Anda di halaman 1dari 20

HUBUNGAN KONSUMSI FAST FOOD DENGAN KEJADIAN GIZI LEBIH

PADA REMAJA DI SMP NEGERI 1 SURAKARTA

Wenny Nandila; Susi Dyah Puspowati


Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstrak

Fast food merupakan makanan siap saji mengandung energi tinggi. Kebiasaan
konsumsi fast food yang berlebih mengakibatkan penumpukan lemak dalam tubuh
sehingga berpengaruh pada status gizi. Status gizi lebih remaja di SMP Negeri 1
Surakarta memiliki persentase 30% dan sebesar 3,33% obesitas, salah satu faktor
penyebab gizi lebih diantaranya konsumsi makanan fast food. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi fast food dengan kejadian gizi
lebih pada remaja di SMP Negeri 1 Surakarta. Metode yang digunakan bersifat
observasional, menggunakan pendekatan cross sectional dengan jumlah populasi
218 remaja kelas VII dan VIII untuk perhitungan sampel menggunakan rumus
Lemeshow 1997 dengan teknik simple random sampling sesuai kriteria inkusi dan
eksklusi didapatkan sampel sebanyak 66. Pengumpulan data konsumsi fast food
menggunakan formulir Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire 1 bulan
terakhir dan data status gizi diperoleh dari pengukuran tinggi badan (cm)
menggunakan microtoise serta berat badan (kg) menggunakan timbangan injak
digital kemudian dihitung menggunakan IMT/U dalam menganalisis data
menggunakan bantuan program SPSS versi 2.0 untuk melakukan uji korelasi pada
konsumsi fast food dan status gizi menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian
menunjukan sebanyak 56,06% responden mengkonsumsi fast food dalam kategori
tinggi dengan jenis fast food kandungan energi tertinggi yaitu mie instan sebesar
194,80kkal. Terdapat 83,72% responden dengan status gizi lebih mengkonsumsi
fast food dalam kategori tinggi. Hasil analisis hubungan dengan uji Chi Square
memperoleh nilai (p=0,000). Terdapat hubungan konsumsi fast food dengan
kejadian gizi lebih pada remaja di SMP Negeri 1 Surakarta. Disarankan kepada
pihak sekolah untuk dapat melakukan upaya promotif dan preventif bekerjasama
dengan Dinas Kesehatan.

Kata Kunci : Gizi Lebih, Konsumsi Fast Food, Remaja

Abstract

Fast food is a ready-to-eat food that contains high energy. The habit of excessive
consumption of fast food results in the accumulation of fat in the body, thus
affecting nutritional status. The overnutrition status of adolescents at SMP Negeri
1 Surakarta has a percentage of 30% and 3.33% obesity, one of the factors causing
overnutrition includes the consumption of fast food. This study aims to determine
the relationship between fast food consumption and the incidence of overnutrition
in adolescents at SMP Negeri 1 Surakarta. The method used is observational,
using a cross sectional approach with a population of 218 adolescents in classes
VII and VIII for sample calculation using the 1997 Lemeshow formula with
simple random sampling technique according to the inclusion and exclusion

1
criteria obtained a sample of 66. Data collection on fast food consumption using
the Semi Quantitative Food Frequency Questionnaire form for the last 1 month
and nutritional status data obtained from measuring height (cm) using a microtoise
and weight (kg) using a digital step scale then calculated using IMT / U in
analyzing data using the help of the SPSS version 2.0 program to conduct a
correlation test on fast food consumption and nutritional status using the Chi-
Square test. The results showed that 56.06% of respondents consumed fast food in
the high category with the highest energy content type of fast food, namely instant
noodles at 194.80kcal. There were 83.72% of respondents with overweight status
consuming fast food in the high category. The results of the relationship analysis
with the Chi Square test obtained a value (p = 0.000). There is a relationship
between fast food consumption and the incidence of overnutrition in adolescents
at SMP Negeri 1 Surakarta. It is recommended that the school be able to make
promotive and preventive efforts in collaboration with the Health Office.

Keywords: Overweight, Fast Food Consumption, Adolescents

1. PENDAHULUAN
Remaja Indonesia saat ini sedang menghadapi tiga masalah gizi yang paling utama (triple
burden of malnutrition). Permasalahan gizi tersebut yaitu kurang gizi, berat badan
berlebih, dan defisiensi zat gizi mikro yang kurang (Rah et al., 2021). Prevalensi
permasalahan gizi remaja di Indonesia pada tahun 2018 pada gizi lebih sebesar 16%
(gemuk 11,2% dan obesitas 4,8%) (Kementerian Kesehatan, 2020). Menurut data profil
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah tahun 2017 prevalensi status gizi lebih (gemuk)
sebanyak 13,26% sedangkan prevalensi status gizi lebih (gemuk) di Kota Surakarta
sebanyak 11,10% (Riskesdas, 2018).
Penelitian yang dilakukan oleh Agustina dkk (2021) di Departemen Ilmu Gizi
FK UI mengungkapkan bahwa kebiasaan mengkonsumsi makanan cepat saji (fast food)
dari luar rumah, serta buruknya keberagaman makanan yang dikonsumsi/asupan makan,
dan gender merupakan faktor-faktor yang dapat menyebabkan permasalahan status gizi
lebih remaja. Menurut Kurniawati & Martini (2016) gizi lebih dipengaruhi oleh pangan
dan keadaan fisik remaja dalam sehat atau sakit, serta dipengaruhi juga oleh asupan zat
gizi seperti karbohidrat, lemak dan protein. Menurut Li et al (2020) fast food memiliki
kandungan energi yang padat, rendah zat gizi, serat dan mikronutrien dapat berpengaruh
pada gizi lebih jika dikonsumsi secara berlebihan.Terlalu banyak mengonsumsi makanan
cepat saji dapat menyebabkan berbagai masalah gizi, salah satunya gizi lebih (Allo dan
Syam, 2013). Terdapat dua jenis macam makanan fast food yaitu western (modern) dan

