PENDAHULUAN
1
C. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Keperawatan
1. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian profesional, dengan
keterampilan pengetahuan, serta etos kerja yang sesuai dengan tuntutan
zaman.
2. Mengasah keterampilan yang diberikan Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK).
3. Menambah keterampilan, pengetahuan, gagasan-gagasan seputar dunia
usaha serta industri yang profesional dan handal.
4. Membentuk pola pikir siswa/i agar terkonstruktif baik, serta memberikan
pengalaman dalam dunia industri maupun dunia kerja.
5. Menjalin kerja sama yang baik antar sekolah dan perusahaan terkait, baik
dalam dunia usaha maupun dunia industri.
6. Mengenalkan siswa/i pada pekerja lapangan di dunia industri dan usaha
sehingga pada saatnya mereka terjun ke lapangan pekerjaan yang
sesungguhnya.
7. Menambah pengetahuan siswa/i tentang dunia kerja dan menambah
kreativitas siswa/i untuk mengembangkan bakat dan minat.
8. Melatih dan mengasah keterampilan siswa/i dalam dunia kerja.
9. Membentuk mental siswa/i dan memberikan motivasi agar serius dan
bersemangat dalam mencapai cita-cita.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
3
Praktek Kerja Lapangan (PKL) dapat meningkatkan mutu dan relevensi
Pendidikan Menengah Atas yang dapat diarahkan untuk mengembangkan suatu
sistem mantap antara dunia pendidikan dan dunia usaha.
4
Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan dibagi menjadi dua,
yakni keselamatan fisik dan keselamatan fisiologis. Keselamatan fisik ini
melibatkan situasi dimana mengurangi atau mengeluarkan ancaman yang
ada dalam tubuh atau kehidupan kita. Ancaman tersebut meliputi
penyakit, kecelakaan, kerusakan lingkungan, dan lain sebagainya.
Sedangkan keselamatan fisiologis memiliki hubungan dengan keadaan
psikis seseorang. Keadaan psikis tidak kalah pentingnya dengan keadaan
fisik, jika psikis kita merasa terkena ancaman maka aktivitas sehari-hari
akan terganggu.
5
3. Jika kebutuhan dasar pada tiap tingkatan tidak terpenuhi, pada
akhirnya akan muncul sesuatu kondisi patologis.
4. Setiap orang mempunyai kebutuhan dasar yang sama dan setiap
kebutuhan tersebut dimodifikasi sesuai dengan budaya masing.
5. Setiap orang memenuhi kebutuhan dasarnya menurut prioritas.
6. Walaupun kebutuhan pada umumnya harus dipenuhi, tetapi beberapa
kebutuhan sifatnya dapat ditunda.
7. Kegagalan dalam memenuhi kebutuhan menyebabkan ketidak
seimbangan homeostasis. Lebih lanjut kondisi ini dapat menimbulkan
penyakit.
8. Kebutuhan dapat menyebabkan seseorang berpikir dan bergerak
memenuhinya. Ini disebabkan oleh rangsangan yang berasal dari
faktor eksternal dan internal.
9. Seseorang dapat merasakan adanya kebutuhan sehingga dapat
berespon melalui berbagai cara.
10. Kebutuhan dasar sifatnya saling berkaitan, beberapa kebutuhan yang
tidak terpenuhi akan mempengaruhi kebutuhan lainnya.
6
mampu mengerjakannya tanpa bantuan bila ia memiliki kekuatan, kemauan,
dan pengetahuan yang dibutuhkan. Dan hal ini dilakukan dengan cara
membantu mendapatkan kembali kemandiriannya secepat mungkin.
Kebutuhan berikut ini, sering kali disebut 14 kebutuhan dasar Henderson,
memberikan kerangka kerja dalam melakukan Asuhan Keperawatan
(Henderson, 1966) :
a. Bernapas secara normal.
b. Makan dan minum cukup.
c. Eliminasi.
d. Bergerak dan mempertahankan posisi yang dikehendaki.
e. Istirahat dan tidur.
f. Memilih cara berpakaian dan melepas pakaian.
g. Mempertahankan temperatur tubuh dalam rentang normal.
h. Menjaga tubuh tetap bersih dan rapih.
i. Menghindari bahaya dari lingkungan.
j. Berkomunikasi dengan orang lain.
k. Beribadah menurut keyakinan.
l. Bekerja yang menjanjikan prestasi.
m. Bermain dan berpatisipasi dalam bentuk rekreasi.
n. Belajar, menggali atau memuaskan rasa keingintahuan yang mengacu
pada perkembangan dan kesehatan normal.
7
mempertahankan kesehatan atau mencapai kematian yang damai. Intervensi
keperawatan berkaitan dengan proses keperawatan manusia.
Perawatan manusia membutuhkan perawat yang memahami perilaku
dan respon manusia terhadap masalah kesehatan yang aktual ataupun yang
potensial, kebutuhan manusia dan bagaimana merespon terhadap orang lain
dan memahami kekurangan dan kelebihan klien dan keluarganya, sekaligus
pemahaman pada dirinya sendiri. Selain itu perawat memberikan
kenyamanan dan perhatian serta empati pada klien dan keluarganya. Asuhan
keperawatan tergambar pada seluruh faktor-faktor yang digunakan oleh
perawat dalam pemberian pelayanan keperawatan pada klien (Watson,
1987).
8
6. Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Jhonson
Jhonson mengungkap pandangannya dengan menggunakan pendekatan
sistem perilaku. Dalam pendekatan ini, individu dipandang sebagai sistem
perilaku yang selalu ingin mencapai keseimbangan dan stabilitas, baik
dalam lingkungan internal maupun eksternal. Individu juga memiliki
keinginan untuk mengatur dan menyesuaikan dirinya terhadap pengaruh
yang timbul.
9
D. Pengertian KDTK Pada Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia
KDTK atau Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan merupakan
tindakan keterampilan yang mendasar untuk memenuhi Kebutuhan Dasar
Manusia yang harus dimiliki oleh Asisten Keperawatan untuk memenuhi
Kebutuhan Dasar Manusia pada pasien/klien. Tindakan tersebut seperti
keterampilan dalam berkomunikasi atau melakukan observasi masalah pasien,
melakukan perawatan, memberikan PENKES kepada pasien yang berkaitan
dengan masalah yang dialami pasien dan turut serta dalam pemeliharaan status
kesehatan pasien serta perawatan penyembuhan pasien.
Kegiatan belajar praktik di laboratorium tindakan keperawatan dasar
merupakan praktik keterampilan tindakan keperawatan untuk mencapai
kompetensi keterampilan mata pelajaran kebutuhan dasar manusia I, II, III
yang diaplikasikan dalam Keterampilan Kebutuhan Dasar Manusia (KKDM)
atau Keterampilan Dasar Tindakan Keperawatan (KDTK).
Kebutuhan adalah suatu keadaan yang ditandai oleh perasaan kekurangan
dan ingin diperoleh sesuatu yang akan diwujudkan melalui suatu usaha atau
tindakan. Pemenuhan kebutuhan dasar manusia berfokus pada 3 sistem yaitu:
Personal, interpersonal, dan sosial. Kesimpulannya bahwa kebutuhan dasar
manusia adalah kebutuhan dasar yang diperlukan untuk mempertahankan
kehidupannya baik kebutuhan maupun psikisnya.
Pengertian teori keperawatan. Teori adalah hubungan beberapa konsep
atau suatu kerangka konsep, atau definisi yang memberikan suatu pandangan
sistematis terhadap gejala atau fenomena dengan menentuan hubungan spesifik
antara konsep tersebut dengan maksud untuk menguraikan, menerangkan,
meramalkan atau mengendalikan. Pengertian harga diri secara bahasa adalah
kehormatan diri, orang yang mengalami hubungan yang positif, serta penelitian
yang bagus terhadap diri nya (self concept).
