan pada berbagai
aspek kebijakan, seperti substansi kebijakan, implementasi, dan dampak
yang dihasilkan. Evaluasi kebijakan dapat dilakukan kapan saja selama
proses berlangsung, tidak hanya pada akhir proses. Hal ini diperlukan
untuk menjamin bahwa kebijakan tersebut mencapai tujuan yang
diharapkan dan memberikan manfaat yang diharapkan bagi masyarakat.

14
Evaluasi kebijakan juga dapat membantu dalam memperbaiki dan
mengoptimalkan kebijakan di masa mendatang.

Tahapan-tahapan dalam proses kebijakan publik ini bertujuan untuk


memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan didasarkan pada analisis
yang cermat, melibatkan pemangku kepentingan, dan responsif terhadap
kebutuhan masyarakat. Evaluasi kebijakan juga penting dalam siklus
kebijakan publik untuk memastikan bahwa kebijakan dapat terus
diperbaiki dan disesuaikan dengan perubahan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat.

Namun, perlu dicatat bahwa proses kebijakan publik bisa kompleks dan
dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kepentingan politik, tekanan dari
kelompok-kelompok kepentingan, dan dinamika sosial. Oleh karena itu,
implementasi yang baik dan keterlibatan pemangku kepentingan yang luas
sangat penting untuk mencapai hasil kebijakan yang optimal.

Setelah tahapan penilaian/evaluasi kebijakan, tahapan berikutnya adalah


pelaksanaan kebijakan. Pada titik ini, kebijakan yang telah ditetapkan
harus dipraktikkan. Alokasi sumber daya yang memadai, perencanaan
yang matang, dan koordinasi yang tepat di antara berbagai lembaga dan
pihak yang terlibat diperlukan untuk pelaksanaan yang efektif. Sementara
implementasinya sedang dilakukan, monitoring dan evaluasi terus
dilakukan untuk memastikan bahwa kebijakan diterapkan dengan baik dan
mencapai hasil yang diharapkan.

Selain itu, tahap penyesuaian dan perubahan kebijakan juga merupakan


bagian penting dari proses kebijakan publik. Dalam konteks yang terus
berubah, kebijakan yang efektif harus dapat menyesuaikan diri dengan
perubahan lingkungan dan kebutuhan masyarakat. Penyesuaian kebijakan
dapat dilakukan melalui revisi, amendemen, atau pengembangan kebijakan
baru untuk mengatasi perubahan situasi yang mungkin mempengaruhi
keberlanjutan kebijakan.

15
Selanjutnya, tahap akhir dalam proses kebijakan publik adalah pemantauan
dan evaluasi berkelanjutan. Pemantauan terus menerus diperlukan untuk
mengamati perkembangan dan dampak kebijakan dari waktu ke waktu.
Evaluasi berkelanjutan juga penting untuk mengevaluasi seberapa efektif
kebijakan bekerja menuju tujuan yang ditetapkan juga mengidentifikasi
area-area yang perlu perbaikan. Informasi dan temuan dari pemantauan
dan evaluasi ini dapat digunakan untuk menginformasikan pembuatan
kebijakan yang lebih baik di masa depan.

Dalam kesimpulannya, proses kebijakan publik melibatkan serangkaian


tahapan yang saling terkait. Mulai dari penyusunan agenda hingga
pemantauan dan evaluasi berkelanjutan, setiap tahap memiliki peran
penting dalam memastikan bahwa kebijakan yang dihasilkan efektif,
responsif, dan adaptif terhadap perubahan sosial, ekonomi, dan politik.
Implementasi yang baik, penyesuaian kebijakan, serta pemantauan dan
evaluasi yang berkelanjutan sangat penting untuk mencapai tujuan
kebijakan publik yang efektif dan membawa manfaat bagi masyarakat.

II.2 Pelayanan Publik


II.2.1 Definisi Pelayanan publik
Pelayanan publik merupakan esensi dari penyeleggaraan pemerintahan.
Hal tersebut karena pemerintah memiliki fungsi sebagai penyedia
pelayanan publik untuk masyarakat. Adapun Dwiyanto menjelaskan
bahwa pada literatur terdahulu menyebutkan “what government does is
public service” (Dwiyanto 2015). Maka dari itu, pemerintah pada
hakikatnya memberi tugas untuk menyelenggarakan pelayanan untuk
masyarakat.

Pelayanan publik memiliki definisi yang berbeda-beda tergantung dari


perspektif yang digunakan. Definisi pelayanan publik yang paling
sederhana adalah ketika pemerintah memberikan layanan langsung atau
tidak langsung kepada masyarakat atau warganya (Putra 2012).
Masyarakat dan pihak swasta adalah dua contoh pihak yang dapat
diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk melaksanakan pelayanan

16
publik. Lebih lanjut, menurut Mahmudi (2010) Pelayanan publik juga
dapat didefinisikan sebagai tindakan yang diambil oleh penyedia layanan
publik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat melalui layanan yang
sesuai dengan persyaratan hukum. Demi pelayanan publik dapat diberikan
secara benar, sesuai dengan standar, dan dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat, maka dalam pelaksanaannya perlu memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang telah diatur.

Sektor publik merupakan saluran langsung dimana pemerintah


melaksanakan penyediaan layanan, yaitu mencakup keseluruhan instansi
pemerintah seperti sekolah negeri, rumah sakit milik pemerintah, kantor
pos dan lain sebagainya. Pemerintah menyediakan layanan publik
bertujuan untuk menghindari penyalahgunaan. Maka dari itu, pemerintah
diharuskan harus melaksanakan tugasnya sebagai pegawai negeri secara
profesional.

Secara regulasi, penyelenggaraan pelayanan publik telah didukung dengan


adanya Undang-Undang No 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Pada
pasal 1 menyatakan bahwa pelayanan publik merupakan kegiatan atau
serangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara
dan penduduk atas barang dan jasa serta pelayanan administratif. Merujuk
pada pasal tersebut, pelayanan publik mencakup penyediaan kebutuhan
masyarakat baik berupa barang, jasa maupun pelayanan di bidang
administratif. Pemerintah diharuskan untuk mampu mewujudkan kepuasan
masyarakat melalui penyelenggaraan pelayanan publik yang berkualitas,
untuk mencegah masyarakat memilih untuk menerima layanan melalui
sektor lain yaitu sektor swasta dan kepercayaan mereka terhadap
pemerintah menurun.

Ketika harapan dan persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang mereka


terima dibandingkan, maka dapat ditentukan apakah suatu pelayanan
berhasil berdasarkan seberapa puas penggunanya. Menurut Syafiie (2003)
tiga unsur utama layanan adalah sebagai berikut:

17
1. Biaya relatif lebih rendah
2. Waktu untuk mengerjakan relatif cepat
3. Mutu yang diberikan relatif bagus
Dalam urusan publik, pelayanan publik pada hakikatnya adalah
memfasilitasi urusan publik, memajukan urusan publik, memenuhi
kebutuhan publik, dan mengutamakan kepentingan publik (Dewanti 2014).
II.2.2 Standar Pelayanan Publik
Adapun regulasi mengenai standar pelayanan telah diatur di Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-
RB) Nomor 15 Tahun 2014 tentang Pedoman Standar Pelayanan. Standar
pelayanan yang telah diatur antara lain:

1. Komponen Standar Pelayanan yang terkait dengan proses


penyampaian pelayanan (service point) meliputi:
a) Persyaratan
Baik dalam bentuk dokumen administratif maupun persyaratan
lain yang harus dipenuhi ketika mengurus suatu jenis pelayanan,
pelayanan publik harus memiliki persyaratan untuk mendukung
informasi yang dibutuhkan ketika memberikan pelayanan.
b) Sistem, mekanisme, dan prosedur
Baik bagi pemberi maupun penerima layanan, pelayanan publik
harus memiliki seperangkat alur atau prosedur pelayanan yang
terdefinisi dengan baik, termasuk saluran untuk menangani
pengaduan.
c) Jangka waktu pelayanan
Untuk menyelesaikan seluruh rangkaian proses pelayanan,
pelayanan publik harus memiliki durasi pelayanan yang jelas dan
efektif.
d) Biaya/tarif
Masyarakat yang mengakses pelayanan publik biasanya tidak
dikenakan biaya apapun, terutama pelayanan yang mengurus
dokumen kependudukan. Akan tetapi, beberapa pelayanan publik
yang memberi pelayanan berupa produk seperti penyediaan air

18
bersih, jasa pos dan lain sebagainya dikenakan biaya pelayanan
yang besarnya ditetapkan untuk dapat dijangkau oleh masyarakat
secara keseluruhan.
e) Produk pelayanan
Produk layanan merupakan hasil dari pelayanan yang diberikan
atau diterima yang dapat berupa barang publik, pelayanan
administratif dan lain sebagainya.
f) Penanganan pengaduan, saran dan masukan/apresiasi
Pelayanan publik harus memiliki sarana untuk menampung saran
dan masukan, serta harus memiliki kemampuan untuk menangani
pengaduan dan kritik. Adanya sarana pengaduan dan saran ini
bertujuan untuk menjadi bahan evaluasi instansi pelayanan publik
agar dapat meningkatkan kualitas pelayanannya.
2. Komponen Standar Pelayanan yang terkait dengan proses pengelolaan
pelayanan (manufacturing) meliputi:
a) Dasar hukum
Peraturan perundang-undangan harus menjadi landasan bagi
penyelenggaraan pelayanan publik, serta sebagai penanda bahwa
pelayanan yang diberikan sudah sah menurut hukum dan
perundangan.
b) Sarana dan prasarana, dan/atau fasilitas
Ketersediaan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas dapat menjadi
pengukur efektivitas pelayanan yang diberikan.
c) Kompetensi pelaksana
Memberikan pelayanan publik, seseorang harus memiliki
kemampuan, pengetahuan, dan kompetensi yang diperlukan untuk
memberikan pelayanan terbaik.
d) Pengawasan internal
Menjamin penyelenggaraan pelayanan publik sesuai dengan
kebijakan dan norma yang telah ditetapkan, pimpinan unit kerja
atau atasan langsung pelaksana pelayanan harus mengawasi atau
memantau proses pelaksanaannya.

19
e) Jumlah pelaksana
Pembagian tugas yang jelas dan beban kerja yang ada harus
menjadi pertimbangan dalam menentukan jumlah pelaksana
pelayanan.
f) Jaminan pelayanan
Untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan memenuhi
persyaratan layanan, maka pelayanan publik harus memiliki
jaminan pelayanan.
g) Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan
Jaminan harus diberikan oleh pelayanan publik guna memberikan
kepercayaan kepada pengguna dan menghilangkan segala
kemungkinan ketidakpastian.
h) Evaluasi kinerja pelaksana
Pelayanan publik harus secara teratur mengevaluasi operasi
mereka untuk memastikan seberapa dekat penyediaan layanan
mereka mematuhi norma-norma yang berlaku.

II.2.3 Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik


Ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam memberikan
pelayanan publik. Sujardi (2012) menjelaskan bahwa penyelenggaraan
pelayanan publik melibatkan beberapa konsep panduan, seperti:
1. Kesederhanaan
Pelayanan publik memiliki prosedur yang cepat dan mudah serta tidak
berbelit-belit agar pelayanan berjalan dengan efektif dan efisien.
2. Kejelasan
Perlunya kejelasan dan transparansi dalam beberapa hal berikut:
a) Persyaratan teknis dan administrasi pelayanan publik.
b) Memiliki petugas yang bertanggung jawab dan profesional dalam
menanggapi complain dan keluhan yang dialami masyarakat
dalam proses pelayanan.
c) Terdapat rincian biaya dan alur tata cara pembayaran.
3. Kepastian dan Tepat Waktu Dalam Penyediaan Pelayanan

20
Pelayanan harus diberikan dengan kejelasan, ketepatan waktu, dan
kepatuhan terhadap standar dan kesepakatan yang telah ditetapkan.
4. Akurasi
Produk layanan yang diberikan kepada masyarakat harus tepat sasaran
dan sah.
5. Pelayanan Tidak Diskriminatif
Tidak ada diskriminasi berdasarkan etnis, warna kulit, agama, kelas,
gender, atau posisi ekonomi tidak dilakukan saat melaksanakan
layanan.
6. Kemudahan Akses
Tempat dan fasilitas pelayanan tidak hanya harus mudah diakses oleh
masyarakat umum, namun juga dapat memanfaatkan teknologi
informasi.
7. Kelengkapan Sarana dan Prasarana
Ketersediaan infrastruktur dan fasilitas, termasuk ketersediaan
teknologi informasi untuk mendukung layanan, diperlukan agar
layanan dapat terlaksana dengan baik.
8. Kejujuran
Penyelenggara pelayanan publik diharuskan untuk memiliki sikap
jujur kepada para masyarakat yang mengakses layanan.
9. Kecermatan
Pemberian pelayanan publik harus dilakukan dengan kehati-hatian,
perhatian terhadap detail, dan kehati-hatian.

II.2.4 Bentuk dan Jenis Pelayanan Publik


Tiga kategori pelayanan publik diidentifikasi oleh Moenir (2006), yaitu:
1. Layanan dengan lisan
Pelayanan dengan lisan biasanya dilakukan oleh para petugas di
bidang layanan informasi, Hubungan Masyarakat (Humas) dan
bidang-bidang lainnya. Pelaku pelayanan dituntut untuk memenuhi
syarat-syarat tertentu, antara lain:
a) Informasi yang diberikan adalah informasi yang termasuk dalam
bidang tugasnya.

21
b) Mampu menjelaskan sesuatu secara sederhana dan ringkas namun
tetap cukup jelas untuk memuaskan pengguna jasa.
c) Berperilaku sopan.
d) Tidak berbicara dengan sesama rekan pada jam kerja karena
menimbulkan kesan tidak disiplin dan melalaikan tugas walaupun
dalam keadaan sepi pengunjung.
e) Menolak untuk melayani orang yang hanya ingin sekedar
berbincang dengan cara yang sopan.
2. Layanan melalui tulisan
Layanan yang diberikan melalui tulisan umumnya sangat efektif
dalam hal kuantitas dan fungsi. Karena memanfaatkan teknologi
informasi, layanan jarak jauh juga dapat menjadi sangat efisien karena
dapat menurunkan biaya dan meningkatkan kecepatan dalam
memproses dan menyelesaikan masalah. Layanan tulisan terdiri atas
dua golongan:
a) Layanan yang diberikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dalam bentuk panduan, informasi, dan sejenisnya.
b) Layanan berupa surat tertulis atau permohonan, laporan,
pemberitahuan dan sebagainya.
3. Layanan melalui perbuatan
Karena petugas tingkat menengah dan bawah biasanya melakukan
pelayanan dalam bentuk tindakan atau jasa, maka efektivitas
pelayanan yang diberikan ditentukan oleh kompetensi dan
keterampilan para petugas tersebut. Pemberian pelayanan publik yang
dilakukan pemerintah pada hakikatnya bertujuan untuk mengabulkan
permintaan masyarakat. Oleh karena itu, menurut Moenir, berikut
adalah cara-cara praktis yang bisa dilakukan pemerintah untuk
berhasil melayani masyarakat:
a) Menyederhanakan pengurusan kepentingan.
b) Memastikan bahwa pelayanan diberikan dengan benar.
c) Mendapatkan perlakuan yang sama tanpa dibeda-bedakan.
d) Mendapatkan perlakuan yang jujur dan transparan.

22
II.3 Implementasi Kebijakan
II.3.1 Definisi Implementasi
Kamus Webster dalam Langkai (2020) mendefinisikan implementasi
kebijakan publik sebagai proses penyediaan sumber daya dan instrumen
yang diperlukan untuk menjalankan kebijakan. Hal ini berarti memberikan
dampak nyata dalam kehidupan masyarakat sesuai dengan perkembangan
kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk memenuhi maksud dan tujuan
kebijakan publik, perlu dilakukan intervensi atau manipulasi terhadap
aspek-aspek tertentu dalam masyarakat dengan menggunakan sumber daya
keuangan, manusia, dan organisasi yang sudah ada. Menciptakan dampak
yang diantisipasi sesuai dengan tujuan kebijakan adalah tujuan dari
implementasi kebijakan. Kemampuan kebijakan publik untuk mengatasi
masalah-masalah yang ada dan menghasilkan manfaat yang substansial
membuatnya penting untuk diadopsi.

Dapat disimpulkan bahwa implementasi kebijakan publik mencakup tiga


komponen penting: adanya tujuan atau sasaran kebijakan, tindakan yang
diambil untuk mencapai tujuan tersebut, dan hasil dari tindakan tersebut.
Mengimplementasikan kebijakan berarti mewujudkan rencana ke dalam
tindakan yang dioperasionalkan sebagai inisiatif dan prakarsa yang
dilakukan oleh masyarakat, pemerintah, atau keduanya yang bekerja sama.
Hasil dari implementasi kebijakan dikenal sebagai output dan outcome.
Outcome adalah dampak langsung yang nyata dari sebuah kebijakan,
sedangkan output adalah efek, dampak, manfaat, atau perubahan jangka
panjang yang diantisipasi.