2
lokal (tradisional), jenis makanan fast food western berasal dari lingkup internasional
dengan contoh makanan seperti pizza, hamburger, fried fries dan kentucky fried chicken.
Sedangkan fast food tradisional berasal dari lokal daerah seperti kedai, food corner,
warteg, rumah makan mie bakso, warung pinggir jalan yang menyediakan makanan khas
lokal seperti aneka jajanan manis, kue, mie ayam, bakso, gado – gado, ayam bakar,
siomay, dan batagor (Widyastuti, 2017).
Kandungan kalori yang terdapat pada makanan cepat saji dapat memenuhi
setengah dari kebutuhan kalori harian, sekitar 400-600 kkal atau hingga 1500 kkal dalam
sekali konsumsi dengan 2 porsi lebih, selain itu fast food mengandung 40 – 60 % lemak
jenuh dengan kandungan kolesterol yang tinggi (Bonita dkk, 2016). Menurut Nisa dkk
(2021) konsumsi fast food yang yang berlebih sehingga energi dalam tubuh tinggi, maka
tubuh akan menyimpan energi dan lemak tersebut dalam bentuk trigliserida pada jaringan
adiposa, kemudian terjadi penumpukan kalori dalam tubuh tanpa adanya metabolisme
pengeluaran energi yang berlebih, terjadinya ketidakseimbangan antara energi masuk
dengan energi keluar di dalam tubuh dengan jangka waktu yang lama. Hal tersebut
berpengaruh pada berat badan yang meningkat dan terjadi permasalahan gizi seperti gizi
lebih (Bonita dan Fitranti, 2016). Hasil penelitian Suryanti dkk (2013) menyatakan
terjadinya gizi lebih karena lebih banyak energi yang masuk daripada yang keluar.
Survei pendahuluan dilakukan pada sekolah SMP Negeri 1 Surakarta terhadap
30 siswa siswi pada bulan Desember 2022 dan didapatkan hasil remaja yang memiliki
status gizi lebih dengan prevalensi 30% dan status gizi obesitas 3,33%. Hasil penelitian
pendahuluan mengenai konsumsi fast food di SMP Negeri 1 Surakarta didapatkan hasil
sebanyak 84,47% remaja mengkonsumsi fast food dengan frekuensi >3× dalam seminggu
terakhir dan sebanyak 68,32% remaja mengkonsumsi fast food dengan kategori tinggi
(>244kkal/hari). Meningkatnya masalah kelebihan berat badan di kalangan remaja yang
disebabkan makanan cepat saji yang tinggi dan berlebihan dalam jangka waktu yang lama
dan tidak adanya keseimbangan antara intake dan output. Dari latar belakang diatas
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan Konsumi Fast Food
Dengan Kejadian Gizi Lebih Pada Remaja Di SMP N 1 Surakarta” dengan tujuan
mengetahui apakah terdapat hubungan antara konsumsi fast food dan kejadian gizi lebih
remaja di SMP Negeri 1 Surakarta.

2. METODE

3
Penelitian menggunakan metode observasional dengan pendekatan cross sectional.
Penelitian ini mendapatkan Ethical Clearence (EC) dari Komisi Etik RSUD Moewardi
dengan no 877/V/HREC/2023. Populasi dalam penelitian adalah siswa siswi kelas VII dan
VIII di SMP Negeri 1 Surakarta sebanyak 218 dengan perhitungan jumlah sampel
menggunakan rumus Lemeshow (1997) diperoleh sampel sebanyak 66 remaja. Metode
pengambilan sampel dengan teknik simple random sampling dengan cara peneliti
memasuki ruang kelas VII dan VIII secara acak yang diberikan ijin oleh pihak sekolah
dengan memperhatikan kriteria inklusi dan ekslusi. Kriteria inklusi pada penelitian yaitu
siswa siswi yang berusia 12 – 15 tahun, tidak sedang menjalani proses diet/program gizi,
yang dapat diukur TB dan BB, yang tidak mengkonsumsi obat penambah nafsu makan
dan yang dalam 1 bulan terakhir mengkonsumsi fast food selain itu terdapat kriteria
eksklusi diantaranya siswa siswi yang menjadi atlet, kondisi tubuh sedang sakit, yang
mengundurkan diri saat penelitian berlangsung dan yang tidak hadir saat penelitian.
Pengumpulan data konsumsi fast food dengan menggunakan formulir food frequency
questionnaire semi kuantitatif 1 bulan terakhir dengan bantuan buku foto makanan untuk
mempermudah responden dalam menentukan makanan yang dikonsumsi, adapun
pembuatan formulir tersebut yaitu mencari bahan makanan spesifik dengan bantuan daftar
tabel komposisi bahan makanan (DKBM) dan program software Nutrisurvey kemudian
melakukan recall 24 jam dengan 30 remaja di SMP Negeri 1 Surakarta dan melakukan
survey sekitar sekolah serta aplikasi layanan pengantar makanan seperti shoppe food dan
go food.
Pengkategorian tingkat konsumsi fast food menurut Banowati et al (2011)
dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni rendah apabila konsumsi fast food ≤244
kkal/hari dan dapat dikategorikan tinggi jika konsumsi fast food ≥244 kkal/hari.
Dikategorikan dalam frekuensi menurut Mihrete (2012) dikatakan sering jika
mengkonsumsi fast food >3x dalam seminggu. Data status gizi didapat dengan melakukan
pengukuran berat badan menggunakan timbangan injak digital ketelitian 0,1 kg dan
pengukuran tinggi badan menggunakan alat microtoise dengan tingkat ketelitian 0,1 cm,
penentuan status gizi menggunakan rumus IMT/U adapun pengkategorian menurut buku
standar antropometri 2020 yaitu jika nilai Z-Score >1,0 SD (gizi lebih) dan nilai Z-Score
≥ - 2,0 SD s/d ≤1,0 SD (Non gizi lebih). Jenis data pada variabel tingkat konsumsi fast
food dan status gizi adalah ordinal, menganalisis data menggunakan bantuan program
SPSS versi 2.0 yang digunakan untuk melakukan uji korelasi pada data tingkat konsumsi
fast food dan status gizi menggunakan uji Chi-Square.

4
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Subjek dan Orang Tua Responden

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah remaja sebanyak 66 orang masuk
dalam kategori inklusi dan eksklusi. Distribusi karakteristik remaja menurut umur,
jenis kelamin dan, uang saku ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Berdasarkan Usia, Jenis Kelamin dan Uang Saku
Usia (tahun) N %
10 – 12 3 4,55
13 – 15 63 95,45
Total 66 100
Jenis kelamin N %
Perempuan 40 60,60
Laki – laki 26 39,40
Total 66 100
Jumlah uang saku N %
Rp. 5.000 s/d Rp.10.000 33 50
Rp.11.000 s/d Rp. 15.000 19 28,79
Rp. 16.000 s/d Rp. 20,000 13 19,7
Rp. 21.000 s/d Rp. 25.000 1 1,51
Total 66 100

Tabel 1 menunjukan bahwa kelompok umur 13 - 15 tahun menjadi persentase


umur responden yang paling banyak yaitu sebesar 95,45%. Remaja akan mengalami
masa pubertas, terdapat tiga tahap masa pubertas yaitu pubertas dini usia 10 – 14
tahun, pubertas pertengahan usia 15 – 16 tahun dan pubertas akhir usia 17 – 20 tahun,
karakteristik pada subjek penelitian yaitu remaja yang mengalami tahap pubertas awal
dengan ditandai terjadi peningkatan pertumbuhan dan pematangan tubuh yang cepat
(Amdadi et al., 2021). Remaja dengan usia 12 – 15 tahun merupakan masa remaja
awal, masa dimana terjadi perubahan dan pertumbuhan yang cepat. Tentunya
perubahan tersebut tidak lepas dari kontribusi makanan. Kebutuhan dalam kehidupan
yang penting salah satunya makanan dan kebiasaan makan, karena dapat
mempengaruhi hasil kesehatan jangka panjang (Putri et al., 2020). Remaja sebagai
kelompok yang rentan mengalami kekurangan dan kelebihan gizi karena merupakan
masa – masa perkembangan yang matang (Insani, 2019).
Distribusi karakteristik remaja berdasarkan jenis kelamin pada Tabel 1
menunjukan persentase remaja berjenis kelamin perempuan lebih banyak yaitu sebesar
60,60 %, hal tersebut terjadi karena perbedaan pada pola konsumsi. Pola makan yang