10
E. Pengertian Pelayanan Tindakan Keperawatan pada Pasien Rawat Inap
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar
dapat mengidentifikasi mengenai masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan.
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi ke status kesehatan yang mengambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1995 dalam Potter & Perry, 1997).
Ukuran intervensi keperawatan yang diberikan kepada klien terkait
dengan dukungan, pengobatan, tindakan untuk memperbaiki kondisi,
11
pendidikan untuk klien-keluarga, atau tindakan untuk mencegah masalah
kesehatan yang muncul di kemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksaan implementasi keperawatan agar sesuai
dengan rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan
kongnitif (intelektual), kemampuan atau hubungan interpersonal, dan
keterampilan dalam melakukan tindakan. Proses pelaksanaan implementasi
harus berpusat kepada kebutuhan klien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan,
dan kegiatan komunikasi (Kozier et al, 1995)
5. Evaluasi Keperawatan
Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana, tindakan dan
pelaksanaanya sudah berhasil dicapai. Perawat memonitor keadaan yang
terjadi selama tahap pengkajian, diagnosa, perencanaan, dan
pelaksanaan tindakan.
12
disebabkan oleh salah satu jenis bakteri Salmonella, yaitu Salmonella
typhi. Demam tifoid atau tipes juga berbeda dengan tifus atau typhus.
Tifus disebabkan oleh bakteri Rickettsia dan Orientia.
2. Etiologi Thypoid
Demam Thypoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi.
Bakteri ini dapat masuk dan berkembang di dalam usus setelah
seseorang mengonsumsi makanan atau minuman yang terkontaminasi
tinja atau urine penderita demam tifoid. Salmonella typhi juga dapat
menular dari penderita yang sudah tidak bergejala, tetapi masih
membawa bakteri tersebut. Hal ini terjadi karena penyembuhan belum
dilakukan secara total sehingga Salmonella typhi masih tersisa di dalam
usus dan dapat menular ke orang lain.
3. Faktor risiko Thypoid
Meski demam tifoid lebih sering menyerang anak-anak, ada
sejumlah faktor lain yang dapat meningkatkan risiko seseorang
terserang demam tifoid, yaitu:
Mengunjungi atau bekerja di daerah yang tinggi kasus demam tifoid.
a. Melakukan kontak langsung dengan penderita demam
tifoid
b. Tinggal di lingkungan yang kotor dan bersanitasi buruk
c. Bekerja sebagai tenaga kesehatan yang menangani
penderita demam tifoid
d. Mengonsumsi sayur-sayuran atau buah-buahan yang tidak
dicucI bersih
e. Menggunakan toilet yang sama dengan penderita dan tidak
mencuci tangan setelahnya
f. Mengonsumsi makanan laut dari air yang terkontaminasi
bakteri
g. Melakukan seks melalui mulut (oral sex) dengan penderita
demam tifoid
13
4. Patofisiologi Thyphoid
Berawal dari kuman masuk melalui mulut sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus, ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah
(bakterimia primer), dan mencapai sel-sel endoteleal, hati, limpa, dan
organ-organ lainnya.
Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel-
sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah
dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman
masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus, dan
kandung empedu. Pada minggu pertama sakit, terjadi hyperplasia plaks
player. Ini terjadi pada kelenjar limfoid usus halus.
Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plaks peyer. Pada minggu keempat terjadi penyembuhan ulkus
yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan
perdarahan, bahkan sampai perforasi usus. Selain itu hepar, kelenjar
mesentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksil, sedangkan kelainan pada saluran disebabkan oleh
kelainan pada usus halus
5. Tanda dan Gejala Thypoid
Gejala demam tifoid muncul 7–14 hari setelah seseorang
terinfeksi bakteri Salmonella typhi. Seberapa lama gejala berlangsung
tergantung pada perkembangan penyakit. Penderita demam tifoid dapat
mengalami gejala awal berupa:
a. Demam yang meningkat secara bertahap hingga mencapai 39–
40°C
b. Sakit kepala
c. Nyeri otot
d. Lelah dan lemas
e. Keringat berlebih
14
f. Batuk kering
g. Hilang nafsu makan
h. Berat badan menurun
i. Sakit perut
j. Sembelit
k. Ruam kemerahan di kulit
l. Pembengkakan di perut
m. Jika penyakit memburuk, demam tifoid dapat menimbulkan
gejala lanjutan, seperti:
1) Linglung atau mengigau
2) Halusinasi
3) Diare
4) Menggigil
5) Tubuh terasa sangat Lelah
6) Sulit berkonsentrasi
7) BAB berdarah
6. Pemeriksaan Penunjang atau Laboratorium pada Thypoid
Untuk memastikan diagnosis, dokter akan melakukan sejumlah
pemeriksaan lanjutan, yaitu:
a. Tes darah, urin, dan tinja, untuk mendeteksi keberadaan bakteri
Salmonella typhi Aspirasi sumsum tulang, untuk lebih
memastikan keberadaan bakteri Salmonella typhi dari hasites
darah, urin, dan tinja, tetapi tes ini jarang dilakukan
b. Tes Widal, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi
c. Tes TUBEX TF, untuk mendeteksi antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi dengan sensitivitas yang lebih tinggi
dibandingkan tes Widal
Perlu diketahui bahwa di daerah endemik demam tifoid, seperti
Indonesia, hampir semua penduduknya pernah terpapar bakteri
Salmonella typhi. Hal ini membuat tubuh secara alamiah
15
membentuk antibodi terhadap bakteri tersebut.
Mengingat tes Widal bekerja dengan mendeteksi antibodi terhadap
bakteri Salmonella typhi, tes ini dapat memberikan hasil positif
meskipun pasien tidak menderita demam tifoid. Oleh karena itu, dalam
menentukan hasil tes, dokter akan lebih berhati-hati agar mendapatkan
diagnosis yang akurat.
7. Pengobatan Thypoid
Pengobatan Thypoid dilakukan tergantung pada tingkat
keparahannya. Jika demam tifoid terdeteksi lebih awal dan hanya
menimbulkan gejala ringan, pasien dapat melakukan perawatan mandiri
di rumah. Umumnya, dokter akan memberikan beberapa obat-obatan
tipes berikut:
a. Antibiotik, seperti ciprofloxacin, ceftriaxone, dan azithromycin,
untuk mengatasi infeksi bakteri, yang harus diminum selama
2−3 minggu
b. Obat penurun demam, seperti paracetamol
16
c. Makassn dengan porsi yang kecil, tetapi sering
d. Mengonsumsi makanan yang lunak dan tidak pedas bila tidak
bisa mengonsumsi makanan padat
e. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir secara rutin
f. Minum air putih yang cukup
8. Komplikasi Demam Tifoid
Jika tidak mendapatkan penanganan yang tepat, demam
tifoid dapat menimbulkan beberapa komplikasi. Beberapa komplikasi
yang paling sering terjadi adalah:
a. Perdarahan di saluran pencernaan sehingga memerlukan
transfusi darah
b. Robekan di saluran pencernaan, yang dapat berkembang
menjadi peritonitis dan berakibat fatal.Peradangan di otot
jantung (miokarditis)
c. Infeksi kandung kemih
d. Gagal ginjal
e. Peradangan di lapisan bagian dalam jantung (endokarditis)
f. Meningitis
g. Infeksi pembuluh darah
h. Pneumonia
i. Pankreatitis
9. Pencegahan Thypoid
Salah satu upaya untuk mencegah demam tifoid adalah
dengan mendapatkan vaksin tifoid. Vaksin ini terdapat dalam program
imunisasi yang dianjurkan pemerintah. Meski umumnya diberikan
kepada anak usia 2–12 tahun, vaksin tifoid juga dapat diberikan kepada
orang dewasa yang berisiko terserang demam tifoid.
