Anda di halaman 1dari 31

library.uns.ac.

id 36
digilib.uns.ac.id

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten


Klaten
1. Lokasi Penelitian
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten beralamat
di Jl. Pemuda Nomor No.294, Dusun 1, Tegalyoso, Kec. Klaten
Tengah, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57413.
2. Tugas dan Fungsi Pegawai Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten Berdasarkan Struktur Organisasi
Gambar 3.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten

commit to user
library.uns.ac.id 37
digilib.uns.ac.id

Sumber: disperinaker.klatenkab.go.id

Struktur organisasi Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja


Kabupaten Klaten berdasarkan Peraturan Bupati Klaten Nomor 51
Tahun 2016 Tentang Kedudukan Susunan Organisasi Tugas dan
Fungsi Serta Tata Kerja Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten terdiri dari:
a. Kepala Dinas
Mempunyai tugas memimpin penyelenggaraan pemerintahan
daerah di bidang perindustrian, tenaga kerja dan transmigrasi,
meliputi perumusan kebijakan teknis perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian bidang perindustrian, tenaga kerja dan transmigrasi.
b. Sekretariat:
Dipimpin oleh Sekretaris yang mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas Kepala Dinas dalam merumuskan kebijakan,
mengoordinasikan, membina dan mengendalikan kegiatan
perencanaan, monitoring, evaluasi, pelaporan, keuangan, umum
dan kepegawaian.
1) Subbagian Perencanaan dan Keuangan
Dipimpin oleh Kepala Subbagian yang mempunyai tugas
menyusun rencana program kegiatan, pengumpulan dan
pengolahan data, evaluasi, pelaporan serta sebagai Pejabat
Penatausahaan Keuangan yang melaksanakan fungsi
pengelolaan keuangan Dinas.
2) Subbagian Umum dan Kepegawaian
Dipimpin oleh Kepala Subbagian yang mempunyai tugas
melakukan urusan surat menyurat, penggandaan, ekspedisi,
kearsipan, kehumasan, ketatalaksanaan dan rumah tangga,
pengadaan dan pemeliharaan perlengkapan kantor serta
melakukan pengelolaan administrasi kepegawaian.
c. Bidang Perindustrian
commit to user
library.uns.ac.id 38
digilib.uns.ac.id

Dipimpin oleh Kepala Bidang yang mempunyai tugas


melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas di bidang perindustrian
meliputi perencanaan dan perizinan serta pembinaan dan
pengembangan.
1) Seksi Perencanaan dan Perizinan Industri
Dipimpin oleh Kepala Seksi yang mempunyai tugas
melaksanakan perencanaan, penanganan, pengawasan dan
pengendalian perizinan industri.
2) Seksi Pembinaan dan Pengembangan
Dipimpin oleh Kepala Seksi yang mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan, pembinaan dan pengembangan
terhadap sarana usaha dan produksi industri.
d. Bidang Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Dipimpin oleh Kepala Bidang yang mempunyai tugas
melaksanakan sebagian tugas Kepala Dinas di bidang tenaga kerja
dan transmigrasi meliputi pelatihan, penempatan tenaga kerja,
hubungan industrial dan ketenagakerjaan serta transmigrasi.
1) Seksi Pelatihan dan Penempatan Tenaga Kerja
Dipimpin oleh Kepala Seksi, mempunyai tugas
menyelenggarakan pelatihan dan penempatan tenaga kerja.
2) Seksi Hubungan Industrial dan Ketenagakerjaan
Dipimpin oleh Kepala Seksi, mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan hubungan industrial dan ketenagakerjaan.
3) Seksi Transmigrasi
Dipimpin oleh Kepala Seksi, mempunyai tugas melaksanakan
pendaftaran, seleksi, pembinaan dan penyuluhan di bidang
transmigrasi
e. Jabatan Fungsional
Jabatan fungsional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Kepala Dinas yang terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang
commit to user
terbagi dalam beberapa kelompok sesuai dengan bidang
library.uns.ac.id 39
digilib.uns.ac.id

keahliannya, diangkat dari Pegawai Negeri Sipil berdasarkan


ketentuan peraturan Perundang-undangan. Setiap Kelompok
Jabatan Fungsional dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior
yang diangkat oleh Bupati di antara tenaga fungsional yang ada.
Jumlah tenaga fungsional ditentukan sesuai kebutuhan dan beban
kerja. Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional diatur berdasarkan
ketentuan peraturan Perundang-undangan.

B. Hasil Penelitian
1. Peran Mediator Dinas Perindustrian Dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten Dalam Memberikan Perlindungan Bagi Pekerja yang Terkena
Pemutusan Hubungan Kerja Pada Masa Pandemi COVID-19
Pengumpulan data dan informasi mengenai perlindungan hak
pekerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja oleh Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten pada masa pandemi COVID-19 dilakukan
dengan mengadakan wawancara bersama Bapak Asfan Harahap, S.Sos
selaku mediator Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 16


Desember 2020, 7 Januari 2021 dan 16 Februari 2021 diperoleh data dan
informasi bahwa selama pandemi COVID-19, Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten menangani 10 kasus PHK. PHK ini
merupakan dampak dari adanya pandemi COVID-19 yang mengakibatkan
terhambatnya kinerja dan proses produksi sehingga kondisi keuangan
perusahaan menurun dan kesulitan untuk memenuhi kewajibannya kepada
pekerja berupa pemberian upah. Dengan adanya PHK, maka hubungan
kerja antara pengusaha dengan pekerja telah usai sehingga tidak ada lagi
hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak. Mekanisme PHK telah
diatur dalam peraturan peraturan perundang-undangan sehingga tidak serta
merta dapat dilakukan atas kemauan oleh salah satu pihak. Jika PHK tidak
dapat dihindarkan lagi commit
maka penyelesaiannya
to user harus diawali dengan
library.uns.ac.id 40
digilib.uns.ac.id

perundingan bipartit antara pengusaha dengan pekerja, apabila kedua belah


pihak sepakat untuk melakukan PHK maka dibuat Perjanjian Bersama
(PB) yang mengikat para pihak. Namun jika perundingan bipartit tidak
mencapai kesepakatan, maka penyelesaian perselisihan PHK dapat
dilimpahkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat seperti Dinas Tenaga Kerja.

Campur tangan pemerintah mempunyai peran penting untuk


menciptakan keadilan dalam hubungan ketenagakerjaan karena pengusaha
dan pekerja memiliki perbedaan secara sosial dan ekonomi. Dalam hal ini,
posisi pekerja lebih lemah jika dibandingkan dengan pengusaha.
Perlindungan mendasar yang diberikan pemerintah yaitu dengan membuat
aturan dan kebijakan yang harus dipatuhi oleh pengusaha dan pekerja yang
bertujuan supaya hak dan kewajiban dapat terlaksana sebagaimana
mestinya. Peraturan-peraturan yang dibuat pemerintah untuk memberikan
perlindungan kepada pekerja seperti peraturan tentang pengupahan, BPJS
ketenagakerjaan dan BPJS kesehatan.

