Anda di halaman 1dari 45

BEKAL MENUJU RAMADHAN

(penjelasan fiqih puasa, shalat Tarawih, zakat dan shalat 'id


dari kitab Matan Abi Syuja')

Oleh: Kholid Saifulloh

Ramadhan 1442H / 2021M


‫كتاب الصوم‬

.‫ والقدرة عىل الصوم‬،‫ والعقل‬،‫ والبلوغ‬،‫ اإلسالم‬:‫و رشائط وجوب الصوم أربعة أشياء‬

Bab Puasa

Syarat wajib puasa ada 4: Islam, baligh, berakal dan mampu berpuasa.
Puasa secara bahasa berarti menahan diri dari sesuatu. Secara
syar'i berarti menahan diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa,
mulai dari terbit fajar sampai terbenam matahari disertai dengan niat
ibadah.
Dalil diwajibkannya puasa Ramadhan adalah firman Allah
subhanahu wa ta'ala:
َ ‫آم ُنوا ُكت‬
ِّ ‫ب َع َل ْي ُك ُم‬
]183 :‫الص َي ُام} [البقرة‬ َ ‫َ{ي َاأ ُّي َها َّالذ‬
َ ‫ين‬
ِ ِ
"Wahai orang-orang yang beriman diwajibkan bagi kalian
berpuasa". (QS. Al-Baqarah: 183)
Dan firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ُ ْ َ َ َ َ ْ ُْ َ َ ُْ َ
‫ان ف َم ْن ش ِهد ِمنك ُم‬ ‫ق‬‫ر‬‫ف‬‫ال‬‫و‬ ‫ى‬‫د‬ ‫ه‬‫ال‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ات‬
َ ِّ َ َ
‫ن‬ ‫ي‬ ‫ب‬‫و‬ ‫اس‬
َّ
‫لن‬ ‫ل‬ ‫ى‬‫د‬
ً ُ ُ ُْْ
‫ه‬ ‫آن‬‫ر‬‫ق‬‫ال‬ ‫يه‬‫ف‬ َ ‫ان َّالذي ُأ ْنز‬
‫ل‬
َ َ ََ ُ ْ َ
‫{شهر رمض‬
ِ ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ
ُ َْ َّ
]185 :‫الش ْه َر فل َي ُصمه} [البقرة‬
ْ

"Bulan Ramadhan yang diturunkan di dalamnya (permulaan) Al-


Quran, di dalamnya terdapat hidayah bagi ummat manusia,
penjelasan-penjelasan tentang hidayah tersebut, dan pembeda
antara kebenaran dan yang kebatilan. Oleh karenanya, barangsiapa
diantara kalian yang hadir pada bulan itu, maka hendaknya dia
berpuasa". (QS. Al-Baqarah: 185)
Dan juga sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
َ َّ َ ُُ ُ ً َّ َ ُ َّ َ َ َ ْ َ َ َ ْ ‫ن ْاْل ْس ََل ُم َع ََل َخ‬
،‫الصَل ِة‬ ‫ َو ِإق ِام‬،‫ َوأن ُم َح َّمدا َع ْبد ُه َو َر ُسوله‬،‫هللا‬ ‫ ش َهاد ِة أن َل ِإله ِإَل‬،‫س‬ ‫م‬ ِ
َ ِ ‫« ُب‬
َ َ ٍ ْ َ َّ ‫َ َ ي‬
‫ َو َص ْو ِم َر َمضان» رواه البخاري ومسلم‬،‫ َو َح ِّج ال َب ْي ِت‬،‫الزك ِاة‬ ‫و ِإيت ِاء‬
"Islam dibangun di atas 5 rukun: kesaksian bahwa tidak ada Tuhan
yang berhak disembah selain Allah, dan bahwa Muhammad adalah
hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji
ke Baitullah dan puasa Ramadhan". (HR. Bukhari: 8 dan Muslim: 16)
Para ulama juga berijma'1 tentang wajibnya puasa Ramadhan,
maka orang yang mengingkari kewajibannya berarti dia telah kafir.
Adapun orang yang meyakini kewajibannya akan tetapi dia
meninggalkannya tanpa adanya udzur syar'i, maka dia telah melakukan
dosa besar, sehingga wajib bertaubat dan mengqadha puasanya.
Sementara orang yang memiliki udzur syar'i, seperti: sakit atau safar,
maka boleh meninggalkan puasa dan wajib mengqadhanya pada hari yang
lain.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
َ ُ َ َّ َ َ َ َ ً ُ ْ َ َ َ
]184 :‫{ف َم ْن كان ِمنك ْم َم ِريضا أ ْو َعَل َسف ٍر ف ِعدة ِم ْن أ َّي ٍام أخ َر} [البقرة‬
"Siapa saja diantara kalian yang sakit atau sedang safar sehingga
tidak berpuasa, maka hendaknya mengganti puasanya pada hari-
hari yang lain". (QS. Al-Baqarah: 184)
Kesimpulannya adalah orang yang meninggalkan puasa ada 3
macam:
1. Orang yang meninggalkan puasa karena ingkar akan kewajiban
puasa, hukumnya adalah kafir.
2. Orang yang meninggalkan puasa karena malas, hukumnya
adalah fasiq karena telah melakukan dosa besar.
3. Orang yang meninggalkan puasa karena udzur syar'i, tidak
berdosa.
Permasalahan qadha puasa -in syaa Allah- akan dibahas di akhir
bab puasa.
Syarat wajib puasa ada 4, yaitu syarat-syarat yang apabila
terpenuhi pada diri seseorang, maka wajib baginya puasa Ramadhan.
Syarat yang pertama adalah Islam, maka tidak wajib puasa bagi
orang kafir, akan tetapi dia berdosa karena meninggalkan puasa dan
syarat wajibnya yaitu Islam.
Adapun orang yang murtad, maka wajib baginya berpuasa, namun
tidak sah puasanya sebelum dia kembali muslim. Dan ketika dia kembali
muslim, wajib baginya mengqadha seluruh puasa yang dia tinggalkan
pada saat murtad.

1
Ijma' adalah kesepakatan seluruh ulama muslimin pada suatu masa terhadap sebuah hukum syar'i.
Syarat yang kedua adalah baligh, maka tidak wajib puasa bagi anak
yang belum baligh. Akan tetapi walinya wajib memerintahkannya untuk
berpuasa ketika telah berumur 7 tahun apabila kuat berpuasa, dan
memukulnya jika tidak mau berpuasa ketika telah berumur 10 tahun.
Dalilnya qiyas puasa dengan shalat, yang mana Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam telah bersabda tentang shalat:
ْْ َ ُ َ ْ َ ْ ُ َ َ ْ َ َ ْ ُ ُ ْ َ َ ْ ‫الص ََلة َو ُه ْم َأ ْب َن ُاء َس‬
َّ ‫«م ُروا َأ ْو ََل َد ُك ْم ب‬
ُ
‫ش» رواه أحمد وأبو‬
ٍ ‫ع‬ ‫اء‬‫ن‬ ‫ب‬ ‫أ‬ ‫م‬ ‫ه‬ ‫و‬ ،‫ا‬‫ه‬‫ي‬‫ل‬‫ع‬ ‫م‬ ‫وه‬‫ب‬‫اض‬
ِ ‫و‬ ، ‫ي‬ ‫ن‬
ِ ‫س‬ِ ‫ع‬
ِ ‫ب‬ ِ ِ
‫داود‬
"Perintahkan anak-anak kalian shalat ketika mereka berumur 7
tahun, dan pukullah mereka jika mereka meninggalkan shalat
ketika mereka berumur 10 tahun". (HR. Ahmad: 6689 dan Abu
Dawud: 495)2
Syarat yang ketiga adalah berakal, maka tidak wajib puasa bagi
orang gila dan anak yang belum mumayyiz3. Adapun orang yang tidur,
mabuk atau pingsan maka mereka wajib berpuasa.
Syarat yang keempat adalah mampu berpuasa, maka tidak wajib
puasa bagi orang yang tidak mampu berpuasa, seperti: orang tua dan
orang sakit yang tidak ada harapan untuk sembuh.
Adapun syarat sah puasa, yaitu syarat-syarat yang wajib terpenuhi
supaya puasa menjadi sah ada 4: Islam, berakal, suci dari haid dan nifas,
dan berpuasa pada waktu yang dibolehkan untuk berpuasa. Keempat
syarat ini tidak disebutkan di kitab, namun mengingat pentingnya syarat-
syarat ini maka kita akan jelaskan di sini.
Syarat yang pertama adalah Islam, maka tidak sah puasanya orang
kafir, baik kafir asli maupun murtad.
Syarat yang kedua adalah berakal, maka tidak sah puasanya anak
yang belum mumayyiz. Adapun anak yang sudah mumayyiz maka sah
puasanya meskipun tidak wajib baginya puasa.
Syarat yang ketiga adalah suci dari haid dan nifas, maka tidak sah
puasanya wanita yang sedang haid atau nifas.

2
Dishahihkan oleh Syekh Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil, jld. 1, hlm. 266.
3
Mumayyiz adalah kondisi dimana seorang anak bisa mandiri dalam aktivitasnya sehari-hari, seperti:
makan, minum, mandi, memakai pakaian, dan sebagainya.
Syarat yang keempat adalah berpuasa pada waktu yang dibolehkan
untuk berpuasa, maka tidak sah puasa pada hari-hari berikut: 'idul Fithri,
'idul Adha dan hari-hari Tasyriq (tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah), kecuali
bagi haji tamattu'4 yang tidak bisa membayar hadyu5 maka boleh
berpuasa pada hari-hari Tasyriq.
Dalil haramnya puasa pada hari 'idul Fithri dan 'idul Adha adalah
hadis Abu Sa'id Al-Khudri radiyallahu 'anhu:
َّ ْ ْ ْ ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم َن ََه َع ْن ص َيام َي ْو َم‬
ُ ‫ول هللا َص ََّل‬ َ
َ ‫«أ َّن َر ُس‬
‫ َو َي ْو ِم الن ْح ِر» رواه‬،‫ َي ْو ِم ال ِفط ِر‬،‫ي‬
ِ ِ ِ ِ ِ
‫البخاري ومسلم‬
"Bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang
dari puasa pada 2 hari: 'idul Fithri dan 'idul Adha". (HR. Bukhari: 1991 dan
Muslim: 1138)
Dalil haramnya puasa pada hari-hari Tasyriq kecuali bagi haji
tamattu' yang tidak bisa membayar hadyu adalah hadis Aisyah dan Ibnu
Umar radiyallahu 'anhum:
ْ َ َ َّ َْ ْْ َّ َّ ‫ص ف َأ‬
ْ َّ َ ُ ْ َ
‫الهد َي» رواه البخاري‬ ‫ ِإَل ِل َم ْن ل ْم َي ِج ِد‬،‫يق أن ُي َص ْم َن‬‫ش‬
ِ ِ ‫الت‬ ‫ام‬
ِ ‫«لم يرخ ِ ي‬
‫ي‬
"Tidak dibolehkan seorangpun untuk berpuasa pada hari-hari
Tasyriq, kecuali orang yang tidak mendapatkan hadyu". (HR.
Bukhari: 1997)

4
Haji tamattu' adalah melakukan rangkaian ibadah haji dan umrah dalam 1 safar, dengan
mendahulukan umrah kemudian haji.
5
Hadyu adalah hewan qurban yang wajib disembelih oleh orang yang haji tamattu' atau haji qiran.
.‫لقء‬ ‫ر‬
‫ وتعمد ا ي‬،‫ والجماع‬،‫ والشب‬،‫ واإلمساك عن األكل‬،‫ النية‬:‫وفرائض الصوم أربعة أشياء‬
Fardhu puasa ada 4: niat, menahan diri dari makan, minum, jima' dan
muntah dengan sengaja.

