Anda di halaman 1dari 28

BAB 2

TUNJAUAN PUSTAKA

Pada BAB ini disajikan tentang beberapa landasan teori yang mendukung

penelitian antara lain, 1) Konsep Kebiasaan Merokok, 2) Konsep Penyaki Jantung

Koroner (PJK), 3) Kekambuhan Penyaki Jantung Koroner (PJK), 4) Hubungan

Merokok dengan Penyaki Jantung Koroner (PJK), 4) Kerangka Teori, 5) Kerangka

Konseptual, 6) Hipotesis,

2.1 Konsep Kebiasaan Merokok

2.1.1 Defenisi Kebiasaan Merokok

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Kebiasaan adalah

hal yang biasa dikerjakan dan sebagiannya, pola untuk melakukan

tanggapan terhadup suatu peristiwa tertentu yang dipelajari oleh seorang

individu dan dilakukan secara berulang untuk hal yang sama. Kebiasaan

adalah tindakan yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan

dilakukan secara terus-menerus dalam suatu hal yang sama, sehingga

menjadi sesuatu hal yang sulit untuk dihentikan dan berlangsung tanpa

proses berpikir (Siagian, 2022).

Merokok merupakan suatu aktivitas dimana seseorang menghisap

rokok atau tembakau dalam berbagai cara. Merokok juga dapat diartikan

sebagai suatu kegiatan menyalakan api pada rokok sigaret atau cerutu, atau

tembakau dalam pipa rokok yang kemudian dihisap untuk mendapatkan

efek dari zat yang ada dalam rokok tersebut (Khairunniza, 2019). Menurut
American Cancer Society (ACS, 2018) serta Center for Disease

Control and Prevention (CDC, 2019) mengkonsumsi tembakau dalam

bentuk lain (tanpa asap) juga termasuk dalam pengertian merokok,

misalnya mengulum atau mencium tembakau, mengkonsumsi permen, stik

atau strip yang mengandung bahan tembakau yang dapat larut serta rokok

elektrik.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

kebiasaan merokok merupakan kegiatan atau aktivitas sesorang membakar

rokok dan atau menghisap asap dari tembakau yang dibakar dan dilakukan

secara berkali-kali atau terus-menerus dalam waktu yang lama dan

berdekatan serta dalam melakukan hal tersebut tanpa berpikir dan

menimbang-nimbang sebelumnya.

2.1.2 Kriteria Kebiasaan Merokok

Kriteria kebiasan merokok menutut World Health Organization

(WHO) dibagi menjadi 4 kategori, yaitu:

1. Perokok ringan (1 - 10 batang)

2. Perokok sedang (11 - 20 batang)

3. Perokok berat (21 – 30 batang)

4. Perokok sangat berat (> 31 batang).

Perokok yang mengonsumsi rokok dalam jumlah yang lebih kecil

memiliki kecendrungan yang lebih besar untuk berhenti merokok. Istilah

chippers untuk menjelaskan perokok yang mengonsumsi rokok kurang

dari 5 batang/ hari dan biasanya chippers tidak menjadi perokok berat
sehingga sangat kecil kemungkinan 11 mengalami ketergantungan nikotin.

Istilah lainya pada perokok adalah social smoker yaitu individu yang

merokok hanya pada situasi social atau situasi tertentu misalnya saat

bertemu teman lama di suatu acara atau pesta. Situasi sosial tersebut

bertindak sebagai isyarat atau pemicu untuk merokok (Sidi, 2018).

2.1.3 Faktor Yang Mempengaruhi Kebiasaan Merokok

Dalan Sodik, M (2018), faktor-faktor yang mempengaruhi merokok

dibagi menjadi tiga bagian yaitu:

1) Faktor sosial

Faktor sosial atau lingkungan merupakan faktor terbesar

yang mempengaruhi kebiasaan merokok, karakter seseorang banyak

dibentuk oleh lingkungan baik lingkungan keluarga, tetangga,

sekolah, ataupun teman pergaulan. Jika seseorang yang bukan

perokok hidup atau bekerja dengan seseorang yang merupakan

perokok, maka salah satu dari mereka akan terpengaruh secara

otomatis. Disadari maupun tidak, hal ini dilakukan sebagai upaya

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

2) Faktor psikologis

Ada terdapat beberapa alasan psikologis yang menyebabkan

seseorang merokok, yaitu demi rileksasi atau ketenangan. Ada

terdapat ikatan psikologis dengan perokok dikarenakan adanya

kebutuhan untuk mengatasi diri secara mudah dan efektif sehingga

rokok dibutuhkan sebagai alat keseimbangan.


3) Faktor genetik

Faktor genetik dapat menjadikan seseorang bergantung pada

rokok. Faktor genetik/biologis ini dipengaruhi juga oleh faktor-

faktor yang lain seperti faktor sosial dan psikologis. Selain itu, faktor

lain yang menyebabkan seseorang merokok adalah karena

terpengaruh oleh iklan yang tampil di TV, media sosial dan lain-lain.