Pada masa pandemi COVID-19, Pemerintah membuat kebijakan


mengenai program kartu prakerja, dalam hal ini Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten juga turut serta berperan dalam
pelaksanaan program kartu prakerja yaitu dengan mencatat data pekerja
yang diPHK dan mendampinginya untuk mendaftar program kartu
prakerja. Untuk masyarakat lain yang ingin mengikuti program prakerja
selain mengalami PHK dapat mendaftarkan secara mandiri melalui
website prakerja. Program ini bertujuan untuk mengurangi kemiskinan dan
angka pengangguran di Indonesia. Dengan kartu prakerja, Pemerintah
memberikan bantuan kepada pekerja/buruh kecil yang mengalami PHK
dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terkena dampak pandemi COVID-
19, sehingga mereka dapat bekerja kembali. Pendaftaran program kartu
prakerja dapat diakses dengan mudah karena dilakukan secara online.
Bantuan diberikan kepadacommit
setiaptopemegang
user kartu prakerja sebesar Rp
library.uns.ac.id 41
digilib.uns.ac.id

3.550.000,- yang dikirimkan secara bertahap selama 4 bulan. Selain itu,


pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja dan telah terdaftar di
dalam BP Jamsostek diberikan insentif tambahan sebesar Rp 600.000,- .
program kartu prakerja bekerjasama dengan 8 perusahaan penyedia jasa
daring, antara lain Ruangguru, Maubelajarapa.com, Pintaria, Sekolahmu,
Pijar Mahir, Bukalapak, Tokopedia dan Kemnaker.go.id.

Dalam rangka menjamin diberlakukannya peraturan terkait


perlindungan terhadap pekerja, Dinas Tenaga Kerja melakukan
pengawasan terhadap pekerja dan pengusaha. Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pengawasan
ketenagakerjaan di Kabupaten Klaten menjandi tanggung jawab Dinas
Tenaga Kerja Jawa Tengah. Dan dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Surakarta. Namun di sisi
lain, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten juga
melakukan pembinaan untuk memastikan peraturan terkait
ketenagakerjaan diterapkan dengan baik. Pembinaan dilaksanakan oleh
perwakilan dari bidang Hubungan Industrial secara rutin setiap 6 bulan
sekali. Pembinaan tersebut berupa pengecekan apakah perusahaan sudah
melaksanakan aturan atau belum dengan datang langsung ke perusahaan
maupun perwakilan perusahaaan yang datang ke Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten. Setelah dilakukannya pengecekan, jika
terdapat perusahaan yang melakukan tindakan yang tidak sesuai dari
aturan maka perwakilan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten melaporkan kepada Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah
Surakarta (Satwasker) untuk mendapat tindakan lebih lanjut.

Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten


memberikan perlindungan hak kepada pekerja PHK dalam bentuk
penyediaan fasilitas mediasi. Proses mediasi dalam penyelesaian
perselisihan hubungan industrial dilakukan oleh mediator yang telah
commit to
memiliki sertifikasi sebagai user
mediator hubungan industrial dari
library.uns.ac.id 42
digilib.uns.ac.id

Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Dalam struktur organisasi


Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten yang bertugas
menjadi mediator terdiri dari 2 orang dari seksi hubungan industrial dan
ketenagakerjaan yaitu Bapak Asfan Harahap, S.Sos dan Ibu Dwi Utami
Setyorini, S.H.

Pemberian fasilitas mediasi bertujuan untuk mengupayakan


terpenuhinya hak-hak pekerja akibat Pemutusan Hubungan Kerja yaitu hak
atas Uang Pesangon, Uang Penghargaan Masa Kerja dan Uang Pengganti
Hak yang besarannya telah ditentukan dalam UU Ketenagakerjaan.

Adapun mekanisme penyelesaian PHK secara mediasi di Dinas


Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten adalah sebagai berikut:

a. Pengaduan pihak yang merasa dirugikan ke Dinas Perindustrian


dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten
Proses Mediasi diawali dengan adanya pengaduan oleh
pihak yang berselisih. Pada tahap pengaduan, salah satu pihak yang
merasa dirugikan secara langsung mengajukan formulir pengaduan
pada bagian Tata Usaha Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten. Kemudian dari bagian Tata Usaha disampaikan
kepada Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten untuk ditugaskan ke seksi Hubungan Industrial dan
Ketenagakerjaan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial
ditangani oleh Mediator Hubungan Industrial.
b. Penawaran penyelesaian perselisihan dengan perundingan bipartit
Sebelum melayangkan surat panggilan kepada para pihak,
terlebih dahulu ditawarkan untuk melakukan perundingan bipartit
antara pekerja dan pengusaha di perusahaan tempat mereka
bekerja.
c. Pemanggilan para pihak yang berselisih

commit to user
library.uns.ac.id 43
digilib.uns.ac.id

Dalam waktu kurang dari 7 (tujuh) hari, mediator harus


sudah memanggil para pihak yang berselisih yaitu pekerja dan
pengusaha. Pemanggilan para pihak dilakukan dengan
melayangkan surat panggilan. Pelaksanaan mediasi dilaksanakan
selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
mediator menerima pelimpahan tugas untuk menyelesaikan
perselisihan PHK. Penetapan jadwal mediasi ditentukan oleh
mediator.
d. Pelaksanaan Mediasi
Mediasi dilakukan sebagai upaya untuk menyelesaikan
perselisihan dengan cara musyawarah untuk mufakat. Dalam
proses mediasi, ha-hal yang dibutuhkan oleh mediator untuk
menyelesaikan perselisihan PHK antara lain mengenai penyebab
terjadinya perselisihan, besarnya upah pekerja, masa kerja dan
tuntutan. Dalam proses mediasi tidak melibatkan dokumen
perusahaan karena dilakukan pemeriksaan langsung di hadapan
pihak pengusaha dan pekerja.
e. Hasil Mediasi
Hasil dari proses mediasi berupa kesepakatan maupun tidak
sepakat.
1) Perjanjian Bersama
Apabila kedua belah pihak sepakat, Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten mengeluarkan surat perjanjian
bersama yang berisi tanggal pengakhiran hubugan kerja dan
besaran pesangon yang diberikan kepada pekerja, perjanjian
bersama dibuat sesaat setelah adanya kesepakatan antara kedua
belah pihak. Perjanjian bersama memiliki kekuatan hukum
yang mengikat antara pengusaha dan pekerja.
2) Surat Anjuran
Apabila kedua belah pihak tidak sepakat, maka mediator
commitdan
memberikan anjuran to user
pandangan hukum mengenai apakah
library.uns.ac.id 44
digilib.uns.ac.id

pekerja dapat dipekerjakan kembali dan mengenai hak-hak


pekerja yang harus dipenuhi antara lain uang pesangon, uang
penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak dengan
berdasarkan ketentuan dalam undang-undang. Anjuran ini
bersifat tertulis dan secara langsung disampaikan kepada para
pihak. Dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari para pihak harus
menjawab surat anjuran yang dikeluarkan oleh mediator apakah
akan diterima atau ditolak. Jika anjuran diterima maka isi
dalam anjuran tersebut dapat langsung diterapkan oleh para
pihak dan jika anjuran ditolak maka dapat dilanjutkan ke
Pengadilan Hubungan Industrial Semarang. Dalam jangka
waktu 10 (sepuluh) hari para pihak tidak memberikan jawaban,
maka dianggap menolak anjuran dari mediator.
f. Membuat Risalah Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Risalah penyelesaian perselisihan PHK sebagai bahan bagi
pengadilan hubungan industrial apabila tidak tercapai kesepakatan
di tingkat mediasi. Risalah penyelesaian perselisihan PHK dibuat
ketika para pihak memintanya untuk melanjutkan proses
penyelesaian perselisihan di tingkat pengadilan hubungan
industrial.
g. Pencatatan Hasil Mediasi
Setelah tercapai hasil mediasi, kemudian hasilnya direkap
sebagai arsip Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten yang memuat jumlah persetujuan bersama, jumlah yang
tidak mencapai kesepakatan, profil perusahaan dan keterangan
singkat perselisihan yang dihadapi.

