Anda di halaman 1dari 40

Manajemen Pemasaran Advanced

e-Marketing
MM-FEB Untag Surabaya
Oleh: Dr. Nanis Susanti, MM, CIQaR
Kehadiran Internet
• Internet merubah cara konsumen berkomunikasi (Barti, Huck dan
Ruppert, 2009).
• Jumlah orang yang berselancar di Internet terus bertambah setiap
tahun, hal ini karena popularitas dan kecepatannya untuk
mengakses informasi, dan orang semakin bergantung pada Internet
untuk memperoleh informasi (Huang dan Yang, 2010).
• Semakin banyak konsumen menggunakan Internet sebagai media
mengumpulkan informasi sebelum menetapkan pembelian (Adjei,
Noble dan Noble, 2010).
• Pada tahun 2007 80,5% pengguna Internet di Taiwan memanfaatkan
blog untuk mencari rekomendasi, penilaian komoditi atau
perbandingan produk sebelum melakukan pembelian. Juga
disimpulkan bahwa 74% niat pembelian dipengaruhi oleh review atau
perbandingan-perbandingan (The Market Intelligence Center 2007,
dalam Huang dan Yang, 2010).

• Melalui Internet, pelanggan dapat mengekspresikan emosi baik secara


verbal maupun non-verbal dalam sejumlah platform review berbasis
Web (Tuzovic, 2010), misalnya melalui Web forum, blog dan lainnya
(Barti et.al, 2009). Komunitas virtual semakin populer (Thomas
2007).
• Dellarocas (2003) menyatakan bahwa mereka bertukar pengalaman
pribadi dan pendapat tentang produk dan penggunaanya, berbicara
tentang peluang pemecahan masalah yang berhubungan dengan produk
(need-information).
• Barti et al., (2009) menyatakan beberapa diantaranya bahkan
mendiskusikan tentang modifikasi dan inovasi produk, yang mereka
posting secara online dan berbagi dengan anggota masyarakat lainnya
(solution-information).
• Hennig-Thurau et al., 2004: Internet memungkinkan pelanggan berbagi
opini obyektif tentang pengalaman menggunakan barang dan jasa
dengan banyak konsumen lain, yaitu dengan terlibat komunikasi melalui
platform pendapat konsumen bermedia Web (misalnya, epinion.com),
• Langer dan Beckman (2005) menemukan bahwa konsumen
menggunakan papan pesan internet (internet message boards)
untuk pertukaran informasi dan saran tentang bedah kosmetik.

• MySpace.com, telah merubah cara konsumen mencari dan


membagi informasi tentang apparel fashion (busana), seperti
yang diidentifikasi dan disimpulkan oleh Thomas et.al (2007).
Terdapat empat kategori diskusi yang paling populer yaitu:
1) gaya pribadi 2) merek dan desainer 3) tips dan saran, dan 4)
pengecer. Empat topik ini menunjukkan peran konsumen dalam
memegang kendali pemasaran busana.
• Internet dan teknologi informasi menyediakan peluang yang luas bagi
konsumen untuk membagi evaluasi produk secara online. Amazon.com
mulai menawarkan pilihan kepada konsumen untuk mengirimkan
(posting) komentar-komentar mereka terhadap produk pada Web sitenya
sendiri sejak 1995, dan ulasan-ulasan ini dianggap sebagai salah satu fitur
yang paling berhasil pada situs Amazone (New York Times, 2004 dalam
Zhang, Narayanan dan Choudhary, 2010).

