Anda di halaman 1dari 2

Sejarah sebagai Ilmu dan Seni Penyusunan cerita sejarah sebenarnva dapat dilakukan

kapan saja dan oleh siapa saja. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak kita dengar cerita
sejarah dari juru kunci sebuah makam keramat, petunjuk jalan (guide) turis asing, dan
saksi-saksi di pengadilan. Semuanya memberikan uraian logis berdasarkan akal sehat
(common sense), imajinasi, keterampilan membawakan cerita supaya menarik, serta
pengetahuan tentang fakta vang berkaitan dengan peristiwa tersebut. Seseorang yang
ingin tahu tentang suatu kejadian, misalnya suatu kecelakaan akan menanyakan tentang
proses kejadian tersebut. Pada umumnya mereka sudalh cukup puas dengan jawaban
yang diterimanya. Selanjurnya, kemampuan si pengisah bercerita dengan menggunakan
gaya bahasa yang menarik. bergairah, dan hidup akan memikat perhatian. Sering kali
gaya bahasa akan menambah nilai sastra sehingga dapat digelongkan sebagai hasil
karya sastra. Di sinilah berlaku suatu ungkapan bahwa sejarah di satu pihak sebagai ilmu
dan di lain pihak sebagai seni.
a. Sejarah sebagai Ilmu Sejarah sebagai ilmu memiliki teori dan metodologi. Perlunya
teori dan metodologi dalam sejarah sebagai ilmu karena penulisan sejarah tidak semata-
mata bertujuan untuk menceritakan suatu kejadian. Namun, penulisan sejarah juga
bermaksud untuk menerangkan kejadian itu dengan mengkaji sebab-sebabnya, kondisi
lingkungannya, dan konteks sosial budayanya, Pendek kata menerangkan semua
komponen, baik internal maupun eksternal. Sebagai ilmu, sejarah memiliki ciri-ciri
sebagai berikut. 1) Empiris Empiris berasal dari kata empeiria dari bahasa Yunani Sejarah
sangat bergantung pada pengalaman manusia. Pengalaman tersebut direkam V dalam
dokumen dan peninggalan-peninggalan sejarah lainnya. Sumber-sumber sejarah
lersebut, kemudian diteliti oleh sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta tersebut
dinterpretasikan, kemudian dilakukan penulisan sejarah yang berarti pengalaman.
Latin objectus artinya yang berada di 2) Memiliki Objek Kata objek berasal dari bahasa
Jadapan, sasaran, atau tujuan. Setiap ilmu harus memiliki tujuan dan objek Anaterial
Umembedakan dengan ilmu yang lain, Sebagaimana banyak ilmu lainnya. objek yang
dipelajarı oleh sejarah sebagai ilmu adalah manusia dan masyarakat. Akan tetapi,
sejarah lebih menekankan sasarannya kepada manusia dalam sudut pandang waktu.
atau sasaran yang jelas yang 3) Memiliki Teori Dalam bahasa Yunani, theoria berarti
renungan. Sama seperti ilmu sosial lainnya. ejarah mempunyai teori yang berisi
kumpulan kaidah-kaidah pokok suatu ilmu, seperti Veori tentang nasionalisme, teori
geopolitik, teori struktur fungsional, teori Challenge Cnd Response oleh Arnold Toynbee,
teori konflik sostal dari Karl Marx, dan teori Future Shock oleh Alfin Tofler
4) Memiliki Metode Istilah metode berasal dari bahasa Yunani methodos berarti cara.
Menurut Sartono Kartodirdjo metode adalah cara bagaimana seorang peneliti
memperoleh pengetahuan (Sartono Kartodirdjo, 1992). Berkaitan dengan ilmu sejarah
maka metode berarti cara bagaimana seorang pencliti mengetahui peristiwa sejarah.
Dalam rangka penelitian sejarah, maka sejarawan mempunyai tradisi ilmiah berupa
patokan metode tersendiri. Beberapa metode dalam penelitian sejarah misalnya,
wawancara, observasi, dan penelițian kepustakaan. Misalnya dalam penelitian peristiwa
Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, maka sejarawan mengumpulkan sumber-
sumber sejarah dengan cara meneliti arsip-arsip, melakukan studi kepustakaan, meneliti
sumber-sumber rekaman, melakukan observasi lapangan, dan melakukan wawancara
dengan tokoh-tokoh yang masih hidup. b. Sejarah sebagai Seni Sejarah dikatakan
sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, scorang sejarawan memerlukan
intuisi, imajinasi, emosi, dan bahasa. gaya
O 1) /Intuisi Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan
insting selama masa penelitian berlangsung. Sering kali dalam rangl a memilih suatu
penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini, cara kerja sejarawan sama
dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian, dalam menuliskan hasil
karyanya seorang sejarawan harus tetap berpijak kepada data yang relah diperolehnya
2) Imajinasi Dalam melakukan pekerjaan- nya, seorang sejarawan harus dapat
membayangkan apa yang sebenarnya terjadi, apa yang sedang terjadi, dan apayang
terjadi sesudah itu. Misalnya, dalam rangka menggambarkan Perang Aceh, la harus
mampu berimajinasi mengenai pantai, hutan, desa, meunasah, istana, masjid, dan
bukit-bukit, la mungkin akan bisa memahami Teuku Umar melalui pemahaman
imajinernya tentang pantai, perlawanan Tjoet Nyak Dhien melalui hutannya dan cita-cita
Perang Sabil lewat imajinasinya tentang desa, meunasah, dan masjid
9. Emosi Pada akhir abad ke-18 dan awat abad ke-19, sejarah dianggap sebagai cabang
dari sastra. Akibatnya, penulisan sejarah disamakan dengan menulis sastra. Oleh karena
itu, dalam penulisan sejarah harus dengan keterlibatan emosional. Seseorang yang
membaca sejarah penaklukan Maksiko, jätuhnya Romawi, atau pelayaran orang Inggris
ke Amerika, harus dibuat seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa itug
Đatam hal ini, penulis sejarah harus punya empati yang tinggi (dalam bahasa Yunani
empatheia berarti perasaan) untuk menyatukan perasaan dengan objeknya
diharapkan dapat menghadirkan peristiwa sejarah, seolah-olah mengalami sendiri
peristiwa itu. Untuk sejarah kebudayaan hal ini sangatlah penting. Dalam sejarah
Indonesia tentang revolusi, perang, dan pemadaman pemberontakan, penulisan sejarah
dengan penghadiran perasaan juga sangat penting untuk mewariskan nilai- nilai
perjuangan. 4) Gaya Bahasa Gaya bahasa yang baik, bukan berarti gay bahasa vang
berbunga-bunga Sering kali gaya bahasa yang lugus justru lebih menarik Gaya bahasa
yang berbelit-belit dan tidak sisrematis merupakan gaya bahasa vang burul Dalam
penggunaan gaya ini haruslah diperhatikan penggunaan istilah dan idiom yang terkait
dengan suatu zaman dan berbeda artinya dengan yang lainnya. Misalnya, istilah siap
pada masa awal revolusi kemerdekaan tahun 1945 berkonotasi kepada bahasa
kewaspadaan menghadapi bahaya, baik musuh maupun bentuk-bentuk kejahatan
lainnya. l'ada masa Orde Lama penggunaan istilah-istilah yang ekspresif sangat populer,
seperti ganyang, labrek, terjang lawan, bongkar, dan kepruk. Contoh lain pada masa
Orde Baru, istilah diamankan bisa berarti ditahan, dipenjarakan, dikucilkan, dan bisa
berarti dibunuh.
Sejarah sebagai seni memiliki kelemahan-kelemahan sebagai berikut. Berkurangnya
Ketepatan dan Objektivitas Ketepatan dan objektivitas sangat diperlukan dalam
penulisan sejarah. Ketepatan maksudnya kesesuaian antara fakta dan tulisan sejarah,
sedangkan objektivitas artinya vdak adanya pandangan individual dalam penulisan
sejarah. Penulisan sejarah berdasarkan kepada fakta, sedangkan seni merupakan hasii
imajinasi. Sejarah yang terlalu dekat dengan SERidianggap dapat mengurangi ketepatan
dan objektivitasnya. Penulisan Sejarah akan Terbatas Penulisan sejarah yang terlalu
dekat dengan seni akan terbatas kepada objek-objek yang dapat dideskripsikan.
Penulisan sejarah akan penuh dengan gambaran tentang perang dan biografi yang
penuh sanjungan, sedangkan tema-tema sejarah lain yang penting, seperti sejarah
ekonomi yang menyuguhkan angka-angka tidak akan ditulis.

Anda mungkin juga menyukai