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah, seperti membangun jalan dan


jembatan atau menyalurkan tunjangan sosial, dikenal sebagai output
kebijakan. Di sisi lain, hasil kebijakan menggambarkan dampak
keseluruhan dari kebijakan tersebut dalam praktiknya, seperti peningkatan
arus lalu lintas setelah pembangunan jalan tol. Ketika sebuah kebijakan
tidak memberikan hasil dan keluaran yang diinginkan, maka kebijakan
tersebut dilaksanakan dengan buruk atau tidak berhasil sama sekali.

23
Oleh karena itu, menerapkan kebijakan publik ke dalam tindakan sangat
penting untuk mencapai perubahan dan tujuan yang dimaksudkan selama
proses penetapan kebijakan. Tujuan dan hasil yang diharapkan tidak dapat
dicapai tanpa adanya implementasi yang efektif. Oleh karena itu,
menerapkan kebijakan publik ke dalam praktik pencapaian tujuan dan
hasil yang diantisipasi oleh kebijakan sangat bergantung pada hal ini.

II.3.2 Indikator Implementasi Kebijakan


George Edward III, seorang ilmuwan politik terkemuka, telah
memberikan kontribusi yang signifikan dalam memahami implementasi
kebijakan publik. Ia mengusulkan sebuah model yang dikenal sebagai
"Model Implementasi George Edward III". Model yang mempengaruhi
proses implementasi kebijakan dijelaskan oleh model ini. Menurut George
Edward III dalam Widodo (2010) terdapat Empat aspek, antara lain (1)
komunikasi, (2) sumber daya, (3) disposisi, dan (4) struktur birokrasi,
diketahui mempengaruhi berhasil tidaknya implementasi kebijakan.
Faktor-faktor tersebut memiliki penjelasan sebagai berikut:

1. Komunikasi
Penting untuk mengakui peran penting komunikasi yang efektif di
antara para pembuat kebijakan, pelaksana, dan penerima manfaat
kebijakan. Untuk menjamin bahwa tujuan kebijakan, peran berbagai
pihak, dan proses implementasi dapat dipahami, komunikasi yang
efektif harus dilakukan di setiap tingkat proses. Menurut Edward III,
informasi mengenai kebijakan publik harus disampaikan kepada
semua orang yang terlibat dalam pengambilan keputusan sehingga
mereka dapat belajar bagaimana mempersiapkan dan melaksanakan
implementasi kebijakan dan memastikan bahwa tujuan dan
sasarannya tercapai.
Komunikasi kebijakan memiliki beberapa hal yang penting, yaitu
transmisi (trasmission), kejelasan (clarity) dan konsistensi
(consistency).
1) Transmisi adalah tindakan memberikan informasi kepada
pelaksana kebijakan, khalayak sasaran, dan pihak

24
berkepentingan lainnya mengenai kebijakan publik, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
2) Dimensi kejelasan (clarity) menuntut mereka yang bertugas
melaksanakan kebijakan publik, serta kelompok sasaran dan
pihak berkepentingan lainnya, dapat memahami tujuan, sasaran,
dan prinsip-prinsip inti kebijakan tersebut serta menyadari
langkah-langkah penting yang perlu diambil untuk memastikan
keberhasilan.
3) Dimensi konsistensi (consistency) penting untuk menjamin
bahwa peserta, khalayak sasaran, dan pelaksana kebijakan tidak
mendapatkan informasi yang bertentangan mengenai kebijakan
yang diambil.
2. Sumber Daya
Pertimbangan sumber daya, menurut Edward III, sangat penting
dalam pelaksanaan kebijakan. Penting untuk mengalokasikan sumber
daya secara tepat untuk melaksanakan kebijakan, seperti yang
ditunjukkan oleh indikator sumber daya. Sumber daya manusia,
keuangan, peralatan, dan kewenangan termasuk di antara sumber
daya tersebut.
1) Sumber daya manusia
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi
kebijakan adalah sumber daya manusia. Tanpa adanya individu-
individu yang mengembangkan kebijakan baru dan
melaksanakan kebijakan yang sudah ada, maka tidak akan ada
kebijakan yang dapat diimplementasikan.
2) Sumber daya anggaran
Anggaran suatu kebijakan dapat membantu pelaksanaannya
karena membutuhkan banyak sumber daya. Edward III
menyatakan bahwa masyarakat seharusnya hanya menerima
layanan berkualitas tinggi dalam jumlah terbatas karena
keterbatasan anggaran. Rendahnya insentif pelaksana program
menjadi penyebab utama kegagalan implementasi program.

25
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan implementasi kebijakan
akan dipengaruhi oleh keterbatasan anggaran. Program tidak
dapat dilaksanakan secara maksimal, dan keterbatasan anggaran
membuat para pelaku kebijakan menjadi kurang bersemangat.
3) Sumber daya peralatan
Operasionalisasi implementasi kebijakan dan fasilitasi
penyediaan layanan yang terkait dengan implementasi kebijakan
merupakan dua pemanfaatan sumber daya peralatan, seperti
gedung, tanah, dan fasilitas.
4) Sumber daya kewenangan
Wewenang adalah sumber daya tambahan yang memiliki
dampak signifikan terhadap seberapa baik suatu kebijakan
dilaksanakan. Para pemain utama dalam pembuatan kebijakan
perlu diberikan kekuasaan yang cukup sehingga mereka dapat
memutuskan sendiri bagaimana melaksanakan kebijakan yang
telah ditetapkan.
3. Disposisi
Disposisi merupakan kesiapan, kecenderungan, dan kecenderungan
para pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan dengan
sungguh-sungguh guna mencapai tujuan kebijakan. Pengetahuan,
kemampuan, dedikasi, dan sikap para implementor akan
mempengaruhi bagaimana mereka menjalankan implementasi
kebijakan. Tingkat kemampuan dan dedikasi yang tinggi di antara
para implementor akan meningkatkan kemungkinan bahwa mereka
akan menghadapi kesulitan dan mengatasi hambatan ketika
mempraktikkan kebijakan. Proses implementasi kebijakan juga akan
menjadi tidak produktif jika para implementor memandang dunia
secara berbeda dengan para pembuat kebijakan.
4. Struktur Birokrasi
Salah satu komponen dalam mengimplementasikan kebijakan adalah
birokrasi. Birokrasi berfungsi sebagai alat untuk memenuhi
kebutuhan dan tantangan yang dihadapi masyarakat umum. Terlepas

26
dari kenyataan bahwa ada cukup sumber daya untuk melaksanakan
kebijakan, dan mereka yang memilih untuk melakukannya sadar
akan apa yang harus dilakukan dan bagaimana mencapainya. Faktor
penting yang mempengaruhi bagaimana kebijakan dilaksanakan
adalah struktur organisasi organisasi. Fragmentasi dan Prosedur
Operasi Standar (SOP) adalah dua aspek dari struktur organisasi.
Diusahakan untuk menarik kesejajaran antara penelitian yang akan
dilakukan dengan penelitian-penelitian terdahulu guna mengetahui
perbedaan dan persamaan di antara keduanya.

II.4 Penelitian Terdahulu


Diusahakan untuk menarik kesejajaran antara penelitian yang akan
dilakukan dengan penelitian-penelitian terdahulu guna mengetahui
perbedaan dan persamaan di antara keduanya. Penelitian terdahulu juga
bertujuan untuk membantu penelitian dalam melakukan peninjauan
terhadap topik penelitian dan juga memberikan pemahaman dari berbagai
perspektif terkait permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Adanya
penelitian terdahulu dapat berguna untuk menghindari plagiasi dan
penelitian yang dilakukan dapat memperoleh solusi yang baru dan orisinil.
Beberapa temuan dari penelitian-penelitian sebelumnya mengenai
penyelenggaraan pelayanan publik tercantum di bawah ini:

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu


No Metode
Peneliti Lokus Hasil Penelitian
. Penelitian
1. “Evaluasi Sistem Pelayanan Pada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Pangkep”
Astuti (2020) Dinas Metode Hasil penelitian ini menunjukkan
Penanaman penelitian bahwa pelayanan berbasis online
Modal dan kualitatif di DPMPTSP Kab. Pangkep telah
Pelayanan berjalan sesuai secara efektif,
Terpadu efisien, responsif dan sesuai
Satu Pintu dengan tujuan. Adapun beberapa

27
Kabupaten kendala yang dialami yaitu
Pangkep kendala pada jaringan serta
sebagian dari masyarakat yang
belum memahami akses
pelayanan perizinan secara
online.
2. “Evaluasi Penyelenggaraan Mall Pelayanan Publik Kabupaten Bojonegoro
Dalam Rangka Menuju Pelayanan Publik Prima”
Yanuartanti Mall Metode Penyelenggaraan Mall Pelayanan
et al. (2023) Pelayanan penelitian Publik (MPP) di Kab.
Publik kualitatif Bojonegoro sudah cukup baik
(MPP) deskriptif dan sesuai dengan ketentuan yang
Kabupaten ditetapkan. Adapun faktor
Bojonegoro penghambat di Mal Pelayanan
Publik ini adalah SDM yang
kurang memadai serta kurangnya
sosialisasi sehingga sedikit dari
masyarakat yang mengetahui
keberadaan Mal Pelayanan
Publik (MPP) di Kabupaten
Bojonegoro.
3. “Implementasi Mal Pelayanan Publik di Kota Bekasi Provinsi Jawa Barat”
Hasilohan et Mall Metode Implementasi Kebijakan di Mal
al., (2020) Pelayanan penelitian Pelayanan Publik Kota Bekasi
Publik yang belum optimal. Hal tersebut
(MPP) digunakan disebabkan oleh adanya
Kota adalah kelemahan dalam produktivitas,
Bekasi penelitian linearitas, dan efisiensi. Faktor
deskriptif yang memengaruhi proses
dengan pelayanan pada MPP Kota Bekasi
pendekatan yaitu para implementor tidak
kualitatif konsisten terhadap isi kebijakan

28
serta interaksi jejaring kerja
terkait antara MPP dengan
instansi teknis terkait terlihat
kurangnya sinergitas dan
koordinasi sehingga SOP belum
optimal dalam pemberian
pelayanan.
4. “Efektivitas Mall Pelayanan Publik Dalam Meningkatkan Pelayanan Terpadu
Satu Pintu (PTSP) Pada Bidang Pembangunan di Kabupaten Karawang
Provinsi Jawa Barat”
M. H. Putra Mall Metode Pencapaian tujuan, adaptasi dan
(2022) Pelayanan Penelitian integrasi belum efektif. Hal
Publik Deskriptif tersebut dikarenakan pada MPP
(MPP) Kualitatif Kab. Karawang hanya terdapat
Kab. jasa konsultasi perizinan,
Karawang sosialisasi belum dilakukan
sepenuhnya, dan pembangunan
fasilitas belum bisa beradaptasi
sesuai dengan keperluan
teknologi yang diinginkan
(Sumber: Olahan Peneliti, 2023)

Penelitian yang akan dilakukan dan penelitian sebelumnya mempunyai


beberapa perbedaan dan persamaan, seperti terlihat pada Tabel 2.1 antara
lain:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Astuti (2020) memiliki persamaan
yaitu berfokus pada efektivitas penyelenggaraan kebijakan pelayanan
publik. Adapun perbedaannya yaitu penelitian tersebut berfokus pada
evaluasi sistem pelayanan dari Dinas Penanaman Modal dan
Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP).
2. Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Yanuartanti et al.
(2023) yaitu melakukan penelitian mengenai penyelenggaraan
pelayanan publik di Mall Pelayanan Publik (MPP). Adapun

29
perbedaannya yaitu evaluasi yang dilakukan memakai model evaluasi
CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh
Stufflebeam.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Hasilohan et al., (2020) memiliki
persamaan melakukan kajian dengan menggunakan model
implementasi kebijakan publik sebagai indikatornya. Adapun
perbedaannya yaitu kajian yang dilakukan penelitian tersebut
menggunakan model teori yang dikembangkan oleh Van Meter dan
Van Horn.
4. Persamaan dari penelitian yang dilakukan oleh Putra (2022) yaitu
melakukan kajian pelayanan publik di Mall Pelayanan Publik (MPP)
dengan memperhatikan efektifitasnya. Adapun perbedaannya yaitu
indikator yang digunakan berfokus pada pencapaian tujuan, adaptasi
dan integrasi.

II.5 Kerangka Berpikir


Implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) dilakukan
sebagai bentuk mewujudkan pelayanan publik yang efektif dan efisien,
serta agar pemerintah dapat melakukan tugasnya dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat. Sektor publik dalam mengimplementasikan suatu
kebijakan harus selalu memenuhi indikator dan standar pelayanan yang
ada. Adapun teori yang dikemukakan oleh Edward III mengenai indikator
implementasi kebijakan. Berdasarkan uraian tersebut, kerangka berpikir
pada penelitian ini antara lain:

Implementasi PERMENPAN-RB No.


23 Tahun 2017 Tentang
Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik
di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota
Cimahi

Implementasi menurut Edward III: Faktor penghambat


1. Komunikasi dan faktor pendukung
2. Sumber Daya implementasi Mal
3. Disposisi 30 Pelayanan Publik
4. Struktur Birokrasi
(Sumber: Olahan Peneliti, 2023)
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Dimensi komunikasi berfokus kepada koordinasi antara pimpinan dinas


dengan petugas operasional selaku perancang dan pelaksana kebiijakan
serta pelaksanaan sosialisasi terhadap masyarakat. Dimensi sumber daya
meliputi sumber daya manusia, anggaran, wewenang, serta sarana dan pra
sarana. Dimensi disposisi mencakup sikap penyelenggara pelayanan.
Dimensi struktur birokrasi berfokus pada fragmentasi dan
penyelenggaraan Standar Operasional Prosedur (SOP).

31
BAB III
METODE PENELITIAN

III.1 Jenis Penelitian


Teknik kualitatif yang dipadukan dengan pendekatan deskriptif digunakan
dalam penelitian ini. Metode deskriptif kualitatif menurut Sugiyono (2013)
adalah metode penelitian di mana peneliti berperan sebagai instrumen
utama dan meneliti kondisi objek penelitian sesuai dengan keadaannya di
lapangan. Penelitian kualitatif semacam ini menyoroti semacam
pemahaman yang menyeluruh dan memberikan penjelasan yang rinci
mengenai beberapa pendapat dari berbagai orang atau kelompok individu
(Creswell 1998). Analisis data non-numerik atau berbasis pernyataan
memastikan bahwa data yang diperoleh tidak hanya berfokus pada angka.
Penelitian kualitatif menghasilkan data yang lebih jelas, rinci, dan lebih
tepat menggambarkan situasi yang diteliti di lapangan.

Menemukan dan menggunakan informasi dapat difasilitasi oleh teknik


penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian
menguraikan fakta-fakta yang ada di balik fenomena empiris, yang
terkadang sangat menantang untuk dipahami. Karena tingkat adaptasi yang
tinggi, penelitian kualitatif menawarkan kesempatan kepada peneliti untuk
menyesuaikan diri dalam menanggapi keadaan yang dinamis dan terus
berubah. Metodologi yang terdefinisi dengan baik sangat penting untuk
melakukan penelitian ilmiah dan untuk menjelaskan langkah-langkah dan
alur penelitian. Untuk menilai tingkat keberhasilan kebijakan
implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi,
peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Penggunaan
atau konsentrasi peneliti pada isu-isu nyata juga merupakan faktor lain.

III.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi
yang dinaungi oleh Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu
Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi. Lokasi penelitian tersebut dipilih dengan

32
tujuan untuk memperoleh data mengenai proses adopsi produk inovatif.
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi masih dapat terbilang baru dalam
penyelenggaraannya karena baru diresmikan dan beroperasi penuh pada
tanggal 28 November 2022 sehingga data yang diperoleh dapat
menunjukkan apakah masyarakat sudah menerima ataupun menunda
sebuah produk inovatif tersebut.

Pelaksanaan penelitian ini diawali dengan penentuan judul dan topik


pembahasan penelitian, merancang naskah penelitian, mengurus perizinan
penelitian, melaksanakan penelitian, dan melakukan interpretasi data
penelitian. Selama kurang lebih 6 (enam) bulan, yaitu pada bulan Maret
sampai dengan Agustus 2023, seluruh rangkaian tugas telah selesai.
Informasi lebih lanjut mengenai periode penelitian disajikan pada tabel
berikut:

Tabel 3.1 Rencana Penelitian


Agustus Septembe Oktober
Kegiatan Mei Juni Juli
r
Pengajuan
judul dan
outline
penelitian
Pelaksanaan
Pra-
Penelitian
Penyusunan
naskah
rancangan
penelitian
Seminar
naskah
rancangan
penelitian

33
Persiapan
bahan
penelitian
Pelaksanaan
penelitian
dan observasi
lapangan
Finalisasi dan
sidang akhir
skripsi
(Sumber: Olahan Peneliti, 2023)

III.3 Sumber Data


Kajian analitis dalam penelitian kualitatif memerlukan bantuan data dari
berbagai sumber. Sumber data primer dan sekunder digunakan dalam
penelitian ini.
1. Data primer merupakan data yang diperoleh dari pengamatan
langsung ke lokasi penelitian dengan melakukan observasi lapangan.
Selain itu, data primer dapat diperoleh juga dari wawancara kepada
informan kunci yang terpilih yang benar-benar memahami tentang
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi.
2. Data sekunder merupakan data pendukung yang dapat digunakan
dalam rangka melengkapi data primer yang diperoleh. Data sekunder
didapatkan dari proses telaah dokumen seperti buku, jurnal, penelitian
terdahulu, Peraturan Perundang-undangan dan lain sebagainya.

