Anda di halaman 1dari 86

IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


DI SEKOLAH
(Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh:
SANTI
NIM: 106011000171

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M/ 1432 H
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Santi
NIM : 106011000171
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Efektivitas Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam di Sekolah
(Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)
Dosen Pembimbing : Yudhi Munadi, M.Ag

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat benar-benar hasil
karya sendiri dan saya bertanggung jawab secara akademis atas apa yang saya
tulis. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menempuh Ujian
Munaqasah.

Jakarta, 21 April 2011


Yang Menyatakan

SANTI
NIM: 106011000171
ABSTRAK

Nama : Santi
NIM : 106011000171
Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul Skripsi : Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran
Pendidikan Agama Islam di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar
4 Kemandoran)

Pelajaran Agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada


sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode
yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi,
tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain, akan tetapi tujuan pendidikan yang
diinginkan belum tercapai secara maksimal. Siswa-siswi kurang berminat pada
pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI). Padahal mata pelajaran agama menjadi
salah satu mata pelajaran wajib tiap jenjang pendidikan. Untuk mengubah keadaan
tersebut perlu perencanaan yang matang dalam menentukan strategi pembelajaran
yang tepat. Salah satu strategi pembelajaran yang dapat membangkitkan gairah
belajar siswa yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif. Karena
pembelajaran kooperatif membawa siswa kepada pembelajaran yang aktif
sehingga mampu mengembangkan kemampuannya dalam memecahkan masalah
atas materi yang diberikan guru secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat
belajar, akan tetapi siswa lah yang menjadi pusat belajar.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi
strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif untuk menghasilkan
data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang dapat diamati. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara, dan
dokumentasi.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa penerapan atau penggunaan
strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di
sekolah adalah efektif. Hal tersebut dapat diketahui setelah siswa belajar dengan
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, semua unsur-unsur dasar dari
pembelajaran kooperatif telah tercapai. Kemudian adanya efek atau akibat dari
proses pembelajaran, memberikan hasil yang memuaskan pada perolehan nilai,
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan/ indikator, terbentuknya
kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota kelompok.

i
KATA PENGANTAR

  

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. Tuhan seluruh alam yang
senantiasa memberikan rahmat dan karunia yang tak terhingga kepada hambanya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi
Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
di Sekolah (Studi Kasus SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)”. Salawat dan
salam semoga tetap tercurahkan ke hadirat Rasulullah Muhammad saw, beserta
keluarga, sahabat, dan seluruh umatnya yang telah membawa umat manusia dari
zaman kegelapan ke zaman yang terang benderang.
Skripsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) pada Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (FITK), Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dan berjasa dalam pembuatan skripsi ini sehingga
skripsi ini dapat terselesaikan. Ucapan terima kasih penulis persembahkan
kepada:
1. Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bahrissalim, M.Ag, Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Semoga kebijakan yang dibuat selalu mengarah pada
kemajuan yang signifikan.
3. Drs. Sapiudin Shidiq, M.Ag, Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Yudhi Munadi, M.Ag, Dosen pembimbing. Terima kasih tak terkira atas
kesediaannya berbagi ilmu serta meluangkan waktunya untuk
membimbing, memberi saran dan nasihat demi keberhasilan penulis dalam
penyusunan skripsi ini.

ii
5. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmunya selama penulis
mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang diberikan dapat bermanfaat di
dunia dan akhirat.
6. Kepala Sekolah dan segenap dewan guru di SMP Islam Al-Azhar 4
Kemandoran, khususnya kepada Bapak Khozin, S.Ag (Guru PAI) yang
telah meluangkan waktu dan bantuannya selama proses penelitian.
7. Orang tua tercinta Bapak Sarmubi dan Ibu Hamnah beserta keluarga, yang
selalu setia memberikan dukungan kepada penulis. Dengan segala
perhatian, doa, dorongan, dan cinta kasih sayangnya dalam mendidik dan
mengasuh penulis sehingga dapat menempuh jenjang pendidikan dasar
sampai perguruan tinggi dengan baik dan penuh pengorbanan.
8. Aa Tyo yang selalu memberikan perhatian, motivasi, doa, dan bantuannya
kepada penulis.
9. Sahabat-sahabatku BGP Girl’s (Rara, Isma, Dlah, Nadya, Pitty, Vda,
Ndah, Farah, dan Yayah) untuk kebersamaan, doa dan support kepada
penulis. Anak-anak Adem Ayem (Irma, Zee, Ma’a, dan Uphi) semoga
ukhuwah kita selalu terjaga.
10. Teman-teman seperjuangan mahasiswa FITK angkatan 2006 (Fathia,
Ning, Ana, Emi, Wati, Yuli, dll) semoga komunikasi kita tetap terjaga.

Penulis berdoa semoga segala bantuan yang telah mereka berikan menjadi
amal ibadah yang mendapat balasan dari Allah swt. Setelah penulis berusaha dan
berdoa, tiada yang lebih berarti selain menjadi pribadi yang berguna bagi orang
lain. ”Khoirunnas anfa’uhum linnas”.

Jakarta, April 2011

Santi

iii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PERNYATAAN
ABSTRAK………………………………………………………………………..i
KATA PENGANTAR…………………………………………………………...ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………..iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………….……1
B. Identifikasi Masalah………………………………………….…...6
C. Pembatasan Masalah……….……...………………………………7
D. Perumusan Masalah.………………………………………………7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian…………………………………....7

BAB II KAJIAN PUSTAKA


A. Pembelajaran Kooperatif………………………………………....9
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif………………….……...9
2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif……………….12
3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif…………………………….13
4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif………………………...15
B. Pendidikan Agama Islam………………………………………..17
1. Pengertian Pendidikan Agama Islam………………………...17
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam…………………………….23
3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam…………………...25
C. Kerangka Berpikir………………………………………………..26

iv
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian…………………………………....28
B. Populasi dan Sampel…………………………………………….28
C. Metode Penelitian……………………………………………….29
D. Teknik Pengumpulan Data……………………………………….29
E. Instrumen Penelitian……………………………………………..30
F. Teknik Analisis Data………………………………………….….30
G. Triangulasi Data………………………………………………….31

BAB IV HASIL PENELITIAN


A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran………....32
B. Deskripsi Data……………………………………………………34
1. Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)………………..35
2. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif…………...40
3. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam…………………..49
C. Interpretasi Data……………………………………………….....52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN


A. Kesimpulan………………………………………………………56
B. Saran…………………………………………………………..…58

DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………59

LAMPIRAN

v
vi
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan merupakan proses yang amat penting di dalam kehidupan
individu dan masyarakat. Pemahaman terhadap hakikatnya memerlukan
pemahaman terhadap segala dimensinya. Sebagian ahli pendidikan berpendapat
bahwa sekolah merupakan satu-satunya pusat pendidikan, karena sekolah
merupakan lembaga yang diperuntukkan secara khusus bagi pendidikan. Pada
kenyataannya, terdapat banyak pusat pendidikan, seperti keluarga, tetangga,
kampung halaman, lingkungan, dan sekolah. Di samping masjid, tempat-tempat
pertemuan, media massa (seperti surat kabar, radio, dan televisi), dan lain-lain
yang berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap pendidikan
dan pembentukan kepribadian individu.1
Untuk mengembangkan kompetensi pendidikan yang mampu menjawab
tantangan dunia global, maka pemerintah harus melakukan berbagai kebijakan,
dan selama ini kita selalu mencontoh kepada kebijakan pendidikan dunia maju.
Satu hal yang perlu kita lakukan segera mungkin adalah mengangkat mutu sumber
daya lulusan pendidikan.2 Tidak hanya itu, kreativitas dan kompetensi para guru
di lembaga pendidikan juga harus ditingkatkan. Karena peran guru di sekolah
sangat berpengaruh sekali terhadap perkembangan siswa.

1
Hery Noer Aly dan Munzier S., Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung Insani,
2008), h.197
2
Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h.78
2

Dalam membangun dan membentuk generasi yang berkualitas, diperlukan


adanya semangat dan motivasi yang kuat dalam diri manusia itu sendiri agar
terciptanya suatu tujuan yang diinginkan. Karena menuntut ilmu merupakan
kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya Nabi Muhammad saw telah bersabda:

‫ّن الْمَال ءِكَة‬


َ ِ‫ ا‬.ٍ‫ّل مُسْلِم‬
ِ ‫ى ُك‬
َ ‫ب اْلعِلْ ِم َفرِيْضَةٌعَل‬
َ َ‫ّن طَل‬
َ ‫اُطْلُبُىا اْلعِلْ َم وَلَ ْى باِلّصِيْنِ فِِإ‬
)‫ب اْلعِلْ ِم رِضَا ًء ِبمَا يَطْلُبُ (رواه ابن عبد البر‬
ِ ِ‫َتَضَ ُع اَجْنِحَتَهَا لِطَا ل‬
“Carilah pengetahuan itu, biarpun sampai ke negeri Cina, karena mencari
pengetahuan itu adalah kewajiban setiap Muslim. Sesungguhnya malaikat
mengembangkan sayapnya kepada penuntut ilmu, merasa senang kepada ilmu
yang dituntutnya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Abdul Barri).3
Pada hadits di atas sangat jelas sekali dianjurkan oleh Nabi Muhammad saw
untuk menuntut ilmu. Baik itu melalui pendidikan formal maupun nonformal,
yang manfaatnya untuk diri sendiri dan juga orang lain apabila diamalkan secara
baik dan penuh keikhlasan.
Pendidikan Agama Islam (PAI) hingga saat ini masih berhadapan dengan
kritik-kritik internal. Dikatakan bahwa PAI kurang mempunyai relevansi terhadap
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat atau kurang ilustrasi konteks sosial
budaya, dan bersifat statis akontekstual, dan lepas dari sejarah, sehingga peserta
didik kurang menghayati nilai-nilai agama sebagai nilai yang hidup dalam
keseharian.4
Hal tersebut sangat disayangkan, karena Pendidikan Agama Islam merupakan
salah satu mata pelajaran yang penting untuk membangun moral dan akhlak para
siswa guna meningkatkan keimanan kepada Allah swt dan meneladani sifat Nabi
Muhammad saw serta menjadi bekal hidup di kehidupan sehari-hari. Akan tetapi
apabila sejak usia remaja saja para siswa/ pelajar kurang berminat dalam pelajaran
PAI di sekolah, maka dampak negatif yang terjadi sudah sering ditemukan dan
kita ketahui bersama, diantaranya; maraknya kenakalan-kenakalan remaja

3
Fachruddin HS & Irfan Fachruddin, Pilihan Sabda Rasul, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. I, h. 67
4
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 56
3

sekarang ini seperti tawuran, pergaulan bebas/ penyimpangan seksual, minim-


minuman keras, merokok, bahkan sampai terjerumus pada narkoba. Kasus-kasus
tersebut sudah banyak dialami oleh para pelajar usia remaja sampai saat ini.
Belum lagi masalah-masalah yang terjadi di lingkunag keluarga, seperti
membantah dan melawan orang tua, komunikasi yang kurang baik antara anak
dan orang tua dan masih banyak lagi. Apabila hal ini dibiarkan terus-menerus,
mau jadi apa generasi penerus bangsa ini? Oleh karena itu, perlu adanya tindakan
dan jalan keluar yang baik yang harus segera dilakukan oleh berbagai pihak baik
di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, agar hal-hal negatif tersebut
tidak dibiarkan berlarut-larut.
Seorang guru hendaknya mampu menguasai dan memahami keadaan siswa-
siswanya dalam belajar agar siswa tidak merasa bosan karena penyampaian materi
yang bersifat monoton. Oleh karena itu, untuk mengajar dengan baik diperlukan
keterangan yang selengkap-lengkapnya tentang murid. Oleh sebab itu sekolah
modern dengan sengaja mengumpulkan keterangan-keterangan itu sejak anak itu
masuk sekolah. Keterangan itu senantiasa dilengkapi selama anak itu belajar di
sekolah dan agar dapat sedalam-dalamnya mengenal latar belakang murid.5
Dengan hal seperti itu, seorang guru dapat mengetahui kondisi para siswanya
dengan baik, serta dapat pula disesuaikan gaya belajar yang seperti apa yang akan
diterapkan oleh seorang guru. Sebab masing-masing siswa memiliki gaya belajar
yang berbeda-beda seperti visual, audio, dan audiovisual.
Memang disayangkan para siswa saat ini kurang menghayati pada pelajaran
PAI yang manfaatnya itu sangat penting bagi setiap individu dalam menjalani
kehidupannya. Kita tidak bisa menyalahkan sepenuhnya atas kenakalan-kenakalan
serta kurangnya motivasi belajar para siswa tersebut, sebab pelajaran PAI menjadi
tidak menarik bisa disebabkan karena penggunaan metode atau strategi yang
kurang tepat dalam pembelajaran. Karena pemakaian metode yang kurang tepat
sangat membawa pengaruh bagi kelangsungan proses belajar mengajar, dan hal itu
akan berdampak bagi pemahaman siswa dalam memahami suatu materi pelajaran.
Oleh karena itu, menjadi tugas besar bagi para guru untuk meningkatkan strategi

5
S. Nasution, Didaktik Asas-asas Mengajar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. I, h.25
4

dan penggunaan metode yang tepat agar dapat meningkatkan motivasi para siswa
agar bisa mencerna dan memahami pelajaran yang telah diberikan secara optimal.
Oleh karena itu, perlu adanya konsep dalam merencanakan serta menerapkan
metode dan strategi apa saja yang harus diterapkan agar suasana kelas menjadi
fokus dan menarik bagi para peserta didik. Dengan harapan bahwa tidak hanya
pembelajaran PAI tersebut dapat dipahami siswa di sekolah, tetapi agar dapat
diterapkan pula dalam kehidupan sehari-hari.
Sejak dahulu sampai sekarang metode yang sering digunakan dalam proses
pembelajaran adalah metode ceramah, karena metode ceramah memang mesti
digunakan sebagai pengantar dalam suatu pembelajaran. Untuk menciptakan
suasana yang dinamis di dalam kelas, penggunaan metode ceramah harus
dikombinasikan dengan metode-metode pembelajaran yang lain agar proses
pembelajaran menjadi lebih .
Dalam Undang-undang No. 2 Tahun 2003 telah dijelaskan tentang Sistem
Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi: “Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa, yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.
Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.6
Perumusan Undang-undang tentang pendidikan yang telah dipaparkan di atas,
menjadi pemicu bagi guru dan lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia untuk
lebih memperhatikan mutu pendidikan yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Oleh
karena itu, salah satu faktor penting dalam keberhasilan suatu pembelajaran di
sekolah tergantung pada penggunaan strategi yang diterapkan oleh guru.
Hampir tidak mungkin menggunakan satu strategi mengajar dalam satu
pelajaran. Bahan pelajaran bahkan sering memasukkan beberapa pertanyaan.
Diskusi-diskusi dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan. Ketika para siswa
bekerja bersama dalam kelompok-kelompok, mereka saling berbagi informasi,

