SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)
Oleh:
SANTI
NIM: 106011000171
Nama : Santi
NIM : 106011000171
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
(Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
Dosen Pembimbing : Yudhi Munadi, M.Ag
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil
karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya
tulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian
Munaqasah.
SANTI
NIM: 106011000171
ABSTRAK
Nama : Santi
NIM : 106011000171
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar
4 Kemandoran)
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan seluruh alam yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia yang tak terhingga kepada hambanya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi
Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)”. Salawat dan
salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah Muhammad saw, beserta
keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang telah membawa umat manusia dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan berjasa dalam pembuatan skripsi ini sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis persembahkan
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada
kemajuan yang signifikan.
3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Yudhi Munadi, M.Ag, Dosen pembimbing. Terima kasih tak terkira atas
kesediaannya berbagi ilmu serta meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberi saran dan nasihat demi keberhasilan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.
ii
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat di
dunia dan akhirat.
6. Kepala Sekolah dan segenap dewan guru di SMP Islam Al-Azhar 4
Kemandoran, khususnya kepada Bapak Khozin, S.Ag (Guru PAI) yang
telah meluangkan waktu dan bantuannya selama proses penelitian.
7. Orang tua tercinta Bapak Sarmubi dan Ibu Hamnah beserta keluarga, yang
selalu setia memberikan dukungan kepada penulis. Dengan segala
perhatian, doa, dorongan, dan cinta kasih sayangnya dalam mendidik dan
mengasuh penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi dengan baik dan penuh pengorbanan.
8. Aa Tyo yang selalu memberikan perhatian, motivasi, doa, dan bantuannya
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabatku BGP Girl’s (Rara, Isma, Dlah, Nadya, Pitty, Vda,
Ndah, Farah, dan Yayah) untuk kebersamaan, doa dan support kepada
penulis. Anak-anak Adem Ayem (Irma, Zee, Ma’a, dan Uphi) semoga
ukhuwah kita selalu terjaga.
10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FITK angkatan 2006 (Fathia,
Ning, Ana, Emi, Wati, Yuli, dll) semoga komunikasi kita tetap terjaga.
Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah mereka berikan menjadi
amal ibadah yang mendapat balasan dari Allah swt. Setelah penulis berusaha dan
berdoa, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang
lain. ”Khoirunnas anfa’uhum linnas”.
Santi
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….……1
B. Identifikasi Masalah………………………………………….…...6
C. Pembatasan Masalah……….……...………………………………7
D. Perumusan Masalah.………………………………………………7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………....7
iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………....28
B. Populasi dan Sampel…………………………………………….28
C. Metode Penelitian……………………………………………….29
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….29
E. Instrumen Penelitian……………………………………………..30
F. Teknik Analisis Data………………………………………….….30
G. Triangulasi Data………………………………………………….31
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………59
LAMPIRAN
v
vi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2008), h.197
2
Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.78
2
3
Fachruddin HS & Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. I, h. 67
4
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 56
3
5
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. I, h.25
4
dan penggunaan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi para siswa
agar bisa mencerna dan memahami pelajaran yang telah diberikan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu adanya konsep dalam merencanakan serta menerapkan
metode dan strategi apa saja yang harus diterapkan agar suasana kelas menjadi
fokus dan menarik bagi para peserta didik. Dengan harapan bahwa tidak hanya
pembelajaran PAI tersebut dapat dipahami siswa di sekolah, tetapi agar dapat
diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak dahulu sampai sekarang metode yang sering digunakan dalam proses
pembelajaran adalah metode ceramah, karena metode ceramah memang mesti
digunakan sebagai pengantar dalam suatu pembelajaran. Untuk menciptakan
suasana yang dinamis di dalam kelas, penggunaan metode ceramah harus
dikombinasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain agar proses
pembelajaran menjadi lebih .
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003 telah dijelaskan tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.6
Perumusan Undang-undang tentang pendidikan yang telah dipaparkan di atas,
menjadi pemicu bagi guru dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia untuk
lebih memperhatikan mutu pendidikan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh
karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran di
sekolah tergantung pada penggunaan strategi yang diterapkan oleh guru.
Hampir tidak mungkin menggunakan satu strategi mengajar dalam satu
pelajaran. Bahan pelajaran bahkan sering memasukkan beberapa pertanyaan.