2.1.4 Aspek-Aspek Dalam Kebiasaan Merokok

Menurut Rianti, S & Hidayah, N. (2021) aspek-aspek dalam perilaku

kebiasaan merokok dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu:

1) Fungsi merokok

Fungsi merokok berhubungan dengan masa untuk mencari

jati diri seseorang, yang ditujukan dengan fungsi positif maupun

negatif, seberapa penting aktivitas merokok dalam aktivitas sehari-

hari bagi orang tersebut.

2) Intensitas merokok

Intensitas merokok adalah jumlah seseorang mengkonsumsi

rokok sehingga dapat dikatakan sebagai perokok berat, sedang dan

ringan. Karena bentuk pelaksanaan dan perbedaan tingkat

kecanduan tidak sama antar perokok yang satu dengan yang lainnya.

3) Waktu merokok

Waktu merokok merupakan momen saat individu melakukan

aktivitas merokok dipengaruhi oleh keadaan yang sedang


dialaminya seperti berkumpul dengan teman. Tergantung pada

momen dan perasaan seorang perokok.

4) Tempat merokok

Tempat merokok adalah lokasi pelaksanaan aktivitas

merokok individu. Tempat merokok dibagi menjadi dua yaitu:

a) Merokok ditempat umum/ruang publik contohnya pada

kelompok heterogen atau kelompok yang berprilaku

merokok diantara orang yang tidak melakukan aktivitas

merokok. Dan kelompok homogen atau kelompok yang

menikmati rokok secara bergerombol, mereka menikmati

bersama orang-orang yang sesama perokok.

b) Merokok ditempat yang bersifat pribadi, contohnya merokok

di kantor atau di kamar tidur pribadi. Para perokok yang

memilih tempat-tempat ini cenderung digolongkan sebagai

individu yang kurang menjaga kebersihan diri, dan dipenuhi

rasa gelisah yang mencekam. Contoh lainnya yaitu merokok

di toilet. Perokok jenis ini dapat digolongkan sebagai

individu yang suka berfantasi (Sodik, 2018).

2.1.5 Tipe Kebiasaan Merokok

Menurut Silvan Tomkins dalam Sodik, M (2018), membagi

perilaku merorok menjadi empat tipe yaitu:

1) Tipe perokok yang dipengaruhi perasaan positif

Tipe ini diklasifikasikan menjadi tiga sub tipe yaitu:


a) Pleasure relaxation, yaitu perilaku merokok yang hanya

untuk meningkatkan kenikmatan yang telah diperoleh

contohnya merokok sambal meminum kopi atau setelah

makan.

b) Stimulation to pick them up, yaitu perillaku merokok yang

hanya dilakukan untuk menyenangkan perasaan.

c) Pleasure of handing the cigarella, yakni kenikmatan yang

diperoleh dengan memegang rokok, terutama untuk perokok

pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi

pipa dengan tembakau padahal untuk menghisapnya saja

hanya memerlukan waktu beberapa menit.

2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh rasa negatif

Banyak orang merokok hanya untuk mengurangi pikiran

negatif, misalnya saat mereka marah, cemas, dan gelisah. Mereka

menganggap rokok merupakan penyelamat untuk setiap masalah

yang dialami. Dengan merokok mereka akan lebih tenang.

3) Perilaku merokok yang adiktif

Orang yang menunjukan perilaku adiktif ini akan lebih

cenderung menambah dosis yang digunakan setiap saat setelah

merasa efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Pada umumnya

mereka akan mencari rokok dalam kondisi apapun, sebab mereka

khawatir jika rokok tidak tersedia disaat mereka mengiginkannya.


4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan

Dalam perilaku ini, seseorang merokok bukan karena untuk

mengendalikan perasaannya, tetapi karena memang benar-benar

sudah menjadi kebiasaan.

2.1.6 Bahan-Bahan Yang Terkandung Dalam Rokok

Pada saat rokok dihisap, komposisi rokok dipecah menjadi

beberapa komponen lainnya, contohnya komponen yang cepat menguap

akan menjadi asap bersama-sama dengan komponen lainnya yang

terkondensasi. Menurut (PDPersi) asap rokok terdiri dari 4000 bahan

kimia dan 200 diantaranya berupa racun yaitu karbon monoksida (CO)

dan polycylic aromatic hydrocarbon yang mengandung zat-zat pemicu

terjadinya kanker seperti tar, byntopyrenes, vinylchlorida, dan

nitrosonornicotine).

Menurut Sodik, M (2018) bahan kimia yang paling berbahaya

merupakan racun utama pada rokok yaitu:

1) Tar

Tar mengandung ratusan zat kimiawi yang kebanyakan bersifat

karsinogenik. Pada saat rokok dihisap, tar masuk ke dalam rongga

mulut sebagai uap, setelah dingin uap tersebut akan menjadi padat

dan membentuk endapan berwarna coklah pada permukaan gigi,

saluran pernapasan, dan paru-paru. Pengendapan ini bervariasi

antara 3-40 mg per batang rokok, sementara kadar tar dalam rokok

berkisar antara 24-45 mg.


2) Nikotin

Zat ini paling sering dibicarakan dan diteliti oleh banyak orang.

Nikotin dapat merangsang pelepasan katekolamin yang bisa

meningkatkan denyut jantung, meracuni saraf tubuh, meningkatkan

tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah, serta

menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya.