5
baik akan berpengaruh terhadap kecukupan gizi dan sebaliknya, pola makan yang
tidak baik akan berdampak buruk bagi tubuh dan ketidakcukupan kebutuhan gizi.
Remaja awal dengan masa peralihan mulai tertarik dengan mencoba hal baru
demikian dengan makanan, remaja juga sering menghabiskan waktu di luar rumah
bersama teman-temannya untuk mencoba jajanan baru dan menarik. (Hafiza et al.,
2021). Perempuan lebih cenderung menunjukan perhatiannya terhadap pemilihan
makanan daripada laki – laki, pemilihan dalam keamanan pangan, ketertarikan akan
tampilan fisik makanan dan cita rasa yang diberikan (Munasiroh et al., 2019).
Makanan fast food yang beraneka ragam dalam bentuk dan jenisnya, selain itu rasa
yang membuat ingin mengkonsumsinya kembali membuat perempuan lebih tertarik.
Menurut (Yuliany & Rahmatia, 2020) dalam penelitiannya mengatakan bahwa
perempuan identik dengan kegemaran berbelanja salah satunya berbelanja makanan,
berbeda dengan laki – laki yang jarang dalam berbelanja. Perilaku laki – laki terhadap
pemilihan makanan kurang tertarik dengan makanan yang mereka makan dan tampak
lebih cuek serta tidak tertarik akan makanan siap saji yang baru sedangkan perempuan
lebih pemilih dalam hal makanan dengan rasa ketertarikan dan ingin mencoba yang
tinggi (Suryani et al., 2021).
Besarnya uang jajan dapat mempengaruhi pengeluaran konsumsi remaja, masing
masing remaja memiliki uang saku yang berbeda – beda. Distribusi karakteristik
remaja berdasarkan jumlah uang saku dapat dilihat pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa
uang saku responden paling banyak yaitu rentang Rp. 5000 s/d Rp.10.000 dengan
persentase sebesar 50%. Hasil wawancara secara langsung uang saku responden hanya
dipergunakan untuk membeli keperluan makanan dan diluar keperluan transportasi
serta pembelian alat tulis. Kebanyakan responden membelanjakan uang sakunya untuk
makanan yang ada di kantin saat waktu istirahat sekolah ataupun membeli makanan
fast food yang terdapat pada aplikasi layanan pengirim makanan seperti gofood dan
grabfood.
Menurut (Ulandari, 2021) Uang saku dapat mempengaruhi dalam tingkat
konsumsi seseorang. Konsumsi fast food remaja dapat di pegaruhi oleh pemberian
jumlah uang jajan dari orang tua. Semakin besar jumlah uang saku yang diberikan
maka semakin memudahkan remaja untuk membeli makanan (Zogara et al., 2022).
Makanan fast food yang disediakan di kantin dan sekitar lingkungan sekolah juga
relatif murah dan masih terjangkau bagi remaja dengan uang saku range Rp.10.000
sampai Rp.20.000. Penelitian oleh Anggraini et al (2017) mengatakan harga memiliki

6
pengaruh yang signifikan terhadap pola konsumsi makanan siap saji dan memberikan
pengaruh sebesar 69,5%.

Tabel 2. Karakteristik Orang Tua

Karakteristik Orang Tua


Karakteristik Ayah
Pendidikan Terakhir N %
SMP 2 3,03
SMA/SMK 38 57,57
D2 2 3,03
D3 7 10,60
S1 9 13,63
S2 3 4,54
Total 66 100
Pekerjaan
Buruh 5 7,6
Satpol PP 1 1,51
SATPAM 2 3,03
Seniman 1 1,51
Pelayaran 1 1,51
Pegawai Swasta 35 53,03
Wirausaha 14 21,21
Polisi 2 3,03
PNS 3 4,54
BUMN 2 3,05
Total 66 100
Karakteristik Ibu
Pendidikan Terakhir N %
SMP 3 4,54
SMA/SMK 42 63,63
SPG (Sekolah Pendidikan Guru) 1 1,51
Kuliah 3 4,54
D2 1 1,54
D3 4 6,06
S1 10 15,15
S2 2 3,03
Total 66 100
Pekerjaan N %
IRT 43 65,15
Pegawai Swasta 16 24,24
Driver Ojol 1 1,51
Wirausaha 3 4,54
PNS 3 4,54
Total 66 100

Distribusi karakteristik orang tua pada kategori pendidikan terakhir untuk Ayah
yaitu SMA/SMK yang paling banyak sebesar 57,57% sama halnya dengan pendidikan
terakhir Ibu yaitu SMA/SMK dengan hasil persentase 63,63 %. Tingkat pendidikan
orang tua akan berpengaruh terhadap pola konsumsi makanan anak, dari bagaimana
cara memilih bahan makanan termasuk didalamnya memilih kuantitas dan kualitas
bahan hingga dalam mengolahnya. Orang tua berpartisipasi dalam bagaimana

7
pelaksanaan pendidikan guna menunjang prestasi belajar siswa, salah satunya dengan
memberikan makanan bergizi (Tri & Loka, 2017).
Jenis pekerjaan akan berpengaruh pada ekonomi dan keuangan, salah satunya
uang saku. Menurut (Kosim, 2015) pendapatan keluarga berperan penting dalam
meningkatkan kualitas hidup, selain itu jenjang pendidikan yang diperoleh dalam
setiap keluarga. Semakin tinggi tingkat pendapatan secara langsung berpengaruh pada
tingkat kualitas kehidupan. Tabel 2 menunjukan bahwa karakteristik orang tua pada
kategori pekerjaan ayah paling banyak sebagai pegawai swasta dengan persentase
sebesar 53,03% sedangkan pada kelompok pekerjaan ibu paling banyak sebagai Ibu
Rumah Tangga (IRT) dengan persentase 65,15%. Keluarga dengan sosial ekonomi
yang berkecukupan tinggi dapat memenuhi kebutuhan konsumsi hingga lebih yang
akan menghasilkan status gizi (Andriani, 2015).
3.2 Konsumsi Fast Food
Konsumsi fast food merupakan hasil dari rata – rata energi per hari yang dikonsumsi
dan dinyatakan dalam satuan kkal. Memperoleh energi rata – rata per hari konsumsi
fast food dengan menghitung total kalori dalam 1 bulan dibagi 30 hari, data diperoleh
dengan metode food frequency questionnaire (FFQ) semi kuantitatif dengan
mewawancarai responden secara langsung. Adapun hasil penelitian tingkat konsumsi
remaja yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Tingkat Konsumsi Fast Food