Diskusi-diskusi dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika para siswa
bekerja bersama dalam kelompok-kelompok, mereka saling berbagi informasi,
6
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006), h.8
5
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Sekolah masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat
tradisional.
2. Kurangnya kesadaran anak didik dalam mempelajari Pendidikan Agama
Islam.
3. Tujuan pembelajaran yang diinginkan belum tercapai secara maksimal.
4. Pentingnya kemampuan dalam merencanakan suatu strategi pembelajaran
5. Pentingnya implementasi strategi pembelajaran pada Pendidikan Agama
Islam
9
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h.42
7
C. Pembatasan Masalah
Untuk dapat memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan
skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di
sekolah tersebut, dibatasi pada materi yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif yang digunakan.
2. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw, pada materi
infaq.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dituangkan dalam Major
Research Question sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Islam Al-Azhar 4 Kemandoran?”.
Untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major tersebut di bawah ini
dibuat Minor Research Questions sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran?
2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di
sekolah?
3. Bagaimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran kooperatif?
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Siswa
Memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
kepada siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar
yang berkesan bagi siswa.
b. Guru
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam
suatu pembelajaran oleh guru-guru dalam berbagai bidang ilmu.
khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.
c. Penulis
Menambah wawasan kependidikan serta sebagai bekal pengetahuan
mengenai strategi pembelajaran kooperatif sebagai metode yang tepat
dalam meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran PAI.
d. Pembaca
Memberikan gambaran pentingnya penerapan suatu strategi yang tepat
dalam proses pembelajaran agar suasana belajar menjadi efektif dan
menyenangkan.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memegahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif.1
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai
suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota
kelompok.2
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih
1
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 41
2
Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. 1, h. 4
10
3
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 54-55
4
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet. 1, h. 74
5
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30
6
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 17
11
yang telah disajikan oleh guru agar mencapai ketuntasan dalam memahami
pelajaran.
Adapun tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan
kesempatan yang sama untuk berhasil:
a. Penghargaan kelompok. Kelompok dalam kooperatif dapat memperoleh
penghargaan apabila mereka mencapai atau di atas kriteria yang
ditetapkan. Kelompok tersebut tidak dalam berkompetisi untuk
mendapatkan penghargaaan. Penghargaan ditujukan bila mereka dapat
mencapai kriteria yang ditetapkan dalam suatu minggu tertentu.
b. Tanggung jawab individu. Keberhasilan kelompok bergantung dari
pembelajaran individu dari seluruh anggota kelompok. Hal ini mendorong
anggota kelompok untuk saling membantu satu sama lain dan memastikan
setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi tes dan tugas lainnya.
c. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Setiap siswa menyumbang kepada
kelompok mereka dengan perbaikan di atas kinerja mereka yang lalu.
Dengan metode setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang atau tinggi
memperoleh kesempatan untuk melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.7
7
Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: LPMP, 2005), h. 5
8
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan…, h. 74-75
12
9
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan
Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61-62
13
12
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 42
13
Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa
Media, 2010), h. 81-82
14
Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka),
h. 70
15
positif serta interaksi tatap muka terhadap teman kelompoknya, sehingga suasana
pembelajaran di kelas menjadi efektif dan menyenangkan.
b. Jigsaw
Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik
yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan
dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan
sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui
mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk
15
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 49
16
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 52
17
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35
16
mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap
menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.18
Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi
yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini
adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain.19 Lebih jelasnya, para siswa tersebut
diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan
“lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi
fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah
semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda mempunyai
fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan
topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali
kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya
mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian
yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti
dalam STAD.20
18
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 89
19
Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 124
20
Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, h. 237
21
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 59
17
22
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 61
23
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 62
18
Artinya:
Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!"27
Kata al-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh,
mendidik, dan memelihara.28 Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an:
24
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1997), cet. III, h. 10
25
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 204
26
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), h. 85-86
27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandunag: PT Syaamil Cipta
Media), h. 6
28
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 87
19
Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".29
Sedangkan kata al-ta’dib, merupakan masdar dari kata addaba, yang dapat
diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.30
Mengenai pengertian pendidikan menurut istilah, disampaikan oleh beberapa
tokoh, antara lain sebagai berikut.
