Anda di halaman 1dari 22

FOCUS GROUP DISCUSSION

BADAN PENGKAJIAN MPR


“JENIS PUTUSAN MPR”
Sabtu/18 November 2023, d'primahotel Kualanamu / Medan

YUSRIN , S.H., M.HUM


MAKNA PUTUSAN
SECARA GRAMATIKAL
■ putusan/pu·tus·an/ n hasil memutuskan: berdasarkan ~ pengadilan, dia
dibebaskan;~ akhir Huk putusan pada akhir pemeriksaan perkara dalam sidang
pengadilan yang berisi pertimbangan menurut kenyataan, pertimbangan hukum,
dan putusan pokok perkara; ~ bebas Huk putusan berupa pembebasan
terdakwa karena tidak terbukti bersalah melakukan suatu tindak pidana seperti
yang didakwakan oleh penuntut umum; ~ lepas Huk putusan berupa tidak
dipidananya terdakwa karena perbuatan yang didakwakan tidak merupakan
tindak pidana; ~ pengadilan Huk pernyataan hakim dalam sidang pengadilan
yang dapat berupa pemidanaan, putusan bebas, atau lepas dari segala tuntutan
hukum; ~ sela Huk putusan sementara yang dijatuhkan oleh hakim sebelum ia
menjatuhkan putusan akhir;
https://kbbi.web.id/
EMPAT KEPUTUSAN SECARA
GRAMATIKAL YANG RELEVAN
■ keputusan/ke·pu·tus·an/ n 1 perihal yang berkaitan dengan putusan; segala
putusan yang telah ditetapkan (sesudah dipertimbangkan, dipikirkan, dan
sebagainya): jaksa itu sulit menerima ~ hakim; 2 ketetapan; sikap terakhir (langkah
yang harus dijalankan): ia tidak berani segera mengambil ~; 3 kesimpulan (tentang
pendapat): dari catatan itu diambil ~ bahwa dia memberi kesempatan kepada
pegawainya untuk melakukan perbuatan pidana; 4 hasil pemeriksaan (tentang
ujian): ~ ujian akan diumumkan melalui surat kabar; 5 cak kehabisan (tentang uang,
makanan, dan sebagainya): banyak pedagang yang ~ modal; 6 cak menderita
kekurangan: pada waktu itu saya ~ benar-benar;~ akal tidak tahu lagi bagaimana
https://kbbi.web.id/
menyelesaikannya; ~ uang kehabisan uang;
KEPUTUSAN
(DALAM ARTI LUAS DAN SEMPIT)

■ Bagi para penstudi hukum, tentu harus dipahami pembedaan yang lebih esensial. Pertama-
tama harus dicermati bahwa produk dari ilmu hukum (produk hukum, red) sebagai ilmu
praktis adalah keputusan-keputusan (decisions). Keputusan itu bisa dimaknai dalam arti luas,
karena dari sini kemudian dapat dibedakan menjadi peraturan dan keputusan dalam arti
sempit. Nah, keputusan dalam arti sempit (beschikking) ini tidak lain adalah keputusan yang
berdimensi administratif dan sekali-selesai (einmalig). Keputusan yang sekali-selesai itu
umumnya adalah keputusan-keputusan yang menyangkut individu tertentu yang secara
konkret disebutkan nama-namanya dalam keputusan-keputusan itu.

(Sidharta, https://business-law.binus.ac.id/2017/10/09/kebingungan-antara-peraturan-
keputusan-dan-surat-keputusan/ )
KEPUTUSAN VERSUS PERATURAN
KEPUTUSAN (TUN) PERATURAN (PER-UU-AN)
■ Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu ■ Peraturan Perundang-undangan
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh adalah peraturan tertulis yang
badan atau pejabat tata usaha negara yang memuat norma hukum yang
berisi tindakan hukum tata usaha negara mengikat secara umum dan
yang berdasarkan peraturan perundang- dibentuk atau ditetapkan oleh
undangan yang berlaku, yang bersifat lembaga negara atau pejabat yang
konkret, individual, dan final, yang berwenang melalui prosedur yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang ditetapkan dalam Peraturan
atau badan hukum perdata. Perundang-undangan.
UU Nomor 12 Tahun 2011 UU Nomor 12 Tahun 2011
KEPUTUSAN VERSUS PERATURAN
(Berdasarkan rumusan norma)

KEPUTUSAN PERATURAN (PER-UU-AN)