Proses mediasi dilaksanakan di ruang khusus mediasi hubungan


industrial Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten. Fungsi
mediator ialah sebagai penengah bagi pekerja dan pengusaha dalam
mempertemukan keinginan kedua
commit belah pihak yang berselisih supaya
to user
library.uns.ac.id 45
digilib.uns.ac.id

tercapai kesepakatan dengan menyediakan fasilitas tempat di Dinas


Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan perlindungan hak


pekerja PHK oleh Mediator Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten pada masa Pandemi COVID-19

Berdasarkan informasi yang diperoleh bahwa Dinas Perindustrian


dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dalam memberikan perlindungan hak
bagi pekerja/buruh yang mengalami PHK dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Diantaranya yaitu faktor undang-undang yang digunakan sebagai
pedoman mediator dalam menyelesaikan perselisihan PHK melalui
mediasi didasarkan pada UU PPHI. Kemudian untuk alasan PHK dan hak-
hak pekerja yang diupayakan terpenuhinya didasarkan pada UU
Ketenagakerjaan. Selain undang-undang terdapat perjanjian kerja antara
pengusaha dan pekerja dijadikan dasar untuk menyelesaikan perselisihan
yang ada.

Dalam penyelesaian perselisihan dilakukan oleh bagian Hubungan


Industrial dan Ketenagakerjaan. Perlindungan hak pekerja akibat
Pemutusan Hubungan Kerja dilaksanakan dengan memberikan fasilitas
mediasi bagi para pihak yang mengalami perselisihan dengan 2 mediator
yang telah memiliki sertifikasi menjadi mediator hubungan industrial dari
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan telah berpengalaman di
bidangnya. Mediator hubungan industrial di Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten yaitu Bapak Asfan Harahap, S.Sos dan
Ibu Dwi Utami Setyorini, S.H.

Faktor lainnya yaitu sarana dan fasilitas, dalam pelaksanaan


mediasi hubungan industrial Pelaksanaan mediasi dilaksanakan di ruang
khusus mediasi hubungan industrial di Dinas Perindustrian dan Tenaga
Kerja Kabupaten Klaten. Sehingga para pihak dapat secara langsung hadir
commit to user
library.uns.ac.id 46
digilib.uns.ac.id

ke Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten untuk


melaksanakan perundingan.

Perlindungan terhadap pekerja dapat terwujud apabila pengusaha


dan pekerja dapat memenuhi hak dan kewajibannya dalam hubungan
kerja, berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan
dengan Bapak Asfan Harahap, S.Sos., Dinas Perindustrian dan Tenaga
Kerja Kabupaten Klaten menangani 10 kasus Pemutusan Hubungan Kerja.
Kasus PHK berasal dari perusahaan padat karya (Garmen) dan Percetakan.
Terjadinya PHK disebabkan karena proses produksi terganggu sehingga
perusahaan mengalami kerugian dan tidak dapat memberikan upah kepada
pekerja. Dari 10 kasus PHK yang masuk ke Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten antara lain PT. JJ Glove, Green Glove,
PT. Hermosa Garment International, PT. Sumber Alfaria Trijaya, PT. Jalur
Mandiri Utama, PT Panen Mas Jogja, PT. Intan Pariwara, PT. Samator
Gas Industri Klaten, CV. Ina Karya Jaya, PT Pagupon Lintas Nusantara.
Dari 10 kasus PHK tersebut 5 diantaranya berakhir dengan surat anjuran.
Hal ini menunjukkan sulitnya mencapai kesepakatan diantara para pihak.

Dari data tersebut, perusahaan yang melaksanakan mediasi di


Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten salah satunya
yaitu PT. JJ Glove yang Beralamat di Jl. Ronggo Warsito, Ngaranmlese,
Dusun I, Bulurejo, Kec. Juwiring, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Perusahaan ini bergerak dalam bidang produksi sarung tangan yang
berorientasi pada pasar luar negeri (Ekspor). Bahan baku produk ini yaitu
kain yang dipasok dari luar negeri, sedangkan bahan kimia sebagai
pendukung pembuatan produk ini sebagian besar masih diimport. Sejak
pandemi COVID-19, perusahaan kesulitan untuk memasok bahan baku
pembuatan sarung tangan yang harus didatangkan dari luar negeri.
Sehingga proses produksi menjadi terhambat dan PHK tidak dapat
dihindarkan. Pekerja yang mengalami PHK yaitu sebanyak 330 orang.
commit to user
library.uns.ac.id 47
digilib.uns.ac.id

Pihak yang mengajukan penyelesaian perselisihan secara mediasi


di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten berasal dari
Pekerja yang memperoleh pesangon dengan tidak semestinya. Dalam
proses mediasi ini para pihak tidak mencapai kesepakatan, sehingga
mediator mengeluarkan surat anjuran bagi para pihak. Namun para pihak
menolak surat anjuran dari mediator dan melanjutkan penyelesaian
perselisihan ke pengadilan Hubungan Industrial.

Perusahaan lain yang juga melaksanakan mediasi di Dinas


Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten yaitu PT Panen Mas
Jogja yang beralamat di Jl. Ngaran-Kuncen No. 002, Patih, Kuncen, Kec.
Ceper, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah 57465. Permasalahan yang
dialami yaitu karena tidak terpenuhinya upah dan uang Tunjangan Hari
Raya. Dari hasil mediasi mencapai kesepakatan oleh karena itu dibuatlah
Perjanjian Bersama yang memuat antara lain:

a. Kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan pembayaran


Tunjangan Hari Raya (THR) yang akan dibayarkan secara bertahap
yaitu:
1) Tahap I yang akan dibayarkan secara bertahap sebesar 60%
(proposional) yang akan dibayarkan pada tanggal 18 Mei 2020
2) Tahap II akan dibayarkan sebesar 40% (proposional) yang akan
dibayarkan paling lambat pada tanggal 31 Desember 2020, tapi
apabila kondisi keuangan perusahaan sudah membaik akan segera
dibayarkan sebelum batas waktu maksimal
b. Bahwa kedua belah pihak sepakat untuk melaksanakan libur selama 8
hari kerja terhitung tanggal 26 Mei 2020 s/d 5 Juni 2020, “Dengan
tidak menerima gaji”. Oleh karena/akibat pandemi COVID-19, yang
mengakibatkan pabrik tidak mampu beroperasi karena tidak ada order
yang dikerjakan
c. Bahwa pihak pertama tetap membayarkan gaji/upah pihak kedua
sesuai proporsi jumlahcommit to user
hari kerja pihak kedua
library.uns.ac.id 48
digilib.uns.ac.id

d. Bahwa pihak pertama tetap membayarkan upah/gaji bulan Mei 2020


yang dibayarkan tanggal 29 Mei 2020
e. Bahwa pihak kedua sepakat akan mulai bekerja kembali pada tanggal 8
Juni 2020 dan berjanji akan selalu bekerja dengan semangat serta
menjaga produktifitas dengan baik.