Kategori N %
Rendah 29 43,94
Tinggi 37 56,06
Total 66 100

Tabel 3 menunjukan bahwa sebesar 56,06% remaja mengkonsumsi fast food


dengan kategori tinggi. Hal tersebut menunjukan bahwa mayoritas responden
memiliki tingkat konsumsi fast food yang tinggi. Keberadaan penjual fast food yang
mudah ditemui dan tersebar di kota – kota besar dapat meningkatkan pengaruh pola
makan remaja (Salsabila, 2022). Daftar 15 jenis makanan fast food yang tertinggi pada
responden dapat dilihat pada Tabel 4 yang diurutkan berdasarkan rata – rata konsumsi
fast food harian tertinggi ke terendah responden selama 1 bulan terakhir (30 hari).

Tabel 4. Konsumsi Fast Food Harian Responden

Jenis Kandu Jumlah Persentase Berat Asupan Jumlah

8
Makanan ngan Responden Responden rata – Energi responden
Fast Food Energi yang yang rata (kkal) yang
dalam Mengkonsu Mengkonsu Konsum Mengkonsum
100 gr msi (n) msi (%) si (gr) si
(Kkal) (Frekuensi
>3x/minggu)
Mie Instan 447,2 66 100,00 43,56 194,80 66
Fried Chicken
(Dada Atas) 287,3 61 92,42 56 160,89 52
Bakwan 539,9 51 77,27 24,6 132,82 47
Bakso (pentol) 370 62 93,94 27,2 100,64 23
Sate ayam 314,1 63 95,45 29,55 92,82 14
Ayam kremes 474,7 65 98,48 18,3 86,87 13
Sosis 285,1 61 92,42 27,7 78,97 55
Fried Chicken
(Paha Atas) 294,7 59 89,39 25 73,68 53
Maklor 441 60 90,91 16,1 71,00 60
Chicken Steak 289,7 60 90,91 23 66,63 56
Brownies 379,1 63 95,45 16,6 62,93 47
Martabak asin 202,9 60 90,91 29,4 59,65 52
Cireng 348 63 95,45 15,3 53,24 36
Ayam Goreng
Dada Bawah 338 59 89,39 14,1 47,66 48
Fried Chicken
(Paha Bawah) 309 53 80,30 14,6 45,11 59
Ayam Goreng
Dada Atas 332 61 92,42 13,2 43,82 50
Piscok 298 52 78,79 14,5 43,21 43
Mendoan 199,8 60 90,91 21,4 42,76 55

Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa asupan energi fast food dari semua
responden tertinggi yaitu mie instan dan sebanyak 66 responden mengkonsumsi mie
instan dengan frekuensi >2x/minggu. Sebanyak 100% responden mengkonsumsi mie
instan dalam 1 bulan terakhir dengan rata – rata mengkonsumsi mie instan per hari
sebesar 43,56 gram yang mengandung energi 194,80 kkal, kemudian sebanyak
92,42% responden mengkonsumsi Fried Chicken (Dada Atas) dengan rata – rata
konsumsi sebesar 56 gram yang mengandung energi 160,89 kkal dan 77,27%
responden mengkonsumsi bakwan sebesar 24,6 gram perhari yang mengandung
132,82 kkal.
Rata – rata responden mengkonsumsi fast food pada saat waktu sekolah dan
membeli di kantin. Kantin yang menyediakan berbagai macam makanan fast food
salah satunya mie instan. Mie instan adalah jenis makanan fast food yang sering
dikonsumsi oleh responden karena rasanya yang lezat dan penyajiannya praktis. Selain
itu dengan harga yang terjangkau bagi anak sekolah. Mie instan terkenal dengan rasa
yang enak dan dapat memenuhi selera (Arianto, 2013). Makanan fast food olahan mie
instan dapat menyumbang 30% dari total kebutuhan energi dalam sehari.

9
Mengkonsumsi secara berlebihan dalam waktu yang relatif sering dapat berisiko tinggi
terjadinya kelebihan lemak kemudian dapat menyebabkan seseorang obesitas (Zahroh,
2022). Jenis makanan bakwan juga menjadi salah satu makanan yang sering
dikonsumsi responden, bakwan merupakan jenis gorengan yang memiliki kandungan
energi cukup tinggi karena mengandung banyak lemak. Bakwan merupakan camilan
yang mengandung kalori dengan ukuran rumah tangga sebesar 280 kkal (Primadian et
al., 2015). Hal ini sejalan dengan penelitian (Primadian et al., 2015) yang mengatakan
adanya hubungan antara konsumsi gorengan terhadap peningkatan indeks massa
tubuh. Jumlah asupan mempengaruhi banyakanya kalori yang masuk, hal tersebut
berpengaruh dalam indeks massa tubuh seseorang.
Konsumsi makanan fast food saat ini menjadi gaya hidup bagi remaja hingga
merubah pola asupan makan (Junaidi & Noviyanda, 2016). Konsumsi fast food di
kalangan remaja mengalami peningkatan selama tiga dekade terakhir, hal tersebut
terjadi karena beberapa faktor antara lain kenyamanan, harga, pilihan menu, dan rasa.
Peningkatan konsumsi makanan yang sudah menjadi kebiasaan merupakan faktor
penting yang mempengaruhi status gizi seseorang (Nixon & Doud, 2016).
3.3 Status Gizi Remaja
Status gizi menurut Kemenkes merupakan keadaan yang dihasilkan oleh keseimbangan
antara asupan nutrisi dan kebutuhan nutrisi. Penilaian status gizi dalam penelitian ini
menggunakan indeks IMT/U. Perhitungan diperoleh dari pengukuran TB dan BB
masing – masing responden. Hasil penilaian status gizi responden berdasarkan indeks
IMT/U dapat dilihat pada tabel dibawah.

