Anda di halaman 1dari 15

A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ...

151

DAMPAK GLOBALISASI PASAR DAN PRODUKSI: DITENGAH


LINGKUNGAN BISNIS NASIONAL

A.A.G Agung Artha Kusuma(1)


KM Agus Satria Pramudana(2)
1,2
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia
email : arthak1007@gmail.com

ABSTRAK
Studi ini mendalami bagaimana konsumen mengevaluasi produk dengan membedakan asal merk dengan lokasi
produksi akibat dari adanya multiple country of origin. pertama, studi ini menguji pengaruh citra kuat signal dari
produk fashion, ditunjukan bahwa, persepsi kualitas, kesadaran merk, dan kesadaran fashion memiliki hubungan
yang kuat terhadap kemauan membeli. Analisa kedua, elemen citra negara yang lemah, dipasangkan dengan
ethnocentrism tidak memiliki pengaruh moderasi terhadap hubungan kesadaran merk, persepsi kualitas, kesadaran
fashion kepada kemauan membeli, selanjutnya studi ini menganalisa bagaimana interaksi antara citra negara
dan citra merk mempengaruhi keputusan pembelian. Proses analisis data menggunakan regresi PLS, dengan
total responden 173 orang. Hasil analisis menghasilkan kesimpulan bahwa dalam mengaveluasi produk fashion,
kekuatan citra merk lebih berpengaruh dibandingkan citra negara produk fashion itu diproduksi terhadap kemauan
membeli, sedangkan untuk sikap ethnocentric konsumen, terbukti tidak mampu memiliki peran terhadap
pengaruhnya kepada globalisasi pasar dan produksi, dimana pada studi ini diterjemahkan dengan variabel
country of origin.
Kata kunci: pemasaran internasional, pemasaran lintas budaya, country of origin, consumer ethnocentrism.

ABSTRACT
This study explores how consumer evaluates a product by discriminating the difference between the brand
and manufacturing origin. First is analysed the impact of strong image that presents with fashion products
toward purchase intention, the test concludes that perceived quality, brand awareness, and fashion involvement
has positive correlation toward purchase intention. Further analysed the weak country image concept in
moderating function, the test summarized that country of origin and consumer ethnocentrism cannot influence
the relationship of brand awareness, perceived quality, and fashion involvement toward purchase intention.
Further in this study is discussed the interaction between country’s image and brand image affecting purchase
intention. Data analysis is using PLS regression, with total recipients of 173. In summary, in evaluating
fashion products, the decisive factor in affecting purchase intention is the image conveyed from the brand,
with the two aspect of globalization is translated through variable of country of origin.
Keywords: international marketing, cross-cultural marketing, country of origin, consumer ethnocentrism

PENDAHULUAN serangkain moderator dari country of origin


Globalisasi mempresentasikan tantangan dan (Thøgersen et al., 2017).
peluang kepada pemasar internasional. Semakin Dengan terakselerasinya globalisasi, konsumen
terintegrasinya Negara-negara secara regional didunia dihadapkan dengan besarnya jumlah merk,
membentuk trading bloc, mendorong volume baik asing atau domestik. Perusahaan multi nasional
perdagangan dan investasi internasional, telah mengembangkan berbagai merk global dari
memberikan konsumen pilihan akan produk asing industri makanan dan minuman (McDonald,
semakin banyak dari sebelumnya. Akibatnya, sikap Starbucks, Cadbury) hingga industri fashion (Guess,
dan perilaku konsumen terhadap produk yang Adidas, Mark & Spencer). Merk-merk dari
berasal dari Negara asing telah menjadi tema pilihan perusahan multi nasional telah dikenal dengan baik
studi-studi di bidang bisnis internasional dan perilaku oleh konsumen di seluruh dunia, memiliki identitas
konsumen beberapa tahun belakangan ini (C. L. yang mapan, dan dipersepsikan merepresentasikan
Wang & Chen, 2004), terlebih pada lingkup status dan kualitas yang tinggi (Anholt, 2005).
pemasaran global, dampak country of origin Karena adanya asosiasi positif tersebut, merk-merk
terhadap pilihan konsumen merupakan topik studi global memiliki kekuatan diferensiasi di berbagai
yang secara intesif dikembangkan dan berhasil pasar internasional, dimana konsumen lebih ingin
mengidentifikasi berbagai kontingensi dan meningkatkan harga diri dan kompetensi dengan
152 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

mengadopsi merk yang terlihat modern dan kombinasi citra merk dan citra negara maka
kosmopolitan (Alden, Steenkamp, & Batra, 1999). ditambah dengan sikap ethnocentric konsumen
Fenomena ini dapat dipengaruhi oleh citra negara maka studi ini bertujuan memberikan kontribusi
dimana produk tersebut diproduksi (Cattin, Jolibert, kepada ilmu pengetahuan khususnya di area country
& Colleen, 1982; Lumpkin, Crawford, & Kim, 1985; of origin dan consumer ethnocentrism, penelitian
Roth & Romeo, 1992). Dihasilkan oleh Negara ini mengarah kepada pendalaman bagaimana peran
tertentu dapat memberikan persepsi negatif atau citra yang kuat bersumber dari merk, persepsi
positif di benak konsumen (Ghauri & Cateora, 2014), kualitas, dan keterlibatan akan fashion terhadap
perusahaan multi nasional yang menghasilkan merk kemauan membeli, sedangkan citra negara yang
dan produk global harus menyadari bahwa dalam lemah dan sikap terhadap penjagaan kelestarian
pasar global tetap didalamnya terdapat elemen budaya lokal akan menggunakan konsep country
lingkungan nasional yang berisikan budaya lokal of origin dan consumer ethnocentrism yang akan
masyarakat setempat. Budaya lokal yang tetap berperan sebagai moderator.
melekat pada kelompok-kelompok masyarakat Lebih dari tiga dekade terakhir, berbagai
merupakan benih perilaku ethnocentric (Torelli, literatur pemasaran menekankan pentingnya
2013), sikap yang cenderung memandang budaya persepsi yang dibentuk oleh mer k, beserta
sendiri lebih superior dibanding budaya asing. komponen-komponen pembentuknya. (De
Ironisnya consumer ethnocentrism justru menjadi Chernatony, McDonald, & Wallace, 2010; Feldwick,
senjata strategis bagi merk dan produk lokal untuk 1996) Telah menyatakan terdapat enam jenis atribut
tetap kompetitif dalam menghadapi persaingan merk yang membentuk brand equity: kesadaran
global. Ditengah tumbuhnya perekonomian negara merk, citra merk, persepsi kualitas, persepsi nilai,
industri baru dan nNegara berkembang, begitu juga personalitas, dan asosiasi terhadap organisasi.
nilai-nilai materialistik masyarakatnya, dibantu Bersamaan juga telah didokumentasikan bahwa
dengan majunya industri keuangan untuk persepsi konsumen terhadap merk belumlah cukup
memperbesar konsumsi melalui pembelanjaan kredit untuk menentukan kesuskesan merk dengan kata
(Thomas & Wilson, 2013) secara langsung akan lain belum cukup alasan bagi konsumen untuk
mempengaruhi perilaku materialisme yang kian melakukan pembelian. Yang menjadi penentu
berorientasi kepada budaya asing. keberhasilan merk di pasar adalah merk harus
Jelas salah satu isu paling kontroversial yang mampu menawarkan nilai superior dan pembeda
terkait dengan globalisasi adalah bagaimana dibandingkan kompetitor (Kim, Ferrin, & Rao, 2008).
dampaknya terhadap budaya (Holton, 2000), Persepsi nilai superior adalah suatu keunggulan
sejumlah studi memaparkan dampak positif yang dimiliki merk global (perushaan multinasional)
globalisasi terhadap budaya lokal (Bhagwati, 2007) terutama di pasar berkembang (Chiu & Ho, 2015),
di sisi lain studi sejenis menyatakan bahwa situasi inilah yang menjadi keunggulan kompetitif
globalisasi justru akan menghancurkan keragaman merk global diberbagai pasar domestik (Alden et
budaya lokal, dengan menekankan pengaruh asing al., 1999). Memanfaatkan keunggulan yang dimiliki
(van Elteren, 2014). Seiring meluasnya globalisasi merk global, perusahaan multinasional juga akhirnya
terjadi peningkatan juga pada sikap nasionalisme dan mampu menerapkan strategi harga yang lebih
pelestarian budaya untuk identitas etnis oleh fleksibel (H. Wang, Wei, & Yu, 2008), dalam artian
masyarakat (Kucukemiroglu, 1999), consumer mensetting harga cukup tinggi untuk memberikan
ethnocentrism adalah kekuatan yang penting dalam persepsi premium, namun cukup terjangkau bagi
lingkungan bisnis global untuk dimasa mendatang, konsumen di pasar berkembang (Boguslaw, 2015).
oleh karena itu dengan memahami peran kultur Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah
terahadap perluasan globalisasi akan memberikan dipaparkan maka hipotesis yang dapat dibentuk
manfaat kepada ilmu pemasaran dalam untuk penelitian ini adalah:
pengembangan strategi global (standarisasi) yang H1: Kesadaran merk berpengaruh positif terhadap
bersinergi harmonis kepada budaya lokal target kemauan membeli.
pasar. Persepsi akan kualitas adalah komponen inti
Berdasarkan uraian diatas, jelas terdapat ruang terhadap brand equity berbasis konsumen. Persepsi
pada pada area pemasaran internasional yang kualitas menggabungkan segala manfaat dan atribut
mendorong munculnya pertanyaan dimana persepsi yang terbentuk di benak konsumen, dari fungsi dasar
country of origin menjadi relatif terhadap citra produk (utility), performa, hingga usia kegunaan
negara terhadap konsumen namun dengan adanya produk yang dimaksud (Chiu & Ho, 2015). Berbagai
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 153

