Memangku berkah, menghapus “Benahi jiwamu yang pincang”
sungkawa kata ramadhan tahun lalu
Yang membajak sawah bergegas Bahkan kau jadikan surga
pulang, menenteng air mata suka cita Sebagai hadiah picisan tuk peluhmu yang bekerja Yang puja-puji di surau, dilanda Kau melupa tujuan, hakikat deras rasa bahagia bahagia
Berjubel di kesibukan petang Kata Mbah Nun berpuasa ialah
memeras jasad Sebelum kemudian ia hadir dengan gamblang Melembut jadi ruhani
Sebab pemahaman terhadap ilmu
Malamnya berdiri kita bersama akhirat
Menyangga tarawih beralas rasa Ialah menahan diri terhadap yang
bahagia tak abadi
Saat kau angkat dua tangan Lalu berbukalah saya dengan rasa melafal takbir dahaga dan lapar yang terobati
Tergetarlah hati oleh keagungan Bukan dengan perkabungan sedih
Maha Tak Ter-ukir tiada henti
Saat keningmu menyatu dengan Zionis itu menggendong genosida
lantai-Nya tanpa letih
Kau paham ketinggian Allah Maha Mengkremasi makhluk-makhluk
Mengatasi segala sesuatu tabu tanpa nurani
Di sepertiga malam, melodi
Berpuasa tak sebatas kewajiban kentongan syar’i Menggantung di kantuk yang masih ber-angan
Berperang dengan rasa penat
Mulut ini kupaksa menyantap
timus hangat
Mengembara siang dan malam
penuh kesungguhan
Menanti kebajikan di satu malam
seribu bulan
Ketika sampai di ujungnya,
berkacalah menyerupai bayi
yang tak terpaut oleh pesta-pora
duniawi
Kabarkan pada adzan maghrib
yang sayu
Sajak ini tak kuat melanjutkan
aksara seakan me-layu
Kau mengatakannya sebagai
transisi di kebebasan waktu
Berwatak bisu, ia hendak
melancong ke masa yang jauh
Sukar di mengerti, engkau
menyeretnya kembali
Berharap ia menetap di kemudian
hari
Kau sanggahkan kesalahanmu pada
penyesalan tak berarti By: @multazamaja_ Di tepian petang ia meng-uluk salam, tinggalkanmu bersisian dengan sunyi