Oleh: Darmawan
Abstrak
Penelitian ini meneliti tentang Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dikeluarkan
oleh lembaga tinggi negara dalam konteks kajian Hukum Administrasi Negara,
Penelitian ini merupakan penelitian Normatif dengan pendekatan Perundang-
Undangan (Statue approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach). Hasil
dari penelitian ini menyimpulkan bahwa Surat Keputusan Bersama itu pada
dasarnya adalah peraturan kebijakan, yaitu peraturan yang dibuat atas dasar
diskresi atau Ermessen. Pengujian Surat Keputusan Bersama merupakan
kewenangan dari Pengadilan Tata Usaha Negara berdasarkan UU No. 30 Tahun
2014 dan PERMA No. 2 Tahun 2019.
A. Pendahuluan
Bersama (SKB) oleh para menteri yang tergabung dalam kabinet Indonesia
Maju, ini merupakan sesuatu yang baru dalam konteks hukum kenegaraan di
Indonesia sejak era reformasi ada beberapa Surat Keputusan Bersama yang
menuai kontroversi seperti Surat Keputusan Bersama tiga menteri dan tiga
bersama itu diteken oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan Hak Asasi
1
Lihat SKB Menteri Dalam Negeri No. 220-4780 Tahun 2020, Menteru Hukum dan HAM No.
M.HH-14.HH.05.05 Tahun 2020, Menteri Komunikasi dan Inforrmatika No. 690 Tahun 2020,
Jaksa Agung No. 264 Tahun 2020, Kepala Kepolisian No. KB/3/XII/2020 dan Kepala BNPT No.
320/2020.
Manusia, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri dan
Sebelum itu juga ada Surat Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri,
2018.2
Bersama melanggar hak asasi manusia, ada yang menilai bertentangan dengan
Tahun 2011, dan ada pula ada yang menduga mengandung unsur sewenang-
wenangan (willekeur). Para pihak yang menjadi objek dari Surat Keputusan
2
Ridwan, “Eksistensi dan Keabsahan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Tentang Penjatuhan
Sanksi Terhadap Pegawai Negeri Sipil”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 28, Issue 1, Januari
2021, 2.
Bersama tersebut, ramai-ramai mengajukam gugatan ke PTUN dan judicial
B. Rumusan Masalah
Bersama?
C. Metode Penelitian
normatif. Penelitian hukum normatif adalah jenis penelitian yang yang dengan
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.
Maka berikut ini akan dibahas mengenai data yang dikumpulkan, sumber data,
teknik pengumpulan data, teknis pengolahan data, dan teknis analisis data.5
3
Ibid., 3.
4
Abdul Khadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT. Citra Adtya, 2004), 101.
5
Amirudin, Pengantar Metode Penelitian, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), 119.
Surat Keputusan Bersama ini akan dianalisis secara normatif, yaitu dengan
secara tertulis oleh pejabat yang berwenang dibedakan menjadi dua, yaitu
rambu tertulis yang dibuat lembaga negara, berlaku umum diseluruh wilayah
kebijakan yang tertulis, sifatnya personal (individu) dan final. Biasanya juga
untuk peraturan ranahnya adalah judicial review oleh Mahkamah Agung dan
Mahkamah Konstitusi.
6
Suherman Toha, Eksistensi Surat Keputusan Bersama dalam Penyelesaian Konflik Antar dan
Inren Agama, Laporan Akhir Penelitian Hukum Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian
Hukum dan HAM, 2011, 4.
Republik Indonesia. Legal reasoninya adalah ketika subtansinya akan
jika hanya diatur berdasarkan satu keputusan menteri, terlalu sempit karena
sifatnya interdepartemental.7
khususnya dalam penegakan hukum yang bersifat lintas sektoral. Dari segi
TAP MPR No. XX sudah lewat karena dicabut oleh Tap No. III/TAP
MPR/2000 dan dicabut pula oleh Tap No. I/TAP MPR/2003 yang
7
Soekanto, Reformasi Hukum di Indonesia, Hasil Studi Perkembangan Hukum, Proyek Bank
Dunia (Jakatarta: Cyberconsult, 1999), 35.