Anton Moeliono, et-al, mendefinisikan pendidikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan,
dan cara-cara mendidik. Ali Ashraf, melihat pendidikan merupakan sebuah
aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Di arahkan untuk
mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.31
William Mc Gucken, S.J. seorang tokoh pendidikan Katolik berpendapat,
bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan
kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual,
maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan
individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu
dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.32
Dari beberapa pengertian di atas, walaupun terdapat berbedaan dalam redaksi
namun dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur,
sistematis yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dan bertanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan dan kepribadian anak dengan jalan pembinaan
potensi-petensi pribadi yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani.
Setelah menguraikan pengertian pendidikan secara umum, penulis
selanjutnya membahas tentang pengertian pendidikan Islam dan pendidikan
agama Islam.
29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 284
30
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 90
31
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 92
32
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 14
20
33
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
20
34
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 37
21
Menurut Zakiah Daradjat (1987: 87) pendidikan agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Tayar Yusuf (1986: 35) mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada
Allah swt. Sedangkan menurut A. Tafsir pendidikan agama Islam adalah
bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.35
35
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 130
22
bukan pula negatif. Apakah nanti dia akan tertarik kepada agama atau tidak,
tergantung pada guru agama dan situasi sekolah pada umumnya. Jika guru
agama mempunyai kepribadian yang menarik, serta mampu membawakan
pendidikan agama sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak
dan dapat pula menyajikan pelajaran agama sedemikan rupa sehingga
menarik minat anak, maka si anak tadi akan tertarik kepada agama. Dan
demikianlah sebaliknya dengan guru yang tidak memenuhi syarat.36
Dalam operasionalnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diatur
oleh Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan (sekarang
bernama Menteri Pendidikan Nasional). Di sekolah-sekolah negeri sejak dari
pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, pendidikan agama
dilaksanakan dua jam pelajaran setiap minggunya.37
39
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. I, h. 72
40
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), cet. 1, h. 18-19
41
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran…, h. 72
24
42
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
80-81
43
Armai Arief, ReformulasiPendidikan…, h. 82-83
25
C. Kerangka Berpikir
Pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada
sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode
yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi,
tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain akan tetapi tujuan pendidikan yang
diinginkan belum tercapai secara maksimal. Pada umumnya guru hanya
mentransfer ilmunya kepada anak didik dan guru lah yang menjadi pusat belajar
siswa sehingga siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan diri serta
kemampuannya secara optimal.
Diakui bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal, berasal dari sifat
bidang studi PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan
bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra rasional. Sedangkan
kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain
menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam
bekerja, orang tua di rumah kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya,
orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang
semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain.
Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat
yang sudah betul-betul mengglobal.47
Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang untuk
menentukan metode-metode pembelajaran yang efektif diberbagai bidang ilmu,
46
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP),
PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006
47
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 57-58
27
khususnya pada mata pelajaran PAI. Guru pun dituntut lebih kreatif dan inovatif
dalam menyusun strategi dan rencana pembelajaran di kelas.
Salah satu metode yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di kelas
yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa
siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan
kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru
secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah
yang menjadi pusat belajar sehingga masing-masing siswa dapat mengerti dan
memahami materi pelajaran secara utuh sehingga diingat dalam jangka waktu
yang lama dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dalam proses pembelajaran,
maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran
yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh
siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat
tercapai sehingga tercapai pula tujuan pendidikan yang diharapkan.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
1
Nuraida & Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research
Publishing, 2009), h.91
29
C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode survei.
Penelitian survei ini meneliti tentang kelompok besar melalui penelitian langsung
dari subjek. Metode survei ini melibatkan pengukuran banyak orang dan biasanya
menggunakan angket dan wawancara, biasanya meneliti tentang sikap.2 Adapun
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Poerwandari menyatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi justru
dipilih mengikuti kriteria tertentu.3
Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
2
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri & lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brother’s, 2006), cet. I, h. 37
3
Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta:
LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005), h. 102
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000), h. 3
30
2. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung. Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan guru
dan empat orang siswa guna mendapatkan informasi secara langsung.