Yang dimaksud dengan fardhu adalah rukun. Di dalam kitab


disebutkan rukun puasa ada 4, namun yang mu'tamad di dalam madzhab
ada 2 saja, yaitu: niat dan menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa, seperti: makan, minum, jima' dan muntah dengan
sengaja, persis seperti yang disebutkan dalam kitab.
Rukun yang pertama adalah niat. Dalilnya adalah sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
‫ات» رواه البخاري ومسلم‬ َّ ِّ ُ َ ْ َ َ َّ
ِ ‫«إنما األعمال ِبالني‬
ِ
"Sesungguhnya sah tidaknya setiap amalan bergantung kepada
niatnya". (HR. Bukhari: 1 dan Muslim: 1907)
Hadis ini menunjukkan bahwa niat adalah rukun setiap ibadah.
Niat yang dianggap sah adalah niat yang berada di dalam hati, dan
bukan niat yang dilafadzkan; karena melafadzkan niat bukanlah syarat sah
niat. Sehingga kalau seseorang berniat dengan hatinya saja tanpa
melafadzkan, maka puasanya sah. Sebaliknya, orang yang melafadzkan
niat namun hatinya tidak berniat, maka puasanya tidak sah.
Apabila puasa yang dilakukan adalah puasa wajib, seperti: puasa
Ramadhan, puasa qadha dan puasa nadzar, maka disyaratkan 2 hal:
1. Berniat sebelum fajar.
2. Berniat puasa fardu atau puasa wajib.
Dalil wajibnya berniat sebelum fajar adalah sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
‫والنسائ‬ ‫مذي‬ ‫ َف ََل ص َي َام َل ُه» رواه أبو داود ر‬،‫الص َي َام َق ْب َل ْال َف ْجر‬
‫والت‬ ِّ ‫«م ْن َل ْم ُي ْجمع‬
َ
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ
"Barangsiapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar, maka
puasanya tidak sah". (HR. Abu Dawud: 2454 , Tirmidzi: 730 dan
Nasai: 2333)6

6
Dishahihkan oleh Syekh Albani dalam kitab Silsilah Hadis Shahih, jld. 6, hlm. 251.
Yang dimaksud dengan puasa pada hadis ini adalah puasa wajib;
karena puasa sunnah tidak harus berniat sebelum fajar.
Dalilnya adalah hadis Aisyah radiyallahu 'anha beliau berkata:
"Suatu ketika Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam datang kepadaku, beliau
berkata: "Apakah kamu punya makanan?" Aku menjawab: "Tidak", lalu
beliau berkata: "Kalau begitu hari ini aku puasa". Kemudian datang
kepadaku pada hari yang lain, aku pun berkata: "Wahai Rasulullah telah
dihadiahkan kepada kami hais (semacam jenang yang terbuat dari kurma
dan tepung -pen), maka beliau berkata: "Berikan kepadaku,
sesungguhnya aku tadi puasa", kemudian beliau pun memakannya". (HR.
Muslim: 1154)
Adapun puasa sunnah maka tidak harus berniat sebelum fajar
berdasarkan hadis di atas, namun disyaratkan 2 hal:
1. Menghadirkan niat sebelum zawal, yaitu sebelum masuk waktu
shalat Zhuhur.
2. Belum melakukan salah satu dari pembatal-pembatal puasa.
Rukun yang kedua adalah menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa, seperti: makan, minum, jima' dan muntah dengan
sengaja.
Apabila pembatal-pembatal puasa di atas dilakukan dalam kondisi
lupa, atau muntah tanpa disengaja maka puasanya tidak menjadi batal.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
ُ َْ َْ ْ َ َ َ َ َ َ َ ُ َ َ ‫«م ْن َن‬
‫ فل ُي ِت َّم َص ْو َمه» رواه البخاري ومسلم‬،‫ش َب‬
ِ ‫ فأ كل أو‬،‫س وهو ص ِائم‬ ‫ِ ي‬
َ

"Barangsiapa yang lupa kemudian dia makan dan minum


sedangkan dia dalam kondisi puasa, maka hendaklah dia sempurnakan
puasanya". (HR. Bukhari: 1933 dan Muslim: 1155)
‫ والحقنة يف أحد‬،‫ ما وصل عمدا إىل الجوف أو الرأس‬:‫عشة أشياء‬ ‫والذي يفطر به الصائم ر‬
‫ر‬
،‫ والنفاس‬،‫ والحيض‬،‫مباشة‬ ‫ واإلنزال عن‬،‫ والوطء عمدا يف الفرج‬،‫والقء عمدا‬ ،‫السبيلي‬
‫ي‬
.‫ والردة‬،‫ واإلغماء كل اليوم‬،‫والجنون‬
Hal-hal yang membatalkan puasa ada 10: masuknya sesuatu secara
sengaja ke dalam tubuh atau kepala, masuknya sesuatu melalui qubul
atau dubur, muntah dengan sengaja, jima' dengan sengaja, keluarnya
mani karena bermesrahan, haid, nifas, gila, pingsan sepanjang hari, dan
murtad.

Pembatal puasa ada 10:


Pembatal yang pertama adalah masuknya sesuatu ke dalam tubuh
atau kepala secara sengaja melalui saluran yang terbuka, seperti: mulut,
hidung dan telinga, baik yang masuk berupa makanan, minuman atau
obat-obatan, banyak maupun sedikit. Kecuali air liurnya sendiri yang
masih berada di dalam mulutnya.
Pembatal yang kedua adalah masuknya sesuatu melalui qubul
atau dubur, baik yang masuk berupa benda cair atau benda padat, banyak
maupun sedikit.
Masalah: hukum suntik, donor darah dan infus.
Suntik dan donor darah tidak membatalkan puasa; karena
masuknya obat atau darah melalui pembuluh darah tidak membatalkan
puasa. Adapun infus maka membatalkan puasa; karena yang dimasukkan
adalah makanan.
Pembatal yang ketiga adalah muntah dengan sengaja, meskipun
tidak ada sesuatu yang kembali masuk ke dalam lambung. Adapun
muntah tanpa sengaja, seperti mabuk perjalanan maka tidak
membatalkan puasa.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
‫اس َت َق َاء َع ْم ًدا َف ْل َي ْقض» رواه ر‬
‫التمذي‬ ْ ‫ َو َم ْن‬،‫س َع َل ْيه َق َضاء‬
َ ‫ َف َل ْي‬،‫الق ُء‬
ْ َ‫«م ْن َذ َر َع ُه ر‬
َ
ِ ِ ‫ي‬
"Barangsiapa yang muntah tanpa disengaja maka tidak wajib
mengqadha puasanya, dan barangsiapa yang muntah dengan
sengaja maka hendaklah mengqadha puasanya". (HR. Tirmidzi:
720)
Perintah mengqadha puasa bagi orang yang muntah dengan
sengaja dalam hadis ini menunjukkan bahwa puasanya batal, sehingga
wajib mengqadhanya. Kemudian tidak dijelaskan tentang sifat muntah
yang membatalkan puasa maka hukumnya adalah mutlak, selama itu
adalah muntah, banyak maupun sedikit, kembali ke lambung maupun
tidak, apabila dilakukan secara sengaja maka membatalkan puasa.
Pembatal yang keempat adalah jima' dengan sengaja, yaitu
masuknya kemaluan laki-laki ke dalam kemaluan wanita. Jima'
membatalkan puasa meskipun tidak sampai keluar mani. Demikian juga
termasuk pembatal puasa adalah jima' melalui dubur wanita, laki-laki
atau hewan.
Pembatal yang kelima adalah keluarnya mani karena
bermesrahan, seperti: berciuman, berpelukan dan bersentuhan. Adapun
keluarnya mani tanpa disertai dengan bermesra-mesrahan maka tidak
membatalkan puasa, seperti: mimpi basah, melihat atau memikirkan
sesuatu yang membangkitkan syahwat.
Pembatal yang keenam dan ketujuh adalah haid dan nifas. Dalilnya
adalah hadis Aisyah radiyallahu 'anha, berkata: "Dahulu kami haid pada
zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, dan kami diperintah untuk
mengqadha puasa". (HR. Muslim: 335). Di dalam hadis ini wanita haid
diperintahkan untuk mengqadha puasanya, dan ini menunjukkan bahwa
wanita haid tidak berpuasa.
Adapun dalil nifas adalah diqiyaskan dengan haid.
Pembatal yang kedelapan adalah gila; karena orang gila tidak
memiliki akal yang merupakan syarat sah puasa, sehingga jika ada orang
yang tengah berpuasa kemudian gila maka batallah puasanya.
Adapun tidur dan pingsan maka tidak membatalkan puasa, dengan
syarat orang yang pingsan sempat sadar pada siang hari Ramadhan
meskipun sekejap.
Pembatal yang kesembilan adalah pingsan sepanjang hari; karena
seseorang ketika pingsan dia akan kehilangan akalnya, padahal berakal
adalah merupakan syarat sahnya ibadah. Kecuali kalau orang tersebut
sempat sadar di siang hari meskipun sekejap saja maka sah puasanya.
Apakah tidur yang larut sepanjang hari juga membatalkan puasa
seperti pingsan? Jawabannya adalah tidak; karena tidur berbeda dengan
pingsan. Perbedaannya adalah dari sisi taklif7: orang yang pingsan tidak
dibebankan kepadanya taklif; buktinya adalah tidak diwajibkannya
mengqadha shalat yang ditinggalkan selama dia pingsan. Adapun orang
yang tidur maka tetap dibebankan kepadanya taklif; buktinya adalah
diwajibkannya mengqadha shalat yang ditinggalkan selama dia tidur.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َ َ َ َ ِّ ْ َ ْ َ َ َ َ َّ ُ ُ َ ََ َ
‫ فل ُي َصل َها ِإذا ذك َرها» رواه مسلم‬،‫ أ ْو غف َل َعن َها‬،‫الصَل ِة‬ ‫«إذا َرقد أ َحدك ْم َع ِن‬
ِ
"Apabila salah seorang diantara kalian meninggalkan shalat karena
tertidur, atau lupa, maka hendaknya dia shalat ketika dia ingat".
(HR. Muslim: 684)
Pembatal yang kesepuluh adalah murtad; karena diantara syarat
sah puasa adalah Islam, sehingga jika ada orang yang tengah berpuasa
kemudian murtad maka batallah puasanya.
Pembatal puasa yang lain, yang tidak disebutkan di dalam kitab
adalah melahirkan, sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Al-Iqna'8,
dan ini adalah pendapat yang mu'tamad di dalam madzhab.

7
Taklif adalah beban untuk melakukan perkara-perkara yang diwajibkan dan meninggalkan perkara-
perkara yang diharamkan.
8
Al-Khatib Asy-Syirbini, Al-Iqna', jld. 2, hlm. 639.
.‫ وترك الهجر من الكالم‬،‫ وتأخي السحور‬،‫ تعجيل الفطر‬:‫ويستحب يف الصوم ثالثة أشياء‬
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk melakukan 3 hal:
menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meninggalkan
berkata-kata kotor.
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa untuk melakukan 3 hal
berikut ini:
Sunnah yang pertama adalah menyegerakan berbuka ketika
matahari telah terbenam. Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:
ْ ُ َّ َ َ ْ َ ُ َّ ُ َ َ َ
‫الفط َر» رواه البخاري ومسلم‬
ِ ‫«ال يزال الناس ِبخ ٍت ما عجلوا‬
"Manusia senantiasa dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka". (HR. Bukhari: 1957 dan Muslim: 1098)
Yang disunnahkan adalah menyegerakan berbuka, sedangkan
berbuka puasa sendiri adalah wajib; karena kita dilarang untuk wishal,
yaitu berpuasa 2 hari berturut-turut tanpa berbuka. Dan wishal ini
merupakan kekhususan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik
radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam beliau
berkata kepada para shahabat: "Janganlah kalian melakukan wishal!",
shahabat berkata: "Engkau juga melakukan wishal?", beliau menjawab:
"Aku tidak seperti kalian, sesungguhnya aku diberi makan dan minum
oleh Allah". (HR. Bukhari: 1961)
Disunnahkan juga berbuka dengan kurma segar, kalau tidak ada
kurma segar berbuka dengan kurma kering, kalau tidak ada berbuka
dengan air sebelum memakan makanan yang lain. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
َ ُ َ َ ْ َ َ ِّ َ ُ ْ َ َ ْ َ َ ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم ُي ْفط ُر َع ََل ُر َط‬
ُ ‫اَّلل َص ََّل‬
َّ ُ ُ َ َ َ
،‫ ف ِإن ل ْم تك ْن ُرط َبات‬،‫َل‬‫ص‬
‫ر ي‬‫ي‬ ‫ن‬‫أ‬ ‫ل‬ ‫ب‬‫ق‬ ‫ات‬
ٍ ‫ب‬ ِ ِ ِ ‫«كان رسول‬
َ ْ َ َ َ َ َ ْ ُ َ َْ ْ َ ََ َََ
‫ات ِمن م ٍاء» رواه أبو داود والتمذي‬ ٍ ‫ ف ِإن لم تكن حسا حسو‬،‫ات‬ ٍ ‫فعَل تم َر‬
"Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam berbuka sebelum
shalat dengan kurma segar, apabila tidak ada kurma segar beliau
berbuka dengan kurma kering, apabila tidak ada beliau berbuka
dengan beberapa teguk air". (HR. Abu Dawud: 2356 dan Tirmidzi:
696)9

