Anda di halaman 1dari 129

LAPORAN PENELITIAN KULIAH LAPANGAN (TIPOLOGI SOSIAL)

MASYARAKAT DI PULAU JAWA KHUSUSNYA KOTA SURABAYA, KAB


SIDOARJO, KAB LAMONGAN, KAB PROBOLINGGO, KAB KEDIRI, KAB
KLATEN, KOTA TANGERANG, DAN KOTA JAKARTA

Kelompok 3
Nama anggota:

Tri Sayekti (071911433045) Anggita Putri Inayah (071911433070)


Intan Maulina Jasmin (071911433046) Ratu Shalsabilla A (071911433074)
Cindy Aulia P (071911433048) Dewi Rahma S (071911433080)
Retno Novita S (071911433049) Devin Faruq (071911433084)
Aisyah Fawwaz (071911433053) Jan Mealino E (071911433087)
Nabila Rizki O (071911433060) Luhur Dewandra (071911433097)
Nala Auna (071911433061) Abdul Manaf (071911433100)

DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS AIRLANGGA
JALAN DHARMAWANGSA DALAM
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat,
hidayah, serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan laporan
penelitian kegiatan kuliah lapangan Tipologi Sosial di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupate Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta.
Laporan penelitian ini kami buat untuk meningkatkan kemampuan kami sebagai
mahasiswa yang tidak hanya menerima pelajaran dan teori-teori di bangku kuliah, akan tetapi
juga diterapkan di kuliah lapangan ketika berhadapan langsung dengan masyarakat sebagai
objek kajian Sosiologi dengan cara belajar menganalisis serta mengidentifikasi tipe-tipe dan
karakteristik masyarakat di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupate Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta.
Kesuksesan dalam proses membuat laporan sehingga dapat selesai tepat pada waktunya
tidak terlepas dari bantuan semua pihak. Dalam kesempatan ini, kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada :
1. Bapak Drs. Sudarso, M.Si. dan Bapak Drs. Karnaji, M.Si. selaku dosen PJMK Tipologi
Sosial yang telah memberikan pengajaran dan bimbingan.
2. Seluruh responden yang telah berkenan untuk kerjasama dalam kegiatan kuliah
lapangan Tipologi Sosial.
3. Mahasiswa sosiologi angkatan 2017 dan 2018 yang senantiasa membimbing dengan
berbagi pengalaman tentang kuliah lapangan.
4. Mahasiswa sosiologi 2019 atas kerjasama dalam proses kuliah lapangan.

Kami menyadari bahwa laporan penelitian kami masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu kritik dan saran dari semua kalangan yang bersifat membangun sangat kami
harapkan. Dengan demikian, semoga laporan penelitian dapat memberi manfaat untuk semua
pembaca. Amin.

ii
ABSTRAK
Tipologi sosial merupakan salah satu mata kuliah yang wajib diikuti oleh mahasiswa program
studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga Surbaya.
Penelitian ini dilakukan agar mahasiswa mampu mempraktikkan berbagai teknik penelitian
yang sebelumnya telah diajarkan dalam perkuliahan dan tinjauan teoritik yang ada. Mahasiswa
diajak untuk memperdalam kepekaannya terhadap lingkungan sekitarnya dengan meneliti
sebuah masyarakat yang cukup kompleks dan dapat mengidentifikasi tipe-tipe
masyarakat.Metode yang digunakan adalah metode penelitian kuantitatif, yaitu memakai media
kuesioner sebagai alat bantu untuk mengajukan pertanyaan kepada responden, serta dengan
jenis penelitian deskriptif. Penggunaan metode kuantitatif agar data yang didapatkan bisa
akurat, terukur, dan teruji. Peneliti menggunakan teknik Non Probability Sampling-Purposive
Sampling dalam penelitiannya dikarenakan peneliti telah menentukan siapa saja yang akan
diteliti dan peneliti telah mengetahui bahwa orang yang diteliti dapat memberikan informasi
dan jawaban yang dibutuhkan. Simpulan dari penelitian ini, mampu menjawab pertanyaan
penelitian yang nantinya menunjukkan tipe masyarakat baik dari pola interaksi, jenis
solidaritas, maupun berbagai spesifik lainnya.
Kata kunci : tipe masyarakat, interaksi, jenis solidaritas.

ABSTRACT
Social typology is one of the subjects that must be attended by students of the Sociology study
program, Faculty of Social and Political Sciences, Airlangga Surbaya University. This
research was conducted so that students were able to practice various research techniques that
had previously been carried out in lectures and theoretical discussions. Students in the field to
deepen their sensitivity to the surrounding environment with the community are quite complex
and can be used by types of society. The method used is a quantitative research method, namely
using the media questionnaire as a tool to seek help for respondents, as well as with descriptive
research types. The use of quantitative methods so that the data obtained can be accurate,
measurable, and tested. The researcher uses the Non Probability Sampling-Purposive
Sampling technique in his research which involves the researcher who determines who will
discuss and the researcher has collected information about people who can provide the
information and answers needed. The conclusions of this study, can answer research questions
that indicate the type of society both from patterns of interaction, types of solidarity, and
various other specifications.
Keywords: type of society, interaction, type of solidarity.

iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ii
ABSTRAK iii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL v
1. BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah................................................................................................. 2
1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 2
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 3
1.5. Kerangka Pemikiran............................................................................................. 4
1.6. Metode Prosedur Penelitian ................................................................................. 5
2. BAB II KARAKTERISTIK WILAYAH
2.1. Karakteristik Wilayah Pulau Jawa .................................................................... 11
2.2. Pemilihan Kota Responden ................................................................................. 12
3. BAB III TEMUAN DATA DAN ANALISIS
3.1. Identitas Responden ............................................................................................. 19
3.2. Intensitas Interaksi .............................................................................................. 26
3.3. Kontrol Sosial ....................................................................................................... 34
3.4. Hubungan Sosial .................................................................................................. 58
3.5. Sikap Dalam Menerima Perubahan ................................................................... 62
3.6. Orientasi Masa Depan : Pengambilan Keputusan ............................................ 72
3.7. Mobilitas Sosial .................................................................................................... 77
3.8. Tradisi ................................................................................................................... 84
3.9. Tipe Kepemimpinan ............................................................................................ 87
4. BAB IV INTERPRETASI TEORITIK
4.1. Emile Durkheim ................................................................................................... 96
4.2. Robert K. Merton ................................................................................................. 98
4.3. Ferdinand Tonnies ............................................................................................. 103
4.4. Max Weber ......................................................................................................... 104
5. BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan ......................................................................................................... 106
5.2. Saran ................................................................................................................... 106
REFRENSI 107
LAMPIRAN 108

iv
DAFTAR TABEL
No. Tabel Nama Tabel Hal
3.1 USIA RESPONDEN 19
3.2 JENIS KELAMIN RESPONDEN 19
3.3 STATUS PERNIKAHAN 20
3.4 JUMLAH ANAK KANDUNG 20
3.5 JUMLAH ANGGOTA KELUARGA 21
3.6 TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN 21
3.7 JENIS PEKERJAAN POKOK RESPONDEN 22
3.8 PEKERJAAN SAMPINGAN RESPONDEN 23
3.9 JENIS PEKERJAAN SAMPINGAN RESPONDEN ( 23
3.10 PENDIDIKAN MAYORITAS KELUARGA RESPONDEN 24
3.11 PEKERJAAN MAYORITAS KELUARGA RESPONDEN 24
3.12 JUMLAH TANGGUNGAN RESPONDEN 25
3.13 KEGIATAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT 26
3.14 EKSISTENSI KEGIATAN SLAMETAN/SYUKURAN 26
YANG DILAKUKAN
3.15 EKSISTENSI KEGIATAN TAHLILAN 27
3.16 EKSISTENSI KEGIATAN RAPAT WARGA 27
3.17 EKSISTENSI KEGIATAN RAPAT RUKUN TETANGGA 28
3.18 EKSISTENSI KEGIATAN KERJA BAKTI 28
3.19 EKSISTENSI KEGIATAN PKK 28
3.20 EKSISTENSI KEGIATAN ARISAN 29
3.21 EKSISTENSI KEGIATAN LAIN-LAIN 29
3.22 PENGARUH KEGIATAN TERHADAP INTERAKSI 30
DENGAN WARGA
3.23 EKSISTENSI INTERAKSI ANTAR WARGA MENURUT 30
RESPONDEN
3.24 INTENSITAS AKTIVITAS ARISAN RT DENGAN 31
MASYARAKAT
3.25 INTENSITAS AKTIVITAS KERJA BAKTI DENGAN 31
MASYARAKAT
3.26 INTENSITAS AKTIVITAS MUSYAWARAH DENGAN 32
MASYARAKAT
3.27 INTENSITAS AKTIVITAS YASINAN DENGAN 32
MASYARAKAT
3.28 INTENSITAS KEGIATAN ADAT DENGAN 33
MASYARAKAT
3.29 INTENSITAS AKTIVITAS TAHLILAN DENGAN 33
MASYARAKAT
3.30 INTENSITAS AKTIVITAS LAIN-LAIN DENGAN 34
MASYARAKAT
3.31 EKSISTENSI PERATURAN DI DAERAH RESPONDEN 34
3.32 PERATURAN TERTULIS 35

v
3.33 PERATURAN TIDAK TERTULIS 35
3.34 PELANGGARAN DI DAERAH RESPONDEN 36
3.35 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK 37
DATANG KE HAJATAN
3.36 Bentuk Sanksi bagi Pelanggar Tidak Datang Melayat 37
3.37 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK 38
MENGIKUTI KERJA BAKTI
3.38 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK 39
MENGIKUTI RAPAT
3.39 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN 39
JUDI/TOGEL
3.40 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN MABUK- 40
MABUKAN
3.41 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN 41
PENGGUNAAN NARKOTIKA
3.42 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN SELINGKUH 41
3.43 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN POLIGAMI 42
3.44 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN KDRT 43
3.45 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN 43
PELECEHAN SEKSUAL
3.46 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN KUMPUL 44
KEBO
3.47 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN HAMIL DI 45
LUAR NIKAH
3.48 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN MENCURI 46
3.49 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN BEGAL 46
3.50 BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN LAIN-LAIN 47
3.51 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 48
PELANGGARAN TIDAK DATANG
3.52 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 48
PELANGGARAN TIDAK DATANG MELAYAT
3.52 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 49
PELANGGARAN TIDAK MENGIKUTI KERJA BAKTI
3.53 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 50
PELANGGARAN TIDAK MENGIKUTI RAPAT
3.54 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 50
PELANGGARAN JUDI / TOGEL
3.55 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 51
PELANGGARAN MABUK-MABUKAN
3.56 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 52
PELANGGARAN PENGGUNAAN NARKOTIKA
3.57 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 52
PELANGGARAN SELINGKUH
3.58 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 53
PELANGGARAN POLIGAMI

vi
3.59 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 53
PELANGGARAN KDRT
3.60 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 54
PELANGGARAN PELECEHAN SEKSUAL
3.61 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 54
PELANGGARAN KUMPUL KEBO
3.62 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 55
PELANGGARAN HAMIL DILUAR NIKAH
3.63 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 56
PELANGGARAN MENCURI
3.64 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 56
PELANGGARAN BEGAL
3.65 TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI 57
PELANGGARAN LAIN-LAIN
3.66 KETERSEDIAAN STAFF ATAU LEMBAGA 57
KEAMANAN
3.67 KEPEMILIKAN FASILITAS KOMUNIKASI SESAMA 58
WARGA
3.68 MEDIA PENYAMPAIAN PESAN ANTAR WARGA 58

3.69 EKSISTENSI KEGIATAN RUTIN 59


3.70 JENIS KEGIATAN RUTIN 59
3.71 RUTINITAS KEGIATAN PENGAJIAN 60
3.72 RUTINITAS KEGIATAN RAPAT LINGKUNGAN 60
SEKITAR
3.73 RUTINITAS KEGIATAN KERJA BAKTI 60
3.74 RUTINITAS KEGIATAN RONDA 61
3.75 RUTINITAS KEGIATAN RUTIN ARISAN 61
3.76 ALAT KOMUNIKASI YANG DIGUNAKAN 62
3.77 KEMAMPUAN MENGOPRASIKAN ALAT 63
KOMUNIKASI
3.78 PENGAPLIKASIAN INTERNET 63
3.79 KEGIATAN KETIKA MENGAPLIKASIKAN 63
INTERNET
3.80 MEDIA MENDAPATKAN INFORMASI TERKINI 64
3.81 BERITA TERKINI YANG DIKETAHUI RESPONDEN 64
3.82 PROYEK INFRASTRUKTUR 65
3.83 BENTUK PROYEK INFRASTUKTUR 66
3.84 INFRASTRUKTUR YANG MUDAH DIAKSES 66
3.85 KEADAAN BANGUNAN/ INFRASTRUKTUR 67
3.86 KECUKUPAN KEBUTUHAN SEKUNDER RESPONDEN 68
3.87 BENTUK KEBUTUHAN SEKUNDER YANG 68
TERPENUHI
3.88 KEBUTUHAN SEKUNDER YANG SELALU 69
TERPENUHI

vii
3.89 KECUKUPAN KEBUTUHAN TERSIER RESPONDEN 69
3.90 BENTUK KEBUTUHAN TERSIER RESPONDEN YANG 70
TERPENUHI
3.91 INTENSITAS PENGAPLIKASIAN BAHASA 70
INDONESIA
3.92 BAHASA UTAMA YANG DIGUNAKAN SEHARI-HARI 71
3.93 INTENSITAS MELAKUKAN GOTONG ROYONG 71
3.94 HAL YANG DILAKUKAN JIKA TETANGGA 72
TERKENA MUSIBAH
3.95 HAL YANG DISEBUT SEBAGAI PERTIKAIAN 73
3.96 PIHAK KETIGA DALAM MENYELESAIKAN 73
KONFLIK
3.97 ALASAN MEMPERCAYAI KELUARGA YANG 74
BERSANGKUTAN DALAM MENYELESAIKAN
KONFLIK
3.98 ALASAN MEMPERCAYAI TOKOH 75
MASYARAKAT/PEMUKA AGAMA DALAM
MENYELESAIKAN KONFLIK
3.99 ALASAN MEMPERCAYAI KETUA RT/RW DALAM 75
MENYELESAIKAN KONFLIK
3.100 ALASAN MEMPERCAYAI TNI DALAM 76
MENYELESAIKAN KONFLIK
3.101 ALASAN MEMPERCAYAI POLISI DALAM 76
MENYELESAIKAN KONFLIK
3.102 PERPINDAHAN PEKERJAAN RESPONDEN 77
3.103 JENIS PERPINDAHAN PEKERJAAN RESPONDEN 77
3.104 PARTISIPASI RESPONDEN DALAM ORGANISASI DI 78
LINGKUNGAN TEMPAT
3.105 BENTUK ORGANISASI RESPONDEN 78
3.106 JABATAN RESPONDEN DALAM ORGANISASI 79
3.107 PERPINDAHAN JABATAN DALAM ORGANISASI 79
3.108 ALASAN PERPINDAHAN JABATAN DALAM 80
ORGANISASI
3.109 RESPONDEN BEPERGIAN DALAM SETAHUN 80
TERAKHIR
3.110 KE MANA SAJA RESPONDEN BEPERGIAN 81
3.111 INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR 81
DESA
3.112 INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR 82
KOTA
3.113 INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR 82
PROVINSI
3.114 INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR 83
PULAU
3.115 INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR 83
NEGERI

viii
3.116 EKSISTENSI TRADISI DALAM MASYARAKAT 84
3.117 KEGIATAN TRADISI DI LINGKUNGAN 84
MASYARAKAT
3.118 MANFAAT ADANYA TRADISI DI MASYARAKAT 84
3.119 PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP SUATU 85
KEADAAN
3.120 PEDOMAN RESPONDEN UNTUK PENGABILAN 86
KEPUTUSAN
3.121 EKSISTENSI PERATURAN TERTULIS DAN TIDAK 86
TERTULIS
3.122 PEMEGANG KEPUTUSAN DOMINAN DALAM 87
RUMAH TANGGA
3.123 PARTISIPASI RESPONDEN DALAM PEMILU 88
3.124 ALASAN RESPONDEN MEMILIH KEPALA 88
SETEMPAT
(RT/RW/WALIKOTA/BUPATI/GUBERNUR/PRESIDEN)
3.125 KINERJA KEPALA LINGKUNGAN SETEMPAT 89
3.126 KUALITAS PELAYANAN PUBLIK YANG RESPONDEN 90
RASAKAN SUDAH BERJALAN DENGAN CEPAT DAN
TEPAT
3.127 KONDISI SISTEM PEMERINTAHAN DI 90
LINGKUNGAN SETEMPAT
3.128 KECENDERUNGAN KEPUASAN RESPONDEN PADA 91
KINERJA PEMIMPIN
3.129 PARTISIPASI DALAM MUSYAWARAH SETEMPAT 92
3.130 TOKOH DOMINAN DALAM MENENTUKAN SETIAP 92
KEPUTUSAN MUSYAWARAH
3.131 PEMBERI IZIN KETIKA AKAN ADA KEGIATAN 93
WARGA
3.132 TOKOH/PIHAK KETIGA KETIKA TERJADI 93
PERSELISIHAN
3.133 KINERJA KEPALA LINGKUNGAN SETEMPAT 94
DALAM MENENTUKAN KEPUTUSAN DAN
MENANGANI MASALAH SUDAH BERJALAN
DENGAN BAIK
3.134 TUGAS KEPALA PEMERINTAHAN SUDAH 94
BERJALAN DENGAN BAIK
4.1 KONTROL SOSIAL MASYARAKAT DI BEBERAPA 97
WILAYAH
4.2 INTENSITAS INTERAKSI MASYARAKAT DI 98
BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN

4.3 HUBUNGAN SOSIAL ANTAR MASYARAKAT DI 99


BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN

ix
4.4 SIKAP MENERIMA PERUBAHAN DALAM 100
PENGGUNAAN MEDIA INTERNET MASYARAKAT DI
BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN
4.5 ORIENTASI MASA DEPAN DALAM PENGAMBILAN 100
KEPUTUSAN MASYARAKAT DI BEBERAPA
WILAYAH PENELITI

4.6 SIKAP MENERIMA PERUBAHAN : 101


PENGAPLIKASIAN BAHASA DAN POLA PIKIR
MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH
PENELITIAN

4.7 MOBILITAS SOSIAL MASYARAKAT DI BEBERAPA 102


WILAYAH PENELITIAN

4.8 TRADISI MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH 104


PENELITI

4.9 TIPE KEPEMIMPINAN MASYARAKAT DI BEBERAPA 105


WILAYAH PENELITIAN

x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH


Secara umum, masyarakat dapat dikatakan sebagai sekelompok individu yang
menempati suatu wilayah yang sama dan menetap dalam jangka waktu lama, serta memiliki
kebutuhan yang sama. Komunitas-komunitas atau kelompok-kelompok masyarakat
memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Karakteristik yang berbeda-beda tersebut
menunjukkan adanya ciri khas pada suatu masyarakat. Ciri khas atau karakteristik dalam
masyarakat dapat dilihat dari aktivitas dan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan
dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan tempat tinggalnya, masyarakat dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe
masyarakat perkotaan dan masyarakat pedesaan. Masyarakat perkotaan dan masyarakat
pedesaan memiliki karakteristik yang berbeda. Masyarakat perkotaan adalah masyarakat
yang tinggal di kota dan terbiasa hidup berdampingan dengan kemajuan teknologi.
Sedangkan masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang tinggal di desa dan tidak biasa
hidup dengan kemajuan teknologi. Namun menurut para ahli, masyarakat tidak hanya dapat
diklasifikasikan menjadi dua tipe tersebut. Beberapa tipe masyarakat menurut para ahli
diantaranya yaitu masyarakat dengan solidaritas mekanis dan masyarakat dengan
solidaritas organis menurut Emile Durkheim, masyarakat tradisional dan masyarakat
rasional menurut Max Weber, masyarakat lokalistik dan masyarakat kosmopolitan menurut
Robert K Merthon, masyarakat gemeinschaft dan gesselschaft menurut Ferdinand Tonnies,
dan lain-lain.
Dalam mengklasifikasikan tipe-tipe masyarakat tersebut tidak bisa dilakukan hanya
dengan menggunakan satu perspektif dan beberapa kategori saja. Dalam
mengklasifikasikan tipe masyarakat serta mengungkap suatu realitas sosial yang ada,
diperlukan adanya pemahaman terkait berbagai tipe masyarakat yang ada serta sebuah
proses sistematis yang berlandaskan pada paradigma dan kerangka berpikir yang jelas.
Berdasarkan pemaparan di atas terkait pentingnya pemahaman terhadap berbagai tipe
masyarakat, karakteristik, serta proses sistematis dalam mengklasifikasikan hal tersebut,
maka program kuliah lapangan berupa tipologi sosial penting untuk dilakukan. Kuliah
lapangan berupa tipologi sosial tersebut dimaksudkan untuk mengetahui dan memahami
berbagai tipe dan karakteristik masyarakat beserta komponennya. Melalui kuliah lapangan
tipologi sosial, diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami berbagai tipe dan
1
karakeristik masyarakat desa atau kota sehingga pemahaman ini nantinya akan
menghasilkan suatu inovasi terbaru. Inovasi tersebut dapat berupa ide ide cemerlang dalam
proses perkembangan suatu wilayah desa atau kota. Membantu menstimulasi
perkembangan desa atau kota dan mewujudkan kesejahteraan sosial yang merata
merupakan salah satu cita cita mahasiswa berbasis sosial. Maka tipologi sosial ini secara
tidak langsung merupakan upaya mahasiswa sosial dalam rangka pengabdian diri pada
masyarakat, bangsa dan negara demi progress negara di masa yang akan datang.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Kemudian dalam kuliah lapangan tipologi sosial ini, ditemukan beberapa
permasalahanyang diangkat dari paradigma para ahli mengenai jenis-jenis atau tipe-tipe
masyarakt berdasarkan kategori yang ada. Baik berdasarkan kebudayaan, kebiasaan, cara
pandang, dan pola interaksi sebagai berikut :
1) Bagaimana tingkat status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat solidaritas sosial,
tingkat mobilitas masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta?
2) Bagaimana bentuk tradisi, bentuk kontrol sosial, bentuk kepemimpinan masyarakat di
Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan
Kota Jakarta?
3) Bagaiman respon masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta terhadap suatu perkembangan?
4) Bagaimana orientasi ke masa depan masyarakat di Pulau Jawa, khususnya Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta?
5) Termasuk tipe apa. masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta?

1.3 TUJUAN PENELITIAN


Ketika kita menarik sebuah garis besar dari penelitian ini, makan akan kita temui
tujuan dari penelitian ini. Tujuan dari penelitian tipologi sosial ini ialah :
2
1) Mengetahui bagaimana tingkat status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, tingkat
solidaritas sosial, tingkat mobilitas masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta .
2) Mengetahui bagaimana bentuk tradisi, bentuk kontrol sosial, bentuk kepemimpinan
masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten,
Kota Tangerang, dan Kota Jakarta .
3) Mengetahui bagaiman respon masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta .
4) Mengetahui bagaimana orientasi ke masa depan masyarakat di Pulau Jawa, khususnya
di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta.
5) Mengetahui tipe apa. masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Manfaat dari penelitian atau kuliah lapangan ini adalah untuk memberi pengalaman
dan membiasakan mahasiswa untuk melakukan kegiatan penelitian dan akademis
mengingat mahasiswa sosiologi diharapkan selelu bersikap ilmiah dalam menghadapi
realitas sosial yang ada.
Berbicara aspek praktis dari penelitian atau kuliah lapangan ini, mahasiswa dilatih
untuk kritis, terhadap segala seuatu realitas sosial yang ada dalam masyarakat di Pulau
Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta. Karena apa yang dijelaskan teori tidak memberikan gambaran tentang hitam dan
putih, disebabkan oleh ilmu sosial dan politik tidak pernah memandang sebuah fenomena
sebagai sebuah pencitraan dari persoalan hitam an putih. Maka dari itu kuliah lapangan ini
sangat bermanfaat bagi mahasiswa untuk mengahsilkan karya-karya ilmiah yang berguna
bagi kehidupan sehari-hari baik memperkaya ilmu osial itu sendiri maupun menyelesaikan
persoalan yang terjadi di masyarakat.
3
1.5 KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam menjelaskan berbagai pertanyaan penelitian yang ada dalam komunitas
masyarakat Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab
Probolinggo, Kab Kediri, Kab Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta, diperlukan
adanya sebuah landasan berupa teori yang berkaitan dengan pertanyaan tersebut. Landasan
teori yang kami gunakan antara lain sebagai berikut:
1.5.1 Robert K. Merton
Dalam pemikiran Robert K Merthon, masyarakat yang tergabung dalam
sebuah komunitas dapat diklasifikasikan ke dalam dua tipe yang berbeda
berdasarkan pola interaksinya. Tipe masyarakat tersebut adalah tipe masyarakat
yang lokalkistik dan masyarakat yang kosmopolit.
Menurut pendapat Robert K Merthon yang dilugaskan dalam teorinya,
pengklasifikasian masyarakat terfokus pada derajat fatalisme, pola nteraksi, serta
struktur kekuasaan yang ada dalam masyarakat.
1.5.2 Emile Durkheim
Emile Durkheim memaparkan bahwa tipe masyarakat dapat dikategorikan
menjadi dua golongan berdasarkan besar kecilnya solidaritas yang ada pada setiap
individu dalam sebuah kelompok atau komunitas.
Tipe masyarakat menurut Emile Durkheim yaitu masyarakat yang
bersolidaritas mekanis dan masyarakat yang bersolidaritas organis. Masyarakat
dengan solidaritas mekanis adalah suatu masyarakat dimana individu-individu di
dalamnya terikat secara homogen ke dalam kesatuan-kesatuan sosial dan
conscience collective di dalam masyarakatnya bersifat represif. Sedangkan
masyarakat dengan solidaritas organis adalah suatu masyarakat yang telah semakin
heterogen dan semakin mandiri. Dalam tipe masyarakat dengan solidaritas organis,
pelanggaran terhadap aturan-aturan yang ada selalu dikaitkan dengan sifatnya yang
restitutif.
1.5.3 Max Weber
Konsentrasi kategorisasi atau klasifikasi dalam sebuah masyarakat yang
diutarakan oleh Weber adalah pada bentuk-bentuk tindakan sosial yang ada pada
masyarakat atau komunitas tertentu. Tindakan yang dilakukan sebagai sebuah
kebiasaan atau keajegan dalam sebuah komunitas merupakan salah satu aspek yang
dapat diamati ketika kita ingin mengetahui dan menganalisis tipe masyarakat yang
ada.
4
Tipe masyarakat menurut Weber adalah tipe masyarakat rasional dan
masyarakat tradisional. Masyarakat rasional menurpakan masyarakat yang setiap
tindakannya berdasar pada rasio atau akal. Sedangkan masyarakat tradisional
merupakan masyarakat yang setiap tindakannya berdasar pada tradisi.
1.5.4 Ferdinand Tonnies
Ferdinand Tonnies dalam bukunya yang berjudul Gemeinschaft un
Gesselschaft tahun 1887 menjelaskan dasar pemikirannya yang sederhana, yaitu
membagi tipologi masyarakat ke dalam dua kelompok besar yaitu Gemeinschaft
(paguyuban) dan Gesselschaft (patembayan).
Gemeinschaft adalah tipe masyarakat yang mendasarkan hubungan-
hubungannya atas dasar ikatan perasaan (community feeling). Ciri-ciri masyarakat
gemeinschaft antara lain kehendak bersama (common will) lebih dominan daripada
kehendak-kehendak individu (individual will), mengedepankan anggota-anggota
sebagai suatu keseluruhan dan kesatuan yang memiliki kesamaan daripada
perorangan atau pribadi, mengedepankan kepentingan bersama, suatu keyakinan
atau kepercayaan tertentu diterima dan diakui secara turun-temurun, agama
berperan penting sebagai pandangan hidup dan pedoman bertingkah laku, mengatur
hubungan-hubungan sosial masyarakatnya dengan kaidah-kaidah adat istiadat dan
mores, solidaritas bersifat alami, dan menganggap segala sesuatu yang ada di
masyarakat adalah pemilikan bersama. Sedangkan masyarakat Gesselschaft adalah
tipe masyarakat yang mendasarkan hubungan-hubungannya atas dasar ikatan
kepentingan. Ciri-ciri mayarakat Gesselschaft antara lain kehendak individu
(individual will) lebih dominan daripada kehendak bersama (common will),
kepentingan individu lebih dominan, beranggotakan orang-orang yang secara
individual memiliki kepentingan atau tujuan-tujuan pribadi, terdapat doktrin-
doktrin dan ajaran-ajaran yang ditunjang oleh sanksi-sanksi pemaksa yang bersifat
eksternal, berkembang berbagai tanggapan dan pendapat umum (public opinion),
terdapat spesialisasi kehidupan, solidaritas didasarkan atas spesialisasi-spesialisasi
tertentu sehingga hubungan-hubungan berupa perjanjian kontrak atau bersifat
komersial, dan segala benda dimiliki oleh pemiliknya masing-masing (private
property)