 Internet telah membuka era komunikasi masa; keterbukaan komunikasi


dan informasi menciptakan lingkungan persaingan bisnis yang semakin
transparan. Bisnis online dapat memperoleh promosi positif maupun
negatif dari mulut ke mulut secara online sebagai ekspresi pelanggan atas
penilaian kinerja kualitas layanan.
Internet Marketing
<> Pemasaran internet tidak tergantung tempat dan waktu, fungsi front
office yang melayani kedatangan konsumen pada pemasaran tradisional,
tergantikan oleh latar Web site.
<> Dalam pemasaran tradisional, aktifitas transaksi tergantung tempat dan
waktu, harus tersedia ruang untuk menampilkan produk, untuk
bertransaksi, berpromosi dan menyampaikan publikasi. Sejumlah sumber
daya manusia dibutuhkan untuk pelayanan tatap muka, berkomunikasi dan
bertukar informasi secara langsung dengan konsumen.
<> Dalam Web, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi tanpa harus
menyediakan tempat secara fisik dan semua bauran pemasaran dapat
disampaikan secara digital.
• Teknologi Web yang terintegrasi di Internet
memainkan peran yang sangat penting, yaitu
memungkinkan organisasi/perusahaan memasuki pasar
dengan cara yang mudah, murah dan tanpa batasan
geografis, semuanya akan berada dalam apa yang
dinamakan ruang maya (virtual space). Dalam hal ini
organisasi/perusahaan kita akan bersaing dengan
organisasi/perusahaan lain di dunia maya (virtual
world) (Nugroho, 2006:3).
• Beberapa perusahaan yang memasarkan produk pakaian dalam
(lingerie fashion) menjalin kerjasama dan bergabung dalam sebuah
jaringan Web site, seperti yang dikemukakan oleh Ashworth,
Schmidt dan Pioch (2006) bahwa Web-weaving adalah langkah
strategis manajemen "e-portofolio" bagi e-retail berskala kecil.

• Pendekatan ini dapat mengidentifikasi kesempatan berbagai ceruk


(multi-niche), membagi resiko, memaksimalkan aliran pendapatan,
memanfaatkan pengetahuan ekonomi atau sinergi beberapa Web,
mendorong nilai tambah bagi pelanggan dan menawarkan potensi
bersaing untuk keunggulan dan keberlanjutan usaha
<> Berbeda dengan ritel tradisional, tergantungnya tempat dan
waktu menyebabkan biaya-biaya untuk investasi pada space
ruang atau bangunan fisik. Selain itu panjangnya jalur distribusi
menyebabkan biaya operasional tidak dapat ditekan. Terpikir
bahwa jaringan toko buku yang melayani kebutuhan pelanggan
seluruh negeri, secara tradisional harus membuka toko di
berbagai penjuru untuk menangani penyebaran geografis,
demikian pula kenyataan yang bisa dilihat untuk berbagai
jaringan ritel. Bisa dipahami mengapa toko buku online
Amazone.com berhasil memimpin pasar global, terutama karena
telah memelopori pemanfaatan Internet yang efisien dengan
jangkauan pelanggan yang luas.
• Beberapa media opini di Internet menyediakan
ulasan editor dan pemeringkatan (rating), seperti
disebutkan Zhang et al. (2010): situs bioskop
MovieFinder.com menawarkan dua tipe fitur untuk
konsumen yaitu “Users’ Grade” dan “Our Grade”
– pemeringkatan oleh konsumen dan oleh editor.
• Pebisnis online juga memperoleh keunggulan seperti yang dinyatakan
oleh Nugroho (2006: 8): dengan fleksibilitasnya, perdagangan elektronik
dapat memangkas biaya-biaya pemasaran dengan kemudahannya dan
kecanggihannya dalam menyampaikan informasi-informasi tentang
barang dan jasa langsung ke konsumen di manapun mereka berada.

• Selanjutnya Nugroho (2006: 20-22) memerinci keuntungan perdagangan


elektronik bagi perusahaan adalah: memperpendek jarak, perluasan pasar,
perluasan jaringan mitra bisnis, efisien. Sedangkan keuntungan bagi
konsumen: efektif, konsumen dapat memperoleh informasi tentang
produk/jasa yang dibutuhkan dan dapat bertransaksi dengan cepat dan
murah; aman secara fisik, konsumen tidak perlu mendatangi toko.
Perilaku Konsumen online
• Perbedaan budaya tidak memengaruhi kemampuan online retail
untuk menarik dan mempertahankan pelanggan, toko online
Amazon secara global berhasil menggunakan standarisasi pelanggan
dunia (Cole dan O'Keefe, 2000 dalam Constantinides, Lorenzo-Romero
dan Gomez, 2010).

