FacebookTwitterWhatsAppTelegram
Share
Peraturan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 menyatakan, remaja ialah
penduduk yang berada dalam rentang usia 10-18 tahun. Sedangkan menurut Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) rentang usia remaja adalah 10-24
tahun dan belum menikah. Masa remaja merupakan masa transisi dari kanak-kanak menuju fase
dewasa. Pada fase tersebut mereka mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat baik
secara fisik maupun psikologis. Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri dimana mereka
mempunyai rasa ingin tahu yang besar, menyukai petualangan dan mencoba berbagai hal baru
(tantangan). Mereka juga memiliki gejolak ingin untuk mendapatkan pengakuan atas
keberadaannya, keinginan untuk mendapatkan kepercayaan, keinginan untuk mendapatkan
tanggung jawab, keinginan untuk berprestasi, keinginan untuk menunjukkan keberanian, serta
keinginan untuk mendapatkan kebebasan dan kemandirian.
Remaja kerap diidentikkan dengan kekompakan, kesetiaan, kepatuhan dan solidaritas tinggi
terhadap kelompok sebayanya. Ini merupakan hal yang positif bagi pengembangan kepekaan dan
keterampilan sosialnya. Namun dapat berdampak negatif apabila pencarian jati diri dilakukan
dalam lingkungan yang salah. Masa remaja merupakan masa yang labil dimana mereka dapat
dengan mudah terpengaruh, meniru, hingga terbujuk oleh perkataan dan tindakan yang dilakukan
oleh rekan sebayanya bahkan kakak tingkat tanpa memikirkan akibatnya dimasa mendatang.
Tujuannya ialah agar bisa diterima dilingkungan sosialnya maupun mengikuti gaya hidup yang
kurang baik. Bahkan terkadang mengindahkan kesetiaan dan kepatuhan terhadap orang tua dan
gurunya.
Penyalahgunaan narkoba dikalangan remaja terdiri atas beberapa pola pemakaian seperti;
1. Pola Coba-Coba, pola ini dipengaruhi rasa iseng atau ingin tahu. Pada pola ini remaja
dipengaruhi oleh kelompok sebaya yakni teman dekat atau orang sekitar yang
menawarkan ataupun membujuk untuk menggunakan narkoba
2. Pola Pemakai Sosial, pemakaian narkoba dilakukan untuk kepentingan pergaulan agar
dapat diakui maupun diterima oleh lingkungan sosialnya. Di tahap ini remaja merasa
senang melakukan tindakan yang mengundang resiko seperti ngebut di jalanan, tawuran
dan merokok
3. Pola Pemakai Situasional, ialah pemakaian yang dilakukan atas situasi tertentu. Disebut
juga dengan tahap instrumental, karena narkoba dapat menjadi alat untuk mempengaruhi
atau memanipulasi emosi dan suasana hati. Pada pola ini biasanya remaja rentan
mengalami stress, depresi hingga kecemasan berlebih yang mana hal ini dapat berakibat
pada berpotensinya seseorang menyalahgunakan narkoba guna mengatasi berbagai
masalah yang sedang dialami.
4. Pola Habituasi (Kebiasaan), pola ini pemakai sudah mencapai tahap teratur atau terbiasa
menggunakan narkoba. Dimana terjadinya perubahan pada tubuh dan gaya hidup
pengguna seperti teman lama yang berganti dengan teman pecandu.
5. Pola Kompulsif (Ketergantungan), pola ini sudah masuk dalam gejala khas, yaitu
munculnya toleransi dan atau gejala putus zat. Pengguna berusaha untuk selalu
memperoleh narkoba dengan berbagai cara seperti melakukan tidak kriminalitas.
Ruang lingkup sosial yang kurang baik ini akan berpengaruh pada rusaknya otak secara
permanen dan pada akhirnya akan mempengaruhi dalam proses pengambilan keputusan.
Sehingga rentan dalam melakukan hal-hal yang beresiko seperti tindakan kriminal. Pada kondisi
ini pentingnya benteng perlindungan bagi remaja agar tidak terjerumus dalam pergaulan
lingkungan sosial yang tidak baik. Yang terpenting ialah perlu adanya peran serta dari orang tua
maupun guru dalam mengawasi dan membimbing. Keluarga menjadi faktor penting dalam
menanamkan dasar kepribadian yang baik kepada remaja dilingkungan rumah. Dengan
menanamkan nilai-nilai kebaikan pada anaknya, maka akan dapat membantu mereka berpikir
bahwasanya menggunakan narkoba bukanlah hal yang baik.