9
Dihasankan oleh Syekh Albani dalam kitab Irwa Al-Ghalil, jld. 4, hlm. 45-46.
Sunnah yang kedua adalah mengakhirkan sahur sebelum terbit
fajar. Dalilnya adalah hadis Anas bin Malik radiyallahu 'anhu dari Zaid bin
Tsabit radiyallahu 'anhu beliau berkata: "Dahulu kami sahur bersama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian shalat Shubuh", Anas
bertanya: "Berapa lama antara azan dan sahur?", Zaid menjawab: "Sekitar
(lamanya membaca) 50 ayat". (HR. Bukhari: 1921)
Termasuk sunnah sahur itu sendiri, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam bersabda:
ًَ َّ ‫«ت َس َّح ُروا َفإ َّن ف‬
َ
‫ور َب َركة» رواه البخاري ومسلم‬
ِ
ُ ‫الس‬
‫ح‬ ‫ِ ِي‬
"Sahurlah kalian! Karena sesungguhnya di dalam sahur itu ada
keberkahan" (HR. Bukhari: 1923 dan Muslim: 1095)
Waktu sahur ini dimulai dari tengah malam sampai sebelum terbit
fajar. Dan sunnah sahur bisa didapatkan dengan memakan makanan
apapun ketika sahur, bahkan hanya dengan seteguk air sekalipun.
Sunnah yang ketiga adalah meninggalkan berkata-kata kotor
selama berpuasa. Berkata-kata kotor diharamkan baik sedang berpuasa
maupun tidak sedang berpuasa. Memang berkata-kata kotor ini tidak
membatalkan puasa, namun termasuk sebuah dosa yang bisa
menghilangkan pahala puasa. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
ُ َ َْ َ ُ َ َ َ َ َ َ ْ َ َ ‫س ِ ََّّلل َح‬ ََْ ُّ ‫«م ْن َل ْم َي َد ْع َق ْو َل‬
‫ش َابه» رواه البخاري‬ ‫اجة ِ يف أن يدع طعامه و‬ َ ‫الزور َو‬
ِ َ ‫ فلي‬،‫الع َم َل ِب ِه‬ ِ
َ

"Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan


dusta, maka Allah tidak butuh dia meninggalkan makanan dan
minumannya". (HR. Bukhari: 1903)
‫ويحرم صيام خمسة أيام العيدان وأيام ر‬
.‫التشيق الثالثة‬
Diharamkan berpuasa pada 5 hari: 2 hari raya dan 3 hari Tasyriq.
Diharamkan puasa pada 5 hari, dan tidak sah puasa pada hari-hari
itu, yaitu: 2 hari raya 'idul Fithri dan 'idul Adha. Dalilnya adalah ijma' dan
hadis Abu Hurairah dan Abu Sa'id Al-Khudri radiyallahu 'anhuma,
bahwasannya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam melarang berpuasa
pada 2 hari: 'idul Adha dan 'idul Fithri. (HR. Muslim: 1138)
Diharamkan dan tidak sah berpuasa pada 3 hari Tasyriq, yaitu
tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah. Dalilnya adalah sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam
ْ ُْ ‫الت ْْشيق َأ َّي ُام َأ ْكل َو‬
‫ش ٍب» رواه مسلم‬
َّ ُ َّ َ
‫«أيام‬
ٍ ِ ِ
"Hari-hari Tasyriq adalah hari-hari makan dan minum". (HR.
Muslim: 1141)
Imam An-Nawawi berkata: "Hadis ini merupakan dalil bagi mereka
yang berpendapat bahwa puasa pada hari-hari itu tidak sah secara
mutlak, dan ini merupakan pendapat yang paling kuat dari 2 pendapat di
dalam madzhab Syafi'i". (Syarah Shahih Muslim, jld. 8, hlm. 17)
.‫ويكره صوم يوم الشك إال أن يوافق عادة له أو يصله بما قبله‬
Makruh hukumnya berpuasa pada hari yang diragukan, kecuali jika
bertepatan dengan kebiasaan puasanya atau menyambung puasanya
dengan berpuasa sebelumnya.
Hari yang diragukan adalah hari ke 30 bulan Sya'ban apabila
tersebar kabar bahwa hilal telah muncul, namun tidak ada seorang pun
yang melihatnya, atau ada yang melihatnya namun tidak diterima
kesaksiannya, seperti: kesaksian anak kecil, wanita atau orang fasik,
sedangkan langit dalam kondisi cerah, tidak ada awan atau kabut yang
menghalangi pandangan.
Oleh karena itu, tidak termasuk hari yang meragukan apabila langit
mendung atau berkabut sehingga menghalangi pandangan mata; karena
dalam kondisi ini yang wajib adalah menyempurnakan bulan Sya'ban 30
hari, berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
َ َ َ َ ْ َ َ َّ
َ ‫الث‬ ُ ْ َ َ ْ ُ ْ َ َ َ ِّ ُ ْ َ َْ ُ ُ ََْ َْ ُ ُ ُ
‫ي» رواه البخاري‬ ِ ‫ن عليكم فأ ك ِملوا ِعدة شعبان ث‬ ‫ ف ِإن غ ّ ي‬،‫«صوموا ِلرؤي ِت ِه وأف ِطروا ِلرؤي ِت ِه‬
"Berpuasalah jika kalian telah melihatnya dan berbukalah jika kalian telah
melihatnya lagi, namun apabila kalian terhalang dari melihatnya maka
sempurnakan bulan Sya'ban 30 hari". (HR. Bukhari: 1909)
Hukum puasa pada hari yang diragukan -sebagaimana yang
disebutkan di dalam kitab- adalah makruh, namun yang lebih kuat adalah
haram, berdasarkan hadis Ammar radiyallahu 'anhu, beliau berkata:
"Barangsiapa yang berpuasa pada hari yang diragukan sungguh dia telah
bermaksiat kepada Abul Qasim10 shallallahu 'alaihi wa sallam". (HR.
Bukhari secara mu'allaq, jld. 3, hlm. 26)
Puasa ini haram hukumnya, kecuali bagi orang yang memiliki
kebiasaan puasa kemudian kebiasaannya ini bertepatan dengan hari yang
diragukan maka boleh dia berpuasa. Misalnya: Ahmad biasa berpuasa
senin dan kamis, qadharullah hari yang diragukan bertepatan pada hari
kamis, maka Ahmad boleh berpuasa pada hari itu.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
ُ َْ َ َ ُ َ َّ ْ َ ْ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ َ َ ُ َّ َ َ َ
ُ ‫ان َي ُص‬
‫ فل َي ُص ْمه» رواه البخاري‬،‫وم َص ْو ًما‬ ‫ي ِإَل رجل ك‬
ِ ‫«َل تقدموا رمضان ِبصو ِم يو ٍم وَل يوم‬
‫ومسلم‬

10
Abul Qasim adalah kunyah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; karena putra tertua beliau
bernama Al-Qasim.
"Janganlah kalian mendahului bulan Ramadhan dengan puasa
sehari atau 2 hari, kecuali seseorang yang biasa berpuasa pada hari
itu maka silahkan dia berpuasa". (HR. Bukhari: 1914 dan Muslim:
1082)
Dibolehkan juga berpuasa pada hari ini bagi orang yang berpuasa
sebelumnya. Yang dimaksud berpuasa sebelumnya di sini adalah
berpuasa di pertengahan awal bulan Sya'ban; karena tidak boleh
berpuasa pada pertengahan kedua saja. Dalilnya adalah sabda Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam:
‫ج َء‬ َ َّ‫َ ر‬ ‫ر‬ ُ ُ َ ََ ُ َْ َ َ َ َْ َ
‫ «حن ي ِّ ي‬:‫ وابن ماجه وفيه‬،‫ والتمذي‬،‫ فَل تصوموا» رواه أبو داود‬،‫«إذا ُانتصف شعبان‬
ِ
َ
.»‫َر َمضان‬
"Apabila telah memasuki pertengahan bulan Sya'ban, maka
janganlah kalian berpuasa". (HR. Abu Dawud: 2337, Tirmidzi: 738
dan Ibnu Majah: 1651)11, di dalam riwayat Ibnu Majah ada
tambahan: "…sampai datang bulan Ramadhan".
Dibolehkan juga mengqadha puasa dan berpuasa nadzar pada hari
itu; karena puasa qadha dan puasa nadzar adalah puasa yang memiliki
sebab, sedangkan yang dilarang adalah puasa mutlak.
Apakah setiap hari ke 30 Sya'ban pasti hari yang diragukan?
Jawabannya adalah tidak, tergantung malam harinya:
- Apabila malam harinya hilal telah terlihat, berarti sudah masuk
bulan Ramadhan.
- Apabila malam harinya langit tertutup awan atau kabut yang
menghalangi pandangan mata, maka wajib menyempurnakan
bulan Sya'ban 30 hari, dan berarti besok masih bulan Sya'ban.
- Apabila malam harinya hilal tidak terlihat dan langit cerah,
berarti besok masih bulan Sya'ban.
- Apabila malam harinya langit cerah dan tersebar kabar bahwa
hilal telah muncul, namun tidak ada seorang pun yang
melihatnya atau ada yang melihatnya akan tetapi kesaksiannya
ditolak, berarti inilah hari yang diragukan.
Masalah: Hukum puasa bagi orang yang kesaksiannya ditolak.

