Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PEMASARAN GLOBAL

“KONSUMEN GLOBAL-LOKAL IDENTITAS SEBAGAI PENDORONG


PENGGUNAAN MEREK DIGITAL”

DOSEN PENGAMPU

Prof. Dr. Mahrinasari MS, S.E.,M.Sc


Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E., M.Si.

DISUSUN OLEH
Cindy Adelia 2211011119

ROGRAM STUDI S1 MANAJEMEN


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS LAMPUNG
2024
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Merek global adalah merek yang memiliki kesadaran, ketersediaan, penerimaan, dan
keinginan global (Özsomer dan Altaras, 2008). Penelitian sebelumnya telah menyoroti bahwa
merek global mempunyai fungsi ekspresi identitas yang lebih baik, yang menjadikannya
barang yang sangat simbolis (Strizhakova dan Colter, 2013; Xiedkk.,2015). Oleh karena itu,
karena harta benda kita dipandang sebagai komponen utama dari diri kita yang luas (Belk,
1988), konsumen menggunakan merek global untuk memberi sinyal pada kelompok yang
berafiliasi (Zhang dan Khare, 2009), atau untuk membangun identitas dan mempromosikan
produk mereka. citra diri (Strizhakovadkk.,2011). Yang penting, merek global, berbeda
dengan merek lokal, lebih menarik bagi barang-barang publik karena nilai aspirasinya lebih
tinggi dan diasosiasikan dengan status, modernitas, kecanggihan kosmopolitan, dan teknologi
(Batradkk.,2000; Dimoftedkk.,2008; Strizhakovadkk.,2008; Zhao dan Belk, 2008). Temuan
empiris semakin menguatkan gagasan ini dengan menunjukkan bahwa dampak efek global
terhadap preferensi merek bervariasi di beberapa kategori produk (Davvetas dan
Diamantopoulos, 2016). Selain itu, meskipun penelitian yang ada telah meningkatkan
pemahaman kita tentang peran identitas global-lokal dalam konsumsi merek global,
penelitian yang ada mengenai topik ini secara eksklusif terkonsentrasi pada produk material
(fisik), mengabaikan bagaimana digitalisasi telah mengubah lanskap pemasaran internasional
( Oxley dan Yeung, 2001; Prasaddkk.,2001; Samie, 1998).
Transformasi digital ini telah merevolusi proses keterlibatan konsumen, karena sifat
interaksi fisik mereka dengan produk fisik berbeda dengan interaksi online dengan produk
digital dalam beberapa hal. Penelitian sebelumnya melaporkan bahwa konsumen
menganggap barang fisik memiliki kapasitas sinyal identitas sosial yang lebih besar dan
potensi warisan dibandingkan barang digital (Gilesdkk.,2007). Selain itu, karena sifatnya
yang lebih permanen dan berwujud, produk fisik memberikan kemudahan yang lebih besar
dalam membangun keterikatan atau hubungan dengan diri sendiri (Belk, 2013). Produk
digital, yang dikonsumsi secara online, tidak memiliki beberapa faktor yang terkait dengan
konsumsi produk fisik, seperti keberwujudan dan visibilitas, yang merupakan sifat yang
diinginkan konsumen yang bertujuan untuk memberi sinyal identifikasi melalui konsumsi
produk yang relevan dengan identitas (Davvetas dan Diamantopoulos, 2016).
Pada tahap ini, perbedaan penting harus dibuat antara teknologi digital sebagai objek
konsumsi dan kepemilikan (misalnya berpartisipasi dalam situs jejaring sosial atau
mendengarkan musik streaming) dan konsumsi barang dan jasa melalui sarana digital
