DISUSUN OLEH
KELOMPOK 5
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA
2019
Hubungan Merokok dengan Ilmu Psikologi
1. Definisi Perilaku Merokok
Prinsip perilaku merokok pada umumnya adalah memasukkan bahan yang berasal
dari dedaunan (tembakau) yang mengandung zat tertentu (khususnya nikotin) sebagai
tindakan untuk memperoleh kenikmatan (Suharyono, 1993). Sedangkan tingkah laku
merokok adalah tingkah laku yang membahayakan kesehatan, baik bagi perokok sendiri
maupun bagi orang lain yang kebetulan menghisap rokok tersebut (Pribadi, 1990).
Pendapat lain menurut Levy (1984) menyatakan bahwa perilaku merokok adalah
sesuatu yang dilakukan seseorang berupa membakar dan menghisapnya serta dapat
menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang-orang disekitarnya. Medical Research
Council on Symptoms 1986 dalam Kurniawati (2000), mengungkapkan bahwa
”seseorang dikatakan sebagai perokok adalah mereka yang merokok sedikitnya 1 batang
perhari sekurang-kurangnya selama 1 tahun. Sedangkan bukan perokok merupakan orang
yang tidak pernah merokok paling banyak 1 batang perhari selama 1 tahun” (Komalasari
dan Alvin, 2007). Secara kesimpulannya, definisi prilaku merokok adalah memasukkan
bahan yang berasal dari dedaunan (tembakau) yang mengandung zat tertentu (khususnya
nikotin) sebagai tindakan untuk memperoleh kenikmatan
Stress
Stres adalah kondisi ketika individu berada dalam situasi yang penuh tekanan atau ketika
individu merasa tidak sanggup mengatasi tuntutan yang dihadapinya (Marks, Murray, Evans,
dkk, 2002). Menurut Lazarus & Folkman (1986) stres adalah keadaan internal yang dapat
diakibatkan oleh tuntutan fisik dari tubuh atau kondisi lingkungan dan sosial yang dinilai
potensial membahayakan, tidak terkendali atau melebihi kemampuan individu untuk
mengatasinya. Stres juga adalah suatu keadaan tertekan, baik secara fisik maupun psikologis (
Chapplin, 1999). Stres juga diterangkan sebagai suatu istilah yang digunakan dalam ilmu
perilaku dan ilmu alam untuk mengindikasikan situasi atau kondisi fisik, biologis dan psikologis
organisme yang memberikan tekanan kepada organisme itu sehingga ia berada diatas ambang
batas kekuatan adaptifnya. (McGrath, dan Wedford dalam Arend dkk, 1997). Menurut Lazarus &
Folkman (1986) stres memiliki memiliki tiga bentuk yaitu:
1. Stimulus, yaitu stres merupakan kondisi atau kejadian tertentu yang menimbulkan stres
atau disebut juga dengan stressor.
2. Respon, yaitu stres yang merupakan suatu respon atau reaksi individu yang muncul karena
adanya situasi tertentu yang menimbulkan stres. Respon yang muncul dapat secara
psikologis, seperti: jantung berdebar, gemetar, pusing, serta respon psikologis seperti:
takut, cemas, sulit berkonsentrasi, dan mudah tersinggung.
