Anda di halaman 1dari 88

1

• Gelombang Elektromagnetik
• Hukum Pancaran (Hukum Pergeseran Wien)
• Luminositas Bintang
• Terang bintang (Elluminance/fluks)
• Magnitudo (magnitudo mutlak dan magnitudo semu)
• Jarak Bintang (paralaks Bintang)
• Klasifikasi Bintang Berdasarkan kelas spektrum dan kelas
luminositas
• Diagram H-R
• Evolusi Bintang
• Gerak Sejati Bintang (proper Motion)
• Pergeseran doppler
• Magnitudo visual dan Magnitudo Fotografi
2
FOTOMETRI BINTANG
• Dalam penelitian bintang, satu-satunya informasi yang bisa
didapat ialah cahaya dari bintang tersebut. Cahaya adalah
gelombang elektromagnet, yang merambat tegak lurus arah
getarannya (transversal). Dalam perambatannya, jarak
yang ditempuh cahaya per detik yaitu panjang gelombang
() dikalikan banyak gelombang dalam satu detik ( f ), selalu
konstan (disebut c), dinyatakan dengan

c =.f
Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = 299.792 km/s,
atau mendekati 3x108 m/s.
4
Berdasarkan panjang gelombangnya, cahaya dibedakan
menjadi :
1. Gelombang Radio:  1 mm
2. Inframerah: 7500 Å – 1 mm
3. Visual: 3800-7500 Å
4. Ultraviolet: 100-3800 Å
5. Sinar X: 1 – 100 Å
6. Sinar Gamma:  < 1 Å
Mata manusia normal hanya mampu melihat cahaya dengan
panjang gelombang visual, sementara untuk panjang
gelombang lainnya, perlu digunakan detektor lain.

5
Tidak semua radiasi gelombang elektromagnetik dapat
menembus bumi

6
Gelombang visual dibagi lagi menjadi daerah
warna-warna :

7
• Sifat-sifat pemancaran cahaya bintang ternyata mendekati
sifat-sifat pancaran benda hitam (benda ideal yang
menyerap semua energi cahaya yang diterimanya), yaitu
bintang memancarkan cahaya pada seluruh panjang
gelombang, mulai dari sinar gamma hingga gelombang
radio, namun intensitas (kekuatan) pancarannya tidak
merata untuk semua panjang gelombang, artinya ada
panjang gelombang tertentu dimana bintang akan paling
kuat memancarkan cahaya.

8
Secara matematis, panjang gelombang dimana
intensitas mencapai maksimum berbanding
terbalik dengan suhu efektif benda. Hal tersebut
dinyatakan oleh hukum pergeseran Wien, secara
matematis:
λm ak .T  0,2898
Dimana  dinyatakan dalam cm, dan temperatur
dalam Kelvin.
9
Hukum Pergeseran Wien menjelaskan bahwa:

1. Makin tinggi temperatur suatu benda hitam,


maka makin pendek panjang gelombangnya.
2. Hal ini dapat digunakan untuk menerangkan
gejala bahwa bintang yang temperaturnya tinggi
akan tampak berwarna biru, sedangkan bintang
yang temperaturnya rendah akan tampak
berwarna merah. (Hal ini yang menjadi dasar
1 klasifikasi bintang berdasarkan kelas
spektrumnya).
Contoh Soal 1:
Apabila matahari memiliki suhu 5880 K, maka
pada panjang gelombang berapakah matahari
akan memancarkan intensitas terbesar ?
Jawab: m 
0,2989

0,2989
Tef 5880
 4,928 x 10 5 cm  4928 A0
Matahari memancarkan cahaya dengan intensitas
maksimum pada bagian Hijau-biru dari gelombang
visual.
11
• Energi yang melewati satu satuan luas
permukaan bintang ke segala arah disebut
radiance (R), dinyatakan dengan
persamaan
R = .T 4
 =konstanta stefan Boltzman =
5,67x10-8 W/m2K4
12
13
Energi yang melewati seluruh permukaan bintang ke segala arah
disebut luminositas (L). Luminositas ini juga menyatakan daya
yang dipancarkan bintang dan menentukan kecerlangan asli
sebuah bintang. Didapat dari mengalikan radiance dengan luas
permukaan bintang, atau dinyatakan oleh

