Anda di halaman 1dari 7

Globalisasi pasar telah mempengaruhi perilaku perdagangan yang selalu berusaha untuk

memenuhi kebutuhan konsumen (Irianto, 2003). Dalam bisnis dunia, sebuah perusahaan dari
waktu ke waktu harus selalu berusaha untuk berkembang untuk mencapai kesuksesan yang
berkelanjutan (Sangadji, 2013). Pemasar dapat menggunakan internet sebagai saluran informasi
dan penjualan yang kuat, memperluas jangkauan geografis mereka untuk menginformasikan
pelanggan dan mempromosikan bisnis mereka dan produk di seluruh dunia (Kotler, 2008:18).
Persaingan dalam dunia bisnis dan ekonomi di Indonesia semakin mengalami pertumbuhan yang
ketat, sehingga menuntut perusahaan yang terlibat dalam pemasaran online harus mampu
berwawasan konsumen (Marliya, 2016). Persaingan bisnis dapat dikendalikan dengan
meningkatkan kinerja pemasaran melalui pengembangan e-commerce dan kinerja e-commerce
saja dapat dinilai melalui prospek pembelian online, perspektif komunikasi digital, perspektif
layanan dan perspektif proses bisnis (Farida et al., 2017). E-commerce adalah penggunaan internet
untuk kegiatan transaksi bisnis dengan karakteristik terdiri dari terjadinya transaksi antara dua
pihak, pertukaran barang, jasa, atau informasi, dan internet sebagai sarana utama. media dalam
proses transaksi (Indrajit, 2001: 2). Menurut Farida dkk. (2017) e-niaga atau pemasaran online
berpengaruh positif terhadap peningkatan kinerja pemasaran di Indonesia. Penelitian yang
dilakukan oleh Prameswari dkk. (2017) menunjukkan bahwa masyarakat sangat antusias dengan
penggunaan e-commerce dan banyak konsumen mulai belanja online dengan proses dan waktu
yang mudah efisiensi. Selain itu, 60,4 persen e-commerce pengguna di Indonesia cenderung
menggunakan e-commerce lagi (Adiwijaya dkk., 2016). Untuk menghadapi persaingan,
perusahaan e-commerce harus mengetahui apa yang aspek penggunaan penting bagi pengguna dan
bagaimana layanan yang terkait dengan e-commerce dapat dilakukan sesuai dengan lingkungan
(Haghirian et al., 2005). Studi lain menemukan bahwa perilaku konsumen kini terbukti
memberikan respon positif terhadap penggunaan perangkat elektronik yang artinya perusahaan
dapat menerapkan perilaku ini dalam pengembangan perangkat elektronik, teknologi sistem
operasional, teknologi sistem informasi, media sosial dan lain-lain (Ismail, 2016). Google dan
firma riset pasar GfK (Gesellschaft bulu Konsumforschung) melakukan online 2017 penelitian
belanja pada 810 orang di enam kota dan satu wilayah. Yaitu Medan, Jakarta, Bandung, Semarang,
Makassar, Surabaya, dan Bodetabek (Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi). Dari populasi, 71
persen dari mereka melakukan perdagangan online kegiatan atau online. Mereka rata-rata
menghabiskan 5,8 jam untuk membeli dan menjual online dalam sehari. Gaya hidup modern orang
Indonesia manusia tidak terlepas dari perubahan gaya hidup dari masyarakat dunia. Perubahan
pola pikir dan peningkatan pengetahuan membuat konsumen semakin kritis dalam melakukan
pembelian, baik produk maupun jasa. (Wingsati, 2017). Perilaku konsumen muncul karena faktor
dorongan belum terpenuhinya kebutuhan dan keinginan serta keinginan seseorang yang
menimbulkan ketegangan dan ketegangan menjadi individu faktor pemicu untuk berperilaku
dalam mencapai yang diinginkan tujuan (Farida, 2014). Belanja itu menyenangkan (Mardiati,
2012). Kemudahan berbelanja yang ditawarkan saat ini tentunya akan membuat konsumen
semakin senang dan nyaman berbelanja untuk memenuhi kebutuhan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi seseorang suka berbelanja adalah karena adanya kesenangan atau kepuasan pribadi
untuk dimiliki item, selain itu didukung oleh kemudahan informasi sehingga membuat konsumen