3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam atau sosial yang diamati. Adapun instrumen penelitian yang akan
digunakan untuk memperoleh data mengenai implementasi strategi pembelajaran
kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kali ini dibuat dalam
bentuk form penelitian dan wawancara. Form penelitian diisi oleh penulis untuk
mengamati segala aspek dalam kegiatan pembelajaran guna menjawab pertanyaan
penelitian.
Kemudian instrumen non test dalam bentuk wawancara diperuntukkan kepada
guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan beberapa siswa, yang juga
dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai
implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah tersebut.
G. Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan
ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.5 Pada penelitian ini, penulis
membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara
beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan
derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata
data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan
beberapa sumber yang diwawancarai.
5
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 178
32
BAB IV
HASIL PENELITIAN
3. Ketenagaan
Tabel 4.1
Jumlah Guru SMP Islam Al-Azhar 4
Pendidikan Guru Guru Guru Guru Guru Jml Jml
Terakhir YPI DPK DEF Honorer YAR Guru Non Guru
S2
S1 4 1 11 5 2 23 1
D3
SMA 2
Jml Guru 4 1 11 5 2 23
Jml Non Guru 3
B. Deskripsi Data
Berdasarkan penelitian melalui observasi yang dilakukan oleh penulis,
didapati bahwa metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw.
Sebelum menguraikan hasil observasi dan wawancara, terlebih dahulu penulis
akan menjelaskan secara singkat mengenai metode jigsaw.
Metode jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari
universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya.
Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri
dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik
disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab
untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari
berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu
bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu
mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok
pakar” (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berbeda dalam kelompok
pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain
mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan
pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara
individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode jigsaw versi
Slavin, penskoran dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau tim yang
memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.1
Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major
mengenai “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4?”, penulis
akan menjelaskan terlebih dahulu Minor Research Questions pada penelitian ini,
yaitu sebagai berikut.
1
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan
Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 65
35
2
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.
II, h. 4
36
3
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 94
37
yang dibuat dan diterbitkan oleh pihak sekolah, Al-Qur’an terjemah, dan
beberapa buku agama pendukung. Pengembangan materi sudah sesuai dengan
indikator dan relevan dengan kebutuhan siswa karena materi infaq
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan
materi ajar dengan cerita-cerita ilustrasi dan pengetahuan yang dimilikinya
agar suasana pembelajaran dapat bejalan dengan baik.
“Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas
bilingual itu lebih banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler
lebih banyak ceramah dari pada diskusi”.
Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat berbedaan dalam pemilihan
metode antara kelas bilingual dan kelas reguler. Pada penelitian ini penulis
mengambil sampel pada kelas VIII-B, dalam hal ini yaitu kelas bilingual.
Kelas bilingual merupakan kelas unggulan karena kelas ini lebih unggul
dalam bidang prestasi/akademik dibandingkan dengan kelas reguler.
38
skenario, dan materi serta media dan alat evaluasi pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik siswa. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.
5
Syaiful Bahri & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006), cet. III, h. 73
43
tidak hanya mengaktifkan siswa dalam belajar saja akan tetapi siswa pun
ikut terlibat secara penuh dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
Dari hasil pengamatan yang didapat, guru cukup terampil
menjalankan metode yang diterapkannya pada saat pembelajaran, dalam
hal ini keterampilan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model
jigsaw. Metode yang diterapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
mengaharapkan siswa mampu menjelaskan dan memahami meteri yang
telah dibahas. Adapun penggunaan variasi pembelajaran sudah sesuai
dengan setting ruang kelas, karena metode pembelajaran diterapkan di aula
sekolah yang ruangannya itu cukup luas dibandingkan di kelas agar proses
pembelajaran berjalan dengan baik.
5) Kualitas Variasi Stimulus
Hasil pengamatan penulis mengenai kualitas variasi stimulus yang
dilakukan oleh guru cukup baik, hal itu terlihat dari keaktifan guru saat
memantau tiap-tiap kelompok. Guru menghampiri tiap kelompok yang
berdiskusi guna melihat jalannya diskusi dan guru memberi arahan atau
penjelasan apabila ada kelompok yang kurang mengerti mengenai tugas
yang diberikan. Dalam mengajar guru tidak monoton, akan tetapi guru
memperhatikan semua siswa, terlebih kepada siswa yang kurang
memperhatikan pelajaran.
6) Keterampilan Bertanya
Pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa sangat jelas
substansinya yaitu mengenai materi yang sedang dibahas. Guru tidak
menyimpang dalam memberikan acuan pada pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan pada siswa. Pada saat sesi tanya jawab antara siswa dengan
guru ataupun antara siswa dengan siswa lainnya, guru menuntun siswa
dalam bertanya atau mengungkapkan pertanyaan agar pertanyaan tersebut
dimengerti semua siswa. Pada saat guru melontarkan pertanyaan, guru
memberi kesempatan berpikir kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
tersebut selama satu sampai dua menit.
44
6
Clarence Benson, Teknik Mengajar…, h. 85
45
7
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1996), cet. III, h.1
46
2) Keaktifan Siswa
Pada saat pembelajaran berlangsung tampak adanya dialog antara
siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, karena sistem
pembelajaran yang dilakukan secara berdiskusi (pembelajaran kooperatif),
jadi semua siswa saling berinteraksi kepada teman satu kelompoknya.
Sedangkan dialog dengan guru terlihat ketika siswa menanyakan sesuatu
yang belum dimengerti, misalnya menanyakan bagaimana pembagian
tugas di dalam kelompok. Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa
hanya memanfaatkan buku paket yang dimilikinya untuk belajar.
Siswa aktif memberikan pendapatnya setelah anggota kelompok lain
selesai mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian siswa pun
aktif berbuat untuk kelompoknya, hal itu terlihat pada saat kerja sama
kelompok semua anggota kelompok ditugaskan untuk menguasai
materinya masing-masing.
“Iya, karena yang diskusi yang maju satu orang mewakili, berarti
semua anggotanya itu memberi tahu apa yang dia pelajari” (Alya).
“Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan
mempunyai pendapat yang berbeda-beda, jadi gimana caranya kita
untuk saling menukar pendapat” (Ricky).
48
Siswa pun aktif mencari sumber dengan memahami materi yang telah
ditugaskan melalui buku paket yang ada. Keaktifan siswa dalam
berkompetisi antar siswa dengan cara menampilkan presentasi yang
terbaik guna mendapatkan nilai yang terbaik pula untuk kelompoknya.
Kerja kelompok menuntut siswa untuk terlibat penuh dalam memahami
dan menguasai materi ajar secara berasama-sama.
3) Inovasi Siswa
Rasa ingin tahu siswa muncul pada saat materi yang dibahas kurang
dimengerti siswa. Oleh karena itu, mereka berdialog dan berinteraksi
dengan sesama anggota kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, kerja
sama dalam kelompok sangat diperlukan agar tugas yang diberikan
menjadi mudah dan masing-masing individu tidak menanggung beban
yang terlalu berat. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa siswa:
“Tentu saja, soalnya diskusi kelompok, jadi satu orang ini tidak
mungkin menghafal sendirian” (Alya).
“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam).
4) Kreativitas Siswa
Adanya keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam
pembelajaran karena masing-masing siswa dituntut untuk menguasai
materi yang ditugaskannya. Selain itu, siswa didorong untuk menemukan
sendiri konsep yang sedang dikaji melalui diskusi kelompok, karena
dengan berdiskusi siswa dapat bertukar informasi mengenai materi yang
sedang dipelajarinya. Dalam kelompok diskusi siswa diberi waktu yang
49
cukup untuk menyelesaikan tugas bersama, dengan kata lain siswa diberi
kesempatan untuk bertanggung jawab dalam kelompoknya.
8
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas,
2003), cet. 1, h. 7
9
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 173
50
“Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus
mendorong mati-matian” (Alya).
“Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling
membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai.
Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain” (Ricky).
“Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling
berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang
diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal” (Ricky).
“Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas
yang diberikan” (Amalia).
10
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 32
11
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL)
dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61
51
“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam).
“Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang
berdialog” (Ricky).
d. Akuntabilitas Individual
Semua anggota dalam kelompok mempunyai peran yang sama untuk
mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun belajar secara berkelompok,
akan tetapi penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
kooperatif guru lebih menitikberatkan pada penilaian individu dari masing-
masing anggota kelompok.
C. Interpretasi Data
Setelah menganalisa temuan hasil penelitian, penulis mengedepankan empat
persoalan dalam penelitian ini. Pertama mengenai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang dibuat oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai hal
yang tercakup dalam RPP seperti pengembangan indikator, pengembangan materi,
pemilihan metode, media dan alat evaluasi pembelajaran sudah cukup baik
dilaksanakan oleh guru pada saat memulai pembelajaran dari awal sampai
berakhirnya jam pelajaran. Meskipun pada pengembangan skenario pembelajaran
yang ditulis dalam RPP tidak secara rinci dijabarkan, hal tersebut tidak
menjadikan guru gagal dalam menjalankan kegiatan pembelajarannya bersama
siswa. Guru sudah terampil dalam menggunakan strategi pembelajaran kooperatif
dalam hal ini penggunaan model jigsaw yang diterapkan guru pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Kedua, suasana tempat pembelajaran saat jam pelajaran berlangsung cukup
tenang dan sesekali ramai ketika di awal-awal pembelajaran. Tempat duduk untuk
53
belajar tiap siswa memiliki satu kursi dan meja. Dengan kata lain, tiap siswa
duduk sendiri-sendiri pada tempat yang telah disediakan. Jumlah siswa pun tidak
terlalu banyak sehingga cukup efektif dalam menjalankan pembelajaran. Pada saat
penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw diadakan di aula, sebab dikelas
ruangannya tidak memungkinkan untuk merubah-ubah tempat duduk menjadi
beberapa bagian dan proses tersebut hanya menyita waktu. Oleh karena itu,
pembelajaran diadakan di aula yang tertutup dan luas, guna mencari suasana baru
agar siswa tidak bosan dan rencana pembelajaran dapat berjalan lancar. Di dalam
aula tersebut tidak ada kursi maupun meja hanya terdapat papan tulis, dan
pengeras suara. keadaan aula yang banyak terdapat ventilasi udara membuat
suasana ruangan menjadi tidak terasa panas serta terhindar dari kebisingan di luar.
Ketiga, mengenai proses pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung pada
saat menggunakan pembelajaran kooperatif. Penulis melihat bahwa proses
pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif dan bisa dikatakan berhasil. Hal
tersebut terlihat dari penerapan model jigsaw yang dilakukan sudah sesuai dengan
unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif seperti, saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan
evaluasi proses kelompok.12 Pada saat diskusi kelompok siswa tidak merasa
terbebani dengan tugas yang diberikan karena mereka bekerja barsama-sama dan
saling berinteraksi kepada anggota kelompoknya. Antar anggota kelompok saling
membantu apabila ada anggota yang belum mengerti.
Kelompok kooperatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, karena kalau salah satu bersikap cuek terhadap
tugas yang diberikan maka hal tersebut sangat mempengaruhi pada anggota
kelompoknya. Dengan kata lain pembagian tugas yang diberikan pada masing-
masing anggota kelompok harus dikuasai guna saling bertukar informasi
mengenai materi yang ia pelajari agar semua materi dapat dipahamai secara utuh
oleh semua anggota kelompok, akan tetapi kalau salah satu anggota kelompok
tidak menguasai materi yang ditetapkan maka kelompok tersebut tidak akan
12
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30
54
mengerti dan tidak mampu mempresentasikan tugas yang diberikan dengan baik
sehingga hal itu berpengaruh juga pada perolehan nilai kelompok.
Siswa terlihat enjoy dan fokus saat proses pembelajaran, walaupun guru tidak
ikut terlibat secara penuh pada kegiatan pembelajaran khususnya pada saat diskusi
kelompok akan tetapi siswa sudah memiliki tanggung jawab atas kelompoknya
itu. Dengan pembelajaran kooperatif setiap siswa menjadi lebih aktif dan berani
dalam berbicara ataupun mengungkapkan pendapat kepada teman satu
kelompoknya. Karena Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan
ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara
kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.13
Keempat, mengenai kesan siswa setelah mengikuti pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI). Menurut yang penulis amati, pembelajaran kooperatif yang
berlangsung di kelas sudah efektif. Hal tersebut diperkuat dengan ungkapan siswa
setelah mengikuti pelajaran PAI. Mereka merasa senang dan lebih memahami
materi pelajaran, serta mengetahui materi agama jadi lebih dekat kepada Allah
SWT. Dan mereka bangga mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi ada siswa
yang mengatakan senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan metode
kooperatif meskipun agak sulit sedikit. Siswa beranggapan demikian sebab ia
dihadapkan pada situasi yang tidak biasanya, karena metode pembelajaran yang
dilakukan sebelumnya bersifat tradisional, jadi siswa lebih banyak menerima
informasi atau ilmu dari sang guru, siswa tidak mempelajari dan memahami
sendiri suatu materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif siswa dibimbing agar
mempunyai sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab penuh atas apa yang
13
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 42
55
ditugaskan oleh guru agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai
dengan baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dianalisis pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan ini merupakan jawaban dalam menjawab pertanyaan penelitian yang
tercantum pada Bab I, yaitu; (1) Perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan
pembelajaran; (2) Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di
sekolah; (3) Hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif. Berikut ini akan dijabarkan kesimpulan dari hasil
penelitian yang penulis peroleh melalui data-data observasi dan wawancara.