L  4 πR σT 2 4

Dimana R adalah radius permukaan bintang (m)dan luminositas


memiliki satuan Watt (dapat diibaratkan bintang adalah bola lampu
yang watt-nya sangat besar).
14
Contoh Soal 2:
Sebuah bintang radiusnya setengah radius matahari, namun
suhunya 4 kali suhu matahari, apabila keduanya berada
pada jarak yang sama dari pengamat, bintang manakah
yang akan tampak lebih terang ? Berapa perbandingan
terangnya ? 2 4
Jawab: L 4 R T
2 4
 R   T 
 
 
 
 

L M 4 R M TM
2 4
 M  M
R T
2 4
L 1 4
      64
LM  2   1 
Bintang tersebut akan tampak 64 kali lebih terang dari
15 matahari.
 Energi yang diterima pengamat (Elluminance/flux) ialah
sama dengan luminositas bintang dibagi dengan luas
permukaan sebuah bola yang memiliki radius jarak bintang
dari pengamat.
 Hal ini karena bintang meradiasikan cahaya ke segala arah,
dan dianggap energi total yang dipancarkan tidak berubah.
Maka energi (E) yang diterima pengamat berjarak d dari
suatu bintang berluminositas L ialah:
E= Elluminance/Fluks energi (Watt/m2)
L
E L = Luminositas (watt)
d = jarak pengamat ke bintang (m)
16
4 πd 2
Contoh Soal 3:
Bintang A dan B memiliki luminositas yang sama. Jika jarak
Bintang B adalah 5 kali lebih jauh dari bintang A, bintang
manakah yang tampak lebih terang dan berapa kali lebih
terang?
Jawab:
𝐿
Dari Persamaan Fluks Energi: E = dapat disimpulkan
4𝜋𝑑 2
bahwa: 2
E A 5 d A 
2
EA d B
 2
  2
EB d A EB dA
2
E A 25 d A
 2
 E A  25 E B
EB dA
17
Artinya bintang A lebih terang 25 kali dari bintang B
Contoh Soal 4:
Bintang A memiliki luminositas(daya) 20 kali dari bintang B.
Jika jarak Bintang A adalah 5 kali lebih jauh dari bintang B,
bintang manakah yang tampak lebih terang dan berapa kali
lebih terang?
Jawab:
𝐿
Dari Persamaan Fluks Energi: E = dapat disimpulkan bahwa:
LA 4𝜋𝑑 2
2 2
E A 4d A 2 LA d B 20 LB d B
 LB  . 2  .
EB 4d 2 LB d A LB 5d B 2
B
𝟓
20 LB d B
2 Artinya bintang B lebih terang atau
𝟒
 . 1,2 kali dari bintang A
LB 25 d B 2
Walaupun daya A jauh lebih besar dari
E A 20 5
18   EB  E A B tetapi karena A lebih jauh, ternyata
EB 25 4 masih lebih terang B
SOAL
Mana yang lebih terang?
a. Bintang P dan Q memiliki luminositas yang sama, tetapi
bintang P lebih dekat 3 kali dari bintang Q
b. Bintang M dan N memiliki luminositas yang sama, tetapi
bintang N lebih jauh 4 kali dari bintang M
c. Bintang A memiliki luminositas 25 kali dari bintang B
tetapi jarak A 5 kali lebih jauh dari B.
d. Bintang X memiliki luminositas 4 kali dari bintang Y dan
bintang X memiliki jarak 3 kali lebih jauh dari bintang Y
 Untuk menyatakan terang suatu bintang, astronom biasa menggunakan
satuan magnitudo, yang merupakan logaritma dari jumlah energi yang
diterima.

 Oleh pogson dinyatakan bintang bermagnitudo 1 seratus kali lebih


terang dari bintang bermagnitudo 6. Atau setiap beda satu magnitudo,
akan berbeda terang sebesar 2,512 kali . Secara matematis dinyatakan,

 E1  E1
m1  m 2   2 ,5 log   atau  2,512 (m1  m2 )
 E2  E2
E1
 2,512 (m2  m1 )
E2
20
Perhatikan letak E dan m bintang pertama dan
kedua! Dapat dilihat bahwa bintang yang lebih terang
akan memiliki magnitudo lebih kecil / lebih negatif.

Dari skala pogson, terdapat bintang yang magnitudonya


lebih kecil dari satu, misalnya Sirius, bintang kedua paling
terang di langit, memiliki magnitudo -1,46. Bahkan
Matahari (yang paling terang di langit) memiliki magnitudo
-26,7. Magnitudo yang kita lihat di langit dinamakan
magnitudo semu atau apparent magnitude.