studi menunjukan bahwa persepsi kualitas sangat 2008). Berdasarkan uraian dari hasil riset-riset diatas
esensial kepada brand equity kar ena dapat maka dapat dikembangkan hipotesis untuk penelitian
menambahkan nilai terhadap produk (Çifci et al., ini adalah:
2016) yang berkelanjutan kepada kemampuan H3: Kesadaran fashion berpengaruh positif
perusahaan untuk menetapkan harga relatif lebih terhadap kemauan membeli.
tinggi dibandingkan kompetitor.
Harga merupakan salah satu alat strategis bagi Country of origin sebuah produk telah
pemasar sebagai pemberi signal yang menununjuk didefinisikan sebagai negara yang memanufaktur
akan suatu kualitas atau manfaat, harga lebih tinggi atau merakit (Warren J. Bilkey, 1982), diidentifikasi
biasa diasosiasikan dengan kualitas lebih baik dengan menggunakan label “made in” atau
(González-Benito & Martos-Partal, 2014). Dengan “manufactured in” (Nagashima, 1977). Akan tetapi
adanya persepsi akan kualitas pada benak dengan tumbuhnya perusahaan multinasional dan
konsumen, dengan sendirinya suatu merk akan berkembangnya globalisasi produksi maka
terdiferensiasi diantaran merk-merk pesaing, terciptalah produk hybrid dimana suatu produk yang
sehingga akan memberikan alasan kepada konsumen komponennya bersumber dari berbagai Negara telah
untuk melakukan pembelian (Pappu, Quester, & mengaburkan akurasi atau validitas label “made in”
Cooksey, 2005). Berdasarkan pemaparan hasil-hasil atau “manufactured in” (Z. U. Ahmed et al., 2004),
studi diatas maka dapat dibangun hipotesis untuk sehinggga dalam mengidentifikasi country of origin
penelitian ini adalah: terkadang sangat sulit. Ketika situasi ini dihadapi
H2: Persepsi kualitas berpengaruh positif terhadap konsumen, maka dalam proses keputusan
kemauan membeli. pembelian, terutama pada pasar berkembang,
pembeli potensial akan mengkombinasikan petunjuk-
Dalam masyarakat yang berorientasi materi, petunjuk yang berasal dari merk, harga, dan citra
konsumen akan menilai suatu kepemilikian barang- Negara asal, sehingga terjadi kecenderungan
barang bersifat materialistik, salah satunya yang menganggap produk impor yang berasal dari Negara
paling meningkat konsumsinya pada masyarakat maju adalah superior dalam hal kualitas (citra
negara berkembang, disertai dengan pertumbuhan negara), sedangkan produk dari sesama pasar
aktivitas pembentukan citra diri melalui sosial media berkembang adalah produk yang memiliki kualitas
adalah produk fashion (Kamal, Chu, & Pedram, setara atau bahkan inferior dibandingkan produk
2013). Aspek penting dalam kepemilikan benda domestik mereka (Hu, Li, Xie, & Zhou, 2008; Kinra,
materialistik diantaranya manfaat, penampilan, nilai 2006; X. Wang & Yang, 2008). Walaupun suatu merk
finasial, dan kemampuan mencerminkan status, dikatakan memiliki dampak langsung yang positif
sukses, dan prestise (O’Cass, 2000). Pakaian sering terhadap kemauan membeli, aspek lain yang relatif
digunakan untuk mengekspresikan diri seseorang, penting terhadap merk bisa juga diakibatkan oleh
terutama untuk menunjukan status diri dan citra country of origin (Rashid, 2016). Banyak studi
kesuksesan (Richins & Dawson, 1992), terdapat ilmiah juga menyatakan kombinasi citra Negara
banyak studi yang mengkaitkan interaksi antara penghasil dan citra merk berdampak kuat kepada
sikap materialistik, merk, serta kesadaran akan pembelian (Hsieh et al., 2004).
fashion, dan menemukan kesimpulan bahwa sikap Merk dan citra Negara juga mempengaruhi
materialistik berpengaruh positif terhadap dimensi evaluasi kualitas oleh konsumen (Touzani,
keterlibatan akan penampilan (Goldsmith, Flynn, & Fatma, & Meriem, 2015), juga dijelaskan citra
Clark, 2012; Johnson & Attmann, 2009). Negara adalah petunjuk yang berdampak kepada
Berkaitan dengan sikap materialistik dan persepsi kualitas, baik secara langsung atau tidak
keterlibatan akan fasion berbagai hasil studi langsung melalui brand equity. Maka ketika suatu
menyatakan individu yang memiliki keterlibatan merk bisa dengan jelas dibedakan dengan merk
fashion yang tinggi akan cenderung memiliki lainnya, dan citra country of origin dipersepsikan
perilaku pembelian impulsive (Joung, 2013), studi- positif, maka konsumen akan memiliki perspesi
studi tersebut juga berkesimpulan bahwa konsumen keyakinan yang tinggi terhadap suatu merk tersebut,
yang memiliki kesadaran fashion tinggi akan sehingga akan lebih mudah dipengaruhi oleh merk
melakukan pembelian fashion lebih awal, bahkan dalam hal kemauan membeli. Sebaliknya ketika
merekomendasikan produk fashion kepada relasi suatu brand equity dipersepsikan positif tetapi citra
mereka (Belleau, Haney, Summers, Xu, & Garrison, country of origin dipersepsikan negatif maka
154 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