lebih cepat menemukan item baru dan cenderung merasa ingin sendiri meskipun mereka tidak
memiliki rencana untuk membeli (Utami & Utama, 2017). Ini memicu tidak direncanakan
pembelian atau pembelian impulsif. Pembelian impulsif adalah keputusan pembelian yang tidak
direncanakan untuk membeli produk atau jasa yang dilakukan sebelum melakukan pembelian
(Purwa & Yasa, 2011). Konsumen berbelanja tidak hanya untuk membeli produk tetapi juga untuk
memenuhi kebutuhan seperti bersenang-senang dan mencari hal baru (Geetha & Bharadhwa,
2016). Tanpa motivasi dan minat, konsumen akan tidak mau mengakses suatu situs secara sukarela
(Murwa tiningsih & Yulianto, 2017). Beberapa studi telah menemukan bahwa proses dan perilaku
pembelian impulsif adalah hasil dari motivasi hedonis (Yu & Bastin, 2010). Selanjutnya, temuan
dari beberapa studi menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara motivasi hedonis dan
pembelian impulsif, dan konsumen hedonis lebih mungkin untuk terlibat dalam keputusan
pembelian impulsif (Babin et al., 1994; Hausman, 2000; Wolfinbarger & Gilly, 2001; Arnold &
Reynolds, 2003). Pembelian impulsif pada kenyamanan produk yang baik adalah barang yang
dibutuhkan oleh konsumen dan dibeli tanpa menyediakan banyak waktu. Barang-barang ini sering
tidak membutuhkan jasa, tidak mahal dan biasanya dibeli karena kebiasaan (Nindyirana, 2016).
Motivasi belanja hedonis memiliki beberapa dimensi yang juga merupakan indikator yang dapat
mengukur seberapa besar motivasi belanja hedonis mempengaruhi keputusan pembelian (Arnold,
2003). Menurut (Arnold, 2003), belanja hedonis motivasi dapat diukur atau dilihat dengan
petualangan belanja, belanja ide, belanja sosial, belanja kepuasan, belanja peran, dan nilai belanja.
Beberapa penelitian telah menunjukkan hubungan antara motivasi belanja hedonis indikator yang
digunakan sebagai hipotesis minor pada pembelian impulsif (Maulana, 2014, Ozen, 2014, Za rita,
2015 Panji, 2016, Ervan, 2016, Dey, 2017) dengan hasil motivasi belanja yang hedonis
mempengaruhi pembelian impulsif, tetapi tidak semua indikator motivasi ping toko hedonis
memiliki efek positif pada pembelian impulsif. Salah satunya adalah penelitian dilakukan
(Maulana, 2014) yang menunjukkan bahwa social shopping tidak berpengaruh positif terhadap
pembelian impulsif. Namun penelitian dari Ozen dan En gizek (2014) menjelaskan bahwa belanja
sosial memiliki efek positif pada tren pembelian impulsif. Menurut Sakitri dkk. (2017) ada
sekarang banyak pengusaha asing yang mulai melakukan bisnis dan investasi di Indonesia, tapi itu
tidak tidak membuat semangat pemuda Indonesia untuk mendirikan bisnis surut. Adanya
fenomena pembelian pulsa ini tentunya akan berdampak dampak positif bagi para pelaku bisnis,
khususnya para pelaku bisnis online, untuk dapat merespon perilaku konsumen dengan membuat
strategi pemasaran yang efektif dan kegiatan lainnya untuk mendukung target perusahaan. Salah
satu faktor yang dikatakan sebagai pemicu pembelian impulsif adalah ketersediaan waktu,
penelitian mengadakan mempengaruhi perasaan positif dan secara langsung mempengaruhi
impuls pembelian. Jika konsumen tidak punya waktu, mereka akan pasti menghindari belanja. Hal
yang sama adalah juga disampaikan dalam penelitian yang dilakukan oleh Dholakia (2000) yang
menyatakan bahwa konsumen dengan keuangan yang baik dan dengan waktu luang akan lebih
mungkin untuk membeli impulsif, oleh karena itu ketersediaan waktu memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap pembelian impulsif. Namun menurut penelitian yang dilakukan (Fauziyah,
2017) yang tidak diperhatikan konsumen masalah waktu sebagai penyebab pembelian impulsif.