(misalnya belanja online). Produk digital mengacu pada produk digital, dimana teknologi
digital adalah objek konsumsinya sendiri (misalnya mesin pencari). Meskipun barang-barang
material mewujudkan suatu sistem makna yang melaluinya konsumen mengekspresikan diri
dan berkomunikasi dengan orang lain (Dittmar, 1992), sedikit yang diketahui apakah hal ini
juga berlaku untuk barang-barang digital yang tidak berwujud. Dibandingkan dengan
konsumen di pasar negara maju, konsumen di pasar negara berkembang memiliki keinginan
yang lebih kuat terhadap elemen global untuk membangun identitas mereka (Cleveland dan
Laroche, 2007; Strizhakova dkk.,2008). Oleh karena itu, di negara-negara berkembang,
konsumen lebih rentan menggunakan sinyal identitas diri yang tertanam dalam merek global
(Strizhakova dan Coulter, 2013; Zhoudkk.,2008). Makalah ini memberikan wawasan baru
mengenai peran identitas berbasis lokasi dalam membentuk preferensi merek global dalam
konteks konsumsi digital di kalangan konsumen.
Pada saat yang sama, merek global dipandang sebagai sumber nilai-nilai simbolik seperti
status, prestise, pengakuan sosial, kegembiraan dan modernitas (Halkiasdkk.,2016; Oz̈somer,
2012; Steenkamp dkk.,2003). Dalam konteks ini, penelitian terbaru mendukung pandangan
tentang fungsi merek global yang berbasis identitas, yaitu konsumen memandang merek
global sebagai media untuk mengekspresikan citra diri modern dan identitas global mereka
(Strizhakova dan Coulter, 2013; Xiedkk., 2015). Faktanya, identifikasi berbasis lokasi
mengedepankan efek kongruensi sehingga identitas global biasanya mengarah pada
preferensi terhadap merek global (Zhang dan Khare, 2009; Zeugner-Rothdkk., 2015). Para
ahli teori identitas sepakat bahwa emosi positif dihasilkan dari pemenuhan ekspektasi
pemberlakuan identitas (Burke dan Stets, 2009) karena identitas membawa motivasi untuk
bertindak dengan cara yang konsisten dengan identitas (Oyserman, 2009). Coleman dan
Williams (2013) menyatakan bahwa individu akan lebih memilih untuk mengalami emosi
yang konsisten dengan identitas sosial, serta terlibat dalam proses regulasi emosi yang
konsisten dengan identitas. Motivasi hedonis mengacu pada pemenuhan hedonis seperti
mengalami kesenangan, hiburan, fantasi dan rangsangan sensorik yang berhubungan dengan
pengalaman berbelanja (Babindkk.,1994). Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian
ini menyarankan bahwa, dalam proses mencapai kesesuaian dengan identitas global mereka
ketika individu menyadari bahwa mereka dapat menerapkan identitas mereka dengan cara
yang memuaskan (yaitu dengan mengkonsumsi merek global atau dengan menjadi peserta
aktif dari SNS global seperti Facebook atau Instagram), mereka diharapkan terdorong oleh
motivasi hedonis yang memungkinkan mereka memperoleh kesenangan dan kenikmatan dari
pemberlakuan khusus tersebut. Oleh karena itu, identitas berbasis lokasi dianggap sebagai
pendorong motivasi hedonis SNS, karena pengguna mencari konsistensi antara identitas dan
emosi mereka (Burke dan Stets, 2009; Oyserman, 2009; Reed, 2004). Pengguna yang
didorong oleh identitas global khususnya diharapkan menunjukkan peningkatan motivasi
hedonis ketika berpartisipasi dalam SNS global. Jadi, kami berpendapat bahwa

