Anda di halaman 1dari 23

SEGMEN PELANGGAN ONLINE INDONESIA

Reny Yuliati

ABSTRAK

Dalam pemasaran, internet telah berkembang menjadi saluran distribusi baru.

Selain itu, transaksi online berkembang pesat dalam beberapa tahun

terakhir. Hal tersebut telah melahirkan fenomena toko online yang menyebar

di Indonesia. Persaingan antar toko online menjadi semakin ketat, dan

pemasar harus mengetahui bagaimana perilaku konsumen di lingkungan

internet. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik

dari setiap konsumen online yang berbeda dan atribut toko online yang

dipilih konsumen sebagai faktor penting dalam toko online. Berdasarkan 203

peserta, temuan kami menunjukkan lima segmen konsumen online. Mereka adalah

pecinta belanja online (kelompok yang ketagihan membeli melalui internet),

window shoppers online (kelompok yang ingin mengetahui semua detail

informasi, sebelum memilih untuk membeli), pengguna online yang menghakimi

negatif (kelompok yang dapat menggunakan internet). tetapi tidak suka

belanja online), pembeli nonaktif (sekelompok atau segmen orang yang

mempercayai toko online, tetapi lebih memilih untuk membeli langsung

melalui toko offline) dan pembeli tradisional (sekelompok orang yang tidak

menyukai belanja online). Selain itu, terdapat pula kesamaan pada kelima

segmen tersebut. Pelanggan online percaya bahwa atribut toko online,

seperti keamanan dan layanan, penting ketika mereka ingin membeli secara

online.

Kata kunci: segmentasi, perilaku konsumen, konsumen online, belanja online


I. PENDAHULUAN

Pertumbuhan internet di Indonesia terus meningkat pesat. Berdasarkan data

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pengguna internet di

Indonesia pada tahun 2011 mencapai 55 juta orang, menempati peringkat

keempat dunia untuk Indonesia setelah China, India, dan Jepang. Pada 2016,

penetrasi telah mencapai lebih dari dua kali lipat menjadi 132,7 juta.

Gambar 1 Penetrasi Internet di Indonesia (Sumber: APJII, November 2016)

Dengan semakin banyaknya pengguna internet di Indonesia, ini merupakan

peluang besar bagi bisnis e-commerce. Tak pelak jika layanan belanja online

juga tumbuh pesat mengikuti tingginya minat belanja online. Berdasarkan

penelitian data institute International Data Corporation (IDC), nilai

perdagangan melalui internet di Indonesia selama tahun 2009 mencapai US.

$ 3,4 miliar, atau sekitar 30 triliun Rupiah (Noor, 2010).

Bagi konsumen, mereka bisa mendapatkan banyak keuntungan dengan hadirnya

belanja internet. Menurut Karyani seperti dikutip Sutejo (2006)

mengungkapkan bahwa melalui internet konsumen dapat lebih cepat menemukan

apa yang mereka butuhkan, produk lebih sesuai dengan yang diinginkan

pembeli (customize), dan konsumen dapat menguji produk lebih cepat.

Sedangkan bagi pemasar, dengan mengoptimalkan pemanfaatan teknologi

informasi, pasar konvensional yang semula hanya dijalankan oleh elit yang

bermodal, kini dapat dijalankan oleh siapa saja yang memiliki akses

terhadap teknologi informasi (Anderson, 2011). Hal inilah yang menyebabkan

maraknya fenomena toko online yang semakin marak di Indonesia. Dengan

membuka toko online tidak diperlukan tempat secara fisik sehingga biaya

operasional dapat diminimalisir. Menurut Majalah Marketing, jika kita

googling dengan kata kunci 'toko online', terdapat 44 juta nama toko online

dengan kategori produk yang beragam. Hal ini menandakan bahwa persaingan

yang ketat dengan jumlah pemain di pasar online sangat tinggi. Hal ini

sesuai dengan yang dikemukakan oleh Barnes (2007) bahwa kendala pemasar
untuk memasuki dunia teknologi informasi seperti internet sangat rendah,

sehingga persaingan semakin ketat dan pemasar harus berusaha semenarik

mungkin untuk mendapatkan konsumen. Menurut Barnes (2007), pemasar saat ini

dituntut untuk bisa lebih memahami para pengguna internet dan orang-orang

yang gemar berbelanja lewat internet.

Meskipun toko online dapat menghilangkan masalah biaya, ruang, dan waktu

dibandingkan dengan toko fisik, segmentasi masih relevan di pasar online.

Jika dilihat dari perspektif teknologi informasi, internet memiliki sumber

daya yang terbatas yaitu bandwidth dan kapasitas server yang terbatas

(Savitri et al, 2000). Bandwidth atau jangkauan frekuensi sedang internet

dan kapasitas server yang terbatas, akan mempengaruhi kecepatan akses dan

tampilan toko online (gambar, informasi, desain, dan sebagainya). Dengan

adanya segmentasi, sebuah toko online dapat lebih efektif dan efisien jika

menggarap segmen tertentu dari situs toko online yang sesuai dengan

kebutuhan dan keinginan segmen yang diminati.