11
Dishahihkan oleh Syekh Albani di kitab Shahih Al-Jami' Ash-Shagir, jld. 1, hlm. 132, hadis no. 397.
Orang yang melihat hilal namun kesaksiannya ditolak wajib
berpuasa pada hari itu; karena dia yakin hari itu adalah awal Ramadhan,
demikian juga orang yang yakin dengan saksi yang ditolak wajib berpuasa,
berdasarkan keumuman sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
"Berpuasalah jika kalian telah melihatnya". (HR. Bukhari: 1909)
Misalnya: Istri Ahmad melihat hilal pada malam ke 30 Sya'ban,
sementara kondisi langit cerah sehingga memungkinkan hilal terlihat,
maka wajib bagi istri Ahmad untuk puasa keesokan harinya; karena dia
yakin bahwa hari itu adalah awal bulan Ramadhan. Demikian juga wajib
berpuasa bagi Ahmad yang yakin bahwa istrinya benar-benar melihat hilal
Ramadhan.
‫ فإن‬،‫ عتق رقبة مؤمنة‬:‫وه‬ ‫ئ‬
‫ ي‬،‫ومن وط يف نهار رمضان عامدا يف الفرج فعليه القضاء والكفارة‬
.‫ فإن لم يستطع فإطعام ستي مسكينا لكل مسكي مد‬،‫لم يجد فصيام شهرين متتابعي‬
Barangsiapa yang berjima' secara sengaja pada siang hari di bulan
Ramadhan maka wajib mengqadha dan membayar kaffarat, yaitu:
membebaskan budak muslim, apabila tidak ada maka wajib berpuasa 2
bulan berturut-turut, apabila tidak mampu maka wajib memberi makan
60 orang miskin, setiap orang 1 mud.
Jima' pada siang hari di bulan Ramadhan hukumnya haram bagi
orang yang sedang berpuasa dan termasuk pembatal puasa, maka
konsekuensinya adalah wajib mengqadha puasa yang batal tersebut pada
hari yang lain dan juga wajib membayar kaffarat. Dan kaffarat ini hanya
diwajibkan kepada suami saja, dan tidak diwajibkan kepada istri meskipun
sang istri melakukannya dengan sukarela.
Sebab diwajibkannya kaffarat adalah jima' dengan sengaja pada
siang hari di bulan Ramadhan bagi orang yang sedang berpuasa. Sehingga
tidak diwajibkan membayar kaffarat pada kondisi-kondisi berikut ini:
- Orang yang batal puasanya karena makan, minum atau
bermesrahan sampai keluar mani.
- Orang yang melakukan jima' karena lupa kalau sedang
berpuasa; karena puasanya tidak batal dengan udzur lupa.
- Jima' pada malam hari.
- Jima' pada siang hari puasa selain bulan Ramadhan, meskipun
puasa qadha.
- Jima'nya orang yang tidak berpuasa, karena udzur ataupun
tanpa udzur.
Kaffarat yang diwajibkan adalah untuk sekali pelanggaran, sehingga
apabila orang yang wajib membayar kaffarat mengulang perbuatannya
pada hari yang lain maka wajib baginya membayar 2 kaffarat, demikian
seterusnya. Bahkan seandainya dia melakukannya sebulan penuh pada
siang hari bulan Ramadhan maka wajib membayar kaffarat sejumlah hari
pada bulan itu.
Kaffarat yang dimaksud adalah melakukan salah satu dari 3 hal
berikut secara berurutan, dimulai dari yang pertama, apabila tidak
mampu melakukannya maka berpindah ke yang kedua, apabila tidak
mampu melakukannya maka berpindah ke yang ketiga.
Yang pertama adalah membebaskan budak muslim yang tidak
memiliki aib yang menghalanginya untuk bekerja.
Yang kedua adalah puasa 2 bulan berturut-turut.
Yang ketiga adalah memberi makan 60 orang miskin, setiap orang
mendapatkan 1 mud (sekitar 6 - 7 ons) makanan pokok.
Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah radiyallahu 'anhu, beliau
berkata:
.‫ت‬ ُ ْ َ َ َّ َ ُ َ َ : َ َ َ ُ َ ُ َ َ ْ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ ِّ َّ َ ْ ُ ُ ُ ْ َ َ ََْ
‫اَّلل هلك‬ َِّ ‫ ِإذ جاءه رجل فق َّال يا رس َول‬،َ ‫ن َصَل َهللا ع َلي ِه وسلم‬ ‫َبين َما نح َن َج َ َ َ َ ِ ُ ي‬
ّ ‫الن‬ ‫د‬ ‫ن‬‫ع‬ ِ ‫وس‬ ‫ل‬
ْ‫«هل‬ َ :َ َ َ ْ َ ُ َ َّ ُ ُ َ َ َ َ َ َ ‫َْ ر‬ َ َ :‫قال‬
َ
‫اَّلل صَل هللا علي ِه وسلم‬
َ ِ ‫ َفقال رسول‬،‫ َ وق ْعت َعَل امرأَ ِ يئ وأنا ص ِائم‬:‫«ماً لك؟» قال‬
َ
َ ‫ فق‬،‫ ال‬:‫ال‬
:‫ال‬ َ َ َ
َ ‫ ق‬،»‫وم ش ْه َر ْين ُمتتاب َع ْي‬ َ َ ْ
َ ‫يع أن ت ُص‬ َ َ
ُ ‫ «ف َه ْل ت ْستط‬:‫ال‬ َ ‫ ق‬،‫ ال‬:‫ال‬َ َ ‫َتج ُد َر َق َبة ت ْعتق َها؟» ق‬
ُ ُ
ِ ِ
ِ ِ
ُ‫ َف َب ْي َنا َن ْحن‬،‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم‬ ِ
ُ ‫ن َص ََّل‬ ُّ َّ َ َ َ َ : َ َ َ : َ َ . ً ْ َ ِّ َ َ ْ ُ َ ْ َ َ ِ
َ َِ َ ُ َْ ‫ قال فمكث الن‬،‫«فهل ت ِج ُد ِإطعام ِستي ِمس ِكينا» قال ال‬
ُ َ ‫َ ِّ َ ي‬ َ َّ َ ُ َّ ُّ َّ َ ‫َ َ َ َ ر‬
ُ َّ َ
»‫ «أين السا ِئل؟‬:‫ قال‬- ‫المكتل‬ ْ ‫ َوالعرق‬- ‫هللا َعل ْي ِه َو َسل َم ِب َع َر ٍق ِفي َها ت َْمر‬ ‫ن َصَل‬ ‫عَل ذلك أئ الن‬
َ‫اَّلل َما َب ْي‬
ِ
َّ َ َ َّ َ ُ َ َ ِّ َ َ ْ َ َ : ُ ُ َّ َ َ َ ْ َّ َ َ َ َ ْ ُ ‫َ َ َ ِ َ َ ِ َ ي َ ِّ ي‬
ِ ‫اَّلل؟ فو‬ ِ ‫ َ فتصدق ِ َب ِْه» فقال َ الرجل أع ََل أفقر ِم ين يا ر َّسول‬،‫ «خذها‬:‫ قال‬،‫ أنا‬:‫فقال‬
َّ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم َح رن‬ ُ ‫ن َصَل‬ ُّ ّ ‫الن‬ َّ َ َ ‫ أ ْه ُل َب ْي ٍ َ ُ ْ ْ َ ْ ر‬- ‫الح َّرَت ْي‬ َ ‫ ُير ُيد‬- ‫َال َب َت ْي َها‬
ِ ‫ فض ِحك ِ ي‬،‫ت َأفقر ِمن أه ِل بي ِ ين‬ َ ْ َ ُ ْ ْ َ َ َ َّ ُ ُ ِ ُ َ ْ َ ْ َ َ
ِ
‫ «أط ِعمه أهلك» رواه البخاري ومسلم‬:‫ ثم قال‬،‫بدت أنيابه‬
.
"Ketika kami sedang duduk-duduk bersama Nabi shallallahu 'alaihi
wa sallam, datanglah seseorang dan berkata: "Wahai Rasulullah
celakalah aku", beliau bertanya: "Ada apa denganmu?", dia
menjawab: "Aku telah melakukan jima' dengan istriku dalam
sedangkan aku dalam kondisi berpuasa". Maka Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Bisakah kamu
membebaskan budak?", dia menjawab: "Tidak", beliau bertanya:
"Mampukah kamu berpuasa 2 bulan berturut-turut?", dia
menjawab: "Tidak", beliau bertanya: "Bisakah kamu memberi
makan 60 orang miskin?", dia menjawab: "Tidak". Abu Hurairah
berkata: "Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam diam sejenak, kemudian
datanglah sekeranjang kurma untuk Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam. Maka beliau memanggil: "Mana orang yang tadi bertanya?",
orang itu menjawab: "Saya", beliau berkata: "Ambil ini,
sedekahkan", dia berkata: "Kepada orang yang lebih fakir dariku
wahai Rasulullah? Demi Allah, tidak ada diantara kedua bukit ini
keluarga yang lebih fakir dariku". Maka Nabi shallallahu 'alaihi wa
sallam pun tertawa sampai terlihat gigi taringnya, kemudian beliau
berkata: "Berikan kurma ini untuk keluargamu". (HR. Bukhari: 1936
dan Muslim: 1111)
Bagaimana seandainya orang yang wajib membayar kaffarat tidak
mampu melakukan 3 hal di atas, apakah kaffaratnya batal dengan
ketidakmampuannya atau menjadi hutang yang wajib dia bayar kapan
saja dia mampu? Jawabannya adalah kaffarat tersebut menjadi hutang,
yang tidak akan hangus kecuali kalau dia telah membayar kaffarat
tersebut.
.‫ومن مات وعليه صيام من رمضان أطعم عنه لكل يوم مد‬
Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki hutang puasa
Ramadhan, maka wajib dibayarkan dengan memberi makan setiap hari
yang ditinggalkan 1 mud.

Puasa Ramadhan hukumnya wajib yang tidak boleh ditinggalkan,


kecuali bagi mereka yang memiliki udzur syar'i, seperti: sakit dan safar.
Seandainya seseorang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, maka wajib
mengqadha puasanya pada hari yang lain secara mutlak, entah tidak
berpuasanya itu karena udzur atau tanpa udzur; karena udzur tidak
menafikan kewajiban puasa, udzur hanya menafikan dosa. Dalil wajibnya
mengqadha puasa bagi orang yang tidak berpuasa karena udzur adalah
firman Allah subhanahu wa ta'ala:
َ ُ َ َّ َ َ َ َ ً ُْ َ َ َ
]184 :‫{ف َم ْن كان ِمنك ْم َم ِريضا أ ْو َعَل َسف ٍر ف ِعدة ِم ْن أ َّي ٍام أخ َر} [البقرة‬
"Barangsiapa diantara kalian yang sakit atau sedang safar sehingga
tidak berpuasa, maka hendaklah mengqadha puasanya pada hari-
hari yang lain". (QS. Al-Baqarah: 184)
Begitu juga orang yang tidak berpuasa tanpa udzur wajib
mengqadha puasanya; karena kalau tidak puasa karena udzur saja wajib
mengqadha apalagi yang tidak berpuasa tanpa udzur.
Alasan yang lain adalah karena kewajiban puasa apabila
ditinggalkan akan menjadi hutang, dan setiap hutang wajib dibayar. Di
dalam hadis Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma, beliau berkata:
َ ْ َ ُ َّ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ ُ ‫َج َاءت ْام َ َرأة إ ََل َر‬
‫ ِإن أ ِّ يّم َماتت َو َعل ْي َها‬،‫هللا‬
ِ َ ‫ول‬َ ‫ َيا َر ُس‬:‫ت‬ ‫ فقال‬،‫هللا َصَل هللا علي ِه وسلم‬ِ ‫ول‬
ِ ‫س‬ ِ
َ َْ َ ِّ َ ُ َ َ ْ َ َ َ ْ َ ِّ ُ َ َ َ َ ْ َ ْ َ َ َ : َ َ َ ْ َ ُ ُ َ ِ َ َ ْ َ ُ ْ َ
»‫ أ كان يؤدي ذ ِل ِك عنها؟‬،‫يه‬ ِ ‫ أفأصوم عنها؟ قال ُ«أرأي ِت لو كان عَل أم ِك دين فقضي ِت‬،‫صوم نذ ٍر‬
‫وّم َع ْن أ ِّم ِك» رواه مسلم‬ ُ َ َ َ ْ ََ ْ َ َ
‫ «فص ِ ي‬:‫ قال‬،‫ نعم‬:‫قالت‬
"Telah datang seorang wanita kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam dan berkata: "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ibuku
sudah meninggal dan masih memiliki hutang puasa nadzar,
bolehkah aku berpuasa untuknya?" Beliau bersabda: "Kalau
seandainya ibumu punya hutang, apakah kamu akan
membayarnya? Dan apakah yang demikian itu melunasi
hutangnya?", dia berkata: "Iya", beliau bersabda: "Kalau begitu
puasalah untuk ibumu". (HR. Muslim: 1148)
Apabila seseorang yang wajib mengqadha puasa, namun tidak
segera mengqadhanya sampai meninggal dunia dan masih memiliki
hutang puasa, maka wajib bagi walinya untuk membayar puasanya
dengan memberi makanan pokok sebanyak 1 mud untuk setiap hari
yang ditinggalkan. Dan biayanya diambilkan dari harta warisan sebelum
dibagikan kepada ahli waris.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
َ َ َ ُ َْ ْ َ َُْْ ْ َ ُ َ
‫ان ُك ِّل َي ْوم م ْسك ًينا» رواه ابن ماجه و ر‬ َ َ
‫التمذي‬ ِ ِ ٍ ‫«م ْن َمات َو َعل ْي ِه ِصيام شه ٍر فليطعم عنه مك‬
َ

"Barangsiapa yang meninggal dan masih memiliki hutang puasa 1


bulan, maka wajib bagi walinya membayar hutang puasanya
dengan memberi makan 1 orang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkan". (HR. Ibnu Majah: 1757 dan Tirmidzi: 718)
Kecuali apabila orang tersebut meninggalkan puasa karena udzur
dan belum sempat mengqadhanya, seperti: orang yang sakit di awal bulan
Ramadhan sehingga tidak berpuasa, dan meninggal pada bulan itu juga.
Demikian juga, apabila udzurnya terus-menerus sampai meninggal dunia,
seperti: orang yang sakit dan sakitnya tidak sembuh-sembuh sampai dia
meninggal dunia.
Selain 2 kondisi di atas, maka wajib mengganti puasanya, seperti
orang yang tidak berpuasa tanpa udzur, atau tidak berpuasa karena udzur
kemudian memiliki kesempatan untuk mengqadha puasanya namun tidak
segera mengqadhanya.
Makanan yang diberikan kepada orang miskin adalah makanan
pokok masyarakat setempat, seperti beras sebanyak 1 mud, yaitu sekitar
6 - 7 ons.
Selain diganti dengan memberi makan orang miskin, boleh juga
diganti dengan puasa12, yaitu walinya berpuasa untuknya atau orang lain
berpuasa untuknya dengan ijin dari walinya. Dalilnya adalah hadis Ibnu
Abbas radiyallahu 'anhuma ketika seorang wanita bertanya kepada
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam"Wahai Rasulullah, sesungguhnya

12
Bolehnya membayar hutang puasa orang yang sudah meninggal dengan memberi makan atau
dengan puasa berdasarkan qaul qadim. Adapun qaul jadid maka tidak boleh dibayar dengan puasa,
karena puasa merupakan ibadah badaniyah yang tidak bisa diwakilkan selama hidup, maka tidak bisa
digantikan setelah meninggal. Namun yang mu'tamad dalam masalah ini adalah qaul qadim
berdasarkan dalil yang kuat dari hadis Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma.
ibuku sudah meninggal dan masih memiliki hutang puasa nadzar,
bolehkah aku berpuasa untuknya?" Beliau bersabda: "Kalau seandainya
ibumu punya hutang, apakah kamu akan membayarnya? Dan apakah
yang demikian itu melunasi hutangnya?", dia berkata: "Iya", beliau
bersabda: "Kalau begitu puasalah untuk ibumu". (HR. Muslim: 1148)
Meskipun konteks hadis di atas adalah tentang puasa nadzar,
namun terdapat persamaan antara hutang puasa Ramadhan dan hutang
puasa nadzar; karena kedua-duanya adalah hutang puasa. Sebagaimana
hutang puasa nadzar bisa dibayarkan dengan puasa, demikian juga hutang
puasa Ramadhan.
Yang dimaksud dengan walinya adalah kerabat dekatnya, yaitu:
kedua orang tuanya dan anak-anaknya. Dibolehkan juga bagi orang lain
berpuasa untuknya dengan ijin dari walinya.
Demikian juga hukum hutang puasa nadzar dan hutang puasa
kaffarat sama seperti hutang puasa Ramadhan.
.‫والشيخ إذا عجز عن الصوم يفطر ويطعم عن كل يوم مدا‬
Orang tua yang sudah tidak kuat lagi berpuasa dibolehkan tidak
berpuasa dan mengganti puasa dengan memberi makan 1 mud untuk
setiap harinya.