■ penetapan tertulis badan atau pejabat ■ peraturan tertulis
tata usaha negara ■ memuat norma hukum
■ berisi tindakan hukum tata usaha negara ■ mengikat secara umum
yang berdasarkan peraturan perundang- ■ dibentuk atau ditetapkan oleh
undangan yang berlaku
lembaga negara atau pejabat
■ bersifat konkret, individual, dan final yang berwenang
■ menimbulkan akibat hukum bagi ■ melalui prosedur yang
seseorang atau badan hukum perdata. ditetapkan
UU Nomor 12 Tahun 2011 UU Nomor 12 Tahun 2011
KEPUTUSAN versus PERATURAN
(Berdasarkan Ilmu Peraturan Perundang-undangan)

■ Perbedaan Keputusan (sebagai terjemahan atas Beschikking)


dengan Peraturan (sebagai terjemahan dari Regeling) yang
keduanya merupakan produk hukum dapat dipahami dengan
melihat jenis norma hukum yang dimuat di dalamnya.
■ Perbedaan antara Keputusan (beschikking) dengan Peraturan
(regeling) akan membawa konsekuensi yang juga berbeda
dalam hal terjadi keberatan terhadapnya.
KEPUTUSAN versus PERATURAN
(Berdasarkan Ilmu Peraturan Perundang-undangan, dilihat
dari kandungan norma hukumnya)
■ Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa perbedaan antara keputusan (beschikking)
dengan peraturan (regeling) : keputusan (beschikking) selalu bersifat individual dan
kongkrit (individual and concrete), sedangkan peraturan (regeling) selalu bersifat
umum dan abstrak (general and abstract). Yang dimaksud bersifat general and
abstract, yaitu keberlakuannya ditujukan kepada siapa saja yang dikenai perumusan
kaedah umum.
Buku Hukum Acara Pengujian Undang-undang karangan Jimly Asshiddiqie (hal. 2)

■ Maria Farida Indrati S menyatakan bahwa perbedaan antara keputusan (beschikking)


dengan peraturan (regeling) : suatu keputusan (beschikkiking) bersifat sekali-selesai
(enmahlig), sedangkan peraturan (regeling) selalu berlaku terus-menerus (dauerhaftig).
Buku “Ilmu Perundang-Undangan (1) (Jenis, Fungsi, Materi, Muatan)” (hal. 78)
KEPUTUSAN versus PERATURAN
(Berdasarkan Ilmu Peraturan Perundang-undangan, dilihat
dari konsekuensi hukumnya)

■ Produk hukum yang berbentuk Keputusan digugat melalui pengajuan kepada


Peradilan Tata Usaha Negara dengan tujuan akhir berbentuk pembatalan Keputusan
(tidak sah) namun tidak terjadi perubahan pada norma hukum yang menjadi rujukan
Keputusan, sedangkan …

■ Produk hukum yang berbentuk Peraturan diuji (Judicial review) langsung ke


Mahkamah Agung atau diuji ke Mahkamah Konstitusi dengan tujuan akhir berbentuk
pernyataan bahwa norma yang diuji bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan sehingga tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
KEPUTUSAN (BESCHIKKING) PERATURAN (REGELING)
Memuat norma yang bersifat individual dan Memuat norma yang bersifat umum dan
konkrit abstrak

Norma hukum yang dibentuk bersifat sekalli Norma hukum yang dibentuk berlaku terus
selesai (einmahlig) menerus (daurhaftig)

Keberatan terhadap suatu Keputusan Keberatan terhadap suatu Peratuan dilakukan


dilakukan dengan mengajukan gugatan dengan mengajukan pengujian (judicial review)
kepada Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN, kepada MA atau MK (sesuai dengan jenis
lanjut PT TUN, lanjut ke MA) Peraturan yang diuji)

Bentuk putusan pengadilan adalah Bentuk putusan pengadilan adalah norma


Pembatalan Keputusan (pernyataan hukum yang diuji bertentangan dengan
Keputusan tidak sah) namun tidak terjadi peraturan perundang-undangan yang lebih
perubahan pada norma hukum yang menjadi tinggi dan tidak memiliki kekuatan hukum
rujukan Keputusan mengikat.
KETETAPAN MPR DALAM PRAKTEK
(1960-2003)
RUJUKAN JUMLAH JENIS JENIS
TAP I/MPR/2003 TAP MPR PERATURAN KEPUTUSAN
PASAL 1 8 (DELAPAN) 8 (DELAPAN) 0 (NOL)
PASAL 2 3 (TIGA) 2 (DUA) 1 (SATU)
PASAL 3 8 (DELAPAN) 6 (ENAM) 2 (DUA)
PASAL 4 11 (SEBELAS) 10 (SEPULUH) 1 (SATU)
PASAL 5 5 (LIMA) 5 (LIMA) 0 (NOL)
PASAL 6 104 (SERATUS 72 (TUJUH PULUH 32 (TIGA PULUH
EMPAT) DUA) DUA)
TOTAL 139 103 36
TAMBAH
TAP 1/MPR/2003 140 104 36
KEWENANGAN MPR DALAM UUD NRI TAHUN 1945
(PASCA AMANDEMEN)

