Anda di halaman 1dari 21

 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No.

2 (2023) 

PEMBAGIAN WARIS SAMA RATA PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Nur Asror
Mahasiswa Studi Hukum Islam
asrornur@gmail.com

Abstract
The distribution of inheritance basically adheres to the Al-Qur'an and hadith in
accordance with the existing provisions in article 176 of the Compilation of Islamic
Law. This research aims to determine the equal distribution of inheritance from the
perspective of Islamic law, the opinion of Wahbah Az-Zuhaili in his book entitled Al-
Fiqh al-Islamy Wa Adillatuh. This research uses library research methods (library
research), namely a series of activities related to library data collection methods,
reading and recording and processing research materials. The results of this research
conclude that dividing inheritance equally is permissible, namely by using the
takha>ruj method. Takha>ruj which means exit, terminologically usually means the
exit of an heir by being replaced by another heir or not even being replaced, but
someone giving up their share to another heir. The legal basis is the result of ijtihad
(friends' atsarl) regarding events that occurred during the reign of Caliph Usmanl Bin
Affan. The peaceful distribution of inheritance was based on the friends' atsarl as
mentioned above.

Keywords: Religious figures, community figures, begalan traditions

Abstrak
Pembagian warisan padal dasarnya berpegang kepada lAl-Qur’anl dan hadis sesuail
dengan ketentuanl yang adal dalam pasal 176 Kompilasil Hukum lIslam. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pembagian waris sama rata perspektif hukum Islam
pendapat dari Wahbah Az-Zuhaili dalam kitabnya yang berjudul Al-Fiqh al-Islamy Wa
Adillatuh. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaanl (libery
research), yaitul serangkaian kegiatan yangl berkenaan denganl metode pengumpulanl
data lpustaka, membacal dan mencatatl serta mengolahl bahan lpenelitian. Hasil
penelitian ini menyimpulkan bahwa pembagian waris secara sama rata adalah boleh,
yaitu dengan menggunakan metode takha>ruj. Takha>ruj yangl berarti lkeluar, secara
terminologil biasa dimaknail keluarnya ahlil waris denganl digantikan haknyal oleh
ahlil waris yangl lain ataul bahkan tidakl diganti akanl tetapi seseorangl merelakan
bagiannyal untuk ahlil waris yangl lain. Dasar hukumnyal merupakan hasill ijtihad
(atsarl sahabat) atasl peristiwa yangl terjadi padal masa pemerintahanl Khalifah
Usmanl Bin Affanl Pembagian hartal warisan secaral damai didasarkanl pada atsarl
sahabat sebagaimanal yang disebutkanl di atas.

Kata Kunci: Pembagian waris, sama rata, hukum Islam

A. Pendahuluan
Agama Islam merupakan Agama Rahmatan lil ‘a>lami>n, tentunya
memiliki konsep keadilan dan kesejahteraan bagi umatnya dengan adanya aturan-

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 27
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

aturan dan norma-norma hukum yang sudah ditetapkan. Bebagai bentuk hukum
yang ditetapkan agama Islam dalam kehidupan yaitu perkawinan yang menjadi akar
dari kewarisan. Adanya perkawinan adalah sebab terjadinya kewarisan itu sendiri.
Hukum kewarisan adalah hal yang sangat penting dalam hukum keluarga, bahkan
mencerminkan sistem kekeluargaan di dalam masyarakat.1
Kematian atau mati adalah hal yang pasti akan dirasakan semua makhluk
yang hidup atau bernyawa sama halnya manusia, tidak ada yang tahu kapan, di
mana, bagaimana seseorang menjemput ajalnya, dalam keadaan baik atau buruk,
keadaan sakit atau sehat, dan dalam waktu sekarang atau besok. Apabila ajal
menjemput, maka tidak ada yang bisa menolak atau bahkan melawannya. 2 Seperti
firman Allah :
‫س َذاىقَةُ ْال َموْ ت َوانَّ َما تُ َوفَّوْ نَ اُجُوْ َر ُك ْم يَوْ َم ْالقي َمة فَ َم ْن ُزحْ ز َح عَن النَّار َواُ ْدخ َل ْال َجنَّةَ فَقَ ْد‬ ٍ ‫ُكلُّ نَ ْف‬
‫ع ْال ُغرُوْ ر‬ ُ ‫فَازَ َو َما ْال َحيوةُ ال ُّد ْنيَا ا ََّّل َمتَا‬
Artinya: Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada
hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijatuhkan
dari neraka dan dimasukan ke dalam surga. Maka sungguh ia telah
beruntung, kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdayakan. (Q.S. Ali Imron : 185).
Berbicara tentang seseorang yang telah meninggal dunia tentu saja tidak
dapat dipungkiri akan berujung masalah harta warisan. Harta warisan adalah harta
yang dimiliki oleh pewaris (orang yang meninggal) saat ia masih hidup setelah
digunakan pewaris untuk keperluan selama hidup sampai meninggal, biaya
pengurusan jenazah, membayar hutang, dan wasiat pewaris. Di Negara Indonesia
berlaku tiga sistem hukum waris, dari ketiga hukum waris tersebut adalah hukum
perdata barat (Burjgelijk weetboek), hukum Islam (Kompilasi Hukum Islam), dan
hukum adat.
Di dalam hukum Islam permasalahan hukum waris telah Allah SWT
tetapkan didalam Al-Qur’an, bila mana orang-orang yang memiliki garis
kekerabatan berhak untuk saling mewarisi, baik itu laki-laki, perempuan, dewasa
ataupun anak-anak. Sebagaimana firman Allah SWT:3

1
Hazairin, Hukum Kewarisan Bilateral menurut Al-qur’an dan hadist cet. IV (Jakarta:
Timtamas, 1981), hlm. 1.
2
M. Afnan Chafidh, A. Ma’ruf Asrori, Tradisi Islam “Panduan Prosesi kelahiran-
Perkawinan-Kematian”, (Surabaya: Khalista, 2007), hlm. 178.
3
Idris M. Ramulyo, Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam dengan
Kewarisan Menurut Hukum Perdata, (Jakarta: Sinar Grafika, 2000), cet. II, hlm. 12.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 28
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

ُ ‫اَلنَّب ُّي اَوْ لى ب ْال ُم ْؤمن ْينَ م ْن اَ ْنفُسه ْم َواَ ْز َواجُه اُ َّمهتُهُ ْم َواُولُوا ْاَّلَرْ َحام بَ ْع‬
ٍ ‫ضهُ ْم اَوْ لى ببَع‬
‫ْض ف ْي كتب‬
‫للا منَ ْال ُم ْؤمن ْينَ َو ْال ُمهجر ْينَ ا ََّّل اَ ْن تَ ْف َعلُوْ ا الى اَوْ ليَاى ُك ْم َّم ْع ُروْ فًا َكانَ ذلكَ فى ْالكتب َم ْسطُوْ رًا‬
ّ
Artinya : Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri
mereka dan istri-istrinya adalah ibu-ibu mereka, dan orang-orang yang
mempunyai hubungan darah satu sama lain berhak (waris-mewarisi) di
dalam kitab Allah daripada orang-orang mukmin dan orang-orang
muhajirin, kecuali kalau kamu berbuat baik kepada saudara-saudaramu
(seagama), adalah yang demikian itu tertulis di dalam kitab (Allah). (Q.S.
Al-Ahzab : 6).