Sedangkan jika dilihat dari segi strategi pemasaran online, segmentasi

digunakan untuk membandingkan antara kelompok yang satu dengan yang

lainnya. Menurut Chang dalam Brengman et al (2005) untuk mengidentifikasi

segmen konsumennya sendiri telah digaris bawahi sebagai hal yang penting

dan diperlukan dalam studi e-commerce di abad ini. Terutama ditandai bahwa

perilaku konsumen online tidak terdiri dari kelompok yang homogen tetapi

heterogen (Smith dan Swinyard, 2003; Brengman et al, 2005; Ye et al, 2001)

yang masing-masing memiliki ekspektasi yang berbeda (Allen et al, 2001:

116; Vrechopoulos et al, 2001). Dengan melakukan segmentasi pasar online,

toko online dapat lebih memahami apa yang dibutuhkan untuk setiap segmen

konsumen, karena lebih mementingkan pengiriman tepat waktu, harga yang

wajar, atau desain situs web yang menarik atau atribut toko online lainnya.

Beberapa penelitian sebelumnya, telah mencoba melakukan segmentasi pada

konsumen online. Meskipun berada dalam lingkungan yang sama yaitu

lingkungan online, namun penelitian sebelumnya melakukan segmentasi

konsumen online berdasarkan karakteristik yang berbeda. Beberapa penelitian


sebelumnya melakukan segmentasi konsumen online berdasarkan karakteristik

demografi, perilaku, persepsi dan preferensi, serta karakteristik evaluasi

toko virtual (Vrechopoulos, 2001), berdasarkan pola, motivasi dan tentang

belanja online (You et al , 2003; Rohm dan Swaminathan, 2004), berdasarkan

gaya hidup (Smith dan Swinyard, 2003; Brengman et al, 2005; Ye et al,

2011), berdasarkan atribut motivasi dan toko elektronik (Ganesh et al,

2010), berdasarkan tentang psikografis dan perilaku membeli (Barnes et al,

2007) dan berdasarkan penggunaannya (Aljukhadar dan Senecal, 2011). Contoh

lain didasarkan pada kelompok sosial, seperti studi tentang ibu blogger

(Stansberry, 2011) memberikan pemahaman yang lebih baik tentang sifat

publik online yang kompleks dan selalu berubah. Jaringan mommy blogger

saling berhubungan erat dan sangat beragam.

Berbeda dengan penelitian sebelumnya, segmentasi konsumen online dalam

penelitian ini didasarkan pada pernyataan Engel et al (1990: 581) bahwa

proses pemilihan toko merupakan gabungan fungsi karakteristik individu dan

situasional pembeli serta strategi pemasaran retail. penjual atau toko.

Masih menurut Engel et al (1990: 583) bahwa pembeli suatu toko dapat

digambarkan dari segi profil pelanggan (demografik dan psikografinya) dan

citra toko yang didalamnya terdapat atribut toko dengan berbagai macam

variasi.

Citra toko dan atributnya erat kaitannya dengan perilaku konsumen dalam

memilih toko dimana hal tersebut akan melakukan proses pengambilan

keputusan pembelian. Citra toko pada saat berbelanja online dapat lebih

dipandang oleh konsumen daripada ketika berbelanja langsung di toko

tradisional (Biswas & Biswas dalam Chang dan Tseng, 2011). Konsumen online

tidak bisa mengandalkan panca indera untuk membeli, sebaliknya mereka harus

mengandalkan representasi seperti gambar atau foto dan deskripsi teks. Jadi

atribut toko online beradaptasi dengan batasan ini, yang pada gilirannya

berbeda dari atribut toko fisik. Atribut toko fisik seperti lokasi toko,

luas area parkir dan kebersihan toko tidak dapat diterapkan pada toko

online. Toko online memiliki atribut unik yang berbeda dengan toko fisik
(Chang dan Tseng, 2011). Beberapa atribut toko online antara lain desain

website, harga yang ditawarkan, keamanan toko, kemudahan bertransaksi dan

layanan pengiriman.

Kontribusi utama penelitian ini menekankan pada segmentasi konsumen online

berdasarkan demografi, psikografis dan preferensi atribut toko online yang

dianggap penting oleh setiap segmen. Dengan memahami segmentasi berdasarkan

karakteristik tersebut, penelitian ini mencoba untuk menghasilkan saran

bagi pengecer toko online berupa strategi dan taktik pemasaran yang sesuai

dengan kebutuhan dan keinginan masing-masing segmen yang memiliki konsumen

yang berbeda.

II. TINJAUAN LITERATUR

Segmentasi Pasar

Segmentasi pasar memiliki sejarah yang panjang. Konsep ini diperkenalkan

pada tahun 1956 oleh Smith, yang secara langsung mendefinisikan segmentasi

sebagai “meninjau pasar yang heterogen (dicirikan oleh tuntutan yang

berbeda) ke dalam sejumlah pasar yang lebih kecil yang homogen” (Dolnicar

dan Lazarevski, 2009). Lebih dari 50 tahun sejak awal, segmentasi digunakan

secara luas ke berbagai sektor bisnis untuk mengelola kebutuhan konsumen

yang berbeda (Dibb dan Simkin, 2009). Dalam perkembangannya, definisi

segmentasi dibuat lebih spesifik, seperti yang dikemukakan oleh Weinstein

(2004) bahwa segmentasi adalah proses pemisahan pasar menjadi kelompok-

kelompok “pelanggan potensial” yang memiliki kebutuhan dan karakteristik

yang sama yang menunjukkan perilaku pembelian yang serupa.