• Constantinides et al. (2010) mengamati perilaku belanja online di dua


negara Eropa dengan latar belakang budaya yang berbeda (Spanyol dan
Belanda), dengan mengkaitkan antara dua faktor yaitu pengalaman
online dengan pilihan vendor internet. Disimpulkan ciri-ciri dasar
dari perilaku konsumen online di kedua negara cukup mirip.
<> Internet membuka budaya komunikasi global, dan peluang
untuk mengembangkan bisnis online tidak akan terhalangi oleh
batasan budaya dan negara. Fakta terlihat bahwa jejaring sosial
(misalnya facebook dan twitter) yang memanfaatkan Internet telah
membentuk gaya hidup dan perilaku sosial global.

• Dalam Constantinides et al. (2010) juga ditegaskan ternyata


pengaruh pengalaman internet (Web Experience: usability,
interactivity, trust, aesthetics dan marketing mix) dalam
menentukan pilihan vendor tidak berbeda (antara dua negara
dengan budaya berbeda).
• Perkembangan global menimbulkan implikasi yang besar tidak hanya untuk Web
vendor global dan perancang Web site tetapi juga untuk penelitian ilmiah lebih
lanjut. Bahkan, menurut analisis gaya hidup lintas-negara, kecenderungan saat ini
diarahkan menuju konvergensi/perubahan dalam perilaku konsumen dan
akibatnya standardisasi strategi akan memenangkan masa depan (de Mooij, 1998
dalam Constantinides et al. 2010).
• Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan perbedaan cara mengatasi stres
sehubungan dengan perbedaan lintas-budaya (Taft, 1986 dalam Nelson dan Otnes,
2005) dan dengan penerimaan inkonsistensi kognitif atau emosional atau
kemampuan untuk hidup dengan beberapa konflik emosi dan nilai-nilai (Triandis,
1995 dalam Nelson dan Otnes, 2005). Pemahaman tentang ambivalensi
(pertentangan perasaan) lintas-budaya mungkin akan relevan dengan konteks
konsumen yang berhubungan dengan produk, merek, dan komunikasi global
(Nelson dan Otnes, 2005).
• Dengan semakin banyak orang bergerak lintas-budaya,
pemahaman identitas dua-budaya, akulturasi (penyesuaian
diri), dan konsumsi menjadi faktor penting dalam menentukan
perilaku pembeli (Penaloza dan Gilly, 1999 dalam Nelson dan
Otnes, 2005), dan persuasi iklan (Holland and Gentry, 1997
dalam Nelson dan Otnes 2005).

• Nelson dan Otnes (2005) mengidentifikasi tema pertentangan


perasaan (ambivalence) lintas-budaya dan bagaimana hal itu
mempengaruhi calon pengantin ketika mereka merencanakan
pernikahan lintas-budaya.
• Eksplorasi peran komunitas virtual dalam perencanaan pernikahan
dilakukan melalui analisis etnografis data yang diposting di papan
pesan elektronik (electronic message boards).
• Penelitian netnografi ini menemukan strategi untuk mengatasi
ambivalensi lintas budaya adalah dengan menyesuaikan dua atau lebih
norma dan tradisi budaya.
<> Semakin terasa bahwa Internet membuka peluang untuk mencari dan
menemukan informasi.
• Armelini dan Villanueva (2006) menjelaskan bahwa e-WOM
(elektronical Word of Mouth) adalah tentang Interaksi antar orang.
Bagaimana perilaku orang, mengapa mereka mencari informasi dalam
Internet, apa topik yang biasanya didiskusikan dan lain-lain.
• Keterbukaan dan kemudahan berbagi informasi secara
online, merupakan peluang namun sekaligus tantangan bagi
bisnis online. Peluang mendapatkan positive Word of Mouse,
namun juga tantangan untuk meminimalkan negative Word of
Mouse.
<> Contoh kejadian negative Word of Mouse adalah seorang
konsumen yang sangat kecewa atas layanan penyedia jasa,
kemudian menuliskan secara online ekspresi kekecewaannya.
Dalam waktu singkat kekecewaan ini menyebar dan menjadi
topik pembicaraan publik. Dalam lingkungan maya, tumbuh
lembaga atau organisasi yang mendukung kepentingan
konsumen.
• Banyak Web site yang mengakomodasi opini
pelanggan, baik positif maupun negatif atas
pengalaman pelanggan berbelanja online, bahkan ada
Web site yang mengkhususkan pada keluhan
pelanggan. Beberapa Web site independen,
diselenggarakan oleh pihak ketiga (third party),
misalnya: bizrate.com, opinion.com. gomez.com.
Penelitian ini fokus pada positive Word of Mouse yang
mengeksplorasi tema-tema berkaitan e-Service Quality,
e-Satisfaction dan e-Loyalty.
Kualitas Layanan Online (e-Service Quality)
• Penyampaian kualitas layanan (service quality delivery) melalui Web site adalah
strategi penting untuk sukses, bahkan mungkin lebih penting dari harga rendah
dan tampilan Web. Kesimpulan ini ditunjukkan dari studi Zeithaml et al., (2002)
menggunakan data BizRate.com yang menyimpulkan bahwa penggerak kunci
untuk niat kembali ke Web site adalah customer support (dukungan layanan
pelanggan) dan harga adalah dimensi yang paling kurang kepentingannya.