Hukum kewarisan Islam mendapat banyak sorotan, karena pembagian harta


warisan seringkali menimbulkan akibat yang tidak menguntungkan bagi keluarga
yang di tinggal mati pewaris. Hakikat manusia yang cinta harta tentu mendorong
perbuatan yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan harta tersebut, l l l

termasuk harta warisan yang ditinggalkan pewaris itu sendiri. Banyak kejadian
l l l

terjadi dalam sejarah kewarisan, seperti contoh kasus-kasus gugatan waris di l l l

Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.4


l l

Pembagian harta waris selalu menjadi permasalahan yang sangat penting


l l l l l

dalam keluarga. Di dalam Al-Qur’an sendiri sudah dijelaskan secara terperinci


l l l l

tentang bagaimana pembagian harta warisan. Selain itu, dalam hukum kewarisan
l l l l

Islam, hukum yang sudah ditetapkan dalam Al-Qur’an adalah sesuatu yang absolut
l l l l l

dan universal bagi setiap orang Islam untuk mewujudkannya dikehidupan sosial.
l l l l

Hukum kekeluargaan yang ada di lingkungan masyarakat antara yang satu


l

dengan lainnya pasti terdapat perbedaan. Hal ini dapat diketahui dari susunan l l

kelompok masyarakat yang bersangkutan. Salah satu cara melihat hal tersebut
l l l l l

yaitu dengan cara memperhatikan susunan kelompok masyarakat tersebut.5


l l l

Pada prakteknya keberagaman hukum yang ada di Indonesia turut serta l l

dalam hukum waris itu sendiri, dan hal tersebut adalah hukum adat. Hukum adat
l l

sendiri tidak sesuai dengan hukum waris yang ditetapkan oleh hukum Islam yang
l l l l l

terdapat dalam Al-Qur’an. Seperti halnya yang di lakukan masyarakat di sebuah


l

desa, yang mana pada praktik pembagian harta warisnya di bagi dengan sama rata,
karena tidak mengetahui pembagian harta waris kepada setiap ahli waris secara l

hukum waris Islam. Menurut pasal 183 Kompilasi Hukum Islam diperbolehkan
l l l l

4
Amir Syarifudin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 1990), hlm. 139.
5
Otje Salman, Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris, (Bandung:
Penerbit Alumni, 1993), hlm. 48.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 29
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

adanya pembagian warisan dengan musyawarah. Namun, dengan syarat ahli waris l l

tersebut mengetahui l setiap bagiannya l masing- masing.


l Al-Qur’an
l l sudah
menjelaskan secara jelas tentang penetapan pembagian hak waris yaitu: 1/2 (satu
l l l l

per dua), 1/4 (satu per empat), 1/6 (satu per enam), 1/8 (satu per delapan), 1/3 (satu
per tiga), dan 2/3 (dua per tiga).
Di Negara Indonesia, perihal warisan telah di atur dalam Kompilasi Hukum l l

Islam pasal 176 yang mengatur besaran pembagian harta waris. Aturan yang
l l l l

tercantum di dalam Kompilasi Hukun Islam merujuk kepada Al-Qur’an surat An-
l l l l l l

Nisa> ayat 11. Di dalam Kompilasi Hukum Islam juga memperbolehkan


l l l l l

pembagian harta waris melalui jalur perdamaian atau kekeluargaan yang telah di
jelaskan pada pasal 183. Yang berbunyi “para ahli waris dapat bersepakat melalui
l l l l l

perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah masing-masing menyadari


l l l l l

bagiannya.” Dari kedua pasal tersebut dapat diambil poin dalam pembagian harta
l l l l l

waris sebagai berikut :


l l

1. Besaran pembagian harta warisan telah ditentukan


2. Melalui jalur perdamaian, disepakati ahli waris yang menyimpang dari
l l l l l

ketentuan pasal 176.6 l l

Dari kedua poin tersebut dapat disimpulkan bahwa pembagian warisan l l

pada dasarnya berpegang kepada Al-Qur’an dan hadis sesuai dengan ketentuan
l l l l l

yang ada dalam pasal 176 Kompilasi Hukum Islam. Tetapi menurut pasal 183
l l l l

Kompilasi Hukum Islam diperbolehkan pembagian harta waris dengan cara


l l l

kekeluargaan. Tentunya hal ini bertentangan dengan Al-Qur’an yang menjadi


l l l l l

landasan utama dalam menentukan hukum khususnya tentang pembagian waris.

B. Metode
Jenis penelitian yang digunakan dalam penyusunan skripsi ini menggunakan
l l l l l l l

jenis penelitian kepustakaan (library research), yaitu serangkaian kegitatan yang


l l l l l

berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat


l l l l l

serta mengolah bahan penelitian.7 Yaitu dengan mengumpulkan teori-teori dalam


l l l l l

6
Cik Hasan Bisri, Kompilasi Hukum Islam dan Peradilan Agama dalam Sistem Hukum
Nasional, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), hlm. 68.
7
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia, 2014), cet. III hlm. 1.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 30
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

buku, pendapat para ahli, karangan para ahli, dan karya ilmiah yang lainnya yang
l l l l l l l

ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini.


l l l

C. Hasil dan Pembahasan


1. Latar Belakang Keluarga
Wahbahl lAz-Zuhailil adalahl cerdikl cendikial (aliml lallamah) yangl
menguasail berbagail disiplinl ilmul (lmutafannin). Seorangl ulamal fikihl
kontemporerl peringkatl ldunia, pemikiranl fikihnyal menyebarl kel seluruhl
dunial Islaml melaluil lkitab-kitabl lfikihnya.8 Wahbahl Az-Zuhailil lahir dil
Dir ‘Atiyah yangl terletak dil salah satul pelosok kotal Damsyik, Syiria padal
tahun 1351l H / 1932l M. Namal lengkapnya Wahbahl bin lAl-Syekh Mustofa
lAz-lZuhaili. Ial putera Syekhl Mustofa lAz-Zuhailil seorang petanil sederhana
nanl alim, hafall Al-Qur’an, rajinl menjalankan ibadahl dan gemarl berpuasa.
Dil bawah pendidikanl ayahnya, Wahbahl menerima pendidikanl dasar-dasarl
Agama lIslam. Setelahl itu, ial di sekolahkanl di Madrasahl Ibtidaiyah dil
kampungnya, hinggal jenjang pendidikanl formal lberikutnya.9
Wahbahl Az-Zuhailil dibesarkan dil lingkungan lulama-ulamal mazhab
lHanafi, yangl membentuk pemikirannyal dalam mazhabl fiqih. Walaupunl
bermazhab lHanafi, namunl beliau tidakl fanatik terhadapl fahamnya danl
senantiasa menghargail pendapat-pendapatl mazhab llain. Hall lini, dapatl
dilihat daril bentukl penafsirannyal ketikal mengupasl layat-ayatl yangl
berkaitanl denganl lfiqih.10
2. Latarl belakangl pendidikanl
Wahbahl Az-Zuhailil lahir dil Desa Dirl ‘Atiyah, lDamaskus, Syirial
pada tahunl 1932 lM, terlahirl dari pasanganl H. Mustafal dan lHj. Fatimahl
binti Mustafal Sa’dah. Beliaul mulail belajarl lAl-Qur’anl danl Ibtidaiyahl dil
lkampungnya, beliaul menamatkanl pendidikanl Ibtidaiyahl dil Damaskusl
padal tahunl 1946l lM. Beliaul lalul melanjutkanl pendidikannyal dil kuliahl
Syari’ah danl tamatl padal tahunl 1952l lM. Beliaul sangatl sukal lbelajar,
sehinggal ketikal beliaul pindahl kel Kairol lMesir, beliaul mengikutil