Selain dengan vaksin, ada beberapa upaya pencegahan
lainnya yang dapat dilakukan, yaitu:
a. Rajin mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
b. Menghindari konsumsi buah dan sayuran mentah yang tidak
17
dicuci dengan air bersih
c. Memastikan air yang akan diminum telah direbus hingga
matang
d. Menghindari konsumsi makanan mentah atau belum matang
sempurna
e. Membatasi konsumsi jajanan dan minuman yang dijual
di pinggir jalan
G. Pengertian Diagnosa Diabetes Melitus Pada Kasus Pelayanan Tindakan
Keperawatan
1. DIABETES MELITUS
a. Pengertian Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan
metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat insufisiensi
fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans
kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel
tubuh terhadap insulin (WHO, 1999).
b. Etiologi Diabetes Melitus
Secara umum, diabetes dibedakan menjadi dua, yaitu diabetes tipe 1
dan tipe 2. Berikut adalah penjelasannya:
1) Diabetes tipe 1
Diabetes tipe 1 terjadi ketika sistem kekebalan tubuh
secara keliru menyerang dan menghancurkan sel-sel pankreas
yang memproduksi insulin. Hal ini menyebabkan kadar glukosa
darah meningkat sehingga memicu kerusakan pada organ-organ
tubuh.
Diabetes tipe 1 dikenal juga dengan diabetes autoimun.
Penyebab diabetes tipe 1 masih belum diketahui secara pasti.
18
Namun, ada dugaan penyakit ini terkait dengan faktor genetik dan
faktor lingkungan.
2) Diabetes tipe 2
Diabetes tipe 2 merupakan jenis diabetes yang paling
banyak terjadi, yakni sekitar 90–95%. Diabetes tipe 2 terjadi
ketika sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin
sehingga insulin yang dihasilkan tidak bisa digunakan dengan
baik. Kondisi ini dikenal juga dengan istilah resistensi insulin.
Selain kedua jenis diabetes tersebut, ada jenis diabetes
yang biasa terjadi pada ibu hamil, yakni diabetes gestasional.
Diabetes jenis ini disebabkan oleh perubahan hormon pada masa
kehamilan, tetapi biasanya gula darah penderita akan kembali
normal setelah masa persalinan.
2. Faktor Risiko Diabetes Melitus
Seseorang akan lebih berisiko terkena diabetes tipe 1 jika memiliki faktor
risiko berikut:
a. Berusia 4–7 tahun atau 10–14 tahun
b. Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 1
c. Menderita penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
d. Menderita penyakit autoimun, seperti penyakit Grave,
penyakit Hashimoto, dan penyakit Addison
e. Mengalami cedera pada pankreas akibat infeksi, tumor,
cedera, kecelakaan, atau efek samping setelah operasi
besar
Sementara itu, diabetes tipe 2 lebih berisiko terjadi pada
seseorang dengan faktor-faktor- berikut:
a. Berusia lebih dari 45 tahun
b. Memiliki keluarga dengan riwayat diabetes tipe 2
c. Jarang beraktivitas fisik atau berolahraga
d. Memiliki berat badan berlebih atau obesitas
e. Menderita prediabetes
19
f. Menderita kolesterol tinggi
g. Menderita tekanan darah tinggi (hipertensi)
Khusus pada wanita, ibu hamil yang menderita diabetes gestasional dapat
lebih mudah mengalami diabetes tipe 2. Selain itu, wanita yang memiliki
riwayat penyakit polycystic ovarian syndrome (PCOS) juga lebih mudah
mengalami diabetes tipe 2.
20
dari diabetes mellitus tipe 2. Belakangan diketahui bahwa kegagalan
sel β terjadi lebih dini dan lebih berat dari pada yang diperkirakan
sebelumnya. Selain otot, liver dan sel β, organ lain seperti jaringan
lemak (meningkatnya lipolisis), gastrointestinal (defisiensi incretin),
sel α pankreas (hiperglukagonemia), ginjal (peningkatan absorbsi
glukosa) dan otak (resistensi insulin), semuanya ikut berperan dalam
menimbulkan terjadinya gangguan toleransi glukosa pada diabetes
mellitus tipe II (Perkeni, 2021)
Adanya resistensi insulin pada otot dan liver serta
kegagalan sel beta pankreas untuk sekresi insulin merupakan
kelainan dasar yang terjadi pada penyakit DM tipe II. Selain otot,
liver dan sel beta pankreas, terdapat peran organ-organ lain yang
berkontribusi terhadap terjadinya gangguan toleransi glukosa pada
DM tipe II. Organ-organ tersebut dan perannya adalah jaringan
lemak dengan perannya meningkatkan lipolisis, gastrointestinal
dengan defisiensi incretin, sel alpha pankreas dengan terjadinya
hiperglukagonemia, ginjal dengan meningkatnya absorpsi glukosa,
dan peran otak dengan terjadinya resistensi insulin. Keseluruhan
gangguan terkait kelainan peran organ tersebut mengakibatkan
kelainan metabolik yang terjadi pada pasien Diabetes Mellitus tipe II
(Aini, 2017).
4. Gejala Diabetes
Diabetes tipe 1 dapat berkembang dengan cepat dalam
beberapa minggu atau bahkan beberapa hari saja. Sedangkan pada
diabetes tipe 2, banyak penderitanya yang tidak menyadari bahwa
mereka telah menderita diabetes selama bertahun-tahun, karena
gejalanya cenderung tidak spesifik.
Beberapa ciri-ciri penyakit gula atau diabetes tipe 1 dan tipe 2
meliputi:
a. Sering merasa haus atau sangat lapar
b. Sering buang air kecil, terutama pada malam hari
21
c. Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
d. Penurunan massa otot
e. Pandangan kabur
f. Urine mengandung keton
g. Tubuh mudah lelah dan lemas
h. Luka menjadi lebih sulit sembuh
i. Mudah mengalami infeksi, seperti di gusi, kulit, vagina, atau
saluran kemih
Selain itu, ada beberapa gejala lain yang juga bisa dialami penderita
diabetes, antara lain:
a. Mulut kering
b. Gatal-gatal di kulit atau timbul prurigo
c. Disfungsi ereksi atau impotensi
d. Rasa terbakar, kaku, dan nyeri pada kaki
e. Hipoglikemia reaktif, yaitu hipoglikemia yang terjadi beberapa
jam setelah makan akibat produksi insulin yang berlebihan
f. Bercak-bercak hitam di sekitar leher, ketiak, dan selangkangan,
(akantosis nigrikans) yang menjadi tanda resistensi insulin
5. Pemeriksaan Penunjang
Kriteria diagnosa DM adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Puasa adalah
kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
b. Pemeriksaan glukosa darah ≥ 200 mg/dl 2-jam setelah Tes
Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 mg.
22
c. Pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl dengan keluhan
klasik.
d. Pemeriksaan HbA1c ≥ 6,5 % dengan menggunakan metode yang
terstandarisasi oleh National Glycohaemoglobin Standarization
Program (NGSP). Catatan untuk diagnosa berdasarkan HbA1c,
tidak semua laboratorium di Indonesia memenuhi standar NGSP,
sehingga harus hati-hati dalam membuat interpretasi (Perkeni,
2021).
6. Pengobatan Diabetes
Pengobatan diabetes tergantung pada jenis diabetes yang
dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa metode pengobatan
diabetes yang dapat dilakukan:
a. Obat-obatan
Pada diabetes tipe 1, pasien akan membutuhkan terapi insulin
untuk mengatur gula darah sehari-hari. Beberapa pasien diabetes
tipe 2 juga disarankan untuk menjalani terapi insulin untuk
mengatur gula darah.
Insulin tambahan biasanya akan diberikan melalui suntikan, bukan
dalam bentuk obat oral. Dokter akan mengatur jenis dan dosis
insulin yang digunakan, serta memberitahu cara menyuntiknya.
Pada kasus diabetes tipe 1 yang berat, dokter akan
merekomendasikan prosedur transplantasi pankreas untuk
mengganti pankreas yang rusak. Pasien diabetes tipe 1 yang berhasil
menjalani transplantasi tersebut tidak memerlukan lagi terapi
insulin, tetapi harus mengonsumsi obat imunosupresif secara rutin.