• Harridge-March (2004) juga menyatakan bahwa pada awalnya pilihan harga


rendah dipromosikan untuk mendorong minat belanja online, namun saat ini
telah digantikan oleh persepsi nilai bagi pelanggan. Pelanggan siap membayar
harga lebih tinggi untuk belanja online asalkan mereka dapat melihat beberapa
nilai yang didapatkan misalnya kenyamanan, eksklusifitas, dll
• Sebelumnya Zeithaml et al. (2002) telah menggambarkan bahwa pada awal
kehadiran ritel online, tampilan Web dan harga rendah dipercaya akan
memacu sukses. Namun berapapun penawaran harga rendah tidak mampu
memperbaiki isu-isu kualitas layanan yang justru sering terjadi seperti:
konsumen batal bertransaksi, produk tidak terkirim tepat waktu atau bahkan
tidak terkirim, email yang tidak terjawab, dan informasi yang diinginkan
tidak dapat diakses.

• Dalam era pemasaran berbasis internet saat ini, masih banyak ditemukan
ketidakpuasan pelanggan (Yang dan Fang, 2004). Dengan memahami
kemungkinan penyebab kesenjangan antara pemuasan dan harapan
konsumen, selanjutnya perlu dipahami dimensi kualitas yang diharapkan
konsumen.
• Kesenjangan jasa bukanlah satu-satunya cara pelanggan menilai kualitas jasa.
Mereka juga menggunakan lima dimensi yang luas sebagai kriteria. Kehandalan
(reliability). Apakah perusahaan dapat diandalkan dalam menyediakan jasa seperti
yang dijanjikan, dari waktu ke waktu? Keberwujudan (tangible). Seperti apa
terlihat fasilitas fisik, perlengkapan, karyawan, dan bahan komunikasi penyedia
jasa tersebut? Daya tanggap (responsiveness). Apakah karyawan perusahaan
tersebut senang membantu dan mampu memberikan jasa yang cepat? Jaminan
(assurance). Apakah karyawan jasa memiliki pengetahuan yang cukup, sopan,
kompeten, dan dapat dipercaya? Empati (emphaty). Apakah perusahaan jasa
tersebut memberikan perhatian yang besar dan khusus? (Lovelock dan Wright
2005: 98-99)
• Pentingnya kualitas layanan online menurut Wang (2003) adalah:
kualitas layanan online dan kepuasan pelanggan online adalah
komponen kritis dalam globalisasi perdagangan elektronik (e-
Commerce).