6
Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006), h.8
5

bartanya dan menjalankan diskusi.7 Strategi pembelajaran yang tepat akan


membina peserta didik untuk berpikir mandiri, kreatif, dan sekaligus adaptif
terhadap berbagai situasi yang terjadi dan yang mungkin terjadi. Penerapan
strategi yang tidak tepat dapat berakibat fatal.8
Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dan metode dalam proses
pembelajaran, maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi
pembelajaran yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan
dipahami oleh seluruh siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran
yang diinginkan dapat tercapai.
Salah satu strategi pembelajaran yang efektif digunakan dalam suatu
pembelajaran yaitu strategi pembelajaran kooperatif. Di antara metode-metode
pembelajaran kooperatif antara lain; jigsaw, Student Teams Achievement Division
(STAD), Numbered Head Together (NHT), Teams Games Tournaments (TGT),
Think Pair Share (TPS) dan lain-lain. Dengan pembelajaran kooperatif akan
memaksimalkan waktu belajar siswa secara tepat guna. Sebab dalam
pembelajaran kooperatif itu sangat diutamakan kerja sama dalam kelompok
belajar di kelas, sehingga masalah-masalah yang dihadapi dapat dipecahkan
bersama oleh anggota kelompoknya sehingga akan menimbulkan sikap saling
membantu dan saling memberikan motivasi sehingga terjadi interaksi yang baik
sesama anggota kelompok.
Belajar dengan cara berkelompok akan memudahkan siswa dalam memahami
suatu pelajaran dibandingkan dengan belajar secara individu. Peran guru di kelas
hanya sebagai fasilitator dan mengawasi proses pembelajaran antar kelompok.
Pembelajaran kooperatif menuntut siswa agar belajar mandiri dalam
mengungkapkan ide-ide serta mnyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru
secara berkelompok dan bertanggung jawab.
Untuk membangun semangat siswa dalam mempelajari Pendidikan Agama
Islam agar tidak menjadi mata pelajaran yang membosankan maka hal itu sangat
dipengaruhi oleh pemakaian strategi pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu
7
Gene E. Hall, dkk., Mengajar dengan Senang, (PT Indeks, 2008), cet. II, h.382
8
Hisyam Zaini, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, (Yogyakarta: CTSD
IAIN Sunan Kalijaga, 2002), h. 96
6

penulis ingin mengadakan penelitian mengenai penggunaan strategi pembelajaran


kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di.sekolah. karena
pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan
partisipasi siswa, mamfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan
dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada
siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar
belakangnya.9
Berdasarkan permasalahan di atas, mendorong penulis untuk mengkaji dan
meneliti lebih lanjut mengenai penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran PAI, apakah efektif diterapkan di SMP Islam Al-Azhar 4
Kemandoran.
Berdasarkan deskripsi yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk
mengkaji dan meneliti lebih dalam permasalahan tersebut dalam bentuk skripsi
dengan judul:
“IMPLEMENTASI STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF PADA
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SEKOLAH”
(Studi Kasus di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran)

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis
mengidentifikasikan masalah sebagai berikut:
1. Sekolah masih menggunakan metode pembelajaran yang bersifat
tradisional.
2. Kurangnya kesadaran anak didik dalam mempelajari Pendidikan Agama
Islam.
3. Tujuan pembelajaran yang diinginkan belum tercapai secara maksimal.
4. Pentingnya kemampuan dalam merencanakan suatu strategi pembelajaran
5. Pentingnya implementasi strategi pembelajaran pada Pendidikan Agama
Islam

9
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h.42
7

C. Pembatasan Masalah
Untuk dapat memperjelas dan memberi arah yang tepat dalam penulisan
skripsi ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut:
1. Penerapan strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI di
sekolah tersebut, dibatasi pada materi yang sesuai dengan model
pembelajaran kooperatif yang digunakan.
2. Metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw, pada materi
infaq.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang diuraikan di atas, maka penulis
merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan yang dituangkan dalam Major
Research Question sebagai berikut: “Bagaimanakah implementasi strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP
Islam Al-Azhar 4 Kemandoran?”.
Untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major tersebut di bawah ini
dibuat Minor Research Questions sebagai berikut:
1. Bagaimana perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran?
2. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di
sekolah?
3. Bagaimana hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan
strategi pembelajaran kooperatif?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian


1. Tujuan Penelitian:
a. Untuk memperoleh informasi mengenai perencanaan, proses
pembelajaran, dan hasil akhir dari penerapan strategi pembelajaran
kooperatif di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.
b. Untuk mengetahui bagaimana implementasi strategi pembelajaran
kooperatif pada mata pelajaran PAI di SMP Islam Al-Azhar 4
Kemandoran.
8

2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
a. Siswa
Memperkenalkan metode pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)
kepada siswa dalam proses pembelajaran dan sebagai pengalaman belajar
yang berkesan bagi siswa.
b. Guru
Sebagai bahan masukan dalam meningkatkan mutu pendidikan dalam
suatu pembelajaran oleh guru-guru dalam berbagai bidang ilmu.
khususnya pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) dengan
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif.
c. Penulis
Menambah wawasan kependidikan serta sebagai bekal pengetahuan
mengenai strategi pembelajaran kooperatif sebagai metode yang tepat
dalam meningkatkan pembelajaran pada mata pelajaran PAI.
d. Pembaca
Memberikan gambaran pentingnya penerapan suatu strategi yang tepat
dalam proses pembelajaran agar suasana belajar menjadi efektif dan
menyenangkan.
9

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif muncul dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah
menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling berdiskusi
dengan temannya. Siswa secara rutin bekerja dalam kelompok untuk saling
membantu memegahkan masalah-masalah yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan
penggunaan kelompok sejawat menjadi aspek utama dalam pembelajaran
kooperatif.1
Pada dasarnya cooperative learning mengandung pengertian sebagai suatu
sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam
struktur kerja sama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau
lebih di mana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap
anggota kelompok itu sendiri. Cooperative learning juga dapat diartikan sebagai
suatu struktur tugas bersama dalam suasana kebersamaan diantara sesama anggota
kelompok.2
Pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis
kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau
diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih

1
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 41
2
Etin Solihatin & Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), cet. 1, h. 4
10

diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan


serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membentuk
peserta didik menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan
bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.3
Pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran yang
mengutamakan kerjasama diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan saling ketergantungan antar siswa,
sehingga sumber belajar bagi siswa bukan hanya guru dan buku ajar tetapi juga
sesama siswa.4
Menurut Effandi Zakaria (2001), pembelajaran kooperatif dirangka bagi
tujuan melibatkan pelajar secara aktif dalam proses pembelajaran menerusi
perbincangan dengan rekan-rekan dalam kumpulan kecil. Ia memerlukan pelajar
berkongsi pendapat, memberi maklum balas serta mewujudkan dan membina
proses penyelesaian kepada seluruh masalah. Kajian eksperimental dan deskriptif
yang dijalankan menyokong pendapat yang mengatakan pembelajaran kooperatif
boleh memberikan hasil yang positif kepada pelajar-pelajar.5
Slavin (1995) menyebutkan cooperative learning merupakan model
pembelajaran yang telah dikenal sejak lama, di mana pada saat itu guru
mendorong para siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatan-kegiatan
tertentu seperti diskusi atau pengajaran oleh teman sebaya (peer teaching). Dalam
melakukan proses belajar-mengajar guru tidak lagi mendominasi seperti lazimnya
pada saat ini, sehingga siswa dituntut untuk berbagi informasi dengan siswa yang
lainnya dan saling belajar-mengajar sesama mereka.6
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran
yang dilakukan secara bersama-sama atau kelompok, antara siswa denga siswa
lainnya saling membantu dalam memecahkan suatu permasalahan atas materi

3
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 54-55
4
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual
siswa, (Jakarta: Gaung Persada Press, 2008), cet. 1, h. 74
5
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 30
6
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 17
11

yang telah disajikan oleh guru agar mencapai ketuntasan dalam memahami
pelajaran.
Adapun tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran
kooperatif yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan
kesempatan yang sama untuk berhasil:
a. Penghargaan kelompok. Kelompok dalam kooperatif dapat memperoleh
penghargaan apabila mereka mencapai atau di atas kriteria yang
ditetapkan. Kelompok tersebut tidak dalam berkompetisi untuk
mendapatkan penghargaaan. Penghargaan ditujukan bila mereka dapat
mencapai kriteria yang ditetapkan dalam suatu minggu tertentu.
b. Tanggung jawab individu. Keberhasilan kelompok bergantung dari
pembelajaran individu dari seluruh anggota kelompok. Hal ini mendorong
anggota kelompok untuk saling membantu satu sama lain dan memastikan
setiap anggota kelompok siap untuk menghadapi tes dan tugas lainnya.
c. Kesempatan yang sama untuk berhasil. Setiap siswa menyumbang kepada
kelompok mereka dengan perbaikan di atas kinerja mereka yang lalu.
Dengan metode setiap siswa baik berprestasi rendah, sedang atau tinggi
memperoleh kesempatan untuk melakukan yang terbaik bagi
kelompoknya.7

Ciri-ciri pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut:


1. Siswa belajar dalam kelompok kecil, untuk mencapai ketuntasan belajar
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah
3. Diupayakan agar dalam setiap kelompok siswa terdiri dari suku, ras,
budaya, dan jenis kelamin yang berbeda
4. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok dari pada individual.8

7
Mohamad Nur, Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: LPMP, 2005), h. 5
8
Martinis Yamin & Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan…, h. 74-75
12

2. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat
elemen-elemen yang saling terkait. Adapun berbagai elemen dalam pembelajaran
kooperatif adalah adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap
muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin hubungan
antar pribadi atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan”
(Abdurrahman & Bintoro, 2000: 78-79).

a. Saling ketergantungan positif


Dalam pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling
membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan positif.
b. Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar kelompok.
Meskipun demikian, penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa
terhadap materi pelajaran secara individual.
d. Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial seperti tenggang rasa,
sikap sopan terhadap teman, mengkritik ide dan bukan mengkritik teman,
berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendomonasi orang lain, mandiri
dan berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar
pribadi (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara
sengaja diajarkan. Siswa yang tidak dapat menjalin hubungan antar pribadi
tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.9

9
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan
Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61-62
13

Unsur-unsur dasar pembelajaran cooperative learning adalah sebagai berikut:


1. Siswa dalam kelompok haruslah beranggapan bahwa mereka “sehidup
sepenanggungan bersama”
2. Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya
seperti mereka sendiri
3. Siswa harus melihat bahwa semua anggota dalam kelompok memiliki
tujuan yang sama
4. Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara
anggota kelompoknya
5. Siswa akan dikenakan evaluasi dan juga akan dikenakan untuk semua
anggota kelompoknya
6. Siswa dapat berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan
keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya
7. Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individu materi
yang ditangani dalam kelompok cooperative.10
Roger dan David Johnson mengatakan bahwa tidak semua kerja kelompok
bisa dianggap cooperative learning. Untuk mencapai hasil yang maksimal. Lima
unsur model pembelajaran gotong royong harus diterapkan.
a. Saling Ketergantungan Positif
b. Tanggung Jawab Perseorangan
c. Tatap Muka
d. Komunikasi Antar Anggota
e. Evaluasi Proses Kelompok.11

3. Tujuan Pembelajaran Kooperatif


Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran
yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan
bersama (Eggen and Kauchak, 1996:279). Pembelajan kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
10
Muslimin Ibrahim, dkk., Pembelajaran Kooperatif, (Surabaya: UNESA Press, 2001), h.
6
11
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30
14

pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta


memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
siswa yang berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa
berperan ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara
kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.12
Pentingnya tujuan kelompok dan tanggung jawab individu adalah dalam
memberikan insentif kepada siswa untuk saling membantu satu sama lain dan
untuk saling mendorong untuk melakukan usaha yang maksimal (Slavin, 1993).
Jika nilai siswa cukup baik sebagai kelompok, dan kelompok hanya akan berhasil
dengan memastikan bahwa semua anggotanya telah mempelajari materinya, maka
anggota kelompok akan termotivasi untuk saling mengajar.13
Pembelajaran kooperatif dapat menjadi metode pembelajaran yang efektif
akan tetapi jika metode ini tidak dikonstruksikan dengan baik akan menimbulkan
efek “free rider”. Efek free rider yaitu suatu kondisi di mana beberapa anggota
kelompok mengerjakan semua atau sebagian pekerjaan dalam pembelajaran
sedangkan yang lainnya jalan terus, tidak melakukan aktifitas.14 Artinya aktifitas
belajar hanya dilakukan oleh sebagian anggota kelompok saja. Kondisi ini dapat
mengurangi hasil maksimal dari pembelajaran kooperatif. Akan tetapi, kondisi
tersebut dapat diminimalisir jika guru dapat meyakinkan siswa bahwa mereka
yang telah dikelompokkan itu memiliki tanggung jawab individu selama
pembelajaran berlangsung.
Berdasarkan uraian di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan pembelajaran yang menekankan pada penghargaan
kelompok, tanggung jawab individu dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
Pembelajaran kooperatif juga dapat membawa siswa agar saling ketergantungan

12
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 42
13
Robert E. Slavin, Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, (Bandung: Nusa
Media, 2010), h. 81-82
14
Paulina Pannen, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, (Jakarta: Universitas Terbuka),
h. 70
15

positif serta interaksi tatap muka terhadap teman kelompoknya, sehingga suasana
pembelajaran di kelas menjadi efektif dan menyenangkan.

4. Jenis-jenis Pembelajaran Kooperatif


Walaupun prinsip dasar pembelajaran kooperatif tidak berubah, terdapat
beberapa variasi dari model tersebut. Setidaknya terdapat empat pendekatan yang
seharusnya merupakan bagian dari kumpulan strategi guru dalam menerapkan
model pembelajaran kooperatif. Yaitu STAD, JIGSAW, Investigasi Kelompok
(Teams games Tournaments atau TGT), dan pendekatan struktural yang meliputi
Think Pair Share (TPS) dan Numbered Head Together (NHT).15

a. Student Teams Achievement Division (STAD)


Pembelajaran kooperatif tipe STAD ini merupakan salah satu tipe dari
model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan kelompok-kelompok
kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok 4-5 orang siswa secara heterogen.
Diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian materi,
kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok.16
Dalam STAD, pelajar-pelajar ditugaskan untuk bekerja dalam satu
kumpulan kecil yang terdiri dari empat orang yang mempunyai latar belakang
dan tahap pencapaian yang berbeza. Pada peringkat permulaan, guru akan
menyampaikan bahan pengajaran. Ini diikuti dengan setiap pelajar yang
berkumpul dalam kumpulan masing-masing dan melaksanakan tugas
sebagaimana yang dipertanggungjawabkan.17

b. Jigsaw
Pembelajaran dengan metode jigsaw diawali dengan pengenalan topik
yang akan dibahas oleh guru. Guru bisa menuliskan topik yang akan
dipelajari pada papan tulis, white board, penayangan power point dan
sebagainya. Guru menanyakan kepada peserta didik apa yang mereka ketahui
mengenai topik tersebut. Kegiatan sumbang saran ini dimaksudkan untuk

15
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 49
16
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 52
17
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 35
16

mengaktifkan skemata atau struktur kognitif peserta didik agar lebih siap
menghadapi kegiatan pelajaran yang baru.18
Strategi ini merupakan strategi yang menarik untuk digunakan jika materi
yang akan dipelajari dapat dibagi menjadi beberapa bagian dan materi
tersebut tidak mengharuskan urutan penyampaian. Kelebihan strategi ini
adalah dapat melibatkan seluruh siswa dalam belajar dan sekaligus
mengajarkan kepada orang lain.19 Lebih jelasnya, para siswa tersebut
diberikan tugas untuk membaca beberapa bab atau unit, dan diberikan
“lembar ahli” yang terdiri atas topik-topik yang berbeda yang harus menjadi
fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca. Setelah
semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda mempunyai
fokus topik yang sama bertemu dalam “kelompok ahli” untuk mendiskusikan
topik mereka sekitar tiga puluh menit. Para ahli tersebut kemudian kembali
kepada tim mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya
mengenai topik mereka. Yang terakhir adalah, para siswa menerima penilaian
yang mencakup seluruh topik, dan skor kuis akan menjadi skor tim, seperti
dalam STAD.20

c. Teams games Tournaments/TGT (Investigasi Kelompok)


Investigasi kelompok merupakan model pembelajaran kooperatif yang
paling kompleks dan paling sulit untuk diterapkan. Model ini dikembangkan
pertama kali oleh Thelan. Dalam perkembangannya model ini diperluas dan
dipertajam oleh Sharan dari Universitas Tel Aviv. Berbeda dengan STAD dan
jigsaw, siswa terlibat dalam perencanaan baik topik yang dipelajari dan
bagaimana jalannya penyelidikan mereka. Pendekatan ini memerlukan norma
dan struktur kelas yang lebih rumit daripada pendekatan yang lebih berpusat
pada guru. Pendekatan ini juga memerlukan mengajar siswa keterampilan
komunikasi dan proses kelompok yang baik.21

