• Gelombang Elektromagnetik
• Hukum Pancaran (Hukum Pergeseran Wien)
• Luminositas Bintang
• Terang bintang (Elluminance/fluks)
• Magnitudo (magnitudo mutlak dan magnitudo semu)
• Jarak Bintang (paralaks Bintang)
• Klasifikasi Bintang Berdasarkan kelas spektrum dan kelas
luminositas
• Diagram H-R
• Evolusi Bintang
• Gerak Sejati Bintang (proper Motion)
• Pergeseran doppler
• Magnitudo visual dan Magnitudo Fotografi
2
FOTOMETRI BINTANG
• Dalam penelitian bintang, satu-satunya informasi yang bisa
didapat ialah cahaya dari bintang tersebut. Cahaya adalah
gelombang elektromagnet, yang merambat tegak lurus arah
getarannya (transversal). Dalam perambatannya, jarak
yang ditempuh cahaya per detik yaitu panjang gelombang
() dikalikan banyak gelombang dalam satu detik ( f ), selalu
konstan (disebut c), dinyatakan dengan
c =.f
Dimana besar c dalam ruang vakum ialah = 299.792 km/s,
atau mendekati 3x108 m/s.
4
Berdasarkan panjang gelombangnya, cahaya dibedakan
menjadi :
1. Gelombang Radio: 1 mm
2. Inframerah: 7500 Å – 1 mm
3. Visual: 3800-7500 Å
4. Ultraviolet: 100-3800 Å
5. Sinar X: 1 – 100 Å
6. Sinar Gamma: < 1 Å
Mata manusia normal hanya mampu melihat cahaya dengan
panjang gelombang visual, sementara untuk panjang
gelombang lainnya, perlu digunakan detektor lain.
5
Tidak semua radiasi gelombang elektromagnetik dapat
menembus bumi
6
Gelombang visual dibagi lagi menjadi daerah
warna-warna :
7
• Sifat-sifat pemancaran cahaya bintang ternyata mendekati
sifat-sifat pancaran benda hitam (benda ideal yang
menyerap semua energi cahaya yang diterimanya), yaitu
bintang memancarkan cahaya pada seluruh panjang
gelombang, mulai dari sinar gamma hingga gelombang
radio, namun intensitas (kekuatan) pancarannya tidak
merata untuk semua panjang gelombang, artinya ada
panjang gelombang tertentu dimana bintang akan paling
kuat memancarkan cahaya.
8
Secara matematis, panjang gelombang dimana
intensitas mencapai maksimum berbanding
terbalik dengan suhu efektif benda. Hal tersebut
dinyatakan oleh hukum pergeseran Wien, secara
matematis:
λm ak .T 0,2898
Dimana dinyatakan dalam cm, dan temperatur
dalam Kelvin.
9
Hukum Pergeseran Wien menjelaskan bahwa:
L 4 πR σT 2 4
E1 E1
m1 m 2 2 ,5 log atau 2,512 (m1 m2 )
E2 E2
E1
2,512 (m2 m1 )
E2
20
Perhatikan letak E dan m bintang pertama dan
kedua! Dapat dilihat bahwa bintang yang lebih terang
akan memiliki magnitudo lebih kecil / lebih negatif.