21
Contoh Soal 5:
Tentukan beda kecerlangan (beda terang) dua buah bintang
yang memiliki selisih magnitudo:
a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5
Jawab:
Jika selisih magnitudo = 1, maka beda terangnya:
E1
 2,512 m1  m2
E2
E1
 2,5121  2,512  E1  2,512 E2
E2
Artinya bintang yang magnitudonya lebih kecil 1, maka lebih terang
2,512 kali.Misalnya Bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B
memiliki magnitudo 2, maka bintang A lebih terang 2,512 kali dari
22 bintang B
Jika selisih magnitudo = 2, maka beda terangnya:
E1
 2,512 m1  m2
E2
E1
 2,512 2  6,3  E1  6,3 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 3, maka beda terangnya:
E1
 2,512 m1  m2
E2
E1
 2,5123  15,8  E1  15,8 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 4, maka beda terangnya:
E1
 2,512 m1  m2
E2
E1
 2,512 4  40  E1  40 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 5, maka beda terangnya:
E1
 2,512 m1  m2
E2
E1
 2,5125  100  E1  100 E2
E2

Sehingga dapat disimpulkan


Selisih Magnitudo Beda Terang
1 2,512
2 6,3
3 15,8
4 40
5 100
Contoh Soal 6:
Bintang A memiliki magnitudo semu -1 dan bintang B +2.
Mana bintang yang lebih terang dan berapa kali lebih
terang?
Jawab
Magnitudo A Magnitudo B Selisih
-1 +2 2-(-1) = 3
Dari soal sebelumnya sudah didapatkan bahwa jika selisih
magnitudo = 3, maka beda terangnya = 15,8 dan yang lebih
terang adalah yang magnitudonya lebih kecil.
Jadi Bintang A lebih terang 15,8 kali dari bintang B

25
Contoh Soal 7:
Bintang A memiliki magnitudo 4 dan bintang B memiliki
magnitudo 2, maka
a. bintang A jaraknya lebih dekat ke Bumi dibandingkan
bintang B
b. bintang A terlihat lebih redup dibandingkan bintang B
c. bintang A berumur lebih tua dibandingkan bintang B
d. bintang A lebih panas dibandingkan bintang B
e. jawaban a,b,c dan d semua salah

26
Contoh Soal 8:
Bintang A memiliki tingkat kecerlangan 2 magnitudo lebih kecil daripada
bintang B. Bintang C 4 kali lebih redup daripada bintang A. Sedangkan
bintang D memiliki tingkat kecerlangan 1 magnitudo lebih besar dari
bintang B. Urutankecerlangan bintang-bintang tersebut mulai dari yang
paling redup adalah:
a. D-B-C-A b. A-C-B-D c. B-D-A-C
d. C-A-B-D e. A-B-D-C
Jawab
Magnitudo A lebih kecil 2 dari B, maka A lebih terang 6,3 kali dari B.
C = 4 kali lebih redup dari A, maka A lebih terang 4 kali dari C. Artinya
C lebih terang 2,3 kali dari B
Magnitudo D lebih besar 1 dari B, maka B lebih terang 2,512 kali dari
D.
27
Urutan dari paling terang: A-C-B-D
SOAL
Bintang P memiliki tingkat kecerlangan 1 magnitudo lebih
kecil daripada bintang Q. Bintang R 4 kali lebih redup
daripada bintang P. Sedangkan bintang S memiliki tingkat
kecerlangan 4 magnitudo lebih besar dari bintang R.
Urutkan kecerlangan bintang-bintang tersebut mulai dari
yang paling terang.
 Magnitudo semu suatu bintang gagal menunjukan terang asli
(luminositas) suatu bintang, karena ada satu faktor yang mempengaruhi
yaitu jarak bintang. Sebagai contoh, bintang yang luminositasnya
tinggi namun jarak dari pengamat sangat jauh akan memiliki magnitudo
semu besar (redup di langit).
 Untuk menghapus pengaruh faktor jarak bintang, maka dibuat sistem
magnitudo yang meletakkan semua bintang pada jarak yang sama, yaitu
10 parsec dan disebut magnitudo mutlak (M). Secara sederhana,
magnitudo mutlak ialah magnitudo semu yang akan diamati
apabila bintang berada pada jarak 10 parsec dari pengamat. Secara
Matematis dituliskan:

29
m  M  5 log d  5
Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki
magnitudo semu -26,47, yang hanya memiliki magnitudo
mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada betelgeuse yang
memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo
mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari matahari)
m  M  5 log d  5
Persamaan di atas mengandung makna:
1. Jika M > m maka jarak bintang kurang dari 10 parsec (artinya bintang
terlihat lebih terang pada jarak aslinya daripada ketika digeser ke jarak
10 parsec, berarti dalam kondisi ini bintang di geser menjauh dari jarak
aslinya ke jarak 10 parsec yang berarti jarak asli lebih kecil dari 10
parsec)
2. Jika M = m maka jarak bintang sama dengan 10 parsec
3. Jika M < m maka jarak bintang lebih besar 10 parsec (artinya bintang
terlihat lebih redup pada jarak aslinya daripada ketika digeser ke jarak
10 parsec, berarti dalam kondisi ini bintang di geser mendekat dari
jarak aslinya ke jarak 10 parsec yang berarti jarak asli lebih besar dari
10 parsec)
 Persamaan modulus jarak umumnya digunakan dalam menentukan jarak
bintang-bintang yang jauh secara tidak langsung (metode indirect).
 Seperti yang sudah pernah dibahas sebelumnya bahwa metode paralaks
trigonometri hanya bisa menentukan jarak secara akurat untuk beberapa
bintang dengan jarak kurang dari 500 pc.
 Untuk bintang yang lebih jauh lagi, perlu digunakan metode-metode tak
langsung (indirect). Salah satunya adalah dengan mengukur magnitudo
semu bintang lalu memperkirakan magnitudo mutlaknya.
 Cara memperkirakan magnitudo mutlak ini banyak metode/caranya.
 Dengan mengetahui magnitudo semu dan perkiraan magnitudo mutlak,
maka kita bisa memperkirakan jarak suatu bintang dengan modulus
jarak.
 Hal yang perlu diperhatikan adalah persamaan modulus jarak di
atas valid/benar/akurat jika diasumsikan tidak ada materi antar
bintang yang terletak di antara arah pandang kita ke bintang.
 Materi antar bintang tersebut dapat mengabsorpsi sebagian
cahaya bintang. Jika keberadaan serapan oleh materi antar
bintang (MAB) tidak diabaikan, maka persamaan modulus
jaraknya :
m - M = -5 + 5 log d + AV
Av = konstanta serapan materi antar bintang
Contoh Soal 9:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah
bintang adalah -1 dan 4. Berapakah jarak bintang
tersebut dari bumi?
Jawab: m  M  5 log d  5
 1  4  5 log d  5
 5  5 log d  5
 5  5  5 log d
0  5 log d
log d  0
34 d  100  1 parsec
Contoh Soal 9.1:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah bintang
adalah 1 dan 1. Berapakah jarak bintang tersebut dari
bumi?
Jawab: m  M  5 log d  5
1  1  5 log d  5
0  5 log d  5
0  5  5 log d
5  5 log d
log d  1
d  101  10 parsec
35
Contoh Soal 9.2:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah bintang
adalah 1 dan -4. Berapakah jarak bintang tersebut dari
bumi?
Jawab: m  M  5 log d  5
1  ( 4)  5 log d  5
5  5 log d  5
5  5  5 log d
10  5 log d
log d  2
d  10 2  100 parsec
36
Spektroskopi Bintang
Teori Dasar Spestroskopi
Newton (1665) : Cahaya matahari yang tampak putih
apabila dilalukan pada suatu gelas prisma akan terurai
dalam berbagai warna. Uraian warna ini disebut
Spektrum.
Wollaston (1804) : Melihat adanya
garis gelap pada spektrum matahari.

W.H. Spektrum Matahari.


Wollaston
(1766 – 1828)
Fraunhofer (1815) : Melakukan pengamatan pada
spektrum matahari dan berhasil mengkataloguskan 600
garis.
F
raunhofer (1823) : Mendapatkan
bahwa spektrum bintang juga
mengandung garis-garis gelap seperti
yang terdapat pada matahari. Dengan
demikian, matahari adalah sebuah
Joseph von
bintang.
Fraunhofer  Garis-garis spektrum pada bintang dapat
(1787 – 1826) dibentuk di laboratorium
Pembentukan Spektrum
Apabila seberkas cahaya putih dilalukan ke dalam
prisma, maka cahaya tersebut akan terurai dalam
beberapa warna (panjang gelombang)
Spektrum
R 6 000 Å
Prisma O
Y 5 000 Å
G
B 4 000 Å
V
Selain dengan prisma, spektrum cahaya juga dapat
diuraikan oleh kisi-kisi digunakan dalam spektrograf