18
Agus Suprijono, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM, (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2009), cet.1, h. 89
19
Isjoni, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007), h. 124
20
Robert E. Slavin, Cooperative Learning…, h. 237
21
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 59
17

d. Think Pair Share (TPS)


Strategi thing-pair-share (TPS) atau berpikir berpasangan berbagi adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa. Strategi think-pair-share ini berkembang
dari penelitian belajar kooperatif dan waktu tunggu. Pertama kali
dikembangkan oleh Frang Lyman dan koleganya di Universitas Maryland
sesuai yang dikutip Arends (1997), menyatakan bahwa think-pair-share
merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pola
diskusi kelas. Dengan asumsi bahwa semua resitasi atau diskusi
membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan,
dan prosedur yang digunakan dalam think-pair-share dapat memberi siswa
lebih banyak waktu berpikir, untuk merespon dan saling membantu.22

e. Numbered Head Together (NHT)


Numbered Haed Together (NHT) atau penomoran berpikir bersama adalah
merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk
mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur
kelas tradisional. Numbered Head Together (NHT) pertama kali
dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih banyak
siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan
mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.23

B. Pendidikan Agama Islam


1. Pengertian Pendidikan Agama Islam
Pendidikan secara umum dapat diartikan dari dua segi yaitu segi bahasa dan
istilah. Dalam bahasa Indonesia pendidikan berasal dari kata “didik”, lalu kata ini
mendapat awalan “pe” dan akhiran “an”, artinya memelihara dan memberi latihan.
Dalam memelihara dan memberi latihan diperlukan adanya ajaran, tuntutan, dan

22
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 61
23
Trianto, Model-model Pembelajaran…, h. 62
18

pimpinan mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran.24 Pengertian pendidikan


menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah pengubahan sikap dan tata laku
seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan.25
Sedangkan dalam bahasa Arab, pengertian kata pendidikan sering digunakan
pada beberapa istilah, antara lain, al-ta’lim, al-tarbiyah, dan al-ta’dib. Namun
demikian, ketiga kata tersebut memiliki makna tersendiri dalam menunjuk pada
pengertian pendidikan.
Kata ta’lim merupakan masdar dari kata ‘allama yang berarti pengajaran
yang bersifat pemberian atau penyampaian pengertian, pengetahuan, dan
keterampilan. Penunjukkan kata al-ta’lim pada pengertian pendidikan, sesuai
dengan firman Allah SWT.26

           

   

Artinya:
Dan dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda)
seluruhnya, Kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-
orang yang benar!"27

Kata al-tarbiyah, merupakan masdar dari kata rabba yang berarti mengasuh,
mendidik, dan memelihara.28 Seperti yang terdapat dalam al-Qur’an:

 
           

24
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 1997), cet. III, h. 10
25
Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), cet. I, h. 204
26
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001), h. 85-86
27
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandunag: PT Syaamil Cipta
Media), h. 6
28
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 87
19

Artinya:
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh
kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".29
Sedangkan kata al-ta’dib, merupakan masdar dari kata addaba, yang dapat
diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik.30
Mengenai pengertian pendidikan menurut istilah, disampaikan oleh beberapa
tokoh, antara lain sebagai berikut.
Anton Moeliono, et-al, mendefinisikan pendidikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan; proses, perbuatan,
dan cara-cara mendidik. Ali Ashraf, melihat pendidikan merupakan sebuah
aktivitas sistematis yang memiliki maksud tertentu. Di arahkan untuk
mengembangkan daya kreativitas individu (anak didik) secara menyeluruh.31
William Mc Gucken, S.J. seorang tokoh pendidikan Katolik berpendapat,
bahwa pendidikan diartikan oleh ahli skolastik, sebagai suatu perkembangan dan
kelengkapan dari kemampuan-kemampuan manusia, baik moral, intelektual,
maupun jasmaniah yang diorganisasikan, dengan atau untuk kepentingan
individual atau sosial dan diarahkan kepada kegiatan-kegiatan yang bersatu
dengan penciptanya sebagai tujuan akhirnya.32
Dari beberapa pengertian di atas, walaupun terdapat berbedaan dalam redaksi
namun dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah suatu aktifitas yang teratur,
sistematis yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa dan bertanggung jawab
untuk meningkatkan kemampuan dan kepribadian anak dengan jalan pembinaan
potensi-petensi pribadi yang dimilikinya baik jasmani maupun rohani.
Setelah menguraikan pengertian pendidikan secara umum, penulis
selanjutnya membahas tentang pengertian pendidikan Islam dan pendidikan
agama Islam.
29
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan…, h. 284
30
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 90
31
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar…, h. 92
32
Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 14
20

Menurut Muzayin Arifin, hakekat pendidikan Islam adalah usaha orang


dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing
pertumbuhan serta perkembangan fitrah (kemampuan dasar) anak didik melalui
ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.
Ahmad D. Marimba memberikan pengertian pendidikan Islam sebagai
program bimbingan subyek pendidikan (guru, pendidik) kepada objek pendidikan
(murid) dengan bahan materi tertentu, dalam jangka waktu tertentu, dengan
metode tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya
pribadi tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam. Menurut Yusuf Qardhawi,
pendidikan Islam adalah pendidikan manusia seutuhnya, akal dan hatinya, rohani
dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.33
Pendidikan agama adalah salah satu dari tiga mata pelajaran yang wajib
diberikan pada setiap jenis, jalur, dan jenjang pendidikan (Pendidikan Pancasila,
pendidikan agama, dan pendidikan kewarganegaraan) (UU Nomor 2 Tahun 1989
Pasal 39 ayat (2)). Dalam pasal penjelasan diterangkan pula bahwa pendidikan
agama merupakan usaha untuk memperkuat iman dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama yang dianut oleh peserta didik yang
bersangkutan dengan memperhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain
dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk
mewujudkan persatuan nasional, dan merupakan salah satu hak peserta didik dan
mendapat pendidikan agama, sesuai pasal 12 Bab V UU No. 20 Tahun 2003.
“Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan sesuai oleh
pendidik yang beragama”.34
Pendidikan agama Islam adalah upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan
peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani, ajaran
agama Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk menghormati penganut agama lain
dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud
kesatuan dan persatuan bangsa (Kurikulum PAI, 3: 2002).

33
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
20
34
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam, (Jakarta: Prenada Media, 2004), h. 37
21

Menurut Zakiah Daradjat (1987: 87) pendidikan agama Islam adalah suatu
usaha untuk membina dan pengasuh peserta didik agar senantiasa dapat
memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada
akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup.
Tayar Yusuf (1986: 35) mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha
sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan
keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertakwa kepada
Allah swt. Sedangkan menurut A. Tafsir pendidikan agama Islam adalah
bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara
maksimal sesuai dengan ajaran Islam.35

a. Pendidikan Agama pada Sekolah Umum


Setelah anak melalui masa pertumbuhannya yang pertama dalam keluarga,
di mana telah didapatnya berbagai pengalaman, yang akan menjadi bagian
dari pribadinya yang mulai bertumbuh itu. Maka guru agama di sekolah
umum mempunyai tugas yang tidak ringan, karena ia harus menghadapi
keanekaragaman pribadi dan pengalaman agama, yang dibawa oleh anak-
anak dari rumahnya masing-masing. Ada anak yang mempunyai sikap positif
terhadap agama karena orang tuanya tekun beragama, sering mengajaknya
serta dalam ibadah dan memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
Sudah barang tentu di dalam pribadinya telah banyak terdapat unsur-unsur
keagamaan di samping pengalaman beragama juga telah cukup untuk ukuran
umurnya. Maka dia mengharapkan agar guru agama dapat segera menambah
pengalamannya dalam agama.
Di lain pihak akan ada pula anak yang belum pernah mendapat
pengalaman agama di rumahnya, karena orang tuanya tidak pernah
menjalankan agama dalam hidup mereka, sikap mereka acuh tak acuh dan
agama tidak pernah mereka sebut-sebut dalam kehidupan sehari-hari. Maka
anak itu, juga akan mempunyai sikap acuh tak acuh terhadap agama, dia akan
menghadapi pelajaran agama dengan sikap yang netral, bukan positif dan

35
Abdul Majid, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), h. 130
22

bukan pula negatif. Apakah nanti dia akan tertarik kepada agama atau tidak,
tergantung pada guru agama dan situasi sekolah pada umumnya. Jika guru
agama mempunyai kepribadian yang menarik, serta mampu membawakan
pendidikan agama sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan jiwa anak
dan dapat pula menyajikan pelajaran agama sedemikan rupa sehingga
menarik minat anak, maka si anak tadi akan tertarik kepada agama. Dan
demikianlah sebaliknya dengan guru yang tidak memenuhi syarat.36
Dalam operasionalnya pendidikan agama di sekolah-sekolah umum diatur
oleh Menteri Agama dengan Menteri Pendidikan Kebudayaan (sekarang
bernama Menteri Pendidikan Nasional). Di sekolah-sekolah negeri sejak dari
pendidikan dasar sampai pendidikan menengah, pendidikan agama
dilaksanakan dua jam pelajaran setiap minggunya.37

b. Pendidikan Agama di Madrasah


Suatu ciri pendidikan madrasah yang terpenting adalah pembinaan jiwa
agama dan akhlak anak didik. Pembinaan jiwa agama dilakukan melalui
berbagai segi kehidupan anak, mulai dari tata krama, sopan santun, cara
bergaul, cara berpakaian dan cara bermain yang tidak bertentangan dengan
ajaran Islam; di samping pelaksanaan ibadah yang ketat, serta pembinaan
hidup yang cocok dengan ajaran Islam atau dengan kata lain bahwa
pendidikan ibadah, akhlak dan kepribadian sangat menjadi perhatian
madrasah. Oleh karena pendidikan di madrasah itu mempunyai identitas
sendiri. Yaitu penghayatan, ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari, maka
seharusnya setiap guru, apapun macam pelajaran yang diberikannya dapat
memenuhi persyaratan kepribadian muslim dan keyakinan agama. Karena
setiap gerak, sikap, kata dan cara hidup guru-guru madrasah itu akan
mempengaruhi jiwa anak didik.38
Sebagai kesimpulan dapat dikatakan bahwa pendidikan dan pengajaran
dalam madrasah itu harus diarahkan kepada pembinaan keyakinan beragama,
36
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, (Jakarta: Bulan
Bintang, 1975), cet. III, h. 97-98
37
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam,…, h. 38
38
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama,…, h. 103-104
23

sehingga hidupnya akan selalu berpedoman kepada ajaran Islam. Di samping


itu kita semua hendaknya dapat menyadari bahwa tujuan hidup seorang
muslim adalah bahagia dunia, bahagia akhirat nanti dan terhindar dari segala
dosa yang akan membawa kepada kemurkaan Allah swt.

2. Tujuan Pendidikan Agama Islam


Tujuan artinya sesuatu yang dutuju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu
kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir bila tujuannya sudah tercapai.
Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai
untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir.39
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan umum, tujuan
sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan umum adalah tujuan yang
akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan baik dengan pengajaran atau
dengan cara lain. Tujuan sementara adalah tujuan yang akan dicapai setelah anak
didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam sebuah
kurikulum. Tujuan akhir adalah tujuan yang dikehendaki agar peserta didik
menjadi manusia-manusia sempurna (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa
umurnya. Sementara tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai
dengan sejumlah kegiatan pendidikan tertentu.40
Menurut Zakiah Daradjat, tujuan pendidikan Islam ialah kepribadian muslim,
yaitu suatu kepribadian yang seluruh aspeknya dijiwai oleh ajaran Islam. Orang
yang berkepribadian muslim dalam al-Qur’an disebut “Muttaqin”. Karena itu
pendidikan Islam berarti juga pembentukan manusia yang bertakwa. Ini sesuai
benar dengan pendidikan nasional kita yang dituangkan dalam tujuan pendidikan
nasional yang akan membentuk manusia Pancasilais yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa.41
Di setiap lembaga pendidikan (umum dan keagamaan), pendidikan agama
merupakan bagian dari bidang studi yang disajikan kepada peserta didik. Di dalam

39
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
cet. I, h. 72
40
Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers,
2002), cet. 1, h. 18-19
41
Zakiah Daradjat, Metodologi Pengajaran…, h. 72
24

pendidikan agama sendiri diajarkan berbagai macam materi yang kesemuanya


dilandaskan kepada ajaran agama.
Khusus di lembaga pendidikan umum, pendidikan agama disajikan pada
dataran memperkenalkan ajaran-ajaran agama yang ada di Indonesia. Namun
ketika ada hal-hal yang dipandang dapat menyentuh permasalahan aqidah
(keyakinan) maka diambil kebijaksanaan dengan menyajikan hal tersebut secara
terpisah sesuai dengan kondisi peserta didik dilihat dari keyakinannya masing-
masing.
Hal terpenting yang perlu diingat adalah, pendidikan agama yang
dilaksanakan di sekolah-sekolah bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan
kepada peserta didik sesuai dengan konsep kebaikan agama masing-masing. Lebih
jauh lagi diharapkan dengan mengikuti program pendidikan agama di sekolah,
peserta didik mampu menerapkan ajaran agamanya di dalam kehidupan sehari-
hari.42
Dalam rangka menanamkan nilai-nilai keislaman kepada peserta didik di
lembaga pendidikan formal, maka program pendidikan agama memiliki peranan
puncak, bahkan boleh dikatakan sebagai penentu dari perubahan, khususnya
perubahan sikap.
Nilai-nilai Islam yang ingin ditanamkan kepada peserta didik tidak hanya
dibatasi kepada nilai ibadah dan moral saja. Namun perlu diingat bahwa Islam
memiliki ajaran terpenting, walaupun keberadaannya harus diimbangi dengan dua
hal di atas.
Ajaran yang dimaksudkan adalah “tradisi intelektual” dengan landasan
semangat pembuktian akan kebenaran Allah, hal ini terbukti dengan pernyataan
Allah yang begitu memberikan penghargaan terhadap mereka yang berilmu
pengetahuan (al-Qur’an 58: 11). Bahkan Allah secara tegas menyatakan bahwa
hanya orang-orang yang berilmu sajalah yang memiliki tingkat pengabdian
kepada-Nya yang paling tinggi QS. 35: 28.43

42
Armai Arief, Reformulasi Pendidikan Islam, (Jakarta: CRSD PRESS, 2005), cet. I, h.
80-81
43
Armai Arief, ReformulasiPendidikan…, h. 82-83
25

Pendidikan Agama Islam di Sekolah Menengah Pertama (SMP) bertujuan


untuk:
1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan, dan
pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta
pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia
muslim yang terus berkembang keimanan dan ketakwaannya kepada Allah
SWT
2. Mewujudkan manusia Indonesia yang taat beragama dan berakhlak mulia
yaitu manusia yang berpengetahuan, rajin beribadah, cerdas, produktif,
jujur, adil, etis, berdisiplin, bertoleransi (tasamuh), menjaga keharmonisan
secara personal dan sosial serta mengembangkan budaya agama dalam
komunitas sekolah.44

3. Ruang Lingkup Pendidikan Agama Islam


Ruang lingkup pendidikan Islam adalah berkaitan dengan persoalan-persoalan
yang menyeluruh dan mengandung generalisasi bagi semua jenis dan tingkat
pendidikan Islam yang ada baik yang ada di masa sekarang maupun di masa yang
akan datang. Dengan kata lain, pendidikan Islam adalah suatu sistem pendidikan
yang memungkinkan seseorang dapat mengarahkan kehidupannya sesuai dengan
ideologi (cita-cita) Islam sehingga ia dengan mudah dapat membentuk dirinya
sesuai dengan ajaran Islam. Artinya, ruang lingkup pendidikan Islam telah
mengalami perubahan sesuai tuntutan waktu yang berbeda-beda karena sesuai
dengan tuntutan zaman dan perkembangan ilmu dan teknologi.45
Ruang lingkup Pendidikan Agama Islam meliputi aspek-aspek sebagai
berikut:
1. Al-Qur’an dan Hadits
2. Aqidah
3. Akhlak
4. Fiqih
44
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP),
PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006
45
Djumransyah & Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, (Malang: UIN-
Malang Press, 2007), cet. I, h. 25-26
26