Segmentasi mempunyai beberapa tujuan yaitu menganalisis pasar,

memungkinkannya untuk dapat menemukan ceruk pasar, dan menetapkan posisi

yang unggul dalam lingkungan yang kompetitif (Weinstein, 2004). Hal ini

dapat dicapai dengan memilih satu atau lebih kelompok pengguna sebagai

target kegiatan pemasaran dan membangun program pemasaran yang unik untuk

menjangkau segmen pasarnya.


Kotler (1997: 256) membagi dua kelompok variabel yang digunakan untuk

mensegmentasi pasar konsumen. Pertama, membentuk segmen dari karakteristik

konsumen. Karakteristik tersebut dapat didasarkan pada karakteristik

geografi, demografi, psikografis, dan lain sebagainya. Pemasar dapat

mencoba melakukan segmentasi berdasarkan satu variabel atau kombinasi dari

karakteristik tersebut. Kemudian mempelajari segmen konsumen yang

menunjukkan respon produk dan kebutuhan yang berbeda. Kedua, membentuk

segmen dengan melihat tanggapan konsumen terhadap manfaat, alasan

penggunaan, atau terhadap merek (Kotler, 2011: 191).

Karakteristik Konsumen Online

Karakteristik konsumen secara khusus perlu diidentifikasi, khususnya

konsumen online. Mengidentifikasi karakteristik konsumen online berguna

untuk lebih memahami perilaku pembelian online. Berikut ciri-ciri konsumen

online ditinjau dari berbagai aspek:

Karakteristik Budaya Konsumen Online

Berdasarkan kelas sosial konsumen online, Smith dan Rupp (2003)

mengidentifikasi bahwa orang yang berada pada kelas sosial tinggi akan

lebih banyak membeli barang / jasa secara online daripada orang yang berada

pada kelas sosial yang lebih rendah. Orang-orang di kelas sosial tinggi

kebanyakan memiliki komputer dengan akses internet, dan mereka juga punya

uang untuk melakukan pembelian online. Sementara itu, masyarakat kelas

sosial rendah tidak banyak melakukan pembelian secara online karena kendala

akses dan finansial. Zhou et al (2007) menambahkan dari kesimpulan

penelitian terkait budaya online konsumen bahwa konsumen dari budaya

individualistik lebih suka menggunakan internet untuk e-commerce daripada

konsumen yang berasal dari budaya kolektif, dan masyarakat yang dominan

maskulin dalam hal berbelanja dan lebih banyak terlibat dalam belanja

online.
Karakteristik Sosial Konsumen Online

Limayem et al (2000) menunjukkan pengaruh pengaruh sosial terhadap

keputusan pembelian online. Mereka menemukan bahwa norma (perceived norms)

memiliki peran penting dalam pengambilan keputusan pembelian online,

terutama pengaruh keluarga. Walaupun tidak ditemukan bahwa pengaruh teman

sebagai faktor yang signifikan, mereka menemukan bahwa lingkungan yang

mendukung, seperti teman yang berbelanja online, juga meningkatkan

keputusan pembelian online. Hal ini juga diungkapkan oleh penelitian

Foucault dan Scheufele (2002) yang menemukan bahwa berbicara dengan teman

tentang toko online akan mempengaruhi rencana belanja online di masa depan.

Berbeda dengan temuan sebelumnya, Huang dan Christopher (2003) menegaskan

bahwa tidak seperti di toko tradisional dimana referensi konsumen diperoleh

dari keluarga, teman, kelompok dan dari mulut ke mulut, referensi konsumen

yang berbelanja secara online sebenarnya berasal dari teknologi informasi,

seperti link produk ke situs web, mesin pencari, nomor telepon dan vendor

email, review produk oleh konsumen lain, dan diskusi kelompok. Perbedaan

hasil penelitian sebelumnya, menjadi menarik karena penelitian tersebut

mencerminkan bahwa konsumen online tidak mempunyai perilaku yang homogen.

Karakteristik Pribadi Konsumen Online

Selain karakteristik sosial, Monsuwe et al (2004) mengidentifikasi bahwa

memahami karakteristik pribadi konsumen online juga penting. Dalam

penelitiannya Monsuwe et al (2004) menemukan bahwa konsumen dengan

pendapatan yang lebih tinggi cenderung berbelanja secara online daripada

konsumen dengan pendapatan rendah. Juga dinyatakan oleh Roger (dalam Spake

et al, 2011) bahwa pengadopsi awal memiliki status Sosial Ekonomi (SES)

lebih tinggi daripada pengadopsi kemudian.

Dalam kaitannya dengan gender, Vrechopoulos et al (2001) dalam studinya

menemukan bahwa pembeli melalui internet didominasi oleh laki-laki.

Sedangkan penelitian Jen-Hung dan Yi-chun (2010) mengenai motivasi


berbelanja online dan kaitannya dengan gender, menambahkan bahwa ketika

berbelanja melalui internet, pria lebih termotivasi oleh kemudahan

(kemudahan), kurangnya sosialitas, dan penghematan biaya, sedangkan wanita

lebih termotivasi oleh faktor emosional seperti interaksi dan ketersediaan

informasi. Dari segi usia, penelitian Kau et al (2003) menyimpulkan bahwa

pengguna Internet lebih muda dibandingkan non-pengguna Internet.