C. Pembahasan
1. Analisis Peran Mediator Dinas Perindustrian Dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten Dalam Memberikan Perlindungan Bagi Pekerja
yang Terkena Pemutusan Hubungan Kerja Pada Masa Pandemi
COVID-19
Pengakuan Negara Indonesia atas adanya hak setiap warga negara
untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan
amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 27 ayat (2). Sehingga dapat diartikan bahwa Negara dalam hal
memberikan perlindungan hak atas upah untuk mencapai penghidupan
yang layak merupakan bentuk dari pengakuan Hak Asasi Manusia. Hal
tersebut telah sesuai dengan teori Perlindungan hukum menurut Philipus
M. Hadjon, yaitu perlindungan terhadap harkat dan martabat, serta
pengakuan terhadap hak asasi manusia yang diikuti oleh subyek hukum
dalam Negara hukum, berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan
(Philipus M. Hadjon, 1987: 105).
Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan upaya yang
dilakukan untuk memberikan perlindungan kepada pekerja supaya
mendapatkan hak-haknya dan mencegah terjadinya pelanggaran yang
dilakukan oleh pengusaha yang diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Tujuan diberikannya perlindungan hukum terhadap pekerja
yaitu untuk menjamin berlangsungnya hubungan kerja yang harmonis
tanpa disertai tekanan dari pihak yang kuat kepada pihak yang lemah.
commit to
Selain itu perlindungan hukum user pekerja juga bertujuan untuk
terhadap
library.uns.ac.id 49
digilib.uns.ac.id

melindungi pekerja pada saat hubungan kerja tersebut berakhir. Hubungan


kerja berakhir dapat disebabkan karena waktu perjanjian kerja berakhir
atau dikarenakan tindakan pengusaha melakukan PHK. Sehingga
perlindungan hukum bertujuan untuk memberikan pemenuhan hak-hak
pekerja setelah berakhirnya hubungan kerja.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa perlindungan hak yang
diberikan Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten
dilakukan dalam upaya pemenuhan upah bagi Pekerja PHK. Namun dalam
upaya pemenuhan upah tersebut tidak didukung oleh pengusaha yang tidak
membayarkan upah pekerja sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang, sehingga perlindungan ekonomis belum terpenuhi. Perlindungan
ekonomis dalam teori perlindungan terhadap pekerja yang dikemukakan
oleh Imam Soepomo yaitu perlindungan terhadap pekerja/buruh terkait
penghasilannya. Perlindungan ini meliputi usaha-usaha yang dilakukan
untuk memberikan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan hidup pekerja
beserta keluarganya. Dalam memberikan perlindungan secara ekonomis,
maka kebutuhan terhadap aturan tentang pengupahan menjadi penting
(Imam Soepomo, 2003: 164).
Pemerintah dalam hal ini menetapkan aturan tentang pengupahan
guna menyelaraskan bentuk upah yang layak bagi pekerja yang telah
diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Hal ini juga telah ditegaskan dalam
Pasal 1 ayat (30) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa Upah
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh.
Selain itu, pada masa pandemi COVID-19 pemerintah membuat kebijakan
mengenai pemberian kartu prakerja dengan dikeluarkannya peraturan
presiden Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja
melalui Program Kartu Prakerja. Dengan kartu prakerja, Pemerintah
memberikan bantuan kepada pekerja/buruh kecil yang mengalami PHK
dan pelaku usaha mikro dan kecil yang terkena dampak pandemi COVID-
commit
19, sehingga mereka dapat to user
bekerja kembali. Bantuan diberikan kepada
library.uns.ac.id 50
digilib.uns.ac.id

setiap pemegang kartu prakerja sebesar Rp 3.550.000,- yang dikirimkan


secara bertahap selama 4 bulan. Selain itu, pekerja yang mengalami
Pemutusan Hubungan Kerja dan telah terdaftar di dalam BP Jamsostek
diberikan insentif tambahan sebesar Rp 600.000,-
Dalam rangka menjamin diberlakukannya peraturan terkait
perlindungan terhadap pekerja, maka diperlukan pengawasan
ketenagakerjaan. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan pada Pasal 134 yang
berbunyi “Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan kewajiban
pekerja/buruh dan pengusaha, pemerintah wajib melaksanakan
pengawasan dan penegakan peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan”. Kemudian, untuk melaksanakan pengawasan di bidang
ketenagakerjaan, berdasarkan Pasal 178 UU Ketenagakerjaan menyatakan
bahwa “Pengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh unit kerja
tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di
bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan
pemerintah kabupaten/kota”.
Tugas pengawasan ketenagakerjaan berdasarkan lampiran Undang-
Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah disebutkan
bahwa penetapan sistem pengawasan ketenagakerjaan dan pengelolaan
tenaga pengawas ketenagakerjaan menjadi urusan Pemerintah Pusat,
sedangkan kewenangan penyelenggaraan pengawasan ketenagakerjaan
menjadi urusan Pemerintah Daerah Provinsi. Sehingga pengawasan
ketenagakerjaan di Kabupaten Klaten menjadi tanggung jawab Dinas
Tenaga Kerja Jawa Tengah.

Pelaksanaan pengawasan di Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi


Provinsi Jawa Tengah dilaksanakan oleh Satuan Pengawasan
Ketenagakerjaan Kelas B yang dibagi menjadi 6 kantor yang tersebar di
wilayah Jawa Tengah antara lain:

a. Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Semarang


commit
b. Satuan Pengawasan to user
Ketenagakerjaan Wilayah Pati
library.uns.ac.id 51
digilib.uns.ac.id

c. Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Magelang


d. Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Banyumas
e. Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Pekalongan
f. Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Surakarta
dengan tempat kedudukan di Kota Surakarta meliputi wilayah
kerja: Kota Surakarta, Kabupaten Sukoharjo, Kabupaten
Karanganyar, Kabupaten Sragen, Kabupaten Boyolali,
Kabupaten Klaten dan Kabupaten Wonogiri. Kantor Satuan
Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Surakarta beralamat di
Jalan Slamet Riyadi Nomor 1, Surakarta, Jawa Tengah Kode
Pos 57115.

Penyelenggaraan pengawasan di Kabupaten Klaten menjadi


tanggung jawab Satuan Pengawasan Ketenagakerjaan Wilayah Surakarta.
Namun di sisi lain, Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten juga melakukan pembinaan untuk memastikan peraturan terkait
ketenagakerjaan diterapkan dengan baik. Hal ini dilakukan Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten sebagai upaya untuk
menjamin diberlakukannya peraturan-peraturan ketenagakerjaan baik itu
perjanjian kerja bersama maupun undang-undang di masing-masing
perusahaan.