III.4 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2013), observasi, wawancara, telaah dokumen, dan
kombinasi/triangulasi merupakan empat kategori metode pengumpulan
data. Para peneliti menggunakan pendekatan hibrid, menggunakan tiga
metode pengumpulan data yang berbeda: pemeriksaan dokumen,
wawancara, dan observasi.

1. Observasi

34
Observasi merupakan upaya pengumpulan data yang dilakukan
peneliti untuk dapat secara langsung mengamati perilaku dan aktivitas
dari objek dan subjek penelitian dengan langsung turun ke lapangan
atau lokasi penelitian (Creswell 1998). Metode observasi dapat
memperoleh informasi mengenai perilaku dan interaksi sosial.
Observasi dilakukan secara langsung dengan mengakses pelayanan di
Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi. Pengamatan dilakukan
terhadap alur, persyaratan, durasi, efektifitas dan efisiensi pelayanan.
2. Wawancara
Wawancara adalah metode pengumpulan data di mana peneliti
bertukar informasi dengan informan terpilih. Wawancara terstruktur
dilakukan dengan memperhatikan komponen 5W + 1H, untuk
mengumpulkan informasi yang komprehensif tentang fenomena yang
sedang diteliti. Adapun atribut yang digunakan dalam melakukan
wawancara adalah menggunakan pedoman wawancara.
3. Telaah Dokumen
Telaah dokumen adalah proses pengumpulan data yang melibatkan
penelusuran berbagai bahan literatur yang relevan dengan pertanyaan
penelitian. Menelusuri berbagai sumber dokumen adalah salah satu
cara untuk mendapatkan data. Buku, jurnal, esai, undang-undang,
peraturan, dan materi lainnya dapat dianggap sebagai bentuk dokumen
yang dapat ditelaah.

III.5 Informan Penelitian


Memilih informan kunci yang tepat dan mengukur kompleksitas isu sosial
yang diteliti merupakan faktor yang lebih penting dalam penelitian
kualitatif dibandingkan kuantitas informan. Untuk memilih informan
penelitian, penelitian ini menggunakan teknik purposive dan snowball.
Menurut Sugiyono (2013) teknik purposive adalah teknik pemilihan
sumber data dengan pertimbangan peneliti terhadap informan yang dipilih
merupakan orang yang memiliki pengetahuan yang selaras dengan topik
penelitian yang dibahas sehingga dapat mempermudah peneliti mengkaji
objek atau fenomena sosial yang diteliti. Sedangkan teknik snowball

35
merupakan teknik pemilihan sumber data yang jumlah informan dapat
diperbanyak jika informan yang didapat masih belum mampu memberikan
data yang valid dan memuaskan. Pemilihan informan pada teknik
snowball dapat diperoleh dari informan kunci yang merekomendasikan
pihak lain yang dianggap dapat memperi informasi yang dibutuhkan.
Adapun informan dalam penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 3.2 Informan Penelitian


No. Informan Keterangan
Thaufik Robbyanto, A.P., Koordinator Pelayanan Perizinan
1. M.Si Perekonomian DPMPTSP Kota
Cimahi
Elivas, S.E Koordinator Penanaman Modal
2.
DPMPTSP Kota Cimahi.
Warni Petugas Pelayanan di Disdukcapil
3.
MPP Kota Cimahi
4. Anwar Masyarakat
5. Dian Masyarakat
6. Wulansari Masyarakat
7. Ruddy Masyarakat
8. Irma Masyarakat
9. Triyana Masyarakat
(Sumber: Olahan Peneliti, 2023)

Petugas pelayanan Disdukcapil dipilih sebagai salah satu informan karena


Disdukcapil memiliki jumlah pemohon pelayanan paling banyak diantara
instansi lainnya yang berada di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi. Hal
tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.3 Jumlah Pemohon Pelayanan MPP Kota Cimahi

Jumlah Pemohon Pelayanan Per-


No. Instansi Pelayanan Bulan 2023
April Mei Juni Juli Agustus
1. IMIGRASI 118 196 138 142 127

36
2. BADAN NARKOTIKA 0 2 6 8 5
NASIONAL
3. PENGADILAN 0 2 3 1 2
AGAMA
4. PT TASPEN 61 86 63 69 68
5. SAMSAT 38 77 121 154 86
6. POLRES 0 13 0 0 0
7. PT PEGADAIAN 0 13 5 1 3
8. DISDUKCAPIL 1511 2838 2428 2523 2755
9. KANTOR PAJAK 57 53 25 51 20
PRATAMA
10. BPJS KESEHATAN 140 241 53 77 74
11. BPJS 5 17 3 8 0
KETENAGAKERJAAN
12. BAPPENDA 729 1353 1144 1421 1486
13. KEMENTRIAN 0 5 2 1 0
AGAMA
14. KADIN 0 5 10 20 12
15. DPMPTSP CIMAHI 206 355 263 333 368
16. DPUPR 5 9 2 6 1
17. BPN ATR 8 21 16 19 7
18. KECAMATAN 85 154 126 69 34
CIMAHI SELATAN
19. KECAMATAN 66 125 93 98 105
CIMAHI UTARA
20. DINAS TENAGA 2 3 27 16 0
KERJA
21. DINAS PENDIDIKAN 65 36 11 2 27
22. BAKESBANGPOL 70 220 144 175 83
23. DINAS
LINGKUNGAN 3 11 9 7 10
HIDUP
24. DINAS PERUMAHAN
DAN KAWASAN 9 8 2 1 2
PEMUKIMAN
25. DINAS SOSIAL 371 791 907 796 877
26. DINAS KESEHATAN 221 470 391 471 407
JUMLAH 0 3770 7104 5992 6469

37
(Sumber: Web Resmi MPP Kota Cimahi, 2023)

Berdasarkan Tabel 3.3 dapat dilihat bahwa dalam lima bulan terakhir dari
bulan April hingga bulan Agustus tahun 2023 instansi pelayanan
Disdukcapil memiliki jumlah pemohon pelayanan yang paling banyak.
Maka dari itu, aktivitas pelayanan di Disdukcapil dapat dikatakan paling
aktif sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk diteliti aktivitas
pelayanannya karena menyangkut pada implementasi penyelenggaraan
Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi.

III.6 Teknik Analisis Data


Sugiyono (2013) mendefinisikan analisis data sebagai proses metodis
dalam mengumpulkan informasi dari hasil observasi, wawancara, dan
penelaahan dokumen. Proses ini melibatkan pengkategorian informasi,
menguraikannya ke dalam unit-unit yang lebih kecil, mensintesiskan atau
menghubungkan bagian-bagian yang berbeda dari informasi untuk
membentuk pandangan baru yang lebih komprehensif, mengumpulkan
informasi ke dalam pola, memilih mana yang signifikan dan mana yang
akan diselidiki lebih lanjut, dan membuat kesimpulan yang mudah
dimengerti oleh diri sendiri dan orang lain. Model Miles dan Huberman
adalah metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini, antara
lain:

1. Pengumpulan Data
Ini adalah langkah pertama dalam proses analisis data, yang
melibatkan input data lapangan, mengkategorikan data secara cermat
ke dalam beberapa kategori berdasarkan sumber informasi, atau
menerjemahkan rekaman suara dari wawancara ke dalam teks
(transkrip).
2. Reduksi Data
Dengan mengklasifikasikan, mengkategorikan, dan membuang data
yang tidak diperlukan, reduksi data adalah jenis analisis yang
mempersempit penekanan data pada isu-isu tertentu dan bukan

38
membuatnya lebih umum. Data yang diperoleh juga ditandai dan
dipisahkan ke dalam beberapa kategori untuk membantu analisis data.
3. Penyajian Data
Proses menginterpretasikan data ke dalam bahasa, komentar, dan
kalimat yang masuk akal dan memperjelas data yang diteliti dikenal
sebagai penyajian data. Data ini disajikan dengan cara yang
membuatnya lebih mudah untuk dibaca. Fakta-fakta akan lebih terurut
dan tersusun dengan baik melalui penyajian, sehingga lebih mudah
dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan
Merupakan langkah terakhir untuk menarik kesimpulan dan verifikasi.
Sampai bukti pendukung yang signifikan ditemukan pada
pengumpulan data berikutnya, kesimpulan awal yang diambil masih
bersifat tentatif dan dapat berubah. Kesimpulan yang diambil dari
penelitian kualitatif mungkin dapat memberikan jawaban atas
pertanyaan yang diajukan di awal.

III.7 Uji Keabsahan Data


Tujuan dari keabsahan data adalah untuk menunjukkan keandalan data
yang dikumpulkan. Uji kredibilitas, transferabilitas, dependabilitas, dan
konfirmabilitas merupakan contoh uji keabsahan data yang digunakan
dalam penelitian kualitatif (Sugiyono 2013). Untuk
mempertanggungjawabkan data yang dikumpulkan dalam penelitian
kualitatif, uji keabsahan data harus dilakukan dalam penyelidikan ilmiah.
Salah satu uji keabsahan data yang mungkin dilakukan adalah sebagai
berikut:
III.7.1 Uji Kredibilitas
1. Perpanjangan Pengamatan
Pengamatan yang diperluas adalah alat yang berguna untuk menilai
kepercayaan. Sekali lagi, peneliti dapat turun ke lapangan untuk
mengamati dan mewawancarai sumber data baru dan yang sudah ada.
Perluasan kemampuan observasi dimungkinkan dengan adanya
perpanjangan masa izin penelitian. Perpanjangan pengamatan dapat

39
diakhiri jika data yang dikumpulkan sudah dapat dipercaya dan
dipertanggungjawabkan.
2. Meningkatkan Kecermatan
Selain perpanjangan pengamatan, uji kredibilitas juga dapat dilakukan
dengan meningkatkan kecermatan dalam penelitian. Melakukan
verifikasi data secara berulang-ulang dan meninjau berbagai referensi
yang berkaitan dengan membandingkan hasil penelitian yang diperoleh
akan meningkatkan akurasi. Untuk melakukan penelitian yang lebih
berkualitas, peneliti dapat lebih berhati-hati saat menginterpretasikan
data dengan cara ini.
3. Triangulasi
Selanjutnya, triangulasi akan digunakan untuk menilai keandalan semua
data yang dikumpulkan dan ditemukan selama penelitian ini.
Triangulasi, seperti yang didefinisikan oleh Sugiyono (2013) adalah
proses verifikasi informasi dari berbagai sumber pada periode yang
berbeda dan dengan cara yang berbeda. Selain itu, terdapat tiga kategori
untuk triangulasi:
a) Triangulasi Sumber
Triangulasi sumber melibatkan perbandingan informasi yang
dikumpulkan dari berbagai sumber. Dalam hal ini, data yang
dikumpulkan dari observasi, wawancara, dan dokumen yang sudah
ada sebelumnya dikumpulkan dan diuji oleh peneliti. Temuan-
temuan dari observasi dan wawancara kemudian dibandingkan,
begitu juga dengan hasil wawancara dengan penelitian yang telah
dipublikasikan sebelumnya.
b) Triangulasi Teknik
Triangulasi teknik adalah proses mengevaluasi keandalan data
dengan menggunakan berbagai cara untuk mengontrol data yang
diperoleh dari sumber yang sama. Misalnya, informasi yang
diperoleh dari wawancara dibandingkan dengan catatan dan
observasi. Peneliti akan melakukan percakapan yang lebih
menyeluruh dengan sumber data yang relevan atau tambahan jika

40
metode pengujian keabsahan data masih memberikan hasil yang
tidak konsisten untuk mengkonfirmasi bahwa data tersebut
dianggap akurat - atau mungkin semua data akurat karena sudut
pandang yang berbeda.
c) Triangulasi Waktu
Waktu juga seringkali mempengaruhi kreadibilitas data. Pertanyaan
yang diajukan pada wawancara di pagi hari lebih sedikit, ketika
partisipan masih mengingat pertanyaan-pertanyaan tersebut,
sehingga data yang terkumpul akan lebih dapat dipercaya dan valid.
Oleh karena itu, pengujian dapat dilakukan dengan menggunakan
wawancara, observasi, dan teknik lain dalam berbagai waktu dan
berbagai situasi untuk mengetahui kebenaran data. Untuk
menjamin kepastian data, maka pengujian akan dilakukan secara
berulang-ulang apabila hasilnya mengungkapkan data yang
berbeda.
4. Analisis Kasus Negatif
Uji kredibilitas data selanjutnya dapat mengambil jenis studi kasus
negatif, di mana peneliti mencari data yang menyimpang atau
bertentangan dengan data yang telah ditemukan. Peneliti akan merevisi
kesimpulannya jika ditemukan data lebih lanjut yang bertentangan
dengan data awal.
5. Menggunakan Bahan Referensi
Selanjutnya, bahan referensi harus digunakan dalam pengujian
kredibilitas untuk memvalidasi dan mendukung fakta yang ditemukan.
Bahan referensi dapat ditemukan dalam makalah, termasuk buku,
jurnal, makalah dari penelitian sebelumnya, peraturan perundang-
undangan, dan banyak lagi.
6. Member Check
Mengadakan member check juga diperlukan dalam uji kreibilitas.
Member check adalah proses pengecekan data dengan menemui sumber
data terkait. Pelaksanaan member check bertujuan untuk menyesuaikan

41
antara informasi yang akan dipakai dalam penelitian dengan apa yang
dimaksud oleh sumber data atau informan.

III.7.2 Uji Transferabilitas


Dalam penelitian kualitatif, uji transferabilitas merupakan uji validitas
eksternal. Menurut Sugiyono (2013) validitas eksternal menunjukkan
seberapa akurat atau dapat diterapkannya temuan penelitian ke populasi
dimana sampel tersebut diambil. Angka transferabilitas yang tinggi
menunjukkan bahwa pembaca dapat memahami materi penelitian. Bagi
peneliti, validitas nilai transfer mungkin masih dapat dijelaskan ketika
penelitian diterapkan dalam berbagai konteks dan setting sosial karena
sangat bergantung pada pembaca.

III.7.3 Uji Dependabilitas


Proses penelitian yang lengkap dapat diaudit untuk melakukan pengujian
dependabilitas. Setiap tindakan yang dilakukan oleh peneliti saat
melakukan penelitian diaudit oleh auditor atau pembimbing penelitian. Hal
ini dapat dimulai, misalnya, ketika peneliti memutuskan apa masalahnya,
pergi ke lapangan, memilih sumber data, menganalisis data, memverifikasi
kebenaran data, dan menulis hasil pengamatan mereka. Dependabilitas
penelitian harus dipertanyakan jika peneliti tidak dapat memberikan bukti
untuk rangkaian penelitiannya.

III.7.4 Uji Konfirmabilitas


Uji konfirmabilitas penelitian adalah istilah lain untuk objektivitas
pengujian kualitatif. Jika semakin banyak orang yang setuju dengan
temuan penelitian, maka penelitian tersebut dapat dianggap objektif.
Pengujian konfirmabilitas mengacu pada verifikasi temuan penelitian.
Peneliti dapat mencapai konfirmabilitas dengan meringkas temuan
mereka.

42
BAB IV
PEMBAHASAN

IV.1 Gambaran Umum Kota Cimahi


Salah satu daerah otonom di provinsi Jawa Barat adalah Kota Cimahi.
Secara geografis, daerah ini merupakan cekungan lembah yang melandai
ke arah selatan, dengan Sungai Citarum yang terletak di sebelah selatan
dan lereng Gunung Burangrang dan Gunung Tangkuban Perahu yang
terletak di sebelah utara dengan ketinggian ± 1.040 meter di atas
permukaan laut (Kelurahan Cipageran, Kecamatan Cimahi Utara) dan
Kelurahan Melong, Kecamatan Cimahi Selatan, dengan ketinggian sekitar
685 meter di atas permukaan laut.

Kota Cimahi merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Bandung yang


berdiri pada tahun 2001, secara geografis Kota Cimahi terletak di antara
107° 30’ 30’’ – 107° 34’ 30’’ Bujur Timur dan 6° 50’ 00’’ – 6° 56’ 00’’
Lintang Selatan. Luas wilayah Kota Cimahi 40.2 Km2 atau 4.025 Ha
menurut UU No 9 Tahun 2001.