56
2. Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah
Hasil pengamatan mengenai pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif, sudah berjalan secara efektif. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh hasil wawancara beberapa siswa dan guru serta ditunjang
pula dari hasil pengamatan secara langsung oleh penulis, menyatakan bahwa
mereka sudah melakukan hal-hal yang menjadi unsur-unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif. Seperti, saling ketergantungan positif antar sesama
anggota tim/ kelompok, adanya tanggung jawab perseorangan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan, adanya interaksi atau tatap muka antar
anggota, komunikasi antar anggota, dan evaluasi pembelajaran.
Pada proses pembelajaran tampak adanya pembelajaran PAIKEM
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Hal itu
tampak pada saat kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di Bab IV.
57
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan
Islam sebagai pandangan hidup.
Berdasarkan hasil analisa dari pengertian efektivitas dan unsur-unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan dalam Bab IV, dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
adalah efektif.
B. Saran
1. Dalam membuat strategi pembelajaran, hendaknya guru memperhatikan
variasi metode pembelajaran yang baik agar suasana pembelajaran di kelas
menjadi nyaman dan disenangi siswa dengan demikian pembelajaran pun
menjadi efektif. Salah satu strategi yang tepat digunakan dalam pembelajaran
yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif tidak hanya memunculkan keaktifan siswa saja akan
tetapi masih banyak hal-hal yang dapat digali dari kemampuan siswa yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.
3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi sekolah dan pihak-pihak
yang terkait untuk melakukan pembenahan yang berkaitan dengan
penggunaan strategi pembelajaran pada saat mengajar.
58
DAFTAR PUSTAKA
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.
Hery Noer Aly, Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung
Insani, 2008.
59
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.
Slavin, Robert E., Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, Bandung:
Nusa Media, 2010.
60
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP),
PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006.
Syaiful Bahri, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006.
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
61
FORM OBSERVASI
PERENCANAAN TERTULIS
(RPP)
Hari/ Tanggal:
Materi Pokok:
c. Pengembangan Kognitif
1
d. Pengembangan Afektif
e. Pengembangan Psikomotorik
Pengembangan Materi
a. Kesesuaian dengan indikator
Pemilihan Metode
a. Kesesuaian dengan indikator
5
c. Kesesuaian dengan kondisi/
keterbatasan yang ada
c. Penilaian tertulis
e. Penilaian produk
f. Penugasan/ proyek
g. Penilaian portofolio
FORM OBSERVASI
PROSES PEMBELAJARAN I
Hari/Tanggal:
Materi Pokok:
c. Apersepsi
1
b. Sistematika
3
c. Penggunaan contoh/ilustrasi/media
(pola induktif & deduktif)
b. Suara
5
c. Isyarat (gesture)
d. Gaya interaksi
e. Pemusatan perhatian
f. Pengalihan indera
Keterampilan Bertanya
a. Kejelasan substansi pertanyaan
b. Pemberian acuan
c. Teknik menuntun
f. Mengembangkan ide
Evaluasi Pembelajaran
9 • Ketepatan alat evaluasi dan kesesuain dengan
indikator
FORM OBSERVASI
PROSES PEMBELAJARAN II
Hari/ Tanggal:
Materi Pokok:
2
e. Siswa ikut aktif berbuat
6
c. Menyugukan seluruh poin penting yang harus
dipelajari dalam bentuk kata-kata, musik
maupun gambar
Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal Wawancara :
Pokok Pembicaraan:
1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama
Islam (PAI) di kelas?