21
Contoh Soal 5:
Tentukan beda kecerlangan (beda terang) dua buah bintang
yang memiliki selisih magnitudo:
a. 1 b. 2 c. 3 d. 4 e. 5
Jawab:
Jika selisih magnitudo = 1, maka beda terangnya:
E1
2,512 m1 m2
E2
E1
2,5121 2,512 E1 2,512 E2
E2
Artinya bintang yang magnitudonya lebih kecil 1, maka lebih terang
2,512 kali.Misalnya Bintang A memiliki magnitudo 1 dan bintang B
memiliki magnitudo 2, maka bintang A lebih terang 2,512 kali dari
22 bintang B
Jika selisih magnitudo = 2, maka beda terangnya:
E1
2,512 m1 m2
E2
E1
2,512 2 6,3 E1 6,3 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 3, maka beda terangnya:
E1
2,512 m1 m2
E2
E1
2,5123 15,8 E1 15,8 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 4, maka beda terangnya:
E1
2,512 m1 m2
E2
E1
2,512 4 40 E1 40 E2
E2
Jika selisih magnitudo = 5, maka beda terangnya:
E1
2,512 m1 m2
E2
E1
2,5125 100 E1 100 E2
E2
25
Contoh Soal 7:
Bintang A memiliki magnitudo 4 dan bintang B memiliki
magnitudo 2, maka
a. bintang A jaraknya lebih dekat ke Bumi dibandingkan
bintang B
b. bintang A terlihat lebih redup dibandingkan bintang B
c. bintang A berumur lebih tua dibandingkan bintang B
d. bintang A lebih panas dibandingkan bintang B
e. jawaban a,b,c dan d semua salah
26
Contoh Soal 8:
Bintang A memiliki tingkat kecerlangan 2 magnitudo lebih kecil daripada
bintang B. Bintang C 4 kali lebih redup daripada bintang A. Sedangkan
bintang D memiliki tingkat kecerlangan 1 magnitudo lebih besar dari
bintang B. Urutankecerlangan bintang-bintang tersebut mulai dari yang
paling redup adalah:
a. D-B-C-A b. A-C-B-D c. B-D-A-C
d. C-A-B-D e. A-B-D-C
Jawab
Magnitudo A lebih kecil 2 dari B, maka A lebih terang 6,3 kali dari B.
C = 4 kali lebih redup dari A, maka A lebih terang 4 kali dari C. Artinya
C lebih terang 2,3 kali dari B
Magnitudo D lebih besar 1 dari B, maka B lebih terang 2,512 kali dari
D.
27
Urutan dari paling terang: A-C-B-D
SOAL
Bintang P memiliki tingkat kecerlangan 1 magnitudo lebih
kecil daripada bintang Q. Bintang R 4 kali lebih redup
daripada bintang P. Sedangkan bintang S memiliki tingkat
kecerlangan 4 magnitudo lebih besar dari bintang R.
Urutkan kecerlangan bintang-bintang tersebut mulai dari
yang paling terang.
Magnitudo semu suatu bintang gagal menunjukan terang asli
(luminositas) suatu bintang, karena ada satu faktor yang mempengaruhi
yaitu jarak bintang. Sebagai contoh, bintang yang luminositasnya
tinggi namun jarak dari pengamat sangat jauh akan memiliki magnitudo
semu besar (redup di langit).
Untuk menghapus pengaruh faktor jarak bintang, maka dibuat sistem
magnitudo yang meletakkan semua bintang pada jarak yang sama, yaitu
10 parsec dan disebut magnitudo mutlak (M). Secara sederhana,
magnitudo mutlak ialah magnitudo semu yang akan diamati
apabila bintang berada pada jarak 10 parsec dari pengamat. Secara
Matematis dituliskan:
29
m M 5 log d 5
Sebagai perbandingan, Matahari, yang memiliki
magnitudo semu -26,47, yang hanya memiliki magnitudo
mutlak 4,75. Jauh lebih redup daripada betelgeuse yang
memiliki magnitudo semu 0,58 tetapi memiliki magnitudo
mutlak -6,05 (135.000 kali lebih terang dari matahari)
m M 5 log d 5
Persamaan di atas mengandung makna:
1. Jika M > m maka jarak bintang kurang dari 10 parsec (artinya bintang
terlihat lebih terang pada jarak aslinya daripada ketika digeser ke jarak
10 parsec, berarti dalam kondisi ini bintang di geser menjauh dari jarak
aslinya ke jarak 10 parsec yang berarti jarak asli lebih kecil dari 10
parsec)
2. Jika M = m maka jarak bintang sama dengan 10 parsec
3. Jika M < m maka jarak bintang lebih besar 10 parsec (artinya bintang
terlihat lebih redup pada jarak aslinya daripada ketika digeser ke jarak
10 parsec, berarti dalam kondisi ini bintang di geser mendekat dari
jarak aslinya ke jarak 10 parsec yang berarti jarak asli lebih besar dari
10 parsec)
Persamaan modulus jarak umumnya digunakan dalam menentukan jarak
bintang-bintang yang jauh secara tidak langsung (metode indirect).