Namun yang menarik, penelitian Hernandez et al (2011) menyimpulkan bahwa

umur, jenis kelamin dan pendapatan bukan merupakan variabel yang moderat

untuk mempengaruhi belanja online yang telah dilakukan dan tidak dapat

mempengaruhi persepsi mereka dalam memandang e-commerce, sehingga mereka

menyarankan bahwa Internet telah menjadi pasar yang sesuai untuk segala

usia, dan tidak terbatas pada pendapatan dan jenis kelamin. Hal ini sejalan

dengan penelitian Sorce et al (2005) yang mengatakan bahwa meskipun usia

orang yang mencari produk lebih sedikit dibandingkan dengan mereka yang

lebih muda, tetapi orang yang berusia juga membeli sebanyak mereka yang

lebih muda saat berbelanja online.

Atribut Toko

Proses pemilihan toko merupakan fungsi dari kombinasi karakteristik

konsumen dan karakteristik toko. Setiap segmen konsumen ditentukan dari

profil konsumen yang memiliki citra toko yang beragam (Engel et al, 1990:

586). Oleh karena itu, keputusan untuk memilih toko berbeda di setiap

segmen pasar.

Atribut yang mempengaruhi konsumen untuk memilih dan memilih toko tertentu

disebut sebagai atribut toko (Pessemier dalam Moye, 1998). Jika suatu toko

diterima dan dianggap berbeda, kemudian dipilih sebagai atribut toko yang

dianggap penting, maka atribut tersebut dianggap sebagai atribut penentu.

Penentuan atribut toko biasanya terdiri dari unsur-unsur seperti (Engel et

al, 1990: 586) lokasi, kualitas dan keragaman produk, harga, promosi iklan

dan penjualan, penjualan pribadi, layanan yang diberikan, toko pelanggan,

toko atmosfer, layanan dan kepuasan setelah transaksi.


Penelitian difokuskan pada atribut store image yang bervariasi. Hirschman

et al dalam Saraswat dan Mammen (2010), menyatakan ada sepuluh atribut toko

fisik yang representatif dan sesuai dengan citra toko. Kesepuluh atribut

tersebut yaitu jasa kasir, lokasi toko, harga barang yang dijual, kebijakan

pembayaran, tata letak dan suasana toko, kualitas barang yang dijual,

keragaman barang yang dijual, penataan barang yang dijual, administrasi dan

kebijakan jaminan dan pertukaran serta tabungan dalam berbelanja. Sedangkan

penelitian Erdem et al (1999) menggunakan analisis faktor menemukan bahwa

dari 12 item atribut toko yang digunakan hanya terdapat tiga dimensi

atribut toko fisik yaitu status, barang yang dijual (merchandise) dan

harga. Penelitian Mortimer dan Clarke (2011) menambahkan bahwa ada atribut

toko lain selain dari penelitian di atas seperti kemudahan parkir dan

kebersihan toko.

Atribut Toko Online

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa atribut toko fisik tidak

dapat diterapkan pada atribut toko online (Chang dan Tseng, 2011). Misalnya

atribut seperti tempat parkir dan kebersihan toko tidak bisa diterapkan di

toko online. Toko online memiliki atribut unik yang berbeda dengan toko

fisik (Chang dan Tseng, 2011). Ming-Hatever Hsiao (2009) menyebutkan bahwa

ada tiga elemen nyata yang membuat orang memilih berbelanja online atau

berbelanja melalui toko fisik. Berikut adalah tabel ringkasan dari ketiga

elemen tersebut dan perbandingan belanja online dan toko di toko fisik.

Tabel 4. Atribut Mode Belanja

Atribut Karakteristik
Toko Belanja Belanja Online
Pengumpulan • Biaya perjalanan • Tidak ada biaya
Informasi / •Waktu perjalanan perjalanan
Belanja o Lebih menyenangkan • Tidak ada waktu
berbelanja perjalanan
o o Kurangnya o Kurangi kesenangan
ketidakpastian berbelanja
informasi o Ketidakpastian
informasi lebih lanjut
Pembelian /  Harga beli lebih  Menurunkan harga beli
transaksi tinggi o Lebih banyak perasaan
o Mengurangi perasaan tidak percaya yang
tidak percaya yang disebabkan oleh
disebabkan oleh transaksi
transaksi
Pengiriman  Tidak ada waktu  Waktu tunggu
tunggu untuk pengiriman pengiriman
o Kurangnya o Lebih banyak
ketidaknyamanan yang ketidaknyamanan yang
disebabkan oleh disebabkan oleh
pengiriman pengiriman

: fungsi ekonomi; o: fungsi psikologis

Sumber Hsiao (2009)

Studi tentang atribut toko dalam lingkungan online telah dilakukan

sebelumnya dan beberapa menghasilkan beberapa atribut toko online. Salah

satunya, Ranganathan dan Ganaphaty (2002) melakukan penelitian yang

bertujuan untuk mengetahui dimensi kritis dalam website Business to

Consumer (B2C). Dengan menggunakan analisis faktor eksplorasi, penelitian

menghasilkan empat dimensi penting dalam website B2C, yaitu informasi,

desain, keamanan dan privasi.

