Anda di halaman 1dari 16

FADEL KHALIF MUHAMMAD

19920507 201210 1 001


BPKP

MODUL 1
ADMINISTRASI PELATIHAN

A. Konsepsi Administrasi Pelatihan


Administrasi memiliki arti melayani, membantu secara intensif. Selain pengertian
administrasi tersebut, terdapat pengertian administrasi dalam arti luas adalah
merupakan proses rangkaian perbuatan, kegiatan kerjasama kelompok manusia dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pelatihan adalah proses penyelenggaraan belajar mengajar dalam rangka


meningkatkan kemampuan ASN. Salah satu tujuan Pelatihan adalah meningkatkan
pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas
jabatan secara profesional dengan dilandasi kepribadian dan etika ASN sesuai dengan
kebutuhan instansi. Sedangkan sasaran Pelatihan ASN adalah terwujudnya ASN yang
memiliki kompetensi sesuai dengan persyaratan jabatan masing-masing.

Administrasi Pelatihan adalah “proses atau serangkaian kegiatan/perbuatan yang


dilakukan oleh sekelompok orang yang bekerja sama untuk mencapai tujuan
Penyelenggaraan Pelatihan”.

Faktor-Faktor Keberhasilan Penyelenggaraan Pelatihan dan Kaitannya terhadap


Keberhasilan Pelatihan
1. Tujuan Pelatihan. Pegawai haruslah menitikberatkan pada peningkatan kompetensi
yang bersangkutan,
2. Susunan kurikulum. Susunan Mata pelatihan yang ada di dalam kurikulum sengaja
dirancang agar pelatihan dapat berjalan dengan baik sesuai tujuan yang diharapkan
3. Tenaga Pelatihan. Tenaga pelatihan dalam hal ini terbagi dalam tiga yaitu
penyelenggara pelatihan, pengelola pelatihan dan pengajar pelatihan. pelatihan akan
berhasil jika pelatihan diselenggarakan oleh tenaga pelatihan professional
4. Peserta. Peserta yang ikut dalam pelatihan harus benar-benar sesuai dengan
persyaratan yang membutuhkan dalam pelatihan.
5. Metode Pembelajaran. Metode belajar yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar
akan membuat suasana belajar menjadi lebih kondusif dan penyerapan materi
pelajaran menjadi lebih optimal.
6. Bahan Ajar/materi Pelatihan. Dengan kualitas bahan ajar yang baik akan
meningkatkan keberhasilan penyelenggaraan pelatihan.
7. Sarana dan prasarana Pelatihan. Sarana prasarana pelatihan yang memadai dan
lengkap akan meningkatkan kenyamanan peserta pelatihan.
8. Waktu dan penjadwalan. Waktu ideal orang dewasa belajar adalah dari pagi hingga
sore antara jam 08.00 pagi sampai jam 16.00 sore..
9. Administrasi dan anggaran. Semua pekerjaan yang dilakukan oleh setiap
penyelenggara pelatihan harus melalui proses administrasi baik pada tahap persiapan,
tahap pelaksanaan hingga tahap penyelesaian pelatihan.
10. Lingkungan dan suasana Pelatihan. Lingkungan belajar yang nyaman membuat proses
belajar menjadi lebih berkualitas.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
B. Komponen Administrasi Pelatihan
1. Komponen Administrasi Pelatihan. Dibagi dalam 8 komponen yaitu: Peserta,
Widyaiswara, Kurikulum, Fasilitas, Proses belajar, Tata usaha, Keuangan,
Pengorganisasian.

2. Pelatihan klasikal offline dan online. Sebelum melakukan kegiatan teknis Administrasi
pelatihan, maka Penyelenggara Pelatihan harus berupaya mempersiapkan hal-hal
yang berkaitan dengan rencana penyelenggaraan berupa kebijakan-kebijakan yang
nantinya dapat dilakukan sebagai rujukan atau dasar penyelenggaraan.

MODUL 2
ETIKA DAN INTEGRITAS
A. Konsepsi Etika dan Integritas dalam Penyelenggaraan Pelatihan
Etika lebih dipahami sebagai refleksi atas baik/buruk, benar/salah yang harus
dilakukan atau bagaimana melakukan yang baik atau benar. Etika tidak tergantung
pada ada atau tidaknya orang lain. Pengertian etika penyelenggara pelatihan dalam
modul ini merupakan refleksi standar/norma yang menentukan baik/buruk,
benar/salah perilaku, tindakan dan Keputusan.
Etika yang dimaksud dalam pengertian ini adalah etika yang merupakan panduan kerja
bagi pelaksana pelatihan dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

Integritas adalah bagian penting dari kepribadian seseorang. Seseorang disebut


dengan berintegritas atau tidak tergantung dari variable-variabel integritas yang telah
di jelaskan di atas. Fungsi integritas dapat sebagai cognitive functions of integrity dan
fungsi affective functions of integrity. Dalam penerapan etika dan integritas dalam
penyelenggaraan pelatihan selain mengacu pada landasan umum tentang etika juga
berlandasan pada kode etik PNS.