Terdapat 15 kelurahan yang tersebar di 3 kecamatan di Kota Cimahi: 4


kelurahan di Kecamatan Cimahi Utara, 6 kelurahan di Kecamatan Cimahi
Tengah, dan 5 kelurahan di Kecamatan Cimahi Selatan. Kecamatan
Cimahi Utara meliputi Kelurahan Cibabat dan Pasirkaliki. Dari ketiga
kecamatan tersebut, Cimahi Tengah memiliki luas wilayah paling kecil,
yaitu 10,0 km2, dengan jumlah penduduk 161.758 jiwa, sedangkan Cimahi
Selatan memiliki luas wilayah terbesar, yaitu 16,9 km2, dengan jumlah
penduduk 240.990 jiwa. Sebaliknya, Cimahi Utara dihuni oleh 165.652
jiwa dengan luas wilayah 13,36 km2. Total populasi Kota Cimahi pada
tahun 2020 adalah 568.400 jiwa. Berikut ini adalah jumlah penduduk Kota
Cimahi pada tahun 2020 berdasarkan jenis kelamin dan kecamatan:

43
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kota Cimahi

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah


Cimahi Selatan 121.636 119.354 240.990
Cimahi Tengah 81.570 80.188 161.758
Cimahi Utara 83.619 82.033 165.652
Kota Cimahi
286.825 281.575 568.400
(Total)
(Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Cimahi, 2020)

Kota cimahi memiliki jumlah penghuni dengan total 568.400 jiwa. Angka
tersebut merupakan angka yang tidak sedikit dan akan terus bertambah
seiring berjalannya waktu. Harus ada keseimbangan terhadap pertumbuhan
penduduk dan juga kualitas pelayanan publik. Jika tidak menyeimbangkan
dan menyesuaikan kualitas pelayanan publik, maka akan terjadi ledakan
demografi yang mengakibatkan tekanan kebutuhan publik yang
berpengaruh pada kualitas dan kuantitas kebutuhan atas pelayanan publik.
Dibangunnya Mal pelayanan publik di Kota cimahi dapat mempermudah
kegiatan pelayanan publik yang dapat dilakukan dalam satu gedung
pelayanan. Melalui Mal Pelayanan Publik, kebutuhan masyarakat akan
terpenuhi dengan tersedianya layanan yang cepat, mudah, terjangkau,
aman, dan nyaman bagi masyarakat Kota Cimahi.

IV.2 Gambaran Umum DPMPTSP Kota Cimahi


Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014
tentang Pemerintahan Daerah, peningkatan kemandirian daerah merupakan
salah satu tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan urusan pemerintahan, dalam hal ini urusan
pemerintahan di bidang penanaman modal. Implementasi dari aturan
tersebut berdampak pada perlunya organisasi perangkat daerah yang

44
mengelola kegiatan pemerintahan di bidang penanaman modal. Maka dari
itu, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu hadir di
setiap kota atau kabupaten.

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 6 Tahun 2016 tentang


Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kota Cimahi, Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota
Cimahi dibentuk pada tanggal 1 Januari 2017. Namun organisasi perangkat
daerah yang mengurusi hal-hal yang berkaitan dengan penanaman modal
ini telah berdiri sejak tahun 2002. Sesuai dengan peruntukan perangkat
daerah, DPMPTSP bertanggung jawab untuk mengelola urusan
penanaman modal, yang mencakup perizinan. Oleh karena itu, kegiatan
kerja DPMPTSP meliputi perizinan dan penanaman modal. DPMPTSP
Kota Cimahi melakukan inovasi dalam pelayanan perizinan, sosialisasi
peraturan penanaman modal dan perizinan, membuat peta tema terkait
perizinan, dan melakukan berbagai upaya lain untuk meningkatkan
pelayanan publik dan kinerja organisasi pada tahun 2017.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kota Cimahi
terletak di Mal Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi Lt. 4, Jl. Aruman,
Kel. Pasirkaliki, Kec. Cimahi Utara. Jam kerja unit layanan DPMPTSP
Kota Cimahi yakni hari senin hingga jumat pukul 08.00 hingga 14.00.
sementara, untuk hari sabtu, minggu dan libur nasional DPMPTSP libur.

45
IV.2.1 Struktur Organisasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Cimahi
Berikut adalah struktur organisasi DPMPTSP Kota Cimahi:

Gambar 4.1 Struktur Organisasi DPMPTSP Kota Cimahi

(Sumber: DPMPTSP Kota Cimahi, 2023)

IV.2.2 Tugas dan Fungsi DPMPTSP Kota Cimahi


Dalam Peraturan Wali Kota Cimahi Nomor 62 Tahun 2021 tentang Tugas,
Fungsi dan Rincian Tugas pada Pangkat Daerah Kota Cimahi, dijelaskan
bahwa Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(DPMPTSP) Kota Cimahi mempunyai tugas untuk membantu Wali Kota
melaksanakan Urusan Pemerintahan di bidang penanaman modal dan
pelayanan terpadu satu pintu.

Adapun fungsi yang dimiliki oleh DPMPTSP yaitu sebagai berikut:

46
a. Perumusan kebijakan Urusan Pemerintahan di bidang penanaman
modal dan pelayanan terpadu satu pintu serta energi dan sumber daya
mineral;
b. Pelaksanaan kebijakan Urusan Pemerintahan di bidang penanaman
modal dan pelayanan terpadu satu pintu serta energi dan sumber daya
mineral;
c. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan Urusan Pemerintahan di bidang
penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu serta energi dan
sumber daya mineral;
d. Pelaksanaan administrasi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu; dan
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Wali Kota terkait dengan
tugas dan fungsinya.

IV.2.3 Peran DPMPTSP Kota Cimahi dalam Penyelenggaraan Mal


Pelayanan Publik (MPP) Kota Cimahi
Peraturan Presiden No. 89 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik (MPP) menyebutkan bahwa pengelola Mal Pelayanan
Publik adalah DPMPTSP. Dengan kata lain, DPMPTSP menerima tugas
tambahan berupa pengelolaan Mal Pelayanan Publik. Pengelolaan ini
tentunya berkaitan dengan hal-hal yang sudah menjadi ketentuan
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik itu sendiri. Pengelolaan Mal
Pelayanan Publik yang dipegang oleh DPMPTSP meliputi pengaturan
terkait dengan mekanisme, tata tertib, penyediaan standar pelayanan,
komitmen terkait dengan maklumat pelayanan, operasionalisasi, hingga
pelaporan penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Dengan kata lain,
DPMPTSP memiliki peran lebih kepada fungsi koordinator atau
pengelolaan.

Terkait dengan hal tersebut, DPMPTSP juga mempunyai kewajiban untuk


melakukan evaluasi yang mencakup detail berlangsungnya pelayanan yang
diberikan. Pihak DPMPTSP melakukan evaluasi sebagai pengelola
pelayanan. Setelah itu, hasil evaluasi akan langsung dilaporkan kepada
KEMENPAN-RB sesuai dengan ketentuan dari Peraturan Presiden No. 89

47
Tahun 2021. (Hasil wawancara tanggal 5 September 2023 dengan
Koordinator Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi).

IV.3 Implementasi Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Kota


Cimahi
Mal Pelayanan Publik adalah tempat dilaksanakannya kegiatan atau
aktivitas penyelenggaraan pelayanan publik atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang merupakan perluasan dari fungsi pelayanan
terpadu baik pusat maupun daerah serta pelayanan Badan Usaha Milik
Negara/Badan Usaha Milik Daerah dan Swasta dalam rangka memberikan
pelayanan yang cepat, sederhana, murah, aman, dan nyaman, sesuai
dengan Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 23 Tahun 2017.

Dalam Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 23 Tahun 2017 juga dijelaskan


mengenai OPD yang memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan
MPP, ruang lingkup MPP, serta rekrutmen instansi yang akan bergabung
di MPP, sebagai berikut:
1. Mal Pelayanan Publik diselenggarakan oleh Organisasi Perangkat
Daerah yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang penanaman
modal dan pelayanan terpadu satu pintu.
2. Ruang lingkup Mal Pelayanan Publik meliputi seluruh pelayanan
perizinan dan non-perizinan yang menjadi kewenangan Pemerintah
Pusat dan Daerah serta pelayanan Badan Usaha Milik Negara/Badan
Usaha Milik Daerah/Swasta.
3. Bergabungnya pelayanan yang diselenggarakan oleh
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah lainnya, Badan Usaha
Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah/Swasta berdasarkan
kesepakatan yang dituangkan dalam nota kesepahaman.

Adapun tujuan dari Mal Pelayanan Publik, yaitu:


1. Mal Pelayanan Publik memberikan kemudahan, kecepatan,
keterjangkauan, keamanan dan kenyamanan kepada masyarakat dalam
mendapatkan pelayanan.

48
2. Mal Pelayanan Publik meningkatkan daya saing global dalam
memberikan kemudahan berusaha di Indonesia.

Mal Pelayanan Publik memiliki prinsip sebagai berikut:


1. Keterpaduan
2. Berdaya guna
3. Koordinasi
4. Akuntabilitas
5. Aksesibilitas
6. Kenyamanan

Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi perlu


memperhatikan prinsip-prinsip yang telah ditentukan. Penerapan prinsip-
prinsip pelayanan publik menjadi salah satu unsur dan memiliki pengaruh
yang penting untuk kelancaran suatu kegiatan pelayanan publik. Apabila
prinsip-prinsip pelayanan publik diterapkan, maka dapat mendorong
peningkatan kinerja penyelenggara pelayanan, sehingga berpengaruh baik
pada kualitas pelayanan publik. Kondisi mengenai penerapan prinsip Mal
Pelayanan Publik pada Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat dilihat
pada hasil penelitian dari berbagai sumber sebagai berikut:

1. Keterpaduan merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan dengan


cara yang saling berkaitan dan saling menunjang dengan kegiatan
yang lain baik dari segi alokasi tempat, waktu, kualitas maupun
pendanaannya agar dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang
lebih tinggi. dalam Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi, keterpaduan
sudah diterapkan dengan baik karena Mal Pelayanan Publik
merupakan suatu sistem pelayanan publik yang mengintegrasikan
pelayanan dari berbagai instansi di dalam satu gedung pelayanan yang
dapat memudahkan masyarakat untuk mengakses layanan. Seluruh
kegiatan pelayanan dilaksanakan dalam gedung pelayanan yang sama
dengan kualitas yang sama bagusnya serta memiliki sumber
pendanaan yang sama pula yaitu dari APBD.

49
2. Berdaya guna merupakan kemampuan yang dapat menghasilkan suatu
manfaat. Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi memiliki manfaat dalam
memberi kemudahan, kecepatan, keterjangkauan keamanan dan
kenyamanan kepada masyarakat dalam mendapatkan pelayanan. Hal
tersebut dapat dilihat dari hasil wawancara dengan IR selaku
masyarakat pengguna pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi berikut:
“Petugas pelayanan disini cukup ramah, responsif, informasi yang
diberikan juga jelas. Fasilitasnya juga menurut saya nyaman dan
megah, tempat duduk juga cukup sehingga saya tidak perlu
mengantri sambil berdiri. Produk pelayanannya juga bisa selesai
dengan cepat, petugas pelayanan memberitahu bahwa akta
kelahiran dapat selesai dalam jangka waktu 2-3 hari kerja”. (Hasil
wawancara tanggal 26 September 2023)
3. Koordinasi dalam penyelenggaraan Mal Pelaynan Publik Kota Cimahi
sudah terlaksana dengan baik antara DPMPTSP selaku pengelola MPP
Kota Cimahi dengan petugas pelayanan. Kondisi tersebut dapat dilihat
pada kutipan wawancara dengan Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi berikut:
“Untuk operasionalisasi, kami melakukan briefing rutin pada hari-
hari tertentu yang diikuti oleh para petugas pelayanan MPP terkait
peraturan dan mekanisme pelayanan di MPP. Pelaksanaan
briefing biasanya dilakukan pada hari Senin dan Jumat yang
dimulai sekitar 30 menit sebelum jam buka pelayanan”. (Hasil
wawancara 5 September 2023)
Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu petugas pelayanan di
Disdukcapil Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi berikut:
“Kalau untuk mekanisme dan peraturan operasionalisasi biasanya
setiap pagi selalu dilakukan briefing rutin. Biasanya mulai pukul
07.15 sebelum jam buka MPP dan briefing ini dilakukan 1 sampai
2 kali dalam seminggu”. (Hasil wawancara tanggal 7 September
2023)
4. Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawaban seseorang atau
suatu instansi yang berkaitan dengan kegiatan seperti pelaporan,
administrasi, dan sebagainya. Akuntabilitas pada penyelenggaraan
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi sudah terlaksana dengan baik
pada penanganan aduan masyarakat. Hal tersebut dapat dilihat dari

50
kutipan wawancara dengan salah satu petugas pelayanan di
Disdukcapil Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi berikut:
“Aduan dan komplain dari masyarakat akan langsung ditangani
dan diselesaikan langsung oleh pihak Disdukcapil. Untuk
penanganan komplain masyarakat kami selalu usahakan dapat
langsung selesai dan clear agar komplain dan aduan masyarakat
tidak terulur-ulur”. (Hasil wawancara tanggal 7 September 2023)
5. Aksesibilitas suatu instansi pelayanan merupakan hal yang penting
karena meliputi kemudahan lokasi untuk dijangkau melalui sistem
transportasi. Berdasarkan hasil observasi, Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi mempunyai aksesibilitas yang cukup mudah karena terletak di
tengah kota dan memiliki akses jalan raya.
6. Kenyamanan pada Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi cukup baik
dari segi fasilitas dan sikap petugas pelayanannya. Hal tersebut dapat
dilihat pada kutipan wawancara dengan DN selaku masyarakat
pengguna pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi berikut:
“Fasilitas disini cukup memadai, tempat duduk di ruang tunggu
jumlahnya cukup banyak sehingga menunggu antrean dapat
dalam keadaan yang nyaman. Petugas pelayanan juga sangat
ramah dan mereka melakukan pekerjaannya dengan cepat dan
tepat”. (Hasil wawancara tanggal 8 September 2023)
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi memiliki total 147 jenis layanan dari
44 instansi baik BUMN, BUMD, swasta maupun perbankan. Berikut ini
instansi dan layanan yang terdapat di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi:

Tabel 4.2 Instansi dan Jenis Pelayanan di MPP Kota Cimahi

No. Instansi Jenis Pelayanan


1. Imigrasi Permohonan paspor baru dan
penggantian
2. Badan Narkotika Nasional 1. Penerbitan Surat Keterangan
(BNN) Pemeriksaan Hasil Narkotika
(SKHPN)
2. Konsultasi layanan rehabilitasi
3. Layanan penyuluhan narkoba
3. Pengadilan Agama 1. E-court

51
2. Gugatan mandiri
3. Informasi produk pengadilan
4. PT TASPEN 1. Informasi Ketaspenan dan
Permintaan Formulir Pengajuan
Klim
2. Pengajuan Berkas Klim Program
Taspen
3. Pengajuan Pendaftaran Keluarga
dan Usul SK Pensiun
Janda/Duda/Yatim karena
perubahan data keluarga ASN
setelah pensiun
5. SAMSAT Pembayaran & Pengesahan Pajak
Kendaraan Bermotor Tahunan
6. POLRES SKCK (Surat Keterangan Catatan
Kepolisian)
7. PT Pegadaian 1. Kredit Cepat Aman (KCA)
2. Pegadaian Cicil Emas
3. Arrum Haji Pegadaian
4. Kur Syariah
5. Amanah (Cicil Kendaraan)
6. Kreasi (Gadai BPKB)
7. Kreasi Multiguna
8. Agen Pegadaian
8. Dinas Kependudukan Dan 1. Pelayanan Umum
Pencatatan Sipil
2. Informasi dan Permasalahan
(DISDUKCAPIL)
Pelayanan (CS)
3. Perekaman dan Biometrik
4. Penyerahan dan Pengambilan
Dokumen
9. BJB KCP PEMDA -
CIMAHI
10. Kantor Pajak Pratama 1. Permintaan Kembali Kartu

52
NPWP/SKT/SPPKP
2. Perubahan Data Wajib Pajak
3. Konsultasi SPT Tahunan Orang
Pribadi
4. Pembuatan Kode Billing
5. Konsultasi Perpajakan
6. Permohonan Aktivasi EFIN/
Permintaan Kembali EFIN/
Penggantian EFIN
7. Permohonan Penetapan Wajib
Pajak Non Efektif
8. Permohonan Pengaktifan
Kembali NPWP
11. BPJS Kesehatan Pendaftaran PBPU Pemda Kota
Cimahi
12. BPJS Ketenagakerjaan 1. Pendaftaran Peserta (Penerima
Upah)
2. Pendaftaran Peserta (Bukan
Penerima Upah)
3. Informasi Layanan
13. Kejaksaan Negeri Cimahi Konsultasi dan Pendampingan
Hukum
14. BAPPENDA 1. PETA
2. BPHTB
3. Keberatan Pajak
4. PBB
5. Penerimaan Pajak
6. Pajak Lainnya
7. Informasi Pajak Lainnya
8. Informasi PBB-BPHTB
15. Pengadilan Negeri Bale -
Bandung
16. Kementerian Agama 1. KUA Kota Cimahi