Ahn et al (2004) menyatakan bahwa kualitas informasi menjadi perhatian

utama dalam penggunaan internet shopping, sistem kualitas harus

ditingkatkan jika konsumen merasa kesulitan untuk memesan dan bertransaksi

melalui website. Namun jika banyak konsumen yang tidak mengunjungi

(melihat-lihat) website lagi, atau pindah ke website pesaing, maka pemasar

harus memantau kualitas produk dan layanan pelanggan.

Berbeda dengan Koo (2006) yang menggunakan tujuh atribut toko online untuk

mengetahui apakah nilai-nilai pribadi dan atribut toko membentuk loyalitas

pada toko online. Ketujuh atribut toko online adalah desain, daya tarik

visual, hyperlink, keragaman barang yang dijual, informasi, keamanan, dan

layanan purnajual. Hasil dari penelitian tersebut menyimpulkan bahwa

Keragaman barang yang dijual merupakan atribut toko online yang membuat

konsumen menjadi loyal dibandingkan atribut toko online lainnya.


Penelitian terbaru terkait atribut toko online, dilakukan oleh Ganesh et al

(2010) yang menerapkan segmentasi berdasarkan motivasi pembelanja internet

dan atribut toko online atau e-store. Atribut motivasi dan toko online

diperoleh dari wawancara mendalam, yang kemudian dilakukan analisis faktor.

Motivasi terdapat tujuh dimensi diantaranya adalah role enactment, online

bidding, web shopping convenience, avant-gardism, Affiliation, stimulation,

dan personal services, sedangkan atribut toko online terdapat enam dimensi

yaitu e-store essential, offline presence, orientasi harga, daya tarik

situs web, variasi barang dagangan, dan keamanan / sertifikasi web. Dari

hasil penelitian ini menghasilkan tujuh segmen pembelanja online

berdasarkan motivasi yaitu interaktif, destinasi, apatis, e-window shopper,

basic, bargain, seeker, dan shopping enthusiast. Sedangkan segmen

pembelanja online berdasarkan atribut toko online menghasilkan enam segmen

yang berbeda yaitu destinasi, apatis, basic, bargain seeker, shopping

enthusiast, dan risk averse. Studi ini menunjukkan bahwa ada persamaan dan

perbedaan antara pembeli online dan pembeli tradisional.

Tabel 5. Atribut Toko Online

Atribut Toko Online Sumber

Ranganathan dan Ganaphaty (2002)  Informasi

 Desain

 Keamanan

 Privasi

Wolfinbarger (2003)  Desain Situs Web

 Layanan Konsumen

 Keandalan

 Keamanan / Privasi

Ahn et al (2004)  Kualitas Sistem


 Kualitas Informasi

 Kualitas Layanan

 Kualitas Produk

 Kualitas Pengiriman

Koo (2006)  Desain

 Daya Tarik Visual

 Hyperlink

 Keragaman produk yang dijual

 Informasi

 Keamanan

 Layanan purna jual

Ganesh et al (2010)  Esensi Toko-E

 Kehadiran Offline

 Orientasi Harga

 Daya tarik situs web

 Keragaman Merchandise

 Sertifikasi / Keamanan Web

III. METODOLOGI

Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi segmen konsumen online

berdasarkan atribut demografis, psikografis dan preferensi konsumen pada

toko online. Penelitian ini menggunakan metode survei. Survei dilakukan

pada mahasiswa program sarjana dan pascasarjana jurusan ilmu komunikasi

Universitas Indonesia angkatan 2011. Teknik pengambilan sampel yang


digunakan adalah stratified systemic random sampling, dan menghasilkan

jumlah sampel sebanyak 203 responden.

Pengukuran

Ada tiga konstruk yang digunakan dalam segmentasi, yaitu demografi,

psikografis, dan preferensi konsumen pada atribut toko online.

Operasionalisasi demografi berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan,

pendapatan, jumlah produk yang dibeli tahun lalu, dan total waktu yang

dihabiskan untuk berselancar (jam per hari). Sedangkan operasionalisasi

psikografis terbagi menjadi enam dimensi yaitu kenyamanan internet, self-

inefficacy persepsian, logistik internet, ketidakpercayaan internet,

penawaran internet dan window shopping internet. Sedangkan atribut

operasionalisasi toko online adalah desain website, barang yang dijual

(merchandise), orientasi harga, informasi, toko fisik website (keberadaan

offline), customer service, security dan delivery service.

Analisis data

Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan analisis statistik, pertama

Exploratory Factor Analysis (EFA) untuk menguji validitas dari item-item

yang digunakan dalam pengukuran konstruk. Jika nilai KMO lebih dari 0,5 dan

uji Barlett signifikan, maka data dapat diekstraksi atau diolah. Nilai

loading factor yang diterima yang berkorelasi dengan suatu faktor atau

dimensi harus lebih dari 0,40 (Steven dalam Meyers et al, 2006: 507). Dari

hasil pengujian maka dari 26 item psikografis dan 33 item atribut toko

online hanya 22 item psikografis dan 32 item atribut toko online yang valid

dan reliabel, sehingga dapat dilakukan analisis lebih lanjut.

Tahap kedua, melakukan analisis cluster K-Means yang bertujuan untuk

mengklasifikasikan responden berdasarkan variabel psikografis dan

preferensi atribut toko online. Kemudian setelah dilakukan pengelompokan

berdasarkan atribut psikografis dan preferensi toko online, dilakukan uji


Chi-square yang digunakan untuk membedakan antar kelompok yang sebelumnya

terbentuk berdasarkan demografinya.