1.2 Rumusan Masalah


1. (A) global dan (B) identitas lokal merupakan pendorong motivasi hedonis SNS global
dengan identitas global meningkatkan motivasi hedonis lebih dari identitas local
2. Motivasi hedonis SNS global meningkatkan persepsi nilai SNS global

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui apakah (A) Global dan (B) identitas local merupakan pendorong
motivasi hedonis SNS global dengan idenitas global meningkatkan motivasi hedonis
lebih dari identitas local
2. Untuk mengetahui motivasi hedonis SNS global meningkatkan persepsi nilai SNS
global
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Merek Digital


Merek digital adalah gagasan tentang produk digital dan perbedaannya dengan
produk fisik, yang menjadi konteks penelitian kami. perbedaan konseptual harus
ditarik antara teknologi digital sebagai objek konsumsi dan kepemilikan serta
konsumsi barang dan jasa melalui sarana digital. Kami memfokuskan perhatian kami
pada kasus pertama, dimana teknologi digital (atau produk digital) merupakan objek
konsumsi itu sendiri (misalnya musik streaming). Situs jejaring sosial, sebagai
platform virtual tempat orang-orang dengan minat yang sama berkumpul untuk
berkomunikasi, berbagi, dan mendiskusikan ide, mewakili sekelompok produk digital
yang menarik. Yang penting, produk digital menempati kategori produk terbatas
antara dunia material dan dunia imajiner (Denegri-Knott dan Molesworth, 2010).
Akibatnya, konsumsi digital berbeda dengan konsumsi material karena objek
konsumsinya tidak memiliki substansi material. Oleh karena itu, kategori produk ini
memiliki beberapa karakteristik yang melekat, seperti terbatasnya pilihan untuk
pameran sosial dan juga sinyal sosial, serta aspek visibilitas yang terbatas. Karena
sinyal sosial dan visibilitas mewakili properti produk yang dapat menjelaskan
preferensi merek global (Davvetas dan Diamantopoulos, 2016), kehadiran merek
yang terbatas mungkin memengaruhi dampaknya. Namun demikian, motivasi untuk
memperoleh produk digital mirip dengan motivasi untuk memperoleh barang-barang
konsumsi, termasuk mendapatkan status dan prestise serta mengekspresikan identitas
(Wangdkk.,2014). Meskipun kepemilikan digital mungkin tidak seberat kepemilikan
fisik, kepemilikan digital masih dapat memainkan peran penting dalam ekspresi diri
(Belk, 2014). Oleh karena itu, menguji apakah mekanisme ekspresi identitas melalui
konsumsi berlaku untuk kategori produk yang berbeda ini merupakan hal yang sangat
relevan.

2.2 Identitas global-lokal dan motivasi hedonis SNS


global Identitas global-lokal dan motivasi hedonis SNS global Teori identitas awalnya
dirumuskan oleh Stryker (1968) sebagai teori mikro-sosiologis untuk menjelaskan
perilaku individu yang berhubungan dengan peran (Hoggdkk.,1995). Teori ini
menyatakan bahwa individu memiliki komponen identitas diri yang berbeda untuk
setiap posisi peran yang mereka tempati dalam masyarakat (Terrydkk.,1999).
Mengambil satu langkah lebih jauh, SIT menggambarkan hubungan antara individu
dan kelompok sosial yang mereka merasa berafiliasi untuk memberikan penjelasan
mengenai bagaimana keanggotaan dapat mempengaruhi perilaku individu (misalnya
Tajfel dan Turner, 1986). Dalam hal ini, SIT menjelaskan favoritisme dalam
kelompok, atau evaluasi yang menguntungkan atau perlakuan istimewa terhadap
orang-orang yang dianggap termasuk dalam kelompok yang sama. Favoritisme dalam
kelompok ini merupakan akibat dari kebutuhan intrinsik akan identitas sosial yang
positif dan kebutuhan untuk membedakan secara positif kelompok dalam dan
kelompok luar. Kebutuhan akan kekhasan positif itulah yang memicu proses
kategorisasi sosial, identifikasi sosial, dan perbandingan kelompok sosial secara
berurutan, yang mengarah pada favoritisme dalam kelompok (Tajfel dan Turner,
1986). Oleh karena itu, dari perspektif SIT (Tajfel, 1978), identitas dalam kelompok
atau sosial mencerminkan keanggotaan kelompok, yang mendefinisikan konsep diri
individu, memberi mereka identitas kelompok yang relevan dan membentuk kognisi
dan perilaku mereka (Tajfel dan Turner, 2001) . Berdasarkan SIT, beberapa penelitian
berusaha menjelaskan peran identifikasi kelompok individu dalam membentuk
respons sikap dan favoritisme terhadap merek global atau lokal (Bartschdkk.,2016;
Clevelanddkk.,2011).

Pada saat yang sama, merek global dipandang sebagai sumber nilai-nilai simbolik
seperti status, prestise, pengakuan sosial, kegembiraan dan modernitas
(Halkiasdkk.,2016; Oz̈somer, 2012; Steenkamp dkk.,2003). Dalam konteks ini,
penelitian terbaru mendukung pandangan tentang fungsi merek global yang berbasis
identitas, yaitu konsumen memandang merek global sebagai media untuk
mengekspresikan citra diri modern dan identitas global mereka (Strizhakova dan
Coulter, 2013; Xiedkk., 2015). Faktanya, identifikasi berbasis lokasi mengedepankan
efek kongruensi sehingga identitas global biasanya mengarah pada preferensi
terhadap merek global (Zhang dan Khare, 2009; Zeugner-Rothdkk., 2015). Para ahli
teori identitas sepakat bahwa emosi positif dihasilkan dari pemenuhan ekspektasi
pemberlakuan identitas (Burke dan Stets, 2009) karena identitas membawa motivasi
untuk bertindak dengan cara yang konsisten dengan identitas (Oyserman, 2009).
Coleman dan Williams (2013) menyatakan bahwa individu akan lebih memilih untuk
mengalami emosi yang konsisten dengan identitas sosial, serta terlibat dalam proses
regulasi emosi yang konsisten dengan identitas.