53
2. Informasi Penyelenggaraan Haji
dan Umrah
3. Informasi Pendidikan Agama dan
Keagamaan Islam
17. DEKRANASDA -
18. KADIN Konsultasi Usaha
19. DPMPTSP CIMAHI 1. Izin Penyelenggaraan Reklame
2. Persetujuan Kesesuaian Kegiatan
Pemanfaatan Ruang (PKKPR)
Non-berusaha
3. SIMBG - Sistem Informasi
Manajemen Bangunan Gedung
4. Rekomendasi Dinas Lingkungan
Hidup (SPPL - UKL/UPL -
AMDAL - Penebangan Pohon)
5. Site Plan
6. Pertimbangan Teknis (Pertek)
Tata Ruang
7. Layanan Tenaga Kesehatan (SIP)
8. Layanan Perhubungan Angkutan
(IUA / IT / KP / Petikan
Angkutan)
9. Izin Penyelenggaraan Satuan
Pendidikan (Formal / Non
Formal)
10. Izin VETERINER - Tenaga
Kesehatan dan atau Kesehatan
Hewan - Rekom Dispangtan
11. Surat Izin Tempat Usaha
(SITU)
12. Helpdesk OSS

54
13. Helpdesk LKPM
14. Pengambilan Izin
15. Izin Pemanfaatan dan
Penggunaan Bagian-Bagian Jalan
(IPPBBJ)
20. DPUPR 1. PKKPR Berusaha
2. Informasi IPPBBJ OSS-RBA
3. PKKPR Non Berusaha
4. Pertimbangan Teknis Tata Ruang
21. NOTARIAT Informasi dan Konsultasi
Kenotariatan
22. PT Pos Indonesia Layanan Umum dan Konsultasi
23. BPN ATR 1. SKPT-el (Surat Keterangan
Pendaftaran Tanah Elektronik)
2. Penghapusan Hak Tanggungan
(Roya)
3. Informasi Pertanahan
24. BPOM Layanan Umum dan Konsultasi
25. Bea Cukai Bandung 1. Informasi dan Konsultasi terkait
Kepabeanan dan Cukai
2. Registrasi IMEI
3. Permohonan pemberian fasilitas
Kemudahan Impor Tujuan
Ekspor Industri Kecil Menengah
(KITE IKM)
26. DPMPTSP Provinsi Jawa Layanan Umum dan Konsultasi
Barat
27. Kecamatan Cimahi 1. Layanan Informasi dan
Selatan
Pengaduan
2. Surat Keterangan Tidak Mampu
(SKTM)
28. PT PLN (Persero) UP3 1. Pasang Baru
Cimahi

55
2. Perubahan Daya / Migrasi
3. Penerangan Sementara (PESTA)
4. Pengaduan
29. Kecamatan Cimahi 1. Pengaduan dan Pengajuan
Tengah
2. SKTM (Surat Keterangan Tidak
Mampu)
30. Kecamatan Cimahi Utara 1. Pengaduan dan Informasi
2. SKTM (Surat Keterangan Tidak
Mampu)
3. ijin penelitian dan (PKL) praktik
kerja lapangan
31. DISDAGKOPERIN Permohonan Surat Keterangan
Umkm
32. Dinas Tenaga Kerja Pembuatan Kartu AK-1
33. Dinas Pendidikan 1. Pengelolaan Dapodik PAUD
Dikdasmen
2. Pengelolaan NPYP, NPSN,
NUPTK dan NISN
3. Pengelolaan Kepetugasan
34. Perumda Air Minum Tirta 1. Informasi Pelanggan
Raharja
2. Informasi Tagihan
3. Pembayaran QRIS
4. Pengaduan Pelanggan
5. Pemasangan Sambungan Baru
35. Badan Kesatuan Bangsa 1. Surat Keterangan Penelitian
Dan Politik
2. Surat Keterangan
(BAKESBANGPOL)
PKL/Magang/Internship
36. Dinas Perhubungan 1. Rekomendasi Izin Trayek
2. Penerbitan Rekomendasi Analisis
Dampak Lalulintas
(ANDALALIN)
3. Informasi Pelayanan

56
37. SATPOL PP dan 1. Surat Rekomendasi Tentang Izin
DAMKAR
Penyelenggaraan Acara/Izin
Keramaian
2. Surat Rekomendasi Penempatan
Alat Proteksi Kebakaran Sebagai
Syarat IMB, PBG dan SLF
3. Surat Rekomendasi Penjualan
dan Perbaikan Alat Pemadam
Kebakaran
38. Dinas Lingkungan Hidup 1. Persetujuan Lingkungan
2. Persetujuan Teknis Pembuangan
dan/atau Pemanfaatan Air
Limbah
3. Rincian Teknis Penyimpanan
Limbah B3
4. Pemangkasan atau Penebangan
Pohon
5. Persetujuan Teknis Pembuangan
Emisi
39. Dinas Perumahan Dan 1. Pemasangan Sambungan Layanan
Kawasan Pemukiman
Baru BLUD Air Minum Cimahi
2. pengaduan pelayanan BLUD Air
Minum Kota Cimahi
3. Penyedotan Kakus
4. Pengolahan Limbah Cair
5. Pemakaman Baru
6. Ijin Perpanjangan Pemakaman
7. Ijin Pemindahan Kerangka
8. Pengambilan ijin
pemakaman/pemindahan
kerangka
40. Dinas Sosial 1. Rekomendasi usulan PBI JKN

57
APBD
2. Data Terpadu Kesejahteraan
Sosial (DTKS)
3. Rekomendasi Penerbitan Izin
Operasional Pendirian dan
Perpanjangan izin Operasional
Organisasi Sosial
(Yayasan/Panti/PSAA).
4. Rekomendasi Pengangkatan
5. Rekomendasi Pendampingan dan
Perlindungan Sosial bagi ABH
6. Bantuan Sosial Pemulangan
Orang Terlantar di Perjalanan
7. Pemberian Bantuan Bagi Korban
Bencana
8. Rekomendasi Dan Pendampingan
Pekerja Sosial Bagi Penyandang
Disabilitas Ke Pusat Layanan
Sosial Griya Harapan Difabel
(PLSGHD)
9. Pengiriman PPKS Penyandang
Disabilitas Mental (Gangguan
Psikotik) ke RSJ dan Panti Sosial
Bina Laras.
10. Rekomendasi dan Fasilitasi
Korban Napza ke IPWL (Institusi
Penerima Wajib Lapor)
11. Rekomendasi dan Pengiriman
Anak Jalanan (Anjal) dan Anak
Terlantar ke Balai Rehabilitasi
12. Rekomendasi Permohonan
Rujukan BAZNAS

58
13. Rekomendasi Dan
Pendampingan Pekerja Sosial
Bagi Lansia Terlantar Ke Balai
Perlindungan Sosial Tresna
Werdha (BPSTW)
14. Rekomendasi Pengasuhan
Anak
15. Rekomendasi dan
Pendampingan Pekerja Sosial
Bagi Tuna Susila Ke Balai
Rehabilitasi Sosial Karya Wanita
16. Rekomendasi Permohonan
Pembebasan/Keringanan Biaya
Perawatan dan Pengobatan
Jamkesda
17. Rekomendasi Undian Gratis
41. Kejaksaan E-Tilang -
42. DISBUDPARPORA Rekomendasi Teknis Izin Sektor
CIMAHI
Pariwisata
43. Dinas Kesehatan Rekomendasi PBI/APBD
44. Dinas Pangan dan 1. Surat Rekomendasi SIP Dokter
Pertanian
Hewan
2. Surat Rekomendasi Nomor
Kontrol Veteriner (NKV)
3. Surat Keterangan Kesehatan
Hewan (SKKH)
4. Surat Izin Penjualan Hewan
Qurban
5. Rekomendasi Pengeluaran
Hewan
6. Rekomendasi Instalasi Karantina
Hewan (IKH)

59
7. Surat Keterangan Kesehatan
Produk Asal Hewan (SKKPAH)
8. Rekomendasi Pemasukan Hewan
(Sumber: Web Resmi MPP Kota Cimahi, 2023)

Terdapat beberapa instansi pelayanan di MPP Kota Cimahi yang tidak ada
keterangan jenis pelayanannya pada website resmi MPP. Diantaranya yaitu
Dekranasda, Pengadilan Negeri Bale Bandung dan Kejaksaan E-Tilang.
Tidak adanya keterangan mengenai jenis pelayanan pada beberapa instansi
tersebut dikarenakan pelayanan tersebut belum berlangsung secara efektif.
Tenant pelayanan dan petugas pelayanan yang belum tersedia serta tidak
adanya jumlah pemohon pelayanan menjadi faktor dalam
ketidaktersediaan jenis pelayanan pada instansi tersebut. Selain itu, pada
instansi BJB KCP Pemda Cimahi tidak terdapat keterangan jenis
pelayanan dikarenakan terdapat beberapa perubahan pada pelayanannya
sehingga keterangan mengenai jenis pelayanan belum dapat diperbarui.

Implementasi suatu kebijakan dapat ditentukan keberhasilannya oleh


banyak aspek dan faktor. Masing-masing dari faktor tersebut dapat
mempengaruhi satu sama lainnya. Untuk dapat meninjau lebih dalam
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi, digunakan teori
dari George Edward III sebagai alat bantu dalam menafsirkan data
penelitian.

Menurut George Edward III dalam Widodo (2010) terdapat 4 faktor yang
mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan implementasi kebijakan,
antara lain yaitu faktor (1) komunikasi, (2) sumberdaya, (3) disposisi dan
(4) struktur birokrasi. Adapun hasil penelitian sebagai berikut:

IV.3.1 Komunikasi
Komunikasi merupakan faktor yang sangat penting karena berkaitan
dengan komunikasi yang efektif antara para pembuat kebijakan,
implementor, dan penerima kebijakan. Komunikasi yang baik harus terjadi
dalam semua tahapan implementasi untuk memastikan pemahaman yang

60
jelas tentang tujuan kebijakan, peran masing-masing pihak, dan proses
pelaksanaan. Dalam komunikasi kebijakan, terdapat beberapa sub
indikator, diantaranya adalah transmisi (trasmission), kejelasan (clarity)
dan konsistensi (consistency).

1. Transmisi (transmission)
Kebijakan publik harus dikomunikasikan, baik secara langsung
maupun tidak langsung, kepada kelompok sasaran kebijakan, pihak-
pihak yang berkepentingan, dan para pelaksana kebijakan serta pihak-
pihak lainnya. Proses transmisi yang baik perlu dilakukan agar tidak
terdapat miskomunikasi yang dapat menyebabkan permasalahan
dalam penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. Transmisi kebijakan
mencakup pada proses perekrutan instansi untuk bisa bergaabung di
MPP, proses penyampaian mekanisme operasionalisasi kepada
instansi-instansi yang bergabung, dan sosialisasi kepada masyarakat.

Perekrutan instansi pelayanan untuk bisa bergabung di Mal Pelayanan


Publik diawali dengan proses diskusi dan komitmen bersama antara
DPMPTSP selaku pengelola MPP dengan instansi pelayanan terkait.
Lalu pihak DPMPTSP menulis nota kesepahaman atau MoU dengan
17 Kementerian/Lembaga untuk bisa memberikan dan membuka
tenant pelayanannya di MPP. Penandatanganan MoU dilaksanakan
pada tanggal 17 November 2022 antara pejabat Walikota Cimahi
dengan para pimpinan instansi yang akan bergabung di MPP Kota
Cimahi. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi, yakni:
“Prosesnya kita awali dengan sebuah komitmen bersama dengan
calon instansi yang mengisi tenant pelayanan di MPP. Komitmen
tersebut terkait dengan kesediaan instansi pelayanan tersebut
untuk bergabung di MPP. Penandatanganan MoU dilaksanakan
pada tanggal 17 November 2022 antara pejabat Walikota Cimahi
dengan para pimpinan instansi yang ingin bergabung di MPP
Kota Cimahi”. (Hasil wawancara tanggal 5 September 2023)

Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu pengurus pelayanan


Disdukcapil yang bergabung di MPP Kota Cimahi:

61
“Untuk proses bergabungnya instansi pelayanan termasuk
Disdukcapil sendiri di MPP itu pimpinan instansi akan melakukan
diskusi, komitmen dan lain sebagainya. Setelah itu untuk akan
ditandangani nota kesepahaman atau MoU. Setelah pimpinan
instansi pelayanan dan pihak DPMPTSP sebagai pengelola MPP
sudah sepakat, maka instansi-instansi pelayanan tersebut sudah
resmi bergabung untuk membuka tenant pelayanan di MPP”.
(Hasil Wawancara tanggal 7 September 2023)

Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa proses transmisi


mengenai perekrutan instansi antar DPMPTSP selaku pengelola MPP
dengan instansi-instansi pelayanan yang bergabung di MPP sudah
terlaksana dengan baik dan sesuai dengan PERMEN PAN-RB Nomor
23 Tahun 2017 Pasal 5 ayat (2) yang menyatakan bahwa
bergabungnya pelayanan yang diselenggarakan oleh
Kementerian/Lembaga/ Pemerintah Daerah lainnya,
BUMN/BUMD/swasta berdasarkan kesepakatan yang dituangkan
dalam Nota Kesepahaman.

Selanjutnya, transmisi informasi mengenai mekanisme


operasionalisasi pelayanan dilakukan dengan briefing rutin setiap
beberapa kali seminggu sebelum jam buka pelayanan. Hal ini juga
diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan Perizinan Perekonomian
DPMPTSP Kota Cimahi:
“Untuk operasionalisasi, kami melakukan briefing rutin pada hari-
hari tertentu yang diikuti oleh para petugas pelayanan MPP terkait
peraturan dan mekanisme pelayanan di MPP. Pelaksanaan
briefing biasanya dilakukan pada hari Senin dan Jumat yang
dimulai sekitar 30 menit sebelum jam buka pelayanan”. (Hasil
wawancara tanggal 5 September 2023)

Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu pengurus pelayanan


Disdukcapil MPP Kota Cimahi:
“Kalau untuk mekanisme dan peraturan operasionalisasi biasanya
setiap pagi selalu dilakukan briefing rutin. Biasanya mulai pukul
07.15 sebelum jam buka MPP dan briefing ini dilakukan 1 sampai
2 kali dalam seminggu”. (Hasil Wawancara tanggal 7 September
2023)

62
Hasil wawancara menunjukkan bahwa transmisi informasi mengenai
mekanisme dan peraturan operasionalisasi pelayanan di MPP sudah
terlaksana dengan baik antara DPMPTSP selaku pengelola MPP
dengan instansi pelayanan yang bergabung di MPP.

Dalam implementasi penyelenggaraan MPP di Kota Cimahi juga


diharuskan untuk adanya sosialisasi kepada masyarakat selaku sasaran
kebijakan dan penerima manfaat pelayanan di MPP. Sosialisasi yang
dilakukan oleh pihak DPMPTSP selaku pengelola MPP dapat melalui
berbagai media seperti penyuluhan tatap muka, media sosial, televisi
nasional serta radio. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan
Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi:

“Kami melakukaan sosialisasi dapat melalui sosialisasi tatap


muka, melalui radio, media sosial seperti instagram dan
whatsapp serta website resmi MPP Kota Cimahi. Sosialisasi dapat
berupa pembuatan video profil dan ditayangkan di televisi
nasional yang bersiaran regional di Jawa Barat seperti metroTv.
Sosialisasi yang lain juga disisipkan di acara-acara yang berkaitan
mengenai sosialisasi perizinan”. (Hasil wawancara tanggal 5
September 2023)
Hal serupa juga diungkapkan oleh DN selaku masyarakat penerima
pelayanan pada kutipan wawancara berikut:

“Saya mengetahui keberadaan MPP ini dari anak saya yang sering
mengakses media sosial. Dia mendapatkan informasi mengenai
MPP dan pengumuman-pengumuman lainnya dari Instagram dan
website resmi MPP. Saya juga sempat menerima pengumuman
dari kelurahan melalui whatsapp.” (Hasil wawancara tanggal 8
September 2023)

Berdasarkan hasil observasi di lapangan, dapat dilihat pula bahwa


sosialisasi yang diberikan kepada masyarakat sudah cukup banyak dan
luas jangkauannya karena sosialisasi banyak dilakukan di media
sosial.

63
(Sumber: Observasi MPP Kota Cimahi, 2023)
Gambar 4.2 Sosialisasi Melalui Media Sosial

Masyarakat lebih banyak mengakses media sosial sehingga informasi


mengenai Mal Pelayanan Publik dapat dijangkau oleh seluruh lapisan
masyarakat. Masyarakat yang tidak memiliki media sosial juga masih
mendapatkan sosialisasi terkait Mal Pelayanan Publik melalui televisi
dan sosialisasi tatap muka.