IV. HASIL

Hasil pengelompokan responden berdasarkan analisis psikografis dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa karakteristik demografi dan preferensi

atribut toko online yang dianggap penting cenderung berbeda satu sama lain.

Perbedaan karakteristik masing-masing cluster akan dijelaskan seperti di

bawah ini.

Gambar 16. Pecinta Belanja Online

Cluster 1 merupakan cluster dengan jumlah anggota tertinggi kedua

dibandingkan cluster lainnya. Cluster 1 berisi responden dari lulusan

berpendidikan sebesar 54,3% dimana tingkat pendidikannya lebih banyak

daripada responden sarjana (45,7%). Artinya cluster 1 didominasi oleh

responden dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dari sisi

pendapatan, cluster ini juga memiliki anggota dengan pendapatan yang lebih

besar dari cluster lainnya (≥ Rp. 2.500.000). Sedangkan untuk jumlah item

yang dibeli cluster ini membeli 1 item sebanyak 1 sampai dengan 5 item
sebesar 47,8% dan 43,5% ≤6 item. Dari hasil di atas berarti cluster ini

sering berbelanja menggunakan internet.

Dilihat dari gaya hidup / psikografinya dalam menggunakan internet,

kelompok ini suka berbelanja lewat internet karena kepraktisan. Mereka

sangat mahir menggunakan internet dan mereka mempercayai internet sebagai

media belanja. Secara keseluruhan cluster ini lebih disukai menggunakan

internet untuk aktivitas belanja. Dilihat dari ciri-ciri yang melekat

secara demografis dan psikografis dalam penggunaan internet kelompok ini,

maka sesuai kelompok ini termasuk dalam segmen “pecinta belanja online”.

Pada preferensi atribut toko online yang dianggap penting oleh segmen

pembelanja online, yang paling menonjol dan berbeda dari segmen lainnya

adalah atribut desain website, produk yang dijual, dan informasi. Keamanan

dan layanan toko online adalah atribut penting dalam atribut ini, namun,

cluster lain juga memiliki preferensi yang sama untuk kedua atribut ini.

Gambar 17. Pembeli Jendela Online

Cluster 2 merupakan kelompok dengan pendidikan yang hampir seimbang antara

jenjang pendidikan sarjana dan pascasarjana. Artinya pada kelompok klaster

2, tingkat pendidikan tiap anggotanya campuran antara sarjana dengan

persentase 58,9% dan lulusan sarjana dengan persentase 41,1%. Pada cluster

ini berisi anggota dengan usia umum dari muda sampai tua, responden
berpendidikan seimbang antara pendidikan sarjana dan pascasarjana. Cluster

ini juga memiliki ragam pendapatan yang beragam, mulai dari yang

berpenghasilan rendah hingga yang tinggi. Jumlah item yang dibeli antara 1-

5 item dalam satu tahun terakhir, cluster ini menggunakan internet selama

3-4 jam sehari.

Dari sisi gaya hidup, cluster ini memiliki kepercayaan dalam menggunakan

internet untuk aktivitas belanja, namun mereka tidak menyukai penawaran dan

logistik yang ditawarkan saat berbelanja melalui internet. Selain itu,

mereka tidak terlalu percaya dengan toko online. Namun, mereka sangat

menyukai window shopping dengan informasi melihat-lihat tentang detail

produk. Dilihat dari ciri-ciri yang melekat secara demografis dan

psikografis dalam penggunaan internet kelompok ini, maka kelompok ini

termasuk dalam segmen “pembelanja jendela online”.

Pada preferensi atribut toko online yang dianggap penting oleh segmen

pembelanja online, yang paling menonjol dan berbeda dari segmen lainnya

adalah pada atribut harga, informasi dan keberadaan toko fisik. Mereka

menginginkan harga bersaing, informasi akurat, dan detail serta toko fisik

dari toko online.

Gambar 19. Penghakiman Negatif


Cluster 3 adalah cluster dengan jumlah anggota paling sedikit dibandingkan

dengan cluster lain (11%). Cluster ini berisi usia muda yang kurang dari 20

tahun sebesar 82,6%. Pendidikan dalam cluster ini adalah pendidikan

sarjana. Penghasilan mereka sebesar ≤ Rp2.500.000. Sebagian besar cluster

ini tidak pernah membeli produk melalui Internet. Internet yang digunakan

bervariasi dari kurang dari 2 jam, 3-4 jam hingga lebih dari 5 jam sehari.

Cluster ini memiliki keyakinan dalam menggunakan Internet untuk berbelanja,

tetapi mereka memiliki pandangan negatif terhadap Internet sebagai media

berbelanja. Mereka tidak mempercayai toko online beserta penawarannya,

kepraktisan yang diberikan dan ingin melihat langsung barang / produknya

sendiri. Dilihat dari karakteristik yang melekat secara demografis dan

psikografis dalam penggunaan internet kelompok ini, maka kelompok ini

termasuk dalam segmen “negative judgemental”. Untuk cluster ini, atribut

penting dari sebuah toko online adalah keamanan toko online dan pelayanan

yang memuaskan.

Gambar 20. On Off Shoppers

Cluster 4 berisi anggota yang memiliki tingkat pendidikan sarjana.