hubungan kedua variabel tersebut akan menjadi terhadap sistem ekonomi dan politik Negara dapat
lemah, dan merk akan kurang berpengaruh terhadap mengikis budaya lokal setempat. Semakin rendah
kemauan membeli (X. Wang & Yang, 2008). tingkat kosmopolitan dan keterbukaan terhadap
Berdasarkan hasil riset sebelumnya, citra positif budaya asing semakin berkontribusi kepada evaluasi
country of origin dapat memperkuat dampak negatif suatu merk global oleh konsumen
kekuatan merk terhadap kemauan membeli, ethnocentric (E M Steenkamp et al., 2003).
sedangkan citra country of origin yang negatif Konsumen dengan rasa ethnocentric tinggi bahkan
akan memper lemah dampak kekuatan merk bersedia untuk mengorbankan perolehan objektif
terhadap kemauan membeli (X. Wang & Yang, (kualitas lebih tinggi, harga lebih murah, prestise)
2008). Kesimpulannya tidak hanya merk yang kuat demi menikmati manfaat psikologis untuk terhindar
berdampak positif kepada kemauan membeli, tetapi dari kontak dengan outgroup (global culture)
jika didukung oleh citra Negara yang positif akan dengan cara mengkonsumsi merk lokal (Baughn &
semakin memperkuat dorongan kemauan membeli. Yaprak, 1996). Pada sisi yang berlawanan,
Dengan rasional seperti yang telah diuraikan maka konsumen dengan rasa ethnocentric rendah
hipotesis yang dapat dibangun untuk penelitian ini memiliki karakteristik cosmopolitan, serta
adalah: keterbukaan yang tinggi kepada kultur asing (Baughn
H4: Pengaruh kesadaran merk, persepsi kualitas, & Yaprak, 1996), mereka tidak menganggap merk
dan kesadaran fashion terhadap kemauan lokal berperan penting terhadap ekonomi nasional
membeli, dimoderasi oleh country of origin dan kesejahteraan pribadi, justru konsumen ini lebih
merasakan manfaat psikologis dengan memiliki
Pembahasan literatur mengungkapkan bahwa kontak dengan kultur asing yang diwakili merk global
consumer ethnocentrism memiliki pengaruh besar (E M Steenkamp et al., 2003).
terhadap persepsi konsumen mengenai produk yang Berdasarkan kerangka penelitian studi ini,
dibuat atau dihasilkan dinegara lain. (Shimp & sangat logis jika diasumsikan aplikasi ethnocentric
Sharma, 1987) menyimpulkan konstruk consumer pada konsumen memiliki tingkat dan kekuatan yang
ethnocentrism dengan mendesain CETSCALE, bervariasi, berdasarkan pandangan tersebut maka
sebuah skala ukur dengan menggunakan tujuh belas hipotesis yang dapat dikembangkan adalah:
item. Diajukan oleh (P. Sharma, 2015) istilah H5: Pengaruh kesadaran merk, persepsi kualitas,
consumer ethnocentrism didefinisikan sebagai dan kesadaran fashion terhadap kemauan
“keyakinan yang dipegang oleh konsumen mengenai membeli, dimoderasi oleh consumer
hal kepantasan, moralitas, dalam pembelian produk ethnocentrism.
buatan asing”. Esensi dari konstruk tersebut
menyatakan perilaku membeli produk buatan asing METODE PENELITIAN
adalah sikap tidak patriotik karena dapat menyakiti Desain Penelitian
ekonomi domestik dan menyebabkan hilangnya Berdasarkan ulasan literatur yang telah diuraikan
pekerjaan. Consumer ethnocentrism juga sebelumnya, maka studi ini mengajukan model yang
menambahkan bahwa individu-individu akan merepresentasikan hubungan yang teridentifikasi
melakukan sesuatu untuk membuat perbedaan menjadi variabel penelitian ini (Gambar 1).
kepada identitas nasionalnya dari indetitas nasional Untuk mengimplementasikan studi ini maka
Negara lain, sehingga secara umum digambarkan beberapa merk fashion global, penetrasi pasar yang
dengan isitilah orientasi in-group/out-group (Shimp luas, dan proses produksinya di negara berkembang
& Sharma, 1987). Riset-riset terdahulu telah dipilih, diantaranya Adidas, Nike, Topshop, Zara,
mendokumentasikan semakin menguatnya daya H&M, Gap, dan beberapa merk fashion lainnya.
tarik mer-merk global (brand conscious) pada Alasan produk fashion global dipilih dengan rasional
beberapa segmen pasar, terutama kepada remaja bahwa jenis produk fashion adalah high
(Lysonski, 2014). involvement product sehingga informasi yang
Dalam pemikiran yang berfokus kepada berkaitan asal produknya tidak bisa dihindari, brand
ekonomi nasional dan kesejahteraan pribadi, merk tersebut memiliki citra kuat yang berasal dari negara
global bisa dipandang sebagai pengancam dengan kultur fashion tinggi, sedangkan proses
kesejahteraan ekonomi nasional (E M Steenkamp, produksi dilakukan pada negara dengan citra yang
Batra, & Alden, 2003), terlebih dalam benak lemah, kombinasi ini memberikan konflik yang
konsumen yang ethnocentric meluasnya pengaruh menarik untuk memahami lebih dalam proses
perusahaan multinasional beserta merk global evaluasi produk bagi konsumen yang berkaitan
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 155

Gambar 1: Desain Penelitian

dengan budaya, kekuatan merk, dan kemauan nuansa gaya yang seragam hampir diseluruh pelosok
membeli. dunia. Antar benua saling bertukar bahan dan
sumber produksi pada industri textile, selanjutnya
Kuesioner dan Skala Pengukuran shopping malls pada kota-kota besar menghimpun
Desain kuesioner pada studi ini mengadaptasi produk-produk fashion ini dibawah satu atap,
dari studi-studi terdahulu utamanya pada area menawarkan kepada konsumen pada setiap umur,
country of origin dan consumer ethnocentrism segala jenis kelamin, semua etnis, hingga keseluruh
(S. A. Ahmed, d’Astous, & Champagne, 2005; S. profesi dan sub-kultur.
Sharma, Shimp, & Shin, 1995). Secara keseluruhan Kecenderungan ini akan menyebabkan pasar-
instrumen penelitian terbagi atas empat bagian pasar pada berbagai lokasi mengalami proses
dengan tiap-tiap indikator diukur menggunakan skala homogenisasi preferensi, sekilas terlihat hampir di
Likert lima poin yang terdefinisi: (1) Sangat tidak semua tempat perbelanjaan menjual produk yang
setuju, (2) Tidak setuju, (3) Netral, (4) Setuju, (5) sama, namun jika lebih didalami, produk fashion
Sangat setuju. Aspek pertama, mencangkup tersebut memiliki kedalaman variasi yang hampir
kesadaran merk dan persepsi kualitas adalah dua tidak ada akhirnya. Dalam ilmu pemasaran perilaku
variabel yang ditujukan untuk mengukur kekuatan yang terkait dengan konsumsi produk fashion
citra dari fashion global, kedua, kesadaran fashion diasosiasikan dengan kenikmatan, kekuatan,
merupakan variabel yang digunakan untuk mengukur kepribadian, dan citra diri. Namun pada bidang bisnis
sikap materialisme konsumen yang umum digunakan ekonomi situasi ini dilihat dari aspek yang berbeda,
pada studi konsumen negara berkembang seperti konsumsi produk fashion bukan suatu yang bersifat
Indonesia, ketiga, country of origin dan consumer pribadi namun adalah dampak dari jaringan antar
ethnocentrism adalah dua variabel moderasi yang ekonomi yang saling terikat, menghasilkan output
bertujuan mengukur peran sikap konsumen yang yang sangat besar, dengan input yang berbiaya
berkaitan dengan negara dan budaya dalam rendah sehingga terjadi keseimbangan antara
menentukan kemauan membeli, bagian tambahan konsumsi fashion dalam jumlah besar pada Negara
pada instrumen adalah pertanyaan-pertanyaan yang kaya, dan penyerapan tenaga kerja dan kemajuan
mendeskripsikan demografi konsumen. ekonomi pada Negara miskin.
Gambaran Umum Globalisasi Ritel Fashion Produk fashion tidak lagi di produksi oleh
Sebagaimana citra fashion yang umumnya perusahaan yang namanya terlihat pada label,
tampak pada majalah, video musik, film, penyebaran pakaian dari ritel global dimanufaktur melalui jaringan
adaptasinya terakselerasi oleh internet dan televisi kontraktor dan subkontraktor. Perusahaan ritel
mendorong suatu trend fashion keseluruh dunia, fashion global meng-outsource kegiatan produksi
hingga menciptakan ‘global style’ yang melintasi dan bahan kepada lingkungan ekonomi yang
batasan budaya dan bangsa. Berbagai jenis item berbiaya rendah, aktivitas ini sering diistilahkan
pakaian (jeans, kaos, sepatu, jacket, topi) memiliki dengan global assembly line. Selanjutnya ritel
156 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