Seperti yang sudah pernah dibahas sebelumnya bahwa metode paralaks
trigonometri hanya bisa menentukan jarak secara akurat untuk beberapa
bintang dengan jarak kurang dari 500 pc.
Untuk bintang yang lebih jauh lagi, perlu digunakan metode-metode tak
langsung (indirect). Salah satunya adalah dengan mengukur magnitudo
semu bintang lalu memperkirakan magnitudo mutlaknya.
Cara memperkirakan magnitudo mutlak ini banyak metode/caranya.
Dengan mengetahui magnitudo semu dan perkiraan magnitudo mutlak,
maka kita bisa memperkirakan jarak suatu bintang dengan modulus
jarak.
Hal yang perlu diperhatikan adalah persamaan modulus jarak di
atas valid/benar/akurat jika diasumsikan tidak ada materi antar
bintang yang terletak di antara arah pandang kita ke bintang.
Materi antar bintang tersebut dapat mengabsorpsi sebagian
cahaya bintang. Jika keberadaan serapan oleh materi antar
bintang (MAB) tidak diabaikan, maka persamaan modulus
jaraknya :
m - M = -5 + 5 log d + AV
Av = konstanta serapan materi antar bintang
Contoh Soal 9:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah
bintang adalah -1 dan 4. Berapakah jarak bintang
tersebut dari bumi?
Jawab: m M 5 log d 5
1 4 5 log d 5
5 5 log d 5
5 5 5 log d
0 5 log d
log d 0
34 d 100 1 parsec
Contoh Soal 9.1:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah bintang
adalah 1 dan 1. Berapakah jarak bintang tersebut dari
bumi?
Jawab: m M 5 log d 5
1 1 5 log d 5
0 5 log d 5
0 5 5 log d
5 5 log d
log d 1
d 101 10 parsec
35
Contoh Soal 9.2:
Magnitudo semu dan magnitudo mutlak sebuah bintang
adalah 1 dan -4. Berapakah jarak bintang tersebut dari
bumi?
Jawab: m M 5 log d 5
1 ( 4) 5 log d 5
5 5 log d 5
5 5 5 log d
10 5 log d
log d 2
d 10 2 100 parsec
36
Spektroskopi Bintang
Teori Dasar Spestroskopi
Newton (1665) : Cahaya matahari yang tampak putih
apabila dilalukan pada suatu gelas prisma akan terurai
dalam berbagai warna. Uraian warna ini disebut
Spektrum.
Wollaston (1804) : Melihat adanya
garis gelap pada spektrum matahari.
Spektrum
V
4 000 Å B
G
5 000 Å Y
O Cahaya
6 000 Å R datang
Kisi-kisi
Hukum Kirchoff (1859)
1. Bila suatu benda cair atau gas
bertekanan tinggi dipijarkan, benda
tadi akan memancarkan energi dengan
spektrum pada semua panjang
gelombang
Gustav R. Kirchoff
(1824 – 1887) Spektrum Kontinu
2. Gas bertekanan rendah bila dipijarkan akan
memancarkan energi hanya pada warna, atau
panjang gelombang tertentu saja. Spektrum yang
diperoleh berupa garis-garis terang yang disebut garis
pancaran atau garis emisi. Letak setiap garis atau
panjang gelombang garis tersebut merupakan ciri gas
yang memancarkannya.
Spektrum Garis
Gas panas
3. Bila seberkas cahaya putih dengan spektrum kontinu
dilewatkan melalui gas yang dingin dan renggang
(bertekanan rendah), gas tersebut tersebut akan
menyerap cahaya tersebut pada warna atau panjang
gelombang tertentu. Akibatnya akan diperoleh
spektrum kontinu yang berasal dari cahaya putih yang
dilewatkan diselang-seling garis gelap yang disebut
garis serapan atau garis absorpsi.