Manfaat etika dan integritas dalam penyelenggaraan pelatihan antara lain


adalah:
a. Meningkatkan personal branding penyelenggara pelatihan sehingga akan
meningkatkan personal branding organisasi.
b. Iklim kerja akan kondusif.
c. Kerjasama akan lebih efektif, iklim kerja lebih kondusif.
d. Lebih kreatif dan inovatif dalam bekerja.
e. Masing-masing anggota dalam organisasi lebih menunjukkan keluwesan dalam
bersikap dan berperilaku.

B. Personal Branding Penyelenggara Pelatihan


Personal branding merupakan persepsi orang lain terhadap diri Anda yang berkaitan
dengan kepribadian, kemampuan, prestasi yang dibangun dalam diri Anda. Personal
branding merupakan citra dri Anda.

Citra diri memiliki komponen-komponen sebagai berikut:


FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
a. Perseptual Component. Image yang dimiliki oleh seseorang mengenai
penampilan dirinya, yang berhubungan dengan daya tarik seseorang bagi orang
lain.
b. Conseptual Component. Komponen ini merupakan konsepsi seseorang mengenai
karakteristik dirinya, misalnya kemampuan, kekurangan, dan keterbatasan
dirinya. Komponen ini disebut psychological self image.
c. Attitudional Component. Komponen ini merupakan pikiran dan perasaan
seseorang mengenai dirinya, status, dan pandangan terhadap orang lain.
Citra diri dapat dibangun melalui personal branding. Personal branding perlu
dibangun karena mampu mendukung kesuksesan kita. Cara membangun personal
branding antara lain:
a. Kenalilah diri Anda sendiri;
b. Tentukan Tujuan Anda;
c. Tampilkan citra diri Anda secara benar;
d. Promosikan diri Anda melalui media sosial yang professional;
e. Mempromosikan diri Anda;
f. Bangun networking dan saling berkolaborasi dalam meningkatkan citra diri;
g. Lakukan benchmarking;
h. Lakukan evaluasi terus menerus guna memperoleh feedback dalam membangun
personal branding.

MODUL 3
ETOS KERJA PELAYANAN

A. KONSEP ETOS KERJA


1. Pengertian Etos Kerja. Etos kerja memiliki banyak pengertian, salah satunya adalah
seperangkat perilaku positif yang berakar pada keyakinan fundamental yang disertai
komitmen total pada paradigma kerja tertentu (Jansen Sinamo, 2013).
2. Konsep Etos Kerja. Konsep etos kerja merupakan rancangan atau ide semangat kerja
yang menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok. Konsep etos kerja
yang harus dijunjung tinggi oleh PNS sesuai dengan PP Nomor 42 Tahun
2004 terdiri atas nilai-nilai sebagai berikut:
a. Ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
c. Semangat nasionalisme;
d. Mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
e. Ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;
f. Penghormatan terhadap Hak Asasi Manusia;
g. Tidak diskriminatif;
h. Profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi; dan
i. Semangat jiwa korps.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
3. Ruang Lingkup Etos Kerja. Berdasarkan PP Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan
Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, ruang lingkup etos kerja PNS dapat dilihat dari 2 (dua)
sisi, yaitu produktif dan professional dalam bekerja.

B. SIFAT-SIFAT ETOS KERJA


1. Sifat-Sifat Etos Kerja. Menurut Jansen H. Sinamo (2013), ada 36 sifat-sifat yang
mencerminkan etos kerja yang baik.
2. Karakter Dasar Manusia. Pada hakekatnya, ada enam karakter dasar manusia yaitu:
a. Dapat dipercaya (Trustworthiness)
b. Berlaku hormat (Respect)
c. Bertanggung jawab (Responsibility)
d. Berlaku adil (Fairness)
e. Perhatian dan peduli (Caring)
f. Kewargaan (Citizenship)