Tabel 5. Status Gizi Responden Berdasarkan IMT/U

Kategori n %
Gizi Buruk 0 0
Gizi Kurang 0 0
Gizi Baik 23 34,85
Gizi Lebih 37 56,06
Obesitas 6 9,09
Total 66 100

Hasil pada Tabel 5 menunjukan dari 66 responden yang memiliki status gizi baik
34,85%, gizi lebih 56,06% dan obesitas 9,09%. Berdasarkan hasil penelitian jika
dibandingkan dengan Riskesdas Nasional 2018, prevalensi masalah status gizi remaja
dengan usia 13 – 15 tahun dilihat dari indikator IMT/U di Provinsi Jawa Tengah
memiliki prevalensi gizi lebih 11,2 % dan status gizi obesitas 4,8%, hal tersebut

10
menunjukan bahwa jumlah prevalensi gizi lebih dan obesitas siswa siswi di SMP
Negeri 1 Surakarta lebih tinggi. Hasil penilaian status gizi kemudian dikelompokan
menjadi gizi lebih dan non gizi lebih, dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 6. Status Gizi Lebih dan Non Gizi Lebih

Kategori n %
Gizi Lebih 43 65,15
Non Gizi Lebih 23 34,85
Total 66 100

Tabel 6 menunjukan bahwa 65,15% remaja mengalami gizi lebih. Tingginya


prevalensi status gizi lebih pada remaja dapat dipengaruhi pada konsumsi makanan
fast food. Konsumsi fast food yang berlebihan dengan porsi yang banyak secara terus
menerus akan mempengaruhi terjadinya status gizi lebih. Hal ini sejalan dengan
penelitian (Novadini et al., 2022) yang melakukan penelitian terhadap hubungan
antara pola makan fast food dengan status gizi obesitas.
3.4 Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Gizi Lebih
Hasil penelitian distribusi konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih pada remaja
dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Analisis Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Gizi Lebih pada
Remaja di SMP Negeri 1 Surakarta

Konsumsi Kejadian Gizi Lebih Total P RR(CI


Fast Food Values* 95%)
Non Gizi Lebih Gizi Lebih

n % n % N
Rendah 22 95,65 7 16,28 29
Tinggi 1 4,35 36 83,72 37 0,000 3,429
Jumlah 23 100 43 100 66
*Uji Chi Square
Berdasarkan hasil pada Tabel 7 menunjukan subyek dengan status gizi lebih
dalam mengkonsumsi fast food pada kategori tinggi lebih banyak dibandingkan subjek
dengan status gizi non lebih. Hasil uji statistik menggunakan uji Chi Square diperoleh
nilai p atau sig.(2 tailed) sebesar 0,000 yang berarti terdapat hubungan antara
konsumsi fast food dengan kejadian gizi lebih pada remaja di SMP Negeri 1 Surakarta.
Nilai RR (Relative Risk) (CI 95%) sebesar 3,429, menunjukan responden yang
mengkonsumsi makanan fast food tinggi memiliki peluang terjadi gizi lebih sebesar
3,429 kali dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi fast food rendah.

11
Hasil penelitian ini sejalan dengan (Sary et al., 2021) bahwa kejadian status gizi yang
berlebih berbanding lurus dengan asupan energi dan zat gizi yang berlebih dalam
tubuh. Asupan energi dapat mempengaruhi status gizi, tingginya energi yang masuk
kedalam tubuh tidak langsung digunakan namun disimpan dalam jaringan otot dalam
bentuk glikogen, glikogen merupakan kelebihan energi yang disimpan berbentuk
kabohidrat. Selain itu kelebiha lemak disimpan juga dalam jaringan adiposa terutama
pada bagian perut bawah kulit. Hal tersebut yang menyebabkan terjadinya status gizi
yang tidak normal (Siregar, 2021).
Sejalan dengan penelitian (Nadhiroh et al., 2022) yang mengatakan bahwa adanya
hubungan antara tingkat konsumsi fast food dengan status gizi lebih pada remaja,
dengan nilai p value 0,001 yang mengartikan bahwa semakin kerap remaja
mengkonsumsi fast food maka akan berpengaruh pada status gizi remaja. Penelitian
yang dilakukan (Sumiyati et al., 2022) terhadap 70 remaja di SMK Yappika Legok-
Tangerang menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan antara konsumsi fast food
dengan obesitas pada remaja, dengan hasil mayoritas konsumsi fast food yang sering
mengalami obesitas sebesar 81,8% dan nilai p value menunjukan p=0,000 yang
artinya terdapat hubungan.
Restoran ataupun penjual makanan fast food yang ada di kota besar memberikan
dampak pengaruh pada pola konsumsi masyarakat khususnya pada remaja dengan
kemudahan dalam membeli dan tingkat ekonomi yang mendukung. Dasar lain yang
dapat menjadikan makanan fast food banyak digemari yaitu makanan cepat saji sangat
praktis dalam penyajiannya serta lezat dalam rasa dan harganya yang relatif semua
kalangan dapat membeli (Nurdiansyah, 2019). Restoran cepat saji merupakan tempat
makan yang dapat menyediakan makanan dengan cepat begitu makanan di pesan, pada
umumnya digunakan untuk tempat berkumpul dan bersantai dengan kerabat maupun
keluarga (Mandasari et al., 2011). Harga makanan dan adanya diskon pada restoran
dan penjual fast food juga menjadi kontribusi terhadap kebiasaan remaja dalam
mengkonsumsi fast food (Nurdiansyah, 2019). Seiring perkembangan zaman makanan
fast food mulai banyak ragam dan jenisnya hingga terjadi perubahan pada besar porsi,
tentu hal tersebut juga berpengaruh pada kandungan gizi pada makanan fast food.
Mencari keberadaan makanan fast food selain di tempat makan kini dapat melalui
platform digital. Mengingat kecanggihan teknologi saat ini remaja juga dapat mencari
makanan siap saji melalui penggunaan aplikasi layanan pengirim makanan seperti
gofood dan grabfood, adanya layanan tersebut sangat memudahkan seseorang dan

12
tidak perlu untuk keluar. Menggunakan aplikasi layanan pengantar makanan sangat
mudah selain itu siap diantar sampai tujuan (Ufrida & Harianto, 2022). Tentunya
selain kemudahan dalam mengakses terdapat banyak macam jenis makanan fast food
yang disediakan serta tertera informasi harga.
Makanan fast food memiliki kandungan gizi rendah tetapi tinggi kalori.
Kandungan kalori yang terdapat pada Makanan cepat saji dapat memenuhi setengah
dari kebutuhan kalori harian, sekitar 400-600 kkal atau hingga 1500 kkal dalam sekali
konsumsi, selain itu fast food mengandung 40 – 60 % lemak jenuh dengan kandungan
kolesterol yang tinggi (Bonita dan Fitranti, 2016). Kebiasaan konsumsi fast food pada
remaja dapat menyebabkan terjadinya gizi lebih, jika dikonsumsi secara berlebihan
dan dengan rentang waktu yang singkat akan menyebabkan perubahan status gizi yang
signifikan (Widyastuti, 2017). Konsumsi fast food yang berlebihan dengan jangka
waktu panjang dapat menjadi peluang timbulnya berbagai dampak bagi tubuh,
diantaranya kolesterol tinggi, diabetes mellitus, penyakit jantung, gangguan ginjal, dan
kerusakan hati. Hal tersebut terjadi karena makanan cepat saji tidak lepas dari
bahan/zat yang buruk bagi tubuh (Laksono et al., 2022). Fast food pada umumnya
mengandung zat aditif seperti MSG (monosodium glutamat), bahan pengawet, dan
bahan pewarna (Irawan, 2022). Bahan tambahan makanan tersebut masih dapat
ditoleransi dalam tubuh jika masih berada dalam batas wajar, namun jika
mengkonsumsi berlebihan akan berakibat buruk bagi kesehatan baik jangka panjang.

4. PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Gizi
Lebih Pada Remaja Di SMP Negeri 1 Surakarta dapat disimpulkan bahwa remaja di
SMP Negeri 1 Surakarta mayoritas berusia 13 – 15 tahun (95,45%) dengan jenis
kelamin perempuan 60,60% dan laki – laki 39,40%. Konsumsi fast food dalam
kategori yang tinggi sebesar 56,06% dengan jenis makanan mie instan, sebesar 43,56
gram yang mengandung energi 194,80 kkal, kemudian Fried Chicken (Dada Atas)
dengan rata – rata konsumsi per hari sebesar 56 gram yang mengandung energi 160,89
kkal dan bakwan 24,6 gram per hari yang mengandung 132,82 kkal selain itu
konsumsi fast food yang tinggi dengan status gizi lebih remaja yaitu sebesar 83,72%
dan Terdapat hubungan antara konsumsi fast food dengan status gizi lebih pada remaja
di SMP Negeri 1 Surakarta dengan nilai p-value yaitu 0,000 dan nilai RR (CI 95%)
sebesar 3,429.

13
Kepada pihak sekolah diharapkan dapat melakukan upaya promotif dan
preventif terhadap permasalahan gizi, dapat bekerjasama dengan pihak Dinas
Kesehatan Kota Surakarta untuk dilakukannya penyuluhan edukasi akan pentingnya
kesehatan gizi remaja selain itu dapat memfasilitasi dengan menyediakan literasi yang
spesifik mengenai status gizi pada remaja dan kepada remaja SMP Negeri 1 Surakarta
diharapkan dapat memperhatikan asupan makan sehari – hari dengan kandungan gizi
yang seimbang sesuai kebutuhan sehingga dapat mengoptimalkan status gizi yang
baik.

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, Rina., Rah, Jee Hyun & Zutphen, Kesso Gabrielle. (2021).
https://old.ui.ac.id/penelitian-fkui-ungkap-triple-burden-of-malnutrition-
remaja-indonesia//

Aini, S. N. (2014). Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Gizi Lebih
Pada Remaja Di Perkotaan. Unnes Journal of Public Health, 3(1), 1–10.
https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/ujph/article/view/3042

Aisyah. (2016). Pengetahuan, Sikap dan Konsumsi Makanan Berserat Pada Siswa.
Universitas Negeri Yogyakarta.

Allo, Barre., A. Syam, dan D. V. (2013). Hubungan Antara Pengetahuan dan


Kebiasaan Konsumsi Fast Food dengan Kejadian Gizi Lebih pada Siswa
Sekolah Dasar Negeri Sudirman I Makassar [Universitas Hasanuddin].
http://repository.unhas.ac.id

Amdadi, Z., Nurdin, N., Eviyanti, & Nurbaeti. (2021). Gambaran Pengetahuan
Remaja Putri Tentang Risiko Perkawinan Dini Dalam Kehamilan Di
Sman 1 Gowa. Inovasi Penelitian, 2 no.n7(7), 2067–2074. https://stp-
mataram.e-journal.id/JIP/article/view/1053

Andriani, D. (2015). Hubungan Kejadian Stunting Dan Sosial Ekonomi Keluarga


Dengan Prestasi Belajar Siswa Smp Di Kecamatan Ciomas Kabupaten
Bogor.

Anggraini, N. V., Balafif, M., & Rahmasari, A. (2017). Faktor-Faktor yang


Mempengaruhi Pola Konsumsi Makanan Siap Saji di Kalangan
Mahasiswa. Studi Kasus Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas
Bhayangkara Surabaya, 1–10.

Arianto, N. T. (2013). Pola Makan Mie Instan: Studi Antropologi Gizi pada
Mahasiswa Antropologi Fisip Unair. BioKultur, 2(1), 27–40.

Banowati, L., Nugraheni, N., & Puruhita, N. (2011). Risiko Konsumsi Western Fast
Food Dan Kebiasaan Tidak Makan Pagi Terhadap Obesitas Remaja Studi
Di Sman 1 Cirebon. Media Medika Indonesiana, 45(2), 118–124 – 124.

14
Bonita, Yudi Fitranti, D. (2016). Konsumsi Fast Food dan Aktivitas Fisik sebagai
Faktor Risiko Kejadian Overweight pada Remaja Stunting SMP. Journal
of Nutrition. 4(Jilid 5), 360–367.

Candra, A. (2020). Pemeriksaan Status Gizi.


http://eprints.undip.ac.id/80671/1/Buku_Pemeriksaan_Status_Gizi_Kom
plit.pdf

Damopolii, Winarsi,. Mayulu, Nelly,. Masi, G. (2017). Hubungan konsumsi


Fastfood Dengan Kejadian Obesitas Pada Anak SD D Kota Manado.
Keperawatan, 1, No 1, 49–56.

Diananda, A. (2019). Psikologi Remaja Dan Permasalahannya. Journal ISTIGHNA,


1(1), 116–133. https://doi.org/10.33853/istighna.v1i1.20

Erikson, E. H. (2010). Childhood and Society. Pustaka Belajar.

Fitriani, Eliya,. Rosalina, F. W. (2020). Hubungan Konsumsi Makanan Cepat Saji


(Fast Food) Dengan Pertumbuhan Pada Anak Usia Sekolah Di SDN
Sidomulyo 04 Ungaran Kecamatan Ungaran Timur [Universitas Ngudi
Waluyo Ungaran]. In Molecules (Vol. 2, Issue 1).
http://clik.dva.gov.au/rehabilitation-library/1-introduction-rehabilitation

Hafiza, D., Utmi, A., & Niriyah, S. (2021). Hubungan Kebiasaan Makan Dengan
Status Gizi Pada Remaja Smp Ylpi Pekanbaru. Al-Asalmiya Nursing
Jurnal Ilmu Keperawatan (Journal of Nursing Sciences), 9(2), 86–96.
https://doi.org/10.35328/keperawatan.v9i2.671

Harjatmo, Titus Priyo., Par’i, Holil M., Wiyono, S. (2017). Penilaian Status Gizi.
Kemenkes RI.

Imtihani, T. R., & Noer, E. R. (2013). Hubungan Pengetahuan, Uang Saku, Dan
Peer Group Dengan Frekuensi Konsumsi Makanan Cepat Saji Pada
Remaja Putri. Journal of Nutrition College, 2(1), 162–169.
https://doi.org/10.14710/jnc.v2i1.2112

Irawan, D. H. D. (2022). Hubungan Pengetahuan Gizi, Kebiasaan Konsumsi Junk


Food, dan Makanan Berserat terhadap Status Gizi Siswa SMA N 1
Salaman (Issue 8.5.2017). Universitas Islam Negeri Walisongo
Semarang.