Spektrum
V
4 000 Å B
G
5 000 Å Y
O Cahaya
6 000 Å R datang

Kisi-kisi
Hukum Kirchoff (1859)
1. Bila suatu benda cair atau gas
bertekanan tinggi dipijarkan, benda
tadi akan memancarkan energi dengan
spektrum pada semua panjang
gelombang
Gustav R. Kirchoff
(1824 – 1887) Spektrum Kontinu
2. Gas bertekanan rendah bila dipijarkan akan
memancarkan energi hanya pada warna, atau
panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang
diperoleh berupa garis-garis terang yang disebut garis
pancaran atau garis emisi. Letak setiap garis atau
panjang gelombang garis tersebut merupakan ciri gas
yang memancarkannya.
Spektrum Garis
Gas panas
3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu
dilewatkan melalui gas yang dingin dan renggang
(bertekanan rendah), gas tersebut tersebut akan
menyerap cahaya tersebut pada warna atau panjang
gelombang tertentu. Akibatnya akan diperoleh
spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang
dilewatkan diselang-seling garis gelap yang disebut
garis serapan atau garis absorpsi.
Gas dingin Spektrum Kontinu & garis absorpsi
garis absorpsi
Gas Slit Prisma
Sumber
Cahaya
6000 K 5000 K Sektrum kontinu

garis emisi
Deret Balmer
Apabila seberkas gas hidrogen dipijarkan
akan memancarkan sekumpulan garis
terang atau garis emisi dengan jarak antar
satu dan lainnya yang memperlihatkan
suatu keteraturan tertentu. Menurut Balmer
(ahli fisika dari Swiss), panjang gelombang
Johann J. Balmer garis emisi tersebut mengikuti hukum
(1825 – 1898)
1
1 1 . . . . . . . . . . . (5-1)
=R
 22 n 2

 = panjang gelombang, n = bilangan bulat 3, 4, 5, . . . .


dan R = suatu tetapan
Untuk :
n=3 deret Balmer pertama : H pada  = 6563 Å
n=4 deret Balmer kedua : H pada  = 4861 Å
n=5 deret Balmer ketiga : H pada  = 4340 Å
n =. 6 deret Balmer keempat : H pada  = 4101 Å
.
.
n= limit deret Balmer pada = 3650 Å
H H H H

4 5 000 6 000
000 (Å)
Setelah ditemukan deret Balmer ditemukan deret
hidrogen lainnya, dan persamaan deret Balmer masih
tetap berlaku dengan mengubah 22 menjadi m2 dimana
m adalah bilangan bulat mulai dari 1, 2, 3, . . . .
1 1 1 . . . . . . . . . . . . (5-2)
=R
 m2 n2
Konstanta Rydberg
Apabila  dinyatakan dalam cm
maka R = 109 678
m=1 ditemukan deret Lyman dengan n = 2, 3, …
m=2 ditemukan deret Balmer dengan n = 3, 4, …
m=3 ditemukan deret Paschen dengan n = 4, 5, …
m=4 ditemukan deret Brackett dengan n = 5, 6, …
Kontinum untuk elektron bebas


4
3
2 H H H
Deret Balmer 13,6 eV
L L L
Deret Lyman
n=1
Tingkat energi dasar
Teori Atom Hidrogen Bohr
 Atom hidrogen terdiri dari inti yang
bermuatan positif (proton) yang dikelilingi
oleh sebuah elektron
Massa proton (M) >> massa elektron (me)
tingkat energi  orbit dapat dianggap lingkaran
Misalkan : N.H.D. Bohr
r = jarak elektron-proton (1885 – 1962)
proton
elektron - r + v = kecepatan elektron
v E = energi yang dipancarkan elektron
elektron berada dalam orbitnya
dalam pengaruh gaya sentral yg
disebabkan gaya elektrostatik
Jari-jari orbit elektron pada atom hidrogen adalah:
0
0
rn  0,529n A 2 1 A  1 x 10 10 m

Sedangkan energinya sebesar:


13,6  19
En   2 eV 1 eV 1,6 x 10 joule
n

rn = jari-jari lintasan elektron pada kulit ke-n ; n = 1, 2, 3,,,dst


En = Energi elektron pada kulit ke-n ; n = 1, 2, 3,,,dst
n = bilangan kuantum (nomor urut kulit atom)
Apabila elektron berpindah dari tingkat n ke tingkat m (m
> n)
 elektron akan kehilangan energi.
 Energi ini akan dipancarkan sebagai foton atau
butiran cahaya dengan energi sebesar h f (h adalah
konstanta Planck dan f adalah frekuensi foton)
Dari sebelumnya : En = 13,6 eV
n2
akan diperoleh,
13,6 13,6 1 1
hf = Em – En = n2
= 13,6
m2 m2 n2
Klasifikasi Spektrum Bintang
 Pola spektrum bintang umumnya berbeda-beda, pada
tahun 1863 seorang astronom Italia bernama Angelo
Secchi mengelompokan spektrum bintang dalam
empat golongan berdasarkan kemiripan susunan
garis spektrumnya.
 Miss A. Maury dari Harvard Observatory
menemukan bahwa klasifikasi Secchi
dapat diurutkan secara kesinambungan
hingga spektrum suatu bintang dengan Antonia Maury
bintang urutan sebelumnya tidak (1866 – 1952)
berbeda banyak.
53
Klasifikasi Spektrum Bintang
 Klasifikasi yang dibuat oleh Miss Maury
selanjutnya diperbaiki kembali oleh Miss
Annie J. Cannon. Hingga sekarang
klasifikasi Miss Cannon ini digunakan
 Klasifikasi Miss Annie J. Cannon. A. J. Cannon
O, B, A, F, G, K, M (1863 – 1941)

Oh, Be, A, Fine, Girl, Kiss, Me


54
Perjalanan Klasifikasi Spektrum Bintang
Klasifikasi Secchi Tipe1, Tipe II, Tipe III, Tipe IV, Tipe V

Klasifikasi Miss A. Kelas A, B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N,


Maury O, P dan Q
Klasifikasi Miss. Annie Kelas O, B, A, F, G, K, M
J. Cannon

55
Klasifikasi Spektrum Bintang
Kls. Spek : O
Warna : Biru
Temperatur : > 30 000 K
Ciri Utama : Garis absorpsi yang tampak sangat sedikit. Garis helium
terionisasi, garis nitrogen terionisasi dua kali, garis silikon
terionisasi tiga kali dan garis atom lain yg terionisasi beberapa kali
tampak, tapi lemah. Garis hidrogen juga tampak, tapi lemah.

Contoh : Bintang 10 Lacerta


Hh Hz He H H He II H H

56
He I
600
Spektrum Bintang Kelas O
Hh
500 Hz
He
400 H
Intensitas
H
300
HeII
HeII
200 H

100 H

0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)

57
Kls. Spek : B
Warna : Biru
Temperatur : 11 000 – 30 000 K
Ciri Utama : Garis helium netral, garis silikon terionisasi satu dan dua kali
serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis hidrogen lebih jelas
daripada kelas O

Contoh : Bintang Rigel dan Spica


Hq H h H z He H H H H

He I He I
58 He II
Spektrum Bintang Kelas B
400
Hz
Hh He HeI (4026)
350 Hq
H HeI (4744)
300
H
HeI (4471)
Intensitas
250

200
H
150

100 H
50

0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)

59
Kls. Spek : A
Warna : Biru
Temperatur : 7 500 – 11 000 K
Ciri Utama : Garis hidrogen tampak sangat kuat. Garis magnesium silikon,
besi, titanium dan kalsium terionisasi satu kali mulai tampak.
Garis logam netral tampak lemah.

Contoh : Bintang Sirius dan Vega

Hq Hh Hz He H H H H

60
Spektrum Bintang Kelas A
200
180 H e H
Hh H z H
160
140 H
Intensitas Hq
120
100
H
80
60
40
20
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)

61
Kls. Spek : F
Warna : Biru keputih-putihan
Temperatur : 6 000 – 7 500 K
Ciri Utama : Garis hidrogen tampak lebih lemah daripada kelas A, tapi masih
jelas. Garis-grais kalsium, besi dan chromium terionisasi satu
kali dan juga garis besi dan chromium netral serta garis logam
lainnya mulai terlihat.

Contoh : Bintang Canopus dan Proycon


Hq Hh Hz He H H H H

K Lines G Band
H Lines K line = Ca II ( 3934)
H line = Ca II ( 3968)
62 G Band = Molekul CH ( 4323)
Spektrum Bintang Kelas F
140 K+H Lines G band

120

100
Intensitas
80

60

40 Hz
He H H H H
20

0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)

63
Kls. Spek : G
Warna : Putih kekuning-kuningan
Temperatur : 5 000 – 6000 K
Ciri Utama : Garis hidrogen lebih lemah daripada kelas F. Garis calsium
terionisasi terlihat. Garis-garis logam terionisasi dan logam netral
tampak. Pita molekul CH (G-Band) tampak sangat kuat.