3) Karbon monoksida (CO)

Karbon monoksida merupakan 15% dari asap rokok zat ini

menghambat oksigen dalam darah dan membentuk

karboksihemoglobin lebih tinggi dari orang normal, 0,5-2%. Selain

itu CO dapat merusak dinding arteri yang akhirnya dapat

menyebabkan atherosklorosis dan penyakit jantung coroner (Bustan

2017).

4) Timah Hitam (Pb)

Perlu diketahui bahwasanya sebatang rokok dapat menghasilkan Pb

sebanyak 0,5 ug. Sebungkus rokok yang habis diisap dalam satu hari

menghasilkan 10 ug Pb. Sementara ambang batas timah hitam yang

masuk ke tubuh hanya sebesar 20 ug per hari.

Selain itu menurut Mabu dalam Sodik, M (2018), ada banyak

racun yang terdapat dalam rokok yaitu 1) acotino yang merupakan bahan

kimia yang digunakan sebagai penghapus cat, 2) hydrogen cyanide yaitu

bahan kimia yang digunakan sebagai racun untuk hukuman mati, 3)


ammonia yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai pembersih lantai, 4)

methanol yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar roket,

5) toluene yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan pelarut

industi, 6) arsenic yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai racun tikus

putih, 7) butane yaitu bahan kimia yang digunakan sebagai bahan bakar

korek api.

2.1.7 Tahap Kebiasaan Merokok

Menurut Sodik, M (2018), ada terdapat empat tahap dalam

perilaku kebiasaan merokok yaitu tahap prepatory yang merupakan

tahap dimana sesorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan

mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat ataupun membaca.

Sehingga menimbulkan niat untuk merokok. Selanjutnya tahap initation

(tahap perintisan rokok) pada tahap ini, seseorang akan mengambil

keputusan untuk meneruskan atau berhenti dari perilaku merokok. Tahap

becoming a smoker. Pada tahap ini seseorang yang telah mengkonsumsi

rokok sebanyak empat batang perhari cenderung menjadi perokok, dan

yang terakhir tahap maintoning of smoking yaitu tahap dimana seseorang

sudah menganggap rokok menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan

diri dimana merokok dilakukan untuk memperoleh efek yang

menyenangkan.

2.1.8 Dampak Kebiasaan Merokok

Adapun bahaya-bahaya merokok bagi kesehatan tubuh menurut

Jaya dalam Sodik, (2018) yaitu:


1) Merokok dapat menyebabkan antibodi menurun. Pada perokok

terdapat penurunan zat kekebalan tubuh (antibodi) yang terdapat di

dalam ludah yang berguna untuk menetralisir bakteri dalam rongga

mulut dan menyebabkan gangguan fungsi sel-sel pertahanan tubuh.

2) Merokok dapat menyebabkan penyakit kanker paru-paru. Penyebab

utama dari kanker paru adalah asap rokok.

3) Ancaman utama merokok terhadap berbagai organ tubuh

diantaranya adalah otak, mulut, tenggorokan, jantung, dada, paru-

paru, hati, perut, ginjal dan kantung kemih, reproduksi pria,

reproduksi wanita dan kaki.

4) Merokok mempercepat penuaan. dr. Sri L. Wihardi seorang ahli

penyakit kulit dan kelamin, mengungkapkan bahwa asap rokok

ternyata bisa membuat perokok menjadi cepat tua, karena asap rokok

secara langsung bisa merusak sel-sel saluran pernapasan. Oksidan

yang terinhalasi terlalu banyak, tidak dapat dinetralkan lagi oleh

sistem antioksidan. Selanjutnya oksidan rokok akan merangsang sel-

sel paru untuk mengeluarkan oksidan dan elatase.

5) Merokok membuat bibir berwarna hitam. dr. Hendrawan Nadesul

seorang pakar kecantikan, mengungkapkan bahwa efek rokok akan

menyebabkan bibir berwarna hitam, hal ini dipengaruhi oleh suhu.

Saat rokok dihisap, panas rokok mengenai bibir juga, makin lama

bibir makin terlihat kehitam-hitaman.


Merokok juga dapat berpengaruh negatif secara langsung.

Dampak yang dapat dirasakan yaitu 1) peningkatan denyut jantung, 2)

napas berbau, 3) pakaian berbau, 4) penurunan tingkat kesehatan,

kinerja serta prestasi olahraga, 5) mengurangi daya kecap dan

penciuman. Selan itu, ada juga dampak pengaruh jangka panjang yang

dapat dirasakan ketika merokok, yaitu noda pada gigi, resiko tinggi

terkena bronchitis, kanker paru-paru dan penyakit pernapasan, jerawat

dan masalah-masalah kulit, keriput dan kulit kering, kecanduan nikotin,

mempengaruhi kesuburan wanita, impoensi dan mengurangi daya kecap

dan penciuman.

2.2 Konsep Penyakit Jantung Koroner (PJK)

2.2.1 Definisi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyakit jantung koroner (PJK) atau biasa disebut Coronary Artery

Disease (CAD) adalah suatu penyakit yang terjadi di arteri koroner. Terjadi

penyempitan pada liang arteri koroner yang disebebkan oleh atherosklorosis

dimana pada proses atherosklorosis terjadi perlemahan pada dinding arteri

koroner yang terjadi sejak usia muda sampai usia lanjut (Delina, 2020).

Penyakit jantung koroner (PJK) adalah gangguan fungsi jantung

dikarenakan otot jantung kekurangan darah akibat adanya penyempitan

pada pembuluh darah koroner. Pada saat jantung dipaksakan untuk bekerja

dengan kares, maka akan terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan dan

asupan oksigen hal tersebutlah yang menyebabkan nyeri dada pada

penderita PJK. Jika pembuluh darah tersumbat maka tidak ada pemasokan
darah ke jantung maka jantung akan berhenti bekerja. Kejadian inilah yang

disebut dengan serangan jantung. Adanya kesetimbangan antara

ketersediaan oksigen dan kebutuhan jantung memicu timbulnya PJK

(Nadianto, 2018).

Menurut Rikesdas, secara klinis PJK dapat ditandai dengan rasa

nyeri pada bagian dada atau merasa tidak nyaman dibagian dada atau merasa

tertekan ketika sedang mendaki, kerja berat atau berjalan terburu-buru pada

saat berjalan di jalan yang jauh. Untuk memastikan terjadinya PJK,

klien/pasien dapat melakukan pemeriksaan angiografi dan

elektrokardiogram (EKG). Jika ditemukan hasil yang menunjukan

terjadinya iskemik pada EKG, maka dapat dikatakan klien/pasien tersebut

memiliki salah satu tanda terjadinya PJK secara klinis (Nadianto, 2018).

2.2.2 Etiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Etiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK) disebabkan karena adanya

penyempitan, penyumbatan, atau kelainan pada pembuluh arteri koroner.

Hal tersebut dapat mengakibatkan berhentinya aliran darah ke otot jantung

yang biasanya ditandai dengan nyeri pada bagian dada. Dalam kondisi yang

parah, kemampuan jantung dapat hilang, sehingga mengakibatkan rusaknya

sistem pengontrol irama jantung dan dapat berakhir dengan kematian. PJK

biasanya disebabkan oleh beberapa hal. menurut Maharani (2020) ada

terdapat beberapa penyebab terjadinya PJK diantaranya berupa:

1) Aterosklorosis
Aterosklorosis merupakan suatu keadaan dimana terjadinya

penumpukan lipid maupun lemak pada arteri koronaria, yang

dimana secara progresif hal tersebut dapat mempersempit lumen

pembuluh darah. Jika hal tersebut terjadi dapat membahayakan

aliran darah.

2) Trombosis

Adanya endapan/penumpukan lemak sepanjang pembuluh

darah, sehingga mengakibatkan mengerasnya pembuluh darah jika

dibiarkan terus menerus maka akan terjadi robekan pada dinding

pembuluh darah. Hal tersebut membuat kepingan darah menjadi

thrombosis. Dalam rentang waktu tertentu ketika terjadi thrombosis

maka dapat beresiko menyebabkan sindroma koroner akut ketika

terjadi sumbatan pada pembuluh darah miokardium, namun ketika

terjadi sumbatan pada pembuluh darah otak maka dapat

menyebabkan stroke.

Faktor risiko PJK dapat berupa semua faktor penyebab (etiologi)

ditambah dengan faktor epidemiologis yang berhubungan secara

independen dengan penyakit PJK. Faktor risiko seperti umur, keturunan,

jenis kelamin, anatomi pembuluh koroner dan faktor metabolisme adalah

faktor-faktor alamiah yang sudah tidak dapat diubah. Namun ada berbagai

faktor risiko yang justru dapat diubah atau diperbaiki. Sangat jarang orang

menyadari bahwa faktor risiko PJK bisa lahir dari kebiasaaan hidup sehari-

hari yang tidak sehat contohnya seperti pola mengkonsumsi lemak yang
berlebihan, perilaku merokok, kurang olaraga atau pengelolaan stress yang

buruk (Nadianto, 2018).

Dari faktor risiko tersebut ada yang dikenal dengan faktor risiko

mayor dan minor. Faktor risiko mayor meliputi hipertensi, hiperlipidemia,

merokok, dan obesitas sedangkan faktor risiko minor meliputi DM, stress,

kurang olaraga, riwayat keluarga, usia dan seks. Adapun faktor risiko PJK

pada wanita meliputi obesitas, riwayat keluarga, penggunaan kontrasepsi

oral yang disertai dengan riwayat merokok, diabetes melitus, kolesterol dan

merokok (Nadianto, 2018).

2.2.3 Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penyebab terjadinya penyakit jantung koroner adalah aterosklerosis.

Dimana terjadinya pembentukan atheroma (plak) yang dapat mengganggu

aliran darah pada arteri koroner (Maharani, 2020). Penyebab timbulnya

aterosklerosis ada berbagai macam yaitu mulai dari usia, jenis kelamin,

terdapat faktor genetik dari keluarga, kebiasaan merokok, hipertensi,

diabetes, kurangnya aktivitas dan diet yang kurang baik. Aterosklerosis juga

dapat disebabkan oleh metabolisme lemak yang abnormal, cidera atau

inflamasi sel endotel yang melapisi arteri.

Arterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di

intima arteri besar. Timbunan ini dinamakan ateroma atau plak yang akan

mengganggu absorbsi nutrien oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan

dinding dalam pembuluh darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan

mengalami nekrotik dan menjadi jaringan parut. Selanjutnya lumen akan


menjadi semakin sempit dan aliran darah terhambat. Pada lumen yang

menyempit dan berdinding kasar akan cenderung terjadi bekuan darah, hal

ini menjelaskan bagaimana terjadinya koagulasi intravaskuler diikuti oleh

penyakit tromboemboli yang merupakan komplikasi tersering

arterosklerosis (Wahyuni, 2019).

Menurut Al fajar dalam Nadianto (2018) “Penyumbatan pembuluh

darah pada awalnya disebabkan karena adanya peningkatan kadar kolesterol

LDL (low-density lipoprotein) darah berlebihan dan menumpuk pada

dinding arteri sehingga aliran darah terganggu dan juga dapat merusak

pembuluh darah. Penyumbatan pada pembuluh darah juga dapat disebabkan

oleh penumpukan lemak disertai klot trombosit yang diakibatkan kerusakan

dalam pembuluh darah. Kerusakan pada awalnya berupa plak fibrosa

pembuluh darah, namun selanjutnya dapat menyebabkan ulserasi dan

pendarahan di bagian dalam pembuluh darah yang menyebabkan klot darah.

Pada akhirnya, dampak akut sekaligus fatal dari PJK berupa serangan

jantung (Nadianto, 2018).

2.2.4 Manifestasi Klinis Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Manifestasi klinik PJK yang paling klasik adalah angina pektoris

atau suatu sindroma klinis dimana penderita akan merasakan nyeri dada

yang timbul pada saat melakukan aktifitas karena adanya iskemik miorkard.

Hal ini menunjukkan bahwa telah terjadi penyempitan pembuluh darah pada

koronaria. Keadaan ini bisa bertambah menjadi lebih berat dan


menimbulkan sindroma koroner akut (SKA) atau yang sering dikenal

dengan sebutan serangan jantung mendadak (Karyatin, 2019).

Sindrom koroner akut ini biasanya berupa nyeri seperti tertekan

benda berat, rasa tercekik, ditinju, ditikam, diremas, atau rasa seperti

terbakar pada dada. Umumnya rasa nyeri dirasakan dibelakang tulang dada

(sternum) disebelah kiri yang menyebar ke seluruh dada. Rasa nyeri dapat

menjalar ke tengkuk, rahang, bahu, punggung dan lengan kiri. Keluhan lain

dapat berupa rasa nyeri atau tidak nyaman di ulu hati yang penyebabnya

tidak dapat dijelaskan. Sebagian kasus disertai mual dan muntah, disertai

sesak nafas, banyak berkeringat, bahkan kesadaran menurun (Andhika,

2018).

2.2.5 Pathway Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Arterisklorosis Trombisis
Kontraksi arteri koronaria

Aliran Darah Kejantung Menurun

O2 dan nutrisi menurun

Jaringan Miocard

Noruse lebih dari 30 menit


Penurunan
Suplay dan kebutuhan O2 ke jantung tidak sempurna curah jantung

Suplay O2 ke miocard menurun

Metabolismean aerob Seluler hipoksia


Keusakan Tumbuhan asam laktat Nyeri Integritas membrane sel berubah
pertukaran gas meningkat
Konstarklitas Menurun
Fatique Cemas
COP turun Kegagalan pompa jantung
Intolerasi Aktifitas
Gagal Jantung
Gangguan perfisi jaringan

Resiko kelebihan volume


Gambar 2.1 Pathway PJK cairan ekstra vaskuler
2.2.6 Pemeriksaan Penunjang Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan pada penderita penyakit

jantung koroner menurut Maharini, (2020) yaitu:

1. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui kadar

lipid seperti LDL, HDL, kolesterol total, dan trigliserida untuk

menentukan faktor resiko dan perencanaan terapi. Selain pemeriksaan

diatas dilakukan pula pemeriksaan darah lengkap dan serum kreatinin.

2. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan EKG merupakan pemeriksaan awal yang penting

untuk mendiagnosis PJK. Dalam pemeriksaan ini aktivitas listrik

jantung akan direkam untuk mengetahui hasilnya. Dapat berupa

serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang

baru terjadi yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.

3. Echocardiography

Pemeriksaan Echocardiography memakai scanner untuk

mengambil gambar dari jantung. Pemeriksaan ini untuk melihat

kontraksi jantung dan melihat bagian mana saja yang berkontraksi

lemah karena suplai darahnya berhenti.

4. Foto rontgen dada

Foto rontgen dada sebaiknya diperiksa pada pasien dengan

dugaan gagal jantung, penyakit katup jantung atau gangguan paru.

Adanya kardiomegali, dan kongesti paru dapat digunakan prognosis.


5. Treadmill

Treadmill merupakan pemeriksaan yang serupa dengan alat

olahraga, namun dihubungkan dengan EKG dengan uji beban/uji latih

jantung. Aktifitas listrik jantung direkam ketika aktifitas jantung

meningkat akibat latihan (berjalan di atas papan treadmill).

6. Angiography

Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang rutin dan aman.

Cara yang langsung untuk memeriksa keadaan jantung adalah dengan

sinar-X terhadap arteri koroner yang dimasukan zat pewarna (dye) yang

dapat direkam oleh sinar-X. Karena jantung terus bergerak (berdenyut)

maka dilakukan pengambilan gambar dengan video. Untuk

pengambilan gambar ini melakukan tindakan katerisasi jantung.

7. Katerisasi Jantung

Pemeriksaan ini dilakukan dengam memasukan kateter

semacam selang seukuran lidi. Selang ini dimasukan langsung ke

pembuluh nadi (arteri). Kemudian disuntikan cairan kontras sehingga

mengisi pembuluh koroner. Setelah itu dapat dilihat adanya

penyempitan atau mungkin penyumbatan.

2.2.7 Komplikasi Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Komplikasi yang dapat timbul dari penyakit jantung koroner menurut

Maharani (2020), yaitu:

1) Gagal Jantung Kongestif


Gagal jantung kongestif merupakan kongesti pada sistem

sirkulasi miokardium. Gagal jantung kongestif merupakan suatu

keadaan dimana jantung tidak dapat memompa darah yang cukup

untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan.

2) Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik ditandai oleh adanya gangguan fungsi

ventrikel kiri yang mengakibatkan gangguan berat pada perfusi

jaringan dan penghantaran oksigen ke jaringan yang khas di

sebabkan oleh infark miokardium.

3) Edema Paru

Edema paru adalah timbunan cairan abnormal pada paru baik

di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Karena adanya

timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengebang

serta udara tidak dapat masuk akibatnya terjadi hipoksia berat.

4) Pericarditis Akut

Pericarditis akut adalah penyakit yang biasa di sebut dengan

peradangan pada pericardium yang bersifat jinak dan terbatas sendiri

dan dapat terjadi manifestasi dari penyakit sistemik. Efek yang

ditimbulkan dari pericarditis adalah efusi prikardinal yang memicu

tamponade jantung.

2.2.8 Pencegahan Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Nadianti (2018) menyatakan bahwasanya ada terdapat empat tahap

upaya yang dapat dilakukan untuk mencgah PJK yaitu:


1) Pencegahan primordial, merupakan pencegahan yang ditunjukan

mencegah munculnya faktor predisposisi terhadap PJK dalam suatu

wilayah dimana belum tampak adanya faktor yang menjadi resiko PJK.

Tujuan dari primordial adalah untuk menghindari terbentuknya pola

hidup sosial ekonomi kultural yang mendorong peningkatan risiko

penyakit. Upaya ini terutama ditunjukan kepada masalah penyakit tidak

menular. Upaya primordial penyakit jantung koroner dapat berupa

kebijakan nasioanl nutrisi dalam sector industri makanan, impor dan

ekspor makanan, pencegahan hipertensi dan aktivitas fisik.

2) Pencegahan primer, yaitu upaya awal pencegahan PJK sebelum

seseorang menderita. Dilakukan dengan pendekatan komunitas dengan

pendekatan komuniti berupa penyuluhan faktor-faktor risiko PJK

terutama pada kelompok usia tinggi. Pencegahan primer ditujukan

kepada pencegahan terhadap berkembangnya proses artherosklerosis

secara dini, dengan demikian sasaranya adalah kelompok usia muda.

3) Pencegahan sekunder, yaitu upaya pencegahan PJK yang sudah pernah

terjadi untuk berulang atau menjadi lebih berat. Pada tahap ini

diperlukan perubahan pola hidup dan kepatuhan berobat bagi mereka

yang pernah menderita PJK. Upaya peningkatan ini bertujuan untuk

mempertahankan nilai prognostik yang lebih baik dan menurunkan

mortalitas.

4) Pencegahan tertier merupakan upaya mencegah terjadinya komplikasi

yang lebih berat atau kematian. Pencegahan dalam tingkat ini dapat
berupa rehabilitasi jantung. Program rehabilitasi jantung memang

terutama ditunjukan kepada penderita PJK, atau pernah serangan

jantung atau pasca operasi jantung, tetapi juga dapat untuk

meningkatkan fungsi jantung dan pencegahan sekunder juga untuk

pencegahan primer. Sering kali setelah terkena serangan jantung

seseorang merasa sudah lumpuh dan tidak boleh melakukan pekerjaan,

tetapi dengan mengikuti program rehabilitasi ini diharapkan dapat

kembali bekerja seperti biasa dan melakukan aktifitas sehari-hari dan

pencegahan ini membutuhkan pemantauan yang cukup ketat.

2.3 Kekambuhan Penyakit Jantung Koroner

Kekambuhan adalah suatu keadaan timbulnya tanda dan gejala pada suatu

penyakit dimana penyakit tersebut telah mengalami pemulihan dan biasanya

keadaannya lebih parah dibandingkan dengan sebelumnya (Hamid & Purnomo,

2018).

Kekambuhan penyakit jantung Koroner (PJK) dapat dipengaruhi beberapa

faktor diantaranya:

1. Umur

Terjadinya PJK sebagian besar dialami oleh laki-laki umur 35 sampai

44 tahun lalu dengan bertambahnya umur, PJK mengalami peningkatan.

Hubungan antara umur dan kolesterol juga mempengaruhi PJK, yaitu

dengan bertambahnya umur maka terjadi peningkatan kadar kolesterol

total. Dan kolesterol pada perempuan meningkat setelah masa

menopause dan lebih tinggi dari laki-laki (Djohan, 2018).


2. Jenis Kelamin

Berdasarkan data dari rumah sakit di Indonesia, Resiko PJK pada laki-

laki lebih besar 2 sampai 3 kali dari perempuan karena hal kebiasaan

dan pola hidup yang salah. Dan masa kehamilan serta pemakaian alat

kontrasepsi juga dapat meningkatkan kadar kolesterol. Kolesterol

wanita hamil akan normal kembali setelah 20 minggu melahirkan

(Lennep 2018).

3. Seseorang dengan penyakit hipertensi

Tekanan darah berhubungan langsung dengan resiko penyakit jantung

koroner dan resiko PJK bisa berkurang sebesar 16% dengan

menurunnya tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg. (Houn et al,

2005). Faktor miokard juga meagakibatkan tekanan darah meningkat,

itu merupakan beban yang sangat berat untuk jantung, hal ini bisa

menyebabkan pembesaran pada ventrikel kiri. Dan lamanya serta

beratnya hipertensi juga tergantung pada keadaan. Dan akan

menimbulkan trauma langsung ketika tekanan darah tinggi dan menetap

terhadap 20 dinding pembuluh darah arteri koronaria, dan dapat

mempermudah terjadinya arterosklerosis koroner yang dapat

menyebabkan angina pectoris (Djohan, 2018).

4. Obesitas

Obesitas berkaitan dengan terjadinya mortalitas, terlebih obesitas

sentral, memiliki hubungan erat dengan sindrom metabolik. Metabolik

sydrome adalah suatu kelompok metabolik yang mengalami kelainan


selain obesitas seperti gangguan toleransi pada glukosa, resistensi pada

insulin, abnormalitas trigliserida, difungsi endotel, dan hipertensi yang

semua dengan sendiri atau bersama-sama adalah penyebab utama

terjadinya aterosklerosis yang menyebabkan terjadinya PJK dan stroke

(Sudoyo, 2018)

Kriteria kekambuhan penyait jantung koroner (PJK) dibagi menjadi dua

yaitu kambuh dan tidak kambuh. Pasien PJK dikatakan kambuh apabila ada

riwayat serangan jantung dalam 1 bulan sebelumnya sedangkan pasien PJK

dikatakan tidak kambuh apbila tidak ada riwayat serangan jantung dalam 1

bulan sebelumnya.

Menurut Kemenkes (2022) tanda dan gejala kekambuhan khas penyakit

jantung koroner adalah keluhan rasa tidak nyaman di dada atau nyeri dada

(angine) yang berlangsung selama lebih dari 20 menit saat istirahat atau saat

aktivitas yang disertai gejala keringan dingin atau gejala lainnya seperti lemah,

rasa mual atau nyeri ulu hati, pusing, rasa terbakar, dan rasa tertekan didaerah

dada (nyeri dada). Gejala dan tanda nyeri dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 2.1 Gejala dan Tanda Nyeri


Gejala dan tanda Nyeri akut Nyeri kronis
Secara Mayor: 1. Mengeluh nyeri
1. Data Subektif Mengeluh nyeri 2. Merasa depresi
(tertekan)
2. Data Objektif 1. Gelisah
2. Tampak meringis 1. Tidak mampu
3. Sulit tidur menuntaskan
4. Bersifat protektif aktifitas
(misalnya 2. Gelisah
menghindari nyeri, 3. Tampak meringis
waspada
5. Frekuensi nadi
meningkat
Gejala dan tanda Nyeri akut Nyeri kronis
Secara Minor: Merasa takut mengalami
1. Data Subjektif Tidak tersedia kekambuhan berulang

1. Waspada
2. Data Objektif 1. Berfokus pada 2. Bersikap protektif
diri sendiri 3. Pola tidur berubah
2. Tekanan darah 4. Berfokus pada diri
meningkat sendiri
3. Nafsu makan 5. Fokus menyempit
berubah 6. Anoreksia
4. Pola nafas
berubah
5. Diagoresis
6. Proses berfikir
terganggu
7. Menarik diri

2.4 Hubungan Merokok Dengan Penyakit Jantung Koroner

Merokok baik aktif atau pasif, dapat menyebabkan penyakit

kardiovaskular melalui serangkaian proses interdependen, seperti stress

oksidatif yang disempurnakan, perubahan hemodinamik dan otonom, disfungsi

endotel, trombosis, peradangan, hiperlipidemia, atau penyakit lainnya.

Merokok sekitar satu batang rokok per hari memiliki tingkat risiko 48% lebih

tinggi terkena penyakit jantung koroner dibandingkan dengan bukan perokok.

Diteliti juga bahwa individu yang menganggap dirinya perokok ringan,

merokok hanya satu sampai lima batang rokok per hari, dapat juga dikaitkan

dengan risiko penyakit jantung koroner (Hadi, 2018).

Asap rokok mengandung lebih dari 4000 zat kimia yang memiliki efek

berbahaya pada fungsi kardiovaskular. Beberapa bahan kimia dalam asap

tembakau dapat menyebabkan pembentukan reactive oxygen species (ROS)

yang berlebihan sehingga mengakibatkan proliferasi sel otot yang mulus,


kerusakan DNA, peradangan, yang semuanya mengarah pada penyakit jantung

koroner. Salah satu zat dalam tembakau yang memiliki dampak langsung

terhadap organ jantung adalah nikotin (Morris et al., 2019). Nikotin

digolongkan sebagai alkaloid (seperti morfin dan kokain) dan memenuhi

kriteria obat yang sangat adiktif. Satu batang rokok berisi 1,2-2,9 mg nikotin,

dan perokok satu bungkus per hari menyerap 20-40 mg nikotin setiap harinya.

Nikotin memiliki 2 efek yang sangat kuat, yaitu sebagai stimulan dan depresan

(Papathanasiou et al., 2019). Kerusakan single-nucleotide polymorphism (SNP)

pada kromosom yang terletak di gen reseptor nicotinic menunjukkan adanya

hubungan dengan penyakit jantung koroner. Selain itu, nikotin juga

menderegulasi fungsi otonom jantung, meningkatkan aktivasi simpatetik,

meningkatkan detak jantung, menyebabkan vasokonstriksi koroner dan perifer,

meningkatkan beban kerja miokard, dan menstimulasi pelepasan katekolamin

adrenal dan neuronal, semuanya yang mengarah ke penyakit jantung koroner

(Song et al., 2018).

Glutathione S-transferase (GST) merupakan kelompok enzim

detoksifikasi fase dua yang berperan penting dalam melindungi sel terhadap

xenobiotik yang dihasilkan oleh merokok. GST biasanya dianggap sebagai

antioksidan yang terlibat dalam reaksi detoksifikasi substrat elektrofilik dalam

asap rokok melalui konjugasi ke glutathione. Lebih jauh lagi, GST dapat

melindungi DNA dari kerusakan genotoksik dengan memodulasi pembentukan

DNA adducts. Banyak studi case-control telah menyelidiki hubungan antara


GST dan risiko penyakit jantung koroner tetapi belum mencapai hasil dan

kesimpulan yang jelas.

Dampak utama kebiasaan merokok adalah terjadinya inisiasi

aterogenesis, yang merupakan asal muasal dari penyakit jantung koroner. Baik

paparan asap rokok secara langsung maupun perokok pasif menyebabkan

aktivasi sel endotel vaskular, disfungsi dan kerusakan. Paparan asap rokok

mempengaruhi endothelium melalui peningkatan stress oksidatif, yang

menyebabkan peningkatan kadar superoksida dan spesies oksigen reaktif

lainnya yang dihasilkan oleh merokok, bersama dengan pelepasan sintase nitrit

oksida endotel, menyebabkan inaktivasi dan mengurangi ketersediaan nitrat

oksida. semua ini mengarah pada penurunan respon vaskular dan hilangnya sifat

antiadesif dari endotelium (Song et al., 2018).

2.5 Kerangka Teori

Penyebab PJK: Faktor yang mempengaruhi


kekambuhan PJK:
1. Merokok
1. Umur
2. Menejemen Gaya Hidup
2. Jenis Kelamin
Yang Buruk 3. Merokok
3. Pola Makan Tidak Sehat 4. Seseorang dengan Obesitas
5. Seseorang dengan penyakit
Hipertensi
Penyakit Jantung Koroner
Kekambuhan Penyakit Jantung Koroner
Aspek-aspek dalam Kebiasaan
Merokok
1. Fungsi Rokok
1. Perokok Ringan
2. Intensitas Merokok
2. Perokok Sedang
3. Waktu Merokok
3. Perokok Berat
4. Tempat Merokok

Gambar 2.2 Kerangka Teori Hubungan Merokok Dengan Kekambuhan


Penyakit Jantung
2.6 Kerangka Konseptual

PASIEN PJK

Kebiasaan Merokok

Pasien dengan Pasien dengan Pasien dengan


kebiasaan merokok kebiasaan merokok kebiasaan merokok
ringan sedang berat

Kekambuhan PJK

Tidak Kambuh Kambuh

Keterangan:

Diteliti

Tidak diteliti

Gambar 2.3 Kerangka Konseptual Penelitian

2.7 Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,

di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat

pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru

didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris

yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dapat dinyatakan

sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban

yang empirik (Sugiyono, 2019).


Hipotesis dalam penelitian yang dilakukun ini adalah:

H1 : Ada Hubungan antara merokok dengan kekambuhan penyakit jantung

koroner (PJK) di RS Reksa Woluyo kota Mojokerto.

Anda mungkin juga menyukai