Pada pasien diabetes tipe 2, dokter akan meresepkan obat-
obatan, salah satunya adalah metformin. Metformin berfungsi
menurunkan produksi glukosa dari hati dan membantu tubuh dalam
mengolah insulin secara efektif.
Dokter juga dapat memberikan suplemen atau vitamin guna
mengurangi risiko terjadinya komplikasi. Misalnya, pasien diabetes
23
yang sering mengalami gejala kesemutan akan diberikan vitamin
neurotropik.
Vitamin neurotropik umumnya terdiri dari vitamin B1, B6, dan
B12. Vitamin-vitamin ini bermanfaat untuk menjaga fungsi dan
struktur saraf tepi. Hal ini sangat penting untuk pasien diabetes tipe
2 agar terhindar dari komplikasi neuropati diabetik yang cukup
sering terjadi.
7. Komplikasi Diabetes
Diabetes menimbulkan berbagai komplikasi, baik yang terjadi
mendadak (akut) maupun dalam jangka panjang (kronis). Komplikasi
akut yang dapat terjadi pada penderita diabetes adalah ketoasidosis
diabetik dan hyperosmolar hyperglycemic syndrome (HHS).
Sejumlah komplikasi yang dapat muncul akibat diabetes tipe 1 dan 2
adalah:
a. Stroke
b. Penyakit jantung
c. Gagal ginjal kronis
d. Neuropati diabetic
e. Gangguan penglihatan
f. Katarak
g. Depresi
h. Demensia
i. Gangguan pendengaran
j. Frozen shoulder
k. Luka dan infeksi pada kaki yang sulit sembuh
l. Kerusakan kulit atau gangrene akibat infeksi bakteri dan jamur,
termasuk bakteri pemakan daging
24
• Keguguran
• Kelahiran premature
• Kelebihan berat badan saat lahir
• Gula darah rendah (hipoglikemia)
• Penyakit kuning
• Peningkatan risiko terkena diabetes tipe 2 setelah dewasa
8. Pencegahan Diabetes
Diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah karena pemicunya belum
diketahui. Sementara itu, diabetes tipe 2 dan diabetes gestasional dapat
dicegah, yaitu dengan pola hidup sehat. Beberapa upaya yang bisa
dilakukan untuk mencegah diabetes di antaranya:
a. Mengatur frekuensi dan menu makanan menjadi lebih sehat
b. Rutin berolahraga dan melakukan aktivitas Fisik
c. Menjaga berat badan ideal
d. Beristirahat dan tidur yang cukup
e. Berhenti merokok
f. Menghindari konsumsi minuman beralkohol
g. Mengelola stres dengan baik
h. Rutin menjalani pengecekan gula darah, setidaknya
sekali dalam 1 tahun
H. Pengertian Rumah Sakit Sebagai Institusi Pemberi Layanan Kesehatan
1. Pengertian
25
sakit, rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat.
26
dalam rangka pengingkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan.
d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan.
e. Kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan dalam
bidang kesehatan.
27
Rumah sakit mempunyai kewajiban yang harus dilaksanakan
menurut Permenkes Nomor 4 Tahun 2018 Tentang Kewajiban
Rumah Sakit Dan Kewajiban Pasien memutuskan bahwa “Setiap
Rumah Sakit mempunyai kewajiban :Membuat, melaksanakan, dan
menjaga standar mutu pelayanan kesehatan di Rumah Sakit sebagai
acuan dalam melayani pasien dan menyelenggarakan rekam medis”.
5. Rekam Medis
A. Pengertian Rekam Medis
Pengertian rekam medis menurut Permenkes No 269 Tahun 2008
Tentang Rekam Medis Pasal 1 dinyatakan bahwa “Rekam medis
adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas
pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang
telah diberikan kepada pasien”.
28
Kegunaan rekam medis dapat dilihat dari beberapa aspek antara lain:
1. Aspek Administrasi
Berkas rekam medis mempunyai nilai administrasi, karena isinya
menyangkut tindakan berdasarkan wawenang dan tanggung jawab
sebagai tenaga medis dan paramedis dalam mencapai tujuan
pelayanan kesehatan.
2. Aspek Medis
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai medis, karena catatan
tersebut digunakan sebagai dasar untuk merencanakan
pengobatan/peawatn yang diberikan kepada seorang pasien dan
dalam rangka mempertahankan serta meningkatkan mutu
pelayanan melalui kegiatan audit medis, manajemen resiko klinis
serta keamanan dan keselamatan pasien.
3. Aspek Hukum
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai hukum, karena isinya
menyangkut masalah adanya jaminan kepastian hukum atas dasar
keadilan, dalam rangka usaha menegakkan hukum serta
penyediaan bahan sebagai tanda bukti untuk menegakkan
keadilan.
4. Aspek Keuangan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai uang, karena isinya
mengandung data/informasi yang dapat dipergunakan sebagai
aspek keuangan. Kaitannya rekam medis dengan aspek keuangan
sangat erat sekali dalam hal pengobatan, terapi serta tindakan-
tindakan apa saja yang diberikan kepada seorang pasien selama
menjalani perawatan di rumah sakit, oleh karena itu penggunaan
sistem teknologi komputer di dalam proses penyelenggaraan
rekam medis sangat diharapkan sekali untuk diterapkan pada
setiap instasi pelayanan kesehatan.
5. Aspek Penelitian
29
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai penelitian karena
isinya menyangkut data dan informasi yang dapat dipergunakan
sebagai aspek pendukung penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan dibidang kesehatan.
6. Aspek Pendidikan
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai pendidikan, karena
isinya menyangkut data/informasi tentang perkembangan
kronologis dan kegiatan pelayanan medis yang diberikan kepada
pasien, informasi tersebut dapat dipergunakan sebagai
bahan/referensi pengajaran dibidang profesi pendidikan kesehatan.
7. Aspek Dokumentasi
Suatu berkas rekam medis mempunyai nilai dokumentasi, karena
isinya menyangkut sumber ingatan yang harus didokumentasikan
dan dipakai sebagai bahan pertanggung jawaban dan
laporan rumah sakit.
30
Karakteristik Petugas Rekam Medis
Petugas rekam medis mempunyai karakteristik yang harus dipenuhi
menurut Permenkes Nomor 55 Tahun 2013 Tentang
Penyelenggaraan Pekerjaan Perekam Medis menyatakan bahwa :
“Perekam Medis adalah seorang yang telah lulus pendidikan Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan sesuai ketentuan peraturan
perundang undangan. Berdasarkan pendidikan Perekam Medis
dikualifikasikan sebagai berikut:
1. Standar kelulusan Diploma tiga sebagai Ahli Madya Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan
2. Standar kelulusan Diploma empat sebagai Sarjana Terapan Rekam
Medis dan Informasi Kesehatan
3. Standar kelulusan Sarjana sebagai Sarjana Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan; dan
4. Standar kelulusan Magister sebagai Magister Rekam Medis dan
Informasi Kesehatan
31
Sentralisasi ini diartikan penyimpanan rekam medis seorang pasien
dalam satu kesatuan baik catatan kunjungan poliklinik maupun
catatan-catatan selama seorang pasien dirawat.
2. Desentralisasi
Desentralisasi terjadi pemisahan antara rekam medis polik klinik
dengan rekam medis penderita di rawat dengan kata lain berkas
rekam medis rawat jalan dan rawat inap disimpan tempat
penyimpanan yang terpisah.
32
sistem angka akhir, namun angka pertama,angka kedua, angka
ketiga berbeda letaknya dengan sistem angka akhir. Dalam hal ini
angka yang terletak ditengah menjadi angka pertama, pasangan
angka paling kiri menjadi angka kedua dan pasngan angka paling
kanan menjadi angka ketiga.