5
1.6 METODE PROSEDUR PENELITIAN
Secara garis besar, penelitian ini menggunakan pendekatan serta metodologi
penelitian kuantitatif. Hal tersebut dilakukan saat proses wawancara berlansung.
1.6.1 Pendekatan
Pendekatan yang kami pakai dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif, yaitu memakai media kuesioner dan google form sebagai alat bantu
untuk mengajukan pertanyaan kepada responden dan menentukan alternatif
jawaban pada saat wawancara berlangsung. Meskipun dalam penelitian ini kami
menggunakan kuesioner, akan tetapi jawaban yang kami targetkan dalam
wawancara tidaklah mutlak tertutup dalam artian kuesioner yang kami gunakan
bersifat semi terbuka.
Responden hanya menjadi penjawab yang baik ketika wawancara berjalan,
karena jawaban yang kami tergetkan adalah yang sangat terarah walaupun
kuesioner yang kami susun bersifat terbuka. Hal ini dimaksudkan agar nantinya
dalam proses wawancara tidak ada pertanyaan atau percakapan yang sebenarnya
tidak berhubungan dengan data atau variabel yang kami cari.
1.6.2 Tipe Penelitian
Tipe penelitian ini adalah penelitian deskriptif, penelitian ini dimaksudkan
untuk memberikan gambaran tentang realitas sosial tertenu. Dalam hal ini, sudah
ada beberapa penelitian-penelitian lainnya yang serupa dengan penelitian ini,
dengan begitu kami bisa membandingkan hasil temuan yang ada pada penelitian
kali ini dengan sebelumnya sehigga kami dapat mencari serta mendeskirpsikan
bentuk perubahan yang terjadi pada realitas sosial yang ada.
Dengan bantuan kuesioner beserta koding yang sangat membantu dalam
melakukan penelitian ini, kemudian diambil sebuah kesimpulan yang didapat dari
data-data yang telah ditemukan. Masuk kedalam tipe manakah masyarakat Pulau
Jawa (Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab Klaten, Kab Kediri, Kota
Tangerang, Kota Jakarta, dan Kab Probolinggo), hal itu dapat ditentukan dengan
menjumlahkan seluruh skor yang ada pada koding yang berupa angka dan data
kuantitatif.
1.6.3 Operasional Konsep
• Identitas responden, identitas dari responden yang menyangkut : nama
alamat, umur, jenis kelamin, status pernikahan, jumlah anak kandung,
jumlah anggota keluarga, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, bentuk
6
keluarga, pekerjaan keluarga responden, jumlah tanggungan responden,
pendidikan terakhir, tingkat pendidikan keluarga responden
• Intensitas interaksi sosial adalah seberapa sering responden dengan
masyarakat satu sama lain berinteraksi yang dapat diukur dengan cara
seberapa sering kegiatan sosial dilakukan
• Kontrol sosial adalah cara yang dilakukan untuk mengendalikan individu
atau kelompok masyarakat lain yang ada pada tempat responden yang dapat
diukur melalui kepatuhan akan norma dan nilai yang berlaku pada
masyarakat dalam kegiatan sehari-hari
• Tradisi adalah nilai yang diyakini dan telah ada sejak lama serta dilakukan
secara turun-temurun oleh responden yang dapat diukur melalui tingkat
kekerabatan seperti ada atau tidaknya acara adat, sikap gotong royong,
bahasa yang digunakan dalam berkomunikasi
• Tipe kepemimpinan adalah bentuk kempemimpinan yang ada pada tempat
tinggal responden yang dapat diukur melalui pewaris-pewaris dalam suatu
kelompok sosial, tingkat pendidikan, prestasi pemimpin, adanya
pertimbangan politis, adanya sistem birokrasi, dan sikap kritis pemimpin
dalam menangani masalah
• Sikap dalam menerima perubahan adalah sikap evaluatif responden dan
masyarakat lain terhadap sesuatu yang muncul di ditempat tinggal mereka
yang dapat diukur melalui penggunaan teknologi telekomunikasi,
pemenuhan kebutuhan sekunder dan teriser, serta internalisasi bahasa dan
pola pikir
• Orientasi masa depan adalah cara pandang atau respon yang dilakukan
responden dan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari yang dapat diukur
melalu tingkat fatalis dan paternalistis ketika mengambil keputusan
• Mobilitas sosial adalah perpindahan masyarakat yang ada pada tempat
tinggal responden dari lapisan satu kelapisan lain yang dapat diukur melalui
perubahan standar hidup, perubahan tempat tinggal, tingkah laku
• Hubungan sosial adalah relasi yang melibatkan interaksi antara dua orang
atau lebih yang terjadi di lingkungan tempat tinggal responden yang dapat
diukur melalui bentuk fasilitas telekomunikasi, hubungan, dan intensitas
interaksi

7
1.6.4 Lokasi dan Waktu Peneltian
Penelitian ini dilakukan pada :
Hari : Jumat
Tanggal : 1-20 Mei 2020
Tempat : Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab Klaten, Kab
Kediri, Kota Tangerang, Kota Jakarta, dan Kab Probolinggo.

Peneliti menggunakan masyarakat Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab


Lamongan, Kab Klaten, Kab Kediri, Kota Tangerang, Kota Jakarta, dan Kab
Probolinggo dikarenakan kondisi yang tidak memungkinkan saat ini untuk
melakukan kuliah lapangan di suatu desa, pada akhirnya kami melakukan
penelitian di perkotaan sehingga setiap anggota kelompok melakukan penelitian
masing-masing di kota atau daerahnya.

1.6.5 Metode dan Teknik Pengambilan Sampel


Menurut Sugiyono (2016:82) terdapat dua teknik sampling yang
dapatdigunakan, yaitu:
1. Probability Sampling
Teknik penarikan sampel, dimana setiap unsur atau elemen
sampling diberi kesempatan yang sama dan persis sama untuk
diikutkan/dipilih dalam pengambilan/pemilihan sample. Teknik ini
meliputi, simple random sampling, systematic random sampling, stratified
random sampling, cluster sampling, multistage sampling, dan area
sampling.
2. Non Probability Sampling
Non Probability Sampling adalah teknik pengambilan sampel
yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap unsur
atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik ini meliputi,
purposive sampling, quota sampling, snow-ball sampling, sequential
sampling, dan accidental/haphazard sampling.
Peneliti menggunakan teknik Non Probability Sampling-
Purposive Sampling dalam penelitiannya dikarenakan tidak dapat
terpenuhinya syarat untuk melakukan Probability Sampling. Alasan
menggunakan Purposive Sampling dikarenakan peneliti telah
8
menentukan siapa saja yang akan diteliti dan peneliti telah mengetahui
bahwa orang yang diteliti dapat memberikan informasi dan jawaban
yang dibutuhkan.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data


Data yang digunakan dalam penelitian adalah data kuantitatif. Data
kuantitatif adalah data yang berisikan angka-angka yang diperoleh menggunakan
teknik pengumpulan data dengan metode angket atau kuesioner. Metode angket
atau kuesioner adalah metode yang berisikan pertanyaan-pertanyaan yang
dirangkai sedemikian rupa. Dalam metode angket atau kuesioner berisikan
pertanyaan-pertanyaan berupa fakta, opini, informasi dan persepsi. Beberapa
angket atau kuesioner disampaikan secara langsung dan beberapa angket atau
kuesioner disampaikan secara online.
Peneliti juga menggunakan teknik Wawancara Terstruktur dalam
penelitiannya. Wawancara Terstruktur dilakukan secara langsung dengan tatap
muka dan dilakukan pada beberapa responden. Tujuan dari dilakukannya
Wawancara Terstruktur ini peneliti berharap dapat menemukan informasi yang
lebih dalam dan sebagai pelengkap dari metode angket atau kuesioner.

1.6.7 Teknik Analisis dan Intepretasi Data


Setelah data yang diperlukan berhasil dikumpulkan, selanjutnya adalah
menganalisis dan mengintepretasikan temuan data tersebut. Dalam hal ini, teknik
analisis dan intepretasi data dikembangkan dari data-data yang telah diperoleh
selama proses penelitian berlangsung, baik itu data primer maupun data sekunder.
Data yang telah terkumpul kemudian disederhanakan menjadi bagan, grafik,
atauoun table kemudian dikelompokkan berdasarkan konsep-konsep yang ada
dalam penelitian ini sehingga data tersebut dapat diinterpretasikan dan pertanyaan
penelitian pun akan terjawab. Beberapa fungsi dari penyederhanaan data yang
kami lakukan ialah :
1. Memberikan kemudahan pada peneliti untuk melakukan pengecekan dan
menemukan apakah dalam data yang ditemukan terdapat konsistensi dalam
persebarannya, sehingga data yang ada menjadi mudah untuk
diinterpretasikan.

9
2. Memberikan kemudahan pada peneliti untuk mengelompokkan data
berdasarkan variabel dan dengan itu pula memberikan kemudahan dalam
menjawab pertanyaan penelitian karena dengan adanya pengelompokkan
data analisis suatu variabel yang berkaitan.
3. Data membantu peneliti untuk mempelajari distribusi atau persebaran jenis
data yang telah ditemukan.

10
BAB II
KARAKTERISTIK WILAYAH

2.1 Karakteritik Wilayah Pulau Jawa


Pulau Jawa adalah sebuah pulau di Indonesia serta merupakan pulau terluas ke-
13 di dunia. Dengan jumlah penduduk sekitar hampir 160 juta, pulau ini pulau
berpenduduk terbanyak di dunia dan merupakan salah satu tempat terpadat di dunia.
Meskipun hanya menempati urutan terluas ke-5, Pulau Jawa dihuni oleh 60% penduduk
Indonesia.
Jawa adalah pulau yang relatif muda dan sebagian besar terbentuk dari aktivitas
vulkanik. Deretan gunung-gunung berapi membentuk jajaran yang terbentang dari timur
hingga barat pulau ini, dengan dataran endapan aluvial sungai di bagian utara. Pulau Jawa
dipisahkan oleh selat dengan beberapa pulau utama, yakni pulau Sumatra di barat laut,
pulau Kalimantan di utara, pulau Madura di timur laut, dan pulau Bali di sebelah timur.
Sementara itu di sebelah selatan pulau Jawa terbentang Samudra Hindia.
Dengan populasi sebesar 160 juta jiwa... Jawa adalah pulau yang menjadi tempat
tinggal lebih dari 60% populasi Indonesia. Dengan kepadatan 1.317 jiwa/km², pulau ini
juga menjadi salah satu pulau di dunia yang paling dipadati penduduk. Sekitar 45%
penduduk Indonesia berasal dari etnis Jawa. Walaupun demikian sepertiga bagian barat
pulau ini (Jawa Barat, Banten, dan Jakarta) memiliki kepadatan penduduk lebih dari 1.500
jiwa/km2.
Jawa telah menjadi pulau paling berkembang di Indonesia sejak era Hindia Belanda
hingga saat ini. Jaringan transportasi jalan yang telah ada sejak zaman kuno dipertautkan
dan disempurnakan dengan dibangunnya Jalan Raya Pos Jawa oleh Daendels di awal abad
ke-19. Kebutuhan transportasi produk-produk komersial dari perkebunan di pedalaman
menuju pelabuhan di pantai, telah memacu pembangunan jaringan kereta api di Jawa. Saat
ini, industri, bisnis dan perdagangan, juga jasa berkembang di kota-kota besar di Jawa,
seperti Jakarta, Surabaya, Semarang, dan Bandung, sedangkan kota-kota kesultanan
tradisional seperti Yogyakarta, Surakarta, dan Cirebon menjaga warisan budaya keraton
dan menjadi pusat seni, budaya dan pariwisata. Kawasan industri juga berkembang di kota-
kota sepanjang pntI utara terutama di wilayah sekitar Cilegon, Tangerang, Bekasi,
Karawang, Gresik dan Sidoarjo.

11
2.2 Pemilihan Kota Responden
Alasan memilih masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta untuk dijadikan bahan penelitian
karena adanya keterbatasan situasi dan kondisi selama masa pandemi yang sedang terjadi
ini. Yang mana selama masa pandemi ini seluruh masyarakat harus menerapkan perintah
dan himbauan dari pemerintah tentang social distancing. Dengan adanya himbauan
tersebut peneliti tidak dapat melakukan penelitian secara langsung atau terjun langsung ke
lapangan. Tetapi, harus melakukan penelitian dengan segala keterbatasan yang ada dengan
cara melakukan penelitian dengan meminimalisasikan kontak fisik secara langsung. Untuk
mempermudah proses penelitian, beberapa kota dan kabupaten yang kami pilih tersebut
merupakan kota dan kabupaten dari masing-masing peneliti. Sehingga, dengan
keterbatasan kondisi dan situasi pandemi ini peneliti dapat tetap melakukan penelitiannyA
di tempat tinggal masing-masing.
2.2.1 Kota Surabaya
Kota Surabaya adalah salah satu kota besar yang ada di Indonesia. Kota
Surabaya merupakan ibukota Provinsi Jawa Timur yang terletak antara 07°9' s.d
07°21' Lintang Selatan dan 112°36' s.d 112°54' Bujur Timur. Luas wilayah Kota
Surabaya seluruhnya kurang lebih 326,36 km2 yang terbagi dalam 31 Kecamatan
dan 154 Desa/Kelurahan. Batas wilayah Kota Surabaya yaitu batas sebelah utara
adalah Laut Jawa dan Selat Madura, batas sebelah selatan merupakan Kabupaten
Sidoarjo, batas sebelah barat merupakan Kabupaten Gresik, serta batas sebelah
timur adalah Selat Madura. Daerah metropolitan Surabaya
yaitu Gerbanglertosusila yang berpenduduk sekitar 10 juta jiwa, adalah kawasan
metropolitan terbesar kedua di Indonesia setelah Jabodetabek. Surabaya dan
wilayah Gerbangkertosusila dilayani oleh sebuah bandar udara, yakni Bandar
Udara Internasional Juanda yang berada 20 km di sebelah selatan kota, serta
dua pelabuhan, yakni Pelabuhan Tanjung Perak dan Pelabuhan Ujung. Surabaya
terkenal dengan sebutan Kota Pahlawan karena sejarahnya yang sangat
diperhitungkan dalam perjuangan Arek-Arek Suroboyo (Pemuda-pemuda
Surabaya) dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia dari serangan
penjajah.
Lingkungan sosial yang ada pada masyarakat kota Surabaya cenderung
modern, hal tersebut dikarenakan masyarakat memiliki pola pikir yang sudah
12
terbuka, dan adanya informasi dan teknologi yang sudah memadai sehingga
masyarakat dapat mengikuti perkembangan jaman dan dapat mengetahui keadaan
atau berbagai informasi yang ada di luar lingkungannya. Dalam lingkungan budaya
nya, masyarakat kota Surabaya tidak sepenuh nya meninggalkan budaya yang ada,
karena masih ada budaya atau tradisi yang masih diterapkan di masing-masing
lingkungan tempat tinggal mereka. Namun ada juga beberapa masyarakat yang
sudah tidak terikat dengan budaya atau tradisi nya lagi, tetapi sudah terikat dengan
hukum yang sudah ada.
2.2.2 Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112o5’ dan 112o9’ Bujur Timur dan
antara 7o3’ dan 7o5’ Lintang Selatan. Kabupaten ini berbatasan dengan Kota
Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur, Kabupaten
Pasuruan di selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat. Topografi Kabupaten
Sidoarjo adalat dataran delta dengan ketinggian antar 0 s/d 25 m, ketinggian 0-3m
dengan luas 19.006 Ha, meliputi 29,99% merupakan daerah pertambakkan yang
berada di wilayah bagian timur. Wilayah Bagian Tengah yang berair tawar dengan
ketinggian 3-10 meter dari permukaan laut merupakan daerah pemukiman,
perdagangan dan pemerintahan yang meliputi 40,81 %. Wilayah Bagian Barat
dengan ketinggian 10-25 meter dari permukaan laut merupakan daerah pertanian
meliputi 29,20%.
Jumlah Penduduk di Kabupaten Sidoarjo tahun 2019 hasil proyeksi penduduk
mencapai 2.262.440. Pertambahan penduduk di Kabupaten Sidoarjo bukan
dikarenakan tingginya angka kelahiran, akan tetapi lebih dikarenakan arus
urbanisasi sebagai dampak dari pertumbuhan sektor industri dan perumahan di
Sidoarjo serta sekaligus sebagai daerah penyangga Kota Surabaya.
Indeks Pembangunan Manusia Metode Baru Dan Komponennya Di
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2018 sebagai berikut : Angka Harapan Hidup mencapai
73,63, Harapan lama Sekolah mencapai 13,89, Rata-rata Lama Sekolah mencapai
10,12, Pengeluaran Perkapita Disesuaikan sebesar Rp 12.879.
Masyarakat atau penduduk Kabupaten Sidoarjo cenderung mondern dengan
perekonomian yang cenderung stabil. Hal tersebut dikarenakan sudah tersedianya
fasilitas umum serta teknologi dan informasi yang memadai. Fasilitas tersebut
diantaranya 734 Taman Kanak-Kanak, 552 SD, 163 SMP/MTS, 63 SMA, 79, SMK,
21 Perguruan Tinggi, rumah sakit, puskesmas, apotek, bandara, terminal, stasiun,
13
halte trans sidoarjo, jalan tol, bus Trans-Sidoarjo, angkot, hotel, mall, gedung
perkantoran, pabrik, pasar, Gelanggang Olahraga (GOR), masjid, tempat pariwisata
dll.
2.2.3 Kabupaten Lamongan
Kabupaten Lamongan adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa
Timur, Indonesia. Ibu kotanya adalah Lamongan. Kabupaten ini berbatasan
dengan Laut Jawa di utara, Kabupaten Gresik di timur, Kabupaten
Mojokerto dan Kabupaten Jombang di selatan, serta Kabupaten
Bojonegoro dan Kabupaten Tuban di barat. Pusat pemerintahan Kabupaten
Lamongan terletak 50 km sebelah barat Kota Surabaya, ibu kota Provinsi Jawa
Timur. Secara geografis Kabupaten Lamongan terletak pada 6o51' - 7o23' Lintang
Selatan dan 112o33' - 112o34 Bujur Timur. Kabupaten Lamongan memiliki luas
wilayah kurang lebih 1.812,8 km2 atau ±3.78% dari luas wilayah Provinsi Jawa
Timur.
Berdasarkan data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) melalui indeks
Dominasi antar daerah di provinsi Jawa Timur, diketahui hasil analisis dan sektor
unggulan Kabupaten Lamongan antara lain sektor pertanian khususnya sub sektor
tanaman pangan dan perikanan, sektor industri pengolahan (khususnya sub sektor
industri tanpa migas: industri tekstil, barang kulit, barang kayu, kertas dan barang
cetakan), sektor bangunan / kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran
(khususnya sub sektor perdagangan besar dan eceran dan sub sektor hotel), sektor
keuangan persewaan dan jasa perusahaan, serta sektor jasa (khususnya sub sektor
sosial dan kemasyarakatan, hiburan, rekreasi, dan perorangan dan rumah tangga).
Selain itu, Berdasarkan kondisi sumber daya alam yang ada, potensi unggulan
daerah Kabupaten Lamongan di sektor pertanian khususnya nampak pada sub
sektor tanaman pangan dan sub sektor perikanan. Pada sektor pertanian khususnya
sektor tanaman pangan, Kabupaten lamongan merupakan produsen gabah terbesar
ke‐2 di Jawa Timur dan penghasil jagung terbesar ke-5 di Jawa Timur. Sedangkan
untuk sub sektor perikanan, Kabupaten Lamongan merupakan penghasil ikan
terbesar di Jawa Timur, yaitu sekitar 65.874,984 ton senilai kurang lebih Rp.446
milyard.
Sektor bangunan/kontruksi juga merupakan salah satu sektor unggulan
daerah di Kabupaten Lamongan. Hal ini menunjukkan suatu indikasi cepatnya laju
gerakpembangunan sarana prasarana di Kabupaten Lamongan, baik itu berupa
14
gedung, jalan jembatan, sarana irigasi, dan infrastruktur lainnya seperti pelabuhan
penyeberangan (ASDP), obyek wisata (WBL), dan kawasan industri (LIS) yang
didukung peranan swasta/ investor.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan indeks komposit nilai rata‐
rata dari gabungan tiga komponen penilai kualitas sumber daya manusia, digunakan
untuk mengukur pencapaian keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah.
Masing‐masing indeks dari komponen IPM memperlihatkan seberapa besar tingkat
pencapaian yang telah dilakukan selama ini di bidang kesehatan, pendidikan dan
ekonomi. Berdasarkan data dari BPS Propinsi Jawa Timur pada tahun 2010 IPM
Kabupaten Lamongan sebesar 69,63 dengan kategori tingkat pembangunan
manusia menengah atas. Sedangkan pada tahun 2012 angka IPM tersebut
mengalami peningkatan menjadi 70,76 (angka sementara) dan termasuk kategori
pembangunan manusia tingkat atas.
2.2.4 Kabupaten Probolinggo
Kabupaten Probolinggo merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di
Provinsi Jawa Timur berada pada posisi 112’50’ – 113’30’ Bujur Timur (BT) dan
7’40’ – 8’10’ Lintang Selatan (LS), dengan luas wilayah sekitar 169.616,65 Ha atau
+ 1.696,17 km2 (1,07 % dari luas daratan dan lautan Propinsi Jawa Timur). Dilihat
dari geografisnya Kabupaten Probolinggo terletak di lereng pegunungan yang
membujur dari Barat ke Timur, yaitu Gunung Semeru, Argopuro, Lamongan dan
Tengger. Selain itu terdapat gunung lainnya, yaitu Gunung Bromo, Widodaren,
Gilap, Gambir, Jombang, Cemoro Lawang, Malang dan Batujajar. Dilihat dari
ketinggian berada pada 0-2500 m diatas permukaan laut dengan temperatur rata-
rata 27’C – 30’C. Selain itu Kabupaten Probolinggo memiliki beberapa obyek
wisata yaitu Gunung Bromo, Air Terjun Madakaripura, Pulau Gili Ketapang dengan
taman lautnya, Pantai Bentar, Arum Jeram Sungai Pekalen, Ranu Segaran dan
Sumber Air Panas serta Candi Jabung yang mencerminkan kejayaan masa lalu.
Masyarakat pada kabupaten Probolinggo memiliki interaksi yang cukup baik.
Namun, ada beberapa masyarakat juga yang interaksi nya belum baik atau kurang,
hal itu tergantung dengan tempat tinggal masing-masing masyarakatnya. Dalam
mata pencahariannya masyarakat Probolinggo termasuk kedalam heterogen seperti,
buruh, petani, dan pedagang makanan. Hal tersebut dikarenakan masyarakat
Probolinggo mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang tidak terlalu tinggi, hanya
sampai pada lulus SMA atau bahkan tidak sampai tamat SMA. Budaya atau tradisi
15
pada masyarakat Probolinggo tidak terlalu kental atau tidak terlalu kuat karena
lingkungan nya sudah termasuk lingkungan yang modern. Namun, ada beberapa
adat istiadat yang masih dipertahankan contohnya seperti tujuh bulanan, tedhak
sinten, aqiqah untuk anak anak bayi. Lebih ke adat jawa.
2.2.5 Kabupaten Kediri
Kabupaten Kediri memiliki total jumlah penduduk sebesar 1.662.508 jiwa
pada tahun 2019 menurut data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kediri. Mayoritas
masyarakat Kabupaten Kediri bekerja pada sektor Pertanian dan Perkebunan
dengan kondisi geografis berupa banyak nya lahan pertanian serta sebagian
mempunyai pekerjaan sampingan pada sektor jasa.. Sebagian masyarakat juga
bekerja pada sektor pariwisata dengan 130 situs cagar alam dan 46 objek wisata
alam atau buatan yang dimiliki Kabupaten Kediri. Sebagian kecil lagi bekerja pada
sektor Industri dan Transportasi. Masyarakatnya masih memiliki budaya yang kuat
namun juga telah berkembang semakin terbuka dan maju.
2.2.6 Kabupaten Klaten
Kabupaten Klaten adalah kabupaten yang berada di Jawa Tengah dan
berbatasan langsung dengan Provinsi DIY. Kabupaten ini memiliki luas 655,56 km
persegi. Memiliki populasi sebesar 1,1 juta jiwa pada tahun 2019 menurut data
Badan Pusat Statistik Kabupaten Klaten. Mayoritas masyarakat Kabupaten Klaten
bekerja pada sektor pertanian dan industry serta sebagian bekerja pada sektor
pariwisata dengan 125 objek wisata yang dimiliki Kabupaten Klaten.
Masyarakatnya masih memegang tegus budaya-budaya warisan tetapi tidak
sekental dahulu dikarenakan adanya perubahan pola pikir dan rata-rata tingkat
pendidikan yang semakin tinggi. Masyarakat juga hidup dalam kekeluargaan yang
sangat erat dengan lebih banyak mementingkan kepentingan bersama daripada diri
sendiri. Keberadaan Candi Prambanan dan Candi Sewu yang berada di Kabupaten
Klaten merupakan daya tarik bagi wisatawan domestic hingga mancanegara, selain
itu Kabupaten Klaten memiliki banyak sekali situs-situs candi yang tersebar dan
sangat di kelola dengan baik oleh masyarakat dan pemerintah. Hal ini lah yang
memperkuat ekonomi Kabupaten Klaten sejak dahulu.
2.2.7 Kota Tangerang
Kota Tangerang adalah kota yang terletak di Tatar Pasundan Provinsi
Banten. Kota ini terletak tepat di sebelah barat ibu kota negara Indonesia, Jakarta.
Kota Tangerang berbatasan dengan Kabupaten Tangerang di sebelah utara dan
16
barat, Kota Tangerang Selatan di sebelah selatan, serta Daerah Khusus Ibukota
Jakartadi sebelah timur. Tangerang merupakan kota terbesar di Provinsi Banten
serta ketiga terbesar di kawasan Jabodetabek setelah Jakarta dan Bekasi di
provinsi Jawa Barat dan dilalui oleh Jalan Nasional Rute
Tangerang adalah pusat manufaktur dan industri di pulau Jawa dan memiliki
lebih dari 1000 pabrik. Banyak perusahaan-perusahaan internasional yang memiliki
pabrik di kota ini. Tangerang memiliki cuaca yang cenderung panas dan lembap,
dengan sedikit hutan atau bagian geografis lainnya. Kawasan-kawasan tertentu
terdiri atas rawa-rawa, termasuk kawasan di sekitar Bandara Internasional
Soekarno-Hatta. Dalam beberapa tahun terakhir, perluasan urban Jakarta meliputi
Tangerang, dan akibatnya banyak penduduknya yang berkomuter ke Jakarta untuk
kerja, atau sebaliknya. Banyak kota-kota satelit kelas menengah dan kelas atas
sedang dan telah dikembangkan di Tangerang, lengkap dengan pusat perbelanjaan,
sekolah swasta dan mini market. Pemerintah bekerja dalam mengembangkan
sistem jalan tol untuk mengakomodasikan arus lalu lintas yang semakin banyak ke
dan dari Tangerang. Tangerang dahulu adalah bagian dari Provinsi Jawa Barat yang
sejak tahun 2000 memisahkan diri dan menjadi bagian dari provinsi Banten.
2.2.8 Kota Jakarta
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah Ibu Kota
negara dan kota terbesar di Indonesia. Jakarta merupakan satu-satunya kota di
Indonesia yang memiliki status setingkat provinsi. Jakarta terletak di pesisir bagian
barat laut Pulau Jawa. Jakarta memiliki luas sekitar 664,01 km² (lautan:
6.977,5 km²), dengan penduduk berjumlah 10.557.810 jiwa (2019).[3] Wilayah
metropolitan Jakarta (Jabodetabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta
jiwa,[6] merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di
dunia.
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup
pesat. Saat ini, lebih dari 70% uang negara beredar di Jakarta.[26] Perekonomian
Jakarta terutama ditunjang oleh sektor perdagangan, jasa, properti, industri kreatif,
dan keuangan. Beberapa sentra perdagangan di Jakarta yang menjadi tempat
perputaran uang cukup besar adalah kawasan Tanah Abang dan Glodok. Kedua
kawasan ini masing-masing menjadi pusat perdagangan tekstil serta dengan
sirkulasi ke seluruh Indonesia. Bahkan untuk barang tekstil dari Tanah Abang,
banyak pula yang menjadi komoditas ekspor. Sedangkan untuk sektor keuangan,
17
yang memberikan konstribusi cukup besar terhadap perekonomian Jakarta adalah
industri perbankan dan pasar modal.