5. Tarikh dan Kebudayaan Islam


Pendidikan Agama Islam menekankan keseimbangan, keselarasan, dan
keserasian antara hubungan manusia dengan Allah SWT, hubungan manusia
dengan sesama manusia, hubungan manusia dengan diri sendiri, dan hubungan
manusia dengan alam sekitarnya.46

C. Kerangka Berpikir
Pelajaran agama Islam di sekolah-sekolah umum dan madrasah sudah ada
sejak berdirinya lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia. Berbagai metode
yang sering digunakan pada tiap pembelajaran seperti metode ceramah, diskusi,
tanya jawab, demonstrasi dan lain-lain akan tetapi tujuan pendidikan yang
diinginkan belum tercapai secara maksimal. Pada umumnya guru hanya
mentransfer ilmunya kepada anak didik dan guru lah yang menjadi pusat belajar
siswa sehingga siswa bersifat pasif dan tidak dapat mengembangkan diri serta
kemampuannya secara optimal.
Diakui bahwa terdapat beberapa kesulitan dalam pelaksanaan Pendidikan
Agama Islam, baik yang bersifat internal maupun eksternal, berasal dari sifat
bidang studi PAI itu sendiri yang banyak menyentuh aspek-aspek metafisika dan
bersifat abstrak, atau menyangkut hal-hal yang bersifat supra rasional. Sedangkan
kesulitan eksternal berasal dari luar bidang studi PAI itu sendiri, antara lain
menyangkut dedikasi guru PAI mulai menurun, lebih bersifat transaksional dalam
bekerja, orang tua di rumah kurang memperhatikan pendidikan agama anaknya,
orientasi tindakan semakin materialis, orang semakin bersifat rasional, orang
semakin bersifat individualis, kontrol sosial semakin melemah, dan lain-lain.
Kesulitan eksternal tersebut pada dasarnya bersumber pada watak budaya Barat
yang sudah betul-betul mengglobal.47
Untuk mengubah keadaan tersebut perlu perencanaan yang matang untuk
menentukan metode-metode pembelajaran yang efektif diberbagai bidang ilmu,

46
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP),
PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006
47
Muhaimin, Rekonstruksi Pendidikan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 57-58
27

khususnya pada mata pelajaran PAI. Guru pun dituntut lebih kreatif dan inovatif
dalam menyusun strategi dan rencana pembelajaran di kelas.
Salah satu metode yang dapat membangkitkan gairah belajar siswa di kelas
yaitu melalui pembelajaran kooperatif. Karena pembelajaran kooperatif membawa
siswa kepada pembelajaran yang aktif sehingga mampu mengembangkan
kemampuannya dalam memecahkan masalah atas materi yang diberikan guru
secara bekerja sama. Guru tidak lagi sebagai pusat belajar, akan tetapi siswa lah
yang menjadi pusat belajar sehingga masing-masing siswa dapat mengerti dan
memahami materi pelajaran secara utuh sehingga diingat dalam jangka waktu
yang lama dan dapat diimplementasikan dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Begitu pentingnya suatu penggunaan strategi dalam proses pembelajaran,
maka sebagai guru harus benar-benar memikirkan suatu strategi pembelajaran
yang tepat agar esensi dari materi ajar dapat dimengerti dan dipahami oleh seluruh
siswa. Dengan begitu, indikator-indikator pembelajaran yang diinginkan dapat
tercapai sehingga tercapai pula tujuan pendidikan yang diharapkan.
28

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian


Lokasi penelitian bertempat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran.
Beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat kelurahan Grogol Utara
Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Waktu penelitian berlangsung pada
bulan Januari - Februari 2011.

B. Populasi dan Sampel


Dalam penelitian ini yang menjadi populasi target adalah seluruh siswa SMP
Islam Al-Azhar 4. Adapun populasi terjangkaunya adalah seluruh siswa kelas VIII
yang berjumlah 120 orang. Sedangkan sampel dalam penelitian ini yaitu kelas
VIII-B sebanyak 31 orang dan sampel diambil dengan teknik Purposive Sampling
yaitu metode penetapan sampel dengan didasarkan pada ciri-ciri, sifat-sifat, atau
kriteria-kriteria tertentu untuk memberi informasi secara maksimal tentang suatu
masalah.1 Alasan pengambilan sampel ini karena kelas VIII-B merupakan kelas
bilingual atau bisa dikatakan sebagai kelas unggulan guna mempermudah dalam
proses penelitian.

1
Nuraida & Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, (Ciputat: Islamic Research
Publishing, 2009), h.91
29

C. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yaitu metode survei.
Penelitian survei ini meneliti tentang kelompok besar melalui penelitian langsung
dari subjek. Metode survei ini melibatkan pengukuran banyak orang dan biasanya
menggunakan angket dan wawancara, biasanya meneliti tentang sikap.2 Adapun
penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Poerwandari menyatakan
bahwa dalam penelitian kualitatif sampel tidak diambil secara acak tetapi justru
dipilih mengikuti kriteria tertentu.3
Bogdan dan Taylor (1975: 5) mendefinisikan “metodologi kualitatif” sebagai
prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.4
Adapun teknik penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan karya ilmiah yang diterbitkan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
(FITK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

D. Teknik Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan proses pengadaan data untuk keperluan suatu
penelitian yang merupakan langkah penting dalam metode ilmiah. Oleh karena itu
pengumpulan data mutlak diperlukan dalam suatu penelitian. Teknik
pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian ini meliputi:
1. Observasi, yaitu pengamatan dan pencatatan yang sistematis terhadap
gejala-gejala yang diteliti. Observasi ini dilakukan untuk mengamati
keadaan pada proses kegiatan belajar mengajar di kelas terkait dengan
pengamatan pembelajaran kooperatif.

2
Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri & lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brother’s, 2006), cet. I, h. 37
3
Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia, (Jakarta:
LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005), h. 102
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2000), h. 3
30

2. Wawancara, yaitu tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung. Pada penelitian ini penulis mengadakan wawancara dengan guru
dan empat orang siswa guna mendapatkan informasi secara langsung.
3. Dokumentasi, yaitu pengambilan data yang diperoleh melalui dokumen-
dokumen.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur
fenomena alam atau sosial yang diamati. Adapun instrumen penelitian yang akan
digunakan untuk memperoleh data mengenai implementasi strategi pembelajaran
kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam kali ini dibuat dalam
bentuk form penelitian dan wawancara. Form penelitian diisi oleh penulis untuk
mengamati segala aspek dalam kegiatan pembelajaran guna menjawab pertanyaan
penelitian.
Kemudian instrumen non test dalam bentuk wawancara diperuntukkan kepada
guru bidang studi Pendidikan Agama Islam dan beberapa siswa, yang juga
dipergunakan untuk mendapatkan informasi secara langsung mengenai
implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan
Agama Islam di sekolah tersebut.

F. Teknik Analisis Data


Penulis melakukan teknik analisis data dengan langkah-langkah sebagai
berikut. Pertama, data pendukung dan data utama ditranskripkan. Kemudian,
transkrip yang diperoleh dari hasil wawancara diseleksi dan disederhanakan
dengan menggunakan kategorisasi atau pengkodingan agar mempermudah proses
pengklasifikasian. Selanjutnya hasil kategorisasi tadi dideskripsikan,
diterjemahkan dan dianalisa untuk memperoleh jawaban dari pertanyaan
penelitian. Terakhir, berdasarkan hasil analisis data maka dirumuskan bahwa
strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
dapat memberikan hasil yang efektif dalam kegiatan pembelajaran.
31

G. Triangulasi Data
Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak digunakan
ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya.5 Pada penelitian ini, penulis
membandingkan data yang diperoleh dari observasi dengan hasil wawancara
beberapa siswa dan guru dalam rangka membantu peneliti dalam meningkatkan
derajat kepercayaan data yang diperoleh. Melalui pengecekan tersebut ternyata
data yang diperoleh penulis terdapat banyak persamaan dengan pernyataan
beberapa sumber yang diwawancarai.

5
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian…, h. 178
32

BAB IV
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran


1. Sejarah Berdirinya SMP Islam Al-Azhar 4
SMP Islam al-azhar beralamat di jalan Kemandoran 1 No. 41, Palmerah Barat
kelurahan Grogol Utara Kecamatan Kebayoran Lama Jakarta-Selatan. Status
sekolah, swasta dengan jenjang akreditasi (disamakan/ A). Nama yayasan atau
pengelola SMP Islam Al-Azhar 4 ini yaitu Yayasan Ar-Ridho. Di lokasi sekolah
ini juga terdapat TK/ SD/ SMP yang dikelola oleh Yayasan Ar-Ridho.

2. Visi dan Misi Sekolah


a. Visi
(1) Kokoh dalam Aqidah Islam
1.1. Menjunjung kejujuran
1.2. Melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran Islam
1.3. Menjaga kehormatan diri dengan berbusana Islami
(2) Luhur Perilaku
2.1. Membiasakan mengucapkan salam dan bersalaman
2.2. Menghargai dan melaksanakan tugas yang diembannya
2.3. Saling hormat menghormati
2.4. Senyum dan ramah untuk semua
2.5. Selalu berpenampilan yang menyenangkan
33

(3) Peningkatan Prestasi yang Berkesinambungan


3.1. Peningkatan nilai UN dari tahun sebelumnya
3.2. Peningkatan prestasi dalam setiap perlombaan baik akademik
maupun non akademik
3.3. Menumbuhkan jati diri sebagai generasi muda Islam dengan
segala kelebihannya.
b. Misi
(1) Efektivitas dalam kegiatan belajar, dengan mempertimbangkan
kemampuan murid sehingga dapat meningkatkan prestasinya.
(2) Menciptakan kondisi untuk selalu meningkatkan kemampuan murid.
(3) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi murid untuk
mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya.
(4) Selalu berpedoman pada ajaran Islam dengan segala ucapan dan
perbuatan dengan menjunjung nilai-nilai luhur budaya bangsa.
(5) Saling menghargai dengan bekerja sama seluruh elemen sekolah,
murid, guru, jam’iyyah dan elemen lainnya.

3. Ketenagaan

Tabel 4.1
Jumlah Guru SMP Islam Al-Azhar 4
Pendidikan Guru Guru Guru Guru Guru Jml Jml
Terakhir YPI DPK DEF Honorer YAR Guru Non Guru
S2
S1 4 1 11 5 2 23 1
D3
SMA 2
Jml Guru 4 1 11 5 2 23
Jml Non Guru 3

4. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana yang terdapat di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
adalah ruang belajar (dilengkapi dengan Laptop, LCD, Microphone, dan
34

Soundsystem/ Speaker), Laboratorium komputer, Laboratorium IPA, Masjid


sekolah, perpustakaan sekoah, ruang OSIS, ruang BK, dan lapangan basket/ bola.

B. Deskripsi Data
Berdasarkan penelitian melalui observasi yang dilakukan oleh penulis,
didapati bahwa metode pembelajaran kooperatif yang digunakan yaitu jigsaw.
Sebelum menguraikan hasil observasi dan wawancara, terlebih dahulu penulis
akan menjelaskan secara singkat mengenai metode jigsaw.
Metode jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson dan kawan-kawannya dari
universitas Texas dan kemudian diadaptasi oleh Slavin dan kawan-kawannya.
Melalui metode jigsaw kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri
dari 5 atau 6 siswa dengan karakteristik yang heterogen. Bahan akademik
disajikan kepada siswa dalam bentuk teks; dan tiap siswa bertanggung jawab
untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut. Para anggota dari
berbagai tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu
bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu
mengkaji bagian bahan tersebut. Kumpulan siswa semacam itu disebut “kelompok
pakar” (expert group). Selanjutnya, para siswa yang berbeda dalam kelompok
pakar kembali ke kelompok semula (home teams) untuk mengajar anggota lain
mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah diadakan
pertemuan dan diskusi dalam “home teams”, para siswa dievaluasi secara
individual mengenai bahan yang telah dipelajari. Dalam metode jigsaw versi
Slavin, penskoran dilakukan seperti dalam metode STAD. Individu atau tim yang
memperoleh skor tinggi diberi penghargaan oleh guru.1
Selanjutnya, untuk memudahkan dalam menjawab pertanyaan major
mengenai “Bagaimanakah implementasi strategi pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4?”, penulis
akan menjelaskan terlebih dahulu Minor Research Questions pada penelitian ini,
yaitu sebagai berikut.
1
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL) dan
Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 65
35

1. Hasil Observasi Perencanaan Tertulis (RPP)


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) mutlak diperlukan dalam setiap
kegiatan pembelajaran guna mengontrol hal-hal apa saja yang ingin dicapai dan
dilaksanakan pada proses pembelajaran tersebut. Dalam pembuatan RPP guru
juga mempertimbangkan dari segi karakteristik siswa guna mencapai tujuan yang
diinginkan. Berikut adalah pernyataannya.

“Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak


juga, kemudian dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada”.

Perencanaan pendidikan seharusnya dipandang sebagai suatu alat yang dapat


membantu para pengelola pendidikan untuk menjadi lebih berdaya guna dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya. Perencanaan dapat menolong pencapaian
suatu target atau sasaran secara lebih ekonomis, tepat waktu dan membari peluang
untuk lebih mudah dikontrol dan dimonitor dalam pelaksanaannya. Karena itu
perencanaan sebagai unsur dan langkah pertama dalam fungsi pengelolaan pada
umumnya menempati posisi yang amat penting dan amat menentukan.2
Hasil pengamatan yang dilakukan oleh penulis mengenai RPP yang dibuat dan
dijalankan oleh guru secara umum sudah cukup baik dan sudah mengacu pada
indikator-indikator yang diinginkan. Adapun aspek penilaian yang diteliti oleh
penulis yaitu mengenai; pengembangan indikator, pengembangan materi,
pemilihan metode, pengembangan skenario, pemilihan media/ alat bantu, dan
pemilihan alat evaluasi.

1.1 Pengembangan Indikator


Indikator merupakan penanda pencapaian kompetensi dasar yang ditandai
oleh perubahan perilaku yang dapat diukur yang mencakup sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Untuk memperoleh hasil belajar yang
berkualitas, harus dirancang proses pembelajaran yang berkualitas dengan
memperhatikan tingkat berpikir yang akan dipelajari dan dilatihkan.

2
Jusuf Enoch, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet.
II, h. 4
36

Rancangan proses pembelajaran yang baik adalah rancangan pembelajaran


yang menggunakan indikator kegiatan belajar sebagai rambu-rambu dalam
pencapaian hasil. Indikator yang dirumuskan secara baik dapat digunakan
untuk mendeteksi sejauh mana hasil belajar dapat dicapai.3 Dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), suatu pengembangan indikator sangat lah
diperlukan, karena indikator tersebut sebagai alat ukur berhasil atau tidaknya
kegiatan belajar mengajar.
Pengembangan indikator yang dibuat guru sudah sesuai dengan Standar
Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta karakteristik siswa. Materi ajar yang
membahas tentang infaq dan macam-macamnya seperti, waqaf, hadiah,
shadaqah dan wasiat sudah tidak asing lagi di kehidupan sehari-hari siswa.
Indikator yang ingin dicapai pada pembelajaran ini yaitu agar siswa dapat
memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Pengembangan indikator juga memperhatikan aspek kognitif, afektif dan
psikomotorik siswa. Pada pembahasan mengenai infak indikator-indikator
yang dibuat oleh guru mendorong ranah kognitif dan afektif siswa, terlihat
siswa mampu menjelaskan dan memahami materi ajar serta saling berbagi
pengetahuan yang dimilikinya dengan cara berdiskusi kelompok. Kemudian
indikator yang mengarah pada ranah psikomotorik yaitu adanya kerja sama
tim/ kelompok yang saling berinteraksi dan bertanggung jawab dalam
menyelesaikan suatu tugas yang diberikan kemudian mereka mampu
mempresentasikan hasil yang telah didiskusikannya di depan kelas. Setelah
seluruh siswa melalui rangkaian proses pembelajaran tersebut diharapkan
siswa mampu menerapkan dan mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya
di dalam kehidupan sehari-hari.