1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 [Pasal 3 ayat (1)];
2. melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden hasil pemilihan umum [Pasal 3 ayat
(2)];
3. memutuskan usul DPR untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden
dalam masa jabatannya, setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya,
atau perbuatan tercela dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden [Pasal 3
ayat (3)] dan Pasal [7B ayat (6) dan ayat (7)];
KEWENANGAN MPR DALAM UUD NRI TAHUN 1945
(PASCA AMANDEMEN) …. lanjutan

4. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti,


diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
[Pasal 8 ayat (1)];
5. memilih Wakil Presiden dari 2 (dua) calon yang diusulkan oleh Presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya [Pasal 8 ayat
(2)];
6. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya
secara bersamaan dari 2 (dua) pasangan calon presiden dan wakil presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calon
Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam
pemilihan umum sebelumnya sampai berakhir masa jabatannya [Pasal 9 ayat (1)].
Note : memilih berarti sekaligus melantik?
KEWENANGAN MPR DAN JENIS
PRODUK HUKUMNYA
KEWENANGAN PERATURAN KEPUTUSAN
[Pasal 3 ayat (1)] YA -
[Pasal 3 ayat (2)] - YA ?
[Pasal 3 ayat (3)] dan Pasal [7B ayat (6) dan ayat (7)] - YA ?
[Pasal 8 ayat (1)] - YA
[Pasal 8 ayat (2)] - YA
[Pasal 9 ayat (1)] - YA

DISKUSI LANJUTAN: Apakah kegiatan pelantikan merupakan sebuah Tindakan Hukum


dalam melahirkan norma hukum yang bersifat konkrit, individual sehingga harus
dituangkan dalam sebuah Keputusan ?? Ataukah hanya sebuah prosesi Pengucapan
Sumpah yang cukup dituangkan dalam Berita Acara?
HAKEKAT SEBUAH PELANTIKAN JABATAN
( PUTUSAN Mahkamah Konstitusi 002/SKLN-IV/2006 )
Beberapa ahli menyatakan hal sebagai berikut dalam Sengketa Kewenangan Antar Lembaga
Negara (SKLN) antara pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Depok (Badrul Zaman dan
Syihabbudin Ahmad) dengan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kota Depok (Perkara Nomor
002/SKLN-IV/2006):
a. Prof. Dr. Ryaas Rasyid menyatakan bahwa ”sebelum seseorang itu dilantik dan disumpah
sebagai pejabat publik, maka dia tidak mungkin bertindak mengatasnamakan jabatan publik
tersebut”
b. Prof. Soehino, S.H menyatakan bahwa ”calon terpilih belum/tidak dapat disebut “lembaga
negara”, atau Walikota/Wakil Walikota sebelum dilantik dan diambil sumpahnya oleh pejabat
yang berwenang”;
c. Topo Santoso, S.H., M.H menyatakan bahwa ” seseorang yang belum dilantik menjadi pejabat
dalam posisi tersebut, tidak dapat dikatakan selaku lembaga negara”.
d. Denny Indrayana, S.H., LL.M., Ph.D menyatakan bahwa ” Pemohon tidak atau paling tidak belum
dapat disebut sebagai lembaga negara, karena belum ada proses pengesahan pengangkatan
dan pelantikan, sehingga dalil Pemohon yang menyatakan sebagai lembaga negara adalah
premature”.
BAGAIMANA PROSES PELANTIKAN
PRESIDEN DILAKSANAKAN ?
UUD NRI TAHUN 1945 MENENTUKAN:
■ Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden. {Pasal 3 ayat (2)}
■ Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan Rakyat.
{Pasal 9 ayat (1)}

■ Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau DewanPerwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang,
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurutagama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah
Agung. {Pasal 9 ayat (1)}
Dua ketentuan tersebut, yakni ketentuan tentang pelantikan dan ketentuan tentang pengucapan sumpah atau
janji, jika digabungkan maka akan memiliki korelasi yang cukup kuat. Dari kedua pasal tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa ketentuan tentang pengucapan sumpah atau janji merupakan perwujudan dari
ketentuan tentang pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pengucapan sumpah atau janji merupakan
wujud sebuah pelantikan.
Dengan demikian, bentuk perbuatan MPR dalam melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dengan
meminta Presiden dan/atau Wakil Presiden mengucapkan sumpah atau janji di hadapan MPR.
Perlukah ada produk hukum berbentuk KEPUTUSAN MPR untuk pelantikan tersebut ?
PELANTIKAN ANGGOTA DPR-DPD-MPR
PERIODE 2019-2024
■ UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014:
– Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.7(1)}
– Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.76(2)}
– Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.252(3)}
– Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna
MPR. {p.8(1)}
– Anggota DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna
DPR. {p.77(1)}
– Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna
DPD. {p.253(1)}
PELANTIKAN ANGGOTA DPR-DPD-MPR
PERIODE 2019-2024
■ PRODUK HUKUM BESCHIKKING:
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/P TAHUN 2019 TENTANG
PERESMIAN PENGANGKATAN KEANGGOTAN DPR, DPD, DAN MPR MASA JABATAN TAHUN
2019-2024 (27 September 2019)

Kesatu : Meresmikan pengangkatan mereka yang namanya tercantum pada


Lampiran I Keputusan Presiden ini dalam keanggotaan MPR masa jabatan
tahun 2019-2024.
Kedua : Meresmikan pengangkatan mereka yang namanya tercantum pada
Lampiran II Keputusan Presiden ini dalam keanggotaan DPD masa jabatan
tahun 2019-2024.
Ketiga : Meresmikan pengangkatan mereka yang namanya tercantum pada
Lampiran III Keputusan Presiden ini dalam keanggotaan MPR masa
jabatan tahun 2019-2024.
Keempat : Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada saat pengucapan sumpah/janji
PRAKTEK DI MASA LALU

Kata “mengangkat” diganti menjadi “melantik “ ?


PILIHAN NAMA UNTUK PRODUK HUKUM
MPR SETELAH AMANDEMEN
■ Penggunaan istilah KETETAPAN MPR (TAP MPR) tidak dapat dipergunakan lagi oleh MPR
(baik dalam makna Peraturan maupun Keputusan), sebab istilah tersebut telah menjadi
salah satu “jenis” peraturan perundang-undangan yang terdapat dalam hirarki peratuan
perundang-undangan saat ini {Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011}
■ Kalau istilah Ketetapan MPR masih digunakan saat ini maka akan merancukan makna
KETETAPAN yang ada Pasal 7 ayat (1) tersebut mengingat bahwa MPR saat ini tidak memiliki
kewenangan membuat produk hukum yang berbentuk peraturan perundang-undangan di
level tersebut.
■ Saat ini MPR bukanlah Lembaga Tertinggi Negara sebagaimana dikonsepkan dalam UUD
Tahun 1945 (sebelum amandemen) dan juga saat ini MPR tidak dapat mengeluarkan Garis-
Garis Besar daripada Haluan Negara (GB-drpd-HN, bukan GBHN, red).
PILIHAN NAMA UNTUK PRODUK HUKUM MPR
SETELAH AMANDEMEN
SARAN:
No KEWENANGAN PERATURAN KEPUTUSAN MPR sebaiknya tidak menggunakan istilah apapun tuk
1 [Pasal 3 ayat (1)] YA - produk hukum hasil pelaksanaan kewenangan di kolom
nomor 1 selain langsung memberi nama UUD (jika itu
2 [Pasal 3 ayat (2)] - YA pergantian UUD) atau Amandemen UUD (jika itu tidak
3 [Pasal 3 ayat (3)] - YA mengganti UUD dengan yang baru). Tindakan ini sama
dan Pasal [7B ayat seperti membuat produk hukum Undang-Undang.
(6) dan ayat (7)] MPR dapat dan sebaiknya menggunakan istilah
4 [Pasal 8 ayat (1)] - YA KEPUTUSAN tuk kewenangan MPR di kolom 2 hingga 5.
Pilihan ini didasarkan pada format Lembaga Negara
5 [Pasal 8 ayat (2)] - YA dalam sistem ketatanegaraan Indonesia saat ini yang
[Pasal 9 ayat (1)] - YA tidak memuat hirarki antar Lembaga Negara sehingga
6
perlakuan terhadap semua Lembaga Negara harus
dibuat sama.

Anda mungkin juga menyukai