Tabel 1: Matriks Pengembangan Instrumen


No Konsep Indikator Referensi
Saya familiar dengan merk-merk fashion tersebut
(Jung, Lee, & Kim, 2014)
(X1. 1)
Kesadaran Merk Saya sadar akan kesan yang dibangun oleh merk-merk
1 (Jung et al., 2014)
(X1) fashion tersebut (X1.2 )
Saya dengan mudah mengenali karakteristik merk- (Yoo, Donthu, & Lee,
merk fashion tersebut (X1.3) 2000)
Merk-merk fashion tersebut memiliki kualitas yang (Jung et al., 2014)
superior dibandingkan merk fashion lainnya (X2.1 )
Persepsi Kualitas Merk-merk fashion tersebut memiliki kualitas yang
2 (X2) konsisten dibandingkan merk fashion lainnya (X2.2 ) (Jung et al., 2014)
Merk-merk fashion tersebut memiliki performa sesuai (Dodds, Monroe, &
harapan saya (X.2. 3) Grewal, 1991)
Saya waspada terhadap perubahan trend fashion dari (Bakewell, Mitchell, &
waktu ke waktu (X3. 1) Rothwell, 2006)
Kesadaran akan Saya membaca/menonton saluran informasi yang
3 Fashion (X3) memuat konten fashion (X3.2 ) (Bakewell et al., 2006)
Saya peduli akan pendapat orang lain mengenai
(Bakewell et al., 2006)
penampilan saya (X3. 3)
Produk yang dihasilkan oleh Negara berkembang
(E M Steenkamp et al.,
(India, China, Bangladesh, Pakistan, Vietnam) secara 2003)
umum memiliki kualitas yang sangat baik (Z1.1 )
Produk yang dihasilkan oleh Negara berkembang
(India, China, Bangladesh, Pakistan, Vietnam) secara (E M Steenkamp et al.,
Country of Origin
4 umum diproduksi dengan level teknologi yang tinggi 2003)
(Z1 )
(Z1.2 )
Produk yang dihasilkan oleh Negara berkembang
(India, China, Bangladesh, Pakistan, Vietnam) secara
(Shirin & Kambiz, 2011)
umum dihasilkan melalui level sistem politik dan
ekonomi yang tinggi (Z1.3)
Konsumen Indonesia idealnya membeli produk buatan
(Bawa, 2004)
Indonesia (Z2.1 )
Produk yang dihasilkan di luar Negeri idealnya
Consumer diberikan pajak yang tinggi untuk membatasi (Bawa, 2004)
5
Ethnocentrism (Z2 ) jumlahnya (Z2. 2)
Konsumen Indonesia idealnya tidak membeli produk
buatan luar negeri karena akan berdampak pada (Bawa, 2004)
peningkatan angka pengangguran (Z2.3 )
Saya akan membeli (melanjutkan pembelian) jika ada
(Chiou & Chuang, 2005)
produk/trend baru dari retail fashion global (Y1.1)
Membeli (melanjutkan pembelian) dari retail fashion
Kemauan Membeli
6 global seiring dengan trend fashion, bagi saya adalah (Chiou & Chuang, 2005)
(Y1) keputusan yang baik (Y1.2 )
Saya akan merekomendasikan produk retail fashion
(Boguslaw, 2015)
global kepada keluarga, teman, dan kolega (Y1.3 )
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016
fashion global akan melakukan adaptasi terhadap seluruh konsumen retail fashion global di Indonesia,
pasar dan produk untuk kesesuain budaya dan sedangkan untuk sampel, konsumen produk fashion
perilaku konsumen setempat. global di Bali terpilih karena mewakili kriteria urban
dan kosmopolitan, karakteristik ini diperlukan untuk
HASIL DAN PEMBAHASAN studi ini karena umumnya konsumen memiliki akses
Karakteristik Sampel terhadap retail fashion global secara luas, memiliki
Melakukan studi empiris di Indonesia yang daya beli yang relatif kuat, alternatif produk yang
berkaitan dengan merk fashion global memiliki beragam dari produsen dan merk berbeda, dan
tantangan tersendiri, Indonesia merupakan negara terekspose akan barbagai macam informasi yang
dengan populasi yang besar namun dengan berkaitan dengan gaya hidup. Pengambilan sampel
komposisi segmentasi konsumen yang sangat menggunakan metode non-probability sampling
heterogen, sehingga untuk memilih sampel yang tepat dengan tehnik convenience sampling dikarenakan
untuk studi ini merupakan hambatan bagi setiap dengan kemudahan akses kepada target populasi
peneliti. Target populasi dalam penelitian ini adalah (Malhotra, Birks, & Wills, 2012). Pengumpulan data
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 157

utamanya dilakukan pada lokasi-lokasi perbelanjaan dalam sebulan, anggaran belanja produk fashion
di kawasan Kuta yang didalamnya terdapat gerai sebesar 56 persen menyatakan dibawah 600 ribu
ritel fashion global, cara ini diyakini merupakan rupiah, hampir seluruh responden menjawab familiar
akses terbaik untuk mencapai target sampel, cara terhadap merk fashion ritel global, 74 persen
kedua dalam pengumpulan data adalah dengan responden adalah konsumen dari reitel fashion
menyebar kuesioner secara elektronik, target global, masing masing 60 persen dan 32 persen
responden adalah individu yang diyakini oleh penulis mengetahui asal merk dan asal produksi produk
memenuhi kriteria sebagai sampel dimana fashion global. Perlu diperhatikan bahwa responden
sebelumnya telah melalui proses screening studi ini merupakan individu dengan kemampuan
(Malhotra, Birks, & Wills, 2012). membeli diatas rata-rata penduduk Indonesia secara
Total kuesioner yang valid untuk dilanjutkan keseluruhan, hal ini mengingat harga produk ritel
keproses analisa adalah sebanyak 173, berdasarkan fashion global secara umum memang ditujukan
informasi pada tabel 2 dapat diringkas bahwa kepada konsumen dengan tingkat kemakmuran
proporsi responden pria dan wanita hampir seimbang, menengah keatas, sehingga penulis menilai responden
mayoritas responden berusia 18 sampai 24 tahun studi ini terkualifikasi untuk penelitian kali ini.
dengan frekuensi belanja fashion hingga 1-3 kali
Tabel 2: Karakteristik Responden
No Variabel Klasifikasi Jumlah Persentase
Pria 75 43.4
1 Jenis Kelamin
Wanita 98 56.6
Jumlah 173 100
>18 - 24 125 72.3
>24 - 30 19 11
2 Usia
>30 - 36 27 15.6
>36 2 1.2
Jumlah 173 100
1-3 Kali (30) 84 48.6
Frekuensi pembelian produk 1-3 Kali (60) 45 26.0
3
fashion 1-3 Kali (90) 26 15.0
1-3 Kali (lebih 90) 18 10.4
Jumlah 173 100
<Rp.600.000 97 56.1
Anggaran umum pembelian >Rp.600.000-Rp.1.200.000 58 33.5
4
produk fashion >Rp.1.200.000-Rp.1.800.000 12 6.9
>Rp.1.800.000 6 3.5
Jumlah 173 100
Ya 167 96.5
5 Familiaritas
Tidak 6 3.5
Jumlah 173 100
Ya 128 74
6 Konsumen
Tidak 45 26
Jumlah 173 100
Ya 104 60.1
7 Negara Asal Merk
Tidak 69 39.9
Jumlah 173 100
Ya 116 32.9
8 Negara Diproduksi
Tidak 57 67.1
Jumlah 173 100
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016
Analisis Data dan Hasil sehingga dapat dinyatakan valid. Untuk uji reliabilitas
Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen seluruh variabel penelitian memiliki nilai Cronbach’s
penelitian studi ini menggunakan SPSS 17.0 dimana Alpha diatas 0.60 maka model penelitian ini
semua indikator pada setiap variabel memilliki nilai dinyatakan reliabel sehingga proses analisa dapat
lebih besar dari r tabel yaitu 0.361 (r hitung>r tabel ), dilanjutkan kepada pengujian hipotesis.
158 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