Orang tua yang sudah tidak kuat lagi berpuasa dan orang sakit yang
tidak ada harapan lagi untuk sembuh dibolehkan untuk tidak berpuasa
dan diwajibkan untuk mengganti puasanya dengan membayar fidyah
memberi makan 1 orang miskin 1 mud untuk setiap harinya.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Atha' murid dari Ibnu
Abbas radiyallahu 'anhuma, bahwasannya dia mendengar Ibnu Abbas
membaca ayat:
ُ َ ْ ْ َ َ ‫ون ُه ف ْد َية َط َع ُام م ْسكي} َق‬
َ ُ ُ َ َ ُ َ ُ َّ َ ُ َ َّ َ َ َ
‫ «ل ْي َست ِب َمن ُسوخ ٍة ه َو‬:‫اس‬ٍ ‫ال ْاب ُن َع َّب‬ ٍ ِ ِ َ ِ ‫{وعَل ال ِذين يطوقونه فال ي ِطيق‬
ً ْ َ ُ َ َ ْ َ ُ َ ْ َ ‫الكب َت ُة ال ي ْستط‬
َ َ َ َ ُ َ ْ َ َ ُ َ ُ ْ َّ
‫ان َمكان ك ِّل ي ْو ٍم ِمس ِكينا» رواه‬ ِ ‫م‬َ ‫ ف ُيطع‬،‫وما‬
ِ
َ ‫يعان أن يص‬
ِ ِ ِ ‫ والمرأة‬،‫الشيخ الك ِبت‬
‫البخاري‬
"Orang-orang yang dibebankan kepadanya puasa namun mereka
tidak mampu berpuasa maka wajib baginya untuk membayar
fidyah memberi makan seorang miskin. Ibnu Abbas berkata: "Ayat
ini tidaklah mansukh13, akan tetapi maksud ayat ini adalah laki-laki
tua dan wanita tua yang sudah tidak kuat lagi berpuasa, diwajibkan
bagi mereka mengganti puasanya dengan memberi makan seorang
miskin setiap harinya". (HR. Bukhari: 4505)
Qiraat ini meskipun bukan merupakan qiraat yang mutawatir,
namun bisa dijadikan hujjah selama jalur riwayatnya shahih; karena
kemungkinan besar berasal dari tafsir yang didengar oleh Ibnu Abbas dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
Adapun orang sakit yang tidak ada harapan sembuh, maka dalilnya
adalah qiyas. Sebagaimana orang tua yang sudah tidak kuat lagi berpuasa
tidak akan kembali menjadi muda, demikian juga orang sakit yang tidak
ada harapan sembuh tidak akan kembali sehat sehingga mampu
berpuasa.

13
Dalil yang mansukh adalah dalil yang hukumnya telah digantikan dengan hukum yang baru dari dalil
yang datang setelahnya.
‫والحامل والمرضع إن خافتا عىل أنفسهما أفطرتا وعليهما القضاء وإن خافتا عىل أوالدهما‬
.‫اف‬
‫أفطرتا وعليهما القضاء والكفارة عن كل يوم مد وهو رطل وثلث بالعر ي‬
Wanita hamil dan menyusui apabila takut kalau puasa membahayakan
dirinya dibolehkan tidak berpuasa dan wajib mengqadha, adapun
apabila takut kalau puasa membahayakan anaknya maka dibolehkan
tidak berpuasa, wajib mengqadha dan membayar kaffarat. Kaffaratnya
adalah 1 mud, yaitu setara dengan 1 sepertiga Ritel Iraqy.

Wanita hamil dan menyusui boleh tidak berpuasa apabila takut


puasa bisa membahayakan dirinya atau anaknya. Apabila dia memilih
untuk tidak berpuasa maka wajib baginya untuk menqadha hutang
puasanya setelah udzurnya hilang.
Adapun fidyah, maka tidak wajib kecuali dalam 1 kondisi, yaitu
ketika dia takut puasa bisa membahayakan anaknya saja, selain itu maka
tidak wajib membayar fidyah.
Penjelasannya adalah sebagai berikut: wanita yang hamil dan
menyusui, ketika dia tidak berpuasa kemungkinan alasan tidak
berpuasanya adalah karena takut puasa membahayakan dirinya saja,
anaknya saja atau dirinya dan anaknya.
1. Apabila dia khawatir kalau puasanya bisa membahayakan dirinya
saja dan dia tidak khawatir terhadap anaknya.
2. Apabila dia khawatir kalau puasanya bisa membahayakan anaknya
saja dan dia tidak khawatir terhadap dirinya.
3. Apabila dia khawatir kalau puasanya bisa membahayakan dirinya
dan anaknya.
Dari 3 kondisi di atas, yang wajib membayar fidyah adalah kondisi
ke 2.
Dalilnya adalah penafsiran Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma
terhadap firman Allah subhanahu wa ta'ala:
َ ُ ُ َ َّ َ َ َ
ْ ‫ون ُه ف ْد َية َط َع ُام م‬
]184 :‫ي} [البقرة‬
ٍ ‫ك‬
ِ ‫س‬ ِ ِ ‫{وعَل ال ِذين ي ِطيق‬
"Orang-orang yang mampu berpuasa wajib baginya untuk
membayar fidyah memberi makan seorang miskin". (QS. Al-
Baqarah: 184)
Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma berkata: "Ayat ini berisi rukhshoh14
bagi laki-laki tua dan wanita tua yang masih kuat berpuasa untuk berbuka
dan memberi makan seorang miskin setiap harinya, demikian juga wanita
hamil dan menyusui apabila takut". Abu Dawud berkata: "Maksudnya
adalah apabila takut puasa membahayakan anaknya saja boleh berbuka
dan wajib memberi makan". (HR. Abu Dawud: 2318)15
Riwayat di atas menunjukkan adanya rukhshoh bagi laki-laki tua,
wanita tua, wanita hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa meskipun
mereka kuat berpuasa, namun dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa
rukhshoh ini kemudian dimansukhkan16 kecuali rukhshoh untuk wanita
hamil dan menyusui.
Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma berkata: "Kemudian rukhsah ini
dimansukhkan dengan ayat (Barangsiapa diantara kalian yang hadir dalam
bulan Ramadan maka wajib baginya berpuasa), kecuali bagi laki-laki tua
dan wanita tua yang sudah tidak kuat lagi berpuasa, demikian juga wanita
hamil dan menyusui yang takut puasa akan membahayakan, dibolehkan
bagi mereka tidak berpuasa dan wajib memberi makan seorang miskin
setiap harinya". (HR. Baihaqi di kitab As-Sunan Al-Kubra: 8077)17

14
Rukhshoh adalah keringanan yang diberikan kepada seseorang dalam kondisi tertentu.
15
Dishahihkan oleh Syekh Albani di kitab Irwa Al-Ghalil, jld. 4, hlm. 18.
16
Dimansukhkan artinya hukumnya telah digantikan dengan hukum yang baru dari dalil yang datang
setelahnya.
17
Dishahihkan oleh Syekh Albani di kitab Irwa Al-Ghalil, jld. 4, hlm. 18.
.‫والمريض والمسافر سفرا طويال يفطران ويقضيان‬
Orang yang sakit dan orang yang sedang safar dengan jarak yang jauh,
boleh tidak berpuasa dan wajib mengqadha.

Orang yang sakit apabila tidak mampu berpuasa, atau khawatir


kalau puasa membahayakan dirinya dibolehkan untuk tidak berpuasa.
Demikian juga orang yang sedang safar dengan jarak yang jauh (yaitu 83
km atau lebih) dibolehkan untuk tidak berpuasa. Namun wajib bagi
mereka mengqadha puasa yang ditinggalkan.
Dalilnya adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
َ ُ َ َّ َ َ َ َ ً ُْ َ َ َ
]184 :‫{ف َم ْن كان ِمنك ْم َم ِريضا أ ْو َعَل َسف ٍر ف ِعدة ِم ْن أ َّي ٍام أخ َر} [البقرة‬
"Barangsiapa diantara kalian yang sedang sakit atau sedang safar,
maka hendaknya mengganti puasanya pada hari-hari yang lain".
(QS. Al-Baqarah: 184)
Yang dimaksud ayat ini adalah kewajiban mengqadha puasa apabila
mereka memilih untuk tidak berpuasa ketika sedang sakit atau safar.
Namun apabila mereka memilih puasa, maka sah puasanya sehingga tidak
perlu lagi diqadha.
Bolehnya meninggalkan puasa bagi orang yang sedang safar adalah
rukhshoh, artinya dibolehkan baginya memilih antara berpuasa atau
tidak, meskipun dia merasa tidak terbebani dengan safarnya, seperti:
orang yang safar dengan menggunakan alat transportasi modern. Namun
manakah yang lebih afdhal baginya berpuasa atau tidak?
Orang yang sedang safar tidak lepas dari 2 kondisi: kuat berpuasa
sambil safar atau tidak kuat.
1. Orang yang kuat berpuasa sambil safar, maka yang lebih afdhal
baginya adalah berpuasa; karena 3 alasan berikut:
a. Dengan berpuasa berarti tidak ada tanggungan hutang
puasa.
b. Puasa pada bulan Ramadan lebih afdhal dari pada pada
bulan-bulan yang lain selain Ramadan.
c. Berpuasa dalam kondisi safar lebih banyak dilakukan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dari pada tidak
berpuasa.
2. Orang yang tidak kuat berpuasa dalam kondisi safar, maka yang
afdhal baginya adalah tidak berpuasa; karena 2 alasan berikut:
a. Ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sedang
safar beliau melihat orang-orang yang sedang berkumpul
dan seorang laki-laki yang dipayungi karena merasa
lemah, maka beliau pun bersabda:
َ َّ َ
‫السف ِر» رواه البخاري‬ ‫الص ْو ُم ِ يف‬
َّ ‫الت‬
ِّ ّ ‫س ِم َن‬
ِ
َ ‫«ل ْي‬

"Bukanlah termasuk kebaikan berpuasa ketika sedang safar".