1.2 Pengembangan Materi


Materi pelajaran yang dikembangkan oleh guru di dalam RPP maupun
dalam penyampaiannya kepada anak didik yaitu bersumber dari buku paket

3
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, (Yogyakarta: Kanisius, 2007), h. 94
37

yang dibuat dan diterbitkan oleh pihak sekolah, Al-Qur’an terjemah, dan
beberapa buku agama pendukung. Pengembangan materi sudah sesuai dengan
indikator dan relevan dengan kebutuhan siswa karena materi infaq
berhubungan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru mengembangkan
materi ajar dengan cerita-cerita ilustrasi dan pengetahuan yang dimilikinya
agar suasana pembelajaran dapat bejalan dengan baik.

1.3 Pemilihan Metode


Pemilihan metode pembelajaran sudah sesuai dengan indikator dan materi
ajar. Karena pembelajaran kali ini menuntut siswa agar mandiri dan aktif
dalam berdiskusi serta mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru dalam
tiap-tiap kelompok. Metode yang diterapkan sesuai dengan setting ruang
kelas karena pembelajaran model jigsaw membutuhkan ruangan yang cukup
luas untuk bergerak dan bertukar tempat. Pembelajaran tersebut diadakan di
aula dengan pertimbangan agar proses pembelajaran berjalan sesuai rencana
dan juga untuk mencari suasana baru.
Penggunaan atau pemilihan suatu metode yang diterapkan guru dalam
pembelajaran disesuaikan dengan karakteristik siswa dari segi kemampuan
berpikir dan daya tangkap siswa terhadap suatu pelajaran. Hal tersebut
terungkap dari pernyataan guru Pendidikan Agama Islam, yaitu sebagai
berikut.

“Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas
bilingual itu lebih banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler
lebih banyak ceramah dari pada diskusi”.
Berdasarkan pernyataan di atas, terdapat berbedaan dalam pemilihan
metode antara kelas bilingual dan kelas reguler. Pada penelitian ini penulis
mengambil sampel pada kelas VIII-B, dalam hal ini yaitu kelas bilingual.
Kelas bilingual merupakan kelas unggulan karena kelas ini lebih unggul
dalam bidang prestasi/akademik dibandingkan dengan kelas reguler.
38

1.4 Pengembangan Skenario


Skenario pembelajaran yang dibuat guru tidak dijelaskan secara rinci di
dalam RPP akan tetapi dalam pengaplikasiannya sudah sesuai dengan
langkah-langkah model pembelajaran jigsaw, yaitu dengan cara membagi
siswa dalam beberapa kelompok yang terdiri 4-5 orang dalam tiap kelompok,
kemudian materi pelajaran diberikan kepada siswa dalam bentuk teks atau
buku pelajaran yang telah dibagi-bagi menjadi beberapa sub bab, setiap
anggota kelompok membaca sub bab yang ditugaskan dan bertanggung jawab
untuk mempelajarinya (kelompok asal), selanjutnya anggota dari kelompok
lain yang telah mempelajari sub bab yang sama bertemu dalam kelompok-
kelompok ahli untuk mendiskusikannya guna mencari informasi yang lebih
dalam (kelompok ahli), kemudian Para ahli kembali ke dalam kelompok asal
masing-masing untuk mengajari topik-topik mereka kepada teman satu
timnya, Pada pertemuan dan diskusi kelompok asal, siswa-siswa dikenai
tagihan berupa kuis individu ataupun presentasi kelompok.
Seperti itu lah gambaran umum dari skenario pembelajaran model jigsaw
yang dilakukan oleh guru di dalam aula bersama siswa-siswinya.

1.5 Pemilihan Media/ Alat Bantu


Media atau alat bantu yang digunakan guru dalam pembelajaran kooperatif
kali ini menggunakan microphone dan soundsystem agar perhatian siswa
dalam belajar menjadi fokus serta apa-apa yang dijelaskan guru dapat
diperhatikan dengan baik. Pemilihan media dalam suatu rencana
pembelajaran harus dipikirkan secara baik dan tepat guna, sebab media
mempunyai peran penting yaitu sebagai alat bantu dalam tercapainya suatu
pembelajaran yang diinginkan.
Media pembelajaran yang dipilih guru sudah cukup membantu dalam
proses pembelajaran. Dengan menggunakan pengeras suara (micro phone),
siswa terlihat menyimak segala sesuatu yang disampaikan oleh guru. Apabila
tidak ada pengeras suara di dalam ruang belajar yang begitu luas dalam hal ini
menggunakan aula, maka dalam penyampaian materi atau pun hal-hal yang
39

berkenaan dengan langkah-langkah pembelajaran yang disampaikan guru


akan terjadi miss communication terhadap para pendengarnya, maka
pembelajaran akan menjadi tidak efektif. Oleh karena itu, media/ alat bantu
cukup berperan dalam mendukung jalannya pembelajaran.

1.6 Pemilihan Alat Evaluasi


Inti pokok kegiatan evaluasi adalah upaya untuk mengetahui sejauh mana
proses pembelajaran telah mencapai sasaran. Kegiatan evaluasi berorientasi
pada kegiatan mengukur dan menilai sejauh mana program pembelajaran
sudah tercapai. Kegiatan evaluasi yang dirancang secara sistematis dan
komprehensif akan memberi gambaran sejauh mana proses pembelajaran
memberi hasil belajar pada diri siswa. Oleh karena itu, perlu dirancang alat
evaluasi proses pembelajaran yang valid, mendidik, berorientasi pada
kompetensi, adil, terbuka, berkesinambungan, menyeluruh, dan bermakna.4
Alat evaluasi yang ditetapkan guru di dalam RPP berupa soal-soal
pertanyaan berbentuk pilihan ganda, isian, dan essai untuk mengetes
kemampuan siswa dalam menguasai dan memahami materi pelajaran yang
telah dibahas. Adapun teknik penilaian pada saat pembelajaran berlangsung
yaitu berupa penilaian kinerja/ performansi perkelompok yang masing-
masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan
anggota kelompok yang lain.
Pemilihan alat evaluasi sudah tepat, karena dalam mengevaluasi masing-
masing siswa yang menggunakan pembelajaran kooperatif tidak hanya dapat
dinilai dengan hasil kerja berupa tes tertulis saja. Akan tetapi lebih
mengutamakan penilaian kerja kelompok, keikutsertaan atau tanggung jawab
siswa dalam menyelesaikan tugas kelompok, dan yang lebih utama yaitu
penilaian individu dari masing-masing anggota kelompok.

Berdasarkan penjabaran di atas dapat penulis simpulkan bahwa pembuatan


Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dirancang oleh guru sudah cukup
baik. Terlihat dari pemilihan metode pembelajaran, pengembangan indikator,
4
Radno Harsanto, Pengelolaan Kelas yang…, h. 168
40

skenario, dan materi serta media dan alat evaluasi pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik siswa. Dengan demikian kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan akan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang diinginkan.

2. Hasil Observasi Proses Pembelajaran Kooperatif


Hasil penelitian mengenai proses pembelajaran yang diamati secara langsung
oleh penulis, terdapat beberapa hal yang menjadi aspek penilaian dalam proses
kegiatan pembelajaran yaitu aspek penilaian terhadap guru dan aspek penilaian
terhadap siswa. Adapun aspek-aspek penilaian terhadap guru yaitu mengenai;
keterampilan membuka pelajaran, kualitas penguasaan materi, kualitas penjelasan
materi, penggunaan variasi dan teknik pembelajaran, kualitas variasi stimulus,
keterampilan bertanya, penggunaan media/ alat bantu pembelajaran, keterampilan
menutup pelajaran dan evaluasi pembelajaran. Di samping itu penulis juga
meneliti aspek penilaian mengenai komunikasi pembelajaran efektif dan
lingkungan pembelajaran yang menyenangkan. Sedangkan aspek-aspek penilaian
mengenai tingkah laku siswa saat pembelajaran berlangsung yaitu seperti; antusias
siswa, keaktifan siswa, inovasi siswa, dan kreativitas siswa.

a. Aspek-aspek Penilaian terhadap Guru


1) Keterampilan Membuka Pelajaran
Membuka pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
menciptakan suasana siap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar
terpusat pada hal-hal yang akan dipelajari. Kalimat-kalimat awal yang
diucapkan guru merupakan penentu keberhasilan jalannya seluruh
pelajaran. Tercapainya tujuan pengajaran bergantung pada metode
mengajar guru di awal pelajaran. Seluruh rencana dan persiapan sebelum
mengajar dapat menjadi tidak berguna jika guru gagal dalam
memperkenalkan pelajaran. Dalam tahap ini, yang perlu dilakukan terlebih
dahulu adalah menetapkan sikap dan minat yang benar diantara anggota
kelas.
Pada saat memulai dan membuka pelajaran terlebih dahulu guru
mengkondisikan kesiapan siswa. Pelajaran tidak akan dimulai jika siswa
41

masih berisik/ mengobrol. Karena setiap pergantian jam pelajaran di


sekolah, masih banyak siswa yang keluar masuk kelas dengan alasan ke
toilet ataupun keperluan yang lainnya, karena hal tersebut guru tidak akan
memulai pembelajaran selama siswa dalam keadaan tidak siap untuk
belajar. Selain itu, guru pun mengkondisikan kasiapan kelas dengan
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan selama pembelajaran
berlangsung, seperti memasang pengeras suara (microphone),
mempersiapkan laptop atau pun media yang lainnya, serta memerintahkan
siswa agar duduk yang tertib dan teratur. Sebelum masuk pada kegiatan
inti dalam proses pembelajaran guru menjelaskan secara umum tentang
materi yang akan dibahas, guna membangkitkan rasa ingin tahu siswa
mengenai materi yang akan dipelajari. Guru pun menyampaikan tujuan/
indikator kepada siswa agar siswa mempunyai peran penting dalam
kegiatan pembelajaran tersebut.
2) Kualitas Penguasaan Materi
Materi ajar merupakan salah satu komponen penting di dalam suatu
kurikulum pendidikan yang berisi pembahasan-pembahasan mengenai apa
yang akan dipelajari dalam suatu proses pembelajaran antara guru dan
siswa. Seorang guru harus menguasai materi yang akan diajarkan kepada
anak didik dengan berbagai pengalaman dan pengetahuan yang
dimilikinya agar proses pembelajaran berjalan dengan baik dan mencapai
tujuan yang diinginkan.
Berdasarkan hasil pengamatan yang diperoleh saat guru menjelaskan
materi pelajaran, guru mengusai materi ajar dengan baik. Pada saat
menjelaskan materi ajar, guru menghubungkan materi itu dengan
pengetahuan yang relevan dalam kehidupan sehari-hari siswa sehingga
para siswa mudah memahaminya dengan baik. Guru pun menggunakan
dalil yang sesuai dengan materi yang sedang diajarkannya sebagai penguat
dari materi itu.
42

3) Kualitas Penjelasan Materi


Penggunaan bahasa yang diucapkan guru saat menjelaskan materi
sudah cukup jelas dan dimengerti oleh seluruh siswa. Dalam pembelajaran
kooperatif guru berperan sebagai fasilitator serta mengawasi jalannya
pembelajaran. Guru tidak banyak menjelaskan materi dari awal sampai
akhir pembelajaran akan tetapi siswa lah yang diberi tugas untuk
memahami materi secara utuh dan dapat menjelaskan hasil kerja
kelompoknya di depan kelas. Pada saat guru menjelaskan materi kepada
siswa dilengkapi dengan cerita-cerita ilustrasi agar siswa tertarik untuk
berkomentar atau pun menanggapi cerita tersebut sehingga suasana
pembelajaran menjadi hidup.
4) Penggunaan Variasi Metode Pembelajaran
Metode adalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Dengan
memanfaatkan metode secara akurat, guru akan mampu mencapai tujuan
pembelajaran. Dalam mengajar, guru jarang sekali menggunakan satu
metode, karena mereka menyadari bahwa semua metode ada kelebihan
dan kelemahannya. Penggunaan satu metode lebih cenderung
menghasilkan kegiatan belajar mengajar yang membosankan bagi anak
didik. Jalan pengajaran pun tampak kaku. Anak didik terlihat kurang
bergairah belajar. Kejenuhan dan kemalasan menyelimuti kegiatan belajar
anak didik. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bagi guru dan
anak didik. Guru mendapatkan kegagalan dalam penyampaian pesan-pesan
keilmuan dan anak didik dirugikan. Ini berarti metode tidak dapat
difungsikan oleh guru sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan
belajar mengajar.5
Penggunaan variasi metode pembelajaran bertujuan agar suasana
belajar tidak kaku atau monoton karena suatu variasi metode akan
mempengaruhi terhadap hasil pembelajaran tersebut. Guru menggunakan
pembelajaran kooperatif model jigsaw, karena model pembelajaran ini

5
Syaiful Bahri & Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006), cet. III, h. 73
43

tidak hanya mengaktifkan siswa dalam belajar saja akan tetapi siswa pun
ikut terlibat secara penuh dalam kegiatan pembelajaran tersebut.
Dari hasil pengamatan yang didapat, guru cukup terampil
menjalankan metode yang diterapkannya pada saat pembelajaran, dalam
hal ini keterampilan menggunakan metode pembelajaran kooperatif model
jigsaw. Metode yang diterapkan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang
mengaharapkan siswa mampu menjelaskan dan memahami meteri yang
telah dibahas. Adapun penggunaan variasi pembelajaran sudah sesuai
dengan setting ruang kelas, karena metode pembelajaran diterapkan di aula
sekolah yang ruangannya itu cukup luas dibandingkan di kelas agar proses
pembelajaran berjalan dengan baik.
5) Kualitas Variasi Stimulus
Hasil pengamatan penulis mengenai kualitas variasi stimulus yang
dilakukan oleh guru cukup baik, hal itu terlihat dari keaktifan guru saat
memantau tiap-tiap kelompok. Guru menghampiri tiap kelompok yang
berdiskusi guna melihat jalannya diskusi dan guru memberi arahan atau
penjelasan apabila ada kelompok yang kurang mengerti mengenai tugas
yang diberikan. Dalam mengajar guru tidak monoton, akan tetapi guru
memperhatikan semua siswa, terlebih kepada siswa yang kurang
memperhatikan pelajaran.
6) Keterampilan Bertanya
Pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa sangat jelas
substansinya yaitu mengenai materi yang sedang dibahas. Guru tidak
menyimpang dalam memberikan acuan pada pertanyaan-pertanyaan yang
dilontarkan pada siswa. Pada saat sesi tanya jawab antara siswa dengan
guru ataupun antara siswa dengan siswa lainnya, guru menuntun siswa
dalam bertanya atau mengungkapkan pertanyaan agar pertanyaan tersebut
dimengerti semua siswa. Pada saat guru melontarkan pertanyaan, guru
memberi kesempatan berpikir kepada siswa untuk menjawab pertanyaan
tersebut selama satu sampai dua menit.
44

