FGD - Keputusan MPR
FGD - Keputusan MPR
■ Bagi para penstudi hukum, tentu harus dipahami pembedaan yang lebih esensial. Pertama-
tama harus dicermati bahwa produk dari ilmu hukum (produk hukum, red) sebagai ilmu
praktis adalah keputusan-keputusan (decisions). Keputusan itu bisa dimaknai dalam arti luas,
karena dari sini kemudian dapat dibedakan menjadi peraturan dan keputusan dalam arti
sempit. Nah, keputusan dalam arti sempit (beschikking) ini tidak lain adalah keputusan yang
berdimensi administratif dan sekali-selesai (einmalig). Keputusan yang sekali-selesai itu
umumnya adalah keputusan-keputusan yang menyangkut individu tertentu yang secara
konkret disebutkan nama-namanya dalam keputusan-keputusan itu.
(Sidharta, https://business-law.binus.ac.id/2017/10/09/kebingungan-antara-peraturan-
keputusan-dan-surat-keputusan/ )
KEPUTUSAN VERSUS PERATURAN
KEPUTUSAN (TUN) PERATURAN (PER-UU-AN)
■ Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu ■ Peraturan Perundang-undangan
penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh adalah peraturan tertulis yang
badan atau pejabat tata usaha negara yang memuat norma hukum yang
berisi tindakan hukum tata usaha negara mengikat secara umum dan
yang berdasarkan peraturan perundang- dibentuk atau ditetapkan oleh
undangan yang berlaku, yang bersifat lembaga negara atau pejabat yang
konkret, individual, dan final, yang berwenang melalui prosedur yang
menimbulkan akibat hukum bagi seseorang ditetapkan dalam Peraturan
atau badan hukum perdata. Perundang-undangan.
UU Nomor 12 Tahun 2011 UU Nomor 12 Tahun 2011
KEPUTUSAN VERSUS PERATURAN
(Berdasarkan rumusan norma)
Norma hukum yang dibentuk bersifat sekalli Norma hukum yang dibentuk berlaku terus
selesai (einmahlig) menerus (daurhaftig)
■ Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau DewanPerwakilan Rakyat tidak dapat mengadakan sidang,
Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurutagama, atau berjanji dengan sungguh-sungguh di
hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan disaksikan oleh Pimpinan Mahkamah
Agung. {Pasal 9 ayat (1)}
Dua ketentuan tersebut, yakni ketentuan tentang pelantikan dan ketentuan tentang pengucapan sumpah atau
janji, jika digabungkan maka akan memiliki korelasi yang cukup kuat. Dari kedua pasal tersebut dapat
diambil kesimpulan bahwa ketentuan tentang pengucapan sumpah atau janji merupakan perwujudan dari
ketentuan tentang pelantikan Presiden dan/atau Wakil Presiden. Pengucapan sumpah atau janji merupakan
wujud sebuah pelantikan.
Dengan demikian, bentuk perbuatan MPR dalam melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah dengan
meminta Presiden dan/atau Wakil Presiden mengucapkan sumpah atau janji di hadapan MPR.
Perlukah ada produk hukum berbentuk KEPUTUSAN MPR untuk pelantikan tersebut ?
PELANTIKAN ANGGOTA DPR-DPD-MPR
PERIODE 2019-2024
■ UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014:
– Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.7(1)}
– Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.76(2)}
– Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan Presiden. {p.252(3)}
– Anggota MPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna
MPR. {p.8(1)}
– Anggota DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam rapat paripurna
DPR. {p.77(1)}
– Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara
bersama-sama yang dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna
DPD. {p.253(1)}
PELANTIKAN ANGGOTA DPR-DPD-MPR
PERIODE 2019-2024
■ PRODUK HUKUM BESCHIKKING:
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 98/P TAHUN 2019 TENTANG
PERESMIAN PENGANGKATAN KEANGGOTAN DPR, DPD, DAN MPR MASA JABATAN TAHUN
2019-2024 (27 September 2019)