Berdasarkan Pasal 151 ayat (1) UU Ketenagakerjaan disebutkan


bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, serikat pekerja/serikat buruh, dan
pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi
PHK. Sehingga pelaksanaan PHK tidak dapat dilakukan secara langsung
namun harus mengusahakan upaya-upaya untuk menghindarinya. Hal ini
dikarenakan PHK berdasarkan Pasal 1 ayat (25) UU Ketenagakerjaan,
merupakan pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang
mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/ buruh dan
pengusaha. Sehingga dengan adanya PHK akan berdampak buruk terhadap
commit to user
library.uns.ac.id 52
digilib.uns.ac.id

perekonomian dan kelangsungan hidup serta masa depan para


pekerja/buruh.
Menurut Imam Soepomo, Peraturan perundang-undangan
mengenai perburuhan di Indonesia mengakui adanya suatu azas
perburuhan, yang menyatakan bahwa buruh berhak untuk tetap
memperoleh pekerjaannya kecuali ada alasan-alasan tertentu yang dapat
menghentikannya (Imam Soepomo, 2003: 78). Dengan demikian dapat
diartikan bahwa setiap adanya PHK harus dilaksanakan berdasarkan atas
alasan-alasan tertentu yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang.
UU Ketenagakerjaan telah diatur mengenai alasan-alasan PHK
yang diperbolehkan berdasarkan Undang-Undang, antara lain:
a. Pemutusan Hubungan Kerja Demi Hukum
PHK demi hukum berarti hubungan kerja tersebut harus putus dengan
sendirinya dan ditujukan kepada pekerja atau buruh, pengusaha tidak
perlu mendapatkan penetapan PHK dari lembaga yang berwenang.
PHK demi hukum dapat terjadi dalam hal sebagaimana yang diatur
dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 154, yaitu :
1) Pekerja/buruh masih dalam masa percobaan kerja, bilamana telah
dipersyaraktan secara tertulis sebelumnya;
2) Pekerja/buruh mengajukan permintaan pengunduran diri, secara
tertulis atas kemauan sendiri tanpa ada indikasi adanya
tekanan/intimidasi dari pengusaha, berakhirnya hubungan kerja
sesuai dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pertama kali;
3) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama, atau peraturan perundang-undangan; atau
4) Pekerja/buruh meninggal dunia.
b. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Pekerja/Buruh
PHK oleh pekerja/buruh, yaitu PHK oleh pihak pekerja terjadi karena
keinginan dari pihak pekerja. Berdasarkan UU Ketenagakerjaan , PHK
oleh pekerja/buruh dapat dilakukan sebagai berikut:
1) Pekerja/buruh mengundurkan diri (Pasal 162).
2) Pekerja/buruh tidak bersedia melanjutkan hubungan kerja
disebabkan adanya perubahan status, penggabungan, peleburan dan
commit
perubahan kepemilikan to user (Pasal 163 ayat (1)).
perusahaan
library.uns.ac.id 53
digilib.uns.ac.id

3) Permohonan pekerja/buruh kepada lembaga penyelesaian


perselisihan hubungan industrial (Pasal 169 ayat (2)).
4) Permohonan pekerja/buruh karena sakit berkepanjangan,
mengalami cacat tetap akibat kecelakaan kerja (Pasal 172).
Berdasarkan Pasal 169 ayat (1) UU Ketenagakerjaan,
pekerja/buruh dapat mengajukan pemutusan hubungan kerja kepada
lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hal
pengusaha melakukan kesalahan.

c. Pemutusan Hubungan Kerja oleh Majikan/Pengusaha


Berdasarkan UU Ketenagakerjaan, pengusaha dapat melakukan
pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh melakukan hal sebagai berikut:
1) Pekerja/buruh melakukan kesalahan berat (Pasal 158 ayat (1));
2) Pekerja/buruh ditahan pihak yang berwajib (Pasal 160 ayat (3));
3) Pekerja/buruh melakukan tindakan Indisipliner, dengan melakukan
pelanggaran ketentuan yang diatur dalam perjanjian kerja,
peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama (Pasal 161 ayat
(1));
4) Perubahan status, penggabungan dan peleburan perusahaan (Pasal
163);
5) Perusahaan tutup karena mengalami kerugian, yang telat diaudit
dan dinyatakan mengalami kerugian oleh akuntan publik (Pasal
164 ayat (2));
6) Pekerja/buruh meninggal dunia (Pasal 166);
7) Pekerja/buruh mencapai usia pensiun sesuai dengan ketetapan
dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja
bersama atau perundang-undangan (Pasal 167 ayat (1));
8) Pekerja/buruh mangkir yang dikualifikasi mengundurkan diri
(Pasal 168 ayat (1));
9) Pekerja/buruh telah mengadukan dan melaporkan bahwa
pengusaha telah melakukan kesalahan namun tidak terbukti (Pasal
169 ayat (3)).

d. Pemutusan Hubungan Kerja karena Putusan Pengadilan


Pemutusan Hubungan Kerja ini merupakan akibat dari adanya
sengketa antara buruh dan majikan yang berlanjut sampai ke proses
pengadilan. Datangnya perkara dapat dari buruh atau dapat dari
commit
majikan (Asri Wijayanti, 2010:to167).
user PHK oleh pengadilan, yaitu PHK
library.uns.ac.id 54
digilib.uns.ac.id

oleh putusan pengadilan terjadi karena alasan-alasan tertentu yang


mendesak dan penting, misalnya terjadi peralihan kepemilikan,
peralihan aset atau pailit.
Jenis PHK yang penyelesaian perselisihannya dilakukan di Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten pada masa Pandemi
COVID-19 merupakan PHK yang dilakukan oleh pengusaha. Perusahaan-
perusahaan yang mengalami PHK berasal dari perusahaan Garmen dan
Percetakan yang dalam pelaksanaannya dituntut untuk menghasilkan
sebuah produk. Kemudian dengan adanya kebijakan pemerintah terkait
pencegahan perluasan penyebaran COVID-19, perusahaan-perusahaan
tersebut harus menghentikan kegiatan produksi. Kondisi ini menyebabkan
kinerja, proses produksi dan kondisi keuangan perusahaan menurun,
sehingga perusahaan mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya
kepada pekerja berupa pemberian upah (Yusuf Randi, 2020: 121). Untuk
mengurangi kerugian perusahaan akibat tidak mampu menutup biaya
produksi di masa Pandemi COVID-19, pengusaha mengambil keputusan
untuk melakukan PHK kepada para pekerjanya. Hal ini telah sesuai
dengan Pasal 164 ayat (3) UU Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa
pengusaha dapat melakukan PHK terhadap pekerja/buruh karena
perusahaan melakukan efisiensi, dengan ketentuan pekerja/buruh berhak
atas uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak sesuai ketentuan UU Ketenagakerjaan.
Pelaksanaan PHK harus melalui mekanisme yang telah diatur
dalam Undang-Undang serta tetap memperhatikan dan melindungi hak-
hak pekerja yang di PHK seperti yang telah disebutkan dalam Pasal 151
ayat (2) dan (3) UU Ketenagakerjaan sebagai berikut:

(2) Dalam hal segala upaya telah dilakukan, tetapi pemutusan


hubungan kerja tidak dapat dihindari, maka maksud pemutusan
hubungan kerja wajib dirundingkan oleh pengusaha dan serikat
pekerja/serikat buruh atau dengan pekerja/buruh apabila
pekerja/buruh yang bersangkutan tidak menjadi anggota serikat
commit to user
pekerja/serikat buruh.
library.uns.ac.id 55
digilib.uns.ac.id

(3) Dalam hal perundingan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)


benar-benar tidak menghasilkan persetujuan, pengusaha hanya
dapat memutuskan hubungan kerja dengan pekerja/buruh setelah
memperoleh penetapan dari lembaga penyelesaian perselisihan
hubungan industrial.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa mekanisme mediasi di
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dalam
menyelesaikan perselisihan PHK harus diawali dengan penyelesaian oleh
para pihak, yaitu penyelesaian perselisihan secara bipartit antara para
pihak di perusahaan. Hal ini sudah sesuai dengan Pasal 3 UU PPHI. Dalam
Pasal 3 disebutkan bahwa perselisihan hubungan industrial wajib
mengupayakan penyelesaiannya terlebih dahulu dengan perundingan
bipartit secara musyawarah untuk mencapai mufakat. Hal ini dilakukan
terlebih dahulu antara pekerja dengan pengusaha dalam setiap perselisihan
hubungan industrial baik itu perselisihan hak, perselisihan kepentingan,
perselisihan PHK dan perselisihan antar serikat pekerja sebelum diajukan
ke lembaga penyelesaian perselisihan karena tanpa adanya campur tangan
dari pihak lain sehingga diharapkan dapat mencapai hasil yang saling
menguntungkan di antara kedua belah pihak.