Motivasi hedonis mengacu pada pemenuhan hedonis seperti mengalami kesenangan,


hiburan, fantasi dan rangsangan sensorik yang berhubungan dengan pengalaman
berbelanja (Babindkk.,1994). Sejalan dengan penelitian sebelumnya, penelitian ini
menyarankan bahwa, dalam proses mencapai kesesuaian dengan identitas global
mereka ketika individu menyadari bahwa mereka dapat menerapkan identitas mereka
dengan cara yang memuaskan (yaitu dengan mengkonsumsi merek global atau
dengan menjadi peserta aktif dari SNS global seperti Facebook atau Instagram),
mereka diharapkan terdorong oleh motivasi hedonis yang memungkinkan mereka
memperoleh kesenangan dan kenikmatan dari pemberlakuan khusus tersebut. Oleh
karena itu, identitas berbasis lokasi dianggap sebagai pendorong motivasi hedonis
SNS, karena pengguna mencari konsistensi antara identitas dan emosi mereka (Burke
dan Stets, 2009; Oyserman, 2009; Reed, 2004). Pengguna yang didorong oleh
identitas global khususnya diharapkan menunjukkan peningkatan motivasi hedonis
ketika berpartisipasi dalam SNS global.
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Identitas global memiliki dampak positif terhadao motivasi hedonisme


identitas global mempunyai dampak positif terhadap motivasi hedonis individu di
pasar negara berkembang, yang pada gilirannya berdampak positif pada persepsi nilai
dan penggunaan SNS global. Oleh karena itu, para manajer harus membangun atau
meningkatkan sifat kosmopolitan merek mereka untuk menarik identitas global dari
target audiens mereka. Dengan cara ini, konsumen akan merasa menjadi anggota klub
merek global yang menambah prestise dan modernitas pada identitas diri mereka.
Dalam praktiknya, acara global (misalnya pelatihan produk Google) yang
mempromosikan karakteristik tersebut dapat meningkatkan ekspresi identitas global
individu, secara positif memengaruhi nilai yang dirasakan, dan meningkatkan
penggunaan produk.

3.2 Motivasi hedonism meningkatakan persepsi nilai SNS global


motivasi hedonis merek digital global meningkatkan penggunaan aktual melalui
peningkatan nilai yang dirasakan, terutama di pasar berkembang. Oleh karena itu,
manajer harus mempromosikan nilai merek digital yang diperoleh dari penggunaan.
Kegembiraan, fantasi, kegembiraan, dan hiburan merupakan kebutuhan hedonis dasar
individu dan oleh karena itu harus melekat pada merek digital apa pun. Misalnya,
Netflix dan Spotify baru-baru ini berhasil memasuki pasar negara berkembang,
termasuk Thailand; kedua merek tersebut memenuhi kebutuhan konsumen hedonis di
seluruh dunia, dan, pada saat yang sama, pelanggan mereka merasa seperti anggota
komunitas hiburan global.
BAB IV
KESIMPULAN

Sebagai kesimpulan, wawasan yang ditawarkan oleh penelitian ini memperluas


pemahaman kita tentang bagaimana identitas berbasis lokasi mempengaruhi
kecenderungan konsumen terhadap merek global dalam konteks produk digital. Hasil
menunjukkan bahwa identitas global dan lokal mengarah pada peningkatan
penggunaan SNS global melalui peningkatan kenikmatan yang diperoleh melalui
partisipasi memberikan wawasan strategis praktis bagi manajer pemasaran SNS
global. Bukti empiris dari variasi lintas negara dari mekanisme ini memungkinkan
para manajer untuk menyesuaikan strategi pemasaran mereka sesuai dengan pasar
negara yang mereka targetkan.
DAFTAR PUSTAKA

Agostini, L., Nosella, A., Sarala, R. M., Spender, J., & Wegner, D. (2019). Editorial. Journal of Knowledge

Management, 23(10), 2007-2015.

Kmieciak, R. (2022). Alexithymia, social inhibition, affectivity, and knowledge hiding. Journal of

Knowledge Management, 26(11), 461-485.

Anda mungkin juga menyukai