Pendapatan dari cluster ini kurang dari Rp 2,5 juta per bulan. Jumlah item

yang dibeli antara 1-5 item selama setahun terakhir. Internet yang

digunakan dalam cluster ini bervariasi dan persentasenya berimbang, mulai

dari kurang dari 2 jam sehari hingga lebih dari 5 jam sehari.
Dari segi psikografis, cluster ini senang dengan sajian yang diberikan

melalui internet. Anggota cluster ini pun memiliki kepercayaan berbelanja

melalui internet. Namun, mereka cenderung ragu dengan masalah valuasi

barang melalui internet, dan mereka menganggap berbelanja di internet tidak

benar-benar praktek, mereka tidak keberatan jika harus berbelanja di toko

fisik. Dilihat dari karakteristik yang melekat pada demografi dan

psikografis penggunaan internet pada kelompok ini, maka kelompok ini

termasuk dalam segmen “on off shoppers”.

Untuk cluster ini, keberadaan toko fisik sebuah toko online menjadi atribut

yang harus dimiliki oleh toko online tersebut. Selain itu masalah

pengiriman juga menjadi perhatian cluster ini. Informasi terperinci harus

diberikan kepada cluster ini karena mereka dianggap informasi sebagai

atribut penting.

Gambar 21. Pembeli Tradisional

Cluster 5 terdiri dari anggota dengan usia yang beragam, dari kurang dari

20 tahun hingga lebih dari 31 tahun. Tingkat pendidikan cluster ini terdiri

dari 69,2% responden sarjana dan 30,8% responden tingkat sarjana sebesar

30,8%. Pendapatan dari cluster ini juga bervariasi dari kurang dari Rp 2,5
juta hingga lebih dari Rp2.500.000. Cluster ini didominasi oleh responden

yang belum pernah membeli produk melalui internet.

Secara psikografis, cluster ini memiliki pandangan negatif terhadap

penggunaan internet untuk berbelanja. Mereka tidak menggunakan internet

untuk berbelanja atau sekedar melihat review produk di internet. Mereka

tidak suka belanja online mungkin karena tidak bisa menggunakan internet

untuk aktivitas belanja. Dilihat dari ciri-ciri yang melekat pada demografi

dan psikografis dari penggunaan internet kelompok ini, maka kelompok ini

termasuk dalam segmen “pembelanja tradisional”. Sebagian besar atribut toko

online yang dianggap penting oleh segmen pembelanja tradisional adalah

keberadaan toko fisik dari toko online. Mereka tidak terlalu peka terhadap

harga suatu produk, tetapi keamanan dan pengiriman sebuah toko online

menjadi atribut yang diperhatikan oleh segmen ini.

V. PEMBAHASAN

Terkait dengan karakteristik demografis dalam penelitian ini, maka ditinjau

dari jenis kelamin, hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada

perbedaan antara pria dan wanita tentang keinginan berbelanja melalui

internet. Hasil tersebut mendukung penelitian yang telah dilakukan oleh

Hernandez et al pada tahun 2011, namun berbeda dengan penelitian yang

dilakukan oleh Vrechopoulos pada tahun 2001 yang menyatakan bahwa pria

mendominasi belanja online.

Dari segi usia, penelitian menunjukkan bahwa segmen orang yang gemar

berbelanja online memiliki beragam usia dari muda hingga tua. Serta segmen

pembelanja tradisional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian

Hernandez et al (2011) yang menyatakan bahwa berbelanja melalui internet

tidak terbatas pada jenis kelamin dan usia. Internet adalah tempat pasar

bagi siapa saja dan tidak terbatas pada jenis kelamin dan usia.

Dilihat dari pendapatannya, masyarakat yang berbelanja melalui internet

didominasi oleh responden yang berpenghasilan tinggi di atas Rp

2.500.000,00 per bulan. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Soopramanien


dan Robertson (2007) dan Monsuwe et al (2004) yang menyimpulkan bahwa

pembeli produk melalui internet memiliki pendapatan yang lebih tinggi

dibandingkan dengan mereka yang tidak berbelanja melalui internet. Hal ini

bisa jadi karena masyarakat berpenghasilan lebih tinggi memiliki media

untuk berbelanja melalui internet, seperti komputer, ponsel, laptop dan

gadget berteknologi tinggi lainnya dibandingkan dengan orang yang tidak

berbelanja melalui internet (Vrechopoulos, 2003). Selain itu masyarakat

berpenghasilan tinggi lebih dapat menerima internet sebagai teknologi baru

yang dapat digunakan untuk berbelanja dibandingkan dengan orang yang suka

berbelanja melalui toko fisik (Soopramanien dan Robertson, 2007).

Jika dilihat dari durasi penggunaan internet, hasil penelitian ini

menyimpulkan bahwa pengguna internet didominasi oleh pengguna internet yang

menggunakan internet lebih lama dibandingkan dengan orang yang tidak pernah

berbelanja online. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Rangaswamy dan

Gupta (1999) yang menyimpulkan bahwa orang yang membeli produk melalui

internet lebih banyak menghabiskan waktunya saat berselancar.

Merujuk pada penelitian yang dilakukan oleh Brengman et al (2005) terdapat

empat segmen pembelanja internet yaitu pembelanja tentatif, pembelajar yang

mencurigakan, pecinta belanja dan pengguna bisnis serta empat segmen non

pembelanja internet yaitu peramban yang menakutkan, teknologi positif.

muddlers, muddler teknologi negatif, dan browser petualang.