64
(Sumber: Observasi MPP Kota Cimahi, 2023)
Gambar 4.3 Sosialisasi Berupa Video Profil MPP
2. Kejelasan (clarity)
Komunikasi yang ditransmisikan oleh para penyelenggara Mal
Pelayanan Publik diharuskan jelas dan akurat sehingga pihak-pihak
yang terkait mengetahui apa yang menjadi maksud, tujuan, sasaran,
serta substansi dari kebijakan publik tersebut. Kejelasan informasi
bertujuan agar masing-masing pihak mengetahui apa yang harus
dipersiapkan serta dilaksanakan untuk mensukseskan kebijakan
tersebut secara efektif dan efisien, dan juga untuk menghindari
terjadinya ketidaktepatan sasaran. Agar proses transmisi menjadi jelas,
pihak DPMPTSP selaku pengelola MPP diharuskan untuk memberi
sosialisasi kepada masyarakat yang informasinya jelas dan rinci terkait
keberadaan MPP serta alur dan prosedur pelayanannya. Hasil
penelitian mengenai kejelasan informasi dapat diketahui dari kutipan
wawancara dengan pihak DPMPTSP berikut:

“Sosialisasi ini terkait dengan teknis layanan. Misalnya jika ada


tenant yang tidak bisa memberikan layanan akan diumumkan di
media sosial MPP. Selain itu jika ada satu tenant yang
menyelenggarakan event juga akan diumumkan melalui media
sosial. Untuk MPP-nya sendiri, sosialisasi dapat berupa
pembuatan video dan ditayangkan di televisi nasional yang
bersiaran regional di Jawa Barat seperti metroTv. Sosialisasi yang
lain juga disisipkan di acara-acara yang berkaitan mengenai
sosialisasi perizinan. Informasi yang disisipkan mengenai

65
keberadaan MPP Kota Cimahi, mencakup lokasi, waktu
operasionalisasi, dan juga mengenai tenant dan jenis perizinan apa
saja yang tersedia di MPP ini. Pada awal peresmian, sosialisasi
berfokus pada keberadaan MPP, akan tetapi untuk sekarang,
sosialisasi berfokus pada info aktivitas layanan dan aktivitas
tenant yang ada di MPP ini”. (Hasil wawancara tanggal 5
September 2023)
Kutipan wawancara tersebut dapat menggambarkan bahwa sudah ada
kejelasan yang rinci mengenai keberadaan MPP dan aktivitas
pelayanannya. Pengumuman-pengumuman penting seperti tenant
pelayanan yang tidak menerima layanan pada hari-hari tertentu
diinformasikan langsung melalui media sosial MPP Kota Cimahi.

Kejelasan informasi mengenai alur dan prosedur pelayanan


diungkapkan oleh WL yang merupakan masyarakat penerima layanan
pada kutipan wawancara berikut:

“Informasi yang diberikan banyak mengenai prosedur, syarat


pelayanan, jenis pelayanan apa saja yang ada di MPP, dan juga
prosedur pelayanan yang dapat dilakukan secara online.” (hasil
wawancara tanggal 8 September 2023)
Berdasarkan hasil observasi di lapangan juga dapat dilihat bahwa
pengumuman-pengumuman terkait ketersediaan pelayanan
diinformasikan seluruhnya di media sosial seperti website resmi,
Whatsapp dan Instagram MPP Kota Cimahi. Informasi yang
disampaikan oleh pihak penyelenggara MPP kepada masyarakat dapat
dikatakan cukup jelas dan terlaksana dengan baik.

Pemahaman masyarakat mengenai informasi yang disampaikan juga


perlu dipastikan kembali. Walaupun informasi mengenai prosedur dan
persyaratan pelayanan yang disampaikan sudah jelas, jika masyarakat
tidak mengerti dan tidak memahami apa yang harus dilakukan dan
dipersiapkan maka akan menjadi kendala pada pelaksanaan pelayanan.
Kondisi mengenai pemahaman masyarakat terkait prosedur dan
persyaratan pelayanan dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan
WL selaku masyarakat pengguna pelayanan berikut:

66
“Saya tadi mengurus dokumen akta kematian, persyaratannya
yang saya bawa fotokopi KTP, KK, surat keterangan kematian
dan ada formulir juga yang harus diisi. Saya tinggal datang
langsung ke MPP dan menyerahkan berkas yang sudah saya
siapkan, lalu petugas juga langsung memproses berkas-berkas
saya”. (Hasil wawancara tanggal 25 September 2023)
Masyarakat pengguna layanan memahami apa saja berkas persyaratan
layanan yang harus dipersiapkan sehingga pelaksanaan pelayanan
dapat dilaksanakan tanpa adanya kendala. Proses komunikasi antar
pihak pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dengan
masyarakat pengguna layanan sudah berlangsung dengan jelas.

3. Konsistensi (consistency)
Informasi dan instruksi yang diberikan kepada pelaksana dan
penerima kebijakan, selain jelas juga diharuskan untuk konsisten.
Apabila informasi dan instruksi sering mengalami perubahan maka
akan membingungkan para pelaksana kebijakan, hal tersebut dapat
membuat tujuan dari kebijakan sulit tercapai. Dalam implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik, konsistensi informasi
mencakup konsistensi dari mekanisme operasionalisasi pelayanan di
MPP serta konsistensi dari pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat.

Pelaksanaan sosialisasi kepada masyarakat mengenai Mal Pelayanan


Publik diharuskan untuk memiliki konsistensi. Hasil penelitian
mengenai konsistensi pelaksanaan sosialisasi dapat diketahui dari
kutipan wawancara dengan Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi berikut:

“Sosialisasi dilaksanakan secara berkala. Dapat dilakukan


seminggu hingga dua minggu sekali dan ada pula sosialisasi yang
bersifat incidental serta sisipan. Untuk sosialisasi yang bersifat
incidental itu dilakukan tergantung dari tenant pelayanan yang
terkadang tidak bisa menerima pelayanan pada hari-hari tertentu.
Jika terjadi seperti itu, kami akan melakukan sosialisasi
pengumuman melalui media sosial terkait pelayanan apa saja
yang tidak bisa menerima pelayanan pada hari itu”. (Hasil
wawancara tanggal 5 September 2023)

67
Hal serupa juga diungkapkan oleh TY selaku masyarakat penerima
layanan:

“Sosialisasi dilakukan secara berkala karena saya juga beberapa


kali mendapat pengumuman mengenai MPP dari kelurahan
melalui whatsapp”. (Hasil wawancara tanggal 26 September
2023)
Kutipan wawancara tersebut dapat menggambarkan bahwa konsistensi
dalam implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik terkait
sosialisasi kepada masyarakat sudah terlaksana dengan baik.
Sosialisasi sudah dilaksanakan dengan rutin oleh pihak DPMPTSP
selaku pengelola Mal Pelayanan Publik.

Konsistensi juga mencakup pada informasi mengenai kesesuaian


prosedur dan persyaratan pelayanan yang diinformasikan dalam
sosialisasi. Ketika informasi mengenai prosedur dan persyaratan
pelayanan yang diterima masyarakat ternyata tidak sesuai dengan
persyaratan yang diperlukan ketika melaksanakan proses pelayanan
publik, maka informasi yang disampaikan dapat dibilang tidak
konsisten karena ketidaksesuaian informasi pada sosialisasi dan
pelaksanaan pelayanan. Kondisi dari konsistensi informasi tersebut
dapat dilihat dari kutipan wawancara dengan salah satu petugas
pelayanan di Disdukcapil Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi berikut:

“Untuk informasi mengenai alur, prosedur dan berkas persyaratan


pelayanan dapat dilihat di website MPP. Jika ada perubahan
mengenai prosedur atau persyaratannya juga pasti langsung
diumumkan melalui website dan media-media sosialisasi seperti
Instagram dan whatsapp.” (hasil wawancara tanggal 7 September
2023)
Hal serupa juga diungkapkan oleh WL selaku masyarakat pengguna
pelayanan:

“Informasi yang diberikan mengenai, prosedur, syarat pelayanan,


jenis pelayanan apa saja yang ada di MPP, dan juga ada
pengumuman mengenai prosedur pelayanan yang dapat dilakukan
secara online.” (Hasil wawancara tanggal 25 September 2023)

68
Informasi yang disampaikan oleh pihak penyelenggara Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi sudah menunjukkan konsistensi yang baik.
Informasi yang disampaikan sesuai dengan informasi yang diterima
masyarakat ketika akan mengakses pelayanan. Jika terdapat perubahan
mengenai prosedur pelayanan pun akan langsung diumumkan melalui
media-media sosialisasi yang ada agar tidak membingungkan
masyarakat yang akan menggunakan pelaynan di penyelenggara Mal
Pelayanan Publik Kota Cimahi.

IV.3.2 Sumber Daya


Salah satu elemen yang sangat penting dalam pelaksanaan kebijakan
adalah sumber daya. Pentingnya menyediakan sumber daya yang memadai
untuk pelaksanaan kebijakan digarisbawahi oleh indikator sumber daya.
Sumber daya yang memadai diperlukan untuk keberhasilan pelaksanaan
kebijakan. Sumber daya manusia, sumber daya keuangan, sumber daya
peralatan, dan sumber daya kewenangan adalah beberapa di antaranya.

1. Sumber Daya Manusia


Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang dapat
memengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan. Kebijakan tidak
akan dapat terlaksana jika tidak ada manusia yang merumuskan
hingga melaksanakan kebijakan yang ada. Dalam implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi, sumber daya
manusia dalam mengelola MPP sangat kurang. Jumlah sumber daya
manusia yang diperlukan tidak sesuai dengan sumber daya yang
tersedia. Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan
Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi:

“Terkait dengan SDM, pada struktur organisasi kami idealnya


terdapat 15 orang yang menjabat, akan tetapi di struktur kami
terdapat 2 jabatan yang tidak terisi. Hal tersebut karena memang
belum menemukan sumber daya yang memiliki kompetensi yang
pas untuk jabatan tersebut. Maka dari itu tupoksi dari jabatan
yang kosong diambil alih oleh beberapa pihak” (Hasil wawancara
5 September 2023)

69
Dari hasil wawancara tersebut, dapat dipahami bahwa jabatan di
DPMPTSP selaku pengelola MPP masih kurang. Kegagalan dalam
implementasi suatu kebijakan salah satunya disebabkan oleh sumber
daya manusia atau staf yang memiliki tugas untuk menyelenggarakan
suatu kebijakan tidak memadai dan mencukupi ataupun tidak
kompeten di bidangnya. Sumber daya manusia yang kurang dalam
pengelolaan MPP dapat menimbulkan tugas yang tumpang tindih atau
double job pada beberapa pejabat di DPMPTSP selaku pengelola
MPP. Hal ini juga dapat diketahui dari kutipan wawancara berikut:
“Kita juga tidak punya Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
yang ditugaskan khusus untuk mengelola MPP. Jadi DPMPTSP
mendapatkan tugas tambahan untuk mengelola MPP. Maka dari
itu hal-hal seperti pengaduan masyarakat, sosialisasi dan
sebagainya dipegang oleh pihak-pihak yang bukan tupoksinya.
Memang, DPMPTSP adalah pengelola MPP, akan tetapi dalam
konteks ini tentunya akan mempengaruhi kinerja kami terkait
dengan pengelolaan perizinan, karena MPP dan DPMPTSP itu
dua entitas yang berbeda. Idealnya, pengelolaan MPP harus
dipegang oleh sumber daya manusia lain yang memiliki tugas
untuk mengelola MPP”. (Hasil wawancara tanggal 5 September
2023)
Berdasarkan hasil wawancara, kondisi sumber daya manusia di
DPMPTSP selaku pengelola MPP masih kurang baik dari segi jumlah.
Seharusnya pihak DPMPTSP segera mengajukan pembentukan UPTD
kepada Pemerintah Kota Cimahi terkait pengelolaan Mal Pelayanan
Publik agar tidak memberatkan kinerja para pihak DPMPTSP
sehingga pengelolaan MPP dapat dilakukan secara terpisah dengan
pihak penyelenggaraan pelayanan di DPMPTSP itu sendiri.

2. Sumber Daya Anggaran


Anggaran suatu kebijakan dapat membantu pelaksanaannya karena
kebijakan tersebut membutuhkan banyak sumber daya. Anggaran
yang ketat dapat mengakibatkan kualitas layanan yang terbatas dan di
bawah standar. Masalah anggaran juga dapat berdampak pada
kemampuan suatu kebijakan untuk diimplementasikan dengan baik.
Pembatasan anggaran tidak hanya mengakibatkan kebijakan tidak
dapat dieksekusi secara optimal, namun juga menurunkan disposisi

70
para pelaku kebijakan, yang pada gilirannya berdampak pada kualitas
layanan yang diberikan. Hasil penelitian mengenai sumber daya
anggaran pada implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik
dapat diketahui dari kutipan wawancara berikut:

“Untuk sumber anggaran MPP ini dari APBD Pemkot Cimahi.


Total dana APBD yang dialokasi untuk pembangunan MPP ini
mencapai Rp120 Miliar. Anggaran tersebut dipakai untuk
pembangunan gedung, interior, dan seluruh fasilitas sarana dan
prasarana” (Haasil wawancara tanggal 5 September 2023)

Dari hasil wawancara, dapat diketahui bahwa anggaran dalam


penyelenggaraan MPP di Kota Cimahi sepenuhnya bersumber dari
APBD Kota Cimahi. Anggaran yang dikeluarkan pun cukup besar
hingga berjumlah Rp120 miliar. Dengan anggaran sebesar itu, maka
pelayanan yang diberikan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat
terlaksana dengan baik karena fasilitas sarana dan prasarana yang
disediakan pun memadai.

3. Sumber Daya Peralatan


Gedung, tanah, dan fasilitas lain yang akan memfasilitasi penyediaan
layanan untuk implementasi kebijakan adalah contoh sumber daya
peralatan. Fasilitas-fasilitas tersebut digunakan untuk
mengoperasionalkan penerapan suatu kebijakan. Bahkan dengan
tenaga kerja yang kompeten dan cakap sekalipun, para pelaksana
kebijakan tidak akan berhasil mengimplementasikan suatu kebijakan
jika sarana dan prasarana kurang memadai. Sudah menjadi kebiasaan
untuk meminta fasilitas selama implementasi kebijakan untuk
memastikan keberhasilan kebijakan. Misalnya, pembelian peralatan
seperti komputer, printer, perlengkapan kantor, koneksi internet yang
handal, dan sebagainya. Pengoperasian Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi akan terhambat jika pengadaan fasilitas tersebut tidak lengkap
atau mengalami kesulitan.

Infrastruktur berkualitas baik dapat ditemukan di Mal Pelayanan


Publik Kota Cimahi. Dibangun mulai pada tahun 2019, Mal Pelayanan

71
Publik Kota Cimahi memiliki luas 8.786 m2. Ada banyak fasilitas
yang dapat membuat pengunjung merasa nyaman. Ruang tunggu yang
luas dan nyaman, tempat parkir di luar dan di bawah tanah, meja
informasi, swalayan, ruang laktasi dan klinik, ruang pamer produk
UMKM, ruang baca, kedai kopi, stasiun pengisian daya, musholla,
ruang akad nikah, ruang pengisi daya, kantin, dan ruang fotokopi
adalah beberapa fasilitas yang tersedia. MPP ini juga memiliki
fasilitas insklusif seperti kursi roda, jalur landai, dan toilet disabilitas.

(Sumber: Google, 2023)


Gambar 4.4 Gedung Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi

72
(Sumber: Observasi MPP Kota Cimahi, 2023)
Gambar 4.5 Ruang Tunggu MPP Kota Cimahi

Kondisi sumber daya sarana di MPP Kota Cimahi dapat dilihat dari
kutipan wawancara dengan Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi berikut:

“Kendala dalam fasilitas tentu pasti ada. Kendala yang paling


sering dialami yaitu jaringan internet. Jaringan yang tiba-tiba
down itu diluar kendali kami sehingga cukup mengganggu
aktivitas pelayanan di MPP” (Hasil wawancara tanggal 5
September 2023)

Hal serupa juga diungkapkan oleh salah satu petugas pelayanan


Disdukcapil di MPP Kota Cimahi:

“Fasilitas sarana dan prasarana disini cukup baik, akan tetapi


kendala yang kadang terjadi yaitu gangguan jaringan internet. Hal
tersebut dapat menghambat dan mengganggu pelaksanaan
pelayanan, malah sampai mengharuskan tenant pelayanan untuk
tutup jika gangguan jaringan berlangsung selama seharian.”
(Hasil wawancara tanggal 7 September 2023)
Permasalahan mengenai jaringan internet memang merupakan hal
yang banyak terjadi di setiap instansi pelayanan, apalagi saat ini

73
mekanisme pelayanan banyak dilakukan secara online sehingga
kondisi ini dapat menghambat penyelenggaraan pelayanan di Mal
Pelayanan Publik Kota Cimahi. Penyelenggara MPP seharusnya dapat
menyiapkan sumber jaringan internet cadangan lain sehingga jika
kendala jaringan internet terjadi kembali, aktivitas pelayanan masih
dapat berjalan karena masih memiliki sumber jaringan internet lain.