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (10) UU PPHI, perundingan


bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan
hubungan industrial. Upaya bipartit diatur dalam Pasal 3 sampai dengan
Pasal 7 UU PPHI. Penyelesaian perselisihan bipartit harus diselesaikan
dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal dimulainya
perundingan. Apabila dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari salah satu
pihak menolak untuk berunding atau telah dilakukan perundingan tetapi
tidak mencapai kesepakatan, maka perundingan bipartit dianggap gagal
(Asri Wijayanti, 2010: 165). Kemudian salah satu pihak atau kedua belah
pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung
jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti
commit to user
bahwa upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.
library.uns.ac.id 56
digilib.uns.ac.id

Berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPHI bahwa dalam perundingan


bipartit gagal, maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan
perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya
penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan. Dalam
pelaksanaan proses penyelesaian PHK yang diajukan di Dinas
perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten oleh pengusaha maupun
pekerja untuk dilakukannya penyelesaian perselisihan PHK dengan proses
mediasi sering tidak disertakan hasil perundingan bipartit. Apabila tidak
disertai hasil perundingan bipartit maka petugas administrasi harus
menanyakan terlebih dahulu apakah sudah dilaksanakan secara bipartit
atau belum, jika belum dilaksanakan perundingan bipartit maka akan
ditawarkan terlebih dahulu untuk melaksanakan perundingan secara
bipartit di perusahaan. Namun Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja
Kabupaten Klaten akan tetap melanjutkan proses mediasi meskipun tidak
ada bukti perundingan bipartit telah dilaksanakan sebelumnya, hal ini tidak
sesuai dengan amanat Pasal 4 ayat (2) UU PPHI yang menyatakan bahwa
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan
mengembalikan berkas untuk dilengkapi kepada pihak yang melapor
apabila bukti perundingan bipartit tidak dipenuhi.

Dalam Pasal 4 ayat (3) UU PPHI disebutkan bahwa setelah


menerima pencatatan atau pengaduan dari salah satu atau para pihak,
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat
wajib menawarkan kepada para pihak untuk menyepakati memilih
penyelesaian melalui konsiliasi atau melalui arbitrase. Kemudian
berdasarkan Pasal 4 ayat (4) UU PPHI, apabila para pihak tidak
menetapkan pilihan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase dalam
waktu 7 (tujuh) hari kerja, maka instansi yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan melimpahkan penyelesaian perselisihan kepada
mediator. Namun pelaksanaannya di Dinas Perindustrian dan Tenaga
commit to user
library.uns.ac.id 57
digilib.uns.ac.id

Kerja Kabupaten Klaten tidak sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 4 ayat
(3) dan (4) karena tidak menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi atau
melalui arbitrase melainkan langsung melanjutkan pada proses
pemanggilan para pihak.

Mediator berperan sebagai pihak ketiga yang netral dan tidak


berwenang mengambil keputusan, serta berfungsi sebagai pihak penengah
bagi pekerja dan pengusaha dalam mempertemukan keinginan kedua belah
pihak yang berselisih untuk mencapai kesepakatan. Mediator Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten telah memenuhi
persyaratan yang tertulis dalam Pasal 9 UU PPHI antara lain:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;


b. Warga negara Indonesia;
c. Berbadan sehat menurut surat keterangan dokter;
d. Menguasai peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan;
e. Berwibawa, jujur, adil, dan berkelakuan tidak tercela;
f. Berpendidikan sekurang-kurangnya Strata Satu (S1);
g. Syarat lain yang ditetapkan oleh Menteri.

Sidang mediasi di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja


Kabupaten Klaten dilaksanakan dalam waktu selambat-lambatnya 7
(tujuh) hari kerja setelah menerima pelimpahan penyelesaian perselisihan,
serta mediator juga yang menetapkan jadwal sidang mediasi. Hal ini telah
sesuai dengan ketentuan Pasal 10 UU PPHI yang disebutkan bahwa, dalam
waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah menerima
pelimpahan penyelesaian perselisihan, mediator harus sudah mengadakan
penelitian tentang duduknya perkara dan segera mengadakan sidang
mediasi.

Dalam proses mediasi yang dilaksanakan di Dinas Perindustrian


dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten apabila mencapai kesepakatan
commit
bersama, maka akan dibuat to user
surat Perjanjian Bersama yang ditandatangani
library.uns.ac.id 58
digilib.uns.ac.id

oleh para pihak yang berselisih dan disaksikan oleh mediator. Sedangkan
untuk hasil mediasi yang tidak mencapai kesepakatan bersama, mediator
mengeluarkan surat anjuran secara tertulis kepada para pihak dan anjuran
tersebut harus dijawab oleh para pihak dalam waktu selambat-lambatnya
10 (sepuluh) hari kerja. Apabila para pihak tidak menjawab surat anjuran,
maka para pihak dianggap menolak anjuran tersebut. Kemudian mediator
mencatatkan hasil mediasi dalam buku perselisihan yang berisi
perselisihan PHK tidak dapat diselesaikan melalui mediasi serta yang
berhasil mencapai Persetujuan Bersama sebagai arsip di Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja dan tidak didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial sehinga ketentuan Pasal 13 UU PPHI tidak
sepenuhnya terlaksana. Karena dalam Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa
Perjanjian Bersama yang sudah disepakati didaftarkan di Pengadilan
Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri di wilayah hukum pihak-
pihak mengadakan Perjanjian Bersama untuk mendapatkan akta bukti
pendaftaran.

Dalam menyusun anjuran tertulis, Dinas Perindustrian dan Tenaga


Kerja Kabupaten Klaten memperhatikan hak-hak pekerja yang diperoleh
akibat adanya PHK. Hal tersebut sudah sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 156 ayat (1) UU Ketenagakerjaan, bahwa Dalam hal terjadi
pemutusan hubungan kerja, pengusaha diwajibkan membayar uang
pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian
hak yang seharusnya diterima. Mengenai perhitungan pesangon telah
diatur dalam Pasal 156 ayat (2) sebagai berikut:

a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun, 1 (satu) bulan upah;


b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua)
tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga)
tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat)
tahun, 4 (empat) bulan upah;
commit
e. masa kerja 4 (empat) to user
tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima)
tahun, 5 (lima) bulan upah;
library.uns.ac.id 59
digilib.uns.ac.id

f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh)
tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8
(delapan) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan
upah.
Mengenai uang penghargaan masa kerja yang diatur dalam Pasal
156 ayat (3) sebagai berikut:

a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam)
tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9
(sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12
(dua belas) tahun, 4 (empat) bulan upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15
(lima belas) tahun, 5 (lima) bulan upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18
(delapan belas) tahun, 6 (enam) bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari
21 (dua puluh satu) tahun, 7 (tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang
dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8 (delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh )
bulan upah.
Mengenai uang penggantian hak yang diatur dalam Pasal 156 ayat
(4) sebagai berikut:
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya
ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan
ditetapkan 15% (lima belas perseratus) dari uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi
syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan
perusahaan atau perjanjian kerja bersama.