Gas dingin Spektrum Kontinu & garis absorpsi
garis absorpsi
Gas Slit Prisma
Sumber
Cahaya
6000 K 5000 K Sektrum kontinu
garis emisi
Deret Balmer
Apabila seberkas gas hidrogen dipijarkan
akan memancarkan sekumpulan garis
terang atau garis emisi dengan jarak antar
satu dan lainnya yang memperlihatkan
suatu keteraturan tertentu. Menurut Balmer
(ahli fisika dari Swiss), panjang gelombang
Johann J. Balmer garis emisi tersebut mengikuti hukum
(1825 – 1898)
1
1 1 . . . . . . . . . . . (5-1)
=R
22 n 2
4 5 000 6 000
000 (Å)
Setelah ditemukan deret Balmer ditemukan deret
hidrogen lainnya, dan persamaan deret Balmer masih
tetap berlaku dengan mengubah 22 menjadi m2 dimana
m adalah bilangan bulat mulai dari 1, 2, 3, . . . .
1 1 1 . . . . . . . . . . . . (5-2)
=R
m2 n2
Konstanta Rydberg
Apabila dinyatakan dalam cm
maka R = 109 678
m=1 ditemukan deret Lyman dengan n = 2, 3, …
m=2 ditemukan deret Balmer dengan n = 3, 4, …
m=3 ditemukan deret Paschen dengan n = 4, 5, …
m=4 ditemukan deret Brackett dengan n = 5, 6, …
Kontinum untuk elektron bebas
∞
4
3
2 H H H
Deret Balmer 13,6 eV
L L L
Deret Lyman
n=1
Tingkat energi dasar
Teori Atom Hidrogen Bohr
Atom hidrogen terdiri dari inti yang
bermuatan positif (proton) yang dikelilingi
oleh sebuah elektron
Massa proton (M) >> massa elektron (me)
tingkat energi orbit dapat dianggap lingkaran
Misalkan : N.H.D. Bohr
r = jarak elektron-proton (1885 – 1962)
proton
elektron - r + v = kecepatan elektron
v E = energi yang dipancarkan elektron
elektron berada dalam orbitnya
dalam pengaruh gaya sentral yg
disebabkan gaya elektrostatik
Jari-jari orbit elektron pada atom hidrogen adalah:
0
0
rn 0,529n A 2 1 A 1 x 10 10 m
55
Klasifikasi Spektrum Bintang
Kls. Spek : O
Warna : Biru
Temperatur : > 30 000 K
Ciri Utama : Garis absorpsi yang tampak sangat sedikit. Garis helium
terionisasi, garis nitrogen terionisasi dua kali, garis silikon
terionisasi tiga kali dan garis atom lain yg terionisasi beberapa kali
tampak, tapi lemah. Garis hidrogen juga tampak, tapi lemah.
56
He I
600
Spektrum Bintang Kelas O
Hh
500 Hz
He
400 H
Intensitas
H
300
HeII
HeII
200 H
100 H
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)
57
Kls. Spek : B
Warna : Biru
Temperatur : 11 000 – 30 000 K
Ciri Utama : Garis helium netral, garis silikon terionisasi satu dan dua kali
serta garis oksigen terionisasi terlihat. Garis hidrogen lebih jelas
daripada kelas O
He I He I
58 He II
Spektrum Bintang Kelas B
400
Hz
Hh He HeI (4026)
350 Hq
H HeI (4744)
300
H
HeI (4471)
Intensitas
250
200
H
150
100 H
50
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)
59
Kls. Spek : A
Warna : Biru
Temperatur : 7 500 – 11 000 K
Ciri Utama : Garis hidrogen tampak sangat kuat. Garis magnesium silikon,
besi, titanium dan kalsium terionisasi satu kali mulai tampak.
Garis logam netral tampak lemah.