4. Sumber Daya Kewenangan


Kewenangan yang cukup harus diberikan kepada mereka yang
melaksanakan kebijakan sehingga mereka dapat memutuskan cara
terbaik untuk melaksanakannya. Dalam hal melaksanakan kebijakan,
kewenangan mengacu pada kekuasaan yang diberikan kepada
pelaksana kebijakan yang telah disetujui. Wewenang formal
diperlukan untuk mencegah kegagalan implementasi kebijakan karena
publik memandang mereka yang menjalankan kebijakan sebagai pihak
yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Dalam implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota


Cimahi, DPMPTSP sudah memiliki kewenangan atas kebijakan
tersebut yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 89 Tahun 2021
Tentang Penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik. DPMPTSP memiliki
kewenangan yaitu sebagai pengelola, melaksanakan koordinasi
persiapan penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik, mengkoordinir
pelaksanaan sosialisasi, melaksanakan pemantauan terhadap
pelayanan di masing-masing tenant pelayanan yang terdapat di Mal
Pelayanan Publik, serta mengevaluasi dalam penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan
Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi dalam hasil
wawancara berikut:
“Pada Peraturan Presiden No. 89 Tahun 2021 terkait pedoman
penyelenggaraan MPP disebutkan bahwa pengelola MPP adalah
DPMPTSP. Pengelolaan ini tentunya berkaitan dengan hal-hal
yang sudah menjadi ketentuan penyelenggaraan MPP itu sendiri.
Dapat dilihat dari upaya kami dalam menyiapkan MPP ini agar
bisa segera beroperasionalisasi. Jadi, pengaturan terkait dengan
mekanisme, tata tertib, penyediaan standar layanan, komitmen

74
terkait dengan maklumat pelayanan, operasionalisasi, hingga
pelaporan penyelenggaraan MPP menjadi ranahnya DPMPTSP.
Terkait dengan hal ini, kami mempunyai kewajiban untuk
melakukan evaluasi mencakup detail berlangsungnya pelayanan
yang diberikan. Kami melakukan evaluasi sebagai pengelola
pelayanan, hasil evaluasi akan langsung dilaporkan ke
KEMENPAN-RB sesaui dengan ketentuan dari Peraturan
Presiden No. 89 Tahun 2021” (Hasil wawancara tanggal 5
September 2023)
Pihak DPMPTSP dalam hal ini sebaiknya menggunakan kewenangan
tersebut dengan sebaik-baiknya. Pelaksanaan kewenangan sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing agar implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat berjalan
sesuai dengan yang diharapkan.

IV.3.3 Disposisi
Disposisi dalam hal ini dapat diartikan sebagai karakter atau sikap
pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Sikap yang
paling penting dimiliki oleh pelaksana kebijakan yaitu komitmen,
profesionalisme dan kejujuran serta memiliki kompetensi yang sesuai
terhadap pekerjaannya. Indikator disposisi dapat berpengaruh pada
keberhasilan implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi. Disposisi ini berkaitan dengan ketersediaan jam operasional
dengan jumlah masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan serta
ketersediaan insentif untuk petugas pelayanan.

Kompetensi merupakan kemampuan yang dibutuhkan seorang individu


untuk melaksanakan tugas-tugasnya yang mencakup pada pengetahuan,
keterampilan dan sikap kerja yang sesuai dengan bidang pekerjaannya.
Penyelenggara pelayanan publik, khususnya para petugas pelayanan, perlu
untuk memiliki kompetensi dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat. Berdasarkan hasil observasi di Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi, petugas pelayanan memiliki kompetensi yang sesuai. Petugas
pelayanan sudah memiliki kemampuan pengolahan data sederhana untuk
proses verifikasi data berkas persyaratan pelayanan, mengetahui tugas dan
fungsi instansi pelayanan terkait, serta mengetahui mekanisme pembuatan

75
produk layanan. Kompetensi yang dimiliki oleh petugas pelayanan sebagai
salah satu dari penyelenggara Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat
menghasilkan kegiatan pelayanan yang baik pula. Pelayanan publik dapat
terlaksana dengan tepat serta produk pelayanan juga dapat selesai sesuai
dengan estimasi jangka waktu produk pelayanan.

Jangka waktu pelayanan merupakan estimasi waktu pemberian layanan


oleh penyelenggara pelayanan publik. Kepastian waktu menjadi hal yang
perlu diketahui oleh masyarakat pengguna layanan. Melalui kepastian
waktu pelayanan, masyarakat dapat berada dalam kondisi yang tenang
dalam menjalani setiap tahapan pelayanan. Petugas pelayanan diharuskan
untuk memberi tahu jangka waktu produk pelayanan kepada masyarakat
pengguna pelayanan. Kondisi tersebut dapat diketahui dari kutipan
wawancara dengan salah satu petugas pelayanan di Disdukcapil Mal
Pelayanan Publik Kota Cimahi berikut:

“Petugas pelayanan pasti selalu memberitahukan jangka waktu


selesainya produk layanan. Misalnya yang paling banyak diajukan
oleh masyarakat seperti pembuatan akta biasanya memakan waktu
hingga 3 hari kerja, kalau e-ktp paling lama 14 hari, perubahan data
KK 3 hari dan pelayanan lainnya juga pasti diinformasikan jangka
waktu selesainya”. (Hasil wawancara tanggal 7 September 2023)
Hal serupa juga diungkapkan oleh WL selaku masyarakat pengguna
pelayanan:
“Saya tadi mengambil dokumen akta kematian, petugas pelayanan
memberitahu bahwa akta kematian dapat selesai dalam jangka waktu
2-3 hari kerja. Pemberitahuannya langsung mesuk ke e-mail saya dan
saya sudah bisa mengambil dokumen akta tersebut”. (Hasil
wawancara tanggal 25 September 2023)

Jangka waktu produk pelayanan selalu diinformasikan oleh pihak


pelaksana pelayanan serta produk pelayanan dapat selesai sesuai dengan
estimasi waktu yang diberitahukan. Hal tersebut menunjukkan komitmen
yang baik pada pelaksana penyelenggara pelayanan di Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi.

Jumlah kuota pelayanan yang telah disediakan perharinya dengan jam


operasional pelayanan yang telah ditentukan terkadang tidak sebanding

76
dengan jumlah masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan publik di
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara yang telah dilakukan dengan Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi berikut:
“Melihat antusiasme masyarakat dalam mengakses pelayanan di
beberapa momen, jumlah antrean masyarakat dapat melibihi kuota
yang sudah dibatasi perharinya. Contohnya di disdukcapil, kuota
pelayanan dibatasi 200 antrean perhari, tetapi di beberapa waktu dapat
mencapai 300 orang yang ingin mengakses pelayanannya. Hal
tersebut kami serahkan kebijakannya kepada petugas pelayanan terkait
apakah mau diteruskan hingga batas waktu. Untuk batas waktu
pelayanan dapat diakses dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 14.00
WIB siang.” (Hasil wawancara 5 September 2023)

Berdasarkan hasil wawancara dapat diketahui bahwa pelayanan yang


diberikan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi pada dasarnya sesuai
dengan kebutuhan masyarakat. Pada hari-hari tertentu, jumlah antrean
dapat meningkat melebihi kuota antrean perharinya. Kebijakan mengenai
jangka waktu pelaksanaan pelayanan diserahkan kepada petugas pelayanan
seluruhnya. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil wawancara dengan
salah satu petugas pelayanan di Disdukcapil MPP Kota Cimahi berikut:
“Untuk kuota maksimal kami perharinya menerima sekitar 150
antrean. Kami sering mendapati jumlah antrean yang melebihi kuota
perhari, jika jam pelayanan sudah berakhir kami terpaksa
menghimbau masyarakat untuk datang di keesokan harinya karena
pelayanan tutup jam 14.00”. (Hasil wawancara tanggal 7 September
2023)

Sesuai dengan hasil observasi di lapangan juga dapat dilihat bahwa


petugas pelayanan sudah mengakhiri pelayanan pada pukul 14.00 WIB
dan pada waktu tersebut masyarakat diharuskan datang keesokan harinya
sebelum jam pelayanan berakhir. Hal ini juga diungkapkan oleh WL
selaku masyarakat penerima pelayanan sebagai berikut:
“Di MPP ini antreannya cukup banyak sehingga masyarakat harus
datang pagi-pagi. Jika datang terlalu siang maka nomor antrean bisa
terlanjur habis karena pelayanan tutup jam 2 siang.” (Hasil wawancara
tanggal 25 September 2023)

Jam operasional yang menyesuaikan dengan jumlah masyarakat yang


ingin mendapatkan pelayanan menunjukkan disposisi para penyelenggara

77
Mal Pelayanan Publik sudah cukup baik. Petugas pelayanan tetap
melayani masyarakat secara profesional dan sesuai komitmen hingga jam
pelayanan berakhir. Jika masyarakat yang ingin mendapatkan pelayanan
sudah terlalu banyak jumlahnya dalam sehari, maka masyarakat sebagai
pemohon layanan diharuskan datang pada hari berikutnya untuk
mendapatkan pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi.

Banyaknya antrean pemohon layanan di Mal Pelayanan Publik yang


dilakukan terlalu sering tentu saja akan membuat petugas pelayanan
kelelahan dan hal tersebut dapat mengurangi disposisi petugas dalam
melayani masyarakat. Salah satu cara untuk mengatasi kecenderungan
sikap para pelaksana kebijakan adalah dengan memberi insentif. Terkait
pemberian insentif, dapat diketahui dari kutipan wawancara dengan
Koordinator Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi
berikut:

“Pihak DPMPTSP tidak memiliki kewenangan untuk memberi


insentif. Untuk pemberian insentif itu ranahnya instansi teknis terkait.
Hal tersebut berdasarkan komitmen awal untuk penyelenggaraan
pelayanan di MPP”. (Hasil wawancara tanggal 5 September 2023)

Pihak DPMPTSP Kota Cimahi sama sekali tidak memberikan insentif


kepada petugas pelayanan yang tetap melayani masyarakat di luar jam
kerja. Hal tersebut sesuai dengan komitmen awal yang telah disepakati
bersama dengan seluruh pihak instansi yang bergabung di Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi. Hal tersebut juga dapat dilihat dari hasil wawancara
dengan salah satu petugas pelayanan di Disdukcapil MPP Kota Cimahi
berikut:

“Kami tidak menerima insentif sama sekali, baik dari instansi


Disdukcapil maupun DPMPTSP selaku pengelola MPP. Maka dari itu
jam buka pelayanan diserahkan penuh kepada kami selaku petugas
pelayanan. Masyarakat pun tidak dipungut biaya sama sekali karena
pelayanan di Disdukcapil ini gratis seluruhnya”. (Hasil wawancara
tanggal 7 September 2023)

Pelaksanaan pelayanan diserahkan penuh kepada petugas pelayanan di


Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi. Petugas pelayanan memiliki hak

78
untuk menolak memberikan pelayanan kepada masyarakat jika dirasa
pelayanan pada hari itu sudah cukup. Masyarakat juga tidak dipungut
biaya apapun untuk dapat menerima pelayanan di Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi. Hal ini dapat dilihat dari hasil wawancara dengan AW
selaku masyarakat penerima pelayanan yang memberi keterangan pada
kutipan wawancara berikut:
“Saya tidak membayar sepeser pun selama mengakses pelayanan di
sini. Petugas pelayanan juga memang tidak meminta bayaran sama
sekali dan tetap memberikan pelayanan dengan baik” (Hasil
wawancara tanggal 8 September 2023)

Berdasarkan hasil wawancara, disposisi yang mencakup kejujuran,


komitmen dan profesionalisme para penyelenggara Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi sudah berjalan dengan baik. Masyarakat mendapatkan
pelayanan sesuai dengan jam operasional pelayanan dan juga petugas tidak
mendapatkan insentif apapun. Hal tersebut menunjukkan komitmen dan
profesionalisme yang baik. Masyarakat pun tidak dipungut biaya sama
sekali ketika mendapatkan pelayanan sehingga tidak ada manipulasi
insentif dan hal tersebut menunjukkan kejujuran yang baik pada
penyelenggara pelayanan.

IV.3.4 Struktur Birokrasi


Struktur birokrasi merupakan faktor yang pasti terlibat dalam pelaksanaan
suatu kebijakan. Birokrasi berfungsi sebagai alat untuk menjawab tuntutan
dan tantangan yang dihadapi masyarakat umum. bahkan ketika ada sumber
daya yang cukup untuk melaksanakan kebijakan, para pelaksana
termotivasi untuk melakukannya, tahu apa yang perlu dilakukan, dan tahu
bagaimana cara mencapainya. Kerangka kerja birokrasi yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan kebijakan memiliki dampak yang penting
dalam pelaksanaannya. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan
fragmentasi merupakan dua aspek dari struktur birokrasi yang dapat
memfasilitasi kinerja birokrasi dalam implementasi Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi.

79
Proses perizinan sering kali dianggap sulit, terutama dalam organisasi
pelayanan. Namun, gagasan Mal Pelayanan Publik, yang memungkinkan
departemen pemerintah bekerja sama untuk memberikan layanan cepat
dengan memanfaatkan sistem data tunggal, mulai mengurai jaringan
birokrasi. Proses layanan dapat dibuat lebih sederhana dengan mengelola
data dan informasi melalui penggunaan data bersama. Penerapan integrasi
di antara lembaga penyedia layanan menghasilkan penyederhanaan
birokrasi yang menghemat biaya, waktu, dan tenaga dalam menerima
barang, jasa, dan layanan administrasi. Pengguna layanan dapat dengan
mudah memeriksa berkas data kebutuhan layanan berdasarkan
pengamatan. Maka dari itu, produk pelayanan juga dapat selesai dengan
cepat pula karena tidak perlu menunggu proses verifikasi data melalui alur
birokrasi yang berbelit.

1. Standar Operasional Prosedur (SOP)


Standar Operasional Prosedur (SOP) perusahaan atau organisasi adalah
dokumen panduan yang memastikan bahwa kegiatan operasionalnya dapat
mengikuti standar yang telah ditetapkan (Sailendra 2015). Agar layanan
yang ditawarkan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat penerima layanan, maka kegiatan-kegiatan yang
ada harus diatur dengan jelas dan terstruktur, mengikuti persyaratan
prosedural yang telah ditetapkan. Dalam penataan MPP, pembuatan SOP
dapat menjadi acuan. Adapun hasil penelitian mengenai Standar
Operasional Prosedur (SOP) dalam penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi dapat diketahui dari kutipan wawancara dengan pihak
DPMPTSP berikut:

“Untuk SOP pelayanan secara keseluruhan, masih kami persiapkan


dan masih dalam proses penyusunan karena rekomendasi dari
KEMENPAN-RB memang harus ada SOP yang sifatnya menyeluruh
terkait dengan penyelenggaraan MPP. Maka untuk saat ini terkait
mekanisme keseluruhan pelayanan di MPP kami masih dibekali
dengan dokumen Tata Tertib (Tatib).” (Hasil wawancara tanggal 5
September 2023)

80
Berdasarkan hasil wawancara, dapat diketahui bahwa DPMPTSP dalam
mengelola keseluruhan alur pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota
Cimahi belum memiliki dokumen SOP. DPMPTSP hanya memiliki
dokumen Tata Tertib (Tatib) sebagai bekal panduan dalam
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi. Tenant pelayanan
yang terdapat di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi memiliki SOP-nya
masing-masing sesuai dengan kegiatan pelayanan yang diberikan serta
sesuai dengan kebijakan setiap instansi pelayanan. Hal tersebut sesuai
dengan yang diungkapkan salah satu pengurus pelayanan di Disdukcapil
Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi bpada kutipan wawancara berikut:

“Untuk SOP-nya kami ada SOP sendiri dari Disdukcapil. SOP


tersebut mencakup mekanisme, standar, alur, dan aturan dalam
penyelenggaraan pelayanan” (Hasil wawancara tanggal 7 September
2023)

Walaupun masing-masing dari instansi pelayanan yang tergabung di MPP


Kota Cimahi sudah memiliki SOP-nya sendiri, DPMPTSP selaku
pengelola MPP Kota Cimahi juga perlu memiliki SOP mengenai alur
pelayanan di Mal Pelayanan Publik. Pihak DPMPTSP sebaiknya segera
menyusun dan mengesahkan Standar Operasional Prosedur (SOP) agar
seluruh kinerja penyelenggara Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat
dinilai tingkat keefektifannya dan apakah sudah terlaksana sesuai dengan
prosedur yang sah serta agar dapat segera melaksanakan rekomendasi dari
KEMENPAN-RB untuk menyusun SOP yang sifatnya menyeluruh terkait
dengan penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik.