Dalam sidang mediasi terdapat 2 jenis hasil mediasi yaitu berupa


Perjanjian Bersama dan Surat Anjuran. Pelaksanaan Perjanjian Bersama
commit
dapat dilakukan saat tercapai to user bersama saat itu juga apabila
kesepakatan
library.uns.ac.id 60
digilib.uns.ac.id

pengusaha telah menyiapkan uang kompensasi untuk pekerja yang


berkaitan dengan PHK. Namun apabila pengusaha belum menyiapkan
uang kompensasi untuk pekerja, maka pihak pengusaha diberi waktu dua
atau tiga hari untuk melaksanakan Perjanjian Bersama yang telah
disepakati. Batas waktu pelaksanaan Perjanjian paling lambat ialah 3 (tiga)
hari sejak tercapainya kesepakatan bersama. Mediator meminta bahwa
uang kompensasi tidak boleh diangsur dan harus dilakukan atau dibayar
pada hari itu juga atau pada waktu yang telah ditetapkan bersama.
Sehingga pemenuhan hak terhadap pekerja yang diPHK akan terjamin.

Apabila dalam sidang mediasi para pihak tidak mencapai


kesepakatan, maka mediator akan mengeluarkan surat anjuran. Surat
anjuran dapat berubah menjadi Perjanjian Bersama saat anjuran tersebut
disepakati oleh para pihak dan perselisihan dianggap telah selesai. Apabila
surat anjuran tidak disetujui para pihak, maka salah satu pihak atau kedua
belah pihak dapat melanjutkan penyelesaian perselisihan ke Pengadilan
Hubungan Industrial. Hal ini sesuai dengan Pasal 13 ayat (2) huruf e UU
PPHI yang disebutkan bahwa dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3
hari kerja sejak anjuran tertulis disetujui, mediator harus sudah selesai
membantu para pihak membuat Perjanjian Bersama. Namun dalam
pelaksanaannya, setelah anjuran tertulis dikeluarkan oleh mediator, dalam
jangka waktu paling lambat 10 hari sejak surat anjuran diterima, para
pihak dapat memberikan jawaban kepada mediator apakah diterima atau
ditolak, akan tetapi apabila lebih dari 10 hari para pihak tidak memberikan
jawaban maka dapat disimpulkan bahwa surat anjuran ditolak oleh para
pihak. Dalam hal surat anjuran diterima oleh para pihak maka
perlindungan terhadap pekerja akan lebih terlaksana dengan baik. Karena
isi dalam surat anjuran telah sesuai dengan ketentuan yang ada dalam
undang-undang.

Dengan adanya peran serta dari Dinas Perindustrian dan Tenaga


Kerja Kabupaten Klatencommit
dalamto proses
user mediasi maka penyelesaian
library.uns.ac.id 61
digilib.uns.ac.id

perselisihan PHK menjadi cepat serta hak-hak dan kepentingan pekerja


PHK menjadi terpenuhi. Hal ini sesuai dengan fungsi hukum yang hadir
dalam masyarakat untuk mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan
yang dapat bersinggungan satu sama lain. Pengkoordinasian tersebut
dilakukan dengan cara membatasi serta melindungi kepentingan-
kepentingan tersebut. Sedangkan cara hukum melindungi kepentingan
seseorang yaitu dengan memberikan kekuasaan untuk bertindak dalam
memenuhi kepentingannya tersebut. Pemberian kekuasaan tersebut
dilakukan secara terukur keluasannya (Satjipto Rahardjo, 2010:53).

Menurut Sudikno Mertokusumo, penegakan hukum berfungsi


sebagai perlindungan kepentingan manusia. Agar kepentingan manusia
terlindungi, hukum harus dilaksanakan. Pelaksanaan hukum dapat
berlangsung secara normal, damai tetapi dapat terjadi juga karena
pelanggaran hukum. Dalam hal ini hukum yang telah dilanggar harus
ditegakkan. Melalui penegakan hukum inilah hukum itu menjadi
kenyataan. Dalam penegakan hukum ada 3 unsur yang perlu diperhatikan
antara lain kepastian hukum, kemanfaatan dan keadilan (Sudikno
Mertokusumo, 1999:145)

Penyelesaian perselisihan PHK melalui proses mediasi di Dinas


Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dilaksanakan
berdasarkan UU PPHI. Namun berdasarkan data yang telah diuraikan di
atas, terdapat beberapa prosedur dalam UU PPHI yang diabaikan oleh
mediator seperti tetap melanjutkan proses mediasi meskipun pihak yang
melapor belum melaksanakan perundingan bipartit di perusahaan terlebih
dahulu dan tidak menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi maupun
arbitrase. Selain itu, hasil proses mediasi yang berhasil mencapai
perjanjian bersama tidak didaftarkan di Pengadilan hubungan industrial.
Sehingga unsur kepastian hukum belum terpenuhi.

commit to user
library.uns.ac.id 62
digilib.uns.ac.id

Kasus penyelesaian perselisihan PHK yang dilaksanakan di Dinas


Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten meupakan perselisihan
PHK yang tidak berhasil diselesaikan dengan perundingan bipartit di
perusahaan. Hal ini terjadi karena pihak pengusaha tidak melaksanakan
kewajiban untuk memenuhi hak pekerja berupa upah tidak sesuai dengan
ketentuan dalam undang-undang. Dari 10 kasus yang ditangani melalui
mediasi di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten 5
diantaranya berakhir dengan surat anjuran, hal ini menunjukkan bahwa
sulitnya mencapai kesepakatan diantara para pihak karena kurangnya
kesadaran pengusaha untuk membayarkan hak pekerja sesuai dengan
ketentuan undang-undang. Sehingga unsur keadilan belum terpenuhi.

Dalam pelaksanaan penyelesaian perselisihan PHK melalui mediasi,


Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten menggunakan
prinsip musyawarah untuk mufakat. Hal tersebut dilakukan untuk
mempertemukan kepentingan para pihak agar dapat mencapai kesepakatan
yang menguntungkan para pihak. Sehingga dari proses mediasi yang telah
dilakukan di Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaen, para
pihak dapat melanjutkan proses selanjutnya yaitu apakah akan mencapai
kesepakatan yang selanjutnya dapat langsung dilaksanakan oleh para pihak
atau akan melanjutkan penyelesaian perselisihan PHK di Pengadilan
hubungan industrial maupun menyetujui surat anjuran yang dikeluarkan
oleh mediator. Meskipun begitu hak-hak pekerja masih belum terpenuhi
karena pengusaha tidak memenuhi kewajibannya sehingga kesejahteraan
pekerja juga tidak terpenuhi. Hal ini menunjukkan bahwa Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dalam memberikan
fasilitas mediasi bagi para pihak yang berselisih belum memenuhi unsur
kemanfaatan.