Pengukuran Model Penelitian Convergent Validity


Pada penelitian dengan alat analisis PLS maka Uji convergent validity dilakukan dengan
dua pendekatan digunakan untuk mengukur validitas memastikan tiga kriteria harus terpenuhi (Hair Jr,
model sebelum dilakukan pengujian hipotesis, Hult, Ringle, & Sarstedt, 2016), yaitu (1) indicator
bertujuan untuk memverifikasi validitas dan loading > 0.5 (2) composite reliability > 0.8 dan
reliabilitas model penelitian, pertama dengan (3) AVE > 0.5.
menganalisa convergent validity dilanjutkan Melalui informasi pada Tabel 3 terlihat terdapat
dengan menganalisa discriminant validity (Barclay, nilai cross loading dibawah kriteria yaitu pada
Higgins, & Thompson, 1995).
Tabel 3. Pengukuran Convergent Validity
Composite Reliability Average Variance Extracted
Konstruk Indikator Cross Loading (CR) (AVE)
X1.1 0.876
Kesadaran Merk X1.2 0.885 0.899 0.749
X1.3 0.833
X2.1 0.553
Persepsi Kualitas X2.2 0.601 0.914 0.779
X2.3 0.634
X3.1 0.581
Kesadaran Fashion X3.2 0.500 0.873 0.696
X3.3 0.447
Y1.1 0.592
Kemauan Membeli Y1.2 0.616 0.923 0.800
Y1.3 0.556
Z1.1 0.470
Country of Origin Z1.2 0.495 0.912 0.777
Z1.3 0.544
Z2.1 0.392
Consumer
Z2.2 0.301 0.848 0.650
Ethnocentrism
Z2.3 0.301
Sumber: hasil pengolahan data penelitian, 2016
indikator X3.3, dan hampir seluruh indikator untuk Discriminant Validity
variabel country of origin dan consumer ethno- Untuk mengevaluasi discriminant validity,
centrism, selain yang telah disebutkan setiap suatu model disarankan untuk memastikan bahwa
indikator memiliki nilai diatas rekomendasi. nilai akar AVE sebuah variabel laten harus lebih
Selanjutnya untuk nilai CR dan AVE seluruh variabel besar daripada nilai korelasi antar variabel laten yang
penelitian ini memiliki nilai diatas rekomendasi. lain (Fornell & Larcker, 1981).
Sehingga bisa dikatakan validitas model ini cukup baik.
Tabel 4. Correlations of Constructs
Kesadaran Consumer Country of Kesadaran Perspesi Kemauan
Konstruk Merk Ethnocentrism Origin Fashion Kualitas Membeli
Kesadaran Merk 0.865
Consumer
0.413 0.806
Ethnocentrism
Country of Origin 0.570 0.473 0.881
Kesadaran
0.613 0.496 0.537 0.834
Fashion
Perspesi Kualitas 0.675 0.414 0.689 0.540 0.883
Kemauan Membeli 0.657 0.401 0.611 0.680 0.618 0.895
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016
Pada tabel hubungan antar konstruk nilai Pengujian Hipotesis
discriminant validity dari model penelitian ini bisa Pengujian hipotesis menggunakan program
dianggap baik, dimana nilai diagonal pada tabel SmartPLS, hasil pengujian model 1 dilakukan dengan
( ) lebih tinggi nilainya dibandingkan dengan melihat nilai t-statistic dengan tingkat signifikansi
nilai korelasi antar variabel yang membentuk 95 persen, informasi mengenai nilai original sample
konstruk tersebut. dan disajikan pada tabel path coefficient Model 1.
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 159

Gambar 2: Analisis Model 1


Tabel 5. Path Coefficient Model 1
Original Sample T Statistic
Kesadaran Merk  Kemauan Membeli 0.253 3.016
Persepsi Kualitas  Kemauan Membeli 0.241 2.292
Kesadaran Fashion Kemauan Membeli 0.389 4.818
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016
Berdasarkan pengujian hipotesis pada Tabel 5 persepsi kualitas dan kesadaran fashion memiliki
dapat dijelaskan bahwa masing-masing kesadaran pengaruh signifikan dan secara positif terhadap
merk, persepsi kualitas, dan kesadaran fashion kemauan membeli.
berpengaruh signifikan secara positif terhadap niat Setelah pengujian model 1 selanjutnya dilakukan
beli, ditunjukan dengan nilai T-statistic secara pengujian model 2 dimana model ini meng
berurutan yaitu 3.016, 2.292, dan 4.818 yang implementasikan variabel country of origin dan
semuanya memiliki nilai diatas 1.96 dan semua nilai consumer ethnocentrism sebagai variabel
original sample berada diatas 0.05. Berdasarkan moderator dari interaksi variabel-variabel yang telah
perbandingan nilai tersebut maka hipotesis 1, diuji pada model 1. Berikut Tabel 6 yang menyajikan
hipotesis 2, dan hipotesis 3 diterima. Kesimpulan dari informasi perhitungan koefisien jalur dengan 2
pengujian hipotesis tersebut maka kesadaran merk, variabel sebagai moderator.

Gambar 3: Analisis Model 2


160 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

Tabel 6. Path Coefficient Model 2


Original Sample T Statistic
Kesadaran Merk * Consumer Ethnocentrism  Kemauan Membeli -0.712 0.948
Persepsi Kualitas * Consumer Ethnocentrism  Kemauan Membeli 0.574 0.721
Kesadaran Fashion * Consumer Ethnocentrism  Kemauan Membeli 0.000 0.000
Kesadaran Merk * Country of Origin  Kemauan Membeli 0.416 0.466
Persepsi Kualitas * Country of Origin  Kemauan Membeli -0.570 0.740
Kesadaran Fashion * Country of Origin  Kemauan Membeli 0.188 0.275
Sumber: Hasil pengolahan data penelitian, 2016
Tabel 6 menunjukkan pengujian hipotesis membeli yang dimoderasi country of origin. Nilai
dengan model 2 dengan variabel moderasi consumer t-statistic yang dihasilkan dari uji ini adalah sebesar
ethnocentrism akan melihat bagaimana hubungan 0.275 yang lebih kecil dibandingkan nilai t-tabel yaitu
masing-masing kesadaran merk, persepsi kualitas, 1.96 artinya country of origin tidak mampu
dan kesadaran fashion terhadap kemauan membeli. memoderasi kesadaran fashion dengan kemauan
Pada hubungan kesadaran merk dengan kemauan membeli untuk produk fashion retail global.
membeli, moderasi consumer ethnocentrism Uji moderasi country of origin terhadap tiga
menghasilkan nilai t-statistic sebesar 0.948 yang lebih variabel bebas dan hubungannya terhadap kemauan
kecil daripada t-tabel yaitu 1.96 artinya consumer membeli dapat disimpulkan bahwa country of
ethnocentrism tidak mampu memoderasi hubungan origin bukan moderator yang dapat mempengaruhi
antara kesadaran merk dengan kemauan membeli hubungan kesadaran merk, persepsi kualitas, dan
produk dari retail fashion global. Kemudian pada kesadaran fashion terhadap kemauan membeli
hubungan persepsi kualitas dengan kemauan untuk produk fashion, sedangkan untuk consumer
membeli, uji moderasi consumer ethnocentrism ethnocentrism dari tiga uji moderasi diatas maka
menghasilkan nilai t-statistic 0.721 yang berada dapat disimpulkan bahwa consumer ethnocentrism
dibawah nilai t-tabel 1.96 yang berarti consumer bukanlah variabel moderator untuk kemauan
ethnocentrism bukan moderator variabel persepsi membeli suatu produk dari retail fashion global yang
kualitas dengan kemauan membeli produk fashion berkaitan dengan kesadaran merk, persepsi kualitas,
retail global. Terakhir adalah hubungan antara dan kesadaran fashion ini berarti dapat disimpulkan
kesadaran fashion terhadap kemauan membeli yang bahwa hipotesis 4 dan hipotesis 5 ditolak.
dimoderasi consumer ethnocentrism, uji ini
menghasilkan nilai t-statistic 0.000 yang lebih kecil Pembahasan
dari nilai t-tabel yaitu 1.96 yang berarti pada produk Hubungan Kesadaran Merk Terhadap Kemauan
situasi pembelian fashion dari retail global consumer Membeli
ethnocentrism tidak mampu memoderasi hubungan Berdasarkan pengujian hipotesis pertama dalam
antara kesadaran fashion dengan kemauan membeli. studi ini menunjukan bahwa kesadaran merk
Pengujian hipotesis dengan menggunakan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan
country of origin sebagai moderator ditunjukan terhadap kemauan membeli. Hasil dari pengujian
bahwa kesadaran merk ketika hubungannya dengan hipotesis ini mengkonfirmasi penelitian dari (Alden
kemauan membeli dimoderasi oleh country of et al., 1999; Boguslaw, 2015; Chiu & Ho, 2015; Kim
origin menghasilkan t-statistic 0.466 yang nilainya et al., 2008; H. Wang et al., 2008) dimana seorang
lebih kecil daripada t-tabel yaitu 1.96. dapat individu atau konsumen memandang suatu merk
disimpulkan bahwa country of origin tidak mampu terutama yang berskala global merupakan suatu nilai
memoderasi hubungan antara kesadaran merk superior sehingga merupakan salah satu faktor
dengan kemauan membeli untuk produk retail pendorong niat membeli. Maka apabila kesadaran
fashion global. Hubungan antara persepsi kualitas merk tertentu yang ada pada benak konsumen
dengan kemauan membeli ketika dimoderasi oleh semakin tinggi akan semakin tinggi pula dorongan
country of origin menghasilkan nilai t-statistik kemauan membeli konsumen terhadap produk
sebesar 0.740 yang lebih kecil dibandingkan dengan dengan merk tersebut.
nilai t-tabel 1.96. Artinya country of origin tidak
mampu memoderasi hubungan antara persepsi Hubungan Persepsi Kualitas Terhadap Kemauan
kualitas dengan kemauan membeli untuk produk Membeli
retail fashion global. Terakhir adalah hubungan Hasil pengujian hipotesis kedua pada penelitian
antar a kesadaran fashion dengan kemauan ini ditunjukan bahwa persepsi kualitas memilik
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 161