Contoh : Matahari dan Bintang Capella


H Lines
Hz H H H Mg I Mg I H

64 K Lines G Band
Spektrum Bintang Kelas G
140
K+H Lines
120 G band

100
Intensitas
80
60
40
H H H Mg I Mg I H
20 He
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)

65
Kls. Spek : K
Warna : Jingga kemerah-merahan
Temperatur : 3 500 – 5000 K
Ciri Utama : Garis logam netral tampak mendominasi. Garis hidrogen lemah
sekali. Pita molekul TiO mulai tampak

Contoh : Bintang Acturus dan Aldebaran

Ca I (4227) H H
H Lines
(tidak tampak)
Mg I Mg I (sudah tidak tampak)

K Lines G Band
66
Spektrum Bintang Kelas K
120

100

Intensitas 80
G band
60
H Lines
40 K Lines
Ti O
20 H H H Mg I Mg I H
Ca I Fe I
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)

67
Kls. Spek : M
Warna : Merah
Temperatur : 2 500 – 3 000 K
Ciri Utama : Pita molekul Tio ( titanium oksida) terlihat sangat mendominasi,
garis logam netral juga tampak dengan jelas.

Contoh : Bintang Betelgeues dan Antares


K Lines
Ca I (4227) Ti O Ti O Mg I Ti O Ti O H
Tidak tampak

G Band
H Lines

68
Spektrum Bintang Kelas M
300

250

Intensitas 200

150 Ti O
Ti O Ti O
Ti O Mg I
100
Ca I
50

0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)

69
Urutan Kelas Spektrum Bintang
O 50 000 oK

B 20 000 oK

A 10 000 oK

F 7 500 oK

G 6 000 oK

K 4 000 oK

M 3 500 oK

70
Subkelas
Klasifikasi spektrum bintang O, B, A, F, G, K, M masih
dibagi lagi dalam subkelas, yaitu
B0, B1, B2, B3, . . . . . . . . ., B9
A0, A1, A2, A3, . . . . . . . . ., A9
F0, F1, F2, F3, . . . . . . . . . ., F9
.
.
.
dst

71
Kelas Luminositas
 Bintang dalam kelas spektrum tertentu ternyata
dapat mempunyai luminositas yang berbeda. Pada
tahun 1913 Adam dan Kohlscutter di Observatorium
Mount Wilson menunjukkan ketebalan beberapa
garis spektrum dapat digunakan untuk menentukan
luminositas bintang
 Berdasarkan kenyataan ini pada tahun 1943 Morgan
dan Keenan dari Observatorium Yerkes membagi
bintang dalam kelas luminositas yaitu

72
Kelas Luminositas Bintang (Kelas MK)
Kelas Ia Maharaksasa yang sangat terang
Kelas Ib Maharaksasa yang kurang terang
Kelas II Raksasa yang terang
Kelas III Raksasa
Kelas IV Subraksasa
Kelas V Deret utama

Kelas Luminositas Bintang dari Morgan-Keenan (MK)


digambarkan dalam diagram Hertzprung-Russell
(diagram H-R)
73
Klasifikasi spektrum bintang sekarang ini merupakan
penggabungan dari kelas spektrum dan kelas
luminositas.
Contoh :
G2 V : Bintang deret utama kelas spektrum G2
G2 Ia : Bintang maharaksasa yang sangat terang kelas
spektrum G2
B5 III : Bintang raksasa kelas spektrum B5
B5 IV : Bintang subraksasa kelas spektrum B5

74
Contoh soal 10:
1. Apa arti dari kelas bintang berikut:
a. Bintang A2 V
b. Bintang G2 IV
c. Bintang O5 III
d. Bintang M5 IV
2. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa bintang A termasuk bintang
kelas A5 II dan bintang B termasuk kelas A5 V.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kelas A5 II dan A5 V.
b. Tentukan persamaan dan perbedaan kedua bintang.
c. Tentukan bintang manakah yang radius (jari-jarinya) lebih
besar?