3. Proses, yaitu stres digambarkan sebagai suatu proses dimana individu secara aktif dapat
mempengaruhi dampak stres melalui strategi tingkah laku, kognisi maupun afeksi. Rice
(2002) mengatakan bahwa stres adalah suatu kejadian atau stimulus lingkungan yang
menyebabkan individu merasa tegang. Atkinson (2000) mengemukakan bahwa stres
mengacu pada peristiwa yang dirasakan membahayakan kesejahteraan fisik dan psikologis
seseorang. Situasi ini disebut sebagai penyebab stres dan reaksi individu terhadap situasi
stres ini sebagai respon stres.Berdasarkan berbagai penjelasan diatas dapat disimpulkan
bahwa stress merupakan suatu keadaan yang menekan diri individu. Stress terjadi karena
antara keinginan dan harapan tidak sesuai. Stressor atau penyebab stress sendiri bisa
terjadi karena 3 faktor yaitu:
6. faktor biologis
Jika stress pada individu tidak tertangani maka bukan tidak mungkin stress tersebut akan
membuat orang menjadi frustasi. Tingkatan stress pada individu satu sama lain pasti berbeda,
individual differences tersebut yaitu adanya faktor jenis kelamin, usia, tingkah laku, intelegensi,
afeksi, budaya, dll. Karena stress adalah hal yang alamiah maka bukanlah ketakutan berlebihan
yang harus terjadi ketika stress datang. Malah kita harus menjadikan stress sebagai tantangan
untuk kita agar kita bisa mengelola stress itu dengan baik karena jika stress bisa dikelola dengan
baik, stress tersebut akan bisa menjadi bermanfaat untuk kehidupan kita. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Penilaian Terhadap Stres Menurut Lazarus dan Folkman (Sarafino, 2006),
penilaian individu terhadap sesuatu yang dianggap sebagai sumber stres dipengaruhi oleh dua
faktor :
2. Faktor Situasi, meliputi besar kecilnya tuntutan keadaan yang dilihat sebagai stres. Lahey
(2007) berpendapat bahwa tinggi atau rendahnya stres yang diperoleh individu lebih
dipengaruhi oleh reaksi individu itu sendiri. Reaksi masing-masing individu terhadap stres
berbedas-berbeda karena :
Secara umum, orang yang sudah terbiasa dengan situasi yang menimbulkan stres, akan memiliki
stres yang rendah dibandingkan orang yang belum pernah dihadapkan dengan situasi yang
menimbulkan stres.
2. Faktor Perkembangan
Usia dan tahap perkembangan mempengaruhi dampak dari stres yang dialami.
1. Dukungan Sosial
Dukungan sosial dari anggota keluarga dan teman dekat berfungsi untuk
meningkatkan “buffer” untuk melawan stres.
Stres juga dapat menimbulkan reaksi seseorang atau remaja untuk melakukan tindakan
merokok. Pengaruh dari rokok yang diperkirakan dapat menimbulkan ketenangan, menjadi salah
satu penyebab yang mendorong remaja yang mengalami depresi dan stres melakukan tindakan
merokok. Menurut “Remaja dan Rokok” (2002) mengatakan bahwa hubungan antara stres
dengan merokok pada remaja, adanya perubahan emosi selama merokok. Merokok dapat
membuat orang yang stres menjadi tidak stres lagi. Perasaan ini tidak akan lama, begitu selesai
merokok, mereka akan merokok lagi untuk mencegah agar stres tidak terjadi lagi. Keinginan
untuk merokok kembali timbul karena ada hubungan antara perasaan negatif dengan rokok, yang
berarti bahwa para perokok merokok kembali agar mejaga mereka terhindar dari stres. Menurut
Wills (Nasution, 2007) mengatakan bahwa, “Jumlah rokok yang dikonsumsi oleh kalangan
remaja berkaitan dengan stres yang mereka alami, semakin besar stres yang dialami, semakin
banyak rokok yang mereka konsumsi.” Hal inilah yang menjadikan perilaku merokok,
khususnya di kalangan remaja sebagai bentuk pelampiasan dari rasa depresi dan stres, untuk
mencari ketenangan di dalam hidupnya.
Ketika seseorang kecanduan merokok nikotin yang terkandung dalam tembakau merangsang
otak untuk melepas zat yang memberi rasa nyaman (DOPAMINE). Seorang pecandu jika tidak
merokok akan mengalami gejala seperti :
Aini, Nurul. 2013. Skripsi “Faktor-Faktor Psikologis Yang Menentukan Perilaku Merokok Pada
Mahasiswi Kedokteran Di Universitas Hasanuddin Tahun 2013”. Makassar. Universitas
Hassanudin.
Megarini. 2015. Proposal “Hubungan Stress Dan Prilaku Merokok”. Jakarta. Binus University.