Hq Hh Hz He H H H H
60
Spektrum Bintang Kelas A
200
180 H e H
Hh H z H
160
140 H
Intensitas Hq
120
100
H
80
60
40
20
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang (Å)
61
Kls. Spek : F
Warna : Biru keputih-putihan
Temperatur : 6 000 – 7 500 K
Ciri Utama : Garis hidrogen tampak lebih lemah daripada kelas A, tapi masih
jelas. Garis-grais kalsium, besi dan chromium terionisasi satu
kali dan juga garis besi dan chromium netral serta garis logam
lainnya mulai terlihat.
K Lines G Band
H Lines K line = Ca II ( 3934)
H line = Ca II ( 3968)
62 G Band = Molekul CH ( 4323)
Spektrum Bintang Kelas F
140 K+H Lines G band
120
100
Intensitas
80
60
40 Hz
He H H H H
20
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)
63
Kls. Spek : G
Warna : Putih kekuning-kuningan
Temperatur : 5 000 – 6000 K
Ciri Utama : Garis hidrogen lebih lemah daripada kelas F. Garis calsium
terionisasi terlihat. Garis-garis logam terionisasi dan logam netral
tampak. Pita molekul CH (G-Band) tampak sangat kuat.
64 K Lines G Band
Spektrum Bintang Kelas G
140
K+H Lines
120 G band
100
Intensitas
80
60
40
H H H Mg I Mg I H
20 He
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)
65
Kls. Spek : K
Warna : Jingga kemerah-merahan
Temperatur : 3 500 – 5000 K
Ciri Utama : Garis logam netral tampak mendominasi. Garis hidrogen lemah
sekali. Pita molekul TiO mulai tampak
Ca I (4227) H H
H Lines
(tidak tampak)
Mg I Mg I (sudah tidak tampak)
K Lines G Band
66
Spektrum Bintang Kelas K
120
100
Intensitas 80
G band
60
H Lines
40 K Lines
Ti O
20 H H H Mg I Mg I H
Ca I Fe I
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)
67
Kls. Spek : M
Warna : Merah
Temperatur : 2 500 – 3 000 K
Ciri Utama : Pita molekul Tio ( titanium oksida) terlihat sangat mendominasi,
garis logam netral juga tampak dengan jelas.
G Band
H Lines
68
Spektrum Bintang Kelas M
300
250
Intensitas 200
150 Ti O
Ti O Ti O
Ti O Mg I
100
Ca I
50
0
3500 4000 4500 5000 5500 6000 6500
Panjang Gelombang(Å)
69
Urutan Kelas Spektrum Bintang
O 50 000 oK
B 20 000 oK
A 10 000 oK
F 7 500 oK
G 6 000 oK
K 4 000 oK
M 3 500 oK
70
Subkelas
Klasifikasi spektrum bintang O, B, A, F, G, K, M masih
dibagi lagi dalam subkelas, yaitu
B0, B1, B2, B3, . . . . . . . . ., B9
A0, A1, A2, A3, . . . . . . . . ., A9
F0, F1, F2, F3, . . . . . . . . . ., F9
.
.
.
dst
71
Kelas Luminositas
Bintang dalam kelas spektrum tertentu ternyata
dapat mempunyai luminositas yang berbeda. Pada
tahun 1913 Adam dan Kohlscutter di Observatorium
Mount Wilson menunjukkan ketebalan beberapa
garis spektrum dapat digunakan untuk menentukan
luminositas bintang
Berdasarkan kenyataan ini pada tahun 1943 Morgan
dan Keenan dari Observatorium Yerkes membagi
bintang dalam kelas luminositas yaitu
72
Kelas Luminositas Bintang (Kelas MK)
Kelas Ia Maharaksasa yang sangat terang
Kelas Ib Maharaksasa yang kurang terang
Kelas II Raksasa yang terang
Kelas III Raksasa
Kelas IV Subraksasa
Kelas V Deret utama
74
Contoh soal 10:
1. Apa arti dari kelas bintang berikut:
a. Bintang A2 V
b. Bintang G2 IV
c. Bintang O5 III
d. Bintang M5 IV
2. Dari hasil penyelidikan diketahui bahwa bintang A termasuk bintang
kelas A5 II dan bintang B termasuk kelas A5 V.
a. Jelaskan apa yang dimaksud dengan kelas A5 II dan A5 V.
b. Tentukan persamaan dan perbedaan kedua bintang.
c. Tentukan bintang manakah yang radius (jari-jarinya) lebih
besar?