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama
anggota?
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam
menyelesaikan suatu tugas?
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai
nilai tertinggi?
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai
yang memuaskan?
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
PEDOMAN WAWANCARA
(GURU)
Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal Wawancara :
Pokok Pembicaraan:
1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran?
2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP?
3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak
gunakan?
4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran?
5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada
materi seperti apa yang sering Bapak gunakan?
(yang dimaksud adalah karakteristik materi yang seperti apa)
6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif
pada mata pelajaran PAI?
7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam?
8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu
menyenangkan?
9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah?
10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran
kooperatif pada mata pelajaran PAI?
11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses
pembelajaran kooperatif?
12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI
bagi siswa-siswi SMP Islam Al-Azhar 4?
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta
Santi Ricky
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta
1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran?
Jawab: Untuk Pelajaran Agama ini baik kelas VII, VIII, IX saya buatnya dalam satu tahun
pelajaran, tidak setiap kali pertemuan biar lebih praktis.
2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP?
Jawab: Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak juga, kemudian
dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada.
3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak gunakan?
Jawab: Itu bervariasi. Kalau untuk kelas bilingual itu lebih banyak pendekatannya kepada diskusi
karena kemampuan untuk kelas bilingual beda dengan kelas reguler. Tapi untuk kelas reguler lebih
banyak ceramah dibandingkan dengan diskusi.
4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran?
Jawab: Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas bilingual itu lebih
banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler lebih banyak ceramah dari pada diskusi.
5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada materi seperti
apa yang sering Bapak gunakan?
Jawab: Materi yang digunakan untuk strategi pembelajaran kooperatif, materi yang sub-nya itu
banyak, seperti infaq kemarin itu ada beberapa sub yaitu shadaqah, wasiat, hibah, hadiah dan
wakaf. Jadi kalau untuk materi yang kurang sub-nya lebih banyak menggunakan diskusi dari pada
dengan cara jigsaw.
6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata
pelajaran PAI?
Jawab: Kelebihannya, lebih mengoptimalkan kemampuan siswa terutama dalam kerja kelompok.
Kemudian dari segi negatifnya adalah dalam satu kali pertemuan itu tidak cukup. Dengan kata lain
memerlukan waktu yang cukup banyak dibandingkan dengan metode caramah.
7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam?
Jawab: Dari yang kemarin kita lakukan dengan metode jigsaw itu untuk saya pribadi sebagai
pengajarnya merasa nyaman, kemudian setelah saya perhatikan siswa juga merasa nyaman
dengan cara seperti itu.
8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu menyenangkan?
Jawab: Sangat menyenangkan sekali, karena dari tipe anak-anaknya itu khususnya kelas bilingual
yang menjadi sampel, mereka agak sedikit kurang suka kalau metode pembelajarannya seperti
ceramah atau lebih banyak guru yang lebih berperan/ aktif. Tapi mereka lebih suka kalau potensi
mereka juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat.
9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah?
Jawab: Iya betul, itu bervariasi agar suasana kelompok itu hidup.
10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran PAI?
Jawab: Yang pertama memerlukan ruangan yang cukup luas, kalau di dalam kelas tidak cukup
memungkinkan karena disitu banyak bangku dan meja, Cuma kendalanya kalau kita memakai
aula, aula itu sudah dipakai duluan oleh guru yang lain. Atau ketika kita akan memakai ruang Affa
yang juga luas itu juga sudah dipakai oleh guru lain. Itulah salah satu yang menjadi kendala.
11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran
kooperatif?
Jawab: Karena terkait dengan pemakaian ruang yang luas, maka cara mengatasinya adalah ruang
itu akan dipesan seminggu sebelumnya agar bisa dimanfaatkan dalam rangka menjalankan
metode tadi.
12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI bagi siswa-
siswi SMP Islam Al-Azhar 4?
Jawab: Dari segi efektivitas, pertama kalau dari segi waktu memang memerlukan waktu yang
cukup lama/ banyak. Kemudian dari pemahaman siswa itu lebih dalam karena mereka menggali
sendiri dan itu lebih berkesan dari pada harus diceramahi oleh gurunya.