8
Abu Samsudin, “Wawasan Alquran Tentang Ulu Albab”, (Skripsi, Program Sarjana,
UIN Sunan Ampel, Surabaya, 2016), hlm. 1.
9
Syaiful Amin Ghofur, Mozaik Mufasir Alquran, (Yogyakarta: Kaukaba Dipantara,
2013), hlm. 136-137.
10
Abu Samsudin, Op.Cit., hlm. 1.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 31
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

beberapal kuliahl secaral lbersamaan. Yaitul dil Fakultasl Bahasal Arabl dil
Universitasl lAl-Azharl danl Fakultasl Hukuml Universitasl Ainl lSyams.11
Selamal belajar dil al-lAzhar, Wahbahl Az-Zuhailil berhasil
mendapatkanl gelar doktorl dengan yudisiuml summa cuml laude. Ketikal itu
beliaul menulis disertasil yang berjudull “Aṡarl al-Ḥarbl fi lal-Fiqhl al-Islamil
Dirasah Muqaranahl baina lal-Maz{āhib lal-S{amaniyyah wal al-Qanunl Al-
Daulil Al-lAm” (Efekl Perang Dalaml Fiqih lIslam: Studil Komparatif antarl
Madzhab Delapan danl Hukum Internasionall Umum). Disertasil tersebut
kemudianl direkomendasikan untukl dibarter denganl universitas-universitasl
asing.12
Setelahl memperoleh ijazahl Doktor, pekerjaanl pertama beliaul adalah
stafl pengajar padal Fakultas lSyari’ah, Universitasl Damaskus padal tahun
l1963, kemudianl menjadi asistenl dosen padal tahun l1969, danl menjadi
Profesorl pada tahunl 1975. Sebagail guru lbesar, beliaul menjadi dosenl tamu
dil sejumlah Universitasl di lNegara-negaral Arab, sepertil pada Fakultasl
Syari’ah danl Hukum, sertal Fakultas Adabl Pascasarjana Universitasl
Benghazi lLibya. Padal Universitas lKhurtum, Universitasl Ummu lDarman,
Universitasl Afrika, yangl ketiganya beradal di lSudan. Wahbahl Az-Zuhailil
sangat produktifl dalam lmenulis, mulail dari artikell dan lmakalah, sampail
kitab besarl yang terdiril dari enaml belas ljilid. lBadi‟ las-Sayyidl al-Lahlaml
dalam biografil Syekh Wahbahl Az-Zuhailil yang ditulisnyal dalam bukul
berjudul Wahbahl Az-Zuhailil al-lAlim, lal-lFaqih, lal-Mufassirl menyebutkan
199l karya tulisl Wahbah lAz-Zuhailil selain ljurnal.13
3. lKarya-karya Wahbahl Az-Zuhaili
Popularitasl keilmuan Wahbahl berbanding lurusl dengan
produktifitasnyal dalam bidangl tulis lmenulis. Selainl menulis makalahl ilmiah
untukl jurnal lilmiah, ial telah merampungkanl tak kurangl dari 30l buku.

11
Khabib Abdul Aziz, “Implikasi Nilai-Nilai Ibadah Puasa Terhadap Pendidikan
Karakter” Studi Tentang Puasa Dalam Kitab Al-fiqh Al-islam Wa Adillatuhu Karya Prof Dr
Wahbah Azzuhaili”, (Skripsi, Program Sarjana, UIN Walisongo, Semarang, 2015), hlm. 70.
12
Maulina Fajaria, “Hukum Muslim Mewarisi Harta Dari Keluarga Yang Kafir menurut
Prof Dr Wahbah Az-zuhaili Dan Yusuf Al-Qaradhawi”, (Skripsi, Program Sarjana, UIN
Sumatera Utara, Medan, 2017), hlm. 56.
1313
Khabib Abdul Aziz, Op.Cit, hlm. 71.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 32
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Pembagian Waris Sama Rata Perspektif Hukum Islam


Perdamaian dalaml penyelesaian warisanl telah lamal dikenal dil kalangan
ulamal fikih, perdamaianl tersebut dalaml Ilmu Fara>idh dikenall dengan istilahl
Takha>ruj yangl berarti lkeluar, danl secara terminologil biasa dimaknail keluarnya
ahlil waris denganl digantikan haknyal oleh ahlil waris yangl lain ataul bahkan
tidakl diganti akanl tetapi seseorangl merelakan bagiannyal untuk ahlil waris yangl
lain.14
Maslahah Mursalah yaitu: pertama ial adalah sesuatul yang baikl menurut
akall dengan pertimbanganl dapat mewujudkanl kebaikan ataul menghindarkan
lkeburukan. Kedua apal yang baikl menurut akall itu, jugal selaras danl sejalan
denganl tujuan lsyara’ (maqashidl syariah) dalaml menetapkan lhukum. Ketiga apal
yang baikl menurut akall dan selarasl pula denganl tujuan lsyara’ tersebutl tidak
adal petunjuk lsyara’ secaral khsusus yangl menolaknya, jugal tidak adal petunjuk
lsyara’ yangl mengakuinya. Keempat Istilahl maslahah mursalahl disebut jugal
dengan maslahahl muthlaqah danl juga disebutl dengan maslahahl mulaimah. lJadi,
termasukl maslahah mursalahl adalah segalal sesutau yangl dapat mendatangkanl
kegunaan (lmanfaat) danl dapat menjauhkanl keburukan (lkerugian), sertal hendak
diwujudkanl oleh kedatanganl syariat lIslam, sertal diperintahkan lnash-nashl syara’
untukl semua lapanganl hidup. Akanl tetapi, lsyara’ tidakl menentukan satul
persatunya maslahahl tersebut maupunl macam lkeseluruhannya. Olehl karena litu,
maslahahl ini disebutl mursal artinyal terlepas denganl tidak lterbatas.15
Wahbah az-Zuhaili berpendapat bahwa konsep takha>ruj dapat dibernarkan
dalam masalah pembagian harta waris, sebagiamana ungkapan beliau berikut ini:

‫ق‬ ْ ُ‫ َوت‬،‫ يَصحُّ الصُّ ْل ُح ع َْن حصَّة ْال َوارث ف ْي التِّرْ َكة‬:( ْ‫اَلصُّ ْل ُح عَن التِّرْ َكة )اَلتَّ َخارُّ ج‬
ُ ‫ط َب‬
‫صالَ ُح فيْه أَ َح ُد‬ َ َ‫ ه َي َع ْق ٌد يَت‬:ُ‫ َو ْال ُم َخار َجة‬،ً‫ َويُ َس َّمى هَ َذا الصُّ ْل ُح ُم َخار َجة‬،‫أَحْ َكا ُم ْالبَيْع‬
،‫ نَظ ْي ُر َما ٍل يَأْ ُخ ُذهُ منَ التِّرْ َكة‬،ُ‫ فَ ََل يَأْ ُخ ُذ نَص ْيبَه‬،‫ْال َو َرثَة َعلَى أَ ْن َي ْخ ُر َج منَ التِّرْ َكة‬
‫ فَإ ْن‬،ً‫ أَوْ أَ ْشيَا َء نَ ْقديَة‬،ً‫ت التِّرْ َكةُ أَ ْشيَا َء َعيْنيَة‬ْ َ‫ف ْال ُح ْك ُم ف ْي َما إ َذا َكان‬
ُ ‫ َويَ ْختَل‬،‫أَوْ م ْن َغيْرهَا‬
‫ص َّح الصُّ ْل ُح َم ْه َما َكانَ م ْقدَا ُر‬ َ ،‫ار أَوْ ُعرُوْ ض ت َجاريَ ٍة‬ ٍ َ‫ت التِّرْ َكةُ أَ ْشيَا َء َعيْنيَةً َك َعق‬ْ َ‫َكان‬
‫ان ا ْم َرأَةَ َعبْد الرَّحْ َمن بْن‬ ُ ‫صالَ َح ُع ْث َم‬ َ ‫ َوقَ ْد‬،ٌ‫ ِلَنَّهُ بَ ْيع‬،‫ْالع َوض قَلي ًَْل َكانَ أَوْ َكث ْيرًا‬
ٍ َ‫ف َعلَى ُربْع ثَ َمنهَا َعلَى ثَ َمان ْينَ أَ ْلف د ْين‬
.‫ار‬ ٍ ْ‫عَو‬

14
Amir Syarifuddin, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Kencana, 2008), hlm. 297.
15
Agus Miswanto, Ushul Fiqh: Metode Ijtihad Hukum Islam, (Yogyakarta: Unimma
Press, 2019), cet. I, hlm. 173.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 33
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Artinya: Perdamaian harta waris (Takha>ruj): sah (boleh) mendamaikan harta


waris terhadap bagiannya ahli waris, sama seperti hukum-hukum jual
beli, dan perdamaian ini dinamakan mundur (mukhorijah), yaitu akad di
mana salah satu ahli waris sepakat mundur meninggalkan harta waris,
dia tidak mengambil bagian (semesti)nya, sebagai bandingan harta yang
diambil dari harta waris, atau yang lainnya, hukum (pembagian)harta
peninggalan berbeda-beda apakah berupa benda atau bernilai uang.
Apabila peninggalannya berupa benda seperti sebidang tanah atau
berupa harta dagangan, maka perdamaiannya sah meskipun kadar
penggantinya sedikit ataupun banyak, karena termasuk jual beli, sahabat
Utsman pernah mendamaikan istri-istri Abdurrohman bin Auf Ra
sebanyak seperempat (1/4) harga atas delapan puluh ribu dinar.16