C. ETOS KERJA
1. Pengertian. Etos kerja maksudnya adalah bagaimana kita mampu menginternalisasi
etos kerja di dalam penyelenggaraan pelatihan. Beberapa cara untuk
menginternalisasikan etos kerja, yaitu:
a. Membangun kebiasaan yang efektif;
b. Belajar dan berlatih;
c. Melalui penciptaan kondisi yang tertib, disiplin dan terkendali dalam lingkungan
kerja;
d. Membangun kesadaran pribadi;
e. Meningkatkan nilai-nilai iman.
Internalisasi etos kerja dapat dilakukan dengan memahami tugas dan fungsinya dalam
penyelenggaraan pelatihan. Efektivitas proses belajar sangat tergantung dari faktor-
faktor antara lain:
a. Tujuan Pelatihan
b. Susunan Kurikulum
c. Tenaga Kepelatihanan (antara lain Widyaiswara dan Penyelenggaraan Pelatihan)
d. Peserta
e. Metode
f. Bahan Ajar/Materi Pelatihan
g. Sarana dan Prasarana Pelatihan e-learning
h. Waktu dan Penjadwalan
i. Administrasi dan Anggaran
j. Lingkungan dan Suasana Pelatihan

2. Kaitan Antar Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Pelatihan. Dalam


penyelenggaraan Pelatihan semua faktor-faktor tersebut saling memengaruhi satu
dengan lainnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian tujuan
pengembangan kompetensi diantaranya adalah Widyaiswara, penyelenggara
pelatihan/pengembangan kompetensi, peserta, media pembelajaran, dan lain-lain.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
Widyaiswara adalah salah satu faktor yang menentukan dalam penyelenggaraan
pelatihan, khususnya pada proses pembelajaran. Oleh karena itu Widyaiswara menjadi
garapan kedua setelah peserta Pelatihan yang perlu diperhatikan.
Peserta Pelatihan dan Widyaiswara berinteraksi melalui Bahan ajar atau mata pelatihan
yang tersusun dalam kurikulum. Maka garapan ketiga adalah kurikulum. Interaksi
antara peserta dan widyaiswara terjadi dalam proses pembelajaran atau proses belajar
mengajar. Maka proses pembelajaran inilah yang menjadi fokus garapan, karena segala
upaya mencapai tujuan Pelatihan terpusat pada proses pembelajaran dan faktor
selanjutnya adalah metode pembelajaran, media atau sarana dan prasarana pelatihan.
Proses pembelajaran akan semakin efektif apabila ditunjang dengan kegiatan
ketatausahaan dan akan semakin berhasil apabila seluruh kegiatan penunjangnya
diorganisasikan dengan baik, termasuk pengorganisasian struktur, jenjang pelatihan
dan sebagainya. Dan pada akhirnya Pelatihan sebagai suatu organisasi tak akan berhasil
bila tidak didukung oleh anggaran pelatihan yang cukup dan terencana.
Kedelapan faktor keberhasilan Pelatihan ini disusun secara sistematis dan logis yang
akan merupakan delapan kunci keberhasilan dalam penyelenggaraan pelatihan yang
harus direncanakan dengan baik, diorganisasikan, dilaksanakan oleh penyelenggara
pelatihan melalui sikap, perilaku dan perbuatan yang baik.

D. Indikator Etos Kerja dalam Tugas dan Jabatannya


1. Indikator Etos Kerja. Etos Kerja Indonesia tidaklah semuanya bersifat negatif,
melainkan ada juga yang bersifat positif yaitu Artistik, yang artinya berjiwa seni dan
dekat dengan alam.
2. Indikator Etos Kerja yang diharapkan
a. Mampu bekerja tulus penuh rasa Syukur
b. Mengerjakan tugas atau pekerjaan tepat pada waktunya
c. Komit bekerja benar penuh tanggung jawab
d. Terbiasa bekerja tuntas penuh integritas
e. Suka bekerja keras penuh semangat
f. Dapat bekerja serius penuh kecintaan
g. Sanggup bekerja cerdas penuh kreativitas
h. Senantiasa bekerja unggul penuh ketekunan
i. Selalu bekerja paripurna penuh kerendahan hati
j. Rajin dalam mengerjakan pekerjaan
k. Jujur dan teliti dalam mengerjakan tugas bagian keuangan, dan lain-lain
3. Strategi yang Akan Dilakukan untuk Meningkat
Contoh-contoh strategi yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Kita harus memiliki passion/strong desire;
b. Senantiasa berpikiran positif dalam segala hal;
c. Jadilah diri Anda sendiri;
d. Jangan suka membuang waktu dengan percuma;
e. Jadilah pribadi yang disiplin;
f. Bekerjalah dengan konsentrasi yang penuh, fokus pada apa yang dikerjakan;
g. Janganlah cepat merasa puas terhadap hal yang baru kerjakan;
h. Meningkatkan rasa empati kepada sesama penyelenggara pelatihan;
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
i. Mengerjakan tugas dan pekerjaan dengan segenap hati;
j. Meningkatkan nilai ibadah sehari-hari;
k. Tidak menunda-nunda waktu dalam mengerjakan tugas;
l. Apabila terjadi kegagalan, janganlah cepat putus asa dan menyerah;
m. Teruslah mau belajar dan belajar;
n. Pegang teguh konsep etos kerja;
o. Mengelola waktu dengan baik, fokus, dan memiliki komitmen yang tinggi .
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
MODUL 4
PROTOKOLAN DAN KEHUMASAN DALAM PELAYANAN

A. KEPROTOKOLAN
1. Konsep Keprotokolan
Undang-undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan pada pasal 1 ayat 1
mendefinisikan keprotokolan sebagai berikut: “Keprotokolan adalah serangkaian
kegiatan yang berkaitan dengan aturan dalam acara kenegaraan atau acara resmi yang
meliputi Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan sebagai bentuk
penghormatan kepada seseorang sesuai dengan jabatan dan/atau kedudukannya
dalam negara, pemerintahan, atau masyarakat”. Aturan-aturan protokoler ini menjadi
acuan institusi pemerintahan dan berlaku secara universal.
2. Prinsip Umum Keprotokolan
Tujuan dari pelaksanaan pengaturan keprotokolan sesuai dengan pasal 3 UU No. 9
Tahun 2010 adalah:
a. untuk memberikan penghormatan kepada pejabat Negara, pejabat pemerintah,
perwakilan Negara asing, dan/atau organisasi internasional, serta tokoh masyarakat
tertentu dan/atau tamu Negara sesuai dengan kedudukan dalam Negara pemerintah
dan masyarakat.
b. Memberikan pedoman penyelenggaraan suatu acara agar berjalan tertib, rapi, lancar
dan teratur sesuai dengan ketentuan dan kebiasaan yang berlaku, baik secara
nasional maupun internasional; dan
c. Menciptakan hubungan baik dalam tata pergaulan antarbangsa.
3. Etika Keprotokolan
Keprotokolan memiliki peranan penting terhadap sukses dan lancarnya suatu acara.
Oleh karena itu disamping memahami aturan keprotokolan, petugas protokol juga
dituntut mempunyai kesadaran tinggi tentang dirinya. Sikap percaya diri diperlukan
dalam mewujudkan etika keprotokolan. Etika keprotokolan adalah sikap sopan santun,
selalu menjaga perasaan orang lain, sehingga dapat memberikan rasa kepuasan dan
kenyamanan bagi setiap orang. Untuk mewujudkan etika keprotokolan ini perlu
diperhatikan beberapa unsur:
a. Penguasaan materi;
b. Penampilan pribadi;
c. Pengendalian sikap tubuh;
d. Pengendalian/intonasi suara;
e. Penggunaan bahasa yang sopan;
f. Menepati/disiplin waktu;
g. Mempunyai rasa tanggung jawab yang tinggi.

4. Tata Tempat
Tata tempat adalah tata urutan sesuai dengan tingkat kedudukan dan/atau jabatanya
dalam negara, pemerintah dan masyarakat. Dalam penentuan hak kehormatan
seseorang dalam sebuah acara maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
a. Seseorang atau lambang dengan Preseance paling tinggi memperoleh urutan
pertama atau mendahului Preseance yang berada di bawahnya, pengaturannya
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
berdasarkan tingkat dari kedudukan dan/atau jabatanya dalam negara, pemerintah
atau masyarakat;
b. Jika mereka dalam posisi berjajar, maka tempat yang berada di sebelah kanan dari
orang yang berpreseance paling utama, dianggap lebih tinggi daripada yang berada
di sebelah kirinya;
c. Dalam pengaturan tempat satu deretan (dari ujung ke ujung) yaitu bila orang itu
berderet pada garis yang sama, maka tempat sebelah kanan luar atau tempat paling
tengah adalah yang pertama tergantung keadaannya;
d. Pengaturan urutan tempat duduk diatur sebagai berikut: Yang harus ditetapkan
terlebih dahulu adalah tempat bagi seseorang yang tertinggi (pertama), kemudian
tempat berikutnya diatur secara urutan berdasarkan ketentuan bahwa tempat
sebelah kanan dari tempat orang yang tertinggi/pertama dianggap lebih tinggi
daripada tempat sebelah kirinya.

5. Tata Penghormatan
Tata Penghormatan mencakup aturan mengenai penghormatan kepada pejabat
negara/pejabat pemerintah, tokoh masyarakat tertentu, dan lambang-lambang
kehormatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

6. Tata Busana
Berikut klasifikasi dan jenis pakaian dalam acara kenegaraan dan resmi:

B. KEHUMASAN
1. Konsep Kehumasan
Menurut Effendy (1990) hubungan masyarakat (humas) dapat dibedakan ke dalam dua
pengertian, yakni sebagai teknik komunikasi dan sebagai metode komunikasi. Ketika
humas sebagai teknik komunikasi dimaksudkan bahwa humas dilakukan sendiri oleh
pimpinan organisasi termasuk didalamnya dalam bentuk negosiasi, lobbying, diplomasi
personal kepada para pemangku kepentingan (stakeholder). Sedangkan ketika humas
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
sebagai metode komunikasi artinya humas dilakukan secara melembaga (Public relation
of being), yang direpresentasikan dalam bentuk biro, bagian, seksi urusan bidang dan
lain sebagainya.
2. Tujuan Kehumasan
Humas bertugas untuk memberikan informasi mengenai penyelenggaraan agar para
stakeholders memahami informasi tersebut untuk memperoleh pemahaman
dan dukungan publik terhadap program dan kebijakan-kebijakan yang dilakukan
dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan.
3. Manfaat Kehumasan
Adapun manfaat kehumasan dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan adalah
membentuk brand image serta membentuk citra positif bagi lembaga penyelenggaraan
pendidikan dan pelatihan.
4. Fungsi Humas dalam Pemerintah
Sam Black dalam bukunya “Pratical Public Relations”, yaitu Fungsi Humas Pemerintah
Pusat:
a. Menyebarkan informasi secara teratur mengenai kebijaksanaan, perencanaan, dan
hasil yang telah dicapai;
b. Menerangkan dan mendidik publik mengenai perundangundangan, peraturan, dan
hal-hal yang bersangkutan dengan kehidupan rakyat sehari-hari;
c. Memelihara penduduk agar tahu jelas mengenai kebijaksanaan lembaga beserta
kegiatannya sehari-hari;
d. Memberi kesempatan kepada mereka untuk menyatakan pandangannya mengenai
proyek baru yang penting sebelum lembaga mengambil Keputusan;
e. Memberikan informasi kepada penduduk mengenai cara pelaksanaan sistem
pemerintahan daerah dan mengenai hak-hak dan tanggung jawab mereka;
f. Mengembangkan rasa bangga sebagai warga Negara.
5. Kehumasan dalam Penyelenggaraan Pendidikan Pelatihan
Kehumasan merupakan ujung tombak dari sebuah instansi atau lembaga, dalam hal ini
lembaga pendidikan dan pelatihan, terutama dalam bidang komunikasi dan informasi.
Dalam melaksanakan fungsinya, melalui komunikasi dan informasi, humas harus selalu
mengacu pada visi dan misi organisasi. Sehingga dalam kerangka kerjanya, humas
membentuk citra/branding dari lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut.
C. PENYELENGGARAAN KEPROTOKOLAN DAN KEHUMASAN DALAM PELATIHAN
1. Penyelenggaraan Keprotokolan dan Kehumasan
Kehumasan merupakan ujung tombak dari sebuah instansi atau
lembaga, terutama dalam bidang komunikasi dan informasi. Dalam kerangka kerjanya,
humas membentuk citra/branding dari lembaga pendidikan dan pelatihan tersebut.
2. Kelengkapan dan Perlengkapan Acara
Untuk melaksanakan pembukaan/penutupan penyelenggaraan pelatihan perlu
disiapkan kelengkapan acara dan perlengkapan acara. Kelengkapan acara yaitu segala
hal yang berhubungan dengan “human” atau manusia. Sedangkan yang disebut sebagai
perlengkapan upacara yaitu segala hal yang berhubungan dengan “thing” atau
peralatan/benda, antara lain undangan acara, naskah yang akan dibacakan, backdrop,
Lambang kehormatan Negara Kesatuan Republik Indonesia/ NKRI, yaitu terdiri atas
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
lambang negara “Garuda Pancasila”, bendera kebangsaan “Sang merah putih”, gambar
resmi presiden RI dan Wapres RI serta lagu kebangsaan “Indonesia Raya”.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
MODUL 5
SISTEM INFORMASI PELATIHAN

A. PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI PELATIHAN


Sistem informasi pelatihan mempermudah tata kelola data dan aliran informasi pada
keseluruhan proses pelatihan mulai dari pendaftaran hingga pelaksanaan evaluasi menjadi
lebih efektif dan efisien. Setiap Lembaga pelatihan pada K/L/D juga memiliki dan
mengembangkan sistem informasi pelatihan untuk mendukung manajemen pelatihannya,
yang pemanfaatannya secara umum dapat diklasifikasikan menjadi e-registration, e-
learning, e-evaluation dan e-publikasi dan e-pengaduan.
B. SMARTBANGKOM
Smartbangkom adalah sistem informasi yang dikembangakan oleh LAN untuk
mempermudah pelayanan yang dilakukan mulai dari dari penerbitan Kode Registrasi
Alumni sampai dengan penerbitan E-STTP.
C. E-TRAINING MANAGEMENT
E-Training Management adalah sistem informasi yang dikembangkan oleh LAN yang
digunakan oleh Lembaga Pelatihan untuk memasukan data Lembaga Pelatihan maupun
data penyelenggaraan pelatihan yang dilakukan. E-Training Management juga merupakan
sistem informasi yang digunakan untuk pemantauan terhadap proses penyelenggaraan
pelatihan dan pemenuhan kelengkapan data akreditasi.

MODUL 6
KOORDINASI DAN TEAM BUILDING DALAM PELATIHAN

A. KONSEP KOORDINASI DALAM PELATIHAN


Penyelenggaraan pelatihan akan sukses bila ada kerja sama yang baik diantara pengelola
pelatihan dan stakeholder. Berbicara tentang koordinasi, penting untuk memahami jenis-
jenis koordinasi. Secara umum ada 3 jenis koordinasi:
1. Jenis koordinasi berdasarkan luas koordinasi
2. Jenis koordinasi berdasarkan lingkup koordinasi
3. Jenis koordinasi berdasarkan arah koordinasI
Tujuan koordinasi dalam penyelenggaraan pelatihan adalah terwujudnya keterpaduan,
keserasian dan keselarasan kegiatan-kegiatan seluruh unit beserta komponen-komponen
yang berkaitan dalam rangka pencapaian sasaran dan tujuan penyelenggaraan pelatihan,
dimulai dari persiapan awal, pelaksanaan sampai dengan evaluasi penyelenggaraan.
B. TEKNIK-TEKNIK KOORDINASI
Untuk dapat menjalankan koordinasi dengan lancar dan terarah, ada beberapa prinsip
yang hendaknya dapat dijadikan dasar bagi setiap lembaga diklat dalam menjalankan
kegiatannya, misalnya adanya kewenangan untuk melakukan kegiatan yang dibuat secara
formal, prinsip saling menghormati dalam pelaksanaan tugas antar sesama anggota tim,
koordinasi yang terarah dan terencana, sumber daya yang khusus diarahkan untuk
pencapaian tujuan, tim yang solid dan kuat.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
C. TEAM BUILDING
Keberadaan tim yang solid dan kuat sangat dibutuhkan dalam menjalankan koordinasi
yang baik. Semua orang mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing yang jelas
dan tidak tumpang tindih. Mereka menjalankan tugasnya masing-masing dan saling
menghormati dalam interaksi sehari-hari. Perlu upaya untuk membangun tim sehingga
solid dan kuat. Tim yang solid dan kuat tentu akan berdampak terhadap mood dan budaya
kerja yang baik dan kondusif.
Tugas setiap orang memastikan bahwa ketidaksepahaman dan ketidakpuasan itu bisa
dikelola dengan baik sehingga tidak menjadikannya kontra-produktif dalam upaya
pencapaian hasil kegiatan yang maksimal. Dibutuhkan pribadi-pribadi yang dewasa dan
matang untuk menyikapi ini semua.

MODUL 7
PENGELOLAAN PELAYANAN PENDUKUNG PELATIHAN

A. JENIS PELAYANAN PENDUKUNG PELATIHAN


Layanan pendukung pelatihan terbagi menjadi sarana, prasarana dan jasa. Sarana adalah
segala sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai maksud dan tujuan. Sarana
dapat berupa hardware dan software. Sementara itu prasarana adalah segala sesuatu yang
merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses.

B. PEMENUHAN PELAYANAN PENDUKUNG PELATIHAN


Dalam perencanaan pemenuhan pelayanan pendukung pelatihan perlu
mempertimbangkan konsep pengalokasian sumber daya. Terdapat lima asas dalam
pengalokasian sumberdaya, yakni: asas perencanaan, asas penyederhanaan, asas
penghematan, asas penghapusan, dan asas penggabungan.
Sebagaimana disampaikan dalam PP Nomor 12 Tahun 2021 Tentang Perubahan Atas
Perpres Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, Pengadaan
Barang Milik Negara/Daerah dilaksanakan berdasarkan prinsip efisien, efektif, transparan
dan terbuka, bersaing, adil, dan akuntabel.
C. ISU-ISU PENTING DALAM PELAYANAN PENDUKUNG PELATIHAN
Pengelolaan dan penyediaan layanan pendukung pelatihan harus dilaksanakan secara
efisien dan mempertimbangkan inklusifitas baik dalam hal gender maupun terhadap
penyandang disabilitas. Peranan otak sangat penting dalam proses belajar karena itu
stimulus yang baik harus diberikan sehingga dapat berfungsi maksimal.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
MODUL 8
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA
LEMBAGA PELATIHAN (K3)

A. PENGANTAR KESELATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)


Dengan adanya standar internasional ISO 45000 tentang Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, Standar K3 yang ada berlandaskan pada filosofi bahwa harus ada
upaya untuk melindungi keselamatan dan kesehatan para pekerja melalui pengendalian
semua bentuk potensi bahaya yang ada di lingkungan tempat kerjanya.
B. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA LEMBAGA PELATIHAN
Sistem Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan suatu system untuk
meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja dengan
melibatkan seluruh unsur manajemen, pegawai dan para pihak terkait lainnya.
C. JENIS-JENIS BAHAYA
SMK3 harus dijadikan sebagai acuan bagi penyelenggara lembaga pelatihan dalam Upaya
pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja merupakan hasil dari potensi bahaya yang terwujud karena minimnya
pengendalian bahaya yang dilakukan.
D. PENILAIAN RISIKO
Salah satu hal utama yang harus dilakukan dalam penerapan system manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja adalah melakukan penilaian risiko. Penilaian risiko di
lingkungan lembaga pelatihan dilakukan melalui identifikasi bahaya yang dilanjutkan
dengan melakukan analisis dan evaluasi risiko.
E. PENGENDALIAN RISIKO
Risiko dan bahaya yang sudah diidentifikasi dan dinilai memerlukan Langkah pengendalian
yang sesuai untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya menuju ke titik yang lebih aman.
Langkah pengendalian ini disebut hirarki dalam ISO 45000.
F. RENCANA TANGGAP DARURAT
Rencana Tanggap Darurat merupakan suatu rencana yang disusun berdasarkan potensi
kecelakaan atau bencana yang dapat terjadi di tempat kerja sewaktu-waktu.
G. PENCEGAHAN DAN PENANGANAN COVID 19
Covid-19 telah menjadi pandemi diseluruh dunia. Setiap lembaga pelatihan yang ada
diharuskan menerapkan Langkah-langkah yang sesuai untuk pencegahan dan penanganan
Covid-19 dilingkungan kerjanya masing-masing.

MODUL 9
PELAYANAN PRIMA
A. KONSEP PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN PELATIHAN
Pelayanan prima dapat definisikan sebagai pelayanan yang sangat baik dan melampaui
harapan pelanggan, pelayanan yang memiliki ciri khas kualitas (nice quality), pelayanan
dengan standar kualitas yang tinggi dan selalu mengikuti perkembangan kebutuhan
pelanggan setiap saat, secara konsisten dan akurat (handal), pelayanan yang memenuhi
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
kebutuhan praktis (practical needs) dan kebutuhan emosional (emotional needs)
pelanggan.
B. RAGAM KEBUTUHAN PESERTA PELATIHAN
Untuk memastikan pemenuhan kebutuhan pelayanan kepada stakeholder maka sangat
penting bagi penyelenggara pelatihan untuk mengenali karakteristik stakeholder yang
dilayani mampu mengidentifikasi kebutuhan pelayanan selama penyelenggaraan
pelatihan. Kebutuhan tersebut dapat dikelompokkan kebutuhan utama dan kebutuhan
penunjang.
C. PENERAPAN PELAYANAN PRIMA DALAM PENYELENGGARAAN PELATIHAN
Pemberian suatu pelayanan dalam penyelenggaraan pelatihan dimulai dari tahapan
pra-pelatihan, pelaksanaan pelatihan dan pasca pelatihan dapat dikategorikan ke dalam
tiga dimensi kualitas, yaitu:
1. Pelayanan sesuai Standar yang ditetapkan, yaitu pemenuhan pelayanan sesuai dengan
komitmen atau janji pelayanan kepada stakeholder.
2. Pelayanan Prima, yaitu pelayanan yang diberikan melebihi standar atau melampui
harapan dari stakeholder.
3. Pelayanan tidak Memuaskan, yaitu pelayanan diberikan dibawah standar pelayanan
yang telah ditetapkan.