33
BAB III
PENULISAN LAPORAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Ny.S
KASUS I
A. Biodata
Nama : Ny. S
Umur : 51 tahun
Tanggal lahir : 08 Oktober 1971
Alamat : Jl. Menteng Blok 20 No. 33 RT3/5
Menteng Bogor
Pendidikan : Tamat SMA
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Sudah Menikah
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 18 Juli 2023 pukul 21.06 WIB
Tanggal Pengkajian : 19 Juli 2023 pukul 08.30 WIB
B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan masuk RS : Pasien mengatakan demam
menggigigil sudah 3 hari, mual,
lemas, dan nyeri pada ulu hati
2. Diagnosa medis : Typhoid
3. Penyakit yang pernah dialami : Tidak ada
C. Kebutuhan Dasar
1. Sirkulasi
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Suhu : 37,8° C
Respirasi : 20x/menit
34
Nadi : 120x/menit
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Turgor Kulit : Kurang Elastis
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
2. Kebutuhan Nutrisi
Makan : 3x ½ porsi/hari
Gangguan Intake Makan : Ada, karena pasien mual
Nafsu Makan : Berkurang, karena pasien mual
Diet Makan : Makanan tinggi kalori dan protein
4. Kebutuhan Eliminasi
Kebiasaan BAB : 1-2x/hari, konsistensi padat
Kebiasaan BAK : 3x/hari, warna urine kuning pekat
35
6. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Ada Rasa Nyeri Atau Sakit : Ada, Nyeri uluhati
Skala Nyeri : 3/10
Resiko jatuh : Tidak Ada
Resiko infeksi : Tidak Ada
7. Kebutuhan Emosional
Ada Rasa Cemas : Tidak Ada
Perasaan Tidak Berharga : Tidak Ada
Ada Perasaan gelisah : Tidak Ada
8. Kebutuhan Penyuluhan
Membutuhkan penjelasan tentang perawatan : Iya
Kurang pengetahuan tentang pencegahan
penyakit, minum obat, perawatan luka control : Iya
9. Kebutuhan Komunikasi
Gangguan yang menghambat komunikasi : Tidak Ada
Pengguaan Bahasa komunikasi : Bahasa Indonesia
36
Suhu : 37.8° C
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 120x/menit
Akral : Hangat
Sianosi : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Skala Nyeri : 3/10
Makan : 3x1 porsi/hari
Minum : 700ml/hari
Pemeriksaan H2TL
Hemoglobin : 13,5 g/dl
Hematokrit : 41.4 %
Trombosit : 219/ μL
Leukosit : 15.86/ μL
Pemeriksaan Widal
Thypi O : Negtif
Thypi H : 1/160
Parathypi AH : Negatif
E. Masalah Analisa Data
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan masuknya
mikroorganisme ke dalam tubuh
2. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake kurang adekuat
3. Kurangnya nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake kurang adekuat
4. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan Fisik
F. Perencanaan / Intruksi kerja
1. Observasi TTV, kesadaran dan keadaan umum pasien
2. Beri pasien kompres hangat
37
3. Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien
4. Anjurkan pasien untuk banyak minum air putih
5. Anjurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering
6. Anjurkan pasien makan dalam keadaan hangat
7. Kaji skala nyeri
8. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri
9. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat dan terapi infus
10. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan H2TL
dan pemeriksaan Widal
38
5. Menganjurkan pasien untuk makan sedikit
Hasil : Pasien makan sebanyak 3/1 porsi/hari
6. Menganjurkan pasien makan dalam keadaan hangat
Hasil : Keluarga pasien mengatakan pasien masih terlihat mual
7. Mengkaji skala nyeri
Hasil : Skala nyeri 2/10
8. Mengajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri
Hasil : Pasien merasa lebih nyaman dan nyeri berkurang
9. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat dan terapi
infus
Hasil :
Pasien terpasang cairan infus RL/ 20tpm
Levofloxacin 1x500 mg/IV
Ranitidine 2x1 mg/IV
Ondansetron 2x8 mg/IV
Paracetamol 3x1 gr/IV
10. Berkolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan
H2TL dan pemeriksaan Widal
Hasil :
Pemeriksaan H2TL
Hemoglogin : 13.5 g/dl
Hematokrit : 41.4 %
Trombosit : 219/ μL
Leukosit : 15.86/ μL
Pemeriksaan Widal
Thypi O : Negatif
Thypi H : 1/160
Parathypi AH : Negatif
39
H. Evaluasi di tulis sesuai catatan perkembangan kondisi kesehatan
pasien yaitu SOAPIE
O:
- Pasien tampak masih mual saat makan dan minum
- Pasien terlihat lemas dan hanya terbaring dikasur
- Pasien tampak menahan nyeri dengan memegang
perut bagian bawah
- Kulit pasien tampak pucat
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/70 MmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 85x/menit
Suhu : 37.6°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x ½ porsi/hari
Minum : 800ml/hari
Mengkaji Respon Nyeri
P : Terlalu banyak beraktivitas
Q : Seperti ditusuk-tusuk
40
R : Perut bagian bawah
S : 2/10
T : Hilang timbul
Terpasang RL 30tpm
A:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh.
2. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan
intake kurang adekuat.
3. Kurangnya nutrisi kurang dari kebutuhan
berhubungan dengan intake kurang adekuat
4. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan
proses penyakit.
5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan
kelemahan fisik.
P:
1. Observasi TTV, kesadaran serta keadaan umum
pasien
2. Beri pasien kompres hangat
3. Anjurkan pasien memakai pakaian yang menyerap
keringat
4. Libatkan keluarga pasien dalam pemberian cairan
5. Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien
6. Anjurkan pasien makan sedikit tetapi sering
7. Anjurkan pasien makan dalam keadaan hangat
8. Anjurkan pasien minum air hangat
9. Kaji skala nyeri
10. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat
nyeri
41
11. Observasi tetesan cairan infus
12. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat dan
infus
I:
1. Mengobservasi TTV, kesadaran serta keadaan
umum pasien
Hasil:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/80 MmHg
Respirasi : 21x/menit
Nadi : 85x/menit
Suhu : 37,0°c
2. Memberi pasien kompres hangat
Hasil : demam pasien menurun menjadi 37°c
3. Menganjurkan pasien memakai pakaian yang
menyerap keringet
Hasil : Keringat yang keluar tidak menyerap
Kembali ke tubuh pasien
4. Melibatkan keluarga pasien dalam pemberian
cairan
Hasil : pasien minum sebanyak 1500ml/hari
5. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi pasien
Hasil : kulit kurang elastis
6. Menganjurkan pasien makan sedikit tetapi sering
Hasil : pasien makan sebanyak 3x ¼ porsi/hari
7. Menganjurkan pasien makan dalam keadaan hangat
Hasil : Pasien masih sedikit mual
42
8. Menganjurkan pasien minum air hangat
Hasil : Mual pasien berkurang saat minum air
hangat
9. Mengkaji skala nyeri
Hasil ; 2/10
10. Mengajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi
saat nyeri
Hasil : pasien merasa lebih nyaman dan nyeri
berkurang
11. Mengobservasi tetesan infus
Hasil : tetesan infus lancar RL 30tpm
12. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
obat dan terapi infus
Hasil :
Levofloxacin 1x500 mg/IV
Ranitidine 2x1 mg/IV
Ondansetron 2x8 mg/IV
Paracetamol 3x1 gr/IV
O:
- Pasien tampak masih mual saat minum
- Pasien tampak masih lemas saat bergerak
- Wajah pasien tampak menahan nyeri pada bagian
perut
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
43
Tekanan Darah : 110/80 MmHg
Respirasi : 19x/menit
Nadi : 88x/menit
Suhu : 36,60c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x 1/2 Porsi/hari