Secara teori, ketersediaan waktu bagi konsumen berbelanja akan mempengaruhi strategi yang
digunakan konsumen untuk melakukan pembelian (Mowen & Minor, 2002). Hari Belanja Online
Nasional (Harbolnas), yang diikuti 254 e-commerce pada 12 Desember 2017 lalu memecahkan
rekor nilai transaksi mencapai Rp 4,7 triliun. Disana ada meningkat Rp 1,4 triliun dibandingkan
tahun Event 2016 dengan transaksi 4,2 kali normal. Gambar 1.3. Acara Belanja Online Nasional
Transaksi (2012-2107) Sebagai sumber untuk menghitung Harbolnas pencapaian, Nielsen
mencatat peningkatan jangkauan ke 24 kota di National Basketball Lea gue 2017. Tahun lalu,
hanya 19 kota yang berpartisipasi. Nielsen juga melakukan survei online pada 11 September
hingga 13 Desember 2017 tentang masyarakat di Indonesia. Temuannya, 89% masyarakat yang
mengetahui Harbol nas. Namun, hanya 57% yang melakukan ping toko online, turun 4%
dibandingkan tahun lalu. Perilaku pembelian impulsif sangat menguntungkan bagi para pebisnis
online. Jadi itu membuat beberapa peneliti tertarik untuk meneliti perilaku konsumen di negaranya
masing-masing. (Ozen, 2014) telah meneliti perilaku hedonis konsumen di Turki. (Dey, 2017)
pernah melakukan penelitian yang sama tentang perilaku hedonis konsumen di India. Selain itu,
beberapa peneliti lain seperti (Maulana, 2014, Ervan, 2016, & Panji, 2016) juga melakukan
penelitian yang sama tentang perilaku hedonis konsumen di Indonesia. Peningkatan online belanja
di Indonesia termasuk di Semarang Kota dan peningkatan penjualan pada acara Harbolnas
membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang perilaku hedonis konsumen di
Indonesia, khususnya di Kota Semarang. Studi ini berusaha untuk memeriksa faktor situasional,
internal dan eksternal yang meliputi motivasi belanja hedonis dan ketersediaan waktu konsumen
toko online selama acara HARBOLNAS
Nilai transaksi e-commerce telah meningkat secara signifikan sejak tahun 2014, dan ini
diperkirakan mencapai US$ 5,695 miliar pada tahun 2022 dan US$ 6,542 miliar pada tahun 2023
di dunia transaksi (Statista, 2020). Fenomena tersebut didukung dengan berbagai promosi acara
seperti festival belanja online. Festival belanja online, salah satu yang tersibuk dan hari-hari paling
menawan untuk semua e-commerce dikenal dengan banyak nama berbeda, Singles' Day di China,
Cyber Hot Days di Korea, Festival Diwali di India, Black Friday, Cyber Monday di USA, dan
Harbolnas di Indonesia. Selama belanja online festival, e-commerce melakukan berbagai program
promosi untuk menarik pelanggan dan meningkatkan penjualan. Program promosi tersebut
terutama mempengaruhi emosi pelanggan dan perilaku yang tercermin melalui perilaku pembelian
impulsif (Vannisa et al., 2020) karena waktu pembelian yang terbatas, jumlah produk yang
terbatas, dan harga yang sangat rendah. Ini euforia menimbulkan niat pelanggan untuk berbelanja,
terutama bagi yang tidak mau kehilangan kesempatan untuk mendapatkan produk dengan harga
terendah. Liu dkk. (2019) menemukan bahwa perilaku belanja pelanggan dipengaruhi oleh
motivasi belanja hedonis dalam festival belanja online. Perasaan senang dan senang memicu
hedonis mereka motivasi belanja, yang pada akhirnya mengarahkan perilaku belanja mereka
selama festival belanja online. Meta-analisis Iyer et al. (2020) menunjukkan berbagai faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku pembelian impulsif. Faktor internal meliputi
ciri-ciri konsumen (pencarian sensasi, kecenderungan pembelian impulsif, identitas diri), motivasi
pembelian (utilitarian). motif, motif hedonis), sumber daya (fisik, waktu, finansial); sedangkan
eksternal Faktor terdiri dari rangsangan pemasaran seperti diskon harga, promosi penjualan, toko
promosi, suasana toko, dan produk. Di antara faktor-faktor tersebut, faktor psikologis faktor
memiliki efek substansial dalam memicu perilaku pembelian impulsif (Rook, 1987). Sebuah studi
di Dubai menemukan bahwa perilaku pembelian impulsif sangat dipengaruhi oleh faktor promosi
dan motivasi belanja hedonis (Prashar et al., 2015). Beberapa penelitian telah berfokus pada
pengaruh promosi penjualan terhadap pembelian impulsif perilaku selama festival belanja. Kwon
dan Brinthaupt (2015) menemukan dorongan itu perilaku pembelian disebabkan oleh motivasi
pembelian, karakteristik, dan keinginan konsumen pengalaman selama festival Black Friday di AS
Di Korea Selatan, Jun (2018) menemukan bahwa nilai ekonomi, nilai emosional, dan variasi
produk berpengaruh positif perilaku pembelian impulsif di festival hari panas Cyber. Demikian
pula, Khanna dan Sampat (2015) mengungkapkan bahwa harga rendah dan spesifikasi produk
adalah faktor kunci untuk Konsumen India berbelanja secara impulsif selama Festival Diwali. Di
Indonesia, persepsi konsumen terhadap program promosi penjualan online yaitu persepsi mudah
rusak dan kelangkaan yang dirasakan, mempengaruhi perilaku pembelian impulsif selama
penjualan kilat di e-commerce (Vannisa et al., 2020). Perilaku pembelian impulsif juga
dipengaruhi oleh motivasi belanja hedonis (Nandha et al., 2017; Iyer et al., 2020). Motivasi belanja
hedonis adalah faktor penting yang mempengaruhi perilaku belanja selama festival belanja online
di Cina (Liu et al., 2019). Dalam konteks perilaku pembelian impulsif, motivasi belanja hedonis
adalah ditemukan memiliki efek positif pada perilaku pembelian impulsif (Setyaningrum et al.,
2016; Andani & Wahyono, 2018; Kempa dkk., 2020). Namun, studi ini tidak melihat dimensi
motivasi belanja hedonis. avuşoğlu, Demirag, dan Durmaz (2020) menemukan bahwa dimensi
motivasi belanja hedonis yaitu kebaruan, kesenangan, pujian dari orang lain, pelarian, dan interaksi
sosial, memiliki pengaruh yang signifikan efek pada niat beli. Pemahaman tentang dimensi
hedonis motivasi belanja akan memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang pengaruh
hedonis motivasi belanja pada perilaku pembelian impulsif selama festival belanja. Di Indonesia,
festival belanja online ini diberi nama Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas akhirat). Nilai
transaksinya mencapai puncaknya pada 12 Desember 2020, dengan akumulasi nilai transaksi
sebesar Rp 11,6 triliun. Meskipun nilainya signifikan, penelitian tentang persepsi promosi
penjualan dan motivasi belanja hedonis sebagai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
pembelian impulsif selama Harbolnas terbatas. Penelitian sebelumnya tentang Harbolnas hanya
berfokus pada pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan atas jasa pengiriman
(Nugroho & Magnadi, 2018); pengaruh harga, produk, kenyamanan, keamanan dalam keputusan
pembelian (Pratama, 2019); dan pengaruh harga dan kualitas website terhadap keputusan
pembelian (Rahmawan & Hanifah, 2016). Ketersediaan metode pembayaran tertentu dapat
merangsang konsumen untuk lebih impulsif saat berbelanja. Metode pembayaran menggunakan
kartu kredit ternyata memiliki dampak positif pada perilaku pembelian impulsif di negara maju
(Robert & Jones, 2001; Arslan, 2015; Badgaiyan & Verma, 2015; Rajput et al., 2016). Namun,
konsumen di negara berkembang menghadapi masalah keamanan dan privasi saat menggunakan
kartu kredit di belanja online (Hawk, 2004). Hasilnya, mereka merasa lebih aman dan nyaman
menggunakan pembayaran tunai setelah menerima produk (Rouibah, 2015; Wu, Deng, & Cui,
2019). Cash on delivery (COD selanjutnya) sebagai pembayaran alternatif dalam beberapa tahun
terakhir telah meningkat dan disukai secara luas di negara-negara Dewan Kerjasama Teluk (GCC)
seperti India, Thailand, Vietnam, dan Polandia. Tandon dan Kiran (2018) menemukan bahwa COD
menengahi motivasi belanja hedonis dan harga rendah yang dirasakan terhadap pembelian
maksud. COD juga memoderasi motivasi utilitarian dan hedonis menuju online niat beli (Hameed
& Deeb, 2020). Di Indonesia, COD dan kartu kredit adalah metode pembayaran yang paling sering
digunakan dalam transaksi e-commerce (E-commerce Statistik, 2019). Namun, penelitian
sebelumnya tidak secara eksplisit membahas peran moderator COD dalam konteks perilaku
belanja impulsif selama online festival belanja. Penelitian ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan
dengan menguji pengaruh pelanggan persepsi promosi penjualan dan motivasi belanja hedonis
pada impulsif perilaku pembelian dan peran moderator COD dalam hubungan ini.

Anda mungkin juga menyukai