• Zeithaml et al. (2002) menyatakan bahwa untuk melaksanakan dan


benar-benar terwujud kualitas layanan prima, manajer perusahaan Web
pertama kali harus memahami bagaimana pelanggan merasakan dan
mengevaluasi online customer service. Hal ini termasuk mendefinisikan
apa yang dimaksud e-Service Quality (e-SQ), mengidentifikasi dan
menggarisbawahi dimensi-dimensi, dan menentukan bagaimana
semuanya dapat dikonseptualisasi dan diukur.
• Zeithaml et al. (2002) melakukan kajian dan sintesa (review
and synthesize) beberapa literatur tentang penyampaian
kualitas layanan melalui Web site. Berikut adalah review
penting yang dirumuskan:
Beberapa peneliti misalnya Lociacono, Watson dan Goodhue
(2000) dalam Zeithaml et al., (2002) hanya fokus pada
operasional kualitas teknis Web site dibanding kualitas
layanan yang tersedia melalui Web untuk pelanggan. Beberapa
konseptualisasi terbatas pada interaksi dengan site saja,
sementara peneliti yang lain memasukkan layanan pasca
pemenuhan (fulfillment) dan pengembalian (return).
• Demikian pula terhadap penelitian Yang, Peterson, dan Huang (2001) dalam
Zeithaml et al. (2002): pengujian pada Internet pharmacies mengidentifikasi dan
mengukur enam dimensi persepsi konsumen terhadap servqual (1) ease of use,
termasuk user friendliness, kecepatan loading/ transaksi, search capability
(kemampuan penelusuran), dan easy navigation; (2) kelengkapan informasi
(content contained) dalam Web site, khususnya inforrmasi yang cocok dengan
kebutuhan konsumen; (3) accuracy of content; (4) timeliness of response; (5)
aesthetics; meliputi daya tarik (attractiveness dari site dan gambar-gambar
katalog; dan (6) privacy.
• Menurut Zeithaml pengukuran e-SQ dalam riset ini
cenderung bersifat arbitrari, tidak melakukan validasi
empiris dalam perluasan skala dan dimensi yang digunakan
untuk mengukur e-SQ. Banyak dimensi dan ukuran yang
digunakan mengambil dari studi servqual dalam area ritel
fisik atau diturunkan dari literatur human-computer. Maka
riset ini mungkin belum mendapatkan dimensi layanan
kualitas yang menyeluruh.
• Menurut Zeithaml pengukuran e-SQ dalam riset ini
cenderung bersifat arbitrari (sembarangan), tidak
melakukan validasi empiris dalam perluasan skala dan
dimensi yang digunakan untuk mengukur e-SQ.
Banyak dimensi dan ukuran yang digunakan
mengambil dari studi servqual dalam area ritel fisik
atau diturunkan dari literatur human-computer. Maka
riset ini mungkin belum mendapatkan dimensi layanan
kualitas yang menyeluruh.
• Catatan Zeithaml et al. (2002) berikutnya atas penelitian
Szymanski dan Hise (2000) dalam Zeithaml et al. (2002):
terlalu fokus pada kepuasan dibanding terhadap kualitas
layanan. Penelitian yang menguji peran persepsi konsumen
terhadap kenyamanan online (online convenience), tawaran
produk dan informasi produk (product offerings and product
information), disain site (site design), dan keamanan
finansial (financial security) untuk mengukur kepuasan, tidak
memasukkan aspek-aspek tentang customer service atau
fulfillment (layanan pelanggan dan pemenuhan order
• Akhirnya kajian dan sintesa Zeithaml et al. (2002) menetapkan tujuh
dimensi e-SERVQUAL untuk mengukur e-Service Quality yaitu:
efficiency, reliability, fulfillment, privacy, responsiveness,
compensation, dan contact – yang membentuk empat skala layanan inti
(core service scale) dan tiga skala layanan penanganan masalah (recovery
service scale).