Selanjutnya, guru memotivasi kepada semua kelompok kooperatif


untuk mengembangkan ide dalam menjelaskan materi yang sedang
didiskusikan bersama anggota kelompoknya masing-masing. Di akhir
kegiatan diskusi kelompok, guru pun mempersilahkan perwakilan tiap
kelompok untuk presentasi hasil yang telah didiskusikannya dan
memberikan kesempatan bertanya bagi siswa yang ingin menanyakan hal
yang tidak dipahami kepada kelompok yang mendapat giliran presentasi.
Apabila ada siswa yang menjawab pertanyaan dengan sempurna
mengenai hal yang dipertanyakan guru ataupun oleh siswa maka guru
tersebut memberi sambutan yang baik berupa pujian ataupun tepuk tangan.
7) Penggunaan Media atau Alat Bantu Pembelajaran
Media atau alat bantu yang digunakan berupa pengeras suara
(microphone), guru pun terampil dalam menggunakan media yang telah
disiapkan. Media yang digunakan kurang menampilkan pesan yang
menarik karena hanya menggunakan pengeras suara, tidak menambahkan
media yang lain.
8) Keterampilan Menutup Pelajaran
Menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mengakhiri kegiatan inti suatu pelajaran dengan maksud agar siswa
memperoleh gambaran yang utuh tentang pokok-pokok materi pelajaran
yang dipelajari. Jangan akhiri pelajaran dengan tiba-tiba. Penutup harus
dipertimbangkan dengan sebaik mungkin agar sesuai. Guru perlu
merencanakan suatu penutup yang tidak tergesa-gesa dan juga dengan doa
sekitar tiga sampai lima menit.6
Sebelum pembelajaran berakhir, guru dan siswa bersama-sama
merangkum materi yang telah dibahas. Guru memberikan tindak lanjut
kepada siswa untuk mempelajari kembali pelajaran yang telah dibahas
karena akan diadakan kuis pada pertemuan berikutnya. Kemudian guru
dan siswa merumuskan kata-kata kunci terkait dengan pokok bahasan agar

6
Clarence Benson, Teknik Mengajar…, h. 85
45

siswa mudah mengingat kembali mengenai materi yang telah


dipelajarinya.
9) Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui
keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrument dan hasilnya
dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.7 Dengan
kata lain, evaluasi merupakan suatu tindakan atau proses untuk
menentukan nilai atau mengukur tingkat keberhasilan belajar siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran.
Ketepatan alat evaluasi sudah sesuai dengan indikator pembelajaran,
adapun alat evaluasi yang dibuat guru berupa tes dan non tes. Tes yang
dimaksud yaitu berupa tes tertulis sedangkan non tes berupa penilaian
langsung baik secara individu maupun kelompok pada saat siswa diskusi
bersama kelompoknya. Evaluasi pembelajaran kooperatif lebih
menekankan pada penilaian proses kerja kelompok dan individu dalam
kegiatan pembelajaran.
10) Komunikasi Pembelajaran Efektif
Kelompok kooperatif dibuat dengan karakteristik siswa yang berbeda-
beda yang bertujuan agar suasana pembelajaran menjadi hidup/ aktif. Guru
menunjukkan pentingnya materi yang akan disampaikan karena apabila
siswa tidak sungguh-sungguh dalam belajar, maka siswa tersebut tidak
akan mengerti materi secara keseluruhan. Oleh karena itu siswa harus
fokus pada pembelajaran ini. Disaat suasana monoton, guru menggunakan
kelucuan yang menimbulkan tawa seisi ruangan agar siswa menjadi
semangat kembali. Setelah semua perwakilan kelompok selesai presentasi,
kemudian guru memberikan pertanyaan menggunakan kisah ilustrasi
untuk menarik perhatian siswa. Siswa pun terlihat aktif menanggapi atau
menjawab pertanyaan tersebut. Di samping itu, guru pun mengajukan
pertanyaan kepada presentator apabila tidak ada lagi siswa yang bertanya,

7
M. Chabib Thoha, Teknik Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1996), cet. III, h.1
46

dimaksudkan agar merangsang siswa menyangkut subjek yang sedang


dibahas. Pada saat siswa mampu mempresentasikan hasil diskusinya
dengan baik, maka guru memuji anak didik dengan berkata “Ok, bagus
sekali”.
11) Lingkungan Pembelajaran Menyenangkan
Pihak guru dan sekolah menyediakan segala fasilitas belajar yang
menyenangkan seperti Laptop, LCD, Microphone dan Sound System.
Dinding-dinding kelas pun dihiasi dengan berbagai poster berwarna seperti
kaligrafi, poster kartun Jepang , dan foto-foto pahlawan. Di akhir
pembelajaran guru menyampaikan poin-poin penting berupa kata-kata
untuk diperhatikan oleh seluruh siswa. Adapun tantangan dalam
pembelajaran kali ini yaitu setiap perwakilan dari masing-masing
kelompok harus tampil maksimal dalam mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas yang diperhatikan oleh guru dan anggota kelompok yang lain.
Lingkungan pembelajaran kooperatif terlihat menyenangkan, karena
masing-masing siswa terlibat aktif dalam diskusi dan interaksi sesama
kelompoknya. Tidak ada beban individu karena mereka bekerja bersama-
sama. Antar siswa satu sama lain saling bertukar pikiran dan saling
membantu dalam menyelesaikan tugas yang diberikan serta mengeluarkan
pendapatnya masing-masing. Hal tersebut juga dirasakan oleh guru bidang
studi yang menyatakan sebagai berikut.

“Sangat menyenangkan sekali, mereka lebih suka kalau potensi mereka


juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat”.
Adapun pendapat siswa mengenai lingkungan atau suasana
pembelajaran yang mereka rasakan selama proses pembelajaran
berlangsung, berikut sebagaimana dituturkannya:

“Cukup kondusif, enak untuk menyerap pelajaran (enjoy), Tempat


duduknya tidak berdesakan dan leluasa untuk bergerak” (Ricky).

“Baik-baik saja, belajarnya enak, duduknya tidak berdesakan dan


suasana saat diskusi ramai” (Amalia).
47

b. Aspek-aspek Penilaian terhadap Siswa (Diperoleh melalui observasi


dan wawancara)
1) Antusias Siswa
Antusias siswa pada saat memulai pelajaran pendidikan agama Islam
terlihat bersemangat. Di awal pembukaan pelajaran, siswa ada yang sudah
siap mengikuti pelajaran dan masih ada beberapa siswa yang mengobrol
dengan teman sebelahnya. Semua siswa cukup bersemangat untuk
memulai pelajaran di kelas. Pada kegiatan awal pembelajaran siswa
terlihat memperhatikan dan menyimak pembicaraan yang disampaikan
guru.

2) Keaktifan Siswa
Pada saat pembelajaran berlangsung tampak adanya dialog antara
siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru, karena sistem
pembelajaran yang dilakukan secara berdiskusi (pembelajaran kooperatif),
jadi semua siswa saling berinteraksi kepada teman satu kelompoknya.
Sedangkan dialog dengan guru terlihat ketika siswa menanyakan sesuatu
yang belum dimengerti, misalnya menanyakan bagaimana pembagian
tugas di dalam kelompok. Dalam mengerjakan tugas kelompok, siswa
hanya memanfaatkan buku paket yang dimilikinya untuk belajar.
Siswa aktif memberikan pendapatnya setelah anggota kelompok lain
selesai mempresentasikan hasil kerja kelompoknya. Kemudian siswa pun
aktif berbuat untuk kelompoknya, hal itu terlihat pada saat kerja sama
kelompok semua anggota kelompok ditugaskan untuk menguasai
materinya masing-masing.

“Iya, karena yang diskusi yang maju satu orang mewakili, berarti
semua anggotanya itu memberi tahu apa yang dia pelajari” (Alya).

“Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan
mempunyai pendapat yang berbeda-beda, jadi gimana caranya kita
untuk saling menukar pendapat” (Ricky).
48

Siswa pun aktif mencari sumber dengan memahami materi yang telah
ditugaskan melalui buku paket yang ada. Keaktifan siswa dalam
berkompetisi antar siswa dengan cara menampilkan presentasi yang
terbaik guna mendapatkan nilai yang terbaik pula untuk kelompoknya.
Kerja kelompok menuntut siswa untuk terlibat penuh dalam memahami
dan menguasai materi ajar secara berasama-sama.

3) Inovasi Siswa
Rasa ingin tahu siswa muncul pada saat materi yang dibahas kurang
dimengerti siswa. Oleh karena itu, mereka berdialog dan berinteraksi
dengan sesama anggota kelompok. Dalam pembelajaran kooperatif, kerja
sama dalam kelompok sangat diperlukan agar tugas yang diberikan
menjadi mudah dan masing-masing individu tidak menanggung beban
yang terlalu berat. Berikut adalah kutipan langsung dari beberapa siswa:

“Tentu saja, soalnya diskusi kelompok, jadi satu orang ini tidak
mungkin menghafal sendirian” (Alya).

“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam).

Kemudian tiap perwakilan dalam kelompok banyak mengajukan


pertanyaan pada kelompok lain yang sedang presentasi. Siswa tidak
memunculkan ide baru mengenai materi yang dibahas, hanya saja siswa
menjawab atau menanggapi pertanyaan dari anggota kelompok lain,
semampu yang siswa pahami dan ketahui.

4) Kreativitas Siswa
Adanya keterlibatan siswa secara intelektual dan emosional dalam
pembelajaran karena masing-masing siswa dituntut untuk menguasai
materi yang ditugaskannya. Selain itu, siswa didorong untuk menemukan
sendiri konsep yang sedang dikaji melalui diskusi kelompok, karena
dengan berdiskusi siswa dapat bertukar informasi mengenai materi yang
sedang dipelajarinya. Dalam kelompok diskusi siswa diberi waktu yang
49

cukup untuk menyelesaikan tugas bersama, dengan kata lain siswa diberi
kesempatan untuk bertanggung jawab dalam kelompoknya.

3. Implementasi Strategi Pembelajaran Kooperatif pada Mata Pelajaran


Pendidikan Agama Islam
Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan implementasi strategi
pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran pendidikan agama Islam, maka
penulis menggunakan pengertian efektivitas yang dihubungkan dengan unsur-
unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif.
Sebelum menyimpulkan apakah strategi pembelajaran kooperatif yang
diterapkan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam itu efektif atau tidak,
maka terlebih dahulu penulis akan menjelaskan pengertian efektivitas dan
hubungannya dengan unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut J.S. Badudu, efektif diartikan (1) mempunyai efek, pengaruh atau
akibat, (2) memberikan hasil yang memuaskan dan (3) memanfaatkan waktu dan
cara dengan sebaik-baiknya: bekerja sangat menguntungkan.8
Efektivitas berkaitan dengan terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya
tujuan, terbentuknya kompetensi, ketepatan waktu, dan adanya partisipasi aktif
dari anggota.9
Adapun mengenai unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif yang diperoleh
dari beberapa buku sumber yaitu, antara lain:

a. Saling Ketergantungan Positif


Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan beberapa orang siswa,
diketahui bahwa dalam pembelajaran kooperatif yang menggunakan model
jigsaw adanya saling ketergantungan yang positif antar sesama siswa dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan.

8
J.S. Badudu, Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, (Jakarta: Kompas,
2003), cet. 1, h. 7
9
E. Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian Guru
dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 173
50

“Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus
mendorong mati-matian” (Alya).

“Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling
membutuhkan satu sama lain, tidak mengandalkan teman yang pandai.
Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu sama lain” (Ricky).

b. Tanggung Jawab Perseorangan


Pembelajaran kooperatif lebih mengutamakan pada kerja sama dalam
kelompok. Jadi tiap siswa dalam kelompok tersebut memiliki tanggung jawab
yang sama untuk menyelesaikan tugas yang diberikan guru. Berikut
pernyataannya:

“Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling
berbagi pendapat dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang
diberikan untuk mendapat nilai yang maksimal” (Ricky).

“Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas
yang diberikan” (Amalia).

Cooperative Learning membuat persiapan dan menyusun tugas sedemikian


rupa, sehingga masing-masing anggota kelompok harus melaksanakan
tanggung jawabnya sendiri agar tugas selanjutnya dalam kelompok bisa
dilaksanakan.10

c. Interaksi Tatap Muka


Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok dapat saling
bertatap muka sehingga mereka dapat melakukan dialog, tidak hanya dengan
guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan
para siswa dapat saling menjadi sumber belajar sehingga sumber belajar lebih
bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting karena ada siswa yang
merasa lebih mudah belajar dari sesamanya.11

10
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 32
11
Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/ CTL)
dan Penerapannya dalam KBK, (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), h. 61
51

“Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu” (Adam).

“Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang
berdialog” (Ricky).

Diskusi kelompok mengajak siswa untuk saling berinteraksi antar sesama


anggota kelompok. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal diperlukan
interaksi yang baik guna memecahkan serta menyelesaikan tugas yang
diberikan.

d. Akuntabilitas Individual
Semua anggota dalam kelompok mempunyai peran yang sama untuk
mengerjakan tugas yang diberikan. Walaupun belajar secara berkelompok,
akan tetapi penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
kooperatif guru lebih menitikberatkan pada penilaian individu dari masing-
masing anggota kelompok.

e. Komunikasi Antar Anggota


Keberhasilan suatu kelompok bergantung pada kesediaan para anggotanya
untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan
pendapat mereka. Adapun jenis komunikasi dalam pembelajaran tersebut
yaitu komunikasi multi arah. Artinya, adanya komunikasi antara guru dengan
siswa dan antara siswa dengan siswa selama proses pembelajaran
berlangsung.

f. Evaluasi Proses Kelompok.


Evaluasi diadakan setelah siswa menyelesaian pelajaran. Guru
mengevaluasi siswa secara berkelompok dan individu. Evaluasi tertulis
berupa soal kuis yang diberikan kepada seluruh siswa guna mengukur
kemampuan yang dimilikinya setelah mengikuti pelajaran. Hasil nilai yang
didapat dari masing-masing individu juga dapat dimasukkan pada penilaian
kelompok dengan membagi nilai rata-rata pada tiap kelompok tersebut.
52

Berdasarkan perolehan nilai kuis yang diadakan guru, diketahui bahwa


kelas yang menerapkan strategi pembelajaran kooperatif ternyata memperoleh
nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan dengan kelas/ siswa yang tidak
menerapkan pembelajaran kooperatif. Berikut adalah ungkapan siswa yang
mencapai nilai tertinggi.

“Alhamdulillah, iya memuaskan” (Ricky).

Adapun bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang


mencapai nilai tertinggi yaitu berupa nilai 100 pada ulangan kedua.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat penulis simpulkan bahwa
penerapan atau penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata
pelajaran pendidikan agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 adalah efektif.
Yakni adanya efek atau akibat, memberikan hasil yang memuaskan,
terlaksananya semua tugas pokok, tercapainya tujuan, terbentuknya
kompetensi, dan adanya partisipasi aktif dari anggota.