pengaruh yang positif dan signifikan terhadap sebagai faktor evaluasi produk oleh konsumen akan
kemauan membeli. Hasil dari uji hipotesis ini sejalan semakin berkurang.
dengan temuan dari (González-Benito & Martos- Secara keseluruhan citra suatu Negara sebagai
Partal, 2014) yang menyatakan bahwa persepsi lokasi manufaktir produk fashion tidak mampu
kualitas adalah faktor pembeda yang memberikan mempengaruhi hubungan antara kesadaran merk,
alasan kepada konsumen dalam proses penentuan persepsi kualitas, dan kesadaran fashion terhadap
keputusan pembelian. Terlebih dengan adanya faktor kemauan membeli. Hasil ini sejalan fakta dengan
harga yang dianggap lebih mahal maka konsumen semakin tingginya jumlah eksport hasil industry
mengasosiasikan harga kepada kualitas (Blattberg textile dari Negara ekonomi berkembang, yang
& Wisniewski, 1989). Pemaparan tersebut sangat merupakan dampak dari kegiatan produksi oleh
sesuai degan situasi produk dari retail fashion global perusahaan global dengan ekuitas merk tinggi.
di pasar Negara berkembang, strategi penetapan
harga yang diatas harga pesaing umumnya Efek Moderasi Consumer Ethnoentrism
diasosiasikan dengan kualitas lebih baik sehingga jika Berdasarkan hasil uji hipotesis yang berkaitan
konsumen memiliki persepsi kualitas semakin tinggi dengan consumer ethnocentrism sebagai moderator
akan semakin tinggi pula kemauan membeli produk dinyatakan pada studi ini consumer ethnocentrism
fashion oleh konsumen. tidak mampu mempengaruhi interaksi antara
kesadaran merk, persepsi kualitas, dan kesadaran
Hubungan Kesadaran Fashion Terhadap fashion terhadap kemauan membeli. Hasil ini
Kemauan Membeli beresonansi dengan studi (Acharya & Elliott, 2003)
Berdasarkan pengujian hipotesis ketiga pada yang menyatakan jika semakin tinggi keterlibatan
studi ini menunjukan bahwa kesadaran fashion individu terhadap produk yang akan dibeli maka
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemauan dampak dari sikap ethnocentrism akan semakin
membeli produk fashion dari ritel global. Hal ini kecil, dikarenakan konsumen akan semakin objektif
berkaitan dengan perilaku materialistik yang dimiliki dalam penilaian untuk mengurangi resiko pembelian.
oleh individu dimana pandangan bahwa citra diri Didukung juga oleh hasil studi dari (C. L. Wang
dapat diproyeksikan melalui pakaian yang dikenakan & Chen, 2004) yang berkesimpulan bahwa
(O’Cass, 2000) sehingga hasil analisa dari hipotesis konsumen pada ekonomi berkembang seperti
ketiga ini sejalan dengan kesimpulan yang telah Indonesia, dampak dari sikap ethnocentrism sangat
dipublikaskan oleh (Belleau et al., 2008; Joung, 2013) dipengaruhi oleh conspicuous consumption yaitu
dimana semakin tinggi kesadaran fashion seseorang konsumsi yang bertujuan untuk memperlihatkan
akan semakin tinggi juga kemauan membeli produk kekuatan ekonomi. Pada situasi ini merk terkenal
fashion dari retail global. dan gaya (style) yang berasal dari negara ekonomi
maju lebih dominan menjadi penentu keputusan
Efek Moderasi Country of Origin pembelian dibandingkan sikap ethnocentrism.
Hasil pengujian dampak moderasi country of Situasi ini sangat sesuai penerapannya pada
origin terhadap masing-masing variabel kesadaran industri retail fashion, dimana produknya sendiri
merk, persepsi kualitas, dan kesadaran fashion merupakan hybrid karena buramnya asal usul
hubungannya dengan kemauan membeli dinyatakan produk fashion, akan tetapi yang tetap menjadi
bahwa variabel country of origin tidak mampu acuan adalah ‘gaya’ atau style yang dibawa oleh
memoderasi hubungan antara tiga variabel eksogen merk fashion tersebut harus jelas berasal dari
dengan satu variabel endogen. Ketidakmampuan Negara yang memiliki kultur fashion yang tinggi.
country of origin sebagai moderator dapat diuraikan Dengan kata lain, konsumen hampir tidak
dengan mengacu kepada hasil studi dari (Ahmed & memperdulikan label ‘made in’ dan ser ing
d’Astous, 2004) yang menyatakan bahwa ketika mengabaikan asal merk fashion, namun style
suatu produk membawa merk dengan equitas tinggi produk fashion harus berasal dari tempat utama cita
maka petunjuk country of origin sebagai faktor rasa gaya (Lim & O’Cass, 2001).
evaluasi suatu produk oleh konsumen menjadi sangat
lemah, merk dijadikan faktor dominan yang SIMPULAN DAN SARAN
menentukan keputusan pembelian. Berikutnya hasil Pada penelitian ini responden menganggap
studi dari (Souiden, Pons, & Mayrand, 2011) yang produk fashion dalam artian pakaian dan segala
menyimpulkan bahwa untuk produk yang memiliki akesoris untuk mendukung penampilan adalah
kompleksitas rendah maka peran country of origin produk yang memiliki keterlibatan dalam pembelian
162 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

(high involvement) yang tinggi karena berkaitan pembeda pada studi ini adalah kombinasi citra
dengan cita rasa dan penampilan, akan tetapi disaat negara yang kuat diwakili dari asal merk dan citra
yang bersamaan produk fashion bukanlah produk negara lemah dimunculkan oleh lokasi produksi dan
yang kompleks, artinya secara umum tidak dipadukan dengan sikap spesifik terhadap negara
membutuhkan tingkat pengetahuan tertentu untuk yang dimiliki oleh konsumen dinyatakan dengan
memiliki pemahaman dalam menentukan pilihan ethnocentrism. Penggabungan faset seperti merk
produk, sehingga petunjuk utama dalam menentukan dengan skala global, lokasi produksi dengan citra
pilihan produk fashion adalah merk, persepsi akan lemah dan sikap ethnocentrism pada konsumen
kualitas yang diasosiasikan erat dengan merk itu negara berkembang membuat hasil dari penelitian
sendiri, dan kesadaran akan fashion yang melekat ini memiliki kekuatan menjelaskan yang sangat kuat
pada individu. Kesimpulannya kemauan membeli terutama pada jangkauan produk dengan multiple
produk fashion dipengaruhi oleh kesadaran merk, country of origin yang hingga saat ini masih tahap
persepsi kualitas, dan kesadaran fashion, dengan awal di dunia akademis. Kedua, studi ini
semakin tinggi tingkat ketiga aspek tersebut maka menggunakan produk yang sederhana (kompleksitas
akan meningkatkan kemauan membeli produk rendah) namun tinggi keterlibatan pembelian dan
fashion. lekat dengan pencitraan seseorang kontradiksi unik
Pada penelitian ini peran country origin dan memberikan sudut pandang yang baru utamanya
consumer ethnocentrism tidak mampu pada penelitian sejenis yang menggunakan produk
mempengaruhi kekuatan hubungan antara rumit dan tinggi konten teknologi dan aspek utama
kesadaran merk, persepsi kualitas, dan kesadaran yang menentukan bagi konsumen adalah value.
fashion kepada kemauan membeli. Hal ini Dalam penelitian ini penulis juga menemukan
disebabkan karena produk fashion terutama yang beberapa kelemahan yang bisa dikembangkan melalui
memiliki skala operasi global, merupakan daya tarik penelitian kedepan, pertama, pada studi ini antara
utama untuk produk fashion terlebih kepada citra country of origin (citra yang berkaitan dengan
konsumen dengan usia antara 18 tahun hingga 24 tingkat industrialisasi) dan citra negara secara umum
tahun yang sangat memprioritaskan citra diri melalui dianggap satu kesatuan, yang pada realitanya
fashion serta terbuka berekspresi terhadap kultur merupakan dua hal yang berlainan dan sangat baik
baru. Selanjutnya produk fashion merupakan untuk penelitian selanjutnya memisahkan citra
produk yang memiliki muatan kerumitan penciptaan country of origin dengan citra negara menjadi dua
yang sangat rendah, sehingga kualitas dan performa variabel berbeda. Kedua, penelitian ini menggunakan
produk tidak dihubungkan kepada bias akan lokasi produk yang tidak rumit, memiliki resiko pembelian
produksi dan rasa etnhnocentrism yang ada pada rendah, namun high involvement ini menyebabkan
konsumen, sehingga menjadi tidak relevan terutama bias negatif akibat citra country of origin dan
produk fashion dengan daya tarik global. Melalui ethnocentrism berkurang signifikan, sehingga
studi ini jelas bahwa dampak dari konsep sangat baik untuk penelitian selanjutnya yang
ethnocentrism dan country of origin merupakan menggunakan produk dengan karakteristik
suatu konsep multifacet artinya memiliki dampak berlawanan dengan studi ini yaitu high involvement
atau pengaruh yang tidak pernah konsisten product, resiko pembelian tinggi, kompleksitas
tergantung dengan kaitannya dengan beberapa produk tinggi, sehingga citra country of origin
konsep diantaranya jenis pr oduk, negara menjadi lebih kuat pengaruhnya terhadap evaluasi
berkembang atau maju, sifat pembelian, pengetahuan produk oleh konsumen.
konsumen, dan lainnya (P. Sharma, 2010).
REFERENSI
Rekomendasi penelitian selanjutnya Acharya, C., & Elliott, G. (2003). Consumer
Studi ini berkontribusi kepada penelitian pada ethnocentrism, perceived product quality and
area country of origin dan consumer choice—An empirical investigation. Journal of
ethnocentrism dalam beberapa unsur, pertama, International Consumer Marketing, 15(4),
desain penelitian ini mengkombinasikan model yang 87–115.
telah dikembangkan oleh (S. a. Ahmed & D’Astous, Ahmed, S. a., & d’Astous, A. (2004). Perceptions
2008) yang memakai country of origin sebagai pusat of countries as producers of consumer goods:
modelnya dan kerangka konsep dari (S. Sharma et A T-shirt study in China. Journal of Fashion
al., 1995) yang mengimplementasikan ethnocentrism Marketing and Management, 8(2), 187–200.
kepada perilaku konsumen, kemudian aspek https://doi.org/10.1108/13612020410537889
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 163