Junaidi, & Noviyanda. (2016). Kebiasaan Konsumsi Fast Food Terhadap Obesitas
Pada Anak Sekolah Dasar Banda Aceh. Jurnal AcTion, 1(2), 78–82.

Kementerian Kesehatan, R. (2018, August). Riset Kesehatan Dasar; Perubahan


Perilaku Masyarakat Mengenai Bahaya Makanan Cepat Saji Bagi Tubuh.
Balitbang Kemenkes RI. https://bbpkjakarta-

15
nakes.kemkes.go.id/perubahan-perilaku-masyarakat-mengenai-bahaya-
makanan-cepat-saji-bagi-tubuh/

Kosim, M. (2015). Syekh Sulaiman Arrasuli: Tokoh Pendidikan Islam Bercorak


Kultural. Jurnal Turast, 3(1), 23–41.

Kurniawati, S., & Martini, S. (2016). Status Gizi Dan Status Imunisasi Campak
Berhubungan Dengan Diare Akut. Jurnal Wiyata, 3(2), 130.

Kushar, A. A., & Nasution, J. D. H. (2015). Hubungan Tingkat Pengetahuan Siswa


Tentang Makanan Yang Bergizi Dengan Status Gizi Pada Siswa Kelas
Atas Madrasah Ibtidaiyah Miftahul Huda Punggulrejo, Rengel, Tuban
Awanda Alif Kushar. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, 03,
127–131.http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-pendidikan-
jasmani/issue/archive

Laksono, R. A., Mukti, N. D., & Nurhamidah, D. (2022). Dampak Makanan Cepat
Saji Terhadap Kesehatan pada Mahasiswa Program Studi “X” Perguruan
Tinggi “Y.” Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat : Media Komunikasi
Komunitas Kesehatan Masyarakat, 14(1), 35–39.
https://doi.org/10.52022/jikm.v14i1.282

Li, L., Sun, N., Zhang, L., Xu, G., Liu, J., Hu, J., Zhang, Z., Lou, J., Deng, H., S.,
& Z., & Han, L. (2020). Fast food consumption among young
adolescents aged 12-15 years in 54 low- and middle-income countries.
Global Health Action, 13(1)(17954438).

Lubis, B. G. . (2021). Literature Review :Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan


Status Gizi Balita [POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES
MEDAN]. In Pesquisa Veterinaria Brasileira (Vol. 26, Issue 2).
http://www.ufrgs.br/actavet/31-1/artigo552.pdf

Mahardika, O. N. N., & Nurhayati, F. (2013). Hubungan antara Status Gizi dan
Pola Asuh Orang Tua dengan Kemampuan Gerak Dasar Siswa Sekolah
Dasar. Jurnal Pendidikan Olahraga Dan Kesehatan, 1(3), 659–667.

Mandasari, V., Tama, B. A., & Sriwijaya, U. (2011). Analisis Kepuasan Konsumen
Terhadap Restoran Cepat Saji Melalui Pendekatan Data Mining : Studi
Kasus XYZ. Jurnal Generik, 6(1), 4–7.

Marianingrum, D. (2020). Hubungan Konsumsi Fast food Dengan Status Gizi Pada
Siswa SMP Kartini 2 Batam. Zona Kedokteran, 9, 38–42.

Mega Insani, H. (2019). Analisis Konsumsi Pangan Remaja dalam Sudut Pandang
Sosiologi. Jurnal Pendidikan Sosiologi, 9(1), 739–753.
http://ejournal.upi.edu/index.php/sosietas/

16
Mihrete, Kifle. (2012). Association Between Fast Food Consumption and Obesity
and High Blood Pressure Among Office Workers. Disertation. Doctor of
Public Health. Walden University. Minnesota

Mokoginta, F. S., Manampiring, A. E., & Budiarso, F. (2016). Gambaran Pola


Asupan Makanan pada Remaja di Kabupaten Bolaang Mongondow
Utara Kandidat Skripsi Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi
Manado. Jurnal E-Biomedik, 4(2), 1–10.

Munasiroh, D., Nurawali, D. O., Rahmah, D. A., Suhailah, F., & Yusup, I. R.
(2019). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku Konsumsi
Makanan Cepat Saji (Fast Food) Pada Mahasiswa. An-Nadaa: Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 6(2). https://doi.org/10.31602/ann.v6i2.2681

Mursidah, I., Gunawan, I. M. A., & Rialihanto, M. P. (2022). Gambaran


Pengetahuan Dan Perilaku Konsumsi Makanan Siap Saji (Fast Food)
Pada Remaja di SMA Negeri 2 Banguntapan Bantul Yogyakarta.
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Nadhiroh, S. R., Riyanto, E. D., Jannah, S. Z., & Salsabil, I. S. (2022). Potensi
Balita Risiko Stunting Dan Hubungannya Dengan Keluarga Pra-
Sejahtera Di Jawa Timur: Analisis Data Pk-21. Media Gizi Indonesia,
17(1SP), 112–119. https://doi.org/10.20473/mgi.v17i1sp.112-119

Nisa, H., Fatihah, I, Z., Oktovianty, F., Rachmawati, T., Azhari, R, M. (2021).
Konsumsi Makanan Cepat Saji, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Remaja
di Kota Tangerang Selatan. Media Penelitian Dan Pengembangan
Kesehatan, 31(1), 63–74.

Nixon, H., & Doud, L. (2016). Do fast food restaurants cluster around high
schools? A geospatial analysis of proximity of fast food restaurants to
high schools and the connection to childhood obesity rates. J Agric Food
Syst Community Dev, 2(1), 81–94.

Novadini, E., Buanasita, A., & Mujayanto. (2022). Relation Between Fast Food
Pattern And Physical Activity With Obesity In Students In Department
Of Nutrition Poltekkes Kemenkes Surabaya Hubungan Pola Makan Fast
Food Dan Aktivitas Fisik Dengan Kejadian Obesitas Pada Mahasiswa
Jurusan Gizi Poltekkes Kemen. Journal of Nutrition Explorations, xx(x),
1–14.

Nurdiansyah, R. (2019). Budaya Pola Konsumsi Makanan Cepat Saji dalam


Kehidupan Remaja Jakarta ( Studi Kasus : Franchise KFC ). Skripsi, 27–
30.

Oktaviani, W. (2012). Hubungan Kebiasaan Konsumsi Fast Food, Aktivitas Fisik,


Pola Konsumsi, Karakteristik Remaja Dan Orang Tua Dengan Indeks
Massa Tubuh (IMT) (Studi Kasus pada Siswa SMA Negeri 9 Semarang

17
Tahun 2012). Jurnal Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro,
1(2), 18843.

Pamelia, I. (2018). Fast Food Consumption Behavior in Adolescent and ITS Impact
for Health. Jurnal IKESMA, 14(2), 144–153.

Primadian, K., Rachmawati, M., Irasanti, S. N., Hariangbangga, J., & Bandung, N.
(n.d.). Hubungan Antara Jumlah dan Jenis Konsumsi Gorengan dengan
Indeks Massa Tubuh pada Anggota TNI-AD yang Merokok Fakultas
Kedokteran , Universitas Islam Bandung , A . Pendahuluan Saat ini
sudah terjadi epidemi global overweight dan obesitas . Di hampir selur.
680–687.

Putri, R. A., Shaluhiyah, Z., & Kusumawati, A. (2020). Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Perilaku Makan Sehat Pada Remaja SMA di Kota
Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 8, 332–337.
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jkm

Rah, J. H., Melse-Boonstra, A., Agustina, R., van Zutphen, K. G., & Kraemer, K.
(2021). The Triple Burden of Malnutrition Among Adolescents in
Indonesia. Food and Nutrition Bulletin, 42(1_suppl), S4–S8.
https://doi.org/10.1177/03795721211007114

Salsabila, F. Z. (2022). Hubungan Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi pada
Remaja di SMA Negeri 1 Kota Surakarta.

Santrock, J. W. (2017). Life Span Development : Perkembangan Masa Hidup Jilid I


(P. B. Widyasinta, Ed.). Jakarta: Penerbit Erlangga.

Sarwono, S. . (2013). Psikologi Remaja (G. Persada, Ed.). PT. Raja.

Sary, N. L., Rahmawati, S., Yusni, Y., Husnah, H., & Saminan, S. (2021).
Hubungan Kebiasaan Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Pegawai
Sekretariat Daerah Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Kedokteran Syiah
Kuala, 21(1), 21–28. https://doi.org/10.24815/jks.v21i1.19436

Sicilia, S., & Merta Kusuma, R. (2016). Penilaian Status Gizi Siswi Kelas X Dan
Xi Di Sman 1 Depok, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Media Ilmu
Kesehatan, 5(1), 66–74. https://doi.org/10.30989/mik.v5i1.53

Siregar, L. A. (2021). Hubungan Asupan Energi dengan Status Gizi remaja SMA
Negeri 1 Ulu Barumun. UIN Sumatera Utara Medan.

Sulistyowati, R. (2020). Analisa Perbandingan Waktu Pengukuran Menggunakan


Kursi Antropometri di Laboratorium Perancangan Sistem Kerja dan
Ergonomi UNS. Indonesian Journal of Laboratory, 1(4), 1.
https://doi.org/10.22146/ijl.v1i4.52994

18
Sumiyati, I., Anggriyani, A., & Mukhsin, A. (2022). Hubungan Antara Konsumsi
Makanan Fast Food Dengan Kejadian Obesitas Pada Remaja.
JUMANTIK (Jurnal Ilmiah Penelitian Kesehatan), 7(3), 242.
https://doi.org/10.30829/jumantik.v7i3.11485

Supariasa, I. D. N., & Bachyar Bakry, I. F. (2016). Penilaian Status. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.

Supariasa, I.D.N., Bachyar B., I. F. (2016). Penilaian Status Gizi (Edisi Revisi.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Suryani, D., Suyitno, S., Sunarti, S., & Ismail, A. (2021). Perilaku Konsumen
dalam Memilih Makanan Jajanan di Angkringan Kopi Joss,
Gedongtengen, Kota Yogyakarta. Jurnal Dunia Kesmas, 10(1), 66–74.
https://doi.org/10.33024/jdk.v10i1.3519

Suryanti, R., Jafar, N., dan Syam, A. (2013). Gambaran jenis dan Jumlah konsumsi
fast food dan sofe drink pada mahasiswa Obesitas di Universitas
Hasanuddin. Universitas Hasanuddin.

Tambajong, C. A., Malonda, N. S. ., & Kapantow, N. H. (2021). Gambaran Pola


Makan Mahasiswa Semester II Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas SAM RATULANGI Manado Selama Pandemi Covid-19.
Jurnal KESMAS, 10(5), 24–29.

Tri Handari, S. R., & Loka, T. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dan Kebiasaan
Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Remaja SMA Labschool
Kebayoran Baru Jakarta Selatan Tahun 2016. Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan, 13(2), 153. https://doi.org/10.24853/jkk.13.2.153-162

Ufrida, K., & Harianto, S. (2022). Konsumerisme Makanan Siap Saji Sebagai Gaya
Hidup Remaja Di Kota Surabaya: Studi Kasus Siswi Sma
Muhammadiyah 4 Kota Surabaya. Jurnal Analisa Sosiologi, 11(1), 137–
156. https://doi.org/10.20961/jas.v11i1.57134

Ulandari, T. (2021). Pengaruh Uang Saku dan Gaya Hidup terhadap Pola
Konsumsi Non Makanan Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam
IAIN Palopo Pola Konsumsi. 1–111.

Utami, N. H., & Mubasyiroh, R. (2020). Keragaman Makanan Dan Hubungannya


Dengan Status Gizi Balita: Analisis Survei Konsumsi Makanan Individu
(Skmi). Gizi Indonesia, 43(1), 37.
https://doi.org/10.36457/gizindo.v43i1.467

WHO. (2013). Physical Activity. World Health Organization.


https://www.who.int/healthtopics/phy

19
Wibowo, A. F., & Riyadi, E. S. H. (2017). Pengaruh Gaya Hidup, Prestise Dan
Kelompok Referensi Terhadap Keputusan Pembelian (Studi Pada
Konsumen Taiwan Tea House Semarang). Prosiding Seminar Nasional
Riset Manajemen & Bisnis, ISBN : 978-602-361-067-9, 97–113.

Widyastuti, A. (2017). Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Mahasiswa Boga UNY


tentang Konsumsi Makanan Cepat Saji (Fast Food). Universitas Negeri
Yogyakarta.

Wulansari, A. N. (2012). Hubungan Konsumsi Junk Food dan Media Informasi


Terhadap Menarche Dini Pada Siswi Sekolah Dasar Di Surakarta.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Yuliany, N., & Rahmatia, R. (2020). Pengaruh Pendapatan, Gaya Hidup, Dan Jenis
Kelamin Terhadap Konsumsi Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Matematika Uin Alauddin Makassar. Jurnal Ekonomi Pembangunan
STIE Muhammadiyah Palopo, 6(1), 12–20.
https://doi.org/10.35906/jep01.v6i1.464

Zogara, A. U., Loaloka, M. S., & Pantaleon, M. G. (2022). Sosio Ekonomi Orang
Tua, Uang Saku, Dan Media Sosial Berhubungan Dengan Perilaku
Konsumsi Fast Food Pada Remaja Putri Di Kota Kupang. Journal of
Nutrition College, 11(4), 303–309.
https://doi.org/10.14710/jnc.v11i4.35589

20

Anda mungkin juga menyukai