75
Diagram H-R adalah diagram yang menggambarkan posisi bintang berdasarkan
kelas spektrum (Sumbu X) dan kelas luminositasnya (sumbu Y)

76
Lihat Soal Olimpiade Kab. Tahun 2013 No 10 s.d. 14

77
Beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan evolusi bintang:
1. Bintang ternyata mengikuti jenjang kehidupan yang serupa dengan manusia. Mereka
lahir, remaja, dewasa, tua, sekarat, dan akhirnya mati.
2. Umur bintang tergantung dari massanya, semakin besar massanya maka semakin
pendek umurnya dan semakin kecil massanya maka semakin panjang umurnya.
3. Bintang bermassa besar akan memiliki gaya gravitasi ke dalam yang juga besar,
sehingga membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk mengimbanginya, yang
akhirnya mengakibatkan proses pembakaran yang lebih boros pula. Akibatnya,
semakin besar massa bintang, semakin cepat dia “kehabisan” bahan bakar dan
meninggalkan deret utama.
4. Umur suatu bintang berbanding lurus dengan 1/M2.

78
NEBULA
(AWAN GAS ANTAR BINTANG)

PROTO BINTANG
(JANIN BINTANG)

BINTANG MASSA BINTANG MASSA BESAR


DERET UTAMA > 8 M
KECIL < 8 M

RAKSASA MERAH RAKSASA MERAH

PLANETARY NEBULA SUPERNOVA

KATAI PUTIH MASSA < 3 M MASSA > 3 M

79
 Bintang tidak diam, melainkan bergerak di dalam
ruang. Hanya saja karena lambatnya gerakan itu dari
posisi kita, kita mendapat kesan bahwa bintang
terlihat diam. Dengan mempelajari gerak bintang,
setidaknya kita memperoleh informasi tentang
jaraknya.
 Laju perubahan sudut letak suatu bintang disebut
gerak sejati (proper motion). Gerak sejati bisanya
diberi simbol  dan dinyatakan dalam satuan detik
busur per tahun.
80
 Bintang yang gerak sejatinya terbesar adalah bintang
Barnard dengan μ = 10,25 per tahun (artinya dalam
waktu 180 tahun bintang ini bergeser selebar
bentangan bulan purnama).

 Gerak sejati rata-rata bintang yang tampak dengan


mata hanya sebesar 0,1” per tahun.

81
Vt V

VR
 d
Pengamat
Hubungan antara kecepatan tangensial (Vt) dan gerak sejati:
Vt =  d
d = jarak bintang. Apabila μ dinyatakan dalam detik busur per tahun,
d dalam parsec dan Vt dalam km/s, maka:
Vt = 4,74 d
Vt = kecepatan tangensial bintang (km/s)
 = laju gerak diri / proper motion (“/tahun)
82
d = jarak bintang (parsec)
Dari hubungan: p = 1/d ………(*)
sehingga pers. (*) dapat dituliskan menjadi:
Vt = 4,74  /p
Dengan p menyatakan paralaks bintang dalam satuan
detik busur.
Selain dari , informasi tentang gerak
bintang dapat diperoleh dari pengukuran
, yaitu komponen kecepatan
bintang yang searah dengan garis pandang.
83
Dengan informasi kec. tangensial & kec. radial,
kita dapat menghitung kec. linear bintang,
yaitu resultan 2 komponen kecepatan yang
saling tegak lurus:

v vr  vt
2 2

84
 Kecepatan radial bintang dapat diukur dari efek
Dopplernya pada garis spektrum dengan
menggunakan rumus: Δλ Vr

λ c

 = selisih antara  diam dengan  yang teramati


pada bintang.
= panjang gelombang diam (Å, dibaca angstrom )
Vr = kecepatan radial
85
c = kecepatan cahaya (300.000 km/s)
86
1. Jika panjang gelombang yang teramati bergeser ke
arah panjang gelombang warna biru (pergeseran biru)
berarti bahwa bintang bergerak mendekati kita.

2. Jika panjang gelombang yang teramati bergeser ke arah


panjang gelombang warna merah (Pergeseran merah)
berarti bahwa bintang bergerak menjauhi kita.

87
Contoh Soal 11:
Garis spektrum suatu elemen yang panjang gelombang normalnya
adalah 5000 Å diamati pada spektrum bintang berada pada panjang
gelombang 5001 Å. Berapakah kecepatan pergerakan bintang
tersebut? Apakah bintang tersebut mendekati atau menjuhi bumi?
Jawab:
Δλ v r Karena panjang gelombang yang

λ c teramati lebih besar daripada panjang
5001  5000 vr gelombang diam, maka terjadi

5000 300.000 km/s pergeseran merah atau menjauhi
1 vr bumi.

5000 300.000 km/s
300.000
vr   60 km/s
5000

Anda mungkin juga menyukai