PENDAHULUAN
Banyaknya jumlah pengguna internet ini membuat pelaku bisnis tertarik untuk memasarkan
produknya secara online. Mulai pelaku bisnis rumahan bahkan hingga perusahaan berskala besar.
Menurut Supriyanto (2018), e-commerce menjadi sektor ekonomi paling strategis saat ini karena
berdasarkan survei Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), nilai investasi di sektor e-
commerce pada 2017 mencapai lebih dari USD 5 miliar.
Kegiatan transaksi yang dulu biasanya dilakukan secara langsung dan mengharuskan
konsumen datang ke toko untuk melihat produk secara fisikal kini sudah tergantikan dengan
metode yang lebih gampang, hanya dengan melihat gambar atau foto yang disediakan produsen
pada situs jual beli online. ShopBack Research Team (2018) melakukan survei terhadap lebih dari
1.000 responden di Indonesia untuk melihat pola berbelanja online masyarakat Indonesia. Dari
survei tersebut, sebanyak 70,2% responden mengaku bahwa keberadaan toko online memengaruhi
perilaku belanja mereka, dimana mereka lebih sering berbelanja online dibanding berbelanja di
toko offline (Kama, 2018).
Perkembangan bisnis online yang sangat cepat ini membuat perusahaan harus kreatif dan
cermat dalam memilih strategi yang sesuai untuk menarik minat konsumen. Untuk itu pelaku
bisnis perlu memperhatikan Perilaku konsumen dalam melakukan pembelian. Kenyataannya,
banyak konsumen yang bertindak secara irrasional atau tidak logis ketika melakukan pembelian
secara online. Sehingga muncullah suatu fenomena yaitu impulse buying (Koski, 2004). impulse
buying adalah perilaku transaksi secara spontan tanpa adanya sebuah rencana dan memiliki
emosional yang kuat dan tidak terkendali. Memungkinkan konsumen untuk mengambil tindakan
tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari prilakunya(Putra, 2021)
Dengan adanya berbagai jenis aplikasi belanja online ini sangat mendorong terjadinya
pembelian yang dilakukan konsumen secara impulsive karena dengan menggunakan smartphone
saja konsumen dapat dengan mudah menjangkau seluruh toko yang mereka inginkan dan
melakukan transaksi dimana pun dan kapan pun. menurut Primadhyta (2015) setidaknya setengah
pembelian barang mewah dilakukan secara spontan, dan di atas rata-rata regional yaitu 26 persen
berbanding luruh dengan riset yang dilakukan oleh Mastercard pada tahun 2015 mengungkap
separuh generasi milenial Indonesia (50 persen) merupakan pelanggan paling impulsif di Asia
Pasifik.
Selain kemudahan dalam melakukan transaksi, faktor promosi yang ditawarkan perusahaan
juga menjadi pendorong bagi konsumen untuk melakukan impulse buying. Dimana menurut Bayu
(2018), promosi penjualan adalah rangsangan langsung yang tujukan kepada konsumen untuk
melakukan pembelian. Terdapat beberapa jenis promosi penjualan, termasuk di dalamnya
penurunan harga sementara melaui kupon, diskon, undian dan sebagainya.
Salah satu contoh kegiatan promosi terbesar yang dilakukan oleh gabungan beberapa e-
commerce di Indonesia pada akhir tahun 2020 lalu adalah Hari Belanja Online Nasional
(Harbolnas). Dilansir dari website sirclo.com. Harbolnas berkontribusi terhadap tingkat
penjualan , bahkan dapat mendongkrak ekonomi dan daya beli masyarakat. Bahkan pada tahun
2018 dan pada tahun 2019. Harbolnas berhasil meningkatkan transaksi hingga 200%.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) pertumbuhan e-commerce di Indonesia pada sensus
ekonomi 2016 meningkat 17 persen atau 26,2 juta pelaku bisnis dilansir dari berita liputan 6.
Dilihat dari tingginya jumlah tersebut, tentunya para pebisnis berlomba-lomba dalam menentukan
strategi yang tepat agar dapat unggul dalam persaingan memenangkan minat konsumen.
Berdasarkan data yang dilansir dari hasil survei yang dilakukan oleh Snapcart (2021) di lansir
dari merdeka.com mengenai perilaku belanja e-commerce di Indonesia menunjukan Tokopedia
merupakan salah satu e-commerce yang paling popular dan paling sering digunakan oleh
konsumen. Tokopedia, Shopee dan Lazada merupakan aplikasi yang paling banyak digunakan oleh
konsumen. Tokopedia menempati posisi kedua dengan pangsa user 27%, lazada dengan pangsa
user 11% dan Shopee dengan pangsa user 51%.
Banyak konsumen yang ingin melakukan pembelian melalui e-commerce yang tersedia, salah
satunya adalah Tokopedia, hampir seluruh kebutuhan dan keinginan yang konsumen butuhkan
dapat ditemui pada market place Tokopedia.
Tokopedia menggunakan bauran pemasaran yaitu product, price, place, promotion, physical
evidence, people dan procces dalam menjalankan aktivitas pemasarannya., sehingga ini membuat
konsumen berkeinginan untuk melakukan keputusan pembelian terhadap barang yang tersedia di
Tokopedia, terkadang barang-barang yang dibeli konsumen mereka beli tanpa ada perencanaan
akan pembelian barang tersebut dan karena promosi penjualan yang menarik inilah yang bisa
disebut impulse buying, menurut Utami (2010), produk yang dibeli tanpa rencana sebelumnya
disebut produk impulsive, misalnya seperti majalah, minyak wangi, dan produk kosmetik. Impulse
buying terjadi saat itu juga tanpa melalui proses pemikiran yang panjang. Hal ini didukung oleh
pendapat Rook dan Fisher (1995) yang mendefinisikan impulse buying sebagai kecendrungan
konsumen untuk membeli secara spontan, reflek, tiba-tiba dan otomatis. Hal ini bisa membuat
perusahaan berlomba-lomba untuk membuat produk yang mereka tampilkan semenarik mungkin
dan menggunakan promo penjualan yang menarik perhatian konsumen.
Ditambah dengan adanya pandemi seperti sekarang ini membuat konsumen lebih banyak
berada dirumah, karena pekerjaan yang dilakukan dirumah, banyak tujuan-tujuan wisata yang
masih belum dibuka sehingga membuat konsumen yang bosan mulai membeli produk-produk
dengan memanfaatkan Tokopedia, seperti produk makanan/minuman, bahan-bahan memasak,
daging mentah/olahan, produk berbasis hobi seperti sepeda, alat-alat olahraga, produk kesehatan,
kosmetik, skincare dan sebagainya. Terkadang konsumen melakukan pembelian tersebut tidak
terencana dan terkesan tidak terlalu dibutuhkan oleh konsumen tersebut., hal ini akibat adanya
promosi penjualan yang dilakukan Tokopedia seperti promo potongan harga dengan memasukan
kode tertentu, kejar diskon, special deals, promo pembelian pulsa, paket dan data sebagai penyedia
jasa telekomunikasi, termasuk top up fintech dan tagihan yang konsumen miliki semua bisa
dilakukan dengan mudah melalui e-commerce ini bahkan dengan biaya yang sangat terjangkau
apabila dibandingkan melalui cara offline.
Selain promosi penjualan,faktor lain yang dapat mempengaruhi konsumen untuk memutuskan
suatu pembelian adalah harga. Beberapa market place di Indonesia menarik konsumen dengan
memberikan harga yang terjangkau kepada setiap produk yang dijualnya. Menurut Tjiptono
(2007), harga merupakan satuan moneter atau ukuran lainya (termasuk barang dan jasa lainya)
yang ditukarkan agar memperoleh hak kepemilikan atau penggunaan suatu barang dan jasa. Harga
menjadi salah satu faktor penting untuk menarik konsumen, masyarakat biasanya cenderung akan
memilih untuk membeli produk dengan harga yang terjangkau dan kualitas yang baik. Tokopedia
menawarkan banyak produk dengan berbagai macam harga dan bisa langsung melihat harga
produknya. Tokopedia memberikan potongan harga kepada produk – produk tertentu serta dari
berbagai macam kategori, sehingga konsumen berlomba – lomba untuk membeli produk tersebut
dan perlu diingat, produk yang diberikan potongan harga tersebut bersifat terbatas artinya
konsumen dituntut untuk bergerak cepat agar bisa mendapat produk tersebut.
Hal ini juga menjadi pemicu bagi masyarakat kota jambi untuk melakukan pembelian produk
di Tokopedia. Berdasarkan BPS (Badan Pusat Statistik) tercatat jumlah penduduk kota jambi
sebanyak 606,20 ribu jiwa, angka ini menunjukan cukup banyaknya konsumen kota jambi yang
dapat melakukan pembelian di Tokopedia.
Sebelumnya telah dilakukan survei pendahuluan untuk melihat perilaku pembelian konsumen
Tokopedia Indonesia. Survei ini dilakukan terhadap 30 penduduk Kota Jambi yang merupakan
konsumen dari Tokopedia Indonesia dengan hasil sebagai berikut:
Grafik 1.1
Hasil Survei Pendahuluan Perilaku Pembelian Tokopedia di Kalangan masyarakat Kota
Jambi