C. Interpretasi Data
Setelah menganalisa temuan hasil penelitian, penulis mengedepankan empat
persoalan dalam penelitian ini. Pertama mengenai Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran yang dibuat oleh guru dalam kegiatan pembelajaran. Berbagai hal
yang tercakup dalam RPP seperti pengembangan indikator, pengembangan materi,
pemilihan metode, media dan alat evaluasi pembelajaran sudah cukup baik
dilaksanakan oleh guru pada saat memulai pembelajaran dari awal sampai
berakhirnya jam pelajaran. Meskipun pada pengembangan skenario pembelajaran
yang ditulis dalam RPP tidak secara rinci dijabarkan, hal tersebut tidak
menjadikan guru gagal dalam menjalankan kegiatan pembelajarannya bersama
siswa. Guru sudah terampil dalam menggunakan strategi pembelajaran kooperatif
dalam hal ini penggunaan model jigsaw yang diterapkan guru pada mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di sekolah.
Kedua, suasana tempat pembelajaran saat jam pelajaran berlangsung cukup
tenang dan sesekali ramai ketika di awal-awal pembelajaran. Tempat duduk untuk
53

belajar tiap siswa memiliki satu kursi dan meja. Dengan kata lain, tiap siswa
duduk sendiri-sendiri pada tempat yang telah disediakan. Jumlah siswa pun tidak
terlalu banyak sehingga cukup efektif dalam menjalankan pembelajaran. Pada saat
penerapan pembelajaran kooperatif model jigsaw diadakan di aula, sebab dikelas
ruangannya tidak memungkinkan untuk merubah-ubah tempat duduk menjadi
beberapa bagian dan proses tersebut hanya menyita waktu. Oleh karena itu,
pembelajaran diadakan di aula yang tertutup dan luas, guna mencari suasana baru
agar siswa tidak bosan dan rencana pembelajaran dapat berjalan lancar. Di dalam
aula tersebut tidak ada kursi maupun meja hanya terdapat papan tulis, dan
pengeras suara. keadaan aula yang banyak terdapat ventilasi udara membuat
suasana ruangan menjadi tidak terasa panas serta terhindar dari kebisingan di luar.
Ketiga, mengenai proses pelaksanaan pembelajaran yang berlangsung pada
saat menggunakan pembelajaran kooperatif. Penulis melihat bahwa proses
pembelajaran yang dilakukan sudah cukup efektif dan bisa dikatakan berhasil. Hal
tersebut terlihat dari penerapan model jigsaw yang dilakukan sudah sesuai dengan
unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif seperti, saling ketergantungan
positif, tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan
evaluasi proses kelompok.12 Pada saat diskusi kelompok siswa tidak merasa
terbebani dengan tugas yang diberikan karena mereka bekerja barsama-sama dan
saling berinteraksi kepada anggota kelompoknya. Antar anggota kelompok saling
membantu apabila ada anggota yang belum mengerti.
Kelompok kooperatif mempunyai tanggung jawab yang sama dalam
menyelesaikan tugas kelompok, karena kalau salah satu bersikap cuek terhadap
tugas yang diberikan maka hal tersebut sangat mempengaruhi pada anggota
kelompoknya. Dengan kata lain pembagian tugas yang diberikan pada masing-
masing anggota kelompok harus dikuasai guna saling bertukar informasi
mengenai materi yang ia pelajari agar semua materi dapat dipahamai secara utuh
oleh semua anggota kelompok, akan tetapi kalau salah satu anggota kelompok
tidak menguasai materi yang ditetapkan maka kelompok tersebut tidak akan

12
Anita Lie, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di Ruang-
ruang Kelas, (Jakarta: PT. Grasindo, 2002), h. 30
54

mengerti dan tidak mampu mempresentasikan tugas yang diberikan dengan baik
sehingga hal itu berpengaruh juga pada perolehan nilai kelompok.
Siswa terlihat enjoy dan fokus saat proses pembelajaran, walaupun guru tidak
ikut terlibat secara penuh pada kegiatan pembelajaran khususnya pada saat diskusi
kelompok akan tetapi siswa sudah memiliki tanggung jawab atas kelompoknya
itu. Dengan pembelajaran kooperatif setiap siswa menjadi lebih aktif dan berani
dalam berbicara ataupun mengungkapkan pendapat kepada teman satu
kelompoknya. Karena Pembelajan kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk
meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap
kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang
berbeda latar belakangnya, jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan
ganda yaitu sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan berkerja secara
kolaboratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan
mengembangkan keterampilan hubungan dengan sesama manusia yang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah.13
Keempat, mengenai kesan siswa setelah mengikuti pelajaran Pendidikan
Agama Islam (PAI). Menurut yang penulis amati, pembelajaran kooperatif yang
berlangsung di kelas sudah efektif. Hal tersebut diperkuat dengan ungkapan siswa
setelah mengikuti pelajaran PAI. Mereka merasa senang dan lebih memahami
materi pelajaran, serta mengetahui materi agama jadi lebih dekat kepada Allah
SWT. Dan mereka bangga mendapatkan hasil yang terbaik. Tetapi ada siswa
yang mengatakan senang dengan pembelajaran yang dilakukan dengan metode
kooperatif meskipun agak sulit sedikit. Siswa beranggapan demikian sebab ia
dihadapkan pada situasi yang tidak biasanya, karena metode pembelajaran yang
dilakukan sebelumnya bersifat tradisional, jadi siswa lebih banyak menerima
informasi atau ilmu dari sang guru, siswa tidak mempelajari dan memahami
sendiri suatu materi pelajaran. Pada pembelajaran kooperatif siswa dibimbing agar
mempunyai sikap kepemimpinan dan bertanggung jawab penuh atas apa yang

13
Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,
(Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007), h. 42
55

ditugaskan oleh guru agar tujuan pendidikan yang diharapkan dapat tercapai
dengan baik.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dianalisis pada bab sebelumnya, maka
kesimpulan ini merupakan jawaban dalam menjawab pertanyaan penelitian yang
tercantum pada Bab I, yaitu; (1) Perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan
pembelajaran; (2) Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di
sekolah; (3) Hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi
pembelajaran kooperatif. Berikut ini akan dijabarkan kesimpulan dari hasil
penelitian yang penulis peroleh melalui data-data observasi dan wawancara.

1. Perencanaan dalam mempersiapkan kegiatan pembelajaran


Perencanaan berupa RPP yang dibuat oleh guru sudah cukup baik, karena
indikator-indikator dan semua aspek yang ada di dalam RPP sudah terlaksana
menurut rencana yang diinginkan. Pemilihan metode maupun media pembelajaran
disesuaikan dengan materi ajar. Pembuatan RPP juga memperhatikan karakteristik
siswa yang beraneka ragam, karena siswa memiliki kemampuan tinggi sedang dan
rendah. Meskipun skenario pembelajaran tidak ditulis dengan lengkap dalam RPP,
hal tersebut tidak menjadi hambatan dalam pelaksanaannya di kelas. Karena guru
sudah terampil dalam menerapkan metode kooperatif dalam hal ini penerapan
model jigsaw.

56
2. Pelaksanaan proses pembelajaran yang diterapkan oleh guru di sekolah
Hasil pengamatan mengenai pelaksanaan proses pembelajaran dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif, sudah berjalan secara efektif. Pernyataan
tersebut diperkuat oleh hasil wawancara beberapa siswa dan guru serta ditunjang
pula dari hasil pengamatan secara langsung oleh penulis, menyatakan bahwa
mereka sudah melakukan hal-hal yang menjadi unsur-unsur dasar dalam
pembelajaran kooperatif. Seperti, saling ketergantungan positif antar sesama
anggota tim/ kelompok, adanya tanggung jawab perseorangan dalam
menyelesaikan tugas yang diberikan, adanya interaksi atau tatap muka antar
anggota, komunikasi antar anggota, dan evaluasi pembelajaran.
Pada proses pembelajaran tampak adanya pembelajaran PAIKEM
(Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan). Hal itu
tampak pada saat kegiatan inti dan kegiatan akhir pembelajaran. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada pembahasan di Bab IV.

3. Hasil akhir dari kegiatan pembelajaran dengan menggunakan strategi


pembelajaran kooperatif
Hasil akhir secara keseluruhan dari kegiatan pembelajaran PAI yang
menggunakan strategi pembelajaran kooperatif dapat memberikan hasil yang
memuaskan. Perolehan nilai kuis yang dikerjakan oleh siswa yang menggunakan
pembelajaran kooperatif lebih tinggi dibandingkan dengan kelas yang
menggunakan metode tradisional. Hal ini dapat dilihat pada daftar nilai kuis yang
diadakan pada kelas sampel atau kelas eksperimen yaitu kelas VIII-B dan kelas
kontrol yaitu kelas VIII-A, dengan nilai rata-rata kelas VIII-A sebesar 79,92.
Sedangkan nilai rata-rata untuk kelas VIII-B yaitu sebesar 90,12.
Siswa merasa senang dan enjoy setelah mengikuti pelajaran PAI dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena lebih memahami dan mengerti
mengenai materi yang telah dibahas serta perolehan nilainya pun sangat
memuaskan. Karena tujuan dari mengikuti pelajaran agama Islam agar peserta
didik senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu

57
menghayati tujuan, yang pada akhirnya dapat mengamalkan serta menjadikan
Islam sebagai pandangan hidup.
Berdasarkan hasil analisa dari pengertian efektivitas dan unsur-unsur dasar
dalam pembelajaran kooperatif yang telah dijelaskan dalam Bab IV, dengan
demikian, maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran
adalah efektif.

B. Saran
1. Dalam membuat strategi pembelajaran, hendaknya guru memperhatikan
variasi metode pembelajaran yang baik agar suasana pembelajaran di kelas
menjadi nyaman dan disenangi siswa dengan demikian pembelajaran pun
menjadi efektif. Salah satu strategi yang tepat digunakan dalam pembelajaran
yaitu dengan menggunakan strategi pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif tidak hanya memunculkan keaktifan siswa saja akan
tetapi masih banyak hal-hal yang dapat digali dari kemampuan siswa yang
mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2. Kepada pihak sekolah agar dapat menanggulangi hambatan-hambatan yang


ada dari segi sarana tempat belajar, agar tiap ruang kelas yang ada dapat
dipergunakan secara fleksibel untuk kegiatan belajar mengajar dengan
menggunakan pembelajaran kooperatif. Karena alokasi waktu belajar yang
terbatas, maka hendaknya hambatan tersebut dapat teratasi agar pembelajaran
yang dilakukan lebih optimal.

3. Hasil penelitian ini dapat dijadikan rujukan bagi sekolah dan pihak-pihak
yang terkait untuk melakukan pembenahan yang berkaitan dengan
penggunaan strategi pembelajaran pada saat mengajar.

58
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2002.

______, Reformulasi Pendidikan Islam, Jakarta: CRSD PRESS, 2005.

Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Badudu, J.S., Kamus Kata-kata Serapan dalam Bahasa Indonesia, Jakarta:


Kompas, 2003.

Daradjat, Zakiah, Metodologi Pengajaran Agama Islam, Jakarta: Bumi Aksara,


1996.

______, Pendidikan Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta: Bulan Bintang,


1975.

Daulay, Haidar Putra, Pendidikan Islam, Jakarta: Prenada Media, 2004.

Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Bandunag: PT Syaamil


Cipta Media.

Djumransyah, Abdul Malik Karim Amrullah, Pendidikan Islam, Malang: UIN-


Malang Press, 2007.

Enoch, Jusuf, Dasar-dasar Perencanaan Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara,


1995.

Etin Solihatin, Raharjo, Cooperative Learning Analisis Model Pembelajaran IPS,


Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

Hall, Gene E., dkk., Mengajar dengan Senang, PT Indeks, 2008.

Harsanto, Radno, Pengelolaan Kelas yang Dinamis, Yogyakarta: Kanisius, 2007.

Hery Noer Aly, Munzier S., Watak Pendidikan Islam, Jakarta: Friska Agung
Insani, 2008.

Ibrahim, Muslimin, dkk., Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: UNESA Press,


2001.

Isjoni, Cooperative Learning, .Bandung: Alfabeta, 2010.

_____, Saatnya Pendidikan Kita Bangkit, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

59
Isjoni dkk., Pembelajaran Visioner, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007.

Lie, Anita, Cooperative Learning; Mempraktikkan Cooperative Learning Di


Ruang-ruang Kelas, Jakarta: PT. Grasindo, 2002.

Majid, Abdul, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi, Bandung: PT


Remaja Rosdakarya, 2004.

Martinis Yamin, Bansu I. Ansari, Taktik Mengembangkan Kemampuan Individual


siswa, Jakarta: Gaung Persada Press, 2008.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2000.

Mulyasa, E., Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Kemandirian


Guru dan Kepala Sekolah, Jakarta: Bumi Aksara, 2009.

Muslich, Masnur, KTSP; Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Jakarta: Bumi


Aksara, 2009.

Nasution, S., Didaktik Asas-asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995.

Nizar, Samsul, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan, Jakarta: Gaya


Media Pratama, 2001.

Nuraida, Halid Al-kaf, Metodologi Penelitian Pendidikan, Ciputat: Islamic


Research Publishing, 2009.

Nurhadi dkk., Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/


CTL) dan Penerapannya dalam KBK, Malang: Universitas Negeri Malang,
2004.

Nur, Mohamad, Pembelajaran Kooperatif, Surabaya: LPMP, 2005.

Pannen, Paulina, Konstruktivisme dalam Pembelajaran, Jakarta: Universitas


Terbuka.

Poerwadarmita, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,


1999.

Poerwandari, E.K., Penelitian Kualitatif untuk Penelitian Perilaku Manusia,


Jakarta: LPSP3 Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2005.

Slavin, Robert E., Cooperative Learning; Teori, Riset dan Praktik, Bandung:
Nusa Media, 2010.

60
Standar Isi Pendidikan Agama Islam Sekolah Menengah Pertama (SMP),
PERMENDIKNAS NO. 22 TAHUN 2006.

Suprijono, Agus, Cooperative Learning; Teori dan Aplikasi PAIKEM,


Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009.

Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya, 1997.

Syaiful Bahri, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Jakarta: PT Rineka Cipta,
2006.

Thoha, M. Chabib, Teknik Evaluasi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo


Persada, 1996.

Tim Penyusun Kamus pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988.

Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik,


Jakarta:Prestasi Pustaka, 2007.

Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama, 2006.

Zaini, Hisyam, dkk., Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi, Yogyakarta:


CTSD IAIN Sunan Kalijaga, 2002.

61
FORM OBSERVASI
PERENCANAAN TERTULIS
(RPP)

Hari/ Tanggal:
Materi Pokok:

NO ASPEK PENILAIAN HASIL PENGAMATAN


Pengembangan Indikator
a.Kesesuaian dengan Kompetensi Dasar

b.Kesesuaian dengan karakteristik siswa

c. Pengembangan Kognitif
1

d. Pengembangan Afektif

e. Pengembangan Psikomotorik

Pengembangan Materi
a. Kesesuaian dengan indikator

b. Relevan dengan kebutuhan siswa

2 c. Materi pelajaran mengandung segi-


segi etik

d. Materi pelajaran bersumber dari buku


sumber yang baku

Pemilihan Metode
a. Kesesuaian dengan indikator

b. Kesesuaian dengan materi


3

c. Kesesuaian dengan setting ruang


kelas
Pengembangan Skenario
a. Kesesuaian dengan indikator

b. Kesesuaian dengan materi


4

c. Kesesuaian dengan metode

Pemilihan Media/ Alat Bantu


a. Kesesuaian dengan indikator

b. Kesesuaian dengan materi

5
c. Kesesuaian dengan kondisi/
keterbatasan yang ada

d. Media jadi/ rancangan

Pemilihan Alat Evaluasi


a. Kesesuaian dengan indikator

b. Kesesuaian dengan materi

c. Penilaian tertulis

d. Penilaian kinerja/ performansi


6

e. Penilaian produk

f. Penugasan/ proyek

g. Penilaian portofolio
FORM OBSERVASI
PROSES PEMBELAJARAN I

Hari/Tanggal:
Materi Pokok:

NO ASPEK PENILAIAN HASIL PENGAMATAN


Keterampilan Membuka Pelajaran
a. Mengkondisikan kesiapan siswa

b. Mengkondisikan kesiapan kelas

c. Apersepsi
1

d. Membangkitkan rasa ingin tahu siswa (motivasi)

e. Menyampaikan tujuan/ indikator yang ingin dicapai

Kualitas Penguasaan Materi


a. Substansi materi

b. Hubungan dgn pengetahuan yg relevan atau


2 kontekstual

c. Menggunakan dalil, rumus atau generalisasi

Kualitas Penjelasan Materi


a. Bahasa

b. Sistematika
3

c. Penggunaan contoh/ilustrasi/media
(pola induktif & deduktif)

Penggunaan Variasi Metode dan Teknik


Pembelajaran
a. Menunjukkan keterampilan dalam menggunakannya

b. Kesesuaian dengan tujuan pembelajaran


4

c. Kesesuaian dengan setting ruang kelas

Kualitas Variasi Stimulus


a. Gerak

b. Suara
5
c. Isyarat (gesture)

d. Gaya interaksi

e. Pemusatan perhatian

f. Pengalihan indera

Keterampilan Bertanya
a. Kejelasan substansi pertanyaan

b. Pemberian acuan

c. Teknik menuntun

d. Pemberian kesempatan berpikir


6

e. Pemindahan giliran (distribusi)

f. Mengembangkan ide

g. Sambutan dan antusias terhadap jawaban siswa

Penggunaan Media/ Alat Bantu Pembelajaran


a. Menunjukkan keterampilan dalam menggunakannya

b. Menampilkan pesan yang menarik


7

c. Kesesuaian dengan indikator dan bahan ajar

Keterampilan Menutup Pelajaran


a. Merangkum kembali bahan pelajaran yang
disampaikan
b. Menyuruh siswa membuat ringkasan atau memberikan
kegiatan tindak lanjut lainnya
8

c. Merumuskan kata-kata kunci (keyword) terkait dengan


pokok bahasan

Evaluasi Pembelajaran
9 • Ketepatan alat evaluasi dan kesesuain dengan
indikator
FORM OBSERVASI
PROSES PEMBELAJARAN II