(HR. Bukhari: 1946)
Ibnu Hajar rahimahullah berkata: "Hadis ini menunjukkan
sunnahnya mengambil rukhshoh dengan tidak berpuasa
apabila memang dibutuhkan, dan makruhnya meninggalkan
rukhshoh karena ghuluw dan berlebih-lebihan". (Fathul Bari,
jld. 4, hlm. 186)
Shalat Tarawih
Shalat Tarawih tidak disebutkan di dalam kitab, namun mengingat
pentingnya ilmu yang berkaitan dengan amalan ini, maka akan kita bahas
secara ringkas fiqih tentang shalat Tarawih berdasarkan madzhab Syafi'i.
Shalat Tarawih adalah shalat malam yang dilakukan khusus pada
bulan Ramadhan. Dinamakan tarawih yang artinya adalah istirahat;
karena dahulu orang yang shalat Tarawih beristirahat setiap selesai 4
rakaat, karena panjangnya bacaan shalat. Dinamakan juga qiyam
Ramadhan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َْ َّ َ َ ُ َ ُ ْ ‫يم ًانا َو‬ َ َ ََ َ َ ْ َ
‫ غ ِف َر له َما تقد َم ِم ْن ذن ِب ِه» رواه البخاري ومسلم‬،‫اح ِت َس ًابا‬ َ ‫ان إ‬
ِ ‫«من قام رمض‬
"Barangsiapa yang shalat qiyam Ramadhan disertai dengan iman
dan pengharapan pahala dari Allah , maka diampuni semua
dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari: 37 dan Muslim: 759)
Jumlah rakaat shalat Tarawih adalah 20 rakaat, dilakukan dengan
salam pada setiap 2 rakaat. Waktunya adalah setelah shalat Isya sampai
sebelum terbit fajar, dan disunnahkan shalat Witir setelahnya.
Dalilnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Baihaqi:
"Bahwasannya kaum muslimin pada masa khalifah Umar bin Khattab
radiyallahu 'anhu shalat qiyam Ramadhan sebanyak 20 rakaat". (HR.
Baihaqi di As-Sunan Al-Kubra: 4679)
Dalam riwayat yang lain: "Bahwasannya Ali radiyallahu 'anhu
memanggil para penghafal Al-Quran pada bulan Ramadhan, dan
memerintahkan salah seorang diantara mereka untuk mengimami shalat
bersama kaum muslimin 20 rakaat". (HR. Baihaqi di As-Sunan Al-Kubra:
4682)
Tata cara shalat seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh para
shahabat radiyallahu 'anhum, kecuali pasti ada landasan dalilnya dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam; karena shahabat tidak mungkin
mengada-ada dalam masalah ibadah.
Sedangkan dalil bahwasannya shalat Tarawih dilaksanakan dengan
salam pada setiap 2 rakaat adalah keumuman sabda Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam:
ْ ْ َّ ُ َ َ
‫«صالة الل ْي ِل َمث َن َمث َن» رواه البخاري ومسلم‬
"Shalat malam 2 rakaat salam, 2 rakaat shalam". (HR. Bukhari: 990
dan Muslim: 749)
Hadis ini umum mencakup shalat malam pada bulan Ramadhan dan
selain bulan Ramadhan. Maka tidak sah melakukan shalat Tarawih dengan
salam pada setiap 4 rakaat, berdasarkan pendapat mu'tamad dalam
madzhab Syafi'i.
Shalat Tarawih sunnahnya dilakukan secara berjamaah, namun
boleh dilakukan sendiri-sendiri. Dan disunnahkan juga doa qunut pada
shalat witir di pertengahan akhir bulan Ramadhan.
.‫واالعتكاف سنة مستحبة‬
I'tikaf hukumnya sunnah yang dianjurkan.
I'tikaf adalah tinggal di dalam masjid dengan niat ibadah. Dalil
disyariatkannya i'tikaf adalah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
َ ‫ون ف ْال َم‬َ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َّ ُ ُ ْ َ ُ َ َ
]187 :‫اج ِد} [البقرة‬
ِ ‫س‬ ‫اشوهن وأنتم ع ِاكف ِ ي‬ ِ ‫{وَل تب‬
"Janganlah kalian menggauli istri-istri kalian, sedangkan kalian
dalam kondisi beri'tikaf di dalam masjid". (QS. Al-Baqarah: 187)
Dalil yang lain adalah perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar dan Aisyah
radiyallahu 'anhum: "Bawasannya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam
dahulu beri'tikaf pada sepuluh terakhir dari bulan Ramadhan", dan di
riwayat Aisyah radiyallahu 'anha terdapat tambahan: "… sampai beliau
wafat, kemudian istri-istri beliau juga beri'tikaf sepeninggalan beliau".
(HR. Bukhari: 2026 dan Muslim: 1171, 1172)
Hukum i'tikaf adalah sunnah di setiap waktu, dan di sepuluh
terakhir bulan Ramadhan lebih dianjurkan; untuk mendapatkan lailatul
qadr, yang mana amalan pada malam itu lebih baik daripada amalan
seribu bulan yang tidak ada di dalamnya lailatul qadr. Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman:
َ َْ َ ْ َْ َُ َ
]3 :‫{ل ْيلة القد ِر خ ْت ِم ْن أل ِف ش ْه ٍر } [القدر‬
"Lailatul qadr lebih baik dari seribu bulan". (QS. Al-Qadr: 3)
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َْ َّ َ َ ُ َ ُ ْ ‫يم ًانا َو‬ َ َ ََْ َ َ ْ َ
َ ‫الق ْدر إ‬
‫ غ ِف َر له َما تقد َم ِم ْن ذن ِب ِه» رواه البخاري ومسلم‬،‫اح ِت َس ًابا‬ ِ ِ ‫«من قام ليلة‬
"Barangsiapa yang shalat malam pada lailatul qadr disertai
keimanan dan mengharapkan pahala dari Allah, maka diampuni
seluruh dosanya yang telah lalu". (HR. Bukhari: 1901 dan Muslim:
760)
.‫ النية واللبث يف المسجد‬:‫وله رشطان‬
Syarat i'tikaf ada 2: niat dan tinggal di dalam masjid.
Yang dimaksud syarat di sini adalah rukun. Di kitab disebutkan
bahwa rukun i'tikaf ada 2, namun Al-Khatib Asy-Syirbini di dalam
syarahnya mengatakan bahwa rukun i'tikaf ada 418:
Rukun yang pertama adalah adalah niat; karena i'tikaf adalah
ibadah dan setiap ibadah pasti membutuhkan niat. Dalilnya adalah sabda
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
‫ات» رواه البخاري ومسلم‬ َّ ِّ ُ َ ْ َ َ َّ
ِ ‫«إنما األعمال ِبالني‬
ِ
"Sesungguhnya sah tidaknya setiap amalan bergantung kepada
niatnya". (HR. Bukhari: 1 dan Muslim: 1907)
Apabila i'tikafnya adalah i'tikaf wajib, seperti: i'tikaf nadzar, maka
wajib meniatkan "i'tikaf wajib"; untuk membedakannya dari i'tikaf
sunnah.
Rukun yang kedua adalah tinggal di dalam masjid. Yang dimaksud
dengan tinggal di dalam masjid adalah berada di dalamnya meskipun
cuma sebentar saja seperti tuma'ninah di dalam shalat, dan tidak
diwajibkan diam. Bahkan seandainya seseorang berjalan di dalam masjid
sambil dia berniat i'tikaf, maka sah i'tikafnya.
Rukun yang ketiga yang tidak disebutkan di kitab adalah tempat
i'tikafnya adalah masjid, maka tidak sah beri'tikaf di dalam rumah
meskipun yang beri'tikaf adalah seorang wanita. Allah subhanahu wa
ta'ala berfirman:
َ َْ َ ُ َ ْ ُ ْ َ َ َّ ُ ُ ْ َ ُ َ َ
]187 :‫اج ِد} [البقرة‬
ِ ‫اشوهن وأنتم ع ِاكفون ِ يف المس‬ ِ ‫{وَل تب‬
"Janganlah kalian gauli istri-istri kalian sedangkan kalian dalam
kondisi beri'tikaf di dalam masjid". (QS. Al-Baqarah: 187)
Dalil yang lain adalah bahwa istri-istri Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam beri'tikaf di dalam masjid19, karena kalau saja beri'tikaf di
rumah dibolehkan niscaya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam akan

18
Asy-Syirbini, Al-Iqna', jld. 2, hlm. 665.
19
(HR. Bukhari: 2026 dan Muslim: 1171, 1172)
memerintahkan mereka untuk i'tikaf di dalam rumahnya saja; karena
lebih terjaga.
Masjid yang digunakan untuk shalat Jumat lebih afdhal daripada
masjid yang tidak digunakan untuk shalat Jumat; karena jamaahnya lebih
banyak dan tidak harus keluar untuk shalat Jumat.
3 masjid yang mulia, yaitu: Masjidil Haram, masjid Nabawi dan
masjid Al-Aqsa lebih afdhal dari pada masjid-masjid yang lain. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
َ ‫ إ ََّل‬،‫يما س َو ُاه‬
َ ‫الم ْسج َد‬ َ َ َْ ْ ْ ‫الة ف َم ْسجدي َه َذا َخ‬َ َ
‫الح َر َام» رواه البخاري‬ ِ ِ ِ
َ ‫الة ف‬
ِ ٍ ‫ص‬ ‫ف‬
ِ ‫ل‬ ‫أ‬ ‫ن‬‫م‬ِ ‫ت‬ ِ ِ ‫«ص ِ ي‬
‫ومسلم‬
"Shalat di masjidku ini lebih baik 1000 kali dari shalat di masjid yang
lain, kecuali Masjidil Haram". (HR. Bukhari: 1190 dan Muslim:
1394), dalam riwayat yang lain: "lebih afdhal".
Di dalam riwayat Imam Ibnu Majah terdapat tambahan:
َ ‫«و َص ََلة ف ْال َم ْسج ِد ْال َح َرام َأ ْف َض ُل م ْن م َائة َأ ْلف َص ََلة ف‬
‫يما ِس َو ُاه» رواه ابن ماجه‬ َ
ِ ٍ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ‫ِي‬
"Shalat di Masjidil Haram lebih afdhal 100.000 kali dari shalat di
masjid yang lain". (HR. Ibnu Majah: 1406)20
Dan terdapat tambahan masjidil Aqsha pada riwayat Imam Al-
Baihaqi:
َ َ َ ْ َْ
»‫س خ ْم ُس ِمائ ِة َصَل ٍة‬
ِ ‫د‬
ِ ‫ق‬ ‫«و ِ يف َم ْس ِج ِد َب ْي ِت الم‬
َ

"Shalat di Baitul Maqdis lebih afdhal dari 500 shalat". (HR. Baihaqi
di kitab Syu'abul Iman: 3845)21
Rukun yang keempat yang juga tidak disebutkan di dalam kitab
adalah orang yang beri'tikaf. Syaratnya ada 3:
1. Muslim, maka tidak sah i'tikafnya orang kafir.
2. Berakal, maka tidak sah i'tikafnya orang gila dan anak yang
belum mumayyiz.
3. Suci dari hadas besar, seperti: haid, nifas dan junub. Akan tetapi
orang yang junub karena bermimpi dalam kondisi sedang