Ahmed, S. a., & D’Astous, A. (2008). Antecedents, Bhagwati, J. N. (2007). In Defense of


moderators and dimensions of country-of-origin Globalization/ : With a New Afterword.
evaluations. International Marketing Review, Oxford University Press, USA.
25(1), 75–106. https://doi.org/10.1108/ Blattberg, R. C., & Wisniewski, K. J. (1989). Price-
02651330810851890 Induced Patterns of Competition. Marketing
Ahmed, S. A., d’Astous, A., & Champagne, C. Science, 8(4), 291–309. https://doi.org/10.1287/
(2005). Country images of technological mksc.8.4.291
products in Taiwannull. Asia Pacific Journal Boguslaw, S. (2015). Predicting consumers´
of Marketing and Logistics, 17(2), 44–70. purchase intention towards luxury fashion
https://doi.org/10.1108/13555850510672331 brands by applying several personality
Ahmed, Z. U., Johnson, J. P., Yang, X., Fatt, C. K., traits. University of Twente.
Teng, H. S., & Boon, L. C. (2004). Does Cattin, P., Jolibert, A., & Colleen, L. (1982). A
country of origin matter for low involvement Cross-Cultural Study of “Made in” Concepts.
products? International Marketing Review, Journal of International Business Studies,
21(1), 102–120. https://doi.org/10.1108/ 13(3), 131–141.
02651330410522925 Chiou, J., & Chuang, M. (2005). Antecedents of
Alden, D. L., Steenkamp, J.-B. E. M., & Batra, R. Taiwanese Adolescents ’ Purchase Intention
(1999). Brand Positioning Through Advertising Toward the ... The Journal of Social
in Asia, North America, and Europe: The Role Psychology, 145(3), 317–32.
of Global Consumer Culture. The Journal of Chiu, S. Y., & Ho, J. S. Y. (2015). Local vs. Global
Marketing, 63(1), 75–87. https://doi.org/ Brands: Country-of-Origin’s Effect on
10.2307/1252002 Consumer-based Brand Equity among Status-
Anholt, S. (2005). Anholt nation brands index: How Seekers. Journal of Economics and
does the world see America? Journal of Behavioral Studies (JEBS)2, 7(3), 6–13.
Advertising Research, 45, 296–304. https:// Çifci, S., Ekinci, Y., Whyatt, G., Japutra, A., Molinillo,
doi.org/10.1017/S0021849905050336 S., & Siala, H. (2016). A cross validation of
Bakewell, C., Mitchell, V.-W., & Rothwell, M. Consumer-Based Brand Equity models: Driving
(2006). UK Generation Y male fashion customer equity in retail brands. Journal of
consciousness. Journal of Fashion Business Research, 69(9), 3740–3747.
Marketing and Management, 10(2), 169–180. De Chernatony, L., McDonald, M., & Wallace, E.
Retrieved from http://www.emeraldinsight.com/ (2010). Creating Powerful Brands.
10.1108/13612020610667487 Butterworth-Heinemann.
Barclay, D., Higgins, C., & Thompson, R. (1995). Dodds, W. B., Monroe, K. B., & Grewal, D. (1991).
The Partial Least Squares (PLS) approach to Effects of Price, Brand, and Store Information
causal modeling: personal computer adoption on Buyers’ Product Evaluations. Journal of
and use as an illustration. Technology Studies, Marketing Research, 28(3), 307. https://
2(2), 284–324. doi.org/10.2307/3172866
Baughn, C. C., & Yaprak, A. (1996). Economic E M Steenkamp, J.-B., Batra, R., & Alden, D. L.
Nationalism: Conceptual and Empirical (2003). How perceived brand globalness
Development. Political Psychology, 17(4), creates brand value. Journal of International
759–778. https://doi.org/10.2307/3792137 Business Studies, 34(1), 53–65. https://doi.org/
Bawa, A. (2004). Consumer Ethnocentrism: 10.1057/palgrave.jibs.8400002
CETSCALE Validation and Measurement of Feldwick, P. (1996). Do we really need /‘Brand
Extent. Vikalpa: The Journal for Decision Equity/’? J Brand Manag, 4(1), 9–28.
Makers, 29(3), 43–57. Retrieved from http:// Fornell, C., & Larcker, D. F. (1981). Structural
search.ebscohost.com/login.aspx?direct=true& equation models with unobservable variables and
db=buh&AN= 14830682&site=ehost-live measurement error: Algebra and statistics.
Belleau, B., Haney, R. M., Summers, T., Xu, Y., & Journal of Marketing Research, 382–388.
Garrison, B. (2008). Affluent female consumers Ghauri, P. N., & Cateora, P. R. (2014). International
and fashion involvement. International Marketing. McGraw-Hill Education.
Journal of Fashion Design, Technology and Goldsmith, R. E., Flynn, L. R., & Clark, R. a. (2012).
Education, 1(3), 103–112. https://doi.org/ Materialistic, brand engaged and status
10.1080/17543260802425346 consuming consumers and clothing behaviors.
164 Matrik : Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Kewirausahaan Vol. 11, No. 2, Agustus 2017