• Empat dimensi: efficiency, reliability, fulfillment, dan privacy –


membentuk skala inti e-SERVQUAL yang digunakan untuk mengukur
persepsi konsumen atas penyampaian layanan kualitas oleh ritel online.
Dimensi ini termasuk kriteria pelanggan yang digunakan untuk
mengukur layanan online rutin saat mereka tidak membutuhkan
pertanyaan atau masalah dalam menggunakan situs.
• Efficiency menunjuk pada kemampuan pelanggan berinteraksi dengan
Web site, menemukan produk dan informasi terkait yang diinginkan,
dan proses keluar (check out) yang sederhada (usaha minimal).
• Fulfillment berhubungan dengan ketepatan layanan yang dijanjikan,
barang terjamin dalam persediaan. Dan pengiriman produk dalam
waktu yang dijanjikan.
• Reliability terhubung dengan bekerjanya fungsi teknis dari situs,
khususnya seberapa jauh fungsi teknis tersedia dan berfungsi dengan
baik.
• Dimensi privacy termasuk jaminan bahwa data perilaku belanja tidak
tesebar dan informasi kartu kredit aman.
Selain ke empat dimensi layanan inti juga ditetapkan tiga dimensi yang hanya
berlaku ketika pelanggan online mempunyai pertanyaan atau menghadapi masalah
yaitu responsiveness, compensation, dan contact. Dimensi-dimensi ini dikonsepkan
sebagai skala recovery e-SERVQUAL sebagai berikut:
• Responsiveness: kemampuan ritel online menyediakan informasi yang sesuai
kepada pelanggan saat terjadi masalah, ada mekanisme untuk menangani
pengembalian, dan tersedianya jaminan (guarantees) online.
• Compensation: adalah dimensi yang meliputi penerimaan uang kembali (money
back) dan pengiriman kembali serta biaya-biaya penanganan.
• Contact: menunjuk pada kebutuhan pelanggan untuk bisa berbicara langsung
(live) dengan staf customer service atau melalui telepon – ketersediaan saluran
komunikasi sebagai bagian dari ritel online.
• Dari hasil penelitiannya Trocchta dan Janda (2003) menyimpulkan bahwa
pelanggan mengevaluasi pemasar Internet dengan lima dimensi utama: kinerja,
akses, keamanan, sensasi dan informasi (performance, access, security, sensation
and information).

• Parasuraman et al., 2005 menguji konsep dengan data survey pelanggan online
secara umum dan survey pelanggan dua Web site: amazone.com dan
wallmart.com.
• Dimensi yang dihasilkan adalah: empat dimensi kualitas layanan E-S-QUAL:
efisiensi, kesiapan sistim, pemenuhan order, privasi (efficiency, system
availability, fulfillment, privacy). Selain itu terdapat tiga dimensi layanan
penanganan masalah E-RecS-QUAL: tanggapan, kompensasi dan kontak
(responsiveness, compensation dan contact).
• Nilai yang dirasakan pelanggan diukur melalui empat dimensi
Perceived Value: (1) harga, (2) kenyamanan menggunakan site, (3)
kemampuan site memberikan perhatian (a feeling being in control)
dan (4) seluruh nilai yang dikaitkan dengan pengorbanan biaya dan
usaha.

• Pengukuran loyalitas pelanggan melalui empat dimensi Loyalty


Intention: (1) WOM positif, (2) rekomendasi kepada orang yang
membutuhkan saran, (3) rekomendasi (menganjurkan) kepada teman
dan lainnya dan (4) memutuskan site sebagai pilihan pertama untuk
transaksi berikutnya dan rencana pembelian ulang dalam waktu dekat.
Yang dan Fang (2004) mengelompokkan dimensi kunci kualitas
layanan online dalam 2 kategori:
• Dimensi service quality (offline) yang juga mempengaruhi kepuasan
pelanggan online adalah: kehandalan, ketanggapan, akses keamanan,
komunikasi, kredibilitas.

• Dimensi untuk online retail service quality adalah disain Web site
design, reliability, privacy/security, customer service Web site,
privasi, kemudahan navigasi, efisiensi, fleksibilitas, personalisasi,
pengetahuan harga, ketersediaan, diferensiasi dan kustomisasi
produk/jasa, kinerja, fitur, struktur, kebijakan toko Web, reputasi,
jaminan.
• Jun dan Kim (2003) menekankan perhatian (attentiveness)
adalah dimensi penting e-Service Quality. Pengecer online
harus melakukan yang terbaik untuk memberikan layanan
pribadi atau individual kepada pelanggan, meskipun mereka
menggunakan media Web site, sebagai saluran pemasaran
dan distribusi utama mereka.