20
Dishahihkan oleh Syekh Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil, jld. 4, hlm. 146.
21
Didha'ifkan oleh Syekh Albani dalam kitab Dha'if Al-Jami' Ash-Shaghir, hlm. 514, hadis no. 3521.
beri'tikaf kemudian langsung mandi janabah dan kembali ke
masjid, sah i'tikafnya dan tidak terputus.
Hal-hal yang bisa membatalkan i'tikaf, tidak disebutkan di dalam
kitab, namun mengingat pentingnya hal tersebut maka kita sebutkan ada
3 hal yang bisa membatalkan i'tikaf:
1. Keluar dari batas masjid.
2. Jima' secara mutlak, meskipun tidak keluar mani.
3. Keluar mani karena bermesrahan, seperti: berpelukan,
berciuman, dan sebagainya.
‫وال يخرج من االعتكاف المنذور إال لحاجة اإلنسان أو عذر من حيض أو مرض ال يمكن المقام‬
.‫معه ويبطل بالوطء‬
Orang yang sedang beri'tikaf nadzar tidak boleh keluar dari tempat
i'tikafnya kecuali karena buang hajat atau udzur syar'i, seperti: haid,
nifas dan sakit yang tidak memungkinkan untuk tinggal di masjid. I'tikaf
menjadi batal dengan jima'.
Orang yang sedang beri'tikaf tidak boleh keluar dari masjid; karena
keluar dari masjid membatalkan i'tikaf, kecuali apabila keluar dari masjid
dengan tujuan berikut ini:
1. Buang hajat besar maupun kecil, termasuk juga mandi janabah.
2. Haid dan nifas.
3. Sakit yang tidak memungkinkan untuk tinggal di masjid, seperti:
pingsan, mencret, dan sebagainya.
4. Keluar dari masjid karena masjid tidak aman, seperti: gempa
bumi, kebakaran, perampokan, dan sebagainya.
Maka apabila uzur-uzur di atas telah hilang, orang tersebut bisa
kembali melanjutkan i'tikafnya tanpa memperbarui niat; karena i'tikafnya
belum batal.
،‫ وبغروب الشمس من آخر يوم من شهر رمضان‬،‫ اإلسالم‬:‫وتجب زكاة الفطر بثالثة أشياء‬
.‫ووجود الفضل عن قوته وقوت عياله يف ذلك اليوم‬
Zakat fithri diwajibkan apabila terpenuhi 3 syarat berikut: Islam,
terbenamnya matahari pada hari yang terakhir bulan Ramadhan, dan
adanya kelebihan makanan pokok untuk kebutuhan dirinya dan
keluarganya pada hari 'id.
Dalil disyariatkannya zakat Fithri adalah ijma', keumuman firman
Allah subhanahu wa ta'ala:
َ َ َّ ُ َ
]43 :‫الزكاة} [البقرة‬ ‫{وآتوا‬
"Tunaikanlah zakat". (QS. Al-Baqarah: 43)
Dan hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar radiyallahu 'anhuma:
َ َ ً ‫ َأ ْو َص‬،‫اعا م ْن َشعت‬
ً َ ْ ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم َص َد َق َة‬
ُ ‫اَّلل َص ََّل‬ َّ ُ ُ َ َ َ َ
‫اعا ِم ْن ت ْم ٍر َعَل‬ ٍ ِ ِ ‫الفط ِر ص‬ِ ِ ِ ‫ول‬ ‫«فرض رس‬
َ َ َ َ َ َ َ ُ َ
َ ‫ والح ِّر و‬،‫الصغت َوالكبت‬
َ ُ َ َّ
:‫ «صدقة ر َمضان» وبزيادة‬: ‫وك» رواه البخاري وعند مسلم بلفظ‬ ِ ‫الم ْمل‬ ِ ِ ِ ِ
َ ‫ «م َن ْال ُم ْسلم‬:‫ وبزيادة‬،»‫األ ْن ََن‬ ُ ْ َ َ َّ َ
‫ي» يف رواية ابن ماجه‬ ِِ ِ ‫« والذك ِر و‬
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat Fithri 1
sha'22 sya'ir23, atau 1 sha' kurma kepada setiap orang, baik kecil
maupun besar, merdeka maupun budak". (HR. Bukhari: 1512),
terdapat tambahan pada riwayat yang lain: "…baik laki-laki maupun
wanita". (HR. Bukhari: 1511 dan Muslim: 984), dan ada tambahan
pada riwayat imam Tirmidzi dan imam Ibnu Majah: "…dari kaum
muslimin". (HR. Tirmidzi: 676 dan Ibnu Majah: 1826)24
Di hadis yang diriwayatkan oleh Abu Said Al-Khudri radiyallahu
'anhu beliau berkata:
َ َ َ َ َ ً ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم َي ْو َم الف ْطر َص‬
ُ ‫اَّلل َص ََّل‬
َّ ُ
ُ ‫«ك َّنا ُن ْخر ُج ف َع ْهد َر‬
:‫ال أ ُبو َس ِعي ٍد‬‫ وق‬،»‫اعا ِم ْن ط َع ٍام‬ ِ ِ ِ ‫ول‬
ِ ‫س‬ ِ
ِ َّ َ َّ َ ‫َ َ َ َ ِ َ َ ِ ي‬
»‫يب َواأل ِق ُط َوالت ْم ُر‬
ُ ‫الزب‬
ِ
َّ ‫الشع ُت َو‬
ِ ‫«وكان طعامنا‬
"Dahulu kami mengeluarkan zakat Fithri pada zaman Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam 1 sha' makanan". Abu Said berkata:

22
1 sha' adalah ukuran volume yang apabila diisi beras maka beratnya sekitar 2,5 - 3 kg.
23
Sya'ir adalah biji-bijian yang menjadi makanan pokok pada saat itu, seperti gandum.
24
Dishahihkan oleh Syekh Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil, jld. 3, hlm. 314.
"Dan makanan kami pada saat itu adalah sya'ir, zabib25, aqith26 dan
kurma". (HR. Bukhari: 1510)
Syarat wajibnya mengeluarkan zakat Fithri ada 4 -yang disebutkan
di kitab hanya 3 syarat saja- yaitu:
Syarat yang pertama adalah Islam berdasarkan hadis Ibnu Umar
radiyallahu 'anhuma di atas, maka tidak wajib mengeluarkan zakat Fithri
bagi orang kafir dan juga tidak sah, akan tetapi dia akan diazab di akhirat
karena meninggalkan zakat dan juga syarat wajibnya yaitu Islam.
Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
َّ ُ َ ‫) َو َل ْم َن ُك ُن ْطع ُم ْالم ْسك‬43( ‫ي‬
‫) َوكنا‬44( ‫ي‬ َ ‫) َق ُالوا َل ْم َن ُك م َن ْال ُم َص ِّل‬42( ‫{ما َس َل َك ُك ْم ف َس َق َر‬
َ
ِ ِ ِ َ ِ ِّ ‫ي‬ ِ
- 42 :‫) } [المدثر‬47( ‫ي‬ ُ ‫) َح رَّن أ َت َانا ْال َيق‬46( ‫الدين‬ ِّ ْ َ ُ َ ُ َّ ُ َ
‫) وكنا نكذب ِبيو ِم‬45( ‫ي‬ َ ‫وض َم َع ْال َخائض‬ ُ ‫َن ُخ‬
ِ ِ ِ ِ
]47
"Apa yang menyebabkan kalian berada di neraka Saqor? Mereka
berkata: Kami dulu bukan termasuk orang-orang yang shalat, kami
dulu tidak memberi makan orang-orang miskin, kami dulu
mengikuti pembicaraan ahlul batil, dan kami mendustakan hari
pembalasan, sampai datangnya ajal kami". (QS. Al-Mudatsir: 42-47)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta'ala menjelaskan bahwa
meninggalkan amal shalih merupakan penyebab bertambahnya azab
orang-orang yang tidak beriman.
Syarat yang kedua adalah terbenamnya matahari pada hari yang
terakhir bulan Ramadhan, maka tidak wajib bagi orang yang meninggal
sebelum itu, dan juga tidak wajib bagi anak yang lahir setelahnya. Karena
sebab zakat Fithri adalah masuknya bulan Ramadhan dan waktu wajibnya
adalah di pergantian bulan Ramadhan ke bulan Syawwal, maka tidak wajib
zakat Fithri kecuali bagi orang yang hidup pada 2 waktu tersebut, yaitu:
bulan Ramadhan dan bulan Syawwal, meskipun cuma sekejap saja di akhir
bulan Ramadhan atau di awal bulan Syawwal.
Syarat yang ketiga adalah memiliki kelebihan untuk kebutuhan
makanan pokok dirinya dan orang-orang yang wajib dia nafkahi pada
malam dan hari 'id. Oleh karena itu, orang yang berhutang juga wajib

25
Zabib adalah anggur yang dikeringkan.
26
Aqith adalah susu yang dikeringkan.
mengeluarkan zakat Fithri apabila dia memenuhi syarat ini; karena hutang
tidak menghalangi wajibnya zakat.
Syarat yang keempat -yang tidak disebutka di kitab- adalah
merdeka (bukan budak), maka tidak wajib zakat bagi budak; karena
zakatnya ditanggung oleh tuannya.
Seorang istri tidak wajib mengeluarkan zakat; karena zakatnya
ditanggung oleh suaminya. Bahkan seandainya sang suami tidak mampu
membayar zakat istrinya, maka gugurlah kewajiban zakat istrinya,
meskipun sang istri kaya.
Demikian juga anak yang masih dalam tanggungan nafkah orang
tuanya tidak wajib mengeluarkan zakat; karena zakatnya ditanggung oleh
orang tuanya.
‫ وقدره خمسة أرطال‬،‫ويزك عن نفسه وعمن تلزمه نفقته من المسلمي صاعا من قوت بلده‬
‫ي‬
.‫اف‬
‫وثلث بالعر ي‬
(orang yang wajib zakat) mengeluarkan zakat dirinya dan zakat orang-
orang muslim yang wajib dia nafkahi, berupa 1 sha' dari makanan pokok
masyarakat setempat, yang setara dengan 5 sepertiga Rithel Iraqy.

Orang yang wajib berzakat mengeluarkan zakat dirinya dan zakat


orang-orang yang wajib dinafkahinya.
Orang-orang yang wajib dinafkahi ada 3 macam:
1. Orang-orang yang wajib dinafkahi karena sebab pernikahan,
mereka adalah istri.
2. Orang-orang yang wajib dinafkahi karena sebab kekerabatan,
mereka adalah: ayah, ibu, kakek, nenek dan seterusnya ke atas,
anak, cucu dan seterusnya ke bawah.
3. Orang-orang yang wajib dinafkahi karena sebab kepemilikan,
mereka adalah budak yang dimiliki.
Zakat yang dikeluarkan berupa 1 sha' dari makanan pokok
masyarakat tempat tinggal orang yang wajib berzakat.
Apabila pada suatu tempat, masyarakat mengkonsumsi 2 makanan
pokok, seperti: beras dan jagung atau beras dan gandum, maka yang
dikeluarkan adalah makanan pokok yang sering dimakan, bukan yang
lebih mahal atau yang lebih murah; karena maksud dari zakat Fithri adalah
makanan dan bukan nilainya.
Zakat Fithri yang dikeluarkan setara dengan 5 sepertiga Rithel
Iraqy. Rithel Iraqiy adalah satuan berat yang digunakan oleh masyarakat
pada zaman penulis buku hidup. Sedangkan pada zaman sekarang, satuan
berat yang umum digunakan adalah kilo gram, maka 1 sha' kalau dihitung
dengan kilo gram adalah setara dengan 2,5 sampai 3 kg beras.
Bolehkah mengeluarkan zakat Fithri dalam bentuk uang?
Tidak diperbolehkan mengeluarkan zakat Fithri dalam bentuk uang,
berdasarkan hadis Ibnu Umar dan hadis Abu Sa'id Al-Khudri radiyallahu
'anhum di atas. Dan juga Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tidak
pernah mengeluarkan zakat Fithri dalam bentuk uang, juga tidak
mengizinkan shahabatnya untuk mengeluarkan zakat Fithri dalam bentuk
uang, padahal pada saat itu mereka memiliki uang yang bisa menjadi alat
pembayaran dalam transaksi jual beli, yang fungsinya sama dengan uang
pada zaman sekarang.
Kapan waktu dibolehkannya mengeluarkan zakat Fithri?
Zakat Fithri wajib dikeluarkan mulai terbenam matahari pada
malam 'id. Namun boleh dikeluarkan sebelum itu, yaitu mulai awal bulan
Ramadhan; karena bulan Ramadhan adalah sebabnya, maka boleh
dikeluarkan ketika sudah ada sebabnya. Dan batas waktu terakhir
mengeluarkannya adalah sebelum terbenamnya matahari pada hari 'id.
Yang afdhal adalah dikeluarkan pada pagi hari 'id sebelum imam memulai
shalat 'id.
Siapakah yang berhak menerima zakat Fithri?
Yang berhak menerima zakat Fithri adalah 8 golongan yang
disebutkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala di dalam firmanNya:
َ ‫الر َقاب َو ْال َغارم‬
‫ي َو ِ يف‬ ُ ‫ي َع َل ْي َها َو ْال ُم َؤ َّل َفة ُق ُل‬
ِّ ‫وب ُه ْم َوف‬ َ ‫ات ل ْل ُف َق َراء َو ْال َم َساكي َو ْال َعامل‬
ُ َ َ َّ َ َّ
ِِ ِ ‫ِي‬ ِ ِِ ِ ِ ً ِ ِ ‫ِ{إنما الصدق‬
ُ َّ ‫اَّلل َو‬
َّ َ َ َ ْ َ َّ ‫َسبيل ا‬
]60 :‫اَّلل َع ِليم َح ِكيم } [التوبة‬ ِ ‫يل ف ِريضة ِمن‬ َّ
ِ ‫َّلل واب ِن الس ِب‬
ِ ِ ِ
"Sesungguhnya zakat itu hanya diberikan kepada: orang fakir,
orang miskin, amil zakat, muallaf, untuk membebaskan budak,
orang yang berhutang, orang yang berjihad di jalan Allah dan
musafir, itulah kewajiban dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana". (QS. At-Taubah: 60)
1. Orang fakir yang dimaksud adalah orang yang tidak punya harta dan
mata pencaharian yang layak, yang mencukupi kebutuhannya. Bisa
jadi orang tersebut memiliki mata pencaharian, namun tidak layak
baginya dan tidak mencukupi kebutuhannya.
2. Orang miskin yang dimaksud adalah orang yang memiliki harta dan
mata pencaharian yang layak baginya, namun tidak mampu
mencukupi kebutuhannya.
3. Amil zakat yang dimaksud adalah orang yang bekerja mengambil
zakat dari orang yang wajib zakat, mengumpulkan, mencatat dan
menyalurkannya. Amil zakat berhak mendapatkan imbalan berupa
upah berdasarkan standar gaji yang sesuai dengan pekerjaannya.
4. Muallaf yang dimaksud adalah orang yang baru masuk Islam dan
imannya masih lemah, atau dia adalah tokoh masyarakat yang baru
masuk Islam dan memiliki pengikut yang diharapkan untuk masuk
Islam.
5. Untuk membebaskan budak, yaitu membantu budak mukatab27
untuk melunasi tanggungannya kepada tuannya sehingga bisa
bebas.
6. Orang yang berhutang, dengan syarat berhutangnya untuk sesuatu
yang halal dan dia tidak mampu melunasinya, maka tidak berhak
mendapatkan zakat orang yang berhutang untuk berfoya-foya,
atau untuk bermaksiat.
Termasuk orang yang berhak mendapatkan zakat adalah orang
yang berhutang untuk kemaslahatan umum, seperti mendamaikan
2 kelompok yang sedang bertikai dengan menanggung segala
kerugian yang diakibatkan karena pertikaian. Apabila dia berhutang
karena sebab tersebut maka dia berhak mendapatkan zakat,
meskipun dia kaya dan mampu membayar hutangnya.
7. Orang yang berjihad di jalan Allah, yang dimaksud adalah orang
yang berperang bersama pemerintah untuk melawan orang-orang
kafir, dengan syarat dia tidak mendapatkan gaji tetap dari
pemerintah. Maka tidak berhak mendapatkan zakat orang yang
sudah mendapatkan gaji tetap, seperti tentara.
8. Musafir yang dimaksud adalah orang yang melakukan perjalanan
jauh, dengan syarat safarnya bukan untuk tujuan maksiat.