Minum : 1200ml/hari
Mengkaji Respon Nyeri
P : Saat bergerak melakukan aktivitas
Q : Seperti tertekan
R : Perut bagian bawah
S : 2/10
T : Hilang timbul
Terpasang RL 30tpm
A:
1. Kurang volume cairan berhubungan dengan intake
kurang adekuat
2. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
Fisik
3. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan proses
penyakit
P:
1. Observasi TTV, kesadaran serta keadaan umum
pasien
2. Libatkan keluarga pasien dalam pemberian cairan
44
3. Anjurkan pasien makan sedikit tetapi sering
4. Kaji skala nyeri
5. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat
nyeri
6. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
dan infus
I:
1. Mengobservasi TTV, kesadaran serta keadaan umum
pasien
Hasil:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 100/80 MmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,5°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
2. Melibatkan keluarga pasien dalam pemberian cairan
Hasil : pasien minum sebanyak 1900ml/hari
3. Menganjurkan pasien makan sedikit tetapi sering
Hasil : pasien makan sebanyak 3x1 porsi/hari
4. Mengkaji skala nyeri
Hasil ; 2/10
45
5. Menganjurkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat
nyeri
Hasil : pasien merasa lebih nyaman dan nyeri berkurang
6. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi
obat dan terapi infus
Hasil :
Levofloxacin 1x500 mg/IV
Ranitidine 2x1 mg/IV
Ondansetron 2x8 mg/IV
Paracetamol 2x1 gr/IV
O:
- Pasien tampak sudah tidak mual saat makan dan
minum
- Pasien tampak bisa bergerak tetapi sedikit pusing
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 120/80 MmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 91x/menit
Suhu : 36,30c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
46
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x1 Porsi/hari
Minum : 1900ml/hari
Terpasang RL 30tpm
A:
1. Gangguan nyaman nyeri berhubungan dengan
proses penyakit
P:
1. Observasi TTV, kesadaran serta keadaan umum
pasien
2. Kaji skala nyeri
3. Observasi tetesan infus
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
dan infus
I:
1. Mengobservasi TTV, kesadaran serta keadaan
umum pasien
Hasil:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 120/80 MmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36,4°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
47
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
2. Mengkaji skala nyeri
Hasil : 0/10
3. Mengobservasi tetesan infus
Hasil : Infus pasien sudah di AFF
4. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemeberian obat
dan infus
Hasil : pasien rencana pulang
48
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN Ny.C
KASUS II
A. Biodata
Nama : Ny. C
Umur : 63 tahun
Tanggal lahir : 10 Desember 1959
Alamat : KP. Kelapa 7 RT 1/1 Sukadamai Dramaga
Bogor
Pendidikan : Belum Tahu
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Status : Janda
Jenis kelamin : Perempuan
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 17 September 2023 pukul 06.50 WIB
Tanggal pengkajian : 18 September 2023 pukul 10.00 WIB
B. Riwayat Kesehatan
1. Alasan masuk RS : Pasien mengatakan pusing, nyeri
ulu hati, mual dan demam naik
turun selama 1 minggu
2. Diagnosa medis : Diabetes Melitus
3. Penyakit yang pernah dialami : Diabetes
C. Kebutuhan Dasar
1. Sirkulasi
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 140/80 mmHg
Suhu : 37.7° C
Respirasi : 20x/menit
49
Nadi : 97x/menit
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Turgor Kulit : Kurang Elastis
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
2. Kebutuhan Nutrisi
Makan : 3x ½ porsi/hari
Gangguan Intake Makan : Ada, karena pasien mual
Nafsu Makan : Berkurang, karena pasien mual
Diet Makan : Lunak Diabetes Melitus (LDM)
4. Kebutuhan Eliminasi
Kebiasaan BAB : 1-2x/hari, konsistensi padat
Kebiasaan BAK : 3-5x/hari, warna urine kuning pekat
50
6. Kebutuhan Rasa Aman dan Nyaman
Ada Rasa Nyeri Atau Sakit : Ada, Nyeri uluhati
Skala Nyeri : 2/10
Resiko jatuh : Ada
Resiko infeksi : Tidak Ada
7. Kebutuhan Emosional
Ada Rasa Cemas : Tidak Ada
Perasaan Tidak Berharga : Tidak Ada
Ada Perasaan gelisah : Tidak Ada
8. Kebutuhan Penyuluhan
Membutuhkan penjelasan tentang perawatan : Iya
Kurang pengetahuan tentang pencegahan
penyakit, minum obat, perawatan luka control : Iya
9. Kebutuhan Komunikasi
Gangguan yang menghambat komunikasi : Tidak Ada
Pengguaan Bahasa komunikasi : Bahasa Indonesia
51
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Skala Nyeri : 2/10
Makan : 3x1porsi/hari
Minum : 700ml/hari
Pemeriksaan H2TL
Hemoglobin : 12,1 g/dl
Hematokrit : 36.0 %
Trombosit : 265 /μL
Leukosit : 9.36 /μL
Pemeriksaan Gula Darah Sewaktu : 233 mg/dl
52
6. Anjurkan pasien untuk mengurangi makanan yang mengandung kadar
gula tinggi
7. Beri pasien kompres hangat
8. Kaji skala nyeri
9. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri
10. Kolaborasi dengan perawat dalam pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS)
11. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat dan terapi infus
12. Kolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan H2TL
53
5. Menganjurkan pasien makan dalam keadaan hangat
Hasil : Keluarga pasien mengatakan pasien masih terlihat mual
6. Menganjurkan pasien untuk mengurangi makanan yang mengandung
kadar gula tinggi
Hasil : Keluarga pasien mengatakan pasien mengkonsumsi
makanan cukup serat
7. Memberikan pasien kompres hangat
Hasil : Demam pasien menurun menjadi 36.5°c
8. Mengkaji skala nyeri
Hasil : 2/10
9. Mengajarkan pasien teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri
Hasil : Pasien merasa lebih nyaman dan nyeri berkurang
10. Berkolaborasi dengan perawat dalam pemeriksaan gula darah sewaktu
(GDS)
Hasil : 233 mg/dl
11. Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi obat dan terapi
infus
Hasil :
Pasien terpasang cairan infus RL/ 20tpm
Omeprazole 1x40 mg/IV
Sucralfat 3x2tb/Oral
Paracetamol 3x500 mg/oral
Lantus 1x12/SC
Alprozolam 1x5 mg/IV
12. Berkolaborasi dengan petugas laboratorium dalam pemeriksaan H2TL
Hasil :
Hemoglobin : 12,1 g/dl
Hematokrit : 36.0 %
Trombosit : 265 /μL
Leukosit : 9.36 /μL
54
H. Evaluasi di tulis sesuai catatan perkembangan kondisi kesehatan pasien
yaitu SOAPIE
No Catatan Perkembangan Kesehatan (SOAPIE) Tanggal dan
Waktu
1. S : pasien mengatakan masih mual, lemas, dan 18/09/23
Pukul 10.00 WIB
nyeri perut bagian ulu hati
O:
- Pasien tampak masih mual saat makan
- Pasien tampak lemas dan hanya berbaring
dikasur
- Pasien tampak menahan nyeri dan gelisah
Kesadaran. : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/80 MmHg
Respirasi : 21x/menit
Nadi : 65x/menit
Suhu : 36.4°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x ½ porsi/hari
Minum : 800ml/hari
Mengkaji Respon Nyeri
P : Saat beraktivitas
Q : Seperti ditusuk-tusuk
R : Perut bagian bawah
55
S : 2/10
T : Hilang timbul
Terpasang RL 20tpm
A:
1. Kurangnya nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menggunakan glukosa
2. Kurangnya volume cairan berhubungan
dengan intake kurang adekuat
3. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah
4. Gangguan nyaman nyeri berhubungan
dengan proses penyakit
5. Intoleransi aktifitas berhubungan
dengan kelemahan fisik.