• Ritel online perlu memiliki staf yang memadai untuk


menjawab beragam pertanyaan pelanggan melalui telepon
dan e-mail atau memanfaatkan media elektronik aplikasi
CRM (Customer Relationship Management).
Salah satu strategi sukses memuaskan dan mempertahankan pelanggan adalah
dengan kualitas layanan unggul (superior service quality), dan menghubungkannya
dengan kepuasan dan loyalitas pelanggan. Hal ini dinyatakan oleh Swaid dan
Wigand (2007) sebagai berikut:
• Dimensi utama kualitas layanan e-commerce adalah: Kemudahan pengoperasian
Web site, kualitas informasi, keandalan, kecepatan respon, jaminan dan
personalisasi (website usability, information quality, reliability, responsiveness,
assurance and personalization).
• Kepuasan pelanggan sebagian besar dipengaruhi oleh persepsi kehandalan
(reliability), sedangkan loyalitas pelanggan dipengaruhi oleh persepsi jaminan
(assurance).
• Loyalitas pelanggan diperkirakan oleh indeks kepuasan pelanggan
Kualitas Produk (Product Quality)
• Dalam konteks online store, persepsi kualitas layanan juga terkait
dengan pemenuhan kebutuhan produk atau barang dagangan
(merchandise). Untuk produk sepatu, kualitas layanan dalam
pemenuhan kebutuhan tentu juga merupakan pertimbangan pelanggan
dalam proses pengambilan keputusan pembelian.

<> terdapat gambaran bahwa dalam belanja sepatu secara offline,


pelanggan melakukan berbagai perbandingan secara fisik sebelum
menetapkan pilihan dan pembelian. Perbandingan bisa melibatkan
aktifitas mencari dan menemukan dari satu toko ke toko lain, atau dalam
satu toko.
Kategori produk mempengaruhi cara konsumen dalam mengambil keputusan
pembelian. Salah satu kategori ditentukan berdasarkan tingkat keterlibatan
konsumen dalam menilai produk. Produk dengan keterlibatan tinggi membutuhkan
pertimbangan lebih dibandingkan produk dengan keterlibatan rendah.
Girard, Silverblatt dan Korgaonkar (2002) menjelaskan tentang kategori produk
sebagai berikut:
• Perceived Value dan Responsiveness adalah atribut yang paling penting untuk
experience product -1 seperti pakaian dan parfum dan experience product -2
seperti telepon seluler dan televisi.
• Harus ada kemudahan dan kemampuan pembeli untuk menukarkan atau
mengembalikan. Selain itu, harus ada panduan perbandingan melalui fungsi
pencarian, informasi produk, ketersediaan, ulasan dan evaluasi dari pihak ketiga.
• Kemampuan melacak produk selama pengiriman juga dianggap sebagai atribut
pengecer yang sangat penting.
• Pakaian adalah “high touch” product (Levin, levin dan
Heath, 2003). Atribut untuk experience product, baru
bisa diverifikasi hanya setelah produk digunakan (Ford et
al., 1990 dalam Srinivasan and Till, 2002).
• Semua tindakan dan proses keterlibatan, seperti tindakan
fisik, proses persepsi dan kognitif (misalnya, mengamati,
mengeksplo-rasi, menggunakan, mengingat,
membandingkan, dan memahami), akan memberikan
kontribusi untuk pengalaman (Dewey, 1980 dalam
Desmet dan Hekkert, 2007).
• Pelanggan online lebih berpotensi untuk tidak puas dan
terdorong berperilaku komplain untuk produk sensorik
dibandingkan untuk produk non-sensorik. Tiga atribut
untuk kategori produk adalah perceived price,
information search effort, dan ego involvement (harga
yang dirasakan, upaya pencarian informasi, dan
keterlibatan ego). Produk sensorik adalah produk yang
memiliki intensitas tinggi untuk ketiga atribut,
sebaliknya untuk produk non sensorik (Cho et al.,
2003).

Anda mungkin juga menyukai