Anda di halaman 1dari 14

“PENGARUH SIKAP KONSUMEN TERHADAP BELANJA

ONLINE”

AHMAD FAUZAN

Fakultas Ekonomi,Kewirausahaan B,Universitas negeri Medan

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah


Penekanan pada pentingnya memfokuskan perancangan
suatu strategi bagi pengelola bisnis tentang bagaimana memberikan
pelayanan dan kemampuan mempertahankan pelanggan Sehingga perlu
adanya antisipasi para pengelola bisnis tentang kebutuhan pelanggan dan
suatu produk sikap merupakan sebuah evaluasi umum yang dibuat manusia
terhadap dirinya sendiri atau orang lain atas reaksi atau respon terhadap
stimulus (objek) yang menimbulkan perasaan yang disertai dengan
tindakan yang sesuai dengan objeknya serta karakteristik maupun fitur
produk sehingga mampu memenuhi keinginan pelanggan.Perlunya
penerapan suatu mendapatkan perhatian konsumen, memelihara hubungan
pelanggan mereka dan meningkatkan dan mengelola hubungan timbal balik
denganpelanggan.

Belanja online di Indonesia terus meningkat dalam beberapa


tahun terakhir. Fenomena ini menarik karena konsumen tertarik
berbelanja online karena alasan praktis. Toko online sering menawarkan
uang kembali dan diskon eceran Di sisi lain, ketika menerapkan strategi
pemasaran, ketepatan strategi produk dan layanan ditujukan untuk
meningkatkan nilai merek dan meningkatkan kinerja dan kesadaran, citra,
kepuasan, dan loyalitas perusahaan. Kehadiran ekuitas merek dapat
membedakan pengembalian jangka panjang dari pengembalian jangka
pendek Perilaku ini menunjukkan keyakinan konsumen terhadap
keputusan pembelian produk. Pemimpin harus melindungi dan
memelihara ekuitas merek (reputasi atau muatan produk) agar calon
pelanggan selalu memiliki kepercayaan saat menggunakan atau
mengkonsumsinya.

Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi menciptakan


peluang bisnis bagi perusahaan mengejar kesuksesan. Misalnya, Internet
dapat membuat bisnis menjadi tidak terbatas dan tidak terbatas waktu
(bisnis tanpa batas wilayah dan waktu) Menggunakan koneksi internet
merupakan infrastruktur bisnis yang sangat menjanjikan. Selain itu,
Indonesia merupakan salah satu negara yang penggunaan internetnya
semakin meningkat. Pada awal tahun 1998 pengguna internet hanya sekitar
500.000, namun pada awal tahun 2000-an terjadi lonjakan yang cukup
tinggi yaitu sekitar 61 juta pengguna internet (Karimuddin, 2012).
Peningkatan penggunaan internet inilah yang menjadikan Indonesia
negara terbesar keempat dalam hal akses internet.
Dalam bisnis online, ini adalah satu-satunya cara untuk
menyampaikan pesan terlengkap termasuk pengetahuan, kesadaran,
preferensi, kepercayaan, preferensi, dan pembelian. Sarana komunikasi
lainnya belum mampu menonjolkan komunikasi online secara utuh. Oleh
karena itu, tidak heran jika para pebisnis berusaha menawarkan dan
mempromosikan produk bisnisnya secara online. Pertumbuhan bisnis
online di Indonesia cukup pesat dan sangat menjanjikan di semua industri
yang menggunakan internet sebagai alat transaksi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, maka
muncullah rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana Jumlah keuntungan yang memenuhi kebutuhan atau
keinginan konsumen. Manfaat yang dirasakan dalam konteks ini sebagai
kepercayaan konsumen tentang sejauh mana ia akan menjadi lebih baik
setelah melakukan transaksi online.
2. Bagaimana pengaruh Perilaku konsumen dalam belanja online ?
1.3 Tujuan
1. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar online
2. Meningkatkan Citra belanja online yang dirasakan didefinisikan sebagai
apa yang ada di benak konsumen saat dia berbelanja
1.4 Manfaat
1. Manfaat yang dirasakan dalam konteks ini sebagai kepercayaan
konsumen tentang sejauh mana ia akan menjadi lebih baik setelah
melakukan transaksi online.
2. Meningkatkan Citra belanaja online dengan cara menaikkan kepercayaan
konsumen tentang sejauh mana ia akan menjadi lebih baik setelah
melakukan transaksi online.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Belanja Online
Belanja online mengacu pada membeli produk dan
layanan melalui Internet. Sehingga, toko online menjadi salah satu
alternatif untuk membeli barang atau jasa. Penjualan online tumbuh
dalam hal layanan, efisiensi, keamanan, dan popularitas. Menurut Aldrich
(2011), pengusaha Inggris Micheal Aldrich menemukan e-commerce
pada tahun 1979. Selain itu, Palmer (2007) Tim Berners Lee menciptakan
server dan browser World Wide Web pertama pada tahun 1990 dan
kemudian membukanya untuk penggunaan komersial pada tahun 1991.
commerce merupakan bagian dari perdagangan elektronik yang mengacu
pada aktivitas bisnis yang menggunakan teknologi komunikasi seperti
internet sebagai medianya (Grant and Meadows, 2008). E-commerce
dapat didefinisikan sebagai setiap transaksi komersial atau penjualan
barang atau jasa menggunakan media elektronik. . E-commerce sendiri
mencakup bisnis melalui Internet, seperti bisnis-ke-bisnis (B2C) dan
bisnis-ke-bisnis (B2B) bisnis dan bisnis melalui pertukaran informasi
terstruktur secara elektronik (Ustadiyanto, 2002).
Faktor-faktor ini dapat diringkas menjadi empat kategori,
kenyamanan, informasi,produk dan layanan yang tersedia, efisiensi biaya
dan waktu.
Konsumen tidak perlu mengeluarkan banyak tenaga saat
berbelanja online, mereka dapat langsung melakukan pembelian dengan
melihat websitenya. Menurut Liang dan Lai (2002), perilaku pembelian
elektronik adalah proses pembelian produk atau jasa melalui internet.
media massa Ada tahapan yang berbeda dalam proses belanja online,
seperti perilaku belanja fisik. Keunikan dari proses pembelian melalui
internet adalah calon konsumen menggunakan internet dan mencari
informasi terkait barang atau jasa yang diperlukan Pemasar (produsen)
yang memahami perilaku konsumen dapat memprediksi bagaimana
konsumen akan bereaksi terhadap informasi yang diterimanya. , sehingga
pemasar (produsen) dapat menyusun strategi pemasaran yang tepat
(Sumarwan, 201).
Daftar belanja online khusus dengan item yang dibeli
sebelumnya dapat membantu mengurangi perbedaan ukuran e-cart.
Kemungkinan terakhir, bersamaan dengan kemampuan untuk lebih mudah
mendapatkan lebih banyak informasi tentang harga dari situs web
(misalnya fitur produk), juga dapat menjelaskan mengapa konsumen
kurang peka terhadap belanja online. Akhirnya, saluran online adalah yang
terbaik untuk orang-orang sibuk dan hari-hari sibuk. Di hari kerja,
konsumen memiliki lebih sedikit waktu, sehingga bagi kebanyakan orang,
internet adalah pilihan yang baik karena merupakan cara cepat untuk
membeli (Brand, 201)
Menurut Kim, Ferrini, dan Rao (2008), manfaat yang
dirasakan adalah keyakinan konsumen tentang sejauh mana dia akan
mendapat manfaat dari belanja online melalui situs web tertentu. Konsep
kegunaan mengacu pada sejauh mana suatu inovasi dianggap lebih baik
daripada menggantikan ide-ide yang ada (Rogers, 1995). Misalnya,
keuntungan belanja online mencerminkan persepsi konsumen bahwa cara
belanja baru ini menawarkan keuntungan tertentu sebagai bentuk belanja
alternatif. Karayanni (2003) mengatakan bahwa jika pelanggan percaya
bahwa dia bisa mendapatkan lebih banyak keuntungan dari toko online
daripada dari toko tradisional, dia pasti akan memilih pilihan belanja ini
untuk memenuhi kebutuhannya. Forsythe, Liu, Shannon, dan Gardner
(2006) menemukan hubungan positif dan signifikan antara manfaat yang
dirasakan dari belanja online, frekuensi pembelian, dan waktu yang
dihabiskan dalam pencarian online.
Farag dan Lyons (2007) menemukan bahwa
pencarian online dan kegunaan yang dirasakan memiliki efek positif pada
belanja dan itu memiliki efek positif pada belanja online. Hal ini
menunjukkan bahwa persepsi manfaat belanja online berpengaruh
terhadap perilaku pembelian konsumen saat berbelanja online, konsumen
termotivasi untuk memaksimalkan manfaat yang diterimanya (Forsythe et
al., 2006). Ketika pemasar mengetahui perilaku belanja online konsumen,
mereka dapat merumuskan strategi pemasaran yang tepat untuk
mendatangkan keuntungan maksimal.
2.2 Perilaku Konsumen
Konsep perilaku berkaitan erat dengan objek yang
penelitiannya berfokus pada masalah manusia.Mowen dan Minor dalam
Anova, (2010) menegaskan bahwa perilaku konsumen (consumer
behavior) didefinisikan sebagai studi tentang pembelian (unit of purchase)
dan proses pertukaran yang melibatkan Akuisisi , konsumsi dan
pembuangan barang, jasa, pengalaman dan ide. Menurut Kotler dan Keller
(2008:166), perilaku konsumen adalah studi tentang bagaimana individu,
kelompok dan organisasi memilih, menerima, menggunakan dan
bagaimana barang, jasa, ide atau pengalaman memuaskan kebutuhan dan
keinginan mereka. Artinya perilaku konsumen adalah tindakan yang
dilakukan konsumen dalam mengambil keputusan, termasuk usaha untuk
mendapatkan barang sesuai dengan kebutuhannya.
2.3 Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian adalah sikap atau tindakan seorang
pembeli untukmemperoleh suatu produk berdasarkan apa yang
diinginkannya. Schiffman dan Kanuk (2008:85) mengatakan bahwa
“Suatu keputusan adalah pilihan antara dua atau lebih pilihan alternatif”.
Pendapat 300 ini ditekankan dalam Stephen and Coulter Hanum (2017),
pengambilan keputusan merupakan urutan langkah-langkah yang terdiri
dari evaluasi alternatif dan pengambilan keputusan. Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keputusan pembelian
merupakan tindakan konsumen sebagai alternatif untuk membeli suatu
produk. Indikator Keputusan Pembelian
Akhmadis Hanum (2017) memaparkan beberapa indikator
keputusan pembelian terkait pembelian tergantung pada lima (lima)
faktor sebagai berikut:
1. Pengalaman sebelumnya
Jika konsumen sudah memiliki pengalaman sebelumnya. Untuk barang
atau jasa, tingkat partisipasi biasanya menurun.
2. Minat
Partisipasi langsung yang berhubungan langsung dengan konsumen,seperti
mobil, musik, film, bersepeda atau elektronik.
3. Risiko (pengambilan keputusan terbatas)
Ketika persepsi risiko pembelian produk meningkat keterlibatan
konsumen juga tinggi.
4. Situasi
Keputusan taruhan rendah menjadi taruhan tinggi.
5. Visibilitas Sosial
Partisipasi meningkat dan pandangan sosial meningkat sebanyak produk.
2.4 Faktor yang mempengaruhi perilaku Konsumen saat belanja
online
Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku belanja
adalah adalah persepsi risiko. Menurut Bauer, Derwall, dan Hann (2009),
risiko adalah ketidakpastian dan konsekuensi dari tindakan konsumen.
Dalam berbelanja, menurut Oglethorpe dan Monroe (199), risiko yang
dirasakan adalah persepsi konsumen tentang ketidakpastian dan
konsekuensi negatif yang mungkin timbul dari pembelian suatu produk
atau jasa. Persepsi konsumen terhadap risiko meningkat dengan tingkat
ketidakpastian dan/atau konsekuensi negatif Menurut Forsythe et al
(2006), perilaku e-purchasing saat ini terdiri dari tiga hal, yaitu:
1. Kunjungan (pencarian): calon pembeli Akses pertama ke situs web
tempat belanja Kunjungan ini dilakukan setelah melakukan identifikasi
kebutuhan belanja. Namun, ada juga yang hanya ingin menghabiskan
waktu melihat-lihat produk, layanan, atau penawaran toko online
2. Pembelian: Ketika seseorang mengunjungi atau mencari dan
menemukan produk atau layanan yang cocok untuknya, mereka
melakukan pembelian. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi
terjadinya pembelian di situs e-commerce: Pertama, seseorang
melakukan pembelian karena memang membutuhkan suatu produk atau
jasa. Kedua, seseorang melakukan pembelian karena tertarik dengan
penawaran penyedia layanan belanja online.
3. Multichannel Shopping: Fitur yang ditawarkan oleh situs belanja online
yang menyediakan saluran atau cara belanja yang berbeda kepada
konsumen. Ini bertujuan untuk memaksimalkan nilai belanja konsumen.
Konsumen yang berniat membeli dapat membeli produk sesuai
keinginannya, misalnya dari toko online Salestock.
Konsumen salestock dapat melakukan pembelian
tidak hanya melalui website, tetapi juga melalui aplikasi smartphone,
Whatsapp, Line, Facebook chat dan Instagram.Veronika (2013)
mengatakan bahwa dalam lingkungan online, prinsip dasar perilaku
pembeli berubah mengikuti fitur-fitur khusus. tentang Perilaku Pembeli
Internet sebagai berikut:
1. Lingkungan Internet: Pengguna Internet dapat lebih mudah
menemukan informasi objektif dan subjektif tentang produk dan
perusahaan di Perusahaan internet tidak hanya mempercayai satu sama
lain, tetapi juga pelanggan online potensial (rekomendasi positif dan
positif, komunitas online, jejaring sosial dan media sosial, dll.). Media
sosial menyediakan komunikasi interaktif antar pengguna. Kegiatan
pemasaran harus dirumuskan kembali dengan bantuan media sosial
2. Bentuk pemasaran modern: Bentuk pemasaran tradisional tidak
berfungsi di lingkungan online. Dengan berkembangnya e-commerce,
aktivitas pemasaran baru harus diciptakan: pemasaran di jejaring sosial
dan media massa, pemasaran viral, pemasaran online melalui mulut ke
mulut dan buzz online, komunikasi interaktif online. Pembeli online
hanya tertarik pada aktivitas pemasaran yang dapat memberi mereka nilai
tambah (permainan dan kontes online, mengidentifikasi orang dengan
produk dan perusahaan, berbagi online, dll.)
3. Komunitas online: Pengguna internet mendiskusikan produk dan
produk gaya hidup mereka, mencari informasi tentang produk mereka.
Pendapat komunitas online (media sosial, papan diskusi, dll.)
memengaruhi proses pengambilan keputusan akhir online. Perusahaan
Internet harus bergabung dengan komunitas Internet dalam pemasaran
mereka dan mengelola komunikasi Internet
4. Topik Belanja Internet: Elektronik dan teknologi, buku, tiket atau
pakaian dan kosmetik sebagian besar dibeli di Internet. Membeli makanan
secara online sekarang sudah jarang (sejauh ini diharapkan pembelian
barang secara online akan meningkat). Diharapkan untuk pindah ke
lingkungan online dengan pembelian kolektif. Produk umum seperti
buku, CD, dan tiket lebih mungkin dibeli secara online. Karena
ketidakpastian tentang kualitas produk tersebut sangat kecil dan tidak
diperlukan bantuan fisik (Grewal, Iyer dan Levy, 200)
5. Struktur demografis pembeli online: Saat ini pembeli online
kebanyakan berusia antara 18-