P:
1. Observasi TTV, kesadaran serta keadaan
umum pasien
2. Kaji tanda-tanda dehidrasi pasien
3. Libatkan keluarga pasien dalam pemberian
cairan
4. Anjurkan pasien makan dalam keadaan
hangat
5. Anjurkan pasien makan sedikit tetapi
sering
6. Kaji skala nyeri
7. Ajarkan pasien teknik relaksasi dan
distraksi saat nyeri
8. Observasi tetesan cairan infus
56
9. Kolaborasi dengan perawat dalam
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
10. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat dan infus
I:
1. Mengobservasi TTV, kesadaran serta
keadaan umum pasien
Hasil:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/80 MmHg
Respirasi : 21x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 36.4°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
2. Mengkaji tanda-tanda dehidrasi pasien
Hasil : kulit kurang elastis
3. Melibatkan keluarga pasien dalam
pemberian cairan
Hasil : pasien minum sebanyak
1000ml/hari
4. Menganjurkan pasien makan dalam
keadaan hangat
Hasil : pasien masih sedikit mual
57
5. Menganjurkan pasien makan sedikit tetapi
sering
Hasil : pasien makan sebanyak 3x ¼
porsi/hari
6. Mengkaji skala nyeri
Hasil ; 2/10
7. Mengajarkan pasien teknik relaksasi dan
distraksi saat nyeri
Hasil : pasien merasa lebih nyaman dan
nyeri berkurang
8. Mengobservasi tetesan infus
Hasil : tetesan infus lancar RL 20tpm
9. Berkolaborasi dengan perawat dalam
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
Hasil : Cek GDS / 4 jam
06.00 : 86 mg/dl
10.00 : 101 mg/dl
14.00 : 166 mg/dl
18.00 : 243 mg/dl
24.00 : 146 mg/dl
10. Berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat dan infus
Hasil : Lantus 1x2ui /SC
Alprozolam 1x5mg /IV
Apidra /Kelipatan 5 mulai dari 200
58
2. S : pasien mengatakan masih lemas, susah tidur 19/09/23
Pukul 09.00 WIB
dan nyeri bagian ulu hati
O:
- Pasien tampak masih lemas, hanya
berbaring dikasur
- Wajah pasien tampak meringis menahan
nyeri saat setelah bergerak
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 120/80 MmHg
Respirasi : 19x/menit
Nadi : 73x/menit
Suhu : 36,7°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x ½ porsi/hari
Minum : 1200ml/hari
Mengkaji Respon Nyeri
P : Saat beraktivitas
Q : Seperti ditekan
R : Perut bagian bawah
S : 2/10
T : Hilang timbul
Terpasang Vemplon (+)
59
A:
60
I:
61
6. Berkolaborasi dengan perawat dalam
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
Hasil : Cek GDS / 4 jam
06.00 : 347 mg/dl
10.00 : 345 mg/dl
14.00 : 150 mg/dl
18.00 : 137 mg/dl
7. Berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat
Hasil : Omeprazole 1x40mg /IV
Lantus 1/2ui /SC
Alprozolam 1x5mg /IV
Apidra /Kelipatan 5 mulai dari 200
O:
- Kulit pasien saat diraba terasa hangat
- Pasien tampak sudah tidak mual saat makan
Kesadaran. : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/70 MmHg
Respirasi : 20x/menit
Nadi : 90x/menit
Suhu : 37,7°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
62
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Makan : 3x1porsi/hari
Minum : 2000ml/hari
Terpasang Vemplon (+)
A:
1. Peningkatan suhu tubuh berhubungan
dengan masuknya mikroorganisme ke
dalam tubuh
2. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa
darah
P:
1. Observasi TTV, kesadaran serta keadaan
umum pasien
2. Beri pasien kompres hangat
3. Kaji skala nyeri
4. Kolaborasi dengan perawat dalam
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
5. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
obat
I:
1. Mengobservasi TTV, kesadaran serta
keadaan umum pasien
Hasil:
Kesadaran : Compos Mentis
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Tekanan Darah : 110/80 MmHg
Respirasi : 20x/menit
63
Nadi : 92x/menit
Suhu : 37.7°c
Akral : Hangat
Sianosis : Tidak Ada
Oedema : Tidak Ada
Konjungtiva : An Anemis
Sklera : An Ikterik
Terpasang Vemplon (+)
2. Memberi pasien kompres hangat
Hasil : demam pasien menurun menjadi
37°c
3. Mengkaji skala nyeri
Hasil : 1/10
4. Berkolaborasi dengan perawat dalam
pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS)
Hasil : Cek GDS / 4 jam
06.00 : 390 mg/dl
10.00 : 364 mg/dl
14.00 : 240 mg/dl
18.00 : 130 mg/dl
24.00 : 146 mg/dl
5. Berkolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat
Hasil : Lantus 1/2ui /SC
Apidra /kelipatan 5 mulai dari 200
Paracetamol 3x500mg /P.O
64
BAB IV
PEMBAHASAN
A. SEJARAH
Pada tahun 1980, diatas tanah milik Pemerintah Daerah seluas 5 hektar
(50.000 m2) didaerah Cilendek Kelurahan Menteng Kecamatan Bogor Barat,
Didirikan tahap awal bangunan satu lantai seluas 990m2 yang direncanakan
sebagai Unit Gawat Darurat. Pihak Yayasan Karya Bhakti (YKB) yang bergerak
dalam bidang sosial dan perumahsakitan kerja sama dengan Pemda Kota Bogor
dalam rangka pengelolaan rumah sakit diawali dengan pemanfaatan gedung yang
telah dibangun sebagai Rumah Sakit Gawat Darurat.
Pada peresmian RSUD 7 Agustus 2014 lalu, Walikota Bogor, Bima Arya
berharap supaya di masa peralihan dari RS Karya Bakti menjadi RSUD,
pelayanan medis harus bisa tetap berjalan normal. Juga tidak ada pemutusan
hubungan kerja bagi seluruh pegawai, baik tenaga medis maupun tenaga non
medis.Sebuah harapan yang wajar, karena sulit dibayangkan apa yang akan terjadi
apabila rumah sakit itu tiba-tiba menghentikan sementara pelayanan medisnya.
Maklum, rumah sakit yang sebelumnya bernama RS Karya Bakti itu sudah sangat
akrab dan dibutuhkan oleh sebagian warga Kota Bogor dan
sekitarnya.“Alhamdulillah sejauh ini kedua harapan itu tercapai, pelayanana
berjalan normal dan pegawai masih lengkap” kata Ahmad Yani, Kabag Umum
61
dan Kepegawaian RSUD Kota Bogor. Pasien yang datang baik warga kota
maupun kabupaten masih tetap terlayani. Mulai dari pasien penderita penyakit
tergolong ringan sampai dengan penyakit yang tergolong berat. Seperti
diantaranya pasien penderita Gulian Barre Syndrome (GBS) yang butuh
penanganan intensif dan perawatan dalam kurun waktu cukup panjang. Begitupun
pasien peserta BPJS. Bahkan menurut Ahmad Yani, lebih dari 80% pasien yang
berobat jalan maupun yang rawat inap adalah peserta BPJS.
Sementara itu dari jumlah tenaga kerja yang tetap bertahan, belum ada satu
pun yang di-PHK. Saat ini jumlah tenaga kerja, baik tenaga medis maupun non
medis tercatat sebanyak 525 orang. “Sebagian besar mereka adalah non PNS,
karena PNS-nya hanya 18 orang,” papar Ahmad Yani, Kasi Pembinaan dan
Pengendalian Sarana Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Bogor yang dipindah-
tugas ke RSUD.
Jadi inilah rumah sakit milik pemerintah daerah yang saat ini sebagian
besar pegawainya tergolong pegawai non PNS. Berbeda dengan kebanyakan
RSUD yang sudah beroperasi termasuk di wilayah sekitar Bogor, yang sebagian
besar pegawainya adalah PNS.