Hari/ Tanggal:
Materi Pokok:

No Aspek yang Diamati Ya Tidak Keterangan


Siswa Antusias
a. Siswa dalam keadaan siap ketika memulai
pelajaran
b. Siswa bersemangat saat pelajaran akan dimulai
1

c. Siswa menyimak materi yang disampaikan


guru

Siswa Belajar secara Aktif


a. Adanya dialog antara siswa dengan siswa

b. Adanya dialog antara siswa dengan guru

c. Siswa memanfaatkan sumber-sumber belajar


yang bervariasi

d. Siswa aktif memberi pendapat

2
e. Siswa ikut aktif berbuat

f. Ikut aktif mencari sumber

g. Siswa berkompetisi antar siswa

h. Siswa terlibat penuh dalam pembelajaran

Siswa Melakukan Inovasi


a. Siswa tampak memiliki sikap rasa ingin tahu

b. Siswa banyak mengajukan pertanyaan


3

c. Siswa mampu memunculkan ide yang baru

Siswa Melakukan Hal yang Kreatif


a. Keterlibatan siswa secara intelektual dan
emosional dalam pembelajaran

b. Siswa didorong untuk menemukan sendiri


konsep yang sedang dikaji melalui observasi,
4
diskusi atau percobaan

c. Siswa diberi kesempatan untuk bertanggung


jawab menyelesaikan tugas bersama
Komunikasi Pembelajaran Efektif
a. Guru mengenali karakteristik peserta didik

b. Guru menunjukkan pentingnya materi yang


akan disampaikan

c. Guru menggunakan kelucuan atau


entertainment

d. Guru menceritakan sebuah kisah ilustrasi


5

e. Guru membuat sebuah pernyataan yang ringkas


dan tajam serta merangsang menyangkut
subjek yang akan dibahas

f. Guru memuji anak didik

Lingkungan Pembelajaran Menyenangkan


a. Menyediakan segala fasilitas belajar yang
menyenangkan

b. Menghiasi dinding-dinding dengan berbagai


poster berwarna

6
c. Menyugukan seluruh poin penting yang harus
dipelajari dalam bentuk kata-kata, musik
maupun gambar

d. Adanya variasi, kejutan, imajinasi dan


tantangan dalam pembelajaran
PEDOMAN WAWANCARA
(SISWA)

Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal Wawancara :

Pokok Pembicaraan:
1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama
Islam (PAI) di kelas?
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama
anggota?
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam
menyelesaikan suatu tugas?
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai
nilai tertinggi?
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai
yang memuaskan?
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
PEDOMAN WAWANCARA
(GURU)

Nama Responden :
Jabatan :
Hari/ Tanggal Wawancara :

Pokok Pembicaraan:
1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran?
2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP?
3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak
gunakan?
4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran?
5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada
materi seperti apa yang sering Bapak gunakan?
(yang dimaksud adalah karakteristik materi yang seperti apa)
6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif
pada mata pelajaran PAI?
7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam?
8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu
menyenangkan?
9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan
tinggi, sedang dan rendah?
10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran
kooperatif pada mata pelajaran PAI?
11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses
pembelajaran kooperatif?
12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI
bagi siswa-siswi SMP Islam Al-Azhar 4?
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?


Jawab: Lumayan tenang, tapi karena ada diskusi antar kelompok jadi sedikit berisik juga.
Tempatnya tidak panas karena waktu diskusi di aula ruangannya terbuka.
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di
kelas?
Jawab: Iya, karena yang diskusi yang maju satu orang mewakili, berarti semua anggotanya itu
memberi tahu apa yang dia pelajari.
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota?
Jawab: Tentu saja, soalnya diskusi kelompok, jadi satu orang ini tidak mungkin menghafal
sendirian.
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
Jawab: Ada yah, karena ini yang maju satu orang, jadi ada yang tanggung jawabnya lebih besar.
Tapi karena ini harus dibantu oleh keempat temannya ini, jadi kita harus bisa hapal dulu.
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu
tugas?
Jawab: Iya, apabila salah satu anggota tidak bekerja maka yang lainnya harus mendorong mati-
matian. Kalau tidak pemimpinnya itu tidak mengerti semua berarti nilainya bisa jelek.
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai
tertinggi?
Jawab: Nilai 100 pada ulangan kedua.
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang
memuaskan?
Jawab: Kalau saya pribadi sih iya.
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
Jawab: Saya seneng, tapi susah karena saya yang ditunjuk. Kerjasamanya bagus juara II sih.

Jakarta, 25 Februari 2011


Interviewer Siswi SMP Al-Azhar 4

Santi Alya Nur Ibrahim


Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?


Jawab: Suasana belajarnya kadang berisik kadang tidak.
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di
kelas?
Jawab: Iya, jadi suasananya itu menjadi hidup.
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota?
Jawab: Iya, untuk saling membantu kalau ada yang belum tahu.
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
Jawab: Iya, setiap anak memberikan pendapat dan ada yang mampu menguasai tugas ada yang
tidak. Kalau ada yang tidak mampu menguasai tugas, dibantu.
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu
tugas?
Jawab: Iya, dan tidak mengandalkan teman yang lebih pandai.
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai
tertinggi?
Jawab: Ulangan kedua tidak usah ikut langsung dapat nilai 100.
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang
memuaskan?
Jawab: Iya, jadi lebih tahu dan nilainya memuaskan.
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
Jawab: Jadi lebih paham walaupun sulit sedikit.

Jakarta, 25 Februari 2011


Interviewer Siswa SMP Al-Azhar 4

Santi Adam Muftie


Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?


Jawab: Cukup kondusif, enak untuk menyerap pelajaran (enjoy), nikmatin apa yang ada
dipelajaran itu. Tempat duduknya tidak berdesakan dan leluasa untuk bergerak
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di
kelas?
Jawab: Aktif, soalnya kan kita ada waktu 30 menit untuk berdiskusi dan mempunyai pendapat yang
berbeda-beda jadi gimana caranya kita untuk saling menukar pendapat.
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota?
Jawab: Kalau berdialog, saat belajar saja. Kalau yang tidak penting, jarang berdialog.
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
Jawab: Punya, kan satu orang satu item jadi gimana caranya kita untuk saling berbagi pendapat
dan pengetahuan. Kita juga harus menguasai tugas yang diberikan untuk mendapat nilai yang
maksimal.
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu
tugas?
Jawab: Iya pasti. Karena yang diutamakan adalah kerja sama jadi saling membutuhkan satu sama
lain, tidak mengandalkan teman yang pandai. Dan itu kerja sama satu tim jadi saling mengisi satu
sama lain.
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai
tertinggi?
Jawab: Nilai ulangan berikutnya 100, tanpa ulangan.
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang
memuaskan?
Jawab: Alhamdulillah, iya.
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
Jawab: (1) Mengetahui materi agama, lebih dekat kepada Allah SWT.
(2) Kerja sama tim/ kelompok, gimana kita saling mengisi.
(3) Senang atau bangga mendapatkan hasil yang terbaik.
Jakarta, 25 Februari 2011
Interviewer Siswa SMP Al-Azhar 4

Santi Ricky
Hasil Wawancara dengan Siswa/ siswi
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Bagaimana suasana tempat belajar selama jam pelajaran berlangsung?


Jawab: Baik-baik saja, belajarnya enak, duduknya tidak berdesakan dan suasana saat diskusi
ramai.
2. Apakah setiap siswa ikut aktif memberikan pendapat saat belajar Pendidikan Agama Islam (PAI) di
kelas?
Jawab: Tidak semua aktif sih, ada beberapa yang diam terus juga ada beberapa yang aktif.
3. Apakah dalam satu kelompok belajar siswa saling berinteraksi/ berdialog antar sesama anggota?
Jawab: Iya berdialog.
4. Apakah setiap siswa dalam kelompok memiliki tanggung jawab yang sama terhadap
kelompoknya?
Jawab: Iya sama, kan satu kelompok. Setiap anak berusaha menyelesaikan tugas yang diberikan.
5. Apakah setiap anggota kelompok merasa dirinya saling membutuhkan dalam menyelesaikan suatu
tugas?
Jawab: Iya membutuhkan. Kan manusia makhluk sosial.
6. Bagaimana bentuk penghargaan yang diberikan guru kepada kelompok yang mencapai nilai
tertinggi?
Jawab: Mendapat 100 di ulangan kedua tanpa ulangan.
7. Apakah pembelajaran PAI yang diajarkan oleh guru dapat memberikan hasil/ nilai yang
memuaskan?
Jawab: Iya memuaskan.
8. Bagaimana kesan kamu setelah mengikuti pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI)?
Jawab: Baik-baik saja, pelajarannya menyenangkan dan mudah dipahami.

Jakarta, 25 Februari 2011


Interviewer Siswi SMP Al-Azhar 4

Santi Amalia Mabrina


Hasil Wawancara dengan Guru PAI
SMP Islam Al-Azhar 4 Kemandoran Jakarta

1. Apakah RPP itu dibuat setiap satu kali pertemuan atau untuk satu tahun ajaran?
Jawab: Untuk Pelajaran Agama ini baik kelas VII, VIII, IX saya buatnya dalam satu tahun
pelajaran, tidak setiap kali pertemuan biar lebih praktis.
2. Apa saja yang menjadi pertimbangan Bapak dalam pembuatan RPP?
Jawab: Yang pertama, karakteristik dari anak-anak, kemampuan dari anak-anak juga, kemudian
dari media yang dipakai, juga dari fasilitas yang ada.
3. Dalam proses pembelajaran, pendekatan/ strategi pembelajaran apa yang Bapak gunakan?
Jawab: Itu bervariasi. Kalau untuk kelas bilingual itu lebih banyak pendekatannya kepada diskusi
karena kemampuan untuk kelas bilingual beda dengan kelas reguler. Tapi untuk kelas reguler lebih
banyak ceramah dibandingkan dengan diskusi.
4. Metode apa yang sering Bapak gunakan dalam proses pembelajaran?
Jawab: Yang lebih banyak sekali lagi sesuai dengan kelasnya. Kalau kelas bilingual itu lebih
banyak kelompok dan diskusi. Kalau kelas reguler lebih banyak ceramah dari pada diskusi.
5. Terkait dengan penggunaan strategi kooperatif dalam proses pembelajaran, pada materi seperti
apa yang sering Bapak gunakan?
Jawab: Materi yang digunakan untuk strategi pembelajaran kooperatif, materi yang sub-nya itu
banyak, seperti infaq kemarin itu ada beberapa sub yaitu shadaqah, wasiat, hibah, hadiah dan
wakaf. Jadi kalau untuk materi yang kurang sub-nya lebih banyak menggunakan diskusi dari pada
dengan cara jigsaw.
6. Bagaimana pendapat Bapak terhadap penggunaan strategi pembelajaran kooperatif pada mata
pelajaran PAI?
Jawab: Kelebihannya, lebih mengoptimalkan kemampuan siswa terutama dalam kerja kelompok.
Kemudian dari segi negatifnya adalah dalam satu kali pertemuan itu tidak cukup. Dengan kata lain
memerlukan waktu yang cukup banyak dibandingkan dengan metode caramah.
7. Apakah guru dan siswa merasa nyaman saat mengikuti pelajaran agama Islam?
Jawab: Dari yang kemarin kita lakukan dengan metode jigsaw itu untuk saya pribadi sebagai
pengajarnya merasa nyaman, kemudian setelah saya perhatikan siswa juga merasa nyaman
dengan cara seperti itu.
8. Apakah pembelajaran PAI dengan menggunakan strategi kooperatif itu menyenangkan?
Jawab: Sangat menyenangkan sekali, karena dari tipe anak-anaknya itu khususnya kelas bilingual
yang menjadi sampel, mereka agak sedikit kurang suka kalau metode pembelajarannya seperti
ceramah atau lebih banyak guru yang lebih berperan/ aktif. Tapi mereka lebih suka kalau potensi
mereka juga digali dan mereka lebih banyak mengeluarkan pendapat.
9. Apakah setiap kelompok kooperatif dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang
dan rendah?
Jawab: Iya betul, itu bervariasi agar suasana kelompok itu hidup.
10. Menurut Bapak apa hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan pembelajaran kooperatif pada
mata pelajaran PAI?
Jawab: Yang pertama memerlukan ruangan yang cukup luas, kalau di dalam kelas tidak cukup
memungkinkan karena disitu banyak bangku dan meja, Cuma kendalanya kalau kita memakai
aula, aula itu sudah dipakai duluan oleh guru yang lain. Atau ketika kita akan memakai ruang Affa
yang juga luas itu juga sudah dipakai oleh guru lain. Itulah salah satu yang menjadi kendala.
11. Bagaimana cara Bapak dalam menanggulangi hambatan-hambatan dalam proses pembelajaran
kooperatif?
Jawab: Karena terkait dengan pemakaian ruang yang luas, maka cara mengatasinya adalah ruang
itu akan dipesan seminggu sebelumnya agar bisa dimanfaatkan dalam rangka menjalankan
metode tadi.
12. Sejauh mana efektivitas strategi pembelajaran kooperatif pada mata pelajaran PAI bagi siswa-
siswi SMP Islam Al-Azhar 4?
Jawab: Dari segi efektivitas, pertama kalau dari segi waktu memang memerlukan waktu yang
cukup lama/ banyak. Kemudian dari pemahaman siswa itu lebih dalam karena mereka menggali
sendiri dan itu lebih berkesan dari pada harus diceramahi oleh gurunya.

Jakarta, 25 Februari 2011


Interviewer Guru SMP Al-Azhar 4

Santi Khozin, S.Ag


DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ)
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-A

No Nama Siswa Nilai


1 Ratih Nur Baiti 100
2 M. Faturahman 73
3 Abyan Faisal 94
4 Abdul Aziz Muslim 91
5 Rizka Nurul Hanifah 73
6 Fikry Ramadani 82
7 Irsyad Barran Lubis 88
8 Rizky Ramadhan 94
9 M. Rafi 94
10 Nabila 88
11 Khoirunnisa 73
12 Winda Dwi Putri 79
13 Marsya Fanny 82
14 M. Rizal 82
15 Anandri F.M 64
16 Shinta M.D 82
17 Ananda P 67
18 M. Reza 88
19 Zahidah Zulfailah 82
20 Andita Nur Oktavira 70
21 Siti Nurwahida 76
22 Athiyya M 70
23 M. Titan 52
24 Kevin 82
25 Iqbal Rivaldy 73
26 Hilman Khairul Rahman 79
Jumlah 2078

Nilai Rata-rata Kelas


2078 : 26 = 79,92
DAFTAR NILAI KUIS (BAB INFAQ)
MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM KELAS VIII-B

No Nama Siswa Nilai


1 Claudia 91
2 M. Setyo A 91
3 Fajri Anugrah 82
4 Dzaki Putra 88
5 Fariz Rachimawan 88
6 Risa Ramandha 94
7 Ashila Ashara 91
8 Ricky 100
9 M. Satrio Budi 94
10 M. Raihan 82
11 Reynaldi Setiasa 88
12 Asri Lestari 88
13 Shiva Shavira 88
14 Amalia Mabrina 61
15 Syifa Shafina 88
16 Reza Ariq 88
17 Andhika 94
18 M. Oktariawan Fauzan 100
19 Adam Muftie 67
20 Arini Safitri 100
21 M. Fithratu Rahman 100
22 M. Rachmadi 94
23 Ahya R.K 94
24 Alya Nur Ibrahim 100
25 Dhiyaa Nada Shafa 82
26 M. Aya Addina Makarim 91
27 Famadhika Aby Pratama 94
28 Raka Permana 88
29 Amyra Rizqia 94
30 Nisryna Nabyla 94
31 Shofi Syahira 100
Jumlah 2794

Nilai Rata-rata Kelas


2794 : 31 = 90,12

Anda mungkin juga menyukai