MODUL 10
MONITORING DAN EVALUASI

A. KONSEP MONITORING DAN PELATIHAN


Monitoring dan evaluasi merupakan dua kata yang sering kita singkat dengan monev,
seolah memiliki makna yang sama padahal memiliki perbedaan. Monev merupakan bagian
dari siklus manajemen. Hasil dari monev dapat digunakan untuk melihat kesesuaian antara
perencanaan dengan pelaksanaan serta sebagai informasi untuk pengambilan keputusan
mengenai keberlangsungan program pelatihan.
Monitoring dan evaluasi pelatihan juga dilaksanakan berdasarkan prinsip-prinsip tertentu.
Monitoring dan evaluasi pelatihan harus memiliki tujuan yang jelas, memiliki manfaat bagi
organisasi sehingga perlu dibuat sesuai standar, bersifat fleksibel namun tetap mengacu
pada SOP yang ada dan efektif dari segi pembiayaan.
B. PELAKSANAAN MONITORING DAN EVALUASI PELATIHAN
Monev dapat dilaksanakan pada setiap tahapan pelatihan. Jenis-jenis monev mulai dari
persiapan hingga pasca pelatihan. Dengan makin berkembangnya metode
penyelenggaraan pelatihan, maka monev pun tidak hanya dilakukan pada pelatihan yang
dilaksanakan secara klasikal saja tetapi bisa dilakukan pada penyelenggaraan pelatihan
secara daring.
Monev dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu pengamatan/observasi,
wawancara dan telusur dokumen. Monitoring dan evaluasi dapat dilaksanakan oleh
komite pelatihan atau tim penjamin mutu yang ada di Lembaga pelatihan.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
Pelaksanaan monev meliputi tahap persiapan, pelaksanaan dan pelaporan. Pada tahap
pelaksanaan, penilaian dilakukan apda faktor masukan, proses dan luaran. Penilaian pada
setiap faktor tersebut berbeda-beda, baik dari segi waktu, metode, dan variabel.
C. MEKANISME PENGELOLAAN PENGADUAN
Penyelenggaraan suatu kegiatan pelatihan tidak lepas dari pengaduan/keluhan yang
disampaikan oleh pelanggan, khususnya peserta. Pengelolaan pengaduan yang
disampaikan oleh pelanggan merupakan hal yang penting untuk dapat ditindaklanjuti dan
diselesaikan oleh Lembaga pelatihan tersebut.

MODUL 11
PENYUSUNAN LAPORAN PELATIHAN DAN PENGELOLAAN HASIL
PEMBELAJARAN

A. PENYUSUNAN LAPORAN PELATIHAN


Laporan adalah suatu bentuk penyampaian informasi yang dalam penyusunannya harus
didukung oleh data yang lengkap sesuai dengan fakta sehingga informasi yang diberikan
dapat dipercaya serta mudah dipahami. Laporan pelatihan harus dapat menyajikan data
dukung yang relevan dan sesuai fakta dalam penyelenggaraan pelatihan. Untuk dapat
memenuhi kualifikasi sebuah dokumen laporan yang baik, lengkap dan sesuai dengan fakta
tentu terdapat karakteristik laporan yang harus menjadi perhatian penyeleggara. Oleh
karena itu penting bagi penyelenggara untuk memahami karakteristik laporan.
Untuk mendapatkan laporan pelatihan dengan karakteristik tersebut di atas, diperlukan
prinsip-prinsip penyusunan laporan yang baik yaitu prinsip pertanggungjawaban, prinsip
prioritas/pengecualian, prinsip akuntabilitas, dan prinsip manfaat. Selanjutnya dalam
penyusunan laporan pelatihan juga harus memperhatikan komponen dan instrument yang
harus ada dalam dokumen pelaporan sesuai ketentuan dari instansi Pembina
pelatihan. Selain itu data dukung perlu diperhatikan untuk memperkuat informasi laporan
pelatihan.
B. PENGELOLAAN HASIL PEMBELAJARAN
Pengertian Pengelolaan hasil belajar secara umum dapat dijelaskan sebagai proses untuk
merumuskan kebijakan pengelolaan hasil kognitif, afektif dan psikomotorik. Hasil
pelatihan penting untuk dikelola oleh penyelenggara pelatihan agar dapat memberikan
kemanfaatan secara langsung maupun tidak langsung bagi pencapaian tujuan organisasi.
Untuk itu penyelenggara pelatihan harus melakukan langkah-langkah perencanaan
pengelolaan database kompetensi alumni pelatihan, database inovasi hasil pembelajaran,
maupun database hasil penelitian. Jenis jenis hasil pembelajaran dimaksud terdiri dari 2
bagian besar yaitu Database Kompetensi Alumni dan Database Inovasi peserta.
Untuk memperluas manfaat dari hasil pembelajaran pelatihan dirasakan penting untuk
mengelola hasil pembelajaran secara baik agar dapat memberi manfaat untuk
pertanggungjawaban kepada atasan penyelenggara pelatihan, sebagai bahan public
marketing, keperluan promosi jabatan dan untuk keperluan diagnosis.
FADEL KHALIF MUHAMMAD
19920507 201210 1 001
BPKP
Selanjutnya untuk menghasilkan kemanfaatan yang besar dari hasil pembelajaran maka
para penyelenggara perlu memahami proses pengelolaan hasil pembelajaran. Proses
pengelolaan hasil pembelajaran oleh penyelenggara dapat dilakukan setelah pelatihan
berakhir.
Berdasarkan gambaran tersebut diatas, diharapkan penyelenggara pelatihan
mengetahui apa yang harus dikelola, siapa yang mengelola, bagaimana cara
pengelolaan, melalui media apa dikelola dan untuk apa hasil pembelajaran
dimaksud perlu dikelola.

Anda mungkin juga menyukai