Masa transisi atau masa peralihan dari rumah sakit yang tadinya dikelola
dengan pengelolaan manajemen swasta menjadi RSUD, memang merupakan
masa yang relatif sulit dihadapi. Disatu sisi RSUD berkewajiban mengutamakan
pelayanan sosial kepada masyarakat, tetapi di sisi lain mereka harus bisa menggaji
pegawai dengan standar swasta. Kondisi itulah yang menarik untuk ditengok,
supaya semua pihak bisa lebih mengenal dan memahami apa sesungguhnya yang
terjadi di balik pelayanan medis RSUD. Sisi ini perlu diketahui dan dipahami,
supaya siapapun bisa juga memahami dan dapat bersikap bijak dalam memaklumi
apa yang ditetapkan dan dilakukan manajemen RSUD dalam memberikan
pelayanan medis.
Salah satu tantangan yang saat ini dihadapi manajemen RSUD tergambar
dari apa yang disampaikan Ahmad Yani. “Pegawai di semua lini harus mengubah
62
paradigma, dari pegawai swasta murni menjadi pegawai sebuah RSUD yang
berkewajiban mengedepankan pelayanan sosial,” katanya. Sikap bertahan dan
pola pikir seorang pegawai yang tidak mau berubah, akan sangat menyulitkan
proses pemberian pelayanan kepada pasien.
Kemudian juga harus ada penyesuaian antara tarif pelayanan medis yang
ditetapkan RSUD dengan tarif yang ditetapkan dalam BPJS. Saat ini masih ada
kesenjangan cukup lebar antara tarif yang diberlakukan di RSUD dengan tarif
BPJS yang mengacu pada tarif Indonesian Case Based Groups (INA CBGs).
Kalau tarif tidak disesuaikan, tentunya RSUD harus bisa nombok atau
mensubsidi setiap biaya yang dibutuhkan oleh seorang pasien. Sebab klaim yang
diajukan ke pengelola BPJS lebih kecil daripada biaya yang dikeluarkan bagi
seorang pasien. Dengan kesenjangan tarif yang masih cukup lebar, maka tentu
saja subsidi yang perlu dikeluarkan bagi setiap pasien sangat besar. Apalagi
dengan kenyataan, lebih dari 80% pasien yang datang, merupakan peserta BPJS.
63
Itulah sebabnya, manajemen RSUD saat ini sedang berancang-ancang untuk
menyusun Rencana Induk Pengembangan Rumah Sakit untuk 20 tahun kedepan.
Dahlia VIP
Catleya VIP
b. Fasilitas Rawat Inap Kelas l : Lavender I
Jasmin I
Vanda I
Situ Gede l
Flamboyan
Pafio
Tulip l
c. Fasilitas Rawat Inap Kelas ll : Lavender
Jasmin ll
Anyelir ll
Situ Gede ll
Tulip ll
64
d. Fasilitas Rawat Inap Kelas lll : Sempur
Lawang Gintung
Batu Tulis
Situ Gede lll
Tulip lll
65
x. Klinik Deteksi Dini Kanker Payudara
y. Poliknlik Akupuntur
z. Poliknlik Gigi Dan Mulut
aa. Poliknlik Urologi
bb. Poliklinik DOTS
cc. Poliknlik Konservasi Gigi
2. Laboratorium
a. Patologi Anatomi
b. Patologi Anak
c. Bank Darah
3. Endoskopi, Bronkhospi, Laparoskopi
4. Hemodialisa, Cathlab
5. Fisioterapi
6. ICU / ICCU / NICU / PICU
7. Radiologi
a. MSCT-SCAN 128 Slice
b. Mammografi
c. USG 4D
8. Sub Spesialis
a. Jantung Intervensi
b. Neuro Intervensi
c. Bedah Onkologi
d. Jantung Anak
9. Dapur Gizi
10. CSSD
11. Kamar Jenazah
12. Binatu
66
D. Program Pelayanan Rumah Sakit
a. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Administrasi Rawat Inap
b. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Endoscopy
c. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Eswl
d. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Igd Bpjs
e. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Kemoterapi
f. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Laboratorium
g. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Medical Check Up (Mcu)
h. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Pendaftaran Perjanjian
i. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Poliklinik Via Sms
j. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Radiologi
k. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Rawat Jalan Bpjs
l. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Rawat Jalan Non Bpjs
m. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ultrasonograpy
n. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Hemodialisa Rawat Inap
o. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Hemodialisa Rawat Jalan
p. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Igd Non Bpjs
q. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Instalasi Rawat Inap
r. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Instalasi Rawat Intensif
s. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Operasi Elektif
t. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ponek Bpjs
u. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ponek Non Bpjs
v. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ambulance
w. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Cathlab
x. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Kasir
y. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Rujukan Pasien
z. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Transit Jenazah
aa. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ambulance Antar
bb. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Ambulance Rujuk
cc. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Bedah Sentral
dd. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Kasir Rawat Jalan
67
ee. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Kasir Rawat Inap
ff. Standar Pelayanan Rsud Kota Bogor Pengaduan Masyarakat
68
2. Target kompetensi yang dapat tercapai selama PKL
a. Berkomunikasi dengan santun
b. Melakukan pengkajian (anamnesa,menanyakan keluhan
pasien).
c. pemeriksaan tanda-tanda vital :
• Mengukur Tekanan Darah, Suhu, Nadi, dan
Pernafasan
d. komunikasi terapeutik dengan pasien dan keluarga pasien
e. Bed making / mempersiapkan tempat tidur :
1) Tanpa pasien diatasnya
2) Dengan pasien diatasnya
f. Tindakan personal hygiene :
1) Oral hygiene
2) Vulva dan Penis Hygiene
3) Memandikan
g. Membantu pemberian obat baik Injeksi maupun Oral
h. Membantu pemberian cairan dan nutrisi
1) Membantu pemberian makan/minum per oral dan
NGT
2) Mengganti cairan infus
i. Tindakan pencegahan infeksi
1) Cuci tangan yang baik dan benar
2) Menggunakan APD
3) Mendekontaminasi alat seperti GV set, OH set,
Hecting set
4) Melakukan sterilisasi DTT
5) Menggunakan alat steril dengan suhu tinggi seperti
Autoclave
j. Memberi kompres hangat dan dingin
k. Membantu mobilasi pengaturan posisi, ambulasi seperti :
69
• mengantar pasien ke kamar mandi, memindahkan
pasien dari tempat tidur ke kursi roda
l. Membantu eliminasi BAB dan BAK
m. Membantu program pelayanan RSUD Kota Bogor
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Praktek kerja lapangan menghasilkan pengalaman yang sangat berharga
bagi kami sebagai siswa, karena melalui target unit kompetensi yang harus
di capai kami mencoba menerapkan teori yang didapat di sekolah secara
nyata langsung kepada pasien dalam memberikan pelayanan keperawatan.
2. Pengalaman dalam praktek kerja lapangan menjadikan inspirasi dan
semangat serta mendorong kami sebagai siswa untuk lebih giat belajar
mencapai target unit kompetensi baik belajar dalam ilmu pengetahuan
maupun belajar keterampilan dalam pelayanan keperawatan.
3. PKL menjadikan kami belajar berkomunikasi dengan pasien, keluarga
pasien, dengan atasan, dan dengan seluruh petugas klinik dan menjadikan
kami percaya diri sehingga mendorong kami ingin lebih banyak mendapat
ilmu pengetahuan dan pelayanan dalam pelayanan kesehatan.
B. Saran
1. Untuk Sekolah Sebagai Institusi Pendidikan :
a. Sebelum kami diberangkatkan ke lahan PKL kami mendapatkan bekal
ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai unit kompetensi yang harus di
capai
b. Bimbingan dan supervisi dan Guru Produktif selama kami PKL sangat
kami perlukan, sehingga kami merasa diperlihatkan baik oleh pihak
sekolah, karena dengan supervisi dari pihak sekolah akan terjadi
komunikasi, koordinasi antar pembimbing lahan dan pihak sekolah.
71
DAFTAR PUSTAKA
https://rsudkotabogor.co.id/
72