18
BAB III
TEMUAN DATA DAN ANALISIS

3.1 IDENTITAS RESPONDEN


Variabel identitas responden kami gunakan untuk menjelaskan mengenai
karakteristik masyarakat di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.
Lamongan, Kab. Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta. Karakteristik responden dilihat melalui usia, jenis kelamin, status pernikahan,
jumlah anak kandung, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan formal responden,
pekerjaan pokok responden, pekerjaan sampingan responden, pendidikan mayoritas
keluarga responden, pekerjaan mayoritas keluarga responden dan jumlah tanggungan
responden yang hasilnya akan ditunjukkan dan dijabarkan dalam tabel-tabel di bawah ini:

TABEL 3.1
USIA RESPONDEN (N=47)
No Kategori Interval Umur Responden Frekuensi Persentase
1. 1 22 – 40 15 31,91%
2. 2 41 – 59 28 59,58%
3. 3 60 – 78 4 8,51%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 3 Koding 1.
Dilihat dari tabel 3.1 tentang usia responden di atas, sebagian besar responden di
Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan, Kab. Probolinggo,
Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta berusia antara 41 sampai 59
tahun dengan persentase sebesar 59,58%, usia responden dengan kategori sedang yaitu
antara 22 sampai 40 tahun dengan persentase sebesar 31,91%, sedangkan minoritas usia
responden yaitu antara 60 sampai 78 tahun dengan persentase sebesar 8,51%.
TABEL 3.2
JENIS KELAMIN RESPONDEN (N=47)
No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
1. Laki- laki 24 51%
2. Perempuan 23 49%
Jumlah 47 100%

19
Sumber Data: Pertanyaan No. 4 Koding 2.
Dilihat dari tabel 3.2 tentang jenis kelamin responden diatas, sebagian besar
responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan, Kab.
Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta adalah berjenis
kelamin laki-laki dengan persentase sebesar 51%, dan sisanya berjenis kelamin perempuan
dengan persentase sebesar 49%.

TABEL 3.3
STATUS PERNIKAHAN (N=47)
No Status Pernikahan Frekuensi Persentase (%)
1. Belum menikah 3 6,4%
2. Menikah 44 93,6%
3. Duda 0 0%
4. Janda 0 0%
Jumlah 100 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.5 Koding 3.
Dilihat dari tabel 3.3 tentang status pernikahan di atas, sebagian besar status
pernikahan responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.
Lamongan, Kab. Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta
adalah sudah menikah dengan persentase sebesar 93,6%, status pernikahan belum menikah
dengan persentase sebesar 6,4%, dan tidak ada satupun responden yang status
pernikahannya duda ataupun janda.

TABEL 3.4
JUMLAH ANAK KANDUNG (N=47)
No Jumlah Anak Frekuensi Persentase (%)
1. 0 4 8,51%
2. 1-2 30 63,84%
3. 3-4 12 25,53%
4. >4 1 2,12%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 6 Koding 4.

20
Dilihat dari tabel 3.4 tentang jumlah anak kandung responden di atas, sebagian
besar responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan,
Kab. Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta memiliki
jumlah anak antara 1 sampai 2 anak dengan persentase sebesar 63,84%, responden yang
memiliki jumlah anak 3 sampai 4 anak persentasenya sebesar 25,53%, responden yang
belum memiliki anak persentasenya sebesar 8,51%, dan sisanya responden yang memiliki
anak lebih dari 4 anak dengan persentase sebesar 2,12%.

TABEL 3.5
JUMLAH ANGGOTA KELUARGA (N=47)
No Anggota Keluarga Frekuensi Persentase (%)
1. ≤4 31 66%
2. ≥5 16 34%
Jumlah 100 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 7 Koding 5.
Dilihat dari tabel 3.5 tentang jumlah anggota keluarga di atas, sebagian besar
responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan, Kab.
Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta memiliki anggota
keluarga sebanyak ≤4 dengan persentase sebesar 66%, dan yang sisanya memiliki anggota
keluarga ≥5 dengan persentase sebesar 34%.

TABEL 3.6
TINGKAT PENDIDIKAN RESPONDEN (N=47)
Kategori Pendidikan Terakhir Frekuensi Persentase (%)
Rendah Tidak Sekolah 0 0%
Tidak Tamat SD 2 4,25%
Tamat SD 0 0%
Tidak Tamat SMP 1 2,12%
Tamat SMP 1 2,12%
Tidak Tamat SMA 0 0%
Jumlah 4 8,49%
Sedang Tamat SMA 18 38,3%
Tidak Tamat PT 1 2,12%

21
Jumlah 19 40,42%
Tinggi Diploma 1 2 4,25%
Diploma 2 0 0%
Diploma 3 4 8,54%
Diploma 4 0 0%
Strata 1 14 29,8%
Strata 2 2 4,25%
Strata 3 2 4,25%
Jumlah 24 51,09%
Jumlah Keseluruhan 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 8 Koding 6.
Dari tabel 3.6 tentang tingkat pendidikan responden di atas dapat dilihat bahwa
tingkat pendidikan responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab.
Lamongan, Kab. Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta
yang paling banyak adalah di kategori tinggi dengan persentase sebesar 51,09% yang terdiri
dari diploma 1 sebesar 4,25%, diploma 3 sebesar 8,54%, strata 1 sebesar 29,8%, strata 2
sebesar 4,25%, dan strata 3 sebesar 4,25%. Responden yang tingkat pendidikannya sedang
sebesar 40,42% yang terdiri dari tamat SMA sebesar 38,3% dan tidak tamat PT sebesar
2,12%. Kemudian responden yang tingkat pendidikannya rendah sebesar 8,49% yang terdiri
dari tidak tamat SD sebesar 4,25% dan tidak tamat SMP sebesar 2,12%. Alasan tingkat
pendidikan yang sudah tinggi karena mayoritas responden yang kami wawancarai berada di
kota.

TABEL 3.7
JENIS PEKERJAAN POKOK RESPONDEN (N=47)
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1. Petani 2 4,25%
2. Pegawai Negeri Sipil 5 10,63%
3. Pegawai Swasta 9 19,16%
4. Pedagang 5 10,63%
5. Wiraswasta 7 14,9%
6. Karyawan 3 6,4%
7. Ketua Yayasan (lain-lain) 1 2,12%

22
8. Petugas DKRTH (lain-lain) 1 2,12%
9. Dosen (lain-lain) 2 4,25%
10. Tata Usaha (lain-lain) 1 2,12%
11. Pegawai BUMN (lain-lain) 1 2,12%
12. Ibu Rumah Tangga (lain-lain) 10 21,3%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 8 Koding 7-8.
Dilihat dari tabel 3.7 tentang jenis pekerjaan pokok responden di atas, sebagian
besar responden di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab. Sidoarjo, Kab. Lamongan,
Kab. Probolinggo, Kab. Kediri, Kab. Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta bekerja
sebagai ibu rumah tangga dengan persentase sebesar 21,3%. Kemudian disusul dengan
pegawai swasta sebesar 19,16%, wiraswasta sebesar 14,9%, pegawai negeri sipil dan
pedagang yang masing-masing persentasenya sebesar 10,63%, karyawan sebesar 6,4%,
serta petani sebesar 4,25%. Selain itu ada juga pekerjaan lain seperti dosen dengan
persentase sebesar 4,25%, ketua yayasan, petugas DKRTH, tata usaha, dan pegawai BUMN
yang masing-masing memiliki persentase sebesar 2,12%.

TABEL 3.8
PEKERJAAN SAMPINGAN RESPONDEN (N=47)
No Kategori Frekuensi Presentase
1 Ada 17 36,17%
2 Tidak ada 30 63,83%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 10 Koding 9.
Berdasar dengan tabel 3.8, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden tidak
memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dengan perolehan data sebanyak
63,83% dan yang sisanya memiliki pekerjaan sampingan selain pekerjaan pokok dengan
perolehan data sebanyak 36,17%.
TABEL 3.9
JENIS PEKERJAAN SAMPINGAN RESPONDEN (N=17)
No Jenis Pekerjaan Ya Tidak Frekuensi
Sampingan Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Pedagang 3 17,64% 14 82,35% 17

23
2. Penjahit 2 11,76% 15 88,23% 17
3. Peternak 1 5,88% 16 94,11% 17
4. Pembantu 1 5,88% 16 94,11% 17
Rumah Tangga
5. Driver Ojek 2 11,76% 15 88,23% 17
Online
6. Penjual Makanan 1 5,88% 16 94,11% 17
7. Bisnis Online 3 17,64% 14 82,35% 17
8. Lain-lain 6 35,29% 9 52,94% 17
Sumber Data: Pertanyaan No. 11 Koding 10-20.
Menurut tabel 3.9, menunjukkan bahwa responden sebagian besar memiliki pekerjaan
sampingan dengan pilihan lain-lain diperoleh data sebanyak 35,29% pekerjaan yang dimaksud
antara lain adalah pekerja sosial, guru les, petani bunga, serta wirausaha dan perolehan data
terendah adalah responden yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai peternak, pembantu
rumah tangga, dan penjual makanan dengan perolehan data sebanyak 5,88%.
TABEL 3.10
PENDIDIKAN MAYORITAS KELUARGA RESPONDEN (N=47)
No Kategori Pendidikan Frekuensi Persentase (%)
Terakhir
1. Rendah SD 1 2,13%
2. Sedang SMP / SMA 22 46,81%
3. Tinggi Perguruan Tinggi 24 51,06%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 13 Koding 21
Bersumber dari tabel 3.10, pendidikan mayoritas keluarga responden sebagian besar
adalah di kategori tinggi atau jenjang perguruan tinggi dengan perolehan data 51,06% dan data
terendah yang diperoleh sebesar 2,13% terdapat di kategori pendidikan rendah atau setara
dengan Sekolah Dasar. Hal ini terjadi karena berdasarkan data yang diperoleh, mayoritas
responden berasal dari kota-kota besar yang ada di Indonesia seperti Surabaya dan Jakarta.
Yang dimana mayoritas responden juga memiliki kemampuan ekonomi lebih untuk
mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, serta memiliki orientasi masa depan.

24
TABEL 3.11
PEKERJAAN MAYORITAS KELUARGA RESPONDEN (N=47)
No Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
1. Petani 2 4,25%
2. Pegawai Negeri Sipil 7 14,90%
3. Pegawai Swasta 9 19,15%
4. Pedagang 4 8,51%
5. Wiraswasta 8 17,02%
6. Karyawan 5 10,64%
7. Lain-lain 12 25,53%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 14 Koding 22-23.
Berdasar data tabel 3.11 menunjukkan bahwa sebagian besar responden memilih jenis
pekerjaan dengan kategori lain-lain dengan perolehan data sebanyak 25,53%, yang dimaksud
pekerjaan lain-lain ini seperti BUMN, TNI AL, dosen, guru, ibu rumah tangga, penjual
makanan, dan wirausaha, ada juga yang mahasiswa dan belum bekerja, dan yang paling rendah
dengan perolehan data sebanyak 4,25% adalah responden yang bekerja sebagai petani. Hal ini
karena sebagian besar responden berasal dari kota, sehingga responden yang bekerja sebagai
petani hanya 2 orang saja dari 47 responden.

TABEL 3.12
JUMLAH TANGGUNGAN RESPONDEN (N=47)
No Jumlah Tanggungan Frekuensi Persentase (%)
1. 1 (satu) 11 23,40%
2. 2 (dua) 18 38,30%
3. 3 (tiga) 7 14,89%
4. 4 (empat) 5 10,64%
5. 5 (lima) 5 10,64%
6. 6 (enam) 1 2,13%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 15 Koding 24
Menurut tabel 3.12, sebagian besar responden memiliki jumlah tanggungan sebanyak 2
orang, dengan perolehan data 38,40%, dan responden yang memiliki jumlah tanggungan 6

25
orang diperoleh data 2,13%. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden melaksanakan
program KB (Keluarga Berencana).

3.2 INTENSITAS INTERAKSI


Variabel intensitas interaksi kami gunakan untuk menjelaskan interaksi antar
masyarakat di Pulau Jawa khususnya Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab
Probolinggo, Kab Kediri, Kab Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta. Interaksi
tersebut dilihat dari eksistensi kegiatan di lingkungan masyarakat, bentuk kegiatan yang
dilakukan di lingkungan masyarakat, pengaruh kegiatan terhadap interaksi masyarakat,
eksistensi interaksi antar warga, dan intensitas beberapa aktivitas di lingkungan
masyarakat yang hasilnya akan ditunjukkan dalam tabel-tabel di bawah ini:

TABEL 3.13
KEGIATAN DI LINGKUNGAN MASYARAKAT (47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ada 47 100 %
2 Tidak 0 0%
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 16 Koding 25
Dari tabel diatas menunjukan bahwa semua dari 47 responden yang kami teliti di Pulau
Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta
memiliki kegiatan yang dilakukan disekitar lingkungannya. Terdapat 100 % responden yang
menjawab ada pada pilihan jawaban. Dan terdapat 0 % responden yang menjawab tidak pada
pilihan jawaban.

TABEL 3.14
EKSISTENSI KEGIATAN SLAMETAN/SYUKURAN YANG DILAKUKAN (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ada 31 65.9 %
2 Tidak 16 34.1 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 26

26
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan slametan atau syukuran pada responden, akan
tetapi juga terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan slametan atau syukuran.
Dari 47 responden di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang,
dan Kota Jakarta terdapat 65,9% responden menjawab bahwa kegiatan slametan/syukuran
masih dilakukan di lingkungannya. Sedangkan sebesar 34.1 % lainnya menjawab tidak. Jadi
dari tabel diatas lebih banyak responden yang menjumpai kegiatan slametan atau syukuran
pada lingkungannya.

TABEL 3.15
EKSISTENSI KEGIATAN TAHLILAN (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 34 72.3 %
2 Tidak 13 27.7 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 27
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan tahlilan pada responden, akan tetapi juga
terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan tahlilan. Dari 47 responden yang
menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 72.3%. Sedangkan sebagian yang lain
sebesar 27.7%. jadi dari tabel diatas lebih banyak responden yang menjumpai kegiatan tahlilan
pada lingkungannya.

TABEL 3.16
EKSISTENSI KEGIATAN RAPAT WARGA (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 33 70.2 %
2 Tidak 14 29.8 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 17 Koding 28
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan rapat warga pada responden, akan tetapi juga
terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan rapat warga. Dari 47 responden yang
menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 70.2 %. Sedangkan sebagian yang lain

27
sebesar 29.8%. jadi dari tabel diatas lebih banyak responden yang menjumpai kegiatan rapat
warga pada lingkungannya.

TABEL 3.17
EKSISTENSI KEGIATAN RAPAT RUKUN TETANGGA (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 33 70.2 %
2 Tidak 14 29.8 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 29
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan rapat rukun tetangga pada responden, akan
tetapi juga terdapat responden yang tidak melakukan bentuk rapat rukun tetangga. Dari 47
responden yang menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 70.2 %. Sedangkan
sebagian yang lain sebesar 29.8%. jadi dari tabel diatas lebih banyak responden yang
menjumpai kegiatan rapat rukun tetangga pada lingkungannya.

TABEL 3.18
EKSISTENSI KEGIATAN KERJA BAKTI (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 39 82.9 %
2 Tidak 8 17.1 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 30
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan kerja bakti pada responden, akan tetapi juga
terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan kerja bakti. Dari 47 responden yang
menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 82.9 %. Sedangkan sebagian yang lain
sebesar17.1 %. jadi dari tabel diatas lebih banyak responden yang menjumpai kegiatan kerja
bakti pada lingkungannya.

28
TABEL 3.19
EKSISTENSI KEGIATAN PKK (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 33 70.2 %
2 Tidak 14 29.8 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 31
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan PKK pada responden, akan tetapi juga
terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan PKK. Dari 47 responden yang
menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 70.2 %. Sedangkan sebagian yang lain
sebesar 29.8 %. jadi dari tabel diatas lebih banyak responden yang menjumpai kegiatan PKK
pada lingkungannya.
TABEL 3.20
EKSISTENSI KEGIATAN ARISAN (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 5 10.6 %
2 Tidak 42 89.4 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 32
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan arisan pada responden, akan tetapi juga
terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan arisan. Dari 47 responden yang
menjawab bahwa kegiatan ini dilakukan oleh sebesar 10.6 %. Sedangkan sebagian yang lain
sebesar 289.4 %. jadi dari tabel diatas lebih sedikit responden yang menjumpai kegiatan arisan
pada lingkungannya. Tabel diatas merupakan tabel tambahan dari pertanyaan semi terbuka
yang diberikan. Dan pada bagian jawaban lain-lain ternyata terdapat bagian kegiatan yang
memenuhi syarat untuk dijadikan tabel baru.
TABEL 3.21
EKSISTENSI KEGIATAN LAIN-LAIN (N=42)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ya 5 11.9 %
2 Tidak 37 88.1 %
Jumlah 42 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 17 Koding 32

29
Dari tabel diatas didapati adanya kegiatan yang lain-lain pada responden, akan tetapi
juga terdapat responden yang tidak melakukan bentuk kegiatan yang lain-lain. Dari 47
responden yang menjawab bahwa kegiatan lain-lain dilakukan oleh sebesar 21.3 %. Akan tetapi
kegiatan yang disebutkan oleh responden variatif jenisnya sehingga tidak dapat melebihi syarat
untuk membuat tabel yang baru. Kegiatan variatifnya seperti lomba 17 Agustusan, megengan,
arisan, markhabanan,senam, dan pengajian.

TABEL 3.22
PENGARUH KEGIATAN TERHADAP INTERAKSI DENGAN WARGA (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Sangat intensif 12 25.6 %
2 Intensif 23 48.9 %
3 Cukup intensif 8 17.0 %
4 Tidak intensif 4 8.5 %
5 Sangat tidak intensif 0 2%
Sumber Data : Pertanyaan NO. 18 Koding 33
Dari tabel diatas pengaruh kegiatan terdapat 25.6 % sangat intensif berpartisipasi dalam
kegiatan antar warga. Terdapat 48.9 % yang melakukan kegiatan interaksi antar warga secara
intensif. Terdapat 17.0 % yang melakukan kegiatan antar warga secara cukup intensif. Terdapat
8.5 % yang melakukan kegiatan antar warga secara tidak intensif. Terdapat 0 % yang
melakukan kegiatan antar warga secara sangat tidak intensif. Dari tabel diatas ditemui
persentase terbesar secara intensif melakukan kegiatan. Sedagkan persentase terkecil
melakukan kegiatan dengan sangat tidak intensif karena tidak terdapat responden yang
melakukannya.
TABEL 3.23
EKSISTENSI INTERAKSI ANTAR WARGA MENURUT RESPONDEN (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Sangat penting 17 36.1 %
2 Penting 20 42.6 %
3 Tidak terlalu penting 6 12.8 %
4 Tidak Penting 4 8.5 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 19 Koding 34

30
Dari tabel diatas bahwa intensitas partisipasi responden dalam kegiatan sebanyak 8.5
% responden menganggap tidak penting kegiatan antar warga. Sebanyak 36.1 % menganggap
bahwa kegitan antar warga sangat penting. Sebanyak 12.8 % menganggap kegiatan interaksi
antar warga tidak terlalu penting. Serta sebanyak 42.6 % menganggap penting interaksi antar
warga. Dari tabel diatas persentase yang terbesar menganggap bahwa interaksi antar warga
penting. Sedangkan persentase paling kecil menganggap kegiatan interaksi antar warga adalah
tidak penting.
TABEL 3.24
INTENSITAS AKTIVITAS ARISAN RT DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 14 29.7 %
2 Jarang 7 14.9 %
3 Kadang-kadang 8 17.1 %
4 Sering 10 21.2 %
5 Selalu 8 17.1 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 35
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan arisan RT responden.
Sebannyak 29.7 % menyatakkan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut. Sebanyak
21.2 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 34.2 % intensitasnya tergolong kadang-
kadang dan selalu mengikuti kegiatan arisan RT. Sebagian 14.9 % tergolong jarang. Dari tabel
diatas intensitas responden paling banyak adalah kategori tidak pernah atau tidak mengerti
mengikuti kegiatan arisan RT. Dan persentase paling sedikit adalah kategori jarang mengikuti
arisan RT.
TABEL 3.25
INTENSITAS AKTIVITAS KERJA BAKTI DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 3 6.4 %
2 Jarang 7 14.9 %
3 Kadang-kadang 19 40.5 %
4 Sering 14 29.7 %
5 Selalu 4 8.5 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 36

31
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan kerja bakti responden.
Sebannyak 6.4 % menyatakkan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut. Sebanyak
29.7 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 40.5 % intensitasnya tergolong kadang-
kadang mengikuti kegiatan. Sebanyak 8.5 % tergolong selalu. Sebagian 14.9 % tergolong
jarang. Dari tabel diatas intensitas responden paling banyak adalah kategori kadang-kadang
mengikuti tentang kegiatan kerja bakti. Dan persentase paling sedikit adalah kategori tidak
pernah atau tidak mengerti mengikuti kerja bakti.

TABEL 3.26
INTENSITAS AKTIVITAS MUSYAWARAH DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 8 17.0 %
2 Jarang 10 21.3 %
3 Kadang-kadang 10 21.3 %
4 Sering 15 31.9 %
5 Selalu 4 8.5 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 37
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan kegiatan musyawarah
responden. Sebanyak 17.1 % menyatakkan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut.
Sebanyak 32.0 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 21.3 % intensitasnya tergolong
kadang-kadang mengikuti kegiatan. Sebanyak 8.5 % tergolong selalu. Sebagian 21.3 %
tergolong jarang. Dari tabel diatas intensitas responden paling banyak adalah bagian kategori
sering mengikuti tentang kegiatan musyawarah. Dan persentase paling sedikit adalah kategori
selalu mengikuti kegiatan musyawarah.
TABEL 3.27
INTENSITAS AKTIVITAS YASINAN DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 11 23.4 %
2 Jarang 10 21.3 %
3 Kadang-kadang 12 25.6 %
4 Sering 9 19.1 %
5 Selalu 5 10.6 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 38

32
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan kegiatan yasinan
responden. Sebannyak 23.4 % menyatakan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut.
Sebanyak 19.1 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 25.6 % intensitasnya tergolong
kadang-kadang mengikuti kegiatan. Sebanyak 10.6 % tergolong selalu. Sebagian 21.3 %
tergolong jarang. Dari tabel diatas intensitas responden paling banyak adalah kategori kadang-
kadang mengikuti tentang kegiatan yasinan. Dan persentase paling sedikit adalah kategori
selalu mengikuti kegiatan yasinan.

TABEL 3.28
INTENSITAS KEGIATAN ADAT DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 17 36.1 %
2 Jarang 4 8.5 %
3 Kadang-kadang 11 23.4 %
4 Sering 12 25.6 %
5 Selalu 3 6.4 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 39
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan kegiatan adat responden.
Sebannyak 36.1 % menyatakkan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut. Sebanyak
25.6 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 23.4 % intensitasnya tergolong kadang-
kadang mengikuti kegiatan. Sebanyak 6.4 % tergolong selalu. Sebagian 8.5 % tergolong jarang.
Dari tabel diatas intensitas responden paling banyak adalah kategori tidak pernah atau tidak
mengerti kegiatan adat. Dan persentase paling sedikit adalah kategori selalu mengikuti kegiatan
adat.
TABEL 3.29
INTENSITAS AKTIVITAS TAHLILAN DENGAN MASYARAKAT (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 11 23.4 %
2 Jarang 9 19.1 %
3 Kadang-kadang 11 23.4 %
4 Sering 13 27.7 %
5 Selalu 3 6.4 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 40

33
Dari data tabel diatas mengenai intensitas interaksi kegiatan kegiatan tahlilan responden.
Sebannyak 23.4 % menyatakkan tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan terebut. Sebanyak
27.7 % intensitasnya tergolong sering. Sebanyak 23.4 % intensitasnya tergolong kadang-
kadang mengikuti kegiatan. Sebanyak 6.4 % tergolong selalu. Sebagian 19.1 % tergolong
jarang. Dari tabel diatas intensitas responden paling banyak adalah kategori sering mengikuti
kegiatan tahlilan. Dan persentase paling sedikit adalah kategori selalu mengikuti kegiatan
tahlilan.
TABEL 3.30
INTENSITAS AKTIVITAS LAIN-LAIN DENGAN MASYARAKAT (N=6)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1 Tidak pernah (tidak mengerti) 3 50 %
2 Jarang 0 0%
3 Kadang-kadang 0 0%
4 Sering 3 50 %
5 Selalu 0 0%
Sumber Data : Pertanyaan NO. 20 Koding 41
Dari tabel diatas dijumpai terdapa kegiatan yang lain yang dilakukan. Dari 6 responden
yang menjawab tidak pernah atau tidak mengerti kegiatan lain-lain ini sebaanyak 50 %. Dari
kategori pilihan tidak penah terdapat kegiatan seperti ronda, rapat, dan pengajian. Selanjutnya,
terdapat 50 % responden yang menjawab sering pada kategori pilihannya. Kegiatan tersebut
seperti malam tirakatan, megengan, dan panitia lomba agustusan. Dari tabel diatas terdapat
kegiatan lain-lain yang belum disebutkan pada opsi pilihan. Dimana pertanyan ini merupakan
pertanyaan yang semi terbuka. Jadi kegiatan lain-lain yang disebutkan oleh responden
intensitas keduanya sama.

3.3 KONTROL SOSIAL


Variabel kontrol sosial menjelaskan keadaan masyarakat di Pulau Jawa khususnya
Kota Surabaya, Kab Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab Probolinggo, Kab Kediri, Kab Klaten,
Kota Tangerang, dan Kota Jakarta mengenai pelanggaran yang terjadi di desa tersebut dan
kontrol sosial atau pengendalian yang ada. Hal ini dapat dilihat dari bentuk peraturan
tertulis dan tidak tertulis, bentuk pelanggaran, tokoh yang memutuskan sanksi bagi
pelanggar, dan lembaga atau staff keamanan di daerah tersebut yang hasilnya dapat dilihat
dari tabel-tabel berikut ini:

34
TABEL 3.31
EKSISTENSI PERATURAN DI DAERAH RESPONDEN (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Ada 43 91.5 %
2 Tidak 4 8.5 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 21 Koding 42
Dari tabel diatas berarti terdapat responden yang dijumpai adanya peraturan di daerah
responden. Sebanyak 91.5 % dijumpai terdapat peraturan di daerah responden. Sedangkan,
sebanyak 8.5 % menyatakan bahwa tidak terdapat aturan yang terdapat di daerahnya. Jadi lebih
banyak daerah responden yang memiliki peraturan dari pada daerah responden yang tidak
memiliki peraturan di daerahnya.

TABEL 3.32
PERATURAN TERTULIS (N=47)
No Jenis Peraturan Frekuensi Persentase (%)
1 Ada 43 91.5%
2 Tidak 4 8.5 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 22 Koding 43
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden di daerahnya memiliki
peraturan tertulis yang digunakan. Sebanyak 91.5 % responden mengatakan terdapat peraturan
tertulis di daerahnya. Sedangkan sebagian yang lainnya sebesar 8.5 % menyatakan tidak
terdapat peraturan tertulis. Jadi dari tabel diatas pada responden dijumpai, lebih banyak daerah
responden yang menggunakan peraturan tertulis dari pada daerah yang tidak ditemui peraturan
tertulis.
TABEL 3.33
PERATURAN TIDAK TERTULIS (N=47)
No Jenis Peraturan Frekuensi Persentase (%)
1 Ada 37 78.7 %
2 Tidak 10 21.3 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan NO. 22 Koding 44

35
Dari tabel diatas menunjukan bahwa sebagian besar responden di daerahnya memiliki peraturan
tidak tertulis yang digunakan. Sebanyak 78.7 % responden mengatakan terdapat peraturan tidak
tertulis di daerahnya. Sedangkan sebagian yang lainnya sebesar 21.3 % menyatakan tidak
terdapat peraturan tidak tertulis. Jadi dari tabel diatas pada responden dijumpai, lebih banyak
daerah responden yang menggunakan peraturan tidak tertulis dari pada daerah yang tidak
ditemui peraturan tidak tertulis.

TABEL 3.34
PELANGGARAN DI DAERAH RESPONDEN (N=47)
No Pelanggaran Ya Tidak Jumlah
F Persentase F Persentase
1. Tidak datang hajatan 4 8,51% 43 91,48% 47
2. Tidak datang melayat 2 4,25% 45 95,74% 47
3. Tidak mengikuti kerja 14 29,78% 33 70,21% 47
bakti
4. Tidak mengikuti rapat 7 14,89% 40 85,10% 47
lingkungan setempat
5. Judi/Togel 45 95,74% 2 4,25% 47
6. Mabuk mabukan 44 93,61% 3 6,38% 47
7. Memaikai Narkotika 46 97,87% 1 2,12% 47
8. Selingkuh 31 65,95% 16 34,04% 47
9. Poligami 18 38,29% 29 61,70% 47
10 KDRT 39 82,97% 8 17,02% 47
11 Pelecehan Seksual 43 91,48% 4 8,51% 47
12 Kumpul Kebo 42 89,39% 5 10,63% 47
13 Hamil diluar nikah 35 74,46% 12 25,53% 47
14 Mencuri 45 95,74% 2 4,25% 47
15 Begal 45 95,74% 2 4,25% 47
16 Lain lain 4 8,51% 43 91,48% 47
Sumber Data : Pertanyaan No.23 Koding 45-60
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.23 mengenai definisi pelanggaran dari responden
di daerah Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang,

36
dan Kota Jakarta. Diketahui bahwa memakai narkotika merupakan bentuk definisi pelanggaran
menurut masyarakat di daerah tersebut terbukti dengan presentase 97,87% yang merupakan
presentasi tertinggi, kemudian disusul oleh Mencuri, judi/togel dan Begal yang memiliki
presentase sama yakni 95,74%. Sedangkan tindakan tidak dating melayat banyak dari
masyarakat daerah tersebut tidak mendefinisikannya sebagai pelanggaran, terbukti dengan
capaian presentase yakni sebanyak 6,38%.

TABEL 3.35
BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK DATANG KE HAJATAN (N=4)
Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Tidak datang 3 1 0 0 0 4
hajatan

Jumlah 3 1 0 0 0 4

Presentase 75% 25% 0% 0% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 61


Dilihat dari tabel 3.35, sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran tidak
datang hajatan adalah berupa ejekan/cemoohan dengan perolehan data sebanyak 75%, dan yang
sisa nya adalah masuk pada sanksi dikecam dengan perolehan data sebanyak 25%. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa hukum adat, hukum
pidana/perdata, dan perasaan bersalah (moril). Hal itu terjadi karena pelanggaran ini bukan
merupakan pelanggaran hukum.

37
TABEL 3.36
Bentuk Sanksi bagi Pelanggar Tidak Datang Melayat (N=2)
No Pelanggaran Cara Responden Menyikapi Keadaan

Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Tidak datang 1 1 0 0 0 2
melayat

Jumlah 1 1 0 0 0 2

Presentase 50% 50% 0% 0% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 62


Dilihat dari tabel 3.36 bobot sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran tidak datang
melayat sama besarnya yaitu dengan perolehan data 50% antara sanksi ejekan dan dikecam.
Dilihat juga pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa hukum
adat, hukum pidana/perdata, dan perasaan bersalah (moril). Hal itu terjadi karena pelanggaran
ini bukan merupakan pelanggaran hukum, dan memungkinkan daerah responden untu memberi
2 sanksi tersebut kepada pelanggar.

TABEL 3.37
BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK MENGIKUTI KERJA BAKTI
(N=14)

No Pelanggaran Cara Responden Menyikapi Keadaan

Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Tidak 3 2 3 0 6 14
mengikuti
kerja bakti

38
Jumlah 3 2 3 0 6 14

Presentase 21,43% 14,28% 21,43% 0% 42,86% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 63


Dilihat dari tabel 3.37 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran tidak
mengikuti kerja bakti adalah berupa perasaan bersalah (moril) dengan perolehan data sebanyak
42,86%, dan yang terendah adalah sanksi berupa dikecam dengan perolehan data 14,28%.
Dilihat juga pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi hukum
pidana/perdata. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini bukan merupakan pelanggaran hukum.

TABEL 3.38
BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK MENGIKUTI RAPAT (N=7)
No Pelanggaran Cara Responden Menyikapi Keadaan

Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Tidak 2 0 2 0 3 7
mengikuti
rapat
lingkungan
setempat
Jumlah 2 0 2 0 3 7

Presentase 28,57% 0% 28,57% 0% 42,86% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 64


Dilihat dari tabel 3.38 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran tidak
mengikuti rapat lingkungan setempat adalah berupa perasaan bersalah (moril) dengan
perolehan data sebanyak 42,86%, dan yang terendah serta memiliki bobot yang sama besar
adalah berupa sanksi ejekan dan hukum adat, dengan perolehan data masing-masing 28,57%.
Dilihat juga pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi berupa dikecam dan
hukum pidana/perdata. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini di lingkungan responden
dikategorikan pada sanksi berupa ejekan, hukum adat dan sanksi moril.

39
TABEL 3.39
BENTUK SANKSI BAGI PELANGGARAN JUDI/TOGEL (N=45)

No Pelanggaran Cara Responden Menyikapi Keadaan

Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Judi/ Togel 3 7 0 33 2 45

Jumlah 3 7 0 33 2 45

Presentase 6,67% 15,56% 0% 73,33% 4,44% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 65


Dilihat dari tabel 3.39 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran
hudi/togel adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 73,33%, dan
yang terendah adalah sanksi berupa perasaan bersalah (moril) dengan perolehan data 4,44%.
Dilihat juga pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa hukum
adat. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini bukan merupakan termasuk pada kategori sanksi
hukum adat, melainkan hukum pidana/perdata.

TABEL 3.40
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Mabuk-Mabukan (N=44)

No Cara Responden Menyikapi Keadaan

Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Mabuk- 4 14 1 25 0 44
mabukan

40
Jumlah 4 14 1 25 0 44

Presentase 9,09% 31,82% 2,27% 56,82% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 66


Dilihat dari tabel 3.40 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran mabuk-
mabukan adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 56,82%, dan
yang terendah adalah sanksi berupa hukum adat dengan perolehan data 2,27%. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa perasaan bersalah
(moril). Hal itu terjadi karena pelanggaran masuk pada kategori pelanggaran hukum, yang
mana responden tidak mengkategorikan dalam sanksi moril.

TABEL 3.41
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Penggunaan NARKOTIKA (N=46)

No Cara Responden Menyikapi Keadaan

Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Memakai 2 3 0 41 0 46
NARKOTIKA

Jumlah 2 3 0 41 0 46

Presentase 4,35% 6,52% 0% 89,13% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 67


Dilihat dari tabel 3.41 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran
NARKOTIKA adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 89,13%,
dan yang terendah adalah sanksi berupa dikecam dengan perolehan data 6,52%. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa hukum adat dan
sanksi moril. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini masuk pada kategori pelanggaran hukum,
yang mana responden tidak mengkategorikan dalam sanksi moril dan hukum adat.

41
TABEL 3.42
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Selingkuh (N=31)

No Cara Responden Menyikapi Keadaan

Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Selingkuh 6 14 1 9 1 31

Jumlah 6 14 1 9 1 31

Presentase 19,35% 45,16% 3,23% 29,03% 3,23% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 68


Dilihat dari tabel 3.42 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran
selingkuh adalah berupa dikecam dengan perolehan data sebanyak 45,16%, dan yang terendah
adalah sanksi berupa hukum adat dengan perolehan data 3,23%. Hal itu terjadi karena
pelanggaran ini bisa masuk disemua kategori sanksi yang tertera diatas, sehingga masing-
masing responden dapat mengklasifikasikan pelanggaran tersebut kedalam sanksi yang pas di
lingkungan setempat.
TABEL 3.43
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Poligami (N=18)

No Cara Responden Menyikapi Keadaan

Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Poligami 8 4 3 3 0 18

Jumlah 8 4 3 3 0 18

Presentase 44,44% 22,22% 16,67% 16,67% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 69


42
Dilihat dari tabel 3.43 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran
poligami adalah berupa ejekan/cemooh dengan perolehan data sebanyak 44,44%, dan yang
terendah serta memiliki bobot yang sama besar adalah berupa sanksi hukum adat dan hukum
pidana/perdata, dengan perolehan data masing-masing 16,67%. Dilihat juga pada tabel yang
memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa sanksi moril. Hal itu terjadi karena
pelanggaran ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum, yang mana responden tidak
mengkategorikan pelanggaran ini kedalam sanksi moril.

TABEL 3.44
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran KDRT (N=39)

No Cara Responden Menyikapi Keadaan

Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. KDRT 0 8 5 26 0 39

Jumlah 0 8 5 26 0 39

Presentase 0% 20,51% 12,82% 66,67 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 70


Dilihat dari tabel 3.44 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran KDRT
adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 66,67%, dan yang
terendah adalah sanksi berupa hukum adat dengan perolehan data 12,82%. Dilihat juga pada
tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa ejekan/cemooh dan sanksi
moril. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum, yang
mana responden tidak mengkategorikan pelanggaran ini kedalam sanksi moril dan ejekan.

43
TABEL 3.45
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Pelecehan Seksual (N:43)

Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Pelecehan 1 10 1 31 0 43
seksual

Jumlah 1 10 1 31 0 43

Presentase 2,33% 23,25% 2,33% 72,09% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 71


Dilihat dari tabel 3.45 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran
pelecehan seksual adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak
72,09%, dan yang terendah serta memiliki bobot yang sama besar adalah berupa sanksi
ejekan/cemooh dan hukum adat, dengan perolehan data masing-masing 2,33%. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa sanksi moril. Hal
itu terjadi karena pelanggaran ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum, yang mana
responden tidak mengkategorikan pelanggaran ini kedalam sanksi moril.

TABEL 3.46
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Kumpul Kebo (N:42)

Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Kumpul kebo 4 14 7 17 0 42

44
Jumlah 4 14 7 17 0 42

Presentase 9,52% 33,33% 16,67% 40,48% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 72


Dilihat dari tabel 3.46 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran kumpul
kebo adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 40,48%, dan yang
terendah adalah sanksi berupa ejekan/cemooh dengan perolehan data 9,52%. Dilihat juga pada
tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa sanksi moril. Hal itu
terjadi karena pelanggaran ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum, yang mana responden
tidak mengkategorikan pelanggaran ini kedalam sanksi moril.

45
TABEL 3.47
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Hamil di Luar Nikah (N=35)

Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Hamil diluar 9 9 8 8 1 35
nikah

Jumlah 9 9 8 8 1 35

Presentase 25,71% 25,71% 22,86% 22,86% 2,86% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 73


Dilihat dari tabel 3.47 data terbanyak serta memiliki bobot yang sama besar untuk
sanksi pelanggar jenis pelanggaran hamil diluar nikah adalah berupa ejekan/cemoohan dan
dikecam dengan perolehan data sebanyak 25,71%, dan yang terendah adalah sanksi berupa
perasaan bersalah(moril) dengan perolehan data 2,86%.. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini
dapat dikategorikan pelanggaran non-hukum, yang mana pelanggaran ini adalah termasuk
kesalahan si pelaku sendiri yang dapat memalukan keluarga maupun lingkungan sekitar dan
juga bukan merupakan paksaan, sehingga responden banyak yang mengkategorikan
pelanggaran ini kedalam sanksi ejekan/cemooh dan dikecam, dan sedikit sekali yang
mengkategorikan kedalam sanksi moril.

46
TABEL 3.48
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Mencuri (N=45)

Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Mencuri 1 1 3 40 0 45

Jumlah 1 1 3 40 0 45

Presentase 2.22% 2,22% 6,67% 88,89% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 74


Dilihat dari tabel 3.48 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran mencuri
adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 88,89%, dan yang
terendah serta memiliki bobot yang sama besar adalah berupa sanksi ejekan/cemooh dan
dikecam, dengan perolehan data masing-masing 2,22%. Dilihat juga pada tabel yang memiliki
presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa sanksi moril. Hal itu terjadi karena
pelanggaran ini dapat dikategorikan pelanggaran hukum, yang mana responden tidak
mengkategorikan pelanggaran ini kedalam sanksi moril.

TABEL 3.49
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Begal (N=45)
Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Begal 0 3 0 42 0 45

Jumlah 0 3 0 42 0 45

47
Presentase 0% 6,67% 0% 93,33% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 75


Dilihat dari tabel 3.49 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran begal
adalah berupa hukum pidana/perdata dengan perolehan data sebanyak 93,33%, dan yang sisa
nya adalah masuk pada sanksi dikecam dengan perolehan data sebanyak 6,67%. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa ejekan/cemooh,
hukum adat, dan perasaan bersalah (moril). Hal itu terjadi karena pelanggaran ini dapat
dikategorikan pelanggaran hukum, yang mana responden tidak mengkategorikan pelanggaran
ini kedalam sanksi ejekan/cemooh, hukum adat, dan sanksi moril, melainkan dengan sanksi
hukum pidana/perdata dan dikecam karena juga dapat merugikan warga.

TABEL 3.50
Bentuk Sanksi bagi Pelanggaran Lain-Lain (N=4)
Cara Responden Menyikapi Keadaan

No Pelanggaran Ejekan/ Dikecam Hukum Hukum Perasaan Jumlah


cemooh Adat pidana/ bersalah
perdata (moril)

1. Lain-lain 4 0 0 0 0 4

Jumlah 4 0 0 0 0 4

Presentase 100% 0% 0% 0% 0% 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.24 Koding 76


Dilihat dari tabel 3.50 sebagian besar sanksi pelanggar untuk jenis pelanggaran lain-
lain adalah berupa ejekan/cemoh dengan perolehan data sebanyak 100%, adapun bentuk
pelanggaran lain-lain adalah pelanggaran terhadap aturan yang telah dibuat dan disetujui, serta
pelanggaran berbuat onar di kampung sehingga membuat warga tidak nyaman. Dilihat juga
pada tabel yang memiliki presentase 0% terdapat pada sanksi yang berupa ejekan/cemooh,
dikecam, hukum adat, dan hukum pidana/perdata. Hal itu terjadi karena pelanggaran ini dapat
dikategorikan pelanggaran non-hukum, oleh karena itu seluruh responden mengkategorikan
pelanggaran ini masuk dalam sanksi ejekan/cemooh.

48
TABEL 3.51
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK DATANG
KE HAJATAN (N=31)
No Pelanggaran Pengambil keputusan Jumlah
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemuka setempat lan sendiri
agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Tidak 20 0 0 0 0 11 31
datang ke
hajatan
Jumlah 20 0 0 0 0 11 31
Persentase 64.5 % 0% 0% 0% 0% 35.4 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 77
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa sekitar 64,5% dari total 31 responden memilih
masyarakat sebagai pengambil keputusan dalam hal tidak datang ke hajatan. Sisanya, yaitu
sekitar 35,4% memilih diri sendiri sebagai pengambil keputusan ketika tidak datang ke hajatan.
TABEL 3.52
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK DATANG
MELAYAT (N=31)
Pengambil keputusan

Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri


adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Tidak 18 0 0 0 0 13 31
datang
melayat
Jumlah 18 0 0 0 0 13 32
Persentase 58.0 % 0% 0% 0% 0% 42.0 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 78

49
Dilihat dari tabel diatas mengenai pengambil keputusan ketidak tidak datang melayat.
Dari 31 responden sekitar 58% memilih masyarakat lah sebagai pengambil keputusan ketika
ada seseorang yang tidak datan melayat. Dan sekitar 42% dari total responden memilih diri
sendiri sebagai pengambil keputusan mengenai masalah tidak datang melayat.

TABEL 3.52
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK
MENGIKUTI KERJA BAKTI (N=39)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Tidak 21 0 8 0 1 9 39
mengikuti
kerja bakti
Jumlah 21 0 8 0 1 9 39
Persentase 53.9 % 0% 20.6 % 0% 2.5 % 23.0 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 79
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari 39 responden hampir setengahnya yaitu sekitar
53,9% memilih masyarakat sebagai pengambil keputusan dalam masalah tidak mengikuti kerja
bakti. 20,6% menganggap kepala setempat sebagai pengambil keputusan, sedangkan 23% lain
menganggap diri sendiri sebagai pengambil keputusan dalam menyikapi masalah ketika tidak
mengikuti kerja bakti. Hanya 2,5% menganggap pengadilan sebagai pengambil keputusan.

50
TABEL 3.53
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN TIDAK
MENGIKUTI RAPAT (N=37)
No Pelanggaran Pengambil keputusan Jumlah
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Tidak 17 1 9 1 0 9 37
mengikuti
rapat
lingkungan
setempat
Jumlah 17 1 9 1 0 9 37
Persentase 46.0 % 2.7 % 24.3 % 2.7 % 0% 24.3 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 80
Pada tabel pengambil keputusan dalam menyikapi ketika tidak mengikuti rapat
lingkungan ini, sekitar hampir setengah dari total responden yaitu 46% memilih masyarakat
sebagai pengambil keputusan saat tidak mengikuti rapat. 24,3% responden memilih kepala
setempat, jumlah yang sama seperti tabel diri sendiri. Dan sekitar 2,7%% memilih ketua adat
dan polisi sebagai pengambil keputusan.

TABEL 3.54
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN JUDI / TOGEL
(N=46)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Judi / togel 5 1 7 20 13 0 46

51
Jumlah 5 1 7 20 13 0 46
Persentase 10.9 % 2.1 % 15.2 % 43.5 28.3 % 0% 100 %
%
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 81
Berdasarkan tabel pengambil keputusan masalah judi/togel diatas, 43,5% dari 46 total
responden memilih polisi sebagai penentu keputusan, 28,3% memilih pengadilan, sekitar
15,2% menganggap kepala setempat sebagai pengambil keputusan. Dan hanya sekitar 10,9
memilih diri sendiri sebagai pengambil keputusan dalam masalah judi/togel.

TABEL 3.55
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN MABUK-
MABUKAN (N=47)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Mabuk- 9 0 10 17 11 0 47
mabukan
Jumlah 9 0 10 17 11 0 47
Persentase 19.1 % 0% 21.3 % 36.2 23.4 % 0% 100 %
%
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 82
Tabel diatas menunjukkan dari total 47 responden, sekitar 36,2% memilih polisi sebagai
pengambil keputusan dalam menyikapi masalah mabuk-mabukan. 23,4% dari total responden
menganggap pengadilan lah sebagai pengambil keputusan dalam masalah mabuk-mabukan.
Dan sisanya memilih masyarakat dan kepala setempat.

52
TABEL 3.56
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN PENGGUNAAN
NARKOTIKA (N=45)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Memakai 1 1 2 26 15 0 45
narkotika
Jumlah 1 1 2 26 15 0 45
Persentase 2.2 % 2.2 % 4.4 % 57.8 33.4 % 0% 100 %
%
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 83
Tabel diatas mengenai pengambil keputusan dalam menyikapi masalah memakai
narkotika. Tertinggi memilih polisi yaitu sekitar 57,8%. Diikuti oleh pengadilan sejumlah
33,4% yang memilih dari total responden. Sisa dari total responden memilih masyarakat, ketua
adat/agama, dan kepala setempat sebagai pengambil keputusan dalam menyikapi masalah
memakai narkotika.
TABEL 3.57
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN SELINGKUH
(N=39)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Selingkuh 21 3 4 8 1 2 39
Jumlah 21 3 4 8 1 2 39
Persentase 53.9 % 7.7 % 10.2 % 20.5 % 2.6% 5. % 100%
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 84

53
Berdasarkan tabel diatas dari jumlah responden, 53.9% menganggap masyarakat lah
pengambil keputusan dalam menyikapi masalah selingkuh. Sekitar 20,5% menilai polisi lah
sebagaii pengambil keputusan. 10,2% dari total responden menganggap kepala setempat lah
pengambil keputusan.
TABEL 3.58
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN POLIGAMI
(N=31)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Poligami 12 4 4 3 2 6 31
Jumlah 12 4 4 3 2 6 31
Persentase 38.7 % 12.9 % 12.9 % 9.7% 6.4 % 19.4 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 85
Tabel pengambil keputusan dalam menyikapi masalah poligami diatas, hasil tertinggi
ada pada masyarakat yaitu sekitar 38,7%. Sisanya mendapatkan hasil yang cukup merata dalam
pemilihan pengambil keputusan dalam menyikapi masalah poligami dari total 31 responden
ini.
TABEL 3.59
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN KDRT (N=44)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 KDRT 2 4 13 9 16 0 44
Jumlah 2 4 13 9 16 0 44
Persentase 4.6 % 9.2 % 29.6 % 36.2% 20.4 % 0% 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 86

54
Berdasarkan tabel diatas dengan total 44 responden, sekitar 36,2% memilih polisi
sebagai pengambil keputusan dalam menyikapi masalah KDRT. Dari total responden 29,6%
menganggap kepala setempat lah pengambil keputusan, diikuti oleh 20,4% memilih pengadilan
sebagai pengambil keputusan.
TABEL 3.60
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN PELECEHAN
SEKSUAL (N=47)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Pelecehan 5 4 6 19 13 0 47
seksual
Jumlah 5 4 6 19 13 0 47
Persentase 10.6 % 8.5 % 12.8 % 40.4% 27.7 % 0% 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 87
Tabel diatas menampilkan hasil dari total 47 responden, 40,4% memilih polisi adalah
pengambil keputusan dalam menyikapi masalah pelecehan seksual. Pemilihan tertinggi
selanjutnya yaitu pada pengadilan dengan 27,7% dari total responden. Dan sisanya memilh
masyarakat, ketua adat/agama, dan kepala setempat. Tidak ada satupun yang memiih diri
sendiri sebagai pengambil keputusan dalam masalah pelecehan seksual.

TABEL 3.61
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN KUMPUL KEBO
(N=46)
No Pelanggaran Pengambil keputusan Jumlah
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)

55
1 Kumpul 11 8 10 10 4 3 46
kebo
Jumlah 11 8 10 10 4 3 46
Persentase 23.9 % 17.4 % 21.7 % 21.7 % 8.7 % 6.6 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 88
Dari tabel keputusan dalam menyikapi kumpul kebo dapat diketahui bahwa 23,9% dari
total responden memilih masyarakat sebagai pengambil keputusan. Kepala setempat dan polisi
mendapat hasil sama yaitu 21,7% dan sisanya memilih ketua adat/agama dan diri sendiri
sebagai pengambil keputusan.

TABEL 3.62
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN HAMIL DILUAR
NIKAH (N=44)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Hamil di luar 16 9 9 6 1 3 44
nikah
Jumlah 16 9 9 6 1 3 44
Persentase 36.3 % 20.5 % 20.5 % 13.6% 2.3 % 6.8 % 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 89
Berdasarkan tabel diatas hasil data yang didapat keseluruhan merata, hanya masyarakat
yang mendapat data tertinggi yaitu sekitar 36,3% menganggapp masyarakat lah pengambil
keputusan dalam menyikapi masalah hamil diluar nikah.

56
TABEL 3.63
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN MENCURI
(N=47)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Mencuri 1 0 3 34 9 0 47
Jumlah 1 0 3 34 9 0 47
Persentase 2.1 % 0% 6.3 % 72.4% 19.2 % 0% 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 90
Tabel diatas menunjukkan bahwa dari total 47 responden 72,4% diantaranya
menganggap polisi lah pengambil keputusan yang tepat dalam menyikapi permasalah mencuri.
Dan sekitar 19,2% memilih pengadilan sebagai pengambil keputusan.

TABEL 3.64
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN BEGAL (N=47)
No Pelanggaran Pengambil keputusan Jumlah
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Begal 2 1 1 33 10 0 47
Jumlah 2 1 1 33 10 0 47
Persentase 4.2 % 2.1 % 2.1 % 70.3% 21.3 % 0% 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 91
Berdasarkan tabel mengenai pengambil keputusan dalam menyikapi masalah begal ini
sekitar 70,3% dari total responden menganggap polisi lah pengambil keputusan yang tepat
untuk menyikapi masalah begal. Diikuti oleh pengadilan sekitar 21,3%. Dan sisanya memilih
masyarakat, ketua adat/agama, dan kepala setempat. Tidak ada yang memilih diri sendiri.

57
TABEL 3.65
TOKOH YANG MEMUTUSKAN SANKSI BAGI PELANGGARAN LAIN-LAIN
(N=6)
Pengambil keputusan
Masyarakat Ketua Kepala Polisi Pengadi Diri
adat/pemu setempat lan sendiri
No Pelanggaran Jumlah
ka agama (kades,
RT/RW,
camat)
1 Lain - lain 5 0 1 0 0 0 6
Jumlah 5 0 1 0 0 0 6
Persentase 83.3 % 0% 26.7 % 0% 0% 0% 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 25 Koding 82
Berdasarkan tabel diatas dalam hal menyikapi permasalahan lain, rata-rata responden
memilih masyarakat sebagai pengambil keputusan, dan sekitar 26,7% memilih kepala setempat
untuk menilai dan mengambil keputusan.

TABEL 3.66
KETERSEDIAAN STAFF ATAU LEMBAGA KEAMANAN (N=47)
No Staff/Lembaga Ya Tidak Jumlah
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Warga dengan 25 53,20% 22 46,80% 47
jadwal ronda
2. Hansip 30 63,83% 17 36,17% 47
3. Polisi 11 23,41% 36 76,59% 47
4. Satpol PP 7 14,89% 40 85,11% 47
5, Sukarelawan 24 51,06% 22 48,94% 46
Sumber Data: Pertanyaan No.26 Koding 93-97.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.66 tentang ketersediaan staff atau lembaga
keamanan dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 53,20% terdapat
warga dengan jadwal ronda, 63,83% terdapat hansip, 23,41% terdapat polisi, 14,89% terdapat

58
satpol PP dan 51,06% terdapat sukarelawan untuk urusan keamanan. Sisanya menjawab tidak
terdapat atau tidak tersedia staff atau lembaga keamanan.

3.4 HUBUNGAN SOSIAL


Variabel hubungan sosial merupakan variabel mengetahui bagaimana cara
interasksi responden dengan masyarakat dan tingkat hubungan sosial responden. Hal ini
dapat dilihat dari kepemilikan fasilitas komunikasi, media penyampaian pesan antar warga,
dan kegiatan rutin yang ada di lingkungan sekitar, yang hasilnya kami disajikan dalam
tabel-tabel berikut ini:
TABEL 3.67
KEPEMILIKAN FASILITAS KOMUNIKASI SESAMA WARGA (N=47)
No Media Ya Tidak Jumlah
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

1. Smartphone 41 87,23% 6 12,77% 47


2. Handphone 36 76,59% 11 23,41% 47
3. Telephone 38 80,85% 9 19,15% 47

Sumber Data: Pertanyaan No.27 Koding 98-100.


Berdasarkan temuan data pada tabel 3.67 tentang kepemilikan fasilitas komunikasi
sesame warga dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 87,23% menggunakan
smartphone, 76,59% menggunakan handphone dan 80,85% menggunakan telephone kemudian
sisanya menjawab tidak memiliki atau tidak menggunakan media yang ditanyakan.
TABEL 3.68
MEDIA PENYAMPAIAN PESAN ANTAR WARGA
No Media Ya Tidak Jumlah
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Media Sosial 35 74,46% 12 25,54% 47
2. SMS 14 29,78% 33 70,22% 47
3. Telephone 14 29,78% 33 70,22% 47
4. Diumumkan 24 51,06% 23 48,94% 47
melalui Toa

59
5, Mendatangi 38 80,85% 9 19,15% 47
rumah warga satu
per satu
Sumber Data: Pertanyaan No.28 Koding 101-105.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.68 tentang media penyampaian pesan antar warga
dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 74,46% menjawab menggunakan
media sosial, 29,78% menjawab menggunakan telephone dan SMS, 51,06% menjawab
menggunakan Toa dan 80,85% menjawab dengan mendatangi rumah warga satu per satu
kemudian sisanya menjawab tidak menggunakan media yang ditanyakan.

TABEL 3.69
EKSISTENSI KEGIATAN RUTIN (N=47)
No. Eksistensi Frekuensi Persentase
1. Ada 47 100%
2. Tidak ada 0 0%
JUMLAH 47 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 29 koding 106
Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa sebanyak 47 responden (100%) yang kami teliti
di Pulau Jawa khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta semuanya memiliki kegiatan rutin dalam lingkungan tempat tinggalnya.

TABEL 3.70
JENIS KEGIATAN RUTIN (N=47)
No. Jenis Kegiatan Ya Tidak Jumlah Persentase

F Persentase F Persentase

1. Pengajian 37 78,7% 10 21,3% 47 100%


2. Rapat Lingkungan 40 85,1% 7 14,9% 47 100%
Sekitar
3. Kerja Bakti 41 87,2% 6 12,8% 47 100%

60
4. Ronda 27 57,4% 20 45,6% 47 100%
5. Arisan 43 91,5% 4 8,5% 47 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 30 koding 107-111
Dari data tabel diatas menunjukan bahwa jenis kegiatan rutin yang sering dilakukan di
lingkungan tempat tinggal keseluruhan responden yaitu kegiatan kerja bakti sebesar 87,2% dari
total 47 responden, sedangkan kegiatan rutin yang paling jarang dilakukan di lingkungan
tempat tinggal keseluruhan responden adalah kegiatan pengajian yaitu 78,7% dari total 47
responden yang di wawancarai.
TABEL 3.71
RUTINITAS KEGIATAN PENGAJIAN (N=40)
No. Rutinitas Frekuensi Persentase
1. Seminggu sekali 15 37,5%
2. Dua minggu sekali 4 10%
3. Sebulan sekali 13 32,5%
4. Tidak rutin 8 20%
JUMLAH 40 100%
Sumber data: pertanyaan NO. 31 koding 112
Dari data tabel diatas menunjukan bahwa yang terbesar sebanyak 15 responden
melakukan kegiatan pengajian selama seminggu sekali atau 37,5% dari rutinitas koresponden
lainnya.
TABEL 3.72
RUTINITAS KEGIATAN RAPAT LINGKUNGAN SEKITAR (N=45)
No. Rutinitas Frekuensi Persentase
1. Seminggu sekali 7 15,6%
2. Dua minggu sekali 3 6,7%
3. Sebulan sekali 23 48,9%
4. Tidak rutin 12 26,7%
JUMLAH 45 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 31 koding 113
Dari data tabel diatas diketahui bahwa kegiatan rutin berupa rapat lingkungan sekitar
paling banyak dilakukan yaitu sebesar 23 responden melakukan pertemuan rapat sebulan sekali
atau 48,9% dari rutinitas koresponden lainnya.

61
TABEL 3.73
RUTINITAS KEGIATAN KERJA BAKTI (N=47)
No. Rutinitas Frekuensi Persentase
1. Seminggu sekali 0 0%
2. Dua minggu sekali 7 14,9%
3. Sebulan sekali 19 40,4%
4. Tidak rutin 21 44,7%
JUMLAH 47 100%
Sumber data: Pertanyaan NO 31 koding 114
Dari data Tabel diatas rutinitas melakukan kegiatan kerja bakti paling banyak dilakukan
tidak rutin, dari 47 responden 21 responden memilih kegiatan kerja bakti dilakukan tidak rutin
atau 44,7% dari rutinitas koresponden lainnya.

TABEL 3.74
RUTINITAS KEGIATAN RONDA (N=39)
No. Rutinitas Frekuensi Persentase
1. Seminggu sekali 14 35,9%
2. Dua minggu sekali 1 2,6%
3. Sebulan sekali 6 15,4%
4. Tidak rutin 18 46,2%
JUMLAH 39 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 31 koding 115
Dari data tabel diatas diketahui bahwa kegiatan rutin berupa ronda paling banyak
dilakukan yaitu sebesar 18 responden melakukan ronda tidak rutin atau 46,2% dari rutinitas
koresponden lainnya.

TABEL 3.75
RUTINITAS KEGIATAN RUTIN ARISAN (N=46)
No. Rutinitas Frekuensi Persentase
1. Seminggu sekali 11 23,9%
2. Dua minggu sekali 5 10,9%
3. Sebulan sekali 25 54,3%
4. Tidak rutin 5 10,9%

62
JUMLAH 46 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 31 koding 116
Dari data tabel diatas diketahui bahwa kegiatan rutin berupa Arisan paling banyak
dilakukan yaitu sebesar 25 responden melakukan kegiatan Arisan sebulan sekali atau 48,9%
dari rutinitas koresponden lainnya.

3.5 SIKAP DALAM MENERIMA PERUBAHAN


Variabel sikap dalam menerima perubahan menjelaskan mengenai menerima atau
tidak perubahan-perubahan yang ada karena perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat
dari ada tidaknya responden menggunakan alat modern, infrastruktur yang ada di
lingkungan tempat tinggal responden, media yang digunakan responden untuk mendapat
berita terkini, terpenuhinya kebutuhan sekunder dan tersier, serta pengaplikasian bahasa
dan pola pikir yang hasilnya disajikan dalam tabel-tabel berikut:

TABEL 3.76
ALAT KOMUNIKASI YANG DIGUNAKAN (N=47)
No. Jenis Alat Ya Tidak Jumlah Persentase
komunikasi
F Persentase F Persentase

1. Telegram 2 4,3% 45 95,7% 47 100%


2. Mesin Fax 0 0% 47 100% 47 100%
3. Telefon Kabel 9 19,1% 38 80,9% 47 100%
4. Telefon genggam 45 95,7% 2 4,3% 47 100%
5. E-mail 27 57,4% 20 42,6% 47 100%
6. Lain-lain 6 12,8% 41 87,2% 47 100%
Sumber data: Pertanyaan NO. 33 koding 118-123
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa alat komunikasi yang digunakan berupa telefon
genggam (HP) adalah alat komunikasi yang paling sering digunakan yaitu sebesar 95,7% dari
47 responden yang kami wawancarai membuktikan bahwa penggunaan telefon genggam
adalah suatu alat komunikasi yang digunakan oleh hamper keseluruhan responden

63
TABEL 3.77
KEMAMPUAN MENGOPRASIKAN ALAT KOMUNIKASI (N=47)
No. Penggunaan Frekuensi Persentase
1. Tidak tahu sama sekali 1 2,1%
2. Perlu bantuan orang lain 4 8,5%
3. Lancar (Tidak ada hambatan) 42 89,4%
JUMLAH 47 100%
Sumber data: Pertanyaan NO 34 koding 124
Dari data tabel diatas diketahui bahwa dalam penggunaan alat komunikasi kebanyakan
responden lancer dalam menggunakannya yaitu sebesar 42 responden atau 89,4% dari 47
responden yang diwawancarai.

TABEL 3.78
PENGAPLIKASIAN INTERNET. (N = 47)
PENGAPLIKASIAN FREKUENSI %
INTERNET
Ya 44 93,7 %
Tidak 3 6,3 %
Jumlah 47 100 %
Sumber Data : Pertanyaan No. 35 Koding 125
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa dari 47 responden yang kami teliti di
Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta, terdapat 93,7 % diantaranya dapat mengaplikasikan internet dan hanya terdapat sebesar
6,3% yang menyatakan bahwa dirinya tidak dapat mengapilkasikan internet.

TABEL 3.79
KEGIATAN KETIKA MENGAPLIKASIKAN INTERNET. (N = 44)
PILIHAN Ya Tidak Jumlah %
F % F %
1. Bermain game 12 27, 2 % 32 72, 8 % 44 100 %
2. Bermain media sosial 34 77, 7 % 10 22, 3 % 44 100 %

64
3. Menghubungi kerabat/ 39 88, 7 % 5 11, 3 % 44 100 %
teman/keluarga
4. Mencari berita/ informasi 41 93, 1 % 3 6, 9 % 44 100 %
5. Berbelanja 30 68,1 % 14 31, 9 % 44 100 %
6. Bekerja 29 65, 9 % 15 34, 1 % 44 100 %
7. Lain-lain 0 0% 44 100 % 44 100 %
Sumber Data: Pertanyaan No.36 Koding 126-132
Dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa dari 44 responden di Pulau Jawa, khususnya di
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta yang kami teliti
kegiatan pengaplikasian internet untuk mencari berita/ informasi memiliki prosentase terbesar
yaitu 93, 1 % sedangkan tidak ada pengaplikasin internet untuk kegiatan lainnya.

TABEL 3.80
MEDIA MENDAPATKAN INFORMASI TERKINI. (N = 47)
PILIHAN Ya Tidak Jumlah %
F % F %
1. Interaksi tetangga 31 65, 9 % 16 34,1 % 47 100 %
2. Papan pengumuman 7 14, 9 % 40 85, 1 % 47 100 %
3. Majalah/koran 24 51,1 % 23 48, 9 % 47 100 %
4. Radio 20 42, 6 % 27 57,4 % 47 100 %
5. Televisi 46 97, 9 % 1 2,1 % 47 100 %
6. Internet 40 85, 1 % 7 14, 9 % 47 100 %
7. Media sosial 40 85, 1 % 7 14, 9 % 47 100 %
Sumber Data: Pertanyaan No.37 Koding 133-139
Dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa dari 44 responden yang kami teliti di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta,
kegiatan pengaplikasian internet menggunakan media televisi memiliki prosentase tertinggi
yaitu 97, 9 %, sedangkan hanya 14, 9 % mendapatkan informasi papan penumuman.

65
TABEL 3.81
BERITA TERKINI YANG DIKETAHUI RESPONDEN (N = 47)
PILIHAN Ya Tidak Jumlah %
F % F %
1. Pasal RUU Kontroversial 23 48, 9 % 24 51, 1 % 47 100 %
2. Omnimbus Law 22 46, 9 % 25 53, 1 % 47 100 %
3. Erupsi Gunung Anak Krakatau 30 63, 9 % 17 36, 1 % 47 100 %
4. Wabah Covid-19 47 100 % 0 0% 47 100 %
5. Mundurnya Stafsus Presiden, 25 53,2 % 22 46, 8 % 47 100 %
Belva Devara
6. Nilai tukar rupiah mencapai 22 46, 8 % 25 53,2 % 47 100 %
angka 16.000
7. Merosotnya nilai saham Asia 13 27, 7 % 34 72, 3 % 47 100 %
dan global
8. Penasihat Presiden AS 24 51, 1 % 23 48, 9 % 47 100 %
menuduh China menyembunyikan
data terkat Covid-19
9. Lain-lain 5 10, 6 % 42 89, 4 % 47 100 %
Sumber Data: Pertanyaan No.38 Koding 140-149
Dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa dari 47 responden di Pulau Jawa, khususnya di
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta seluruhya responden
mengetahui berita tentang wabah covid-19, sebagian besar responden juga mengetahui berita
tentang erupsi gunung krakatau dengan prosentase 63, 9 %.

TABEL 3.82
PROYEK INFRASTRUKTUR (N = 47)
PENGAPLIKASIAN FREKUENSI %
INTERNET
Ada 32 68,1%
Tidak ada 15 31,9 %
Jumlah 47 100 %
SumberData: Pertanyaan No.39 Koding 150

66
Dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa dari 47 responden yang kami teliti di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta
menyatakan bahwa terdapat proyek infrastruktur di daerah tempat tinggal responden yaitu
sebesar 68,1 % dari seluruh responden yang ada atau 32 dari 47 responden tersebut, sebaliknya,
15 responden yang lain menyatakan bahwa tidak ada proyek pembangunan infrastruktur di
daerah tempat tinggal responden.
TABEL 3.83
BENTUK PROYEK INFRASTUKTUR. (N = 47)
PILIHAN Ya Tidak Jumlah %
F % F %
1. Jalan umum 12 25,6% 35 74, 4 % 47 100 %
2. Jalan raya 13 27, 7 % 34 72, 3 % 47 100 %
3. Jalan tol 6 12,8 % 41 87,2 % 47 100 %
4. Jembatan 3 6,4 % 44 93, 6 % 47 100 %
5. Transportasi air/ saluran air 10 21,3 % 37 78,7 % 47 100 %
6. Gedung 14 29,8 % 33 70,2 % 47 100 %
7. Proyek industri 12 25,6 % 35 74,4 % 47 100 %
8. Lain-lain 5 10,7 % 42 89,3% 47 100 %
Sumber Data: Pertanyaan No.40 Koding 150-157
Dapat dilihat dari tabel diatas, bahwa dari 47 responden yang kami teliti di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta terdapat
pembangunan infrastruktur berupa gedung dengan persentase tertinggi yaitu 29,8 %.
Sedangkan pembangunan infrastruktur dengan presentase terendah yaitu jembatan hanya
memiliki persentase sebanyak 6,4 %.

TABEL 3.84
INFRASTRUKTUR YANG MUDAH DIAKSES (N:47)
No Infrastruktur Ya Tidak Jumlah
F Persentase F Persentase
1. Balai Desa 46 97,87% 1 2.12% 47
2. Posyandu 38 80,85% 9 19,14% 47

67
3. Pasar 42 89,36% 5 10,63% 47
4. Jembatan 29 61,70% 18 38.29% 47
5. Puskesmas 41 87,29% 6 12,76% 47
6. Jalan Raya 45 95,74% 2 4,25% 47
7. Rumah Sakit 34 72,34% 13 27,65% 47
8. Gedung Kantor 31 65,95% 16 34,04% 47
9. Gedung 25 53,19% 22 46.80% 47
Perbelanjaan(mall)
10. Lain lain 7 14,89% 40 86,10% 47
Sumber Data: Pertanyaan No. 41 Koding 158-.167
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.84, diketahui bahwa kemudahan akses
infrastruktur yang ada di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta. Adalah sebagai berikut: Hampir di seluruh wilayah tersebut
mayoritas memiliki balai desa, terbukti dengan tingkat presentase 97,87% dimana angka
tersebut merupakan presentase tertinggi berdasarkan data yang ditemukan. Kemudian disusul
oleh fasilitas jalan raya, pasar, puskesmas, posyandu, rumah sakit, gedung kantor, jembatan,
kemudian yang terakhir dengan perolehan presentase terendah adalah gedung perbelanjaan /
mall, yang menunjukkan kemudahan aksesnya tergolong rendah di daerah daerah tersebut.
Adapun selebihnya masuk kedalam opsi lain lain sebanyak 14,89% dimana akses tersebut
keberadaanya hanya di daerah daerah tertentu saja.

TABEL 3.85
KEADAAN BANGUNAN/ INFRASTRUKTUR (N:47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak layak/Tidak memuaskan 0 0%
2. Cukup layak/ Cukup memuaskan 35 74,47%
3. Sangat layak/ sangat memuaskan 12 25,53%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 42 Koding 168
Berdasarkan temuan data dari tabel 3.85, yakni mengenai Keadaan bangunanan/
infrastruktur yang ada di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota

68
Tangerang, dan Kota Jakarta, menunjukkan bahwa hampir tidak ada bangunan atau
infrastruktur yang memiliki kategori tidak layak/tidak memuaskan, terbukti dengan tingkat
presentase sebanyak 0%. Rata rata bangunan/infrastruktur di daerah tersebut masuk dalam
kategori Cukup layak/memuaskan dengan presentase sebanyak 74,47%. Dan kategori Sangat
layak/memuaskan berdasarkan temuan data sebanyak 25,52%.

TABEL 3.86
KECUKUPAN KEBUTUHAN SEKUNDER RESPONDEN (N:47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. YA 46 97.88%
2. TIDAK 1 2.12%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 43 Koding 169
Berdasarkan temuan data yang terdapat pada tabel 3.86 mengenai kecukupan kebutuhan
sekunder responden di daerah Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta, menunjukkan bahwa mayoritas penduduknya dapat memenuhi
kebutuhan sekunder, terbukti dengan capaian presentase 97.88%. dan sebanyak 12,12% adalah
masyarakat yang belum dapat mencukupi kebutuhan sekundernya.
TABEL 3.87
BENTUK KEBUTUHAN SEKUNDER YANG TERPENUHI (N:46)
No Macam Macam kebutuhan Ya Tidak Jumlah
F Persentase F Persentase
1. Alat Elektronik 46 100% 0 0% 46
2. Kendaraan Pribadi 45 97,82% 1 2,17% 46
3. Perabotan Rumah tangga 46 100% 0 0% 46
4. Rekreasi 40 86,95% 6 13,04% 46
5. Olahraga 36 78,26% 10 21,73% 46
6. Informasi 42 91,30% 4 8,89% 46
7. Lain lain 5 10,86% 41 89,13% 46
Sumber Data: Pertanyaan No. 44 Koding 170 – 176.
Pada tabel 3.87 menunjukkan bentuk kebutuhan sekunder yang terpenuhi di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten

69
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta, seperti
alat elektronik, kendaraan pribadi, prabotan rumah tangga, rekreasi, olahraga, informasi dan
lain lain. Dari tabel kepemilikan kebutuhan sekunder tersebut, kepemilikan alat elektronik
menduduki capaian presentase tertinggi yakni 100%. Yang berarti seluruh masyarakat di
daerah tersebut sudah memiliki alat elektronik. Kemudian terdapat Olahraga dengan presentase
terendah yakni 78,26%. Selebihnya merupakan opsi lain lain yang merupakan kebutuhan
sekunder dimana kebetuhan tersebut jarang dimiliki oleh mayoritas masyarakatnya, terbukti
dengan presentasenya yakni sebanyak 10,89%.

TABEL 3.88
KEBUTUHAN SEKUNDER YANG SELALU TERPENUHI (N:47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. YA 39 82,98%
2. Tidak 8 17,02%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 45 Koding 177.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.88 mengenai kebutuhan sekunder yang selalu
terpenuhi oleh responden kami di daerah Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta, menunjukkan bahwa sebanyak 82,98%
masyarakatnya dapat selalu memenuhi kebutuhan sekundernya. Sedangkan sebanyak 17,02%
masyarakatnya tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan sekundernya.

TABEL 3.89
KECUKUPAN KEBUTUHAN TERSIER RESPONDEN (N:47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Ya 24 51,07%
2. Tidak 23 48,93%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 46 Koding 178.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.89 mengenai kecukupan kebutuhan tersier di
daerah Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota

70
Jakarta. Sebanyak 51,07% masyarakatnya dapat memenuhi kebutuhan kebutuhan tersiernya.
Dan sebanyak 48,93% masyarakat didaerah tersebut belum mampu mencukupi kebutuhan
tersiernya.
TABEL 3.90
BENTUK KEBUTUHAN TERSIER RESPONDEN YANG TERPENUHI (N:24)
No Jenis Ya Tidak Jumlah
F Persentase F Persentase
1. Perhiasan 23 95,83% 1 4,16% 24
2. Kendaraan Mewah 18 75% 6 25% 24
3. Lain lain 4 16,66% 20 83,33% 24
Sumber Data: Pertanyaan No. 47 Koding 179-181.
Berdasarkan tabel 3.90, dari jumlah keseluruhan orang yang mampu memenuhi
kebutuhan tersiernya di daerah Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta, bentuk kebutuhan tersier yang dimiliki oleh masyarakat daerah
tersebut kebanyakan berupa perhiasan, terbukti dengan presentase 95,83% dimana presentase
tersebut merupakan capaian tertinggi berdasarkan hasil temuan data di lapangan. Kemudian di
susul oleh kepemilikan kendaraan mewah dengan presentasi 16,66%. Selebihnya merupakan
opsi lain lain yang merupakan beberapa kepemilikan barang tersier yang bersifat tidak umum
dan hanya dimilik oleh beberapa orang saja.

TABEL 3.91
INTENSITAS PENGAPLIKASIAN BAHASA INDONESIA (N=47)
No Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1. Selalu 15 31,9%
2. Sering 21 44,7%

3. Jarang 11 23,4%

4. Tidak pernah 0 0%

Jumlah 47 100%
Sumber data :Pertanyaan No. 48 koding 182
Dari tabel 3.91 di atas sebanyak 31,9% dari 47 responden di Pulau Jawa, khususnya di
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,

71
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta menyatakan selalu
mengaplikasikan bahasa Indonesia, sebanyak 44,7% sering mengaplikasikan bahasa Indonesia,
sebanyak 23,4% jarang mengaplikasikan bahasa Indonesia, dan sebanyak 0% yang tidak pernah
mengaplikasikan bahasa Indonesia.

TABEL 3.92
BAHASA UTAMA YANG DIGUNAKAN SEHARI-HARI (N=47)
No. Bahasa Frekuensi Persentase (%)
1. Bahasa Indonesia 20 42,6%
2. Bahasa Asing 0 0%
3. Bahasa Daerah 18 38,3%

4. Perpaduan Bahasa 9 19,1%


(bilingual)

Jumlah 47 100%
Sumber data : Pertanyaan NO. 49 koding 183
Dari tabel 3.92 diatas sebagian besar dari 47 responden di Pulau Jawa, khususnya di
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta menggunakan bahasa
Indonesia sebagai bahasa sehari-hari, hal ini dapat kita lihat berdasarkan tabel frekuensi yang
ada dengan menunjukkan persentase sebesar 42,6%. Sisanya 38,3% menggunakan bahasa
daerah, 19,1% menggunakan perpaduan bahasa (bilingual), dan 0% menggunakan bahasa asing
sebagai bahasa sehari-hari.

TABEL 3.93
INTENSITAS MELAKUKAN GOTONG ROYONG (N=47)
No. Intensitas Frekuensi Persentase (%)
1. Sering 24 51,0%

2. Jarang 21 44,7%

3. Tidak pernah 2 4,3%

Jumlah 47 100%
Sumber data : Pertanyaan NO. 50 koding 184

72
Dari tabel 3.93 diatas sebagian besar dari 47 masyarakat atau responden di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta sering
melakukan atau mengikuti kegiatan gotong royong, hal ini dapat kita lihat berdasarkan tabel
frekuensi yang ada dengan menunjukkan persentase sebesar 51,0%. Dan sebagian kecil dengan
persentase 4,3% tidak pernah mengikuti kegiatan gotong royong.

TABEL 3.94
HAL YANG DILAKUKAN JIKA TETANGGA TERKENA MUSIBAH (N=47)
No. Hal yang dilakukan Frekuensi Persentase (%)
1. Pasti membantu 37 78,7%
2. Terkadang membantu 10 21,3%

3. Tidak pernah membantu 0 0%


Jumlah 47 100%
Sumber data : Pertanyaan NO. 51 koding 185
Dari tabel 3.94 di atas sebagian besar dari 47 masyarakat atau responden di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta pasti
membantu tetangga nya jika terkena musibah, hal ini dapat kita lihat berdasarkan tabel
frekuensi yang ada dengan menunjukkan persentase sebesar 78,7% dari jumlah 100%. Dapat
kita ketahui bahwa masyarakat atau responden yang kami wawancarai memiliki tingkat
kekerabatan yang tinggi. Sedangkan sebagian kecil dengan persentase sebanyak 21,3%
terkadang membantu tetangga nya jika terkena musibah, dan sebanyak 0% tidak pernah
membantu.

3.6 ORIENTASI MASA DEPAN: PENGAMBILAN KEPUTUSAN


Variabel orientasi terhadap masa depan menjelaskan kami gunakan untuk
menjelaskan tingkat pemikiran responden mengenai masa depan yang dapat dilihat dari
respon dalam mengambil keputusan. Hasil tersebut dapat diliht dari tokoh/pihak ketiga
yang dipercayai untuk menyelesaikan pertikaian di daerah tempat tinggal beserta
alasannya yang hasilnya dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut:

73
TABEL 3.95
HAL YANG DISEBUT SEBAGAI PERTIKAIAN (N=47)
No. Hal yang disebut Ya Tidak Jumlah Persentase
pertikaian F Persentase F Persentase
1. Sengketa lahan 33 70,1% 14 29,9% 47 100%

2. Pertengkaran antar 43 91,5% 4 8,5% 47 100%


warga
3. KDRT 26 55,3% 21 44,7% 47 100%

4. Perselingkuhan 23 48,9% 24 51,1% 47 100%


5. Pelecehan seksual 33 70,2% 14 29,8% 47 100%
6. Pencurian 42 89,3% 5 10,7% 47 100%

7. Begal 37 78,7% 10 21,3% 47 100%


8. Lain-lain 4 8,5% 43 91,5% 47 100%
Sumber data : Pertanyaan NO. 52 koding 186-193
Dari tabel 3.95 diatas mengenai hal-hal yang disebut pertikaian, dari 47 responden di
Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta, sebagian besar responden menganggap pertengkaran antar warga adalah hal yang
disebut sebagai pertikaian dengan persentase sebanyak 91,5%, sedangkan sebagian kecil
responden menganggap hal-hal lainnya disebut sebagai pertikaian dengan persentase sebanyak
8,5%.
TABEL 3.96
PIHAK KETIGA DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK (N=47)
No. Pihak ketiga Ya Tidak Jumlah Persentase

F persentase F persentase
1. Keluarga yang 38 80,9% 9 19,1% 47 100%
bersangkutan
2. Tokoh 32 68,1% 15 31,9% 47 100%
masyarakat/pemuka
agama
3. Ketua Rt/Rw 46 97,9% 1 2,1% 47 100%

74
4. TNI 4 8,6% 43 91,4% 47 100%

5. Polisi 26 55,3% 21 44,7% 47 100%

Sumber data : Pertanyaan NO. 53 koding 194-198


Dari tabel 3.96 diatas mengenai orang atau pihak ketiga dalam pengambilan keputusan
untuk menyelesaikan konflik, dari 47 responden yang kami teliti di Pulau Jawa, khususnya di
Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo,
Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta, sebagian besar
responden mempercayai ketua RT/RW dalam pengambilan keputusan dengan persentase
sebanyak 97,9%, sedangkan sebagian kecil responden mempercayai TNI dalam pengambilan
keputusan dengan persentase sebanyak 8,6%.

TABEL 3.97
ALASAN MEMPERCAYAI KELUARGA YANG BERSANGKUTAN DALAM
MENYELESAIKAN KONFLIK (N=38)
No Alasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ikatan kekerabatan/kekeluargaan 34 89,4%
2. Adat Istiadat 2 5,3%
3. Birokrasi 2 5,3%
4. Jalur Hukum 0 0%
Jumlah 38 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.54 Koding 199
Pada dasarnya alasan masyarakat atau responden mempercayai keluarga yang
bersangkutan dalam menyelesaikan konflik adalah adanya ikatan kekerabatan/kekeluargaan.
Hal ini dapat kita lihat dari tabel 3.97 diatas yang menunjukkan bahwa dengan alasan ikatan
kekerabatan/kekeluargaan mendapatkan persentase sebanyak 89,4% dari jumlah 100%. Tetapi
sebagian kecil masyarakat atau responden dengan persentase 5,3% beralasan karena adat
istiadat dan birokrasi, dan sebanyak 0% tidak ada yang beralasan karena jalur hukum.

75
TABEL 3.98
ALASAN MEMPERCAYAI TOKOH MASYARAKAT/PEMUKA AGAMA DALAM
MENYELESAIKAN KONFLIK (N=32)
No Alasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ikatan kekerabatan/kekeluargaan 5 15,6%
2. Adat Istiadat 21 65,6%
3. Birokrasi 6 18,8%
4. Jalur Hukum 0 0%
Jumlah 32 100%
Sumber Data: Pertanyaan No 54 Koding 200
Pada dasarnya alasan masyarakat atau responden mempercayai tokoh
masyarakat/pemuka agama dalam menyelesaikan konflik karena adanya adat istiadat. Hal ini
dapat kita lihat dari tabel 3.98 diatas yang menunjukkan bahwa dengan alasan adat istiadat
mendapatkan persentase sebanyak 65,6% dari jumlah 100%. Tetapi sebagian kecil masyarakat
atau responden dengan persentase 15,6% beralasan karena ikatan kekerabatan/kekeluargaa, dan
sebanyak 0% tidak ada yang beralasan karena jalur hukum.

TABEL 3.99
ALASAN MEMPERCAYAI KETUA RT/RW DALAM MENYELESAIKAN
KONFLIK (N=46)
No Alasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ikatan kekerabatan/kekeluargaan 4 8,7%
2. Adat Istiadat 8 17,4%
3. Birokrasi 32 69,6%
4. Jalur Hukum 2 4,3%
Jumlah 46 100%
Sumber data : Pertanyaan NO 54 koding 201
Pada dasarnya alasan masyarakat atau responden mempercayai ketua RT/RW dalam
menyelesaikan konflik adalah karena birokrasi. Hal ini dapat kita lihat dari tabel 3.99 diatas
yang menunjukkan bahwa dengan alasan birokrasi mendapatkan persentase sebanyak 69,6 dari
jumlah 100%. Tetapi sebagian kecil masyarakat atau responden dengan persentase 4,3%
beralasan karena jalur hukum.

76
TABEL 3.100
ALASAN MEMPERCAYAI TNI DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK (N=4)
No Alasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ikatan kekerabatan/kekeluargaan 1 25%
2. Adat Istiadat 1 25%
3. Birokrasi 0 0%
4. Jalur Hukum 2 50%
Jumlah 4 100%
Sumber data : Pertanyaan NO 54 koding 202
Pada dasarnya alasan masyarakat atau responden mempercayai TNI dalam
menyelesaikan konflik adalah karena jalur hukum. Hal ini dapat kita lihat dari tabel 3.100 diatas
yang menunjukkan bahwa dengan alasan jalur hukum mendapatkan persentase sebanyak 50%
dari jumlah 100%. Tetapi sebagian kecil masyarakat atau responden dengan persentase 25%
beralasan karena ikatan kekerabatan/kekeluargaan dan adat istiadat, dan sebanyak 0% tidak ada
yang beralasan karena birokrasi.

TABEL 3.101
ALASAN MEMPERCAYAI POLISI DALAM MENYELESAIKAN KONFLIK (N=26)
No Alasan Frekuensi Persentase (%)
1. Ikatan kekerabatan/kekeluargaan 2 7,7%
2. Adat Istiadat 2 7,7%
3. Birokrasi 0 0%
4. Jalur Hukum 22 84,6%
Jumlah 26 100%
Sumber data : Pertanyaan NO 54 koding 203
Pada dasarnya alasan masyarakat atau responden mempercayai polisi dalam
menyelesaikan konflik adalah karena jalur hukum. Hal ini dapat kita lihat dari table 3.101 di
atas yang menunjukkan bahwa dengan alasan jalur hukum mendapatkan persentase sebanyak
84,6% dari jumlah 100%. Tetapi sebagian kecil masyarakat atau responden dengan persentase
7,7% beralasan karena ikatan kekerabatan/kekeluargaan dan adat istiadat, dan sebanyak 0%
tidak ada yang beralasan karena birokrasi.

77
3.7 MOBILITAS SOSIAL
Variabel mobilitas sosial kami gunakan untuk menjelaskan tingkat mobilitas sosial
responden baik secara horizontal maupun vertikal, baik dalam pekerjaan maupun dalam
lingkungan masyarakat seperti organisasi yang hasilnya akan ditampilkan dalam tabel-
tabel berikut:
TABEL 3.102
PERPINDAHAN PEKERJAAN RESPONDEN (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Iya 18 38,3%
2. Tidak 29 61,7%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.55 Koding 204
Berdasarkan data yang terdapat pada table 3.102 tentang perpindahan pekerjaan
responden, ditunjukkan bahwa mayoritas dari 47 responden di Pulau Jawa, khususnya di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta yaitu sekitar 61,7% tidak pernah
berpindah pekerjaan baik secara horizontal maupun vertikal. Namun, ada juga masyarakat yang
pernah berpin pekerjaan baik secara horizontal maupun vertikal, yaitu sekitar 38,3%.
TABEL 3.103
JENIS PERPINDAHAN PEKERJAAN RESPONDEN (N=18)
No Jenis Frekuensi Persentase (%)
1. Horizontal 12 66,67%
2. Vertikal Turun 1 5,55%
3. Vertikal Naik 5 27,78%
Jumlah 18 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.56 Koding 205
Dari 3.103 tentang jenis perpindahan pekerjaan, dapat diketahui bahwa sebagian besar
dari 18 masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta yang pernah berpindah pekerjaan, mengalami perpindahan kerja
secara horizontal, ditunjukkan dengan persentase sebanyak 66,67%. Di samping itu, sebanyak
27,78% dari masyarakat yang pernah berpindah pekerjaan mengalami perpindahan kerja
vertikal naik atau berpindah ke pekerjaan/jabatan yang lebih tinggi dan sebanyak 5,55% dari

78
masyarakat yang pernah berpindah pekerjaan mengalami perpindahan kerja vertikal turun atau
berpindah ke pekerjaan/jabatan yang lebih rendah.

TABEL 3.104
PARTISIPASI RESPONDEN DALAM ORGANISASI DI LINGKUNGAN TEMPAT
TINGGAL (N=47)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Iya 25 53,2%
2. Tidak 22 46,8%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.57 Koding 206
Berdasarkan data dalam tabel frekuensi 3.104 tentang partisipasi masyarakat di Pulau
Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dalam
organisasi terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persentase
masyarakat yang mengikuti organisasi dan tidak mengikuti organisasi. Hal tersebut ditunjukkan
dengan persentase masyarakat yang mengikuti organisasi sebanyak 53,2% dan yang tidak
mengikuti organisasi sebanyak 46,8%.

TABEL 3.105
BENTUK ORGANISASI RESPONDEN (N=25)
No Organisasi Ya Tidak Jumlah
f Persentase f Persentase
1. Karang taruna 1 4% 24 96% 25
2. Keagamaan 14 56% 11 44% 25
3. PKK 14 56% 11 44% 25
4. Lain-lain 5 20% 20 80% 25
Sumber Data: Pertanyaan No. 58 Koding 207-210
Sebanyak 56% dari 25 responden di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta yang berpartisipasi dalam organisasi,
mengikuti organisasi keagamaan dan PKK. Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel frekuensi

79
3.105 yang menunjukkan persentase organisasi keagamaan sebanyak 56% dan PKK sebanyak
56%.
TABEL 3.106
JABATAN RESPONDEN DALAM ORGANISASI (N=25)
No Jabatan Frekuensi Persentase (%)
1. Ketua 3 12%
2. Wakil Ketua 2 8%
3. Sekertaris 4 16%
4. Wakil Sekertaris 0 0%
5. Bendahara 2 8%
6. Wakil Bendahara 0 0%
7. Anggota (Lain-lain) 14 56%
Jumlah 25 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.59 Koding 211
Berdasarkan tabel 3.106 tentang jabatan dalam organisai, dapat dilihat bahwa sebagian
besar dari 25 responden di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo,
Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta yang mengikuti organisasi memiliki jabatan sebagai anggota yaitu
sebanyak 56%. Selain itu ada juga yang menjabat sebagai ketua (12%), wakil ketua (8%),
sekertaris (16%), dan bendahara (8%).

TABEL 3.107
PERPINDAHAN JABATAN DALAM ORGANISASI (N=25)
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Iya 8 32%
2. Tidak 17 68%
Jumlah 25 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.60 Koding 212
Berdasarkan data dalam tabel 3.107 tentang perpindahan jabatan dalam organisasi,
menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sebanyak 68% dari 25 responden di Pulau Jawa,
khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta yang
berpartisipasi dalam organisasi tidak pernah berpindah jabatan, baik naik ataupun turun.

80
TABEL 3.108
ALASAN PERPINDAHAN JABATAN DALAM ORGANISASI (N=8)
No Alasan Ya Tidak Jumlah
f (%) f (%)
1. Peningkatan 1 12,5% 7 87,5% 8
Taraf Hidup
2. Meningkatkan 0 0% 8 100% 8
Kekuasaan
3. Mendapat 6 75% 2 25% 8
Tawaran
4. Mengundurkan 2 25% 6 75% 8
Diri
5. Bosan 0 0% 8 100% 8
6 Lain-lain 3 37,5% 5 62,5% 8
Sumber Data: Pertanyaan No.61 Koding 213-218
Sebagian besar yaitu sebanyak 75% dari 8 responden di Pulau Jawa, khususnya di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta yang pernah pindah jabatan
dalam organisasi, berpindah karena mendapatkan tawaran.

TABEL 3.109
RESPONDEN BEPERGIAN DALAM SETAHUN TERAKHIR (N: 47)
No Kategori Frekuensi Persentase
1. Ya 45 95,74%
2. Tidak 2 4,26%
Sumber data: Pertanyaan No. 62 Koding 219
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar responden pernah bepergian dalam
satu tahun terakhir yaitu dengan persentase sebesar 95,74%. Alasan tingginya persentase
responden bepergian dalam satu tahun terakhir adalah untuk berlibur dan bekerja.

81
TABEL 3.110
KE MANA SAJA RESPONDEN BEPERGIAN (N: 45)
No Tujuan Ya Tidak
F Persentase (%) F Persentase (%)
1. Keluar Desa 32 71,11% 13 28,89%
2. Keluar Kota 45 100% 0 0%
3. Keluar Provinsi 24 53,33% 21 46,67%
4. Keluar Pulau 14 31,11% 31 68,89%
5. Keluar Negeri 4 8,89% 41 91,11%
Sumber data: Pertanyaan No. 63 Koding 220-224
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa dari 45 responden yang bepergian dalam satu tahun
terakhir, tujuan paling banyak mereka tuju saat bepergian adalah keluar kota dengan persentase
100% yang artinya seluruh responden tabel tersebut pernah bepergian keluar kota. Sedangkan
persentase terendah yaiti sebesar 8,89% adalah kategori tujuan keluar negeri yang artinya hanya
sebagian kecil responden bepergian keluar negeri dalam satu tahun terakhir.

TABEL 3.111
INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR DESA (N: 45)
No Intensitas Frekuensi Persentase
1. Jarang 15 33,33%
2. Sering 14 31,11%
3. Sangat sering 7 15,56%
4. Selalu 9 20%
Jumlah 45 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 64 Koding 225
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bepergian keluar
desa adalah jarang yaitu dengan persentase 33,33%, sedangkan persentase terendah yaitu
15,56% dengan intensitas sangat sering yang artinya hanya sebagian kecil dari responden
bepergian keluar desa dengan intensitas sangat sering. Alasan jarangnya bepergian keluar desa
yaitu karena pekerjaan mereka ada di desa yang sama dengan tempat tinggal sehingga tidak
perlu sering-sering keluar desa.

82
TABEL 3.112
INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR KOTA (N: 45)
No Intensitas Frekuensi Persentase
1. Jarang 16 35,56%
2. Sering 24 53,33%
3. Sangat sering 3 6,67%
4. Selalu 2 4,44%
Jumlah 45 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 64 Koding 226
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bepergian keluar
kota adalah sering dengan persentase 53,33%, sedangkan persentase terendah yaitu 4,44%
dengan kategori intensitas selalu. Artinya sebagian hanya kecil responden bepergian keluar
kota dengan intensitas selalu. Alasan seringnya bepergian keluar kota adalah dengan tujuan
berlibur atau bekerja.
TABEL 3.113
INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR PROVINSI (N: 45)
No Intensitas Frekuensi Persentase
1. Jarang 35 77,78%
2. Sering 10 22,22%
3. Sangat sering 0 0%
4. Selalu 0 0%
Jumlah 45 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 64 Koding 227
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bepergian keluar
provinsi adalah jarang dengan persentase 77,78%. sedangkan persentase paling sedikit yaitu
0% dengan kategori intensitas sangat sering dan selalu. Artinya tidak ada responden yang
bepergian keluar provinsi dengan intensitas sangat sering atau selalu. Alasan jarangnya
bepergian keluar provinsi yaitu karena responden beranggapan bahwa jika untuk berlibur, di
dalam provinsi pun cukup dan tidak perlu keluar provinsi.

83
TABEL 3.114
INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR PULAU (N: 45)
No Intensitas Frekuensi Persentase
1. Jarang 39 86,67%
2. Sering 6 13,33%
3. Sangat sering 0 0%
4. Selalu 0 0%
Jumlah 45 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 64 Koding 228
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar responden yang bepergian keluar
pulau adalah jarang dengan persentase sebesar 86,67%, sedangkan persentase paling sedikit
yaitu 0% dengan kategori intensitas sangat sering dan selalu. Artinya tidak ada responden yang
bepergian keluar pulau dengan intensitas sangat sering atau selalu. Alasan jarangnya bepergian
keluar pulau adalah biaya yang lebih mahal harus dikeluarkan dibanding bepergian di dalam
pulau.
TABEL 3.115
INTENSITAS RESPONDEN BEPERGIAN KELUAR NEGERI (N: 45)
No Intensitas Frekuensi Persentase
1. Jarang 45 100%
2. Sering 0 0%
3. Sangat sering 0 0%
4. Selalu 0 0%
Jumlah 45 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 64 Koding 229
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa persentase terbesar dari intensitas responden
bepergian keluar negeri adalah jarang yaitu dengan persentase 100%. Artinya seluruh
responden bepergian keluar negeri dengan intensitas jarang. Alasan jarangnya bepergian keluar
negeri adalah biaya yang tidak murah.

3.8 TRADISI
Variabel tradisi kami gunakan untuk menjelaskan mengenai tradisi masyarakat
yang terjadi di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota
Tangerang, dan Kota Jakarta. Hal tersebut dapat dinilai melalui eksistensi tradisi di

84
lingkungan tempat tinggal responden, jenis-kenis tradisi yang masih ada di lingkungan
tempat tinggal responden, manfaat yang didapat oleh responden dengan adanya tradisi
tersebut, pemikiran responden terkait beberapa hal, serta pedoman umum responden dalam
pengambilan keputusan yang akan kami tampilkan hasilnya dalam tabel-tabel berikut:
TABEL 3.116
EKSISTENSI TRADISI DALAM MASYARAKAT (N: 47)
No Kategori Frekuensi Persentase
1. Ya 41 87,23%
2. Tidak 6 12,77%
Jumlah 47 100%
Sumber data: Pertanyaan No. 65 Koding 230
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa tradisi dalam masyarakat masih kuat menurut
sebagian besar responden yaitu dengan persentase 87,23%. Alasan tradisi masih dianggap kuat
oleh mayoritas responden adalah masih adanya acara-acara atau kegiatan tradisi di masyarakat.
TABEL 3.117
KEGIATAN TRADISI DI LINGKUNGAN MASYARAKAT (N: 47)
No Kegiatan Ya Tidak
F Persentase (%) F Persentase (%)
1. Tasyakuran 42 89,36% 5 10,64%
2. Lomba Memperingati 45 95,74% 2 4,26%
HUT RI
3. Pengajian 37 78,72% 10 21,28%
4. Megengan 34 72,34% 13 27,66%
5. Tahlilan 42 89,36% 5 10,64%
6. Malam Tirakatan 38 80,85% 9 19,15%
7. Lain-lain... 13 27,66% 34 72,34%
Sumber data: Pertanyaan No. 66 Koding 231-237
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan tradisi yang ada di
lingkungan masyarakat menurut responden adalah lomba memperingati HUT RI dengan
persentase 95,74%, sedangkan perolehan data terendah adalah kegiatan tradisi lain dengan
persentase 27,66%. Kegiatan tradisi lain ini seperti upacara-upacara adat yang masih terus
dilaksanakan turun temurun dan merupakan tradisi masyarakat di tempat tinggal responden.

85
TABEL 3.118
MANFAAT ADANYA TRADISI DI MASYARAKAT (N: 47)
No Manfaat Ya Tidak
F Persentase (%) F Persentase (%)
1. Tidak ada manfaatnya 0 0% 47 100%
sama sekali
2. Mengganggu masyarakat 0 0% 47 100%
3. Mempererat tali 45 95,74% 2 4,26%
silaturahmi
4. Meningkatkan sikap 44 93,62% 3 6,38%
kekerabatan
5. Lain-lain... 9 19,15% 38 80,85%
Sumber data: Pertanyaan No. 67 Koding 238-242
Dari tabel dapat ditunjukkan bahwa manfaat tradisi dalam masyarakat menurut sebagian
besar responden adalah mempererat tali silaturahmi dengan persentase 95,74% sedangkan
perolehan data terendah adalah tidak ada manfaatnya sama sekali dan mengganggu masyarakat
dengan persentase 0%. Alasan sebagian besar responden menganggap kegiatan tradisi di
masyarakat bermanfaat untuk mengeratkan tali silaturahmi adalah dengan adanya kegiatan
tersebut, komunikasi antar masyarakat terus berjalan.

TABEL 3.119
PERSEPSI RESPONDEN TERHADAP SUATU KEADAAN (N= 47)
No Kondisi Cara Responden Menyikapi Keadaan Jumlah
Keadaan Takdir Hukuman Adanya Kesalahan
dari Alam Proses Diri Sendiri
dari Alam
1. Gaji/Penghasilan 15 0 13 19 47
2. Bencana Alam 27 8 11 1 47

3. Kematian 46 0 1 0 47
4. Sakit 31 2 1 13 47

5. Kondisi anak 25 2 10 10 47
6. Kecelakaan 34 3 1 9 47

86
7. Permasalahan 6 0 3 38 47
rumah tangga
Jumlah 184 7 40 90 321
Presentase 57,3% 2,2% 12,5% 28% 100%
Sumber Data : Pertanyaan No.68 Koding 243-249
Dari tabel Persepsi Responden Terhadap Suatu Keadaan, dari total responden yang
telah kami wawancarai yaitu sebanyak 47 responden sebagian besar yaitu sekitar 57,32%
menganggap suatu kejadian yang terjadi merupakan takdir yang menentukan, sedangkan
sebagian kecil yaitu sekitar 2,2% menganggap kejadian yang terjadi merupakan hukuman dari
alam.
TABEL 3.120
PEDOMAN RESPONDEN UNTUK PENGABILAN KEPUTUSAN (N= 47)
No Pedoman Frekuensi Persentase

1. Kitab Suci 26 55,3%

2. Perkataan Orang Terpandang (Tokoh 2 4,3%


Masyarakat)

3. Perkataan Orang Berpendidikan 1 2,1%

4. Hukum Negara 12 25,5%

5. Lainnya 6 12,8%

Jumlah 47 100%

Sumber Data : Pertanyaan No.69 Koding 250


Mengacu pada tabel diatas sebagian besar responden yang kami wawancarai yaitu
sekitar 55,31% memilih kitab suci sebagai pedoman dalam pengambilan keputusan, 25,53%
berpedoman pada hukum negara, 12,76% berpedoman pada hal lain dan hanya 4,3% orang
yang berpedoman pada perkataan tokoh masyarakat dan perkataan orang berpendidikan.

TABEL 3.121
EKSISTENSI PERATURAN TERTULIS DAN TIDAK TERTULIS (N= 47)
No. Kategori Frekuensi Persentase
1. Tidak Terdapat 3 6,4%

87
2. Terdapat, tetapi tidak dijadikan 14 29,8%
pedoman
3. Terdapat, dijadikan pedoman 30 63,8%
jumlah 47 100%
Sumber Data : Pertanyaan No.70 koding 251
Dari data yang didapat setelah dari responden sebanyak 47 responden, dapat diketahui
bahwa 30 orang atau sekitar 63,82% mengetahui adanya peraturan tertulis dan tidak tertulis
serta mereka menjadikan sebagai pedoman, dan hanya 6,4% yang tidak ada peraturan tertulis
maupun tidak tertulis. Sisanya mengetahui adanya peraturan tetapi tidak dijadikan sebagai
pedoman.

3.9 TIPE KEPEMIMPINAN


Variabel kepemimpinan menjelaskan kepemimpinan dalam usaha kolektif di
lingkungan tempat tinggal atau sekitar responden. Hal itu dapat dilihat dari pemilihan
pemimpin, pengamblan keputusan, kinerja pemimpin, dan sistem pemerintahan yang
hasilnya dapat dilihat dalam tabel-tabel berikut:

TABEL 3.122
PEMEGANG KEPUTUSAN DOMINAN DALAM RUMAH TANGGA (N= 47)
N0 Keputusan Pengambil Keputusan jumlah
Anak Istri Suami Kakek Suami Seluruh
dan Istri Anggota
Keluarga
1. Pembagian 0 15 7 0 11 14 47
Pekerjaan
Rumah
2. Jumlah 0 3 4 0 38 2 47
Anak
3. Mengikuti 0 8 5 0 34 0 47
Progam
KB
4. Pendidikan 9 3 6 0 20 9 47
Anak

88
5. Pemilihan 18 1 2 0 9 17 47
Jodoh
6. Pembagian 0 2 3 3 15 24 47
Warisan
Jumlah 27 32 27 3 127 66 282
Persentase 9,6% 11,3% 9,6% 1,1% 45% 23,4% 100%
Sumber Data : Pertanyaan No.71 Koding 252-257
Pada tabel pengambilan keputusan ini dapat diketahui bahwa rata-rata tertinggi berada
pada keputusan suami dan istri yaitu sebesar 45%. Sedangkan keputusan paling jarang dipilih
yaitu keputusan kakek yang hanya sekitar 1,1%.

TABEL 3.123
PARTISIPASI RESPONDEN DALAM PEMILU (N=47)

No. Keikutsertaan Frekuensi Persentase(%)

1. Ya 45 95,74%

2. Tidak 2 4,26%

Jumlah 47 100%

Sumber Data: Pertanyaan No. 72 koding 258

Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 95,74% dari 47 responden
di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta mengikuti pemilihan umum dalam kurun waktu 5 tahun terkahir yang berada di
lingkungan tempat tinggalnya dan sisanya atau sebesar 4,26% tidak mengikuti pemilihan
umum dalam kurun waktu 5 tahun.
TABEL 3.124
ALASAN RESPONDEN MEMILIH KEPALA SETEMPAT
(RT/RW/WALIKOTA/BUPATI/GUBERNUR/PRESIDEN) (N=47)
No. Alasan Responden Ya Tidak Jumlah Persentase

F Persentase F Persentase
1. Tingkat pendidikan 33 70.20% 14 29,80% 47 100%

89
2. Kepemilikan 10 21,30% 37 78,70% 47 100%
sertifikat
pendidikan non
formal
3. Piala penghargaan 16 34% 31 66% 47 100%

4. Kecakapan dalam 46 97,90% 1 2,10% 47 100%


memimpin
5. Kesopanan 41 87,20% 6 12,80% 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No. 73 koding 259-263

Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 97,90% dari 47 responden
di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta memilih kepala setempat seperti (RT/RW/Walikota/Bupati/Gubernur/Presiden)
berdasarkan kecakapan dalam memimpin, lalu diikuti dengan kesopanan sebesar 87,20% dari
47 responden. Kemudian tingkat pendidikan sebesar 70,20% dari 47 responden. Sebesar 34%
dari 47 responden berdasar dengan piala penghargaan. 21,30% dari 47 responden memilih
berdasar dengan kepemilikan sertifikat non formal.
TABEL 3.125
KINERJA KEPALA LINGKUNGAN SETEMPAT (N=47)
No. Tingkat Kepuasan Frekuensi Persentase(%)

1. Baik 35 74,50%

2. Kurang 5 10,60%

3. Tidak ada perubahan 7 14,90%

Jumlah 47 100%

Sumber Data: Pertanyaan No. 74 koding 264

Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 74,50% dari 47 responden
di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta menilai bahwa kinerja kepala lingkungan setempatnya sudah baik, kemudian sebesar

90
14,90% menilai bahwa kinerja kepala lingkungan setempatnya tidak ada perubahan, dan
sebesar 10,60% menilai bahwa kinerja kepala lingkungan setempatnya kurang baik.
TABEL 3.126
KUALITAS PELAYANAN PUBLIK YANG RESPONDEN RASAKAN SUDAH
BERJALAN DENGAN CEPAT DAN TEPAT (N=47)
No. Kualitas pelayanan Ya Tidak Jumlah Persentase
dengan cepat dan F Persentase F Persentase
tepat
1. Pembuatan akte 41 87,20% 6 12,80% 47 100%
kelahiran
2. Surat identitas diri 39 83% 8 17% 47 100%
3. Pelayanan 42 89,40% 5 10,60% 47 100%
kesehatan dasar
4. Surat menyurat 37 78,70% 10 21,30% 47 100%

Sumber Data: Pertanyaan No. 75 koding 265-268


Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 89,40% dari 47
masyarakat di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten
Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang,
dan Kota Jakarta menilai bahwa pelayanan kesehatan dasar telah cepat dan tepat, kemudian
sebesar 87,20% dari 47 responden menilai pembuatan akte kelahiran di daerahnya telah cepat
dan tepat, lalu sebesar 83% dari 47 responden menilai pembuatan surat identitas diri di
daerahnya telah cepat dan tepat, dan sebesar 78,70% dari 47 responden menilai surat menyurat
di daerahnya telah dialayani dengan cepat dan tepat.

TABEL 3.127
KONDISI SISTEM PEMERINTAHAN DI LINGKUNGAN SETEMPAT (N=47)
No. Kondisi pemerintahan Frekuensi Persentase(%)

1. Baik 25 53,20%

2. Kurang 13 27,70%

3. Tidak ada perubahan 9 19,10%

91
Jumlah 47 100%

Sumber Data: Pertanyaan No. 76 koding 269

Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 53,20% dari 47 responden
di di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta menilai bahwa kondisi sistem pemerintahan di lingkungannya sudah baik, kemudian
sebesar 27,70% menilai kurang baik dan sebesar 19,10% menilai tidak ada perubahan.
TABEL 3.128
KECENDERUNGAN KEPUASAN RESPONDEN PADA KINERJA PEMIMPIN
(N=47)
No Kepuasan terhadap pemimpin Frekuensi Persentase (%)

1. Ketua RT/RW 13 27,70%

2. Lurah 7 14,90%

3. Camat 1 2,10%

4. Bupati/Walikota 17 36,20%

5. Gubernur 9 19,10%

Jumlah 47 100%

Sumber Data: Pertanyaan No. 77 koding 270

Berdasar tabel diatas mayoritas responden dengan presentase 36,20% dari 47 responden
di Pulau Jawa, khususnya di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota
Jakarta cenderung puas dengan kepemmimpinan Bupati/Walikotanya, kemudian sebesar
27,70% puas dengan kepemimpinan Ketua RT/RW. Sebesar 19.10% puas dengan
kepemimpinan Gurbernur, Sebesar 14,90% puas dengan kepemimpinan Lurah dan yang
terakhir sebesar 2,10% puas dengan kepemimpinan Camat.

92
TABEL 3.129

PARTISIPASI DALAM MUSYAWARAH SETEMPAT (N=47)


No Tindakan Frekuensi Presentase
1 Ya 38 80,85%
2 Tidak 9 19,15%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.78 Koding 271.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.129 tentang keterlibatan dalam musyawarah
setempat dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota Surabaya,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri,
Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 80,85% pernah
mengikuti musyawarah yang berada dilingkungan tempat tinggalnya dan sisanya beberapa dari
responden tidak pernah mengikuti musyawarah setempat yaitu dengan presentase sebesar
19,15%.
TABEL 3.130
TOKOH DOMINAN DALAM MENENTUKAN SETIAP KEPUTUSAN
MUSYAWARAH (N=47)
No Yang Paling Dominan Frekuensi Presentase
1 Ketua RT/RW 20 42,55%
2 Tokoh Agama 1 2,13%
3 Warga Setempat 21 44,68%
4 Tokoh Masyarakat (golongan tua) 5 10,64%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.79 Koding 272.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.130 tentang pihak yang paling dominan dalam
menentukan setiap keputusan dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 44,68%
memilih bahwa yang paling dominan dalam menentukan setiap keputusan musyawarah adalah
warga setempat dan 42,55% adalah Ketua RT/RW dan Tokoh Agama dengan presentase
terkecil yaitu sebesar 2,13%.

93
TABEL 3.131
PEMBERI IZIN KETIKA AKAN ADA KEGIATAN WARGA (N=47)
No Yang Paling Dominan Frekuensi Presentase
1 Ketua RT/RW 43 91,49%
2 Tokoh Agama 2 4,25%
3 Warga Setempat 1 2,13%
4 Tokoh Masyarakat (golongan tua) 1 2,13%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.80 Koding 273.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.131 tentang pihak yang diminta izin ketika akan
ada kegiatan yang dilakukan dapat diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota
Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten
Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase 91,49%
menemui Ketua RT/RW untuk meminta izin ketika akan mengadakan sebuah kegiatan dan
sisanya memilih tokoh agama, warga setempat dan tokoh masyarakat.

TABEL 3.132
TOKOH/PIHAK KETIGA KETIKA TERJADI PERSELISIHAN (N=47)
No Yang Paling Dominan Frekuensi Presentase
1 Ketua RT/RW 29 61,70%
2 Tokoh Agama 1 2,13%
3 Warga Setempat 10 21,27%
4 Tokoh Masyarakat (golongan tua) 7 14,90%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.81 Koding 274.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.132 tentang pihak yang diminta untuk
menyelesaikan masalah jika terjadi perselisihan dapat diketahui bahwa mayoritas responden
yang berada di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan
presentase sebesar 61,70% memilih Ketua RT/RW sebagai penyelesai masalah jika terjadi
perselisihan dan tokoh agama dengan presentase terkecil yaitu sebesar 2,13%.

94
TABEL 3.133
KINERJA KEPALA LINGKUNGAN SETEMPAT DALAM MENENTUKAN
KEPUTUSAN DAN MENANGANI MASALAH SUDAH BERJALAN DENGAN BAIK
(N=47)
No Tindakan Frekuensi Presentase
1 Ya 40 85,50%
2 Tidak 7 14,50%
Jumlah 47 100%
Sumber Data: Pertanyaan No.82 Koding 275.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.133 tentang penilaian responden terhadap kepala
lingkungan setempat dalam menentukan keputusan dan mengangani masalah dapat berjalan
dengan baik, diketahui bahwa mayoritas responden yang berada di Kota Surabaya, Kabupaten
Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten
Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta dengan presentase sebesar 85,50% menilai Ya,
kepala setempat dalam menentukan keputusan dan menangani masalah dapat berjalan dengan
baik dan sisanya menilai tidak dengan presentase sebesar 14,50%.

TABEL 3.134
TUGAS KEPALA PEMERINTAHAN SUDAH BERJALAN DENGAN BAIK (N=47)
No Alat Komunikasi Ya Tidak Jumlah
Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase
1. Ketua RT/RW 42 89,36% 5 10,64% 47
2. Lurah 40 85,50% 7 14,50% 47
3. Camat 39 82,97% 8 17,03% 47
4. Bupati/Walikota 31 66,96% 16 33,04% 47
5, Gubernur 42 89,36% 5 10,64% 47
Sumber Data: Pertanyaan No.83 Koding 276-280.
Berdasarkan temuan data pada tabel 3.83 tentang penilaian responden terhadap kepala
pemerintahan apakah sudah berjalan dengan baik, dapat diketahui bahwa mayoritas responden
yang berada di Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Lamongan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Kediri, Kabupaten Klaten, Kota Tangerang, dan Kota Jakarta menilai
tugas kepala pemerintahan sudah berjalan dengan baik dimana pada ketua RT/RW 89,36%,
Lurah 85,50%, Camat 82,97%, Bupati/Walikota 66,96% dan Gubernur sebanyak 89,36% telah

95
menilai bahwa tugas kepala pemerintahan telah berjalan dengan baik. Sisanya menilai tugas
kepala pemerintahan tidak berjalan dengan baik.

96
BAB IV
INTERPRETASI TEORITIK

4.1. Emile Durkheim


Emile Durkheim (1858-1917) dilahirkan di Epinal, Perancis. Karya – karya
utama Emile Durkheim semasa hidupnya yaitu : The Division of Labor in Society
(1893), The Rules of Sociological Method (1895), Suicide (1897), The Elementary Form
of Religious (1912). Pokok persoalan dan metode sosiologi Durkheim adalah fakta
sosial (social fact) (Damsar, 2015). Durkheim menyatakan dalam kajiannya bahwa
manusia dilahirkan bukan hanya dalam lingkungan fisik, namun juga lingkungan non-
fisik dimana berasal dari masa lampau manusia. Itulah yang disebut milieu social
(Veeger, 1990). Milieu social terdiri dari tradisi yang berupa nilai, sistem kepercayaan,
pola perilaku, tata cara ketrampilan, dsb. Manusia tersebut segera diajar oleh
lingkungannya bagaimana harus bersikap, menentukan keputusan, menganut agama,
menyatakan benar atau salah tanpa harus mencari nilai baru. Nilai – nilai tersebut sudah
ada dari sananya dan membentuk manusia dalam lingkungannya.
Teori Durkheim meliputi : teori solidaritas sosial, teori perubahan sosial, teori
anomie, teori bunuh diri, teori agama (Damsar, 2015). Laporan ini hanya akan
membahas teori solidaritas sosial saja. Durkheim menyatakan bahwa ada aturan –
aturan yang berada diluar kontrak sosial yang disebut sebagai Collective Consciousness
(kesadaran kolektif). Kesadaran kolektif inilah yang mengatur hidup manusia dalam
bermasyarakat (Siahaan, 1986). Kesadaran kolektif mempunyai dua sifat antara lain
eksterior dan constraint. Eksterior berarti kesadaran kolektif berada diluar individu dari
masyarakat, meskipun individu tidak ada, kesadaran kolektif tetap ada. Sementara itu,
constraint berarti kesadaran kolektif bersifat memaksa terhadap suatu pelanggaran yang
ada di masyarakat.
Selain itu, Durkheim juga menyebut ada dua sifat peraturan dalam masyarakat.
Sifat tersebut adalah represif dan restitutif (Siahaan, 1986). Represif berarti adanya
sanksi – sanksi hukuman yang dikenakan oleh pelaku (hukum pidana pada sistem
hukum modern). Sementara itu, restitutif berarti bentuk norma sosial yang hanya
menuntut ganti rugi atas perbuatannya (hukum perdata pada sistem hukum modern).
Baik represif dan restitutif merupakan bentuk manifestasi dari collective consciousness.
Represif menunjukkan bahwa hubungan dalam masyarakat masih homogen serta

97
memiliki ikatan erat antar anggota, sementara restitutif menunjukkan masyarakat
tersebut sudah heterogen dan terspesialisasi.
Selain itu, Durkheim juga mendapati bahwa kesadaran kolektif ini terdapat pada
masyarakat Solidaritas Mekanis dan Solidaritas Organis. Masyarakat bersolidaritas
mekanis memiliki cakupan luas, intensitas berkerabat tinggi, rigiditas kuat, pembagian
kerja homogen dan cenderung religius. Sementara itu, solidaritas organis memiliki
cakupan terbatas pada domain orang tertentu, intensitas berkerabat rendah, rigiditas
lemah, spesialisasi pekerjaan dan moral individualism.
Tabel 4.1
KONTROL SOSIAL MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH
PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Rendah 17 36,17%
2. Sedang 19 40,42%
3. Tinggi 11 23,40%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 24-25 Koding 61-92
Berdasarkan data yang disajikan, masyarakat di beberapa wilayah penelitian
berada pada kelas sedang sebesar 40,42%, rendah sebesar 36,17% dan tinggi sebesar
23,40%. Kategori TINGGI menunjukkan bahwa dalam pemutusan penyelesaian
masalah/konflik, responden masih mengutamakan kekerabatan, dan kedekatan sosial
seperti masyarakat, ketua adat/pemuka agama, dan kepala setempat (RT/RW/Lurah).
Sanksi yang diberikan pada kelas rendah berupa ejekan, cemoohan, dikecam, serta ada
hukum adat. Pada kategori RENDAH, responden sudah memilih badan hukum
(peradilan) dan institusi keamanan seperti polisi untuk menangani masalah ataupun
memberi sanksi. Mayoritas masyarakat berada pada kelas menengah, yaitu masyarakat
yang baik sanksi yang diterima berupa cemoohan kecaman (tradisionil) dan yang
memutuskan sanksi berupa pihak kepolisian/hakim (modern). Kaitannya dengan
represif dan restitutif, responden berinisial MS menyatakan :
“Kalau gak ikut kerja bakti ya itu tadi yang kayak saya bilang, ada denda.
Kalau judi/togel, narkoba, mabuk-mabukan, pelecehan seksual, kumpul kebo,
mencuri, sama begal itu ya polisi mbak”

98
Peraturan restitutif dapat terjadi ketika pelanggar masih dalam ruang lingkup
bukan kriminal, sementara peraturan represif ketika pelanggar sudah dalam ruang
lingkup tindak kriminal.
Tabel 4.2
INTENSITAS INTERAKSI MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH
PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Rendah 16 34,04%
2. Menengah 20 42,55%
3. Tinggi 11 23,40%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 18-20 Koding 33-41
Berdasarkan data yang disajikan, masyarakat di beberapa wilayah penelitian
berada pada kategori rendah sebesar 34,04%, menengah sebesar 42,55%, dan tinggi
sebesar 23,40%. Data tersebut berdasarkan besar kegiatan terhadap interaksi responden,
seberapa penting interaksi antar warga menurut responden, dan seberapa sering
responden melakukan aktivitas dengan masyarakat. Kategori RENDAH menunjukkan
sebagian masyarakat memiliki intensitas interaksi yang rendah. Kategori TINGGI
menunjukkan sebagian masyarakat memiliki intensitas interaksi yang tinggi. Mayoritas
masyarakat di beberapa wilayah memiliki intensitas interaksi sedang.beberapa kegiatan
efektif untuk meningkatkan intensitas interaksi antar warga.

4.2. Robert K. Merton


Robert K. Merton berada pada masa dimana mazhab sosiologi sedang berada
pada fase pendekatan struktural (Sudarso, 2017). Maka, teori – teori Merton tidak jauh
dari pendekatan strukturalisme. Merton merupakan murid Parsons yang pertama dan
berhasil mengembangkan analisa fungsional taraf menengah (middle theory) (Johnson,
1986). Merton menjelaskan bahwa didalam masyarakat terdapat dua pola struktur
kekuasaan. Antara lain :
a. Pyramidal Power – Structure akibat pemimpin yang bersifat monomorphic
(pemimpin serba bisa)
b. Diamond Power – Structure akibat pemimpin yang bersifat polimorphic
(banyak pemimpin yang terspesialisasi)

99
Merton juga membagi masyarakat kedalam tipe masyarakat Lokalistik dan Kosmopolit
(Sudarso, 2017). Masyarakat Lokalistik mempunyai ciri – ciri :
- Memiliki jangkauan yang terbatas pada anggotanya
- Interaksi antara anggota – anggotanya sangat kurang
- Masyarakat lokalistis akan mengembangkan nilai -nilai kebudayaan yang bersifat
kaku dan tegar
- Masyarakat lokalistis akan sulit menerima perubahan – perubahan. Kesukaran
tersebut akan bertambah apabila diketahui perubahan itu berasal dari kelompok lain
- Nilai budaya yang dianut mengandung unsur paternalistis dan fatalistis

Masyarakat Kosmopolit mempunyai ciri – ciri antara lain :


- Memiliki jangkauan yang luas pada anggota masyarakat sehingga dapat menembus
batas – batas masyarakat itu sendiri (melampaui sekat sosial)
- Interaksi antar masyarakat bersifat luwes, terbuka, dan memiliki perkembangan
teknologi cepat
- Nilai budaya yang dianut mengandung unsur empati dan mempunyai daya inovasi
yang tinggi

Berdasarkan ciri diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat lokalistik hidup,


berkembang, serta berinteraksi dengan masyarakat “lokal” nya sehingga perubahan –
perubahan jarang terjadi didalamnya. Pada masyarakat kosmopolit, perubahan –
perubahan kehidupan sangat sering terjadi karena terbukanya masyarakat akan
teknologi informasi dan komunikasi sehingga menembus sekat – sekat antar
masyarakat.
Penelitian ini mengambil hubungan sosial, sikap menerima perubahan, orientasi
masa depan, dan mobilitas sosial sebagai variabel dari teori Merton.
Tabel 4.3
HUBUNGAN SOSIAL ANTAR MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH
PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Rendah 8 17,02%
2. Sedang 21 44,68%
3. Tinggi 18 38,29%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 30-31 Koding 107-116

100
Berdasarkan data yang disajikan, kategori rendah sebesar 17,02%, menegah
sebesar 44,98% dan tinggi sebesar 38,29%. Responden yang berada pada kategori
rendah merepresentasikan hubungan sosial kurang dekat dilihat dari sudut pandang
kegiatan rutin yang dilakukan. Sementara itu, responden yang berada pada kategori
tinggi merepresentasikan hubungan sosial tinggi karena banyaknya kegiatan rutin dan
rutinnya keikutsertaan dalam kegiatan di lingkungan responden. Mayoritas respnden
memilih adalah kategori sedang, dimana banyaknya kegiatan rutin dan keikutsertaan
kegiatan rutin yang bervariasi.
Tabel 4.4
SIKAP MENERIMA PERUBAHAN DALAM PENGGUNAAN MEDIA INTERNET
MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Rendah 10 21,27%
2 Sedang 20 42,55%
3 Tinggi 17 36,17%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 35 dan 37 Koding 125 dan 133-139
Berdasarkan data yang disajikan, kategori rendah sebesar 21,27%, menengah
sebesar 42,55%, dan tinggi sebesar 36,17%.. Responden yang berada pada kategori
rendah merepresentasikan kemampuan menggunakan internet yang rendah serta
penggunaan internet yang terbatas. Kategori tinggi merepresentasikan kemampuan
menggunakan internet yang baik serta penggunaan internet yang luas dan beragam.
Mayoritas responden berada pada kategori sedang dimana responden tersebut dapat
menggunakan internet dengan baik dengan penggunaan internet yang cukup beragam.
Tabel 4.5
ORIENTASI MASA DEPAN DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN
MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH PENELITI
No. Kategori Frekuensi Persentase (100%)
1 Tradisionil 13 27,65%
2 Semi - Modern 31 65,95%
3 Modern 3 6,38%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 53-54 Koding 194-203

101
Berdasarkan data yang disajikan, kategori tradisionil sebesar 27,65%, semi-
modern sebesar 65,95%, dan Modern sebesar 6,38%. Masyarakat yang masuk kategori
tradisionil merepresentasikan orientasi masa depan dalam pengambilan keputusan
cenderung berdasarkan kekerabatan seperti keluarga yang bersangkutan, tokoh
masyarakat atau pemuka agama dan kepala setempat. Selain itu, alasan memilih antara
lain karena ikatan kekerabatan dan adat istiadat. Pada kategori modern, baik RT/RW,
keluarga yang bersangkutan atau tokoh setempat, semuanya itu didasari pada jalur
birokrasi dan jalur hukum. Pilihan polisi dan hakim menjadi pilihan utama responden
berkategori modern. Mayoritas responden berada pada Semi – modern, dimana
masyarakat memposisikan beberapa keputusan dengan pendekatan yang sesuai.
Pernyataan berikut disampaikan juga oleh informan MS :
“Menurut saya sih keluarga yang bersangkutan, karena ada ikatan. Lalu, ketua
RT/RW karena merupakan ketuaa daerah, atau kalau mencuri dan begal sih
polisi ya karena biar bisa diproses di jalur hukum.”
Tabel 4.6
SIKAP MENERIMA PERUBAHAN : PENGAPLIKASIAN BAHASA DAN POLA
PIKIR MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (100%)
1 Rendah 9 19,14%
2 Sedang 33 70,21%
3 Tinggi 5 10,63%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 48-51 Koding 182-185
Berdasarkan sajian data diatas, kategori rendah sebesar 19,14%, sedang
sebesar 70,21%, dan tinggi sebesar 10,63%. Variabel ini terdiri dari beberapa
pertanyaan antara lain pengaplikasian bahasa, sering tidaknya melakukan
gotong royong, dan respon masyarakat jika ada tetangga yang terkena musibah.
Pada kategori rendah, masyarakat menggunakan bahasa Indoensia sebagai
bahasa sehari – hari, serta terkadang dan tidak pernah membantu tetangga yang
tertimpa bencana. Pada kategori tinggi, masyarakat menggunakan dua bahasa
(bilingual) yaitu bahasa daerah dan Indonesia. Masyarakat yang berada pada
kategori tinggi juga pasti membantu tetangga dan sering berkegiatan gotong
royong. Mayoritas responden berada pada kategori sedang, yaitu

102
mengaplikasikan bahasa Indoensia maupun bilingual sehari – hari, sering
mengikuti gotong royong, dan membantu tetangga yang terkena musibah.
Pernyataan tersebut juga dilontarkan oleh informan MS dan R :
“kalau disini ya biasanya kalo anak muuda ya biasanya bahasanya itu
yang ngoko karena kaatanya lebih bisa deket gitu. Kalau yang gak sepuh kayak
saya ya biasaya campur. Kadang bahasa jawa ngoko kadang juga halus
tergantung sama situasinya.” – Informan R
“Saya pakainya Bahasa Indonesia, tapi kadang-kadang juga pakai
Bahasa Jawa.”
“Menurut saya sih sering mbak, warga di sini saling membantu apalagi
tetangga-tetangga yang dekat rumahnya. Kalau ada yang kesusahan pasti
dibantu.” – Informan MS
Tabel 4.7
MOBILITAS SOSIAL MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH PENELITIAN
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
1. Tinggi 25 53,19%
2. Sedang 11 23,40%
3. Rendah 11 23,40%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 55, 56, 64 Koding 204-205 dan 225-229
Berdasarkan pemaparan data diatas, kategori tinggi sebesar 55,19%, sedang
sebesar 23,40% dan rendah sebesar 23,40%. Kategori rendah merepresentasikan
masyarakat tersebut tidak pernah berpindah pekerjaan, apabila berpindah pekerjaan
tersebut horizontal atau vertikal turun, serta jarang pergi baik keluar desa, kota,
provinsi, pulau, maupun negeri. Sementara itu, kategori sedang merepresentasikan
masyarakat pernah berpindah pekerjaan serta bentuk perpindahannya vertikal naik atau
horizontal. Kategori sedang juga sering pergi dan jarang pergi tergantung tempat yang
dituju. Mayoritas masyarakat kategori tinggi yang merepresentasikan pernah berpindah
pekerjaan yang memiliki nilai vertikal naik dan sering bahkan sangat sering berpergian
ke salah satu atau beberapa destinasi. Semakin besar tingkat mobilitas sosialnya,
semakin masyarakat tersebut berbaur dengan masyarakat lain.

103
4.3. Ferdinand Tonnies
Tonnies lahir di Schleswig, Jerman Timur. Sepanjang hidupnya ia bekerja di
universitas kota Kiel. Bukunya yang paling penting berjudul Gemeinschaft und
Gesselschaft (1887). Menurut Tonnies, masyarakat didorong oleh naluri – naluri
spontan yang bersifat menentukkan bagi manusia itu sendiri (Veeger, 1990). Maka dari
situlah muncul apa yang dinamakan kemauan manusia. Berdasarkan kemauan itu,
Tonnies membedakan antara Zweckwille (Kurwille) yaitu tindakan rasional seseorang
untuk mencapai keinginan tertentu, dan Triechwille (Wessenwille) yang bersumber
pada dorongan perasaan dan emosi (Veeger, 1990) (Siahaan, 1986).
Tipe Kurwille bersifat rasional dengan mempertimbangkan untung – rugi untuk
mencapai keuntungan. Kurwille juga disamakan dengan individual will. Sementara itu,
Wessenwille menunjuk kepada keinginan manusia yang terlahir dari watak yang sudah
ada seperti keinginan berteman dan berkerabat. Wessenwille juga dapat disamakan
dengan common will. Dengan demikian, lahirnya pembagian tipologis Gemeinschaft
(paguyuban) dan Gesselschaft (patembayan) (Martono, 2018).
Ciri – ciri Gesselschaft antara lain :
a. Kepentingan individu sangat dominan dan menonjol.
b. Sulit ditemukan adat istiadat (tradisi) yang mencakup
masyarakat banyak atau yang dijadikan pedoman hidup.
c. Kepemilikan benda adalah private property

Ciri – ciri Gemeinschaft antara lain :


a. Kepentingan bersama sangat dominan dan menonjol
b. Mudah ditemukannya suatu tradisi yang dipahami
bersama dan dijadikan pedoman hidup.
c. Kepemilikan benda adalah common property

104
Tabel 4.8
TRADISI MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH PENELITI
No Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Rendah 12 25,53%
2 Sedang 17 36,17%
3 Tinggi 18 38,29%
Jumlah 47 100,00%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 68-70 Koding 243-251
Berdasarkan data yang disajikan, kategori rendah sebesar 25,53%, kategori
sedang sebesar 36,17% dan kategori tinggi sebesar 38,29%. Indikatornya meliputi sikap
atau pedoman hidup saat menyikapi bencana, pedoman umum yang responden pakai
saat pengambilan keputusan, dan penerapan peraturan tertulis maupun tidak tertulis
dalam kegiatan sehari – hari. Pada kategori rendah, sikap dari berbagai masalah
cenderung rasional seperti adanya proses dari alam dan kesalahan diri sendiri, pedoman
umum berupa perkataan orang berpendidikan dan hukum negara serta adanya peraturan
namun tidak dijadikan pedoman. Sementara itu, pada kategori sedang, masyarakat
memadukan antara rasional dengan berfikit magi terutama dalam hal pedoman umum
serta peraturan yang dijadikan pedoman dalam kehidupan sehari – hari. Mayoritas
responden pada kategori tinggi. Hal tersebut menunjukkan kuatnya tradisi dan pedoman
yang bersumber secara ilahiah/spiritual serta peraturan dijadikan pedoman.
4.4. Max Weber
Max Weber (1864 – 1920) merupakan seorang sosiolog yang ahli kebudayaan,
politik, hukum, bahkan ekonomi. Bagi Weber, sosiologi adalah suatu ilmu yang
berusaha memahami tindakan – tindakan sosial dengan menguraikannya dan
menerangkan sebab – sebab tindakan tersebut. Adanya kemungkinan untuk memahami
tindakan orang inilah yang membedakan Sosiologi dengan Ilmu Pengetahuan Alam.
Weber menyebutnya sebagai Verstehende Sociologie (Siahaan, 1986). Teori Weber
yang terkenal adalah teori tentang rasionalitas manusia dalam masyarakat (Martono,
2018) (Damsar, 2015) (Veeger, 1990). Laporan ini hanya membahas dua tipe
rasionalitas Weber, yaitu :
- Zweck – Rational (Masyarakat rasional)
- Wert – Rational (Masyarakat Tradisional)

105
Kedua pemahaman tersebut akan ditinjau dari sisi kepemimpinan. Pada masyarakat
rasional, adanya hukum – hukum yang disusun berdasarkan pemikiran modern seperti
utilitarianisme, pragmatisme, rasionalisme dapat juga merangsang individu dalam
mengembangkan peraturan atau hukumnya sendiri. Sehingga, dalam memilih
pemimpin termasuk mempertimbangkan unsur – unsur seperti efisiensi, aturan atau
sistem birokrasi yang sah dan kepemimpinan berdasarkan kemampuan (Sudarso, 2017).
Sementara itu, pada masyarakat tradisional, seringkali dijumpai adanya ikatan – ikatan
kepemimpinan seperti patrimonalisme (ikatan kerjasama dan membangun kekerabatan)
dan patriakhalisme (senior lebih dituakan dan dihormati). Adanya suatu bentuk
pemahaman tradisionil yang menjadikan masyarakat berpatokan kepada yang sudah ada
(deterministik).
Tabel 4.9
TIPE KEPEMIMPINAN MASYARAKAT DI BEBERAPA WILAYAH
PENELITIAN
No Kategori Frekuensi Persentase
1 Rasional 17 36,17%
2 Semi – Tradisional 27 57,44%
3 Tradisional 3 6,38%
Jumlah 47 100%
Sumber Data : Pertanyaan nomor 72, 74, 76, 77, 79, 80, 81 Koding 258, 264, 269, 270,
272, 273, 274
Berdasarkan data diatas, kategori rasional sebesar 36,17%, semi – tradisional
sebesar 57,44%, dan tradisional sebesar 6,38%. Pada masyarakat kategori rasional
sudah dapat mengetahui birokrasi dan alur pemerintahan. Masyarakat pun sudah
mengikuti Pemilu dalam 5 tahum terakhir. Pada masyarakat kategori tradisional,
dominasi keputusan lingkungan tempat tinggal masih dipenuhi oleh tokoh agama dan
golongan tua, belum ikut Pemilu dalam 5 tahun terakhir dan ketidaktahuan mengenai
sistem birokrasi. Mayoritas berada pada kategori Semi – Tradisional yang
merepresentasikan masyarakat sudah cukup tahu mengenai birokrasi, sudah mengikuti
Pemilu 5 tahun terakhir, namun untuk hal – hal yang bersifat pribadi masih
mengandalkan kekerabatan/kekeluargaan seperti tokoh agama atau lingkungan
keluarga sendiri.

106
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil intepretasi teoritik yang dilakukan peneliti, peneliti
menjumpai adanya keragamanan ciri masyarakat yang menonjol di Kota Surabaya, Kab
Sidoarjo, Kab Lamongan, Kab Probolinggo, Kab Kediri, Kab Klaten, Kota Tangerang,
dan Kota Jakarta. Pada teori Durkheim peneliti menemukan kontrol sosial masyarakat
dan intensitas interaksi masyarakat di beberapa wilayah tersebut berkategori sedang.
Pada teori Merton, peneliti menemukan hubungan sosial, sikap menerima perubahan
dalam penggunaan media internet, dan sikap menerima perubahan dalam
pengaplikasian bahasa dan pola pikir, berada pada kategori sedang. Variabel mobilitas
sosial didapati mayoritas terdapat pada kategori tinggi. Pada teori Tonnies, peneliti
menemukan bentuk tradisi yang dinilai cukup kuat di beberapa wilayah urban dan
termasuk kategori tinggi. Pada teori Weber, peneliti menemukan tipe kepemimpinan
mayoritas berada pada kategori semi – tradisional yang mana menggambungkan antara
rasional dengan tradisional.
Penelitian ini menunjukkan banyak kategori sedang dikarenakan penduduk
yang diteliti sebagian besar berada di perkotaan. Sehingga kesimpulan yang peneliti
sampaikan adalah dalam kota – kota tersebut ternyata juga terdapat sekelompok
masyarakat yang masih berfikir secara kekerabatan dan menjunjung tinggi nilai – nilai
tradisi luhur.
5.2. Saran
Penelitian ini dilakukan ditengah wabah Covid – 19 sehingga proses meneliti
dan menganalisis menjadi terhambat. Minimnya informasi, terhambatnya kerjasama
dan prosedur penelitian yang kurang dipersiapkan baik menjadikkan penelitian ini
belum maksimal. Untuk peneliti selanjutnya supaya dapat memperhatikan dan teliti
dalam proses pembuatan laporan.

107
REFERENSI

Damsar. (2015). Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta: Kencana.


Johnson, D. P. (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid II. Jakarta: Gramedia.
Johnson, D. P. (1991). Teori Sosiologi Klasik dan Modern Jilid I. Jakarta: Gramedia.
Martono, N. (2018). Sosiologi Perubahan Sosial : Perspektif Klasik, Modern, Post - Modern,
Post Kolonial . Depok: Rajawali Pers .
Siahaan, H. (1986). Pengantar ke Arah Sejarah dan Teori Sosiologi . Jakarta: Erlangga.
Sudarso. (2017). Buku Ajar Tipologi Sosial . Surabaya : Revka Petra Media.
Veeger, K. (1990). Realitas Sosial : Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-
Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta : Gramedia .

108
LAMPIRAN :
TRANSKRIP IN-DEPTH INTERVIEW
Nama Responden : Musyarifah (MS)
Nama Pewawancara : Ratu Shalsabilla Arifin (RSA)
Tanggal Wawancara : 10 Mei 2001
Waktu Wawancara : 20.35

RSA1: Selamat Malam, Bu


MS1: Iya. Selamat Malam
RSA2: Sebelumnya saya minta maaf apabila mengganggu waktunya dan terima
kasih karena Ibu telah bersedia untuk saya wawancarai. Jadi, saya mau
jelaskan sebentar terkait wawancara ini. Dalam wawancara ini nanti saya
akan bertanya sedikit-banyak tentang kehidupan sehari-hari ibu terutama
di lingkungan sekitar, ini saya ijin rekam ya, Bu?
MS2: Iya dik, silakan.
RSA3: Oke, hmm kalo gitu kita mulai aja. Kalau boleh tahu umur ibu berapa dan
alamat lengkap tempat Tinggal Ibu dimana ya?
MS3: Hmm, umur saya 48 Tahun. Saya tinggal di Perumahan Citra Fajar Golf,
JL AT-7000 Blok C/7111 RT: 01 RT:08 Kelurahan Gebang, Kecamatan
Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo.
RSA4: Oh begitu, terus mohon maaf bu, status pernikahan Ibu apa?
MS4: Ya sudah menikah dong. Itu anak saya ada 2, yang satu sudah kerja, yang
satu ya ini masih kuliah.
RSA5: Oh iya, hehe. Kalau boleh tahu tingkat pendidikan terakhir dan pekerjaan
Ibu sama Bapak apa ya?
MS5: Saya lulusan sekolah kejuruan perawat, kalau bapak lulusan Sarjana
Ekonomi. Bapak sekarang jadi wartawan. Kalau saya ibu rumah tangga
tapi kadang ya suka apa yaa namanyaa, pekerja sosial mungkin ya, jadi
bantu-bantu gitu di puskesmas sama kelurahan.
RSA6: Oh, itu sekolah kejuruan perawat sederajat dengan SMA atau bagaimana
Bu?
MS6: Iya, sederajat dengan SMA, ya kayak SMA gitu mungkin yaa
RSA7: Oh, kalau mbaknya yang anak pertama itu tingkat pendidikan terakhirnya
apa?
MS7: Anak saya lulusan S1 Psikologi, kuliahnya di Unair juga. Sekarang kerja
jadi guru di sekolah swasta.
RSA8: Mbaknya sudah menikah atau belum ya bu, hehe?
MS8: Lhoo, ya belum. Kenapa? Mau dicariin ta?
RSA9: Haha, enggak bu, ini cuman disuruh nanyak gini aja. Kalau anak yang
kedua, berarti lulusan SMA ya bu?
MSA9: Iya, sekarang baru semester 2.
RSA10: Oiya bu, berarti ini tanggungan keluarga Ibu tinggal satu ya? Soalnya kan
mbaknya sudah kerja?

109
MS10: Tanggungan ekonomi? Iya betul.
RSA11: Hmm, sekarang ganti pertanyaan ya bu, tentang lingkungan sekitar
MS11: Iya silakan, tapi jangan susah-susah hehe
RSA12: Hehehe, enggak kok bu gampang. Hmm di lingkungan tempat tinggal Ibu
apa masih ada kegiatan seperti selametan, tahlilan, rapat, kerja bakti,
PKK, dll?
MS12: Jelas masih ada mbak
RSA13: Nah diantara yang saya sebutkan tadi, kegiatan apa aja bu yang masih
dilakukan di sini?
MS13: Ya kayak yang mbak bilang tadi, selametan masih ada, tahlilan,
pengajian, PKK, kerja bakti, rapat RT/RW, Lomba 17an juga ada
RSA14: Nah, menurut ibu berdasarkan kegiatan-kegiatan tadi itu gimana
pengaruhnya terhadap interaksi Ibu dengan warga/tetangga? Apakah
intensif, sangat intensif, atau bagaimana?
MS14: Wahh kalo menurut saya sih ya sangat intensif mbak, saya jadi lebih
dekat sama tetangga-tetangga.
RSA15: Hmm, menurut ibu interaksi dengan tetangga itu penting tidak?
MS15: Ya penting toh mbak, kalau nggak ada interaksi nanti kita jadi gak saling
kenal, gak bisa saling membantu kalo ada kekurangan atau masalah gitu
RSA16: Hehe iya bu benar, kalau boleh tahu seberapa sering sih ibu melakukan
aktivitas sama masyarakat?
MS16: Kalau saya ya sangat sering
RSA17: Ikut arisan sering bu?
MS17: Wah sering
RSA 18: Kerja Bakti?
MS 18: Sering
RSA19: Musyawarah/rapat?
MS19: Sering
RSA20: Yasinan?
MS20: Sering
RSA21: Kegiatan adat dan tahlilan?
MS21: Kalau kegiatan adat sepertinya jarang ya mbak, kalau tahlilan sering
RSA22: Nah untuk kontrol sosial nih bu, setiap daerah kan setahu saya ada
peraturan-peraturan. Kalau peraturan di daerah tempat tinggal ibu/di
perumahan sini ada peraturan kayak peraturan tertulis dan tidak tertulis
apa nggak?
MS22: Iya di sini ada peraturan. Yang tertulis itu seingat saya ada peraturan
tamu lebih dari 24jam wajib lapor, dilarang bertamu melebihi jam 21.00,
yang nggak ikut kerja bakti dapat sanksi denda dan memberi konsumsi.
Kalau yang tidak tertulis setahu saya dilarang membuang sampah
sembarangan, dilarang bakar-bakar sampah, kecepatan berkendara
maksimal 20km/jam. Itu sih mbak yang saya tau.

110
RSA23: Hmm oke. Bu ehm, hal apa saja di lingkungan tempat tinggal Ibu ini
yang didefinisikan sebagai pelanggaran? Misalnya mungkin tidak datang
ke hajatan, tidak datang ngelayat, tidak mengikuti kerja bakti, tidak
mengikuti rapat, judi/togel, mabuk-mabukan, menggunakan
NARKOTIKA, selingkuh, poligami, KDRT, pelecehan seksual, kumpul
kebo, hamil di luar nikah, mencuri, begal, dan lain-lain?
MS23: Hmm, kalau di sini sih yang termasuk pelanggaran itu tidak mengikuti
kerja bakti, judi/togel, mabuk-mabukan, menggunakan NARKOTIKA,
pelecehan seksual, kumpul kebo, mencuri, sama begal itu sih.
RSA24: Kalau gitu, sanksinya apa ya bu?
MS24 Kalau gak ikut kerja bakti ya itu tadi yang kayak saya bilang, ada denda.
Kalau judi/togel, narkoba, mabuk-mabukan, pelecehan seksual, kumpul
kebo, mencuri, sama begal itu ya polisi mbak
RSA25: Yang memutuskan saknsinya siapa ya bu?
MS25: Kalau yang denda itu sih kayaknya ketua RT/RW. Kalau judi, mabuk,
narkoba, begal, mencuri ya lapor polisi. Kalau pelecehan seksual
kayaknya pengadilan. Hah kalau kumpul kebo ini sepertinya kepala
setempat kayak RT/RW/Lurah gitu.
RSA26: Hmm, kalau gitu yang jaga keamanan perumahan sini siapa ya bu?
MS26: Biasanya ya ada jadwal jaga gitu, gantian warganya yang laki-laki. Sama
setahu saya sih pas itu pernah juga ada polisi, soalnya kan ini
perumahannya lumayan luas mbak dan masih banyak lahan kosong.
RSA27: Oh, oke bu. Sekarang ganti pertanyaan tentang hubungan sosial ya. Kalau
boleh tahu, fasilitas apa saja sih yang ibu miliki untuk menjalin
komunikasi sesama warga? Mungkin kayak HP atau telepon rumah?
MS27: Kalau saya sih ya itu mbak, pakainya handphone android
RSA28: Terus kalau ada pemberitahuan kegiatan warga, biasanya disampaikan
melalui apa bu?
MS28: Kalau di sini sih seringnya ya lewat WhatsApp grup, terus kalau nggak
gitu ya didatangin rumahnya satu-satu buat dikasih edaran pengumuman.
Nah tapi kalau ada kabar duka atau pelaksanaan kerja bakti biasanya
pakai toa masjid juga.
RSA29: Hmm, di sini kegiatan sosial rutin warganya apa aja ya bu?
MS29: Ya itu mbak, ada kerja bakti, pengajian, arisan PKK, arisan dasawisma,
rapat RT/RW, tahlilan, banyak.
RSA30: Kalau boleh tau, pengajian, rapat, arisan, sama keja bakti, itu
diadakannya berapa berapa minggu atau berapa bulan sekali ya bu?
MS30: Pengajiannya sebulan dua kali atau dua minggu sekali kayaknya ya.
Kalau rapat, arisan, kerja bakti itu sebulan sekali mbak biasanya.
RSA31: Oh gituu. Oiya bu, dalam kehidupan sehari-hari apa ibu masih
menggunakan surat pos untuk berkomunikasi? Kalau enggak, alat
komunikasi apa yang Ibu gunakan?

111
MS31: Saya sudah lama nggak pakai surat pos, terakhir dulu waktu masih sama
mantan pacar saya hahaha. Kalau sekarang ya sudah canggih, pakainya
handphone dong.
RSA32: Haha, bagaimana Ibu mengoperasikan handphone? Lancar? Atau masih
butuh bantuan orang lain?
MS32: Lohh, ya lancar toh. Buktinya saya sudah lancar WhatsApp-an, main
game, nyari-nyari di google, karaokean, macam-macam wes.
RSA33: HAHAHA, jadi lancdar ya bu? Berarti Ibu sudah bisa menggunakan
internet juga ya? Biasanya, selain mencari informasi di google, main
game, menghubungi kerabat/teman, ada kegiatan lain nggak yang Ibu
lakukan dalam menggunakan internet?
MS33: Biasanya sih saya juga belanja, kerja, nonton youtube, yaa mencari
hiburan lah mbak biar nggak sumpek.
RSA34: Hehe iya ya bu, itung-itung refreshing ya. Oiya biasanya selain dari
internet, ibu mendapat informasi-informasi terbaru/terkini dari mana ya?
MS34: Saya sih seringnya dari grup WA sama teman-teman/tetangga, Facebook,
TV.
RSA35: Kalau gitu, diantara berita yang saya sebutkan ini (RUU Kontroversial,
Omnibus Law, Erupsi gunung anak Krakatau, Wabah Covid-19,
mundurnya staffsus presiden: Belva Devara, nilai tukar rupiah mencapai
angka 16.000, merosotnya nilai saham Asia dan Global, penasehat
Presiden AS menuduh Cina menyembunyikan data terkait Covid-19)
manakah berita yang Ibu ketahui?
MS35: Wah, agak mikir ini ya. Kalau RUU Kontroversial itu saya taunya yang
banyak demo soalnya anakku yang kedua ikut, tapi ya saya kurang
paham. Terus erupsi gunung Krakatau itu saya tahu, sabah covid-19 saya
juga tahu, nilai tukar rupiah mencapai angka 16.000 dan merosotnya nilai
saham Asia dan Global saya ya tahu. Kalau sisanya ya denger-denger aja
dari anak, tapi nggak paham.
RSA36: Wah Ibuk cukup up-to-date ya berarti hahaha
MS36: Hahaha yaiya, ibu-ibu gaul aku ini
RSA37: Oke bu, lanjut ya. Di dekat tempat tinggal Ibu, adakah proyek
pembangunan infrastruktur seperti gedung, pabrik, jembatan, jalan, dll?
Kalau ada, apa aja ya bu proyeknya?
MS37: Ada mbak, dekat rumah saya ada pembangunan gedung, jalan umum,
jalan raya, pabrik.
RSA38: Ehm, infrastruktur apa aja sih yang dekat dan mudah diakses dari rumah
Ibu? Misalnya posyandu, kelurahan, pasar, jembatan, puskesmas, jalan
raya, rumah sakit, gedung perkantoran, mall, dll? Dan bagaimana
menurut Ibu kelayakan bangunan infrastruktur tersebut?
MS38: Walah ya semuanya dekat mbak dari rumah saya, mudah banget
diaksesnya. Terus menurut saya bangunan infrastrukturnya juga sudah
cukup layak.

112
RSA39: Oh begitu, berarti enak ya bu, kemana-mana dekat hehe.
MS39: Iya mbak.
RSA40: Ehm, oke pertanyaan selanjutnya, menurut Ibu apakah kebutuhan
sekunder Ibu sudah terpenuhi? Seperti pakaian, perabotan, dll?
MS40: Alhamdulillah sudah terpenuhi selalu sih mbak.
RSA41: Diantara yang saya sebutkan ini (alat elektronik, kendaraan pribadi,
perabotan rumah tangga, rekreasi, olahraga, informasi, dll) manakah yang
sudah terpenuhi?
MS41: Alhamdulillah semuanya sudah selalu terpenuhi.
RSA42: Kalau untuk kebutuhan tersier seperti perhiasan dan kendaraan mewah,
apakah sudah terpenuhi juga bu?
MS42: Ah, enggak, saya sederhana-sederhana aja.
RSA43: Ehm oke kalau gitu ganti topik lahi ya, Bu. Ibu masih kuat kan? Hehe
MS43: Lho, saya kuat-kuat aja mbak, hehe. Silakan lanjut.
RSA44: Oke. Dalam menjalani kehidupan sehari-hari bahasa apa yang ibu
gunakan?
MS44: Saya pakainya Bahasa Indonesia, tapi kadang-kadang juga pakai Bahasa
Jawa.
RSA45: Ehm, kembali ke lingkungan sekitar. Di sini, seberapa sering ya bu
warganya bergotong-royong?
MS45: Menurut saya sih sering mbak, warga di sini saling membantu apalagi
tetangga-tetangga yang dekat rumahnya. Kalau ada yang kesusahan pasti
dibantu.
RSA46: Hmm oke. Oiya bu ada beberapa hal yang akan saya sebutkan, nanti Ibu
pilih mana saja yang disebut sebagai pertikaian di lingkungan tempat
tinggal Ibu. (Sengketa Lahan, pertengkaran antar warga, KDRT,
perselingkuhan, pelecehan seksual, pencurian, dan begal)?
MS46: Setahu saya di sini pernah ada pertikaian tentang sengketa lahan RW:07
dan RW:8 sampai-sampai dibanguin tembok pembatas yang membatasi
kedua daerah, lalu mungkin pertengkaran antar warga, pelecehan seksual,
mencuri, dan begal.
RSA47: Siapa yang menjadi pengambil keputusan atau pihak ketiga dalam
menyelesaikan konflik-konflik tersebut? Dan apa alasanya?
MS47: Menurut saya sih keluarga yang bersangkutan, karena ada ikatan. Lalu,
ketua RT/RW karena merupakan ketuaa daerah, atau kalau mencuri dan
begal sih polisi ya karena biar bisa diproses di jalur hukum.
RSA48: Berarti ketua RT/RW masih cukup berpengaruh ya bu?
MS48: Iya toh mbak. Kan di lingkungan ini mereka yang bertanggungjawab
sama kesejahteraan warganya.
RSA49: Ehm, iya hehe. Kalau tentang mobilitas sosial nih bu, dalam lingkungan
pekerjaan dan organisasi apakah ibu pernah pindah tempat bekerja atau
pindah jabatan? Kalau pernah, pekerjaan dan jabatan apa?

113
MS49: Nggak pernah sih mbak. Kalau di organisasi PKK pun saya tetap jadi
sekretaris.
RSA50: Hmm, selanjutnya, apakah Ibu pernah bepergian antar daerah dalam
setahun terakhir? Kalau iya, kemana saja ibu biasa pergi?
MS50: Ya sering, biasanya saya ya ke luar desa/kelurahan dan ke luar kota sih
kalau dalam setahun terakhir.
RSA51: Seberapa sering Ibu bepergian ke luar desa, kota, provisi, pulau, dan
negeri?
MS51: Kalau ke luar desa sih selalu ya mbak, kalau lainnya itu ya pernah tapi
jarang-jarang.
RSA52: Ehmm, oke. Pertanyaan selanjutnya berkaitan dengan tradisi di tempat
tingga. Hm, apakah di lingkungan tempat tinggal Ibu tradisinya masih
ada? Seperti tasyakuran, lomba agustusan, pengajian, megengan, tahlilan,
malam tirakatan, dll?
MS53: Masih mbak, di sini semuanya masih ada.
RSA54: Menurut Ibu, apa sih manfaat dari adanya tradisi tersebut di lingkungan
sini?
MS54: Ya biar lebih dekat sama tetangga-tetangga, mempererat tali silahturahmi,
biar saling mengenal gitu
RSA55: Menurut Ibu, gaji/upah itu termasuk takdir, hukuman dari alam, adanya
proses dari alam, atau kesalahan diri sendiri?
MS55: Menurut saya gaji itu termasuk kesalahan diri sendiri, iya toh mbak?
Soalnya kalau kita males ya gajinya semakin kecil, kalau kita rajin,
pekerjaannya oke, jabatannya oke, ya gajinya semakin besar.
RSA56: Emm, okee. Kalau bencana alam, menurut ibu termasuk takdir, hukuman
dari alam, adanya proses dari alam, atau kesalahan diri sendiri?
MS57: Bencana alam itu karena adanya proses alam, bener nggak mbak?
Soalnya, contohnya ya, banjir terjadi karena musim hujan yang panjang,
angin puting beliung atau angin apa itu mbak yang pernah ada di tv saya
lihat waktu itu, nah itu terjadi karena musim kemarau panjang kalau
nggak salah, terus gunung meletus karena pergerakan magma, dan lain-
lain.
RSA58: Kalau Kematian dan sakit bu?
MS58: Kematian itu takdir Allah mbak, di luar kuasa manusia. Soalnya setiap
orang nggak tahu kapan waktunya dipanggil. Kalau sakit itu ya gara-gara
kesalahan sendiri, soalnya nggak bisa jaga pola makan atau pola hidup
yang sehat
RSA59: Hehe iya bener bu. Nah kalau kondisi anak, kecelakaan, permasalahan
rumah tangga, menurut ibu itu termasuk takdir, hukuman dari alam,
adanya proses dari alam, atau kesalahan diri sendiri?
MS59: Ehm sek-sek, kayaknya kesalahan diri sendiri yaa mbak. Kecelakaan bisa
dihindari kalau berhati-hati

114
RSA70: Oke, selanjutnya. Diantara kitab suci , perkataan orang terpandang
(Tokoh masyarakat), perkataan orang berpendidikan, dan hukum Negara,
manakah yang biasa Ibu gunakan dalam pengambilan keputusan sehari-
hari?
MS70: Ya kitab suci lah..
RSA71: Hehehe. Lalu, di awal-awal tadi kan dapat diketahui kalau di tempat
tinggal Ibu itu terdapat peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis, nah
dalam kegiatan sehari-hari di lingkungan masyarakat, apakah Ibu
menjadikan peraturan-peraturan tersebut sebagai pedoman?
MS71: Pedoman itu berarti diterapkan atau dipatuhi kan?
RSA72: Iya bu
MS72: Hm ya dijadikan pedoman mbak, soalnya kalau melanggar kan berarti
nggak patuh dan merugikan orang lain
RSA73: Pertanyaan selanjutnya, di dalam rumah tangga siapa yang menentukan
keputusan pembagian pekerjaan rumah, jumlah anak, mengikuti progam
KB, pendidikan anak, pemilihan jodoh, dan pembagian warisan?
MS73: Yang menentukan pembagian pekerjaan rumah saya, yang mau punya
anak 2 saja dan ikut program KB juga saya, yang menentukan pendidikan
anak semua anggota keluarga, kalau pemilihan jodoh ya terserah anak
toh, kalau pembagian warisan ya seluruh anggota keluarga.
RSA74: Kenapa Ibu memilih untuk KB dan punya anak cukup 2 saja? Dan
kenapa yang menentukan pendidikan anak itu seluruh anggota keluarga?
MS74: Jawaban buat pertanyaan pertama, karena saya merasa ya 2 anak cukup
lah mbak sesuai dengan program dan anjuran pemerintah, lalu untuk
pertanyaan kedua jawabannya ya kalau masih TK ya saya dan suami lah
yang berdiskusi kira-kira lebih baik sekolah dimana, tapi kalau sudah
besar ya keputusan bersama semua anggota keluarga lah mbak, baik saya,
suami, atau anak saya. Jadi ya anak yang milih pengennya dimana, tapi
saya dan suami juga ikut mengarahkan mana yang baik mana yang
kurang baik begitu
RSA75: Hmm begitu ya bu.
MS75: Iya mbak
RSA76: Oke bu, beralih ke pertanyaan yang lain ya. Apakah salam 5 Tahun
terakhir ini Ibu mengikuti Pemilu?
MS76: Sebagai warga negara yang baik, saya selalu ikut pemilu dong
RSA77: Hahaha. Menurut Ibu, diantara tingkat pendidikan, kepemilikan sertifikat
pendidikan non formal, piala penghargaan, kecakapan dalam memimpin,
dan kesopanan, manakah yang menjadi dasar Ibu memilih seorang
pemimpin?
MS77: Yatingkat pendidikan, penghargaan, kecakapan dalam memimpin, sama
kesopanan sih mbak.
RSA78: Menurut Ibu, bagaimana kinerja kepala lingkungan tempat tinggal Ibu?
MS78: Wah baik, Pak RT dan RW yang sekarang ini baik, prokernya mantap.

115
RSA79: Lalu, untuk pembuatan akte kelahiran, surat identitas diri, pelayanan
kesehatan dasar, dan keperluan surat menyurat lainnya, menurut ibu
apakah kualitas pelayanannya sudah baik, tepat, dan cepat?
MS79: Menurut pengalaman pribadi saya sih, selama ini semuanya sudah oke ya
mbak. Sudah tepat, sudah baik, dan cukup cepat.
RSA80: Hmm, kemudian menurut Ibu bagaimana kondisi sistem pemerintahan di
wilayah atau daerah tempat tinggal Ibu?
MS80: Nah ini, menurut saya kurang sih mbak hahaha lah bupatinya aja
ketangkap gara-gara korupsi
RSA81: Hahaha, iya ya bu. Aku juga mikirnya gitu. Nah ini nih bu, berarti kepada
siapa Ibu lebih puas dengan kinerja kepemimpinannya? Apakah RT/RW,
Lurah, Camat, atau Gubernur? Kan kalau Bupati udah nggak memuaskan
kan hehe
MS81: Hahaha, kalau saya sih lebih puas sama lurah mbak. Karena saya juga
kerja di kelurahan, jadi kurang lebih tau lah cara kerja beliau seperti apa
RSA82: Oke bu. Nah Ibu kan sering ikut musyawarah/rapat di lingkungan tempat
tinggal nih, nah ketika rapat itu siapa yang paling dominan dalam
menentukan setiap keputusan yang diambil?
MS82: Kalau di sini biasanya ya warga setempat sih mbak, lewat suara
terbanyak
RSA83: Lalu, ketika ada kegiatan yang akan dilakukan, biasanya warga setempat
melapor/minta ijin ke siapa?
MS82: Ke ketua RT/RW
RSA83: Nah apabila terjadi perselisihan,antar warga, siapakah yang dimintai
tolong/dipercayai untuk menyelesaikan masalah tersebut?
MS83: Umumnya sih ya RT/RW, namanya kan Rukun Warga dan Rukun
Tetangga, jadi ya beliau selaku pemimpin setempat yang
bertanggungjawab atas kerukunan warganya, ketentraman dan
kenyamanan warganya
RSA84: Nah menurut Ibu, apakah kepala lingkungan di sini sudah menentukan
keputusan dan menangani masalah dengan baik?
MSA84: Sudah
RSA85: Pertanyaan yang terakhir, apakah RT/RW, Lurah, Camat, dan Gubernur
sudah menjalankan tugasnya dengan baik?
MSA85: Semuanya sudah baik mbak menurut saya, ya cuman bupati aja itu yang
kurang hehe
RSA86: Sudah selesaii. Sekali lagi saya ucapkan banyak terimakasih karena
sudah bersedia untuk saya wawancara cukup lama. Mohon maaf juga
karena saya sudah menyita banyak waktu Ibu
MSA86: Nggih mbak, sama-sama. Semoga barokah
RSA87: Aaminn

116
CINDY AULIA PUTRI

C: assalamualaaikum pak

R: waalaikum salam dek,

C: begini pak, menurut bapak kegiatan masyarakat disini ini bentuknya seperti apa pak kalau
bisa dijelaskan

R: kalau kegiatan diisini ya bayak mulai dari kegiatan yang rutin maupun tidak. Untuk
kegiatan yang rutin sih biasanya seperti arisan rt ibu-ibu, arisan sekaligus musyawarah warga,
megengan di mushola, baritan di perempatan, maleman di mushola saat bulan ramadhan, dan
biasanya juga ada bazar. Tapi ya sekarang karena ada virus ini beberappa kegiatan juga
belum bisa dilakukan seperti bazar, karena yan datang itu buanyak orangnya. Jadi beesiko
ntuk dilakukan

C: kegiatan tersebut biasanya warga sekitar sering ikut apa ndak pak ?

R kalau biasanya, Alhamdulillah masih banyak yang ikut nak. Yang sering banyak orang iku
ya selamatan, maleman, arisan rt ibuk-ibuk sama bapak-bapak. Kadang kalau menjelang har
hari yang penting itu juga kerja bakti untuk membersihkan mushola. Meskipun juga ada
beberapa orang yang belum bisa ikut kegatan masyarakat, tapi mereka juga biasanya
nyumbang kopi ataupun rokok.

C: menurut bapak kalau suatu kegiatan diakukan bersama sama masyarakat itu penting ga pa
?

R: hoalah.. sangat penting. Sekarang itu jamannya hp sama internet. Bisa kita ngobrol lewat
begitu. Tapi kadang kalau di jalan ga nyapa yo sama saja gak baik. Jadi kalau antar warga
disini itu kalau ada kegiatan itu mesti llewat bende-bende (toak mushola) kalau ga datang
kerumah satu persatu. Kalau kita ada kegiatan itu kayak kurang enak kesannya selain itu ya,
begini kalau kita ada kegiiataan sama masyarakat iitu di lingkungan kita nantinya juga akan
kelihatan guyub nak. Banyaak sekarang nak muda yang kurang kenal sama yang umurnya
udah sepuh di desa. Ya itu karena kurang kegiatan bersama jadnya pada nggak kenaal.
Sedangkan kalau ada kegiatan kan bisa salling interaksi , omong-omongan dang a canggung
kalau nantinya ketemu di luar. Selain itu sebeenere ini ittu juga melatih dan menilai
kerjasama dari seseorang. Apakah orrang itu mampu untuk hidup bersama di masyarakat.
Selain itu nanti kalau ada masyarakat yang punya masalah kalau minta bany=tuan nanti juga
ndak akan sungkan.

C: kalau bapak sendiri itu kalau kegiatan antar warga sering ikut ga?

R: ya kkarena disini saya sebgai ketu rt ya pastinya saaya juga meluangkan waktu. Karena
kan kalau nank hadir ya gimana gitu. Nah kalau saya sangat ga bisa ditinggal acaranya itu
saya kasih kepercayaan sama salah satu warga untuk tanggung jawab sama acaranya.

C : kalau disini itu ada peraturan pak, sama mungkin kalau ada itu gimana masyarakat
menanggapinya?

117
R: kalau peraturan mesti ada ya. Tapi kalau disini peraturan yang digunakan lingkungan sini
itu pokok nggak neko-neko sama aturan dari Negara sama aturan agama. Nggak ada
peraturan tertuis buat warga sini. Pokok ya itu nggak ngelanggar aturan negara sama agama.

C: kalau pak ada peraturan ini ada yang ngelanggar begit gimana pak masyarakat sini, sama
kalau itu berner terbukti yang beri sanksi siapa pak?

R: kalau disini ada yang ngelanggar ya dilihat dulu dek masalahnya apa. Nggak bbisa satu
masalah dipukul sama rata. Kalau masalahnya kecil biasanya itu diselesaikan secara
kekeluargaan saja. Biasanya yang masalah begini itu ada tetangga yang berantem. Nah itu
biasanyaa saya kalau mendapat laoran ya saya lihat dulu masalahnya kok bisa jadi beegini.
Kalau dirasa saya bisa masuk kedalam penyelesaiannya ya saya masuk, kalau tidak . ya saya
biasanya buat momen yang menyatukan tetangga biasanya acara bazar dan lain-lain. Kalau
masalahnya ituu menyangkut aturan Negara itu ya kaitannya naanti koordinasi juga sama pak
lurah buat penyelesaian. Dan biasanya pak lurah juga langsung menghubungi polisi sebagai
yang berwenang. Kalau masalah aturan agama yang dilanggar ya kita sebisa mungkin
selesaikan juga secara kekeluargaan dengan memberi nasihat nasihatt ringan. Tapi kalau
masalahnya itu besar seperti perzinaan itu kita Cuma jadi pihak ketiga yang netral nanti
keputusan finalnya juga tergantung sama pihak keluarga masing-masing. Tapi Alhamdulillah
kalau masalah agama belum pernah ada sih

C: pak kalau fasilitas umum yang digunakan masyarakaat disini ini kayak gimana pak
menurut bapak?

R: kalau menurut saya yan , cukup baik sihh. Karena jalan jalan juga sudah diaspal korea
(aspal yang mulus) nah selain itu kalau jembatan yang dibarat itu rusak sama pemerintah desa
juga langsung dibenahi sih beberapa kali ini jadi saya lihatnya. Selain itu saluran irigasi yang
ada juga . cukup bagus lah.

C : kalau fasilitas seperti media komunikasi sama hiburan giimana pak

D: kalau untuk fasilitas komunikasi ya ndank semua orang pakai. Mungkin sama anak muda
sama orang – orang yang umurnya masih muda gitu, kalau yang seumuran saya ini yang
sepuh sepuh pakai handphone biasa yang ndak ada internetnya. Yang ada internetnya ya itu
yang anak muda. Sama beberapa orang juga ndak pegang handphone ,tapi anak nya atau
cucunya biasanya itu yang punya akses internrt juga. Kalau sarana hiburan biasanaya kita
nonton tivi, disetiap rumah kalau lingkungann sini punya tv. Biasanya orang –orang juga
pada lihat wayang tapi jarang kalau satu desan biasanya juga didesa lain yang ada
wayangnya. Sama kalau dapat informasi itu biasanya juga dari tv juga . jarang kalau dari
internet. Ya anak muda yang tau nanti baru ddisampaikan ke rang tuanya.

C: kalau untuk kebuutuhan disini emenuhannya gimana pak

R: kalau untuk kayak kebutuhan pokok sepeerti pangan itu di sekitar lingkungan banyak yang
jual, biasanya mereka yang jual itu belinya di ibukota kecamatan. Untungnya lingkungan kita

118
in dekat sama ibukota kecamatan, jadi nggak susah kaalu mau beli. Kalo kebutuhan
elektronik ya harus ke ibukota kecamatan baru ada. Kalau kebutuhan seperti montor ataupun
kendaraan roda 4 ya harus keekota nak baru bisa.

C: kalau disini penggunaan bahaasanya gimana pak?

R: kalau disini ya biasanya kalo anak muuda ya biasanya bahasanya itu yang ngoko karena
kaatanya lebih bisa deket gitu. Kalau yang gak sepuh kayak saya ya biasaya campur. Kadang
bahasa jawa ngoko kadang juga halus tergantung sama situasinya.

C: kalau disini orang orangnya kerja nya pada didaerah sini apa harus keluar kota gitu pak ?

R : kalau orang disini kerjanya kebanyakan sih tetap disini—sini saja jarang yang sampai
harus keluar kota. Mungkin ada yang beberaapa keluarkota seperti ke Surabaya, papua, sama
Jakarta tapi dikit. Sama mungkin sama anak yang kuliah itu kadang yak e malang, Surabaya
apa jogja gitu , ada juga yang ke bandung

C: kalau fasilitas pendidikan disini bagaimana pak ?

R kalau di desa kita itu ada 2 SD nya jadi ena sih . desa kita juga bisa lah kalau anak – anak
nya disekolahin didesa sendiri . tapi beberapa juga keluar desa biasanya orang tua yang pegen
sama sekolah agamanya juga. Kalau smp juga cukup deka ada 2 smp yang bagus juga di
wilayah kita. Kalau sma sih tetep bagus di kota nak. Nggak tahu juga kenapa tapi memang
bagus dikota.

C: kalau sepeerti pmeriintahan yang bapaak lihat disini apaka sudah baik ataau gimana?

R : kalau yang saya lihat dari lni terdekat ya sudah baik. Kemarin anak saya ngurus surat-
surat juga cepet nak ke kepala desanya. Nanti kadang juga direkomendasikan untuk ke
kecamatan kalau suratnya itu penting. Sama disini kaalu dana desa juga cukup transparan.
Karena dana desa itu hal hal yang dikeluarkan itu di jadikan banner pengeluarannya apa aja.
Terus biasanya ditempel di kantor desa.

119

Anda mungkin juga menyukai