75
Diagram H-R adalah diagram yang menggambarkan posisi bintang berdasarkan
kelas spektrum (Sumbu X) dan kelas luminositasnya (sumbu Y)
76
Lihat Soal Olimpiade Kab. Tahun 2013 No 10 s.d. 14
77
Beberapa hal yang perlu diketahui terkait dengan evolusi bintang:
1. Bintang ternyata mengikuti jenjang kehidupan yang serupa dengan manusia. Mereka
lahir, remaja, dewasa, tua, sekarat, dan akhirnya mati.
2. Umur bintang tergantung dari massanya, semakin besar massanya maka semakin
pendek umurnya dan semakin kecil massanya maka semakin panjang umurnya.
3. Bintang bermassa besar akan memiliki gaya gravitasi ke dalam yang juga besar,
sehingga membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk mengimbanginya, yang
akhirnya mengakibatkan proses pembakaran yang lebih boros pula. Akibatnya,
semakin besar massa bintang, semakin cepat dia “kehabisan” bahan bakar dan
meninggalkan deret utama.
4. Umur suatu bintang berbanding lurus dengan 1/M2.
78
NEBULA
(AWAN GAS ANTAR BINTANG)
PROTO BINTANG
(JANIN BINTANG)
79
Bintang tidak diam, melainkan bergerak di dalam
ruang. Hanya saja karena lambatnya gerakan itu dari
posisi kita, kita mendapat kesan bahwa bintang
terlihat diam. Dengan mempelajari gerak bintang,
setidaknya kita memperoleh informasi tentang
jaraknya.
Laju perubahan sudut letak suatu bintang disebut
gerak sejati (proper motion). Gerak sejati bisanya
diberi simbol dan dinyatakan dalam satuan detik
busur per tahun.
80
Bintang yang gerak sejatinya terbesar adalah bintang
Barnard dengan μ = 10,25 per tahun (artinya dalam
waktu 180 tahun bintang ini bergeser selebar
bentangan bulan purnama).
81
Vt V
VR
d
Pengamat
Hubungan antara kecepatan tangensial (Vt) dan gerak sejati:
Vt = d
d = jarak bintang. Apabila μ dinyatakan dalam detik busur per tahun,
d dalam parsec dan Vt dalam km/s, maka:
Vt = 4,74 d
Vt = kecepatan tangensial bintang (km/s)
= laju gerak diri / proper motion (“/tahun)
82
d = jarak bintang (parsec)
Dari hubungan: p = 1/d ………(*)
sehingga pers. (*) dapat dituliskan menjadi:
Vt = 4,74 /p
Dengan p menyatakan paralaks bintang dalam satuan
detik busur.
Selain dari , informasi tentang gerak
bintang dapat diperoleh dari pengukuran
, yaitu komponen kecepatan
bintang yang searah dengan garis pandang.
83
Dengan informasi kec. tangensial & kec. radial,
kita dapat menghitung kec. linear bintang,
yaitu resultan 2 komponen kecepatan yang
saling tegak lurus:
v vr vt
2 2
84
Kecepatan radial bintang dapat diukur dari efek
Dopplernya pada garis spektrum dengan
menggunakan rumus: Δλ Vr
λ c
87
Contoh Soal 11:
Garis spektrum suatu elemen yang panjang gelombang normalnya
adalah 5000 Å diamati pada spektrum bintang berada pada panjang
gelombang 5001 Å. Berapakah kecepatan pergerakan bintang
tersebut? Apakah bintang tersebut mendekati atau menjuhi bumi?
Jawab:
Δλ v r Karena panjang gelombang yang
λ c teramati lebih besar daripada panjang
5001 5000 vr gelombang diam, maka terjadi
5000 300.000 km/s pergeseran merah atau menjauhi
1 vr bumi.
5000 300.000 km/s
300.000
vr 60 km/s
5000