27
Budak mukatab adalah budak yang membeli kebebasannya dari tuannya dengan nilai tertentu,
kemudian membayarnya secara berkala. Dan dia akan bebas setelah tanggungannya lunas.
‫وف‬ ‫ ر‬:‫وه ركعتان‬
‫ ي‬،‫يكي يف األوىل سبعا سوى تكبية اإلحرام‬ ‫ ي‬،‫وصالة العيدين سنة مؤكدة‬
.‫الثانية خمسا سوى تكبية القيام‬
Shalat 'id hukumnya sunnah muakkadah, terdiri dari 2 rakaat: dengan 7
kali takbir pada rakaat pertama selain takbiratul ihram, dan 5 kali takbir
pada rakaat yang kedua selain takbir ketika bangun ke rakaat kedua.

Shalat 'id adalah shalat sunnah yang dilakukan pada waktu dhuha
hari 'id. Hukumnya adalah sunnah muakkadah, yaitu sangat dianjurkan.
Dalil disyariatkannya adalah ijma' ulama berdasarkan firman Allah
subhanahu wa ta'ala:
ْ َ َ
]2 :‫{ف َص ِّل ِل َرِّبك َوان َح ْر} [الكوثر‬
"Maka shalatlah untuk Rabbmu dan sembelihlah hewan
kurbanmu". (QS. Al-Kautsar: 2)
Shalat yang dimaksud adalah shalat 'idul Adha.
Dalil yang lain adalah perbuatan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam, diriwayatkan dari Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma beliau berkata:
ْ ُ َّ َ َ َ َ ْ ُ َ َ َ ُ َ ْ َ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َ َّ ُ َ َ َ َ ُ ْ َ
،‫اَّلل َعن ُه ْم‬ ‫ض‬
‫ي‬ ِ ‫ر‬ ‫ان‬‫م‬‫ث‬‫ع‬‫و‬ ،‫ر‬‫م‬‫ع‬‫و‬ ،‫ر‬ٍ ‫ك‬ ‫ب‬ ‫ئ‬
‫ِّ ي‬ ‫أ‬‫و‬ ، ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬‫و‬ ‫ه‬
ِ ‫ي‬‫ل‬ ‫ع‬ ‫هللا‬ ‫َل‬ ‫اَّلل ص‬
ِ ‫ول‬ ِ ‫العيد ُّ مع َرس‬
ِ ‫«ش ِهدت‬
ْ ُ َ ُ َ ُّ ُ َ
‫فكل ُه ْم كانوا ُي َصلون ق ْب َل الخط َب ِة» رواه البخاري‬
"Aku menyaksikan shalat 'id bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi
wa sallam, Abu Bakar, Umar dan Utsman radiyallahu 'anhum,
mereka semua memulai shalat sebelum khutbah". (HR. Bukhari:
962)
Waktu pelaksanaan shalat 'id adalah mulai terbit matahari sampai
sebelum waktu istiwa, yaitu sebelum matahari tepat berada di tengah-
tengah langit, dan afdhalnya dilakukan setelah matahari setinggi tombak
dalam pandangan mata.
Jumlah rakaatnya adalah 2 rakaat sebagaimana shalat sunnah pada
umumnya, tanpa didahului azan dan iqamat, dan tidak disunnahkan
shalat sebelum maupun setelahnya. Dalilnya adalah hadis Ibnu Abbas
radiyallahu 'anhuma ketika ditanya apakah dirinya menyaksikan shalat 'id
bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam? Beliau mengiyakannya
dan berkata:
ً َ َ ً َ َ ُ ْ َ َ َ َ َّ ُ َّ َ َ َ َّ َ َ ْ َ َ ُ َّ َّ ُ ُ َ َ َ َ
‫ َول ْم َيذك ْر أذانا َوال ِإق َامة» رواه البخاري‬،‫ب‬‫اَّلل َصَل هللا علي ِه وسلم فصَل ثم خط‬
ِ ‫ول‬ ‫«خرج رس‬
"Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam keluar lalu shalat,
kemudian berkhutbah, dan tidak disebutkan azan maupun iqamat".
(HR. Bukhari: 5249)
Di dalam riwayat yang lain Ibnu Abbas radiyallahu 'anhuma berkata:
ُ َ َ َ ْ َ َ ْ َ َّ َ َ َ ْ َ َ َّ َ َ َ َ ُ َّ َ ُّ َّ َ َ َ
‫ي ل ْم ُي َص ِّل ق ْب ُل َوال َب ْعد» رواه البخاري‬
ِ ‫ فصَل ركعت‬،‫يد‬ ٍ ‫ن صَل هللا عل ْي ِه وسلم يوم ِع‬ ‫«خرج الن ِّ ي‬
‫ومسلم‬
"Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam keluar pada hari 'id, kemudian
shalat 2 rakaat, tidak shalat sebelum maupun sesudahnya". (HR.
Bukhari: 1431 dan Muslim: 884)
Disunnahkan pada rakaat pertama untuk bertakbir sambil
mengangkat kedua tangan dan mengeraskan suara sebanyak 7 kali
setelah takbiratul ihram, dan bertakbir sebanyak 5 kali sambil
mengangkat kedua tangan dan mengeraskan suara setelah takbir intiqal
(takbir saat bangun ke rakaat ke 2). Takbir ini hukumnya adalah sunnah
haiah, yaitu apabila ditinggalkan shalatnya tetap sah dan tidak perlu sujud
sahwi.
Disunnahkan melakukan shalat 'id secara berjamaah, namun boleh
juga dilakukan secara sendiri-sendiri. Dan apabila dilakukan secara
berjamaah maka disunnahkan khutbah setelahnya.
.‫وف الثانية سبعا‬ ‫ ر‬:‫ويخطب بعدها خطبتي‬
‫ ي‬،‫يكي يف األوىل تسعا‬
Berkuthbah setelahnya dengan 2 khutbah: bertakbir pada khutbah
pertama sebanyak 9 kali dan di khutbah kedua sebanyak 7 kali.

Disunnahkan khutbah 'id setelah selesai shalat apabila shalat 'id


dilakukan secara berjamaah. Tatacara khutbahnya sama seperti khutbah
Jum'at, yaitu: terdiri dari 2 khutbah. Akan tetapi disunnahkan pada
khutbah 'id untuk membaca takbir pada khutbah yang pertama sebanyak
9 kali secara berturut-turut dan di khutbah kedua sebanyak 7 kali secara
berturut-turut.
Disunnahkan pada khutbah 'idul Fithri khatib menjelaskan hukum-
hukum yang berkaitan dengan zakat Fithri, dan pada khutbah 'idul Adha
khatib menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengan kurba.
‫وف األضىح خلف‬
‫ ي‬،‫ويكي من غروب الشمس من ليلة العيد إىل أن يدخل اإلمام يف الصالة‬
‫ر‬
‫ر‬
.‫الصلوات المفروضات من صبح يوم عرفة إىل العرص من آخر أيام التشيق‬
Disunnahkan takbir mulai dari terbenamnya matahari pada malam id
sampai ketika imam memulai shalat 'id. Dan disunnahkan takbir pada
'idul Adha setiap selesai shalat fardhu mulai dari shalat Shubuh hari
Arafah sampai shalat Ashar pada hari terakhir Tasyriq.
Disunnahkan takbir, yaitu mengucapkan:
ُ ْ َّ َ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ َ ُ َّ َّ َ َ َ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ
»‫َّلل ال َح ْمد‬
ِ ِ ‫ اَّلل أ ك ّت و‬, ‫ َل ِإله ِإَل اَّلل واَّلل أ ك ّت‬, ‫«اَّلل أ ك ّت اَّلل أ ك ّت اَّلل أ ك ّت‬
Waktunya adalah mulai dari terbenamnya matahari pada malam
'idul Fithri dan 'idul Adha dan berhenti keesokan harinya ketika imam
memulai shalat 'id, dengan mengeraskan suara di rumah, pasar dan
tempat-tempat umum; karena takbir adalah syiar pada hari itu.
Takbir ini dinamakan dengan takbir mutlaq; karena tidak terikat
dengan shalat fardhu.
Disunnahkan juga takbir khusus pada 'idul Adha setiap selesai
shalat fardhu mulai dari shalat Shubuh hari Arafah (hari ke 9 Dzulhijjah)
sampai shalat Ashar pada hari terakhir Tasyriq (hari ke 13 Dzulhijjah).
Takbir ini dinamakan dengan takbir muqayyad; karena diucapkan
setiap selesai shalat fardhu saja.
Dalilnya adalah hadis Jabir bin Abdillah radiyallahu 'anhuma, beliau
berkata:
ُ ‫الص ْب َح م ْن َغ َداة َع َر َف َة ُي ْقب ُل َع ََل َأ ْص َحابه َف َي ُق‬
:‫ول‬ ُّ ‫هللا َع َل ْيه َو َس َّل َم إ َذا َص ََّل‬
ُ ‫اَّلل َص ََّل‬َّ ُ ُ َ َ َ
‫"كان رسول‬
َِ ِ َ ِ ِ ِ َ َ ِ َ ِ ِ
َّ َ ُ َ ْ ُ َّ َ ْ ُ َّ َ ُ َّ َّ َ َ َ َ ْ ُ َّ َ ْ ُ َّ َ ْ ُ َّ ُ ‫ ويق‬،»‫«ع ََل َم َكان ُك ْم‬
ُ َ َ َ
ِ ِ ‫ اَّلل أ ك ّت و‬, ‫ ََل ِإله ِإَل اَّلل واَّلل أ ك ّ ُت‬, ‫ «اَّلل أ ك ّ ُت اَّلل أ ك ّ ُت اَّلل أ ك ّ ُت‬:‫ول‬
‫َّلل‬ ِ
‫الدارقطن‬ ‫رواه‬ . " ‫يق‬ ‫ش‬
ْْ َّ
‫الت‬ ‫ام‬ َّ ‫ َف ُي َك ِّ ُت م ْن َغ َداة َع َر َف َة إ ََل َص ََلة ْال َع ْْص م ْن آخر أ‬, »‫ْال َح ْم ُد‬
‫ي‬
‫ي‬ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ِ ّ
"Dahulu Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam apabila selesai
shalat Shubuh di pagi hari Arafah, beliau menghadapkan wajahnya
kepada para shahabat sambil berkata: "Duduk di tempat kalian",
dan beliau mengucapkan:
ُ ْ َّ َ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ َ ُ َّ َّ َ َ َ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ ُ َ ْ َ ُ َّ
»‫َّلل ال َح ْمد‬
ِ ِ ‫ اَّلل أ ك ّت و‬, ‫ َل ِإله ِإَل اَّلل واَّلل أ ك ّت‬, ‫«اَّلل أ ك ّت اَّلل أ ك ّت اَّلل أ ك ّت‬
Beliau bertakbir (setiap selesai shalat fardhu) mulai dari pagi hari
Arafah sampai shalat Ashar hari terakhir hari-hari Tasyriq". (HR.
Daraquthni: 1737)28

28
Didha'ifkan oleh Syekh Albani dalam kitab Irwa al-Ghalil, jld. 3, hlm. 124.

Anda mungkin juga menyukai