81
Prosedur dapat diartikan sebagai sejumlah instruksi langkah-langkah yang
harus dilakukan untuk dapat menuju kepada suatu proses yang diinginkan.
Proses tersebut dapat berupa aktivitas, aliran data, aliran kerja. Dalam
pelayanan publik, prosedur pelayanan adalah suatu langkah atau tahapan
dari serangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam menyelenggarakan
suatu pelayanan publik. Berdasarkan hasil observasi lapangan, berikut
prosedur yang harus dilakukan masyarakat sebagai pemohon layanan
publik:

Pemohon
melakukan Langkah 2 Langkah 4
booking online
atau datang Pemohon Pemohon menuju
langsung ke Mal ke tenant Setelah
menunjukkan mendapatkan
Pelayanan Publik booking online pelayanan yang
Kota Cimahi dikehendaki pelayanan,
atau mengambil pemohon mengisi
nomor antrean survei kepuasan
sesuai dengan
Langkah 1 tenant pelayanan Langkah 3 masyarakat
yang dikehendaki

(Sumber: Olahan Peneliti, 2023)


Gambar 4.6 Alur Pelayanan MPP Kota Cimahi

2. Fragmentasi
Selain Standar Operasional Prosedur (SOP), aspek lain yang dapat
menunjang kinerja birokraasi dalam implementasi penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik Kota Cimahi yaitu fragmentasi. Istilah fragmentasi dapat
dikatakan sebagai upaya pembagian tanggungjawab kegiatan dan aktivitas
petugas menjadi beberapa unit. Sebuah kebijakan tidak dapat dikelola oleh
satu orang saja, oleh karena itu fragmentasi diperlukan untuk memastikan
implementasi kebijakan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, fragmentasi
atau pembagian tanggung jawab dan tugas diperlukan untuk mencegah
penumpukan pekerjaan di pundak satu orang. Hal ini juga berkaitan

82
dengan komponen Standard Operating Procedure (SOP), di mana kinerja
pelaksana kebijakan akan dievaluasi berdasarkan protokol yang telah
ditetapkan untuk menentukan kesesuaian dan keefektifannya. Fragmentasi
dapat dilihat dari tersedianya pembentukan Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD). Kondisi mengenai fragmentasi pada implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi dapat diketahui dari
kutipan wawancara dengan Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi DPMPTSP berikut:

“Sebenarnya kondisi SDM kami sebagai DPMPTSP tanpa adanya


MPP pun sudah kurang, ditambah lagi dengan kewajiban dalam
pengelolaan MPP tentunya pekerjaan kami semakin dobel dan cukup
memberatkan. Hingga saat ini juga kami masih terus berwacana dalam
pembentukan UPTD. Akan tetapi masih belum terbentuk juga karena
harus melalui sebuah kajian dulu, termasuk penunjukkan pejabatnya.
Yang mempunyai kewenangan dalam terbentuknya UPTD ini adalah
sekretariat pemerintah daerah Kota Cimahi” (Hasil wawancara tanggal
5 September 2023)
Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) mempunyai tugas untuk
melaksanakan sebagian dari kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan
teknis penunjang DPMPTSP. Adanya penambahan tugas pada DPMPTSP
untuk menjadi pengelola yang menaungi penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik dapat cukup memberatkan mengingat keterbatasan SDM yang ada.
Ketidaktersediaannya UPTD dapat membuat implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi tidak terlaksana
dengan efektif. Selain tidak tersedianya UPTD, kendala dalam fragmentasi
tugas dan kewenangan juga dapat dilihat dari tersedia atau tidaknya tim
khusus dalam pelaksanaan sosialisasi. Hal tersebut dapat dilihat dari
kutipan wawancara berikut:

“Untuk tim khusus tidak ada, akan tetapi kami bergantian dalam
melaksanakan sosialisasi. Kita tidak punya petugas yang ditugaskan
khusus untuk mengelola MPP. Maka dari itu hal-hal seperti
pengaduan masyarakat, sosialisasi dan sebagainya dipegang oleh
pihak-pihak yang bukan tupoksinya” (Hasil wawancara tanggal 7
September 2023)

Tidak tersedianya tim khusus dalam pelaksanaan sosialisasi juga menjadi


kendala dalam fragmentasi pada struktur birokrasi. Pihak DPMPTSP

83
banyak memegang tugas yang di luar dari tupoksinya. DPMPTSP
sebaiknya segera mengajukan usulan kepada Pemkot Cimahi untuk
pembentukan UPTD terkait pengelolaan Mal Pelayanan Publik. Hal
tersebut dilakukan agar tidak terjadi tumpang tindih tugas pada pihak
DPMPTSP yang dapat memberatkan dan mengurangi kinerja pada
birokrasi DPMPTSP dan juga dapat berpengaruh pada keefektifan
implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi.

IV.4 Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Penyelenggaraan


Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi
IV.4.1 Faktor Pendukung
Implementasi Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi dapat terselenggara
dengan adanya beberapa faktor yang mendukung dalam proses
pelaksanaannya, antara lain:

1. Proses komunikasi antara DPMPTSP, instansi pelayanan di MPP,


dan masyarakat penerima manfaat pelayanan telah berlangsung
dengan baik, jelas dan konsisten. Sosialisasi pun sudah dilakukan
dengan baik dan disampaikan melalui banyak media. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan wawancara dengan Koordinator
Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP berikut:
“Kami melakukaan sosialisasi dapat melalui sosialisasi tatap
muka, melalui radio, media sosial seperti instagram dan
whatsapp serta website resmi MPP Kota Cimahi. Sosialisasi
dapat berupa pembuatan video profil dan ditayangkan di
televisi nasional yang bersiaran regional di Jawa Barat seperti
metroTv. Sosialisasi yang lain juga disisipkan di acara-acara
yang berkaitan mengenai sosialisasi perizinan”. (Hasil
wawancara tanggal 5 September 2023)
Hal serupa juga diungkapkan oleh DN selaku masyarakat penerima
layanan:
“Saya mengetahui keberadaan MPP ini dari anak saya yang
sering mengakses media sosial. Dia mendapatkan informasi
mengenai MPP dan pengumuman-pengumuman lainnya dari
Instagram dan website resmi MPP. Saya juga sempat
menerima pengumuman dari kelurahan melalui whatsapp.”
(Hasil wawancara tanggal 8 September 2023)

84
2. Disposisi para petugas pelayanan sudah menunjukkan sikap yang
jujur, profesional, dan memiliki komitmen. Jam operasional
pelayanan yang menyesuaikan dengan jumlah masyarakat yang
ingin mendapatkan pelayanan menunjukkan disposisi para
penyelenggara Mal Pelayanan Publik sudah cukup baik. Petugas
pelayanan tetap melayani masyarakat secara profesional dan sesuai
komitmen hingga jam pelayanan berakhir. Hal tersebut
diungkapkan oleh salah seorang petugas pelayanan di Disdukcapil
MPP Kota Cimahi:
“Untuk kuota maksimal kami perharinya menerima sekitar 150
antrean. Kami sering mendapati jumlah antrean yang melebihi
kuota perhari, jika jam pelayanan sudah berakhir kami terpaksa
menghimbau masyarakat untuk datang di keesokan harinya
karena pelayanan tutup jam 14.00”. (Hasil wawancara tanggal
7 September 2023)
Hal ini juga diungkapkan oleh WL selaku masyarakat penerima
pelayanan sebagai berikut:
“Petugasnya cukup ramah dan responsif juga, informasi yang
diberikan juga jelas. Di MPP ini antreannya cukup banyak
sehingga masyarakat harus datang pagi-pagi. Jika datang
terlalu siang maka nomor antrean bisa terlanjur habis karena
pelayanan tutup jam 2 siang.” (Hasil wawancara tanggal 25
September 2023)
Selain itu, petugas pelayanan juga tidak memungut biaya apapun,
karena pelayanan publik di Disdukcapil pada dasarnya tidak
dipungut biaya apapun. Hal tersebut menunjukkan disposisi yang
baik pada aspek kejujuran. Kondisi tersebut juga diungkapkan oleh
AW selaku masyarakat penerima layanan pada kutipan wawancara
berikut:
“Saya tidak membayar sepeser pun selama mengakses
pelayanan di sini. Petugas pelayanan juga memang tidak
meminta bayaran sama sekali dan tetap memberikan pelayanan
dengan baik” (Hasil wawancara tanggal 8 September 2023)
3. Sumber daya kewenangan yang jelas mengenai peran DPMPTSP
sebagai pengelola MPP juga menjadi suatu faktor pendukung
karena pelaksana kebijakan harus diberi wewenang yang cukup

85
untuk membuat keputusan sendiri untuk melaksanakan kebijakan
yang telah ditetapkan. Selain itu, sumber daya anggaran yang
jumlahnya cukup besar juga sangat mendukung proses
implementasi penyelenggaraan MPP karena dapat menyediakan
fasilitas sarana dan prasarana yang cukup megah dan nyaman. Hal
tersebut diungkapkan oleh Koordinator Pelayanan Perizinan
Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi pada kutipan wawancara
berikut:
“Untuk sumber anggaran MPP ini dari APBD Pemkot Cimahi.
Total dana APBD yang dialokasi untuk pembangunan MPP ini
mencapai Rp120 Miliar. Anggaran tersebut dipakai untuk
pembangunan gedung, interior, dan seluruh fasilitas sarana dan
prasarana”. (Haasil wawancara tanggal 5 September 2023)
IV.4.2 Faktor Penghambat
Adapun beberapa hambatan dalam implementasi penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik di Kota Cimahi antara lain:

1. Kurangnya SDM dalam pelaksanaan pengelolaan MPP yang


mengakibatkan kepada belum terbentuknya UPTD yang dapat
membantu pengelolaan MPP. Hal tersebut diungkapkan oleh
Koordinator Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota
Cimahi DPMPTSP pada kutipan wawancara berikut:
“Sebenarnya kondisi SDM kami sebagai DPMPTSP tanpa
adanya MPP pun sudah kurang, ditambah lagi dengan
kewajiban dalam pengelolaan MPP tentunya pekerjaan kami
semakin dobel dan cukup memberatkan.” (Hasil wawancara
tanggal 5 September 2023)
2. Fragmentasi pembagian tugas dan wewenang yang tumpang tindih
di DPMPTSP selaku pengelola MPP merupakan akibat dari
kurangnya SDM dalam penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi. Hal tersebut diungkapkan oleh Koordinator
Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota Cimahi
DPMPTSP pada kutipan wawancara berikut:
“Kita tidak punya petugas yang ditugaskan khusus untuk
mengelola MPP. Maka dari itu hal-hal seperti pengaduan
masyarakat, sosialisasi dan sebagainya dipegang oleh pihak-

86
pihak yang bukan tupoksinya”. (Hasil wawancara tanggal 7
September 2023)
3. Belum tersusunnya SOP mengenai keseluruhan alur pelayanan
juga dapat menghambat penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik
Kota Cimahi. SOP diperlukan agar kegiatan pelayanan dapat
terlaksana dengan jelas dan tersusun sesuai dengan standar
prosedur yang telah ditetapkan agar pelayanan yang diberikan
dapat memuaskan masyarakat penerima pelayanan. Tanpa adanya
SOP, akan sangat sulit penyelenggaraan MPP Kota Cimahi
berjalan dengan efektif dan efisien karena SOP dapat menjadi tolak
ukur dalam penyelenggaraan MPP. Kondisi ini diungkapkan oleh
Koordinator Pelayanan Perizinan Perekonomian DPMPTSP Kota
Cimahi DPMPTSP pada kutipan wawancara berikut:
“Untuk SOP pelayanan secara keseluruhan, masih kami
persiapkan dan masih dalam proses penyusunan karena
rekomendasi dari KEMENPAN-RB memang harus ada SOP
yang sifatnya menyeluruh terkait dengan penyelenggaraan
MPP. Maka untuk saat ini terkait mekanisme keseluruhan
pelayanan di MPP kami masih dibekali dengan dokumen Tata
Tertib (Tatib).” (Hasil wawancara tanggal 5 September 2023)
IV.5 Upaya Perbaikan Implementasi Penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi
Berdasarkan pembahasan terkait beberapa faktor penghambat
implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik di Kota Cimahi,
terdapat rekomendasi guna membantu memecahkan permasalahan yang
ada. Adapun rekomendasi tersebut antara lain:

1. Pihak DPMPTSP hendaknya segera mengajukan usulan melakukan


kajian urgensi mengenai pembentukan UPTD kepada Pemkot Cimahi
agar pembagian tugas dan wewenang tidak tumpang tindih dan
memberatkan sehingga implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi dapat berlangsung dengan baik dan efektif.
2. Standar Operasional Prosedur untuk keseluruhan pelayanan
hendaknya segera dirumuskan dan disahkan. Hal tersebut juga
sekaligus upaya dalam melaksanakan amanat dari Kementerian PAN-

87
RB agar terdapat pedoman yang sah mengenai aturan dan standar
layanan di MPP. Adapun rancangan SOP yang dapat diberikan
sebagai berikut:

Nama SOP : Mekanisme Alur Pelayanan Mal Pelayanan Publik


Dasar Hukum:
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
2. Peraturan Presiden No. 89 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Mal
Pelayanan Publik
3. Peraturan Menteri PAN-RB Nomor 23 Tahun 2017 Tentang Penyelenggaraan
Mal Pelayanan Publik
4. Peraturan Daerah Kota Cimahi Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Pelayanan
Publik

Kualifikasi Pelaksana:
1. Memiliki kemampuan pengolahan data sederhana
2. Mengetahui tugas dan fungsi instansi pelayanan terkait
3. Mengetahui tugas dan fungsi mekanisme pembuatan produk layanan

Keterkaitan:
1. SOP Instansi pelayanan terkait
2. SOP mekanisme produk layanan

Peralatan/Perlengkapan:
3. Berkas persyaratan layanan
4. Komputer/Printer/Scanner
5. Jaringan internet

Peringatan:
Apabila persyaratan layanan kurang maka pelaksanaan kegiatan layanan akan
ditunda hingga persyaratan lengkap.

Pencatatan dan Pendataan:


Disimpan sebagai data elektronik dan manual

88
89
Tabel 4.3 Bagan Alur Pelayanan di Mal Pelayanan Publik Kota Cimahi

Pelaksana Mutu Baku


No Aktivitas Pemohon Front Keterangan
Kelengkapan Waktu Output
Pelayanan Office
1. Melakukan pemesanan nomor antrean 5 menit Nomor
melalui aplikasi MPP Kota Cimahi antrean
atau mengambil nomor antrean
langsung di mesin antrean
2. Membantu pemohon yang ingin 5 menit Nomor
mengakses pelayanan antrean
3. Mendatangi tenant pelayanan yang Nomor antrean 2 menit
dikehendaki dan berkas
persyaratan
pelayanan
4. Menyerahkan berkas persyaratan ke Berkas 10-15 menit Produk
tenant pelayanan yang dikehendaki persyaratan layanan
untuk memproses produk pelayanan pelayanan

5. Mengisi survei kepuasan masyarakat Handphone, 5 menit IKM


akses internet

90
BAB V
PENUTUP

V.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan
mengenai implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) di
Kota Cimahi, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) di Kota


Cimahi sudah terlaksana dengan cukup baik, proses komunikasi dan
koordinasi antara DPMPTSP sebagai pengelola MPP, pihak instansi
pelayanan di MPP, dan masyarakat selaku penerima manfaat
pelayanan sudah beralan dengan jelas dan konsisten. Disposisi atau
sikap dari petugas pelayanan dalam melayani masyarakat telah
menunjukkan sikap yang memiliki komitmen, kompetensi yang baik,
jujur dan profesional. Jumlah pengunjung MPP Kota Cimahi juga
selalu meningkat tiap bulannya, hal tersebut menunjukkan bahwa
MPP Kota Cimahi dapat memberikan pelayanan yang prima kepada
masyarakat.
2. Adapun beberapa faktor penghambat yang terdapat pada implementasi
penyelenggaraan Mal Pelayanan Publik (MPP) di Kota Cimahi yaitu
kurangnya SDM dalam pelaksanaan pengelolaan MPP yang
mengakibatkan kepada belum terbentuknya UPTD, fragmentasi
pembagian tugas dan wewenang yang tumpang tindih di DPMPTSP,
serta belum tersusunnya SOP mengenai keseluruhan alur pelayanan di
MPP.
3. Upaya perbaikan implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a) DPMPTSP segera mengajukan usulan pembentukan UPTD kepada
Pemkot Cimahi.
b) DPMPTSP segera menyusun SOP mengenai keseluruhan alur
pelayanan.

91
V.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, terdapat beberapa saran yang yang dapat
dipertimbangkan untuk perkembangan pelayanan publik yang lebih baik,
antara lain:

1. DPMPTSP hendaknya segera mengajukan usulan dan melakukan


kajian urgensi mengenai pembentukan UPTD kepada Pemkot Cimahi
agar pembagian tugas dan wewenang tidak tumpang tindih dan
memberatkan sehingga implementasi penyelenggaraan Mal Pelayanan
Publik Kota Cimahi dapat berlangsung dengan efektif.
2. DPMPTSP hendaknya segera menyusun SOP untuk keseluruhan
pelayanan sesuai dengan rekomendasi dari Kementerian PAN-RB
agar terdapat pedoman yang sah mengenai aturan dan standar layanan
di MPP.

92

Anda mungkin juga menyukai