2. Analisis Faktor-faktor Penghambat Mediator Dinas Perindustrian


dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dalam melaksanakan
commit PHK
perlindungan hak bagi pekerja to user
di masa Pandemi COVID-19
library.uns.ac.id 63
digilib.uns.ac.id

Penegakan hukum merupakan salah satu syarat penting dalam


mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih, apabila penegakan
hukum berjalan secara konsisten akan memberikan rasa adil dan aman.
Penegakan hukum dapat berjalan dengan baik apabila lembaga serta aparat
penegak hukum memiliki kapasitas dan kualitas yang mendukung upaya
penegakan.
Dalam penegakan hukum terdapat unsur yang perlu diperhatikan
yaitu kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan bagi masyarakat. Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten dalam melaksanakan
perlindungan hukum terhadap pekerja PHK memiliki peran penting dalam
upaya penegakan hukum. Pelaksanaan perlindungan terhadap pekerja
tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, faktor undang-undang,
faktor penegak hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor masyarakat dan
faktor kebudayaan.
Berdasarkan data yang diperoleh bahwa faktor hukum merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
perlindungan terhadap pekerja PHK oleh Dinas Perindustrian dan Tenaga
Kerja Kabupaten Klaten. Hukum merupakan proses penyerasian antara
nilai kaedah dan pola perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai
kedamaian. Hukum yang telah dibuat memiliki fungsi untuk membantu
peranan berjalannya Undang-Undang tersebut pada masyarakat, seperti
penerbitan peraturan, penyelesaian pertikaian dan sebagainya sehingga
dapat menggiring masyarakat untuk berkembang (Soerjono Soekanto,
1983:42).
Pelaksanaan PHK, perlindungan hak pekerja PHK dan tata cara
penyelesaiannya telah diatur dalam UU Ketenagakerjaan dan UU PPHI.
Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan mengatur mengenai jenis-jenis
beserta alasan-alasan yang diperbolehkan untuk PHK, hak-hak pekerja
yang diperoleh setelah PHK dan sanksi bagi pelanggar aturan PHK.
Sedangkan dalam Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
commit totata
Industrial mengatur mengenai user cara penyelesaian perselisihan
library.uns.ac.id 64
digilib.uns.ac.id

hubungan industrial melalui proses perundingan bipartit, mediasi,


konsiliasi, arbitrase dan melalui pengadilan hubungan industrial. Kedua
Undang-Undang tersebut menjadi pedoman bagi mediator untuk
menyusun surat anjuran dalam proses mediasi. Selain itu, perjanjian kerja
bersama antara pengusaha dengan pekerja juga seperti undang-undang
bagi para pihak yang membuatnya. Perjanjian kerja bersama dapat
digunakan sebagai dasar dalam penyelesaian perselisihan sebelum
melimpahkannya kepada pihak ketiga. Sehingga keberadaan perjanjian
kerja bersama dalam hubungan kerja dinilai penting karena berisi
kesepakatan antara para pihak untuk menghindari hal-hal yang dapat
merugikan.
Faktor lain yang mendukung pelaksanaan perlindungan terhadap
pekerja yaitu faktor sarana dan fasilitas. Sarana dan fasilitas penegakan
hukum antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang
cukup dan seterusnya. Apabila hal-hal tersebut tidak terpenuhi, maka
tujuan penegakan hukum tidak akan tercapai (Soerjono Soekanto,
1983:42). Pegawai Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten yang menangani penyelesaian perselisihan hubungan industrial
telah memiliki pendidikan dan pengalaman yang cukup serta telah
bersertifikasi dari Kementerian Tenaga Kerja. Dalam proses mediasi di
Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten disediakan ruang
khusus yang digunakan sebagai tempat berunding untuk menyelesaikan
perselisihan.
Hal yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan perlindungan
hak pekerja PHK oleh Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten yaitu dipengaruhi oleh faktor penegak hukum. Menurut Soerjono
Soekanto, Fungsi hukum, sikap dan kepribadian aparat penegak hukum
memiliki peranan penting dalam penegakan hukum. Apabila suatu
peraturan sudah baik, tetapi kualitas petugas kurang baik, maka akan
menimbulkan masalah commit to user
(Soerjono Soekanto, 1983:42). Pelaksanaan
library.uns.ac.id 65
digilib.uns.ac.id

penyelesaian perselisihan melalui mediasi di Dinas Perindustrian dan


Tenaga Kerja Kabupaten Klaten ditangani oleh 2 mediator hubungan
industrial yaitu Bapak Asfan Harahap, S.Sos dan Ibu Dwi Utami Setyorini,
S.H. Mediator dalam menjalankan tugasnya untuk menyelesaikan
perselisihan masih mengabaikan beberapa prosedur dalam proses mediasi
yang telah disebutkan dalam UU PPHI. Antara lain, tidak meneliti
kelengkapan berkas bukti bahwa telah melaksanakan perundingan bipartit
sebelum melanjutkan proses mediasi, tidak menawarkan kepada para pihak
untuk menyelesaikan perselisihan melalui konsiliasi dan arbitrase serta
tidak mendaftarkan perjanjian bersama yang telah ditandatangai para pihak
dengan disaksikan oleh mediator ke pengadilan hubungan industrial.
Selain itu, faktor lain yang menghambat perlindungan hak pekeja
PHK yaitu faktor masyarakat. Penegakan hukum berasal dari masyarakat
dan bertujuan untuk mencapai kedamaian dalam masyarakat, oleh karena
itu masyarakat dapat mempengaruhi kepatuhan hukumnya. Masyarakat
sebagai warga Negara memerlukan kesadaran dan kepatuhan terhadap
hukum dan perundang-undangan. Undang-Undang yang bagus tidak
menjamin terlaksananya hukum apabila tidak didukung kesadaran dan
kepatuhan hukum warga Negara (Soerjono Soekanto, 1983:42).
Berdasarkan hasil penelitian di Dinas Perindustrian dan Tenaga
Kerja Kabupaten Klaten banyak pengusaha yang tidak memenuhi
kewajibannya untuk memenuhi hak pekerja, terlebih pada masa pandemi
COVID-19 dimana pengusaha mengalami penurunan keuangan perusahaan
yang mengakibatkan kerugian. Dalam proses mediasi apabila tidak
mencapai kesepakatan antara kedua pihak, maka Dinas Perindustrian dan
Tenaga Kerja Kabupaten Klaten sebagai pihak mediator hanya dapat
membuat surat anjuran kepada pengusaha untuk memenuhi kewajibannya
sesuai dengan UU Ketenagakerjaan dan perlindungan terhadap pekerja
PHK dapat terlaksana.
Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan
commit tohukum
bahwa pelaksanaan perlindungan user terhadap pekerja yang di PHK
library.uns.ac.id 66
digilib.uns.ac.id

merupakan perwujudan dari penegakan hukum. Pelaksanaan penegakan


hukum dapat berjalan dengan baik apabila lembaga serta aparat penegak
hukum memiliki kapasitas dan kualitas yang mendukung upaya
penegakan. Sehingga penegakan hukun tidak hanya menjadi tugas bagi
aparat penegak hukum saja, tetapi menjadi tanggung jawab bagi setiap
orang. Berdasarkan hal tersebut maka diperlukan kehadiran aparat
pemerintah seperti Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten
Klaten untuk memberikan perlindungan hukum agar pihak yang kuat tidak
semena-mena terhadap pihak yang lemah.
Perlindungan hukum yang paling mendasar dari pemerintah yaitu
dengan dibuatnya aturan dan undang-undang yang harus ditaati oleh
pengusaha dan pekerja untuk mencegah pelanggaran. Peraturan terkait
perlindungan hak pekerja seperti pengaturan mengenai pengupahan,
program BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan. Selain itu, Dinas
Perindustrian dan Tenaga Kerja Kabupaten Klaten juga berperan dalam
mngerahkan pekerja untuk memenuhi kewajibannya sesuai peraturan
dalam perusahaan. Hal tersebut dilakukan dalam bentuk pembinaan yang
dilakukan rutin setiap 6 bulan. Sehingga hak dan kewajiban dapat dipenuhi
dan dilaksanakan sebagaimana mestinya, serta fungsi hukum untuk
mewujudkan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum dapat terwujud.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai