Anda di halaman 1dari 4

SEJARAH SEBAGAI SENI

Findin Owiyun Olby1 , Pathet Diva Anis Nur Fadila2


1, 2, 3
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
owiyunfindin@gmail.com1 , dipafadila1@gmail.com2

Abstrak
Peristiwa masa lalu hanya menginggalkan sebagian kecil informasi
sehingga seringkali hanya berupa penggalan-penggalan kisah, Sering dari kita juga
diajukan beberapa pertanyaan: "Apa sejarah itu?" atau ada pertanyaan seperti ini
"Kita harus belajar dari sejarah", pertanyaan-pertanyaan yang kelihatannya sangat
sederhana dan sangat mudah atau mungkin banyak dari kita menganggapnya remeh
ternyata tidak dapat menjawabnya. Oleh karena itu, kita harus mengetahui apa itu
sejarah, mengapa sejarah bisa dijadikan sebuah ilmu, dan apa peranan serta
manfaatnya di kehidupan. Sejarah adalah pengalaman hidup manusia pada masa
lalu dan berlangsung terus-menerus sepanjang usianya. Sejarah merupakan drama
kehidupan yang kebenaranya bisa dibuktikan dan ditulis melalui metode ilmiah dan
memuat unsur seni yang kental sehingga cerita sejarah akan selalu menarik minat
menyimak dan mempelajarinya.1
Ada kriteria tertentu peristiwa dapat dikatakan sebagai sejarah. Ada juga
yang mengatakan sejarah adalah ilmu yang mempelajari sebab akibat. Untuk para
sejarawan, hal terpenting adalah bagaimana meyakinkan para pembaca bahwa apa
yang ditulisnya benar, dan tulisannya itu benar sesuai fakta yang benar-benar ada.
Suatu peristiwa menjadi bermakna dan menyenangkan apabila kita mengetahui
mengapa dan bagaimana peristiwa itu dapat terjadi.
Kemudian peran seni dalam sejarah memberi karakter kuat pada setiap
peristiwa dan para pelakunya, sehingga sejarah akan menjadi sarana rekreatif ketika
mempelajarinya. Ilmu sejarah sebagai seni menghasilkan penjelasan yang berbeda-
beda walaupun informasi mengenai peristiwa itu sendiri relatif sama. Sejarah
sebagai seni tidak dilihat dan dipandang dari perspektif nilai-nilai etik dan logika.
Akan tetapi, nilai-nilai estetika digunakan untuk melihat konsep yang terkandung
di dalam ilmu sejarah. Kemudian, sejarah sebagai seni disebabkan oleh kerangka
penulisan dari kisah sejarah itu sendiri. 2

1
M. Dien Madjid Johan Wahyudhi, Ilmu Sejarah Sebagai Pengantar.( Ciputat:
KENCANA 2014), hal 35
2
Heryati, 2017. Pengantar Ilmu Sejarah.(Palembang: Universitas
Muhammadiyah Palembang 2017, hal 29
Sejarah Sebagai Seni
Proses pengumpulan data dan informasi sejarah sendiri sudah merupakan
seni tersendiri. Narasumber yang sama, sangat mungkin memberikan informasi
yang berbeda pada dua orang pewawancara yang berbeda.
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam sejarah sebagai seni antara lain;
a. Imajinasi
Sejarah tanpa imajinasi akan terasa kaku dan membosankan. Oleh
karena itu, sejarawan harus mempunyai imajinasi untuk penelitiannya.
Sejarawan tidak mungkin kembali pada masa lalu untuk mengetahui
bagaimana latar belakang. Biasanya sejarawan menceritakan detail dengan
demikian akan sangat berguna dalam memandu keseriusan pembaca
sejarah. Dalam historiografi atau penulisan sejarah, penambahan peran
keadaan alam sekitar, kemungkinan perbuatan yang dilakukan serta emosi
yang tergambar merupakan unsur-unsur yang menjadi daya hidup bagi kisah
sejarah. Pembaca akan serasa berada dalam sejarah tersebut dan
memperhatikan secara detail apa yang mereka lakukan serta bagaimana air
muka mereka saat itu. Dengan begitu, maka membaca sejarah akan seperti
menyaksikan suatu film layar lebar.
Setiap kegiatan penelitian dan penulisan sejarah selalu memerlukan
imajinasi dari sejarawan diperlukan untuk membayangkan beberapa
kemungkinan yang berkaitan dengan beberapa pertanyaan 5W+1H.

b. Sastra atau gaya bahasa


Gaya bahasa merupakan salah satu daya tarik, kemampuan
sejarawan dalam menulis menjadi penentu suatu kisah sejarah. Hasil
penulisan sejarah tersebut menarik atau tidak, tergantung pada gaya
penyampaiannya. Gaya Bahasa yang baik tidak berarti menggunakan
bahasa yang berlebihan. Di dalam penulisan sejarah harus menggunakan
Bahasa yang efektif. Kadang-kadang Bahasa sederhana justru lebih menarik
dan komunikatif. Seorang sejarawan harus mampu memberikan deskripsi
peristiwa sejarah layak nya seorang pelukis naturalis. Karena kemampuan
seorang penulis tidak jarang membuat orang layaknya terhipnotis untuk
terus membaca. Kekayaan pengalaman batin dan kreativitas penulis
menjadi modal utama dalam menuliskan sejarah sebagai seni. Gaya bahasa
yang terlalu menampilkan unsur sastrawi secara berlebihan pun dapat
mencederai pokok penceritaan karena dapat menggeserkan wibawa
sejarawan sendiri, utamanya terkait profesionalitasnya. Sejarah
menggunakan gaya bahasa yang elok diperbolehkan selama tidak terfokus
pada indahnya bahasa yang lantas berimplikasi pada pemborosan kata yang
merusak ritme bertutur khas sejarawan, yakni menampilkan kekuatan cerita.
Penggunaan gaya bahasa yangmemadai akan menghantarkan pembaca tidak
sekedar menerima informasi sejarah yang di baca, melainkan juga
memberikan kekuatan inspiratif, kekuatan imajinatif, dan
kekuatan edukatif.
c. Emosi
Meski sejarah ditulis berdasarkan fakta, tetapi emosi diperlukan. Mengapa?
Karena objek sejarah yakni manusia, yang memiliki perasaaan yang beragam.
Tanpa emosi manusia dalam sejarah bagaikan robot yang bekerja. Ilustrasi
memikat dapat membentuk format kisah yang mengaduk perasaan pembacanya.
Keterlibatan emosional tersebut mulai tampak sejak proses interpretasi maupun
proses penulisan suatu peristiwa sejarah. Dengan keterlibatan emosional seperti
itu, maka sejarawan akan dapat menyatukan perasaannya dengan peristiwa
sejarah yang menjadi objek kajian. Keterlibatan emosional inilah yang
membuat sejarawan berhasil menyajikan suatu tulisan sejarah yang hidup
sehingga pembacanya seolah-seolah dapat merasakan dan atau mengalami
peristiwa yang dimaksud. Sejarah memerlukan emosi karena sejarah yang
dibahas adalah sejarah manusia. Manusia utuh adalah seorang pribadi yang bu
kan saja memiliki pikiran, namun juga memiliki perasaan. Untuk itu, didalam
membuat deskripsi sejarah, seorang sejarawan harus mampu menyatukan diri
secara terpadu dengan objek yang ingin dideskripsikan. Bercerita tentang
sejarah harus mampu menghadirkan objek ceritanya kepada pembaca atau
pendengarnya seolah-olah mereka berhadapan sendiri dengan tokoh yang
diceritakan.

d. Intuisi
Kerja seoraang sejarawan tidak cukup hanya mengandalkan metode dan
rasionalitas yang dimilikinya, melainkan juga memerlukan intuisi yang
berlangsung secara naluriah. Ini terjadi bukan saja dalam tahap interpretasi
ataupun historiografi, melainkan berlangsung pada seluruh proses kerja
sejarawan. Dalam memilih topik, sejarawan sering tidak bisa mengandalkan
ilmu yang dimiliki. Ia akan memerlukan ilmu sosial dalam menentukan sumber
apa saja yang harus dicari, demikian pula dalam interpretasi data. Sejarawan
memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan insting selama
masa penelitian berlangsung. Setiap langkah memerlukan kepandaian
sejarawan dalam memutuskan apa yang harus dikerjakan.

Sumbagan seni memberikan karakterisasi yang berupa karakterisasi pada biografi


Sejarawan mungkin tidak terlalu sadar bahwa ia harus menggambarkan watak
orang dalam deskripsi nya. Sejarah yang berhubungan dengan peristiwa tidak
begitu peduli dengan watak orang. Dengan melukiskan tentang watak orang-orang
dalam ekspedisi itu, dengan kata lain, dengan biografi kolektif, akan lengkaplah
sejarah kita.
Seni memberi struktur kebanyakan sejarawan tidak menyadari pentingnya struktur
atau plot atau alur dalam tulisannya. Sekalipun alur dalam sastra berbeda dengan
alur pada sejarah, tetapi ada persamaannya. Alur dalam novel dapat dibagi dalam
tiga tahap: pengenalan, krisis, dan solusi. Sejarawan sering tergesa-gesa menulis. 3

KESIMPULAN
Jadi jika sejarah dimaknai sebagai tindakan manusia di masa lalu atau laporan
tentang tindakan manusia yang didasarkan pada penelitian dan interpretasi
hubungan antara seni dan sejarah sangat erat. Dalam hal ini, seni dapat menjadi
bagian dari data sejarah dan seni kadang-kadang merupakan sejarah itu sendiri.
Kebanyakan orang sepakat dengan pandangan ini. Di lain pihak ada yang ber-
pendapat, bahwa sejarah tulis dapat dianggap karya seni dan seni serta sejarah lebih
mendasarkan pada pertimbangan nilai daripada pertimbangan faktual. Apa pun
pendapat orang tentang seni dan sejarah, hubungan keduanya cukup erat dan
mempunyai peran sendiri-sendiri yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Tidak
dapat disangkal bahwa karya seni merupakan peristiwa sejarah dari suatu zaman.
Oleh sebab itu, untuk memahami seni dari suatu zaman tertentu secara utuh, perlu
memahami sejarah dari zaman tersebut, dan untuk memahami sejarah dari suatu
zaman secara utuh perlu mengetahui dan memahami seninya. Perlu juga diketahui
bahwa sejarah dan seni tetap berbeda, dan mengacaukan keduanya merupakan
kesalahan. Walaupun demikian, ada kesamaan di antara keduanya. Dalam seni
dapat dimasukkan fakta-fakta, sebaliknya.

DAFTAR RUJUKAN
Kuntowijoyo, 1995. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka
Wahyudhi M. Dien Madjid Johan, 2014. Ilmu Sejarah Sebagai Pengantar.
Ciputat: KENCANA
Heryati, 2017. Pengantar Ilmu Sejarah. Palembang: Universitas Muhammadiyah
Palembang

3
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah. (Yogyakarta: PT Bentang Pustaka 1995)
hal 64

Anda mungkin juga menyukai