Dari temuan penelitian ini dan mengacu pada penelitian Brengman et al

(2005), segmen pecinta belanja online memiliki karakteristik yang mirip

dengan pecinta belanja, yaitu menyukai belanja internet dan segala aspeknya

(kesederhanaannya, penawarannya, dan window shoppingnya. ). Sedangkan

segmen window shopper online hampir sama dengan segmen pembelajar yang

mencurigakan, yang berpendapat negatif terhadap penawaran melalui belanja

online dan kemudahan internet. Perbedaan segmen window shopper online

dengan pembelajar yang mencurigakan adalah pembelajar yang mencurigakan

jarang melakukan window shopping online, berbelanja online, dan menggunakan


internet karena ketidakmampuan internet mereka. Sedangkan window shopper

online mahir menggunakan internet untuk berbelanja.

Karakteristik penilaian negatif dari pengguna online yang mendekati browser

menakutkan

segmen. Mereka terpelajar, mampu menggunakan internet tetapi tidak

menggunakannya untuk berbelanja karena ada ketidakpercayaan dalam

menggunakan internet sebagai media berbelanja. Sedangkan segmen on-off

shopper memiliki karakteristik yang mirip dengan tentative shopper, yaitu

memiliki pengalaman berbelanja sebelumnya dan tidak memiliki kecurigaan

saat menggunakan kartu kredit untuk transaksi online-nya. Meski begitu,

mereka tidak terlalu menikmati belanja online. Mereka juga tidak percaya

kalau belanja online itu lebih mudah dan memiliki penawaran yang lebih

baik. Mereka tidak tertarik untuk menjelajahi situs web baru dan tidak

berasumsi bahwa Internet benar-benar berkontribusi bagi kehidupan mereka.

Pada karakteristik anggota segmen pembelanja tradisional memiliki

karakteristik yang sama dengan segmen muddlers teknologi negatif yaitu

kelompok yang tidak memiliki kemampuan untuk menggunakan komputer dan

internet. Mereka memiliki pandangan negatif tentang belanja online (tidak

mempercayai keamanan dan tidak menganggap bahwa belanja online memberikan

kemudahan daripada belanja tradisional).

Sedangkan jika mengacu pada Barnes et al (2007) yang menemukan tiga segmen

konsumen online yaitu risk averse ragu-ragu, open minded online shoppers

dan reversed information seekers, maka penilaian negatif pengguna online

mirip dengan risk averse raguter (orang yang tidak percaya dengan belanja

online), pecinta online shopper mirip dengan online shopper yang berpikiran

terbuka (berani menerima resiko dan kepercayaan yang tinggi pada penjual

online) dan segmen window shopper online menyerupai pencari informasi

terbalik (menggunakan internet untuk mencari informasi dan mengevaluasi

produk melalui internet sebelum membeli).

Di segmen pengguna online yang menghakimi negatif, mereka memiliki

kepercayaan diri yang tinggi terhadap kemampuannya untuk berbelanja di


internet, tetapi mereka menunjukkan sikap negatif terhadap aspek belanja

internet. Gaya hidup browsing mereka, juga dikatakan tidak sering melakukan

window shopping online, namun frekuensi penggunaan internet perhari

bervariasi dan hampir seimbang antara pengguna internet yang kurang dari 2

jam (34,8%), 3-4 jam (34,8%), 3-4 jam (34,8%). %) dan ≥ 5 jam (30,4%).

Begitu pula dengan segmen pembelanja tradisional yang menyatakan bahwa

mereka tidak memiliki kepercayaan diri untuk menggunakan internet namun

durasi penggunaan internetnya bervariasi. Merujuk pada penelitian yang

dilakukan oleh Aljukhadar dan Senecal (2011), segmentasi pengguna internet

berdasarkan penggunaannya terdapat tiga segmen yaitu: komunikator dasar

yang menggunakan internet untuk berselancar, mengintai pembelanja yang

menggunakan internet untuk berbelanja, dan sosial. Pengemudi yang

menggunakan Internet untuk berinteraksi seperti chat, blogging, streaming

video, dan download. Kedua segmen tersebut dapat menggunakan internet,

bukan untuk berbelanja tetapi untuk aktivitas lainnya.

Menurut temuan Bhatnagar dan Ghose (2004), dibandingkan dengan atribut

pembelian online lainnya, harga terendah bukanlah atribut terpenting bagi

mereka yang suka berbelanja melalui internet. Pernyataan tersebut

dibuktikan dalam penelitian ini segmen pecinta toko online lebih

mementingkan atribut seperti produk yang dijual oleh toko online

(merchandise) dan informasi. Selain itu, mereka juga menganggap bahwa

desain website toko online itu penting untuk menarik perhatian mereka.

Dari temuan tersebut didapatkan pula bahwa setiap segmen konsumen online

memilih lebih dari satu atribut toko yang dianggap penting. Hal ini sesuai

dengan teori keputusan pembelian, bahwa pemilihan dan keputusan konsumen

tidak dibuat berdasarkan satu atribut (variabel) saja; melainkan kumpulan

atribut (variabel) yang memainkan peran penting tentang bagaimana konsumen

memilih hingga keinginan untuk berlangganan ke toko tertentu (Alhemoud,

2008).

Anda mungkin juga menyukai