0 tahun dan datang. dari media kelas pendapatan. Ada perbedaan perilaku
Internet antara "generasi Facebook" dan generasi yang menjalani
sebagian besar hidupnya tanpa komunikasi online. Generasi perusahaan
lama (hingga 50) yang sedang tumbuh harus fokus
6.Pendekatan motivasi e-to shopping: motif utama belanja online adalah
biaya yang lebih rendah, kenyamanan berbelanja (tanpa henti dan di mana
saja), menghemat waktu dan membeli produk non-tradisional dan
eksklusif. Motif lain bisa jadi merebaknya belanja online atau perubahan
gaya hidup konsumen. Pertanyaannya adalah apakah motif tersebut
bergantung pada status sosial dan peran e-buyer, usia, pendidikan atau
pendapatan. Generasi tua menemukan dan mencoba produk di pasar
tradisional, kemudian membeli secara online. Generasi muda membuat
semua keputusan pembelian mereka secara online.
DAFTAR PUSTAKA
Beatty, S.E, Mayer M, Coleman, J.E, Reynolds, K.E, Lee J. (1996).
Customer- sales associate retail relationships.
JournalofRetail;72 (3): 223–47.
Berman, B. (2006). Developing an effective customer loyaltyprogram.
Bhattacharya, C. B., Rao, H., & Glynn, M.A. (1995). Understanding
the bond of identification: An investigation of its correlates
among art museum. Journal ofMarketing, 59(4), 46–57.
Bolton, R. N., Lemon, K. N., & Verhoef, P. C. (2004). The
theoretical underpinnings of customer asset management: A
framework and propositions for future research. Journal of the
Academy of Marketing Science, 32(3), 271–292.
Bolton, R. N., Lemon, K. N., & Verhoef, P. C. (2004). The
theoretical underpinnings of customer asset management: A
framework and propositions for future research. Journal of the
Academy of Marketing Science, 32(3), 271–292.
California Management Review, 49(1), 123–148.
Gordon, M.E, McKeage K, Fox, M.A. (1998). Relationship
marketing effectiveness: the role of involvement. Journal of
Psychology Marketing ;55(5):443–59.
Gwinner, K. P., Gremler, D.D., & Bitner, M. J. (1998). Relational
benefits in services industries: The customer’s perspective.
Journal of the Academy of Marketing Science, 26(2), 101–114.
Henderson, C. M., Beck, J. T., & Palmatier, R. W. (2011). Review of
the theoretical underpinnings of loyalty programs. Journal of
Constructivist Psychology, 21(3),256–276.
Hu, H., Huang, C., & Chen, P. (2010). Do reward programs truly build
loyalty for lodging industry? International Journal of
Hospitality Management, 29(1), 128–135.
Hurriyati, R. 2010. Bauran Pemasaran & Loyalitas Konsumen.
Bandung: Alfabeta
Kang, Jun, Alejandro, Thomas. B, and Groza, Mark. D. (2015).
Customer- company identification and the effectiveness of
loyalty programs. Journal of Business Research, 68, 464-471.
Keller, L.K. Conceptualizing, measuring and managing customer-
based brand equity. Journal of Marketing, 1993; 57 (1): 1-22.
Kim, H., Lee, J. Y.,Choi, D., Wu, J.,& Johnson, K. K. P.(2013).
Perceived benefits of retail loyalty programs: Their effects on
program loyalty and customer loyalty. JournalofRelationship
Marketing, 12(2), 95–113.
Kivetz, R., & Simonson, I. (2002). Earning the right to indulge: Effort
as a determinant of customer preferences toward frequency
program rewards. Journalof Marketing Research, 39(2), 155–
170.
Kotler, Philip and Kevin Lane Keller, 2016. Marketing Managemen,
15th Edition, Pearson Education, Inc.
Libermann, Y. (1999) Membership club as a tool for enhancing buyers’
patronage. Journal of Business Research ;45(3): 291–7.
Lovelock Christopher. et. Al, (2010), Pemasaran Jasa, Edisi 7, Jilid 1,
Erlangga: Jakarta
Mc Alexander, J. H, Schouten, J.W, Koenig, H.F. (2002) Building
brand community. Journal of Marketing; 66 (1):38–54.
Mimouni-Chaabane, A., & Volle, P. (2010). Perceived benefits of
loyalty programs: Scale development and implications for
relational strategies. Journal of Business Research, 63 (1), 32–
37.
Muniz, A. M, O’Guinn, T. C. (2001). Brand community. Journal of
Consumer Research; 27 (4): 412–32. Palmatier, R. W., Dant, R.
P., Grewal, D., & Evans, K. R. (2006). Factors influencing the
effectiveness of relationship marketing: A meta-analysis.
Journal of Marketing, 70(4), 136–153.

Anda mungkin juga menyukai