8
Ridwan, “Eksistensi dan Keabsahan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Tentang Penjatuhan
Sanksi Terhadap Pegawai Negeri Sipil”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 28, Issue 1, Januari
2021, 4.
lainya sebagainya dimaksud dalam Pasal 54 yang sifatnya mengatur, yang
lagi, namun istilah yang tepat adalah peraturan menteri. Terlepas dari apakah
terus menuai konteroversi. Pro dan kontra masih akan terus berlanjut.
9
Mahfud MD, Perdebatan Hukum Tata Negara Pasca Amandemen Konstitusi (Jakarta: RT. Raja
Grafindo Persada , 2010), 25.
bersamaa yang diterbitkan oleh pejabat tinggi negara. Sepanjang ia tidak
Surat keputusan bersama itu bukan pula objek semgketa tata usah
negara yang dapat dibawa ke Pengadilan Tata Usaha Negara, karena sifatnya
konkrit dan final. Kalau mau dibawa ke Mahkamah Agung, boleh saja untuk
pada undang-undang.10
10
Jimlly Asshidiqqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme di Indonesia (Jakarta: Sinar Grafika,
2018), 19.
setiap orang, harus ditunjukkan dasar hukumnya secara tegas.11 Hanya saja,
Hal ini karena, menurut Bagir Manan, adanya cacat bawaan (natural
pada saat pembentukan, karena itu mudah sekali aus (out of date) bila
dipercepat.12
pemerintah dalam kondisi tertentu dapat saja belum tersedia atau memang
tidak ada (leemten in het recht). Di sisi lain, dimungkinkan telah ada
memuat norma yang samar (vage norm) atau norma terbuka (open texture),
Sir William Wade dan Christoper Forsyth, Administrative Law (New York: Eight, 1987), 16.
11
Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Peranan Peraturan Perundang-Undangan Nasional (Bandung:
12
Dengan kata lain, norma terbuka merupakan norma yang terbuka substansi
atau isinya dan harus ditentukan lebih lanjut dalam berbagai keadaan atau
norma yang isinya tidak dapat ditentukan secara abstrak tetapi sangat
13
J.J.H. Bruggink, Renfleksi Tentang Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1996), 61.
14
Dyah Octarina Susanti dan A’an Eendi, “Memahamai Teks Undang-Undang dengan Metode
Intepretasi Eksegetikal”, Jurnal Kertha Patrika, Vol. 41, No. 2, Agustus 2019, 147.
15
Florance Hefronn dan Neil McFeeley, The Administrative Regulatory Process (New York:
Longman, 1983), 44.
Dengan demikian, diskresi merupakan peluang bagi pemerintah,
spesifik dan kondisi yang ditampilkan kasus tertentu: fakta yang tidak sama
Adanya norma terbuka dan norma samar itu sebenarnya sesuai dengan
dalam situasi dan kondisi dimana norma hukum positif tersebut berlaku.16
16
Abintoro Prakoso, “Vage Normen Sebagai Sumber Hukum Diskresi yang Belum Diterapkan
Polisi Penyidik Anak”, Jurnal Hukum Ius Quia Instum, Vol. 17, No. 2, April 2010, 254.
Diskresi diperlukan dalam hukum administrasi dalam rangka
situasi khusus (in a particular situation). Ketika diskresi itu dituangkan alam
bentuk tertulis (naar buiten gebracht schricftelijk beleid), maka diskresi itu
lainnya dan pembuatan peraturan tersebut tidak memiliki dasar yang tegas
pelaksanaan kewenangannya.18
Atas dasar pengertian ini, Surat Keputusan Bersama itu pada dasarnya
adalah peraturan kebijakan, yaitu peraturan yang dibuat atas dasar diskresi
atau Ermessen. Surat Keputusan Bersama itu bukan dan tidak dapat
17
Arfan Faiz Muhlizi, “Reformulasi Diskresi dalam Penataan Hukum Administrasi”, Jurnal
Rechtsvinding, No. 1 Januari-April 2012, 108.