Journal of Fashion Marketing and doi.org/http://dx.doi.org/10.1016/


Management, 16(1), 102–119. https://doi.org/ j.dss.2007.07.001
10.1108/13612021211203050 Kinra, N. (2006). The Effect of Country of origin
González-Benito, Ó., & Martos-Partal, M. (2014). on Foreign Brand Names in The Indian Market.
Price sensitivity versus perceived quality: Marketing Intelligence & Planning, 24(1),
moderating effects of retailer positioning on 15–30. https://doi.org/10.1108/
private label consumption. Journal of Business 02634500610641534
Economics and Management, 15(5), 935–950. Kucukemiroglu, O. (1999). Market segmentation by
Hair Jr, J. F., Hult, G. T. M., Ringle, C., & Sarstedt, using consumer lifestyle dimensions and
M. (2016). A primer on partial least squares ethnocentrism: An empirical study. European
structural equation modeling (PLS-SEM). Journal of Marketing, 33(5/6), 470–487.
Sage Publications. https://doi.org/10.1108/03090569910262053
Holton, R. (2000). Globalization’s Cultural Lim, K., & O’Cass, A. (2001). Consumer brand
Consequences. The Annals of the American classifications: an assessment of culture-of-
Academy of Political and Social Science, origin versus country-of-origin. Journal of
570, 140–152. Product & Brand Management, 10(2), 120–
Hsieh, M.-H., Shan-Ling, P., Setiono, R., Pan, S.- 136.
L., Setiono, R., Shan-Ling, P., … Setiono, R. Lumpkin, J. R., Crawford, J. C., & Kim, G. (1985).
(2004). Product-, Corporate-, and Country- Perceived Risk as a Factor in Buying Foreign
Image Dimensions and Purchase Behavior: A Clothes/ : Implications for Marketing Strategy.
Multicountry Analysis. Journal of the International Journal of Advertising: The
Academy of Marketing Science, 32(3), 251– Review of Marketing Communications, 4(2),
270. https://doi.org/10.1177/0092070304264262 157–171.
Hu, X., Li, L., Xie, C., & Zhou, J. (2008). The effects Lysonski, S. (2014). Receptivity of young Chinese
of country of origin on Chinese consumers’ wine to American and global brands: psychological
purchasing behaviour. Journal of Technology underpinnings. Journal of Consumer
Management in China, 3(3), 292–306. https:/ Marketing, 31(4), 250–262.
/doi.org/10.1108/17468770810916195 Malhotra, N. K., Birks, D. F., & Wills, P. (2012).
Johnson, T., & Attmann, J. (2009). Compulsive Marketing Research/ : An Applied
buying in a product specific context: clothing. Approach. Marketing Research.
Journal of Fashion Marketing and Nagashima, A. (1977). A Comparative “Made in”
Management, 13(3), 394–405. https://doi.org/ Product Image Survey among Japanese
10.1108/13612020910974519 Businessmen. Journal of Marketing, 41(3),
Joung, H.-M. (2013). Materialism and clothing post- 95–100. https://doi.org/10.2307/1250943
purchase behaviors. Journal of Consumer O’Cass, a. (2000). An assessment of consumers
Marketing, 30(6), 530–537. https://doi.org/ product, purchase decision, advertising and
10.1108/JCM-08-2013-0666 consumption involvement in fashion clothing.
Jung, H. J., Lee, Y., & Kim, H. (2014). Impacts of Journal of Economic Psychology, 21(5),
country images on luxury fashion brand/ : 545–576. https://doi.org/10.1016/S0167-
facilitating with the brand resonance model, 4870(00)00018-0
18(2), 187–205. https://doi.org/10.1108/JFMM- Pappu, R., Quester, P. G., & Cooksey, R. W. (2005).
10-2013-0113 Consumer-based brand equity: improving the
Kamal, S., Chu, S.-C., & Pedram, M. (2013). measurement–empirical evidence. Journal of
Materialism, attitudes, and social media usage Product & Brand Management, 14(3), 143–
and their impact on purchase intention of luxury 154. https://doi.org/10.1108/10610420510601012
fashion goods among American and Arab young Rashid, M. S. (2016). Weakening the Effect of
generations. Journal of Interactive Unfavorable Country of Origin: A Process- and
Advertising, 13(1), 27–40. Parameter-Associated Theoretical Framework.
Kim, D. J., Ferrin, D. L., & Rao, H. R. (2008). A Journal of Global Marketing, 0(0), 1–12.
trust-based consumer decision-making model https://doi.org/10.1080/08911762.2016.1226450
in electronic commerce: The role of trust, Richins, M. L., & Dawson, S. (1992). A Consumer
perceived risk, and their antecedents. Decision Values Orientation for Materialism and Its
Support Systems, 44(2), 544–564. https:// Measurement: Scale Development and
A.A.G Agung Artha Kusuma, Dampak Globalisasi Pasar ... 165

Validation. Journal of Consumer Research, Thomas, S. E., & Wilson, P. R. (2013). Has
19(3), 303. https://doi.org/10.1086/209304 Globalization Led to the Spread of Materialistic
Roth, M. S., & Romeo, J. B. (1992). Matching Values and High Consumption Cultures Enabled
Product Category and Country Image by Debt in Urban India? Asian Pacific Journal
Perceptions: A Framework for Managing Of Marketing & Management Review, 2(12),
Country-of-Origin Effects. Journal of 55–64. Retrieved from http://www.i-scholar.in/
International Business Studies, 23(3), 477. index.php/apjmmr/article/view/43856
Sharma, P. (2010). Country of Origin Effects in Torelli, C. J. (2013). Globalization, Culture, and
Developed and Emerging Markets: Exploring Branding: How to Leverage Cultural Equity
the Contrasting Roles of Materialism and Value for Building Iconic Brands in the Era of
Consciousness. Journal of International Globalization. Palgrave Macmillan. Retrieved
Business Studies, 42(2), 285–306. Retrieved from https://books.google.com.co/
from http://www.palgrave-journals.com/ books?id=2OOxAgAAQBAJ
doifinder/10.1057/jibs.2010.16 Touzani, M., Fatma, S., & Meriem, L. M. (2015).
Sharma, P. (2015). Consumer ethnocentrism: Country-of-origin and emerging countries:
Reconceptualization and cr oss-cultural Revisiting a complex relationship. Qualitative
validation. Journal of International Business Market Research, 18(1), 48–68. https://doi.org/
Studies, 46(3), 381–389. https://doi.org/ 10.1108/QMR-04-2012-0019
10.1057/jibs.2014.42 van Elteren, M. (2014). Reconceptualizing “Cultural
Sharma, S., Shimp, T. a., & Shin, J. (1995). Imperialism” in the Curr ent Er a of
Consumer ethnocentrism: A test of antecedents Globalization. In R. S. Fortner & P. M. Fackler
and moderators. Journal of the Academy of (Eds.), The Handbook of Media and Mass
Marketing Science, 23(1), 26–37. https:// Communication Theory. Hoboken, NJ: John
doi.org/10.1007/BF02894609 Wiley & Sons, Inc. https://doi.org/10.1002/
Shimp, T. A., & Sharma, S. (1987). Consumer 9781118591178.ch22
Ethnocentrism: Construction and Validation of Wang, C. L., & Chen, Z. X. (2004). Consumer
the CETSCALE. Journal of Marketing ethnocentrism and willingness to buy domestic
Research, 24(3), 280–289. Retrieved from http:/ products in a developing country setting: testing
/www.jstor.org/stable/3151638 moderating effects. Journal of Consumer
Shirin, K., & Kambiz, H. H. (2011). The effect of Marketing, 21(6), 391–400. https://doi.org/
the country-of-origin image, product knowledge 10.1108/07363760410558663
and product involvement on consumer purchase Wang, H., Wei, Y., & Yu, C. (2008). Global brand
decisions. Chinese Business Review, 10(8), equity model: combining customer-based with
601–615. Retrieved from http:// product-market outcome approaches. Journal
www.davidpublishing.com/davidpublishing/ of Product & Brand Management,
Upfile/10/17/2011/2011101778898297.pdf%5 17(70632003), 305–316. https://doi.org/10.1108/
Cnhttp://emedien. sub.uni-hamburg.de/hanEcon 10610420810896068
LitwithFullText/web.ebscohost.com/ehost/ Wang, X., & Yang, Z. (2008). Does Country of origin
detail?s id=1 ae8 aa4 4-c9ce-4cf f-9 b2f -2 Matter in the Relationship Between Brand
cafeaeb8108@sessionmgr4&vid=1&hid=18& Personality and Purchase Intention in Emerging
bdata=JnNpd Economies? International Marketing Review,
Souiden, N., Pons, F., & Mayrand, M.-E. (2011). 25(4), 458–474.
Marketing High-tech Products in Emerging Warren J. Bilkey, E. N. (1982). Country-of-Origin
Markets: The Differential Impacts of Country Effects on Product Evaluations. Journal of
Image and Country-of-origin’s Image. Journal International Business Studies, 13(1), 89–99.
of Product & Brand Management, 20(5), 12. Retrieved from http://www.jstor.org/stable/
Thøgersen, J., Thøgersen, J., Pedersen, S., 154256
Pedersen, S., Paternoga, M., Paternoga, M., Yoo, B., Donthu, N., & Lee, S. (2000). An
… Aschemann-Witzel, J. (2017). How Examination of Selected Marketing Mix
important is country-of-origin for organic food Elements and Brand Equity. Journal of the
consumers? A review of the literature and Academy of Marketing Science, 28(2), 195–
suggestions for future research. British Food 211. https://doi.org/10.1177/0092070300282002
Journal, 119(3), 542–557.

Anda mungkin juga menyukai