Takha>ruj adalah akadl yang bolehl dilakukan denganl ketentuan adanyal


saling lmeridhai.17 Dasarl hukum Pembagianl harta warisanl dalam bentukl
takha>ruj tidak dijumpai dalaml Al-Qur’anl maupun Hadisl Nabi lSAW. Tetapil
dasar hukumnyal merupakan hasill ijtihad (atsarl sahabat) atasl peristiwa yangl
terjadi padal masa pemerintahanl Khalifah Usmanl bin lAffan.18 Pembagianl harta
warisanl secara damail didasarkan padal atsar sahabatl sebagaimana yang
disebutkan dil atas. Selainl itu, dasarl hukumnya adalahl analogi terhadapl
perjanjian juall beli danl perjanjian tukarl menukar barangl yang syaratl
kebolehannya yaitu adanyal keridhaan lmasing-masingl pihak yangl mengadakan
transaksi. Hall tersebut didasarkanl pada Surat An-lNisa> ayatl 29 sebagail berikut:
‫ي َ ا أ َ ي ُّ ه َ ا ا ل َّ ذ ي َن آ َم ن ُ وا ََّل ت َأ ْ كُ ل ُ وا أ َ ْم َو ا ل َ كُ ْم ب َ ي ْ ن َ كُ ْم ب ال ْ ب َ اط ل إ ََّّل أ َ ْن اي اَيُّهَا ا ل َّذ ي ْ َن ا َم ن ُ ْو ا‬
‫ع ْن ت َ َر اض ٍ ِّم ن ْ كُ ْم َو ََّل‬ َ ً ‫ََّل ت َأ ْ كُ ل ُ ْو ا ا َ ْم َو ا ل َ كُ ْم ب َ ي ْ ن َ كُ ْم ب ال ْ ب َ اط ل ا ََّّل ا َ ْن ت َ كُ ْو َن ت َج ا َر ة‬
‫للا َ كَ ا َن ب كُ ْم َر ح ي ْ ًم ا‬ ّ ‫ت َ ق ْ ت ُ ل ُ ْو ا ا َ ن ْ ف ُ سَ كُ ْم ا َّن‬
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah
kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.

Perdamaianl dalam penyelesaianl waris pada pengertianl tersebut berangkatl


dari pemahamanl Ishla>h yangl terdapat dalaml beberapa ayatl Al-lQur’an, antaral
lain suratl al-Hujuratl ayat l9-10l yang artinya:

16
Wahbah Az-Zuhaili, Al-Fiqhul Islam Wa Adillatuhu, (Beirut: Daar Al-fikr, 2009),
Jilid 5, hlm. 212.
17
Tim El-Madani, Tata Cara Pembagian Waris dan Pengaturan Wakaf, (Yogyakarta:
Tim Pustaka Yustisia, 2014), hlm. 98.
18
Abu Bakar Ahmad bin Husain Al-Baihaqi, Sunan al-Kubra, (Bairut: Darul al-kutub al
Ilmiyyah, 1999), jilid 7.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 34
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Jikal ada dual golongan lorang-orangl mukmin lbertikai, damaikanlahl


keduanya. Jikal salah satul dari keduanyal berbuat aniayal terhadap (lgolongan)
yangl lain, perangilahl (lgolongan) yangl berbuat aniayal itu, sehinggal golongan
itul kembali kepadal perintah lAllah. Jikal golongan itul telah kembalil (kepadal
perintah lAllah), damaikanlahl keduanya denganl adil. Bersikaplahl adil!
Sesungguhnyal Allah mencintail orang-orangl yang bersikapl adil. Sesungguhnyal
orang-orangl mukmin itul bersaudara, karenal itu damaikanlahl kedua saudaramul
(yangl bertikai) danl bertakwalah kepadal Allah agarl kamu ldirahmati.

Begitu pula Haditsl Rasulullah lSAW, yangl diriwayatkan olehl al-Tirmidzil


dari ibnl ‘lAbbas:

:‫ت‬ ْ َ‫للا ُ َعلَيْه َو َسلَّ َم فَقَال‬


ّ ‫صلَّى‬ ّ ‫طلِّقَهَا َرسُوْ ُل‬
َ ‫للا‬ َ ُ‫ت َسوْ َدةُ اَ ْن ي‬ ْ َ‫س قَا َل َخشي‬
ٍ ‫عَن ابْن َعبَّا‬
‫ت م ْن بَعْلهَا‬ ْ َ‫طلُ ْقنى َوأَ ْمس ْكنى َواجْ َعلْ يَوْ مى ل َعائ َشةَ فَفَ َع َل فَنَ َزل‬
ْ َ‫ َوان ا ْم َراَةٌ َخاف‬:‫ت‬ ْ َ‫ََّل ت‬
‫اح َعلَ ْيه َما اَ ْن يُّصْ ل َحا َب ْينَهُ َما ص ُْلحًا َوالصُّ ْل ُح َخ ْي ٌر فَ َما‬ َ َ‫نُ ُشوْ ًزا اَوْ ا ْع َراضًا فَ ََل ُجن‬
(‫اصْ طَلَ َحا َعلَيْه م ْن َشي ٍْئ فَه َُو َجائ ٌز )رواه الترمذى‬
Artinya: Dari Ibnu Abbas berkata: Saudah (salah satu istri Nabi) takut ditalak
Rasulullah SAW, ia berkata (kepada Rasul): jangan kamu talak aku
biarkan aku di sini, buatlah hari (giliran) ku untuk ‘Aisyah. Lalu turun
ayat: “jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau
bersikap tidak acuh, keduanya dapat mengadakan perdamaian yang
sebenarnya. Perdamaian itu lebih baik (bagi mereka)”. Perdamaian
mereka berdua atas perkara tersebut adalah boleh.

Kedual ayat danl hadis dil atas dapatl dijadikan sandaranl bahwa
perdamaianl baik yangl menyangkut masalahl pidana maupun perdatal dapat
dilakukanl sepanjang paral pihak yangl ingin melakukanl perdamaian
menghendakinyal dengan tujuanl menjaga kebaikanl dan keutuhanl persaudaraan
sesamal muslim.
Kebolehanl pembagaian hartal warisan secaral damai juga didasarkanl pada
atsarl sahabat sebagail berikut:19

‫س أَ َّن إحْ دَى ن َساء‬


ٍ ‫ار ع َْن َعبَّا‬ٍ َ‫َر َوى ُم َح َّم ُد ب ُْن ْال َح َسن َع َّم ْن َح َّدثَهُ عَنَ َع ْمرو بْن دين‬
َ‫صالَحُوهَا َعلَى ثَ ََلثَ ٍة َوثَ َمان ْينَ أَ ْلفًا َعلَى أَ ْن أَ ْخ َرجُوهَا من‬ ٍ ‫َعبْد الرَّحْ َمن بْن ع‬
َ ‫َوف‬
‫ْالم ْي َراث‬
Artinya: Muhammad bin Hasan meriwayatkan dari orang yang menceritakan
(kepada) nya dari Amr bin Dinar dari Abbas bahwa salah satu istri
Abdurrahman bin Auf mendamaikannya menjadi 83 ribu (dinar) yang
dikeluarkannya dari harta waris.

19
Harijah Damis, Memahami Pembagian Harta Warisan Secara Damai, (Jakarta: Al-
Itqon. 2012), hlm. 124.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 35
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Perjanjianl atau perdamaianl para ahlil waris atasl keluarnya/mundurnyal


sebagian merekal dalam (lmenerima) bagiannyal dalam pewarisanl dengan
memberikanl suatu lprestasi/imbalanl tertentu baikl (imbalanl itu) daril harta
peninggalanl maupun daril yang llainnya.20
Sisteml perdamaian sangatl penting untukl mencari jalanl keluar daril
bermacam-macaml perselisihan danl pertentangan yangl terjadi dikalanganl
masyarakat, adapunl cara selanjutnyal melalui musyawarahl antara paral pihak
yangl menjadi ahlil waris. Dalaml Kompilasi Hukuml Islam Pasall 183 ldisebutkan:
“Paral ahli warisl dapat bersepakatl melakukan perdamaianl dalam pembagianl
harta lwarisan, setelahl masing-masingl menyadari lbagiannya”.21
Pasall tersebut menjelaskanl pembagian warisl secara perdamaianl dengan
mengutamakanl kerelaan paral ahli warisl agar tidakl menimbulkan lperselisihan.
Metodel perdamaian sesuail yang diungkapkanl oleh Muhammadl Salam Madkurl
dalam bukul Ahmad lRofiq, bahwal Umar binl Khattab ral menasehatkan kepadal
kaum musliminl agar pihakl yang mempunyail urusan dapatl memilih caral damai.
Umarl ra lberkata: “Bolehl mengadakan perdamaianl diantara kauml muslimin,
kecualil mengadakan perdamaianl yang menghalalkanl yang haraml dan
mengharamkanl yang lhalal”.
Pelaksanaanyal dapat dibagil menurut ketentuanl hukum lkewarisan,
kemudianl memilih jalanl damai danl membagi hartal para ahlil waris berdasarkanl
kesepakatan lmasing-masingl ahli lwaris. Ahlil waris yangl belum dewasal atau
beluml mampu dalaml menjalankan hakl dan kewajibanl maka mendapatkanl wali
berdasarkanl hakim ataul usulan lkeluarga. Ahlil waris tersebutl juga mendapatkanl
harta warisl sesuai Fara>idh. Apabilal salah satul ahli warisl tidak menyetujuil
adanya perdamaianl maka tidakl dapat ldilaksanakan.22
Penyelesaianl dalam pembagianl warisan merupakanl upaya hukuml dengan
melaluil litigasi ataul non litigasil baik dil masyarakat maupunl di Pengadilanl
Agama. Adal beberapa faktorl penyelesaian warisl di masyarakat denganl cara
perdamaianl atau sama rata antaral lain:

20
Suparman Usman dan Yusuf Somawinata, Hukum Kewarisan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama. 1997), hlm. 176
21
Tim Redaksi Nuansa Aulia, Op.Cit., hlm. 54.
22
Ahmad Rofiq, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, (Yogyakarta: Gama Media,
2000), hlm. 15.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 36
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

1. Faktorl Adat Kebiasaanl


Indonesial kaya denganl berbagai budayal hukum danl prularisme
lhukum, hukuml tidak sajal menjadi tanggungl jawab Negaral secara riill
mayoritas hukuml diselesaikan dil luar pengadilanl melalui mekanismel yang
berlakul dimasyarakat. Yangl dilakukan dil luar jalurl pengadilan. Mekanismel
yang dilakukanl tersebut memilikil keuntungan yangl besar dibandingl
mekanisme lformal, keunggulanl penggunaan alternatifel dispute resolutionl
dalam mencaril penyelesaian warisl tidak teletakl pada keunggulanl yang
bersifatl teknis, namunl terletak padal peluang yangl dimilikinya untukl
menembus hambatanl yang bersifatl politis yangl dalam hall ini penyelesaianl
warisan dikalanganl masyarakat.
Keuntunganl lain adalahl adanya penyelesaianl perkara yangl dilakukan
denganl cepat danl murah, paral ahli warisl dapat dapatl menentukan pilihanl
hukum warisl menurut yangl diyakininya sehinggal putusan bersifatl final danl
mengikat.23 Kekuatanl adat kebiasaanl dalam mekanisme penyelesaianl
masalah warisl mendorong untukl menguatkan lundang-undangl yang
memperkuatl persoalan penyelesaianl masalah kewarisanl di lIndonesia.
Dilihatl daril kualitas danl kuantitasl penyelesaianl warisl yangl
dilakukanl dil lembagal formall tidakl lebihl baikl daril penyelesaianl yangl
dilakukanl dil lpengadilan. Baikl masalahl warisl yangl dipersengketakanl
ataupunl yangl dilakukanl secaral damail danl lmusyawarah. Olehl lkarenanya,
upayal untukl mencaril lnilai-nilail sertal lasas-asasl hukum sebagail refleksi
daril adat kebiasanl dan budayal pada gilirannyal akan dinilail lebih mudahl
dan menyentuhl rasa lkeadilan.
Adatl kebiasaan yangl dilakukan dalaml penyelesaian warisl yaitu
denganl cara dudukl bersama untukl mencari solusil dengan prinsipl tidak adal
yang ldirugikan, lalul mereka melakukanl musyawarah mufakatl dengan
melibatkanl pihak llain, dalaml hal inil tokohl masyarakat ataul pemukal
agamal bahkanl aparatl desal sebagail orangl yangl mengaturl secaral
administrasil lselanjutnya.

23
Priyatna Abdurrasyid, Abritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, PPH
Newsletter, Hukum dan Perkembangannya, No. 52 Tahun 2003 Yayasan Pusat Pengkajian
Hukum, hlm. 1-14.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 37
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

2. Faktorl Pemahaman terhadapl Fikih


Salahl satu yangl dirasakan adalahl adanya pemahamanl masyarakat
terhadapl fikih identikl dengan hukuml Islam. Sementaral itu, hukuml Islam
sendiri dipandangl sebagai hukuml Tuhan ataul agama. lAkibatnya, fikihl tidak
dinilail sebagai karyal manusia bahkanl dianggap sebagail aturan ltuhan.
Denganl pandangan ldemikian, makal fikih dipandangl sebagai kumpulanl
hukum lIslam. Daril sikap itulahl maka lkitab-kitabl fikih bukanl saja
dipandangl sebagai produkl pemikiran lkeagamaan, tapil justru sudahl
merupakan kitabl agama lIslam, daril sini pulal maka kitabl fikih mendudukil
tempat yangl sangat utamal sebagai bagianl dari agamal dan bukanl sebagai
bagianl dari produkl pemikiran lagama.
Fikihl secara etimologisl berarti fahml (lpemahaman), lmengerti,
pengertianl tersebut dapatl tergambar dalaml Q.S. Hu>d ayat 91 dan Q.S. An-
Nisa> ayat 78.
‫ضع ْيفًا َولَوْ ََّل َر ْهطُكَ لَ َر َج ْمنكَ ۖ َو َما‬
َ ‫قالُوْ ا ي ُش َعيْبُ َما نَ ْفقَهُ َكث ْيرًا ِّم َّما تَقُوْ ُل َوانَّا لَنَرىكَ ف ْينَا‬َ
‫اَ ْنتَ َعلَ ْينَا ب َعزي ٍْز‬
Artinya: Merekal berkata, “Wahail Syuʻaib, Kamil tidak banyakl mengerti
apal yang engkaul katakan litu, sedangkanl kami sesungguhnyal
memandang engkaul sebagai seorangl yang lemahl di antaral kami.
Kalaul tidak karenal keluargamu, tentul kami telahl melemparimu
(denganl batu), sedangkanl engkau punl bukan seorangl yang
berpengaruhl atas lkami”. (Q.S. Hu>d: 91).

‫ج ُّم َشيَّ َد ٍة َوا ْن تُص ْبهُ ْم َح َسنَةٌ يَّقُوْ لُوْ ا هذه م ْن‬ ُ ْ‫اَ ْينَ َما تَ ُكوْ نُوْ ا يُ ْدر ْك ُّك ُم ْال َمو‬
ٍ ْ‫ت َولَوْ ُك ْنتُ ْم ف ْي بُرُو‬
‫للا فَ َمال ه ُؤ ََّلء ْالقَوْ م ََّل‬ ّ ‫للا ۚ َوا ْن تُص ْبهُ ْم َسيِّئَةٌ يَّقُوْ لُوْ ا هذه م ْن ع ْندكَ قُلْ ُكل ِّم ْن ع ْند‬ ّ ‫ع ْند‬
‫يَ َكا ُدوْ نَ يَ ْفقَهُوْ نَ َحد ْيثًا‬
Artinya: Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu, meskipun
kamu berada dalam benteng yang kukuh. Jika mereka (orang-orang
munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini dari sisi
Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata,
“Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya
(datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak
memahami pembicaraan?. (Q.S. An-Nisa>: 78)

Pengertianl fikih dalaml lAl-Qur’anl tersebutl tentunyal bukanl


pemahamanl yangl menyangkutl lmasalah-masalahl hukuml Islaml sajal tetapil
jugal pemahamanl agamal dalaml pengertianl yangl lebihl lluas. Menurutl
Rasyid lRidha, dalaml lAl-Qur’anl katal fikihl berartil pemahamanl yangl rincil

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 38
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

danl pengetahuanl yangl mendalaml tentangl urusanl agamal danl urusanl


dunia yangl erat hubungannyal dengan agamal serta kesempurnaan jiwal
sebagaimana terdapatl dalam Q.S. At-Taubah ayat 122.24
‫َو َما َكانَ ْال ُم ْؤمنُوْ نَ ليَ ْنفرُوْ ا َكافَّةً فَلَوْ ََّل نَفَ َر م ْن ُكلِّ فرْ قَ ٍة ِّم ْنهُ ْم طَاىفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوْ ا فى ال ِّديْن‬
ࣖ َ‫َوليُ ْنذرُوْ ا قَوْ َمهُ ْم ا َذا َر َجعُوْ ا الَيْه ْم لَ َعلَّهُ ْم يَحْ َذرُوْ ن‬
Artinya: Tidakl sepatutnya lorang-orangl mukmin pergil semuanya (kel medan
lperang). Mengapal sebagian daril setiap golonganl di antaral mereka
tidakl pergi (tinggall bersama lRasulullah) untukl memperdalam
pengetahuanl agama merekal dan memberil peringatan kepadal
kaumnya apabilal mereka telahl kembali, agarl mereka dapatl
menjaga ldirinya?.(Q.S. At-Taubah: 122).

Kalimatl liyatafaqqahu fil lal-dinl dalaml ayatl tersebutl menunjukkanl


bahwal katal fikihl tidakl hanyal dimaksudkanl pemahamanl daril aspekl
hukuml sajal tetapil pemahamanl agamal secaral mendalaml daril berbagail
aspekl ataul lal-‘ilmil bil ahkaml lal-ldin. Pemahamanl fikih sepertil ini
berkembangl pada lawal-awall Islam danl berlangsung sampail abad kel dua
lhijriyah, hall tersebut bisal dibuktikan daril pemikiran Abul Hanifah yangl kita
kenall dengan lal-Fiqhl al-lAkbar, danl yang dil maksud denganl pengetahuan
tentangl hukum-hukuml agama adalahl semua ilmul tentang lsyari’ah, danl
bukan hanyal hukum lsyari’ah yangl terperinci danl yang bersifatl praktis lsaja,
tapil meliputi semual pengetahuan yangl menjadi hakl dan lkewajiban.
Batasanl fikih yangl dimaksud Abul Hanifah mengandungl pengertian yangl
mencakup lhukum-hukuml i’tiqadi (keyakinan), sepertil wajib berimanl dan
lainl sebagainya, lhukum-hukuml tentang perasaanl hati (lwijdaniyat), yaitul
masalah lakhlak, danl hukum-hukuml amali sepertil shalat, lpuasa, juall beli
danl lain lsebagainya.25
Pengertianl fikih yangl terbatasl padal hukuml Islaml tersebutl yangl
nampaknyal dipahamil masyarakatl terutamal masyarakatl dalaml
menyelesaikan lpersoalan-persoalanl hukum keluargal baik perkawinanl
maupun lkewarisan, karenal fikih merupakanl bagian pentingl dalam lsyari’at
lIslam, disampingl sebagai salahl satu daril aspek ajaranl Islam adalahl hukum

Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir Qur’an al-Hakim “Tafsir Munir”, (Beirut: Dar al-
24

Ma’arif. 1993), Jilid IX, hlm. 421-25.


25
Wahbah Az-Zuhaeli, Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh, (Beirut: Dar al-Fikr. 1989), juz
8, hlm. 16.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 39
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

lkewarisan, hukuml tersebut merupakanl suatu yangl tidak dapatl dipisahkan


daril kehidupan manusial sebagai alatl pengatur danl pengontrol yangl perlu
ldiketahui, dipahamil dan dilaksanakanl oleh setiapl masyarakatl yang
beragamal Islam.
Dalaml pembagianl warisl nampakl adanya kekentalanl tokohl
masyarakatl danl masyarakatl yangl memandangl bahwal apal yangl merekal
lakukanl dalaml menentukanl bagianl kepadal ahlil warisl dipandangl sebagail
pemahamanl yangl diturunkanl daril lkitab-kitabl fikihl fara>idh sehinggal
dalam beberapal kasus nampakl bahwa pembagianl yang merekal lakukan
sesuail dengan lkitab-kitabl fikih. Misall ahli warisl anak llaki-lakil tetap
diberil bagian sesuail dengan kitabl fikih yaitul anak llaki-lakil dua bagianl
anak lperempuan, cucul pewaris sesuail dengan bagianl orang ltuanya, bagianl
Istri, danl suami, bagianl bapak danl bagian saudaral yang terhalangl oleh anakl
terutama anakl laki-llaki. Di sisi lainl juga masyarakatl menilai konteksl fikih
dalaml pembagian warisanl dipadukan denganl kekentalan budayal bagi samal
rata antaral laki-lakil dan lperempuan.
3. Faktorl Pendidikan
Faktorl pendidikan masyarakatl sangat berpengaruhl terhadap
pemahamanl tentang Fara>idh, tidakl semua kalanganl memahami lbagian-
bagian dalaml kewarisan Islaml dan mayoritasl masyarakat dalaml
penyelesaian kewarisanl senantiasa melibatkanl tokoh lmasyarakat, sepertil
ulama danl kyai sebagail orang yangl dianggap memilikil pemahaman
terhadapl hukum Islaml dan dinilail sebagai orangl yang memilikil karisma
yangl dapat menciptakanl pengaruh dalaml masyarakat. Pengaruhl tersebut
diperoleh secaral given misalnyal karena adanyal ikatan geneologisl dengan
kyai sebelumnyal atau diperolehl melalui kemampuanl disertai moralitasl dan
kepribadianl yang sholehl dan kesetiaanl menyantuni lmasyarakat.26
Perilakul tokoh masyarakatl seperti kiyail atau ulamal sebagai orangl
yang mampul mengambil kebijakanl sangat eratl kaitannya denganl pola
kebiasaanl pendidikannya ketikal menimba ilmul di lpesantren, danl perilaku
tersebutl pada dasarnyal terdiri daril komponen pengetahuanl (lkognitif),

26
Hartono, “Hubungan antara Kepatuhan dan Otonomi Santri Remaja di Pesantren
Darul Ulum Jombang”, Tesis PPs Universitas Padjadjaran Bandung Tahun 2004, hlm. 32.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 40
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Sikapl (lafektif), danl ketamprilan (lpsikomotor) ataul tindakan. Olehl


karenanya tindakanl seseorang dalaml merespon sesuatul pasti
terkonseptualisasil dari ketigal komponen ltersebut.
Dalaml pesantren biasanyal terdapat beberapal metode dalaml
memberikan polal kebiasaan dalaml membentuk prilakul misalnya:
a. Keteladananl
Merupakanl kebutuhan psikologis bagil manusia dalaml melakukan
tindakanl dan perbuatanl tertentu. Adanyal keteladanan yangl kongkrit
bagil dirinya, begitul pula bagil para santril di sebuahl pesantren. Kiyail
dan ustadzl dituntut memberikanl uswah yangl baik bagil para lsantri,
dalaml ibadah lritual, danl terkait jugal dengan kehidupanl sehari-lhari,
karenal nilai-nilail yang dilakukanl kiyai danl ustadz sangatl ditentukan
aktualitasnyal secara konsistenl terhadap orangl yang diberil teladan.
b. Latihanl dan Melakukanl Kebiasaan
Biasanyal di lpesantren-pesantrenl pada umumnyal memberikan
llatihan-latihanl atas lnorma-normal agama yangl diharuskan secaral intens
olehl santri untukl mengikutinya, misalnyal pada ibadahl amaliyah sepertil
shalat berjama’ah, etikal menghormati kiyail dan lustadz, etikal bergaul
denganl senior danl junior dikalanganl para lsantri. Latihanl melakukan
kebiasaanl baik inil akan mewujudkanl etika yangl baik pulal yang
diharapkanl menjadi kebiasaanl dalam hidupnyal ketika keluarl dari
lpesantren. lAl-Ghazalil mengatakan: “Sesungguhnyal perilaku manusial
menjadi kuatl dengan seringnyal dilakukan perbuatanl yang sesuail
dengannya, disertail ketaatan danl keyakinan apal yang dilakukannyal baik
danl diridhoi“.27
c. lMau’idzah (lNasehat)
Nasehatl yang dilakukanl di pesantren maksudnyal adalah
memberikanl peringatan tentangl kebaikan danl kebenaran denganl cara-
caral yang dapatl menyentuh hatil dan memberl motivasi untukl
melakukannya. Minimall unsur lmau’idzah tersebutl ada ltiga, lpertama,
menjelaskanl tentang kebaikanl dan lkebenaran, lkedua, memberikanl
motivasi untukl melakukan kebaikanl dan lkebenaran, danl ketiga,

27
Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin (Beirut: Dar al-Misri. 1977), hlm. 61.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 41
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

memberikanl peringatan tentangl dosa danl bahaya atasl larangan-


laranganl agama jikal dilakukan.
d. Kedisiplinanl dan Kemandirianl
Kedisiplinanl merupakan caral menjaga kelangsunganl kegiatan
lpendidikan, danl memberikan metodel untuk menumbuhkanl kesadaran
bagil santri untukl melakukan kebiasaanl baik denganl memerlukan
ketegasanl dan lkebijaksanaan.
Kemandirianl adalahl kemampuanl santril untukl mengambill
keputusanl baik yangl besifat monumentall atau keputusanl yang bersifatl
rutinitas lharian, sehinggal santri lebihl mampu danl berani dalaml
mengambil danl melaksanakan keputusanl secara mandiril baik yangl
menyengkut pengelolaanl kebutuhan harianl atau menyangkurl sharing
denganl teman-ltemannya.
Sekalipunl masyarakat melakukanl interaksi denganl tokohl
masyarakat sepertil kiyail ataul ulamal dalaml menyelesaikanl kewarisanl
akanl tetapil tokohl masyarakatl sebagail anggotal masyarakatl sangatl
menghargai keputusanl keluarga lpewaris. Fenomenal masyarakat tersebutl
sering kalil dinilai bertentanganl dengan realitas politikl yang akomodirl
dalam lnilai-nilail normatif yangl berlaku dil Indonesia, hall tersebut
disebabkanl masyarakat berkedudukan sebagail objek yangl akan
dilindungil oleh lundang-lundang, danl masyarakat dijadikanl arena kerjal
oleh lundang-lundang, karenal tanpa masyarakatl undang-undangl yang
bersifatl normatif sakralitasl tidak memilikil arena operasional berupal
tempat penerapanl undang-lundang.
Olehl sebab litu, penerapanl undang-undangl bagi masyarakatl
yang menjunjungl tinggi lnilai-nilail kearifan lokall dan telahl menjadi
latensil memerlukan adanyal perubahan hukuml masyarakat. Perubahanl
seringkali dipahamil sebagai peralihanl sebuah pemikiranl yang inginl
melakukan lpengembangan. lNamun, sebenarnyal perubahan merupakanl
sebuah prosesl alami (naturall process) sebagaimanal yang terjadil pada
manusial pertama kalil dilahirkan, kemudianl tumbuh lberkembang,
dewasal sampai akhirnyal mengalami kemunduranl atau bahkanl sampai
padal tingkat lkematian. Padal masyarakat jugal sama, yaitul mengalami

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 42
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

siklusl kehidupan mulail siklus kelahiranl sampai denganl kematian.


Siklusl tersebut dinamakanl sebagai siklusl perubahan masyarakatl yang
disebabkan olehl beberapa faktorl internal sepertil kurangnya
pengembanganl sumber dayal serta minimnyal inovasi yangl dilakukan
olehl pemimpin, maupunl faktor eksternall seperti perubahanl kebutuhan
masyarakatl atau mungkinl perubahan kebijakanl perundang-undanganl
dan lainl sebagainya.
Caral pandang masyarakatl memiliki responl yang yangl beragam
terhadapl pelaksanaan hukuml kewarisan, makal untuk menghindaril
konflik horizontall dalam rangkal penerapan lundang-undangl perubahan
dapatl dilakukan secaral gradual (ltadarruj). Konsepl gradualisme inil
adalah Islaml agama yangl besar olehl karena itul tidak mungkinl
penerapan lnilai-nilail keislaman secaral serta lmerta, sebabl lal-Qur’anl
sangatl memperhatikanl kondisil sosiologisl danl tradisil ataul kearifanl
lokall yangl telahl berakarl dalaml suatul lmasyarakat, itulahl sebabnyal
lnilai-nilail sosiologis danl antropologis ketikal dilakukan dalaml tataran
aplikatifl atas suatul undang-undangl tidak mengabaikanl nilai-nilail
tersebut.
Konsekuensil dari gradualismel tersebut makal penerapan lundang-
undangl dengan caral seperti inil memerlukan waktul yang panjangl untuk
mengembalikanl undang-undangl ditengah-tengahl masyarakat secaral
ideal, prosesl tersebut akanl melibatkan pembagianl kekuasaan denganl
pemerintah untukl berjuang dalaml sistem ltersebut. Mengingatl tingkat
prosentasel umat Islaml di Indonesial masih banyakl yang tingkatl
kesadaran hukuml Islamnya masihl rendah apalagil terdapat pemahamanl
yang memilahl antara hukuml Islam denganl hukum lnegara, disampingl
hal tersebutl juga terkaitl dengan sejarahl proses panjangl Islamisasi dil
bumi Indonesial dalam usahanyal menghadapi watakl budaya masyarakatl
lokal.28
Perubahanl secara graduall dapat memberikanl gambaraan bahwal
hidup manusial mengalami perubahanl melalui pemahamamanl keagamaan
secaral sistematis sesuail dengan perkembanganl manusia dalaml berbagai

28
Deddy Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, (Bandung: Tsabita. 2008), hlm. 167

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 43
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

lbidang, akanl tetapi prinsipl ini seringl dilakukan sebagail perubahan


tidakl terukur sesuail dengan tuntutanl modernitas yangl sesuai denganl
tujuan hukuml Islam agarl berjalan secaral sistematis.
Aspekl lain dalaml perubahan hukuml Islam adalahl dengan
memerhatikan prinsipl tidak menyulitkanl (adaml al-lkharaj) danl
menyedikitkan bebanl (taqlîll al-ltakalif), prinsipl ini sebagail
pertimbangan atasl pemberlakuan hukuml Islam secaral normatif yangl
tergantung padal kadar keimananl dan pengetahuanl masyarakat, aspekl
lain adanyal norma-normal sosial sebagail kearifan lokall yang telahl
menjadi budayal hukum lmasyarakat.
Adapunl bentuk perdamaianl pembagian warisl di Pengadilanl
Agama yangl dipahami sebagail upaya hukuml untuk mengakhiril
perselisihan danl sengketa ataral para ahlil waris tidakl berbeda sepertil
praktek yangl terjadi dalaml masyarakat melaluil non-litigasi, yaknil
didasarkan padal kesepakatan antaral ahli lwaris. Jikal kita tengokl
peraturan beracaral di Pengadilanl Agama, makal berdasarkan pasall 154
RBgl jo. Pasall 130 HIRl dijelaskan bahwal majelis hakiml wajib
mendamaikanl pihak yangl bersengketa sebeluml memulai pemeriksaanl
pokok lperkara. Berdasarkan PERMAl RI Nomorl 1 Tahunl 2008 tentangl
prosedur beracaral melalui mediasil di pengadilanl diintegrasikan denganl
proses kedalaml prosedur lberacara.
Biasanyal perdamaia dalaml sengketa warisl di Pengadilanl Agama
dapatl dilalui denganl dua ltahapan: lPertama, perdamaianl diupayakan
olehl mediator yangl dipilih olehl para pihakl yang lbersengketa, baikl
mediator daril kalangan hakiml maupun daril mediator kalanganl luar
lhakim. lKedua, perdamaianl diupayakan olehl majelis hakiml yang
menanganil perkara yangl bersangkutan. Kedual upaya perdamaianl
tersebut baikl yang dilakukanl oleh mediatorl maupun olehl majelis hakiml
dilaksanakan setelahl perkara disidangkanl oleh majelisl hakim yangl
ditunjuk olehl ketua Pengadilanl Agama. Jikal terjadi kesepakatanl atau
perdamaianl oleh majelisl hakim, perdamaianl itu dimasukkanl dalam
putusanl akhir majelisl hakim ltersebut.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 44
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

D. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa pembagian waris
secara sama rata adalah boleh, yaitu dengan menggunakan metode takha>ruj.
Takha>ruj yangl berarti lkeluar, secara terminologil biasa dimaknail keluarnya ahlil
waris denganl digantikan haknyal oleh ahlil waris yangl lain ataul bahkan tidakl
diganti akanl tetapi seseorangl merelakan bagiannyal untuk ahlil waris yangl lain.
Dasar hukumnya merupakan hasil ijtihad (atsar sahabat) atas peristiwa yang terjadi
pada masa pemerintahan Khalifah Usman bin Affan. Di samping itu, dalam
Kompilasi Hukum Islam Pasal 183 disebutkan: “Para ahli waris dapat bersepakat
melakukan perdamaian dalam pembagian harta warisan, setelah menyadari
(mengetahui) bagiannya masing-masing”.

DAFTAR PUSTAKA
Abdurrasyid, Priyatna (2003). “Abritase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, PPH
Newsletter.” Yayasan Pusat Pengkajian Hukum,: 1-14.
Al-Baihaqi, Abu Bakar Ahmad Bin Husain (1999). Sunan Al-Kubra. Beirut: Darul al-
Kutub al-Ilmiyyah.
Al-Ghazali (1977).. Ihya Ulumiddin. Beirut: Dar al-Misri.
Anshori, Abdul Ghofur (2002). Hukum Kewarisan Islam Di Indonesia. Yogyakarta:
Ekonisia.
Arif, Syarifudin (2007). Hukum Waris Islam Dan Praktek Pembagian Harta
Peninggalan. Jakarta: Darunnajah Production House.
Ash-Shabuni, Muhammad Ali (2007). Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema
Insani Press.
Aulia, Tim Redaksi Nuansa (2020). Kompilasi Hukum Islam. Bandung: CV Nuansa
Aulia.
Aziz, Khabib Abdul (2015). “Implikasi Nilai-Nilai Ibadah Puasa Terhadap Pendidikan
Karakter” Studi Tentang Puasa Dalam Kitab Al-fiqh Al-islam Wa Adillatuhu
Karya Prof Dr Wahbah Azzuhaili.” Skripsi, Program Sarjana, UIN Walisongo,
Semarang, 70.
Az-Zuhaili, Wahbah (1989). Al-Fiqh al-Islamy Wa Adillatuh. Beirut: Dar al-Fikr.
Bisri, Cik Hasan (1999). Kompilasi Hukum Islam Dan Peradilan Agama Dalam Sistem
Hukum Nasional. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.
Bukhori (t.thn). Al. Shohih Bukhori. Kairo: Daar Wa Mathba Asy-Sya'biy.
Cahyani, Tinuk Dwi (2018). Hukum Waris Dalam Islam. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Chusnul Chotimah, Misbakhus Surur (2022). Al-Qur'an dan Hadist. Jombang: LPPM
Universitas KH. A. Wahab Hasbullah.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 45
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Damis, Harijah (2012). Memahami Pembagian harta Warisan Secara Damai . Jakarta:
al-Itqon.
El-Madani, Tim (2014). Tata Cara Pembagian Waris Dan Pengaturan Wakaf.
Yogyakarta: Tim Pustaka Yustisia.
Evanirosa (2022). Metode Penelitian Kepustakaan (Library Research). Bandung: CV.
Media Sains Indonesia.
Fajaria, Maulina (2017). “Hukum Muslim Mewarisi Harta Dari Keluarga Yang Kafir
menurut Prof Dr Wahbah Az-zuhaili Dan Yusuf Al-Qaradhawi.” Skripsi,
Program Sarjana, UIN Sumatera Utara, Medan, 56.
Ghofur, Syaiful Amin (2013). Mozaik Mufasir Al-Qur'an. Yogyakarta: Kaukaba
Dipantara.
Hadi, Sutrisno (2002). Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset.
Hamdani (2020). “Konsep Takharuj Alternatif Pembagian Warisan.” Al-Hisab, Jurnal
Ekonomi Syariah, 41.
Hartono (2004). “Hubungan antara Kepatuhan dan Otonomi Santri Remaja di Pesantren
Darul Ulum Jombang.” Tesis PPs Universitas Padjadjaran Bandung, 32.
Hasbiyallah (2007). Belajar Mudah Ilmu Waris. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Khosyi'ah, Siah (2016). “Perdamaian Dalam Menyelesaikan Kewarisan.” Auliya, 5.
M Afnan Chafidh, A Ma'ruf Asrori (2006). Tradisi Islam, "Panduan Prosesi Kelahiran-
Perkawinan-Kematian". Surabaya: Khalista.
Marzuki (2017). Pengantar Studi Hukum Islam. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
Miswanto, Agus (2019). Ushul Fiqh "Metode Ijtihad Hukum Islam". Yogyakarta:
Unimma Press.
Moh Muhibbin, Abdul Wahid (2017). Hukum Kewarisan Islam Sebagai Pembaruan
Hukum Positif Di Indonesia. Jakarta Timur: Sinar Grafika.
Muti'ah, Aulia (2017). Hukum Islam "Dinamika Seputar Hukum Keluarga".
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Nasution, Amin Husein (2012). Hukum Kewarisan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ramulyo, Idris M (2000). Perbandingan Pelaksanaan Hukum Kewarisan Islam Dengan
Kewarisan Menurut Hukum Perdata. Jakarta: Sinar Grafika,
Saebani, Beni Ahmad (2012). Fikih Mawaris. Bandung: Pustaka Setia.
Salman, Otje (1993). Kesadaran Hukum Masyarakat Terhadap Hukum Waris.
Bandung: Penerbit Alumni.
Samsudin, Abu (2016). “Wawasan Al-Qur'an Tentang Ulul Albab.” Skripsi, Program
Sarjana UIN Sunan Ampel, Surabaya, 1.
Sarwat, Ahmad (2011). Seri Fiqih Kehidupan (15) Mawaris. Jakarta Selatan: DU
Publishing.
Sumanto (2014). Teori Dan Metode Penelitian. Yogyakarta: Center Of Academic
Publishing Service.
Suparman USman, Yusuf Somawinata (1997). Hukum Kewarisan Islam. Jakarta: Gaya
Media Pratama.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 46
 Jurnal Al Wasith: Jurnal Studi Hukum Islam || Vol 8 No. 2 (2023) 

Suryati (2017). Hukum Waris Islam. Yogyakarta: Penerbit ANDI.


Syarifudin, Amir (2004). Hukum Kewarisan. Jakarta: Kencana.
Zed, Mestika (2014). Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor
Indonesia.

Nur Asror p.issn, 2541-3368


Pembagian Waris Sama. . . . . e.issn, 2541-3376
 47

Anda mungkin juga menyukai