18
P.J.P Tak, Rechtsvorming in Nederland (H.D. Tjeeenk Willink: Samson, 1991), 129.
dikualifikasi sebagai peraturan perundang-undangan. H.D. van Wijk/Willem
berkenaan dengan:
kekosongan hukum.
peraturan yang lahir atas dasar diskresi, bukan atas dasar kewenangan
19
Laica Marzuki, “Peraturan Kebijaksanaan (Beleidsregal) Hakikat Serta Fungsinya Selaku Sarana
Pemerintahan”. Makalah pada Penataran Nasional Hukum Acara dan Hukum Administrasi Negara,
Fakultas Hukum Universitas Hasanudin, Ujung Pandang, 1996, 9.
van regelgevende bevoegdheid aan bestuursorganen). Surat Keputusan
20
Indroharto, Asas-Asas Pemerintahan yang Baik (Bandung: Citra Aditya Bankti, 1994), 166.
Kebebasan bertindak adalah kebebasan dalam lingkup wewenang yang
Legalitas dalam arti tidak bertentangan dengan asas dan hukum yang
(binnen formele kring van zijn bevoegdheid), yaitu hanya dapat dikeluarkan
21
Bagir Manan, Teori dan Politik Konstitusi (Yogyakarta: UII Press, 2003), 16.
22
Firzhal Arzhi Jiwantara, “Kedudukan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri dan Badan
Kepegawaian Negara dalam Hierarki Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia”, Jurnal
Jatiswara, Vol. 34, No. 34, November 2019, 260.
2014 Tentang Administrasi Pemerintahan harus memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
ayat (2);
kebijakan. Selain itu, peraturan kebijakan juga tidak dapat diuji secara
dapat dilakukan. Hal ini karena telah jelas bahwa berdasarkan Pasal 31 ayat
23
Abintoro Prakoso, “Vage Normen Sebagai Sumber Hukum Disktesi yang Belum ditetapkan oleh
Polisi Penyidik Anak”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 17, No. 2, April 2010, 65.
24
Bagir Manan, “Peraturan Kebijaksanaa”, Makalah, Jakarta, 1994, 16.
Atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, kewenangan MA
adagium “de rechter mag niet op de stoel van de administratie gaan zitten”,25
(hakim tidak boleh duduk di kursi pemerintah). Adagium ini didasarkan pada
(staatsorganen).
uitgedrukt dat de rechter wanneer hij een oordeel geeft over de aan hem
dalam kebijakan pemerintah, maka politik sang hakim akan menjadi politik
25
A.D. Belinfante, Kort Begrip Van Bet Administratif Recht (Samsom Uitgeverij: Alphen aan den
Rijn, 1985), 109.
26
F.H. Van Der Burg, Reachtsbescherming Tegen de Overheid, Nijmegan, 1985, 158.
pemerintah, kebijakan hakim akan merupakan kebijakan pemerintah.
Teranglah dalam praktik hal ini tak dapat terlaksana dengan baik. Kita hanya
sebenarnya”.27
Dewasa ini pendapat bahwa diskresi dan peraturan kebijakan itu tidak
dapat diuji dan dinilai oleh hakim, agaknya sudah mulai dipertanyakan.
bervoegdheid).
norma dan ketentuan yang telah disebutkan di atas, termasuk harus dengan
27
Sudargo Gautama, Pengertian Tentang Negara Hukum (Bandung: Alumni, 1983), 67.
28
Paulus Effendie Lotulung, Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(Bandung: Cittra Aditya Bakti, 1994), 105.
Penggunaan diskresi dan peraturan kebijakan juga tidak boleh
masuk akal, dan memerhatikan asas persamaan, asas kepastian hukum, asas
berlaku sekarang ini dan adanya perluasan objek sengketa melalui UUAP,
29
Ridwan, “Eksistensi dan Keabsahan Surat Keputusan Bersama 3 Menteri Tentang Penjatuhan
Sanksi Terhadap Pegawai Negeri Sipil”, Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, Vol. 28, Issue 1, Januari
2021, 15.
oleh Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan (onrechtmatige overheidsdaad).
E. Kesimpulan
yaitu peraturan yang dibuat atas dasar diskresi atau Ermessen. Surat
peraturan perundang-undangan.
Arfan Faiz Muhlizi, “Reformulasi Diskresi dalam Penataan